Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH TEORI AKUNTANSI

“PERSPEKTIF-PERSPEKTIF PENELITIAN DALAM


AKUNTANSI”

DISUSUN OLEH :

KURNIA AGUSTINA
C1C015036
KELAS “i” AKUNTANSI 2015

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS JAMBI
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
hidayahNya penyusun dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Dasar-dasar Manajemen dengan
baik.
Dalam penyusunan tugas ini penyusun banyak menemukan hambatan, namun berkat bantuan
dan bimbingan dari semua pihak, serta masukan dari teman-teman maka penyusun dapat
menyelesaikan tugas ini dengan baik. Oleh karena itu tidak lupa penyusun mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak, terutama kepada dosen mata kuliah Dasar-dasar
Manajemen yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan tugas ini tentunya masih jauh dari
kesempurnaan, dan akhirnya kami berharap tugas yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi
kami khususnya dan bagi para pembaca umumnya.

Jambi, 05 februari 2018

Penyusun
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

1.2. Rumusan Masalah

1.3. Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Perspektif Peneliti-Peneliti Akuntansi

2.2.Perspektif Metodologi Akuntansi: Ideografi Versus Nomotesis

2.3. Perspektif Ilmu Akunatnsi

2.4. Perspektif Pada Penelitian Akuntansi

2.5. Fondasi Intelektual Dalam Akuntansi

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Saat ini tidak ada teori akuntansi tunggal yang berlaku umum. Beberapa upaya telah
dilakukan untuk merumuskan sebuah teori akuntansi yang dapat diterima secara umum.
Diawali dengan pemakaian asumsi dan metodologi yang berbeda-beda, berbagai upaya
tersebut pada akhirnya menghasilkan berbagai kerangka standar pelapor keuangan yang
berbeda-beda.Penyusunan dan verifikasi suatu teori akuntansi terdiri atas pendefinisian dan
pemilihan tujuan dari laporan-laporan keuangan dan akuntansi serta penguraian unsur-unsur
dari laporan keuangan, atribut dari unsur-unsur tersebut dan satuan ukur yang tepat untuk
digunakan. Dengan banyaknya perbedaan asumsi didalam lingkungan akuntansi, para
penulis,peneliti,dan praktisi telah menempuh beragam cara untuk melakukan tugas penyusunan
teori akuntansi tersebut.

Dalam bab-bab sebelumnya telah dibahas berbagai perbedaan perspektif/visi yang


terdapat didalam ilmu, penelitian, paradigma dan pembuatan standar akuntansi. Mereka semua
menunjukkan kekayaan dan keanekaragaman pendekatan yang digunakan di dalam studi dan
penelitian mengenai topik-topik akuntansi. Kekayaan dan keanekaragaman ini mengharuskan
adanya perspektif yang berbeda didalam metodologi yang digunakan dan visi yang berbeda
dari jenis penelitian untuk melakukan penelitian akuntansi.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan perspektif penelitian-penelitian akuntansi ?


2. Apa yang dimaksud dengan perspektif metodologi akuntansi ?
3. Apa yang dimaksud dengan perspektif ilmu akuntansi ?
4. Apa yang dimaksud dengan perspektif pada penelitian akuntansi ?
5. Apa yang dimaksud dengan fondasi intelektual dalam akuntansi ?

1.3. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui perspektif penelitian-penelitian akuntansi


2. Mengetahui perspektif metodologi akuntansi
3. Mengetahui perspektif ilmu akuntansi
4. Mengetahui perspektif pada penelitian akuntansi
5. Mengetahui fondasi intelektual dalam akuntansi
BAB II PEMBAHASAN

2.1. Perspektif Peneliti-Peneliti Akuntansi

2.1.1. Perolehan ilmu akuntansi

Kolb et al, mengusulkan suatu medel yang menarik mengenai pembelajaran manusia.
Pada dasarnya kita memperoleh ilmu pengetahuan melalui pengalaman-pengalaman konkret
yang kita alami. Keunikan dari beberapa peristiwa, ritual atau fenomena mengarahkan kita
untuk meningkatkan pengamatan dan pemikiran yang kita lakukan atas apa yang sedang terjadi.
Mengajarkan kita, jika kita cukup termotivasi, untuk menciptakan hipotesis dalam bentuk
konsep-konsep abstrak dan generalisasi. Hal ini menggerakan kita untuk menguji hipotesis-
hipotesis tadi, untuk memahami implikasi yang dihasilkan oleh konsep tersebut pada situasi-
situasi baru dan sebagai proses untuk memperhalus pengetahuan yang kita peroleh.

Hal di atas sebenarnya menggambarkan proses yang menjelaskan perolehan suatu ilmu
akuntansi, yang berangkat dari fakta-fakta tertentu (diamati atau ditemukan) berlanjut ke
hipotesis-hipotesis tertentu (penyusunan pemikiran) lalu ke teori-teori umum (penyusunan
pemikiran yang lainnya) hingga ke hukum umum yang di amati atau ditemukan. Akan tetapi,
model ini tidak membuat suatu pembedaan antara proses perolehan ilmu pengetahuan
(metode), metodologi (penentuan metode), dan epistemologinya (penentuan metodologi).
Hubungan antara epistemologi ( mengapa dari mengapa dari bagaimana), metodologi
(mengapa dari bagaimana). perhatikan bahwa pengetahuan terbagi menjadi tiga jenis.

1. pengetahuan-bahwa (knowledge-that) atau pengetahuan faktual

2.pengetahuan-dari (knowledge-of) atau pengetahuan berdasarkan perkenalan atau


pengetahuan berdasarkan pengalaman, dab

3. pengetahuan-bagaimana (knowledge-how)

Model dari Kolb et al, juga digunakan oleh Roy Payne untuk mengilustrasikan perannya
di dalam proses perolehan ilmu pengetahuan. Tahap pertama, dari pengalaman sampai ke
pengamatan dan pemikiran, mengasilkan suatu “pengetahuan-dari” atau pengetahuan pribadi.
Tahap kedua, dari pengamatan dan pemikiran sampai ke pembuatan teori abstrak,
menghasilkan suatu “pengetahuan-bahwa”. Metodologi yang kita pergunakan untuk bergerak
dari pemikiran abstrak sampai ke pengujian dan percobaan menghasilkan suatu “pengetahuan-
bagaimana”. Tahap akhir, dari pengujian dan percobaan sampai ke pengalaman, menghasilkan
suatu “pengetahuan-bahwa” secara praktik. Kesemuanya merupakan suatu proses total yang
beranjak dari informasi, ilmu pengetahuan, metodologi dan kebijakan. Payne merangkumnya
sebagau berikut :

Kesimpulannya, ilmu pengetahuan memiliki beberapa jenis : “pengetahuan-bahwa:


praktik” dan “pengetahuan-dari” terdapat di dalam individu. “pengetahuan-bahwa” dan
“pengetahuan-bagaimana: ilmiah/filosofi” adalah di luar individu. Namun, karena pengetahuan
bergantung kepada para pelajar-pelajar individu, sudah pasti semua jenis pengetahuan di atas
diperlukan untuk pelaksanaan suatu proses ilmu pengetahuan yang berhasil. Lebih jauh lagi,
setiap jenis ilmu pengetahuan memiliki orientasi waktu yang berbeda yang mencermikan
perannya yang berbeda-beda di dalam proses ilmu pengetahuan.

2.1.2. Klasifikasi peneliti-peneliti akuntansi

Keragaman ilmu pengetahuan dan proses perolehan ilmu pengetahuan mengarah ke


adanya kebutuhan untuk mengklasifikasikan ilmuwan pada umumnya dan peneliti akuntansi
pada khususnya. Terdapat berbagai kemungkinan kerangka kerja untuk mengklasifikasikan
para peneliti secara umum, termasuk tipologis dari Liam Hudson, Gerald Gordon, survei oleh
Mitroff mengenai para ilmuwan Apollo, Abraham Maslow dan C.G. jung. Akan tetapi, tipologi
dari C.G. Jung sepertinya yang paling bermanfaat di dalam mengklasifikasikan peneliti secara
umum dan peneliti akuntansi secara khusus. Pada dasarnya, jung mengklasifikasikan individual
berdasarkan atas cara mereka menerima informasi, baik melalui sensasi atau intuisi dan cara
mereka menerima keputusan, baik melalui pemikiran ataupun perasaan. Di bawah ini adalah
definisi dari komponen-komponen dimensi Jung:

Sensasi mencakup penerimaan informasi melalui indra-indra, dengan berfokus pada


detail, menekankan pada hal-hal yang terjadi di saat dan waktu kini dan praktis. Sedangkan
sebaliknya, intuisi melibatkan masukan informasi melalui imajinasi, menekankan keseluruhan
atau Gesalt, berkutat dalam idealisme, dalam kemungkinan-kemungkinan hipotesis, dan
memiliki kepentingan dalam jangka panjang... pemikiran berkepentingan dengan penggunaan
pertimbangan yang bersifat impersonal dan formal untuk mengembangkan penjelasan-
penjelasan menurut istilah ilmiah, teknis dan teoritis. Sedangkan di sisi lain, perasaan,
berhubungan dengan pencapaian suatu keputusan berdasarkan atas pertimbangan yang bernilai
tinggi dan berfokus pada nilai-nilai kemanusiaan, moral dan masalah-masalah etika.

Kombinasi dari kedua dimensi tersebut, menghasilkan empat jenis kepribadian:


1. pengindraan-pemikiran (sensing-thinking-Sts);

2. pengindraan-perasaan (sensing-feeling-Sfs);

3. perasaan-intuisi (feeling-intuition-Ifs); dan

4. pemikiran-intuisi (thinking-intuition-Its).

Tipologi ini dipergunakan oleh Mitroff dan Kilman untuk menghasilkan klasifikasi para
peneliti :

 Ilmuwan Abstrak (Abstract Scientist-AS);


 Teoretikus Konseptual (Conceptual Theorist-CT);
 Humanis Konseptual (conceptual Humanist-CH); dan
 Humanis Khusus (particular Humanist-PH).

Ilmuwan abstrak, seseorang yang menggunakan indranya dan berfikir, dimotivasi oleh
penyelidikan yang menggunakan metodologi dan logika yang saksama, dengan fokus pada
kepastian, keakuratan dak keandalan, serta bergantung pada sebuah paradigma konsisten yang
sederhana dan terdefinisikan dengan baik. Seperti yang dinyatakan oleh Mitroff dan Kilman:

Dengan mengetahui makan berarti merasa pasti akan sesuatu hal. Kepastian didefinisikan
sebagai kemampuan untuk “mengutarakan” atau menyebutkan satu per satu komponen-
komponen dari sebuah objek, peristiwa, orang, atau situasi dengan cara yang tepat, akurat, dan
dapar diandalkan. Oleh sebab itu, pengetahuan memiliki arti yang sinonim dengan ketepatan,
keakuratan, dan keandalan. Semua usaha yang tidak dapat menjadi subjek dari formula atau
garis pemikiran ini akan di tekankan, didevaluasi, atau dikesampingkan sebagai suatu hal yang
tidak layak untuk diketahui atau tidak memiliki arti untuk diketahui.

Teoretikus Konseptual, seseorang yang berfikir dan berintuisi, mencoba untuk memberikan
banyak penjelasan atau hipotesis untuk fenomena yang terjadi dengan berfokus pada penemuan
dan bukan pengujiannya. Seperti yang dinyatakan oleh Mitroff dan Kilman:

Berbeda dengan AS yang mencoba untuk menemukan skema tunggal yang dapat paling
baik mewakili dunia, CT lebih tertarik dalam melakukan eksplorasi, menciptakan dan
menemukan banyak kemungkinan dan hipotetis perwakilan dari dunia-bahkan dari dunia yang
merupakan dunia hipotetis. Lebih jauh, penekanan CT adalah pada perbedaan-perbedaan skala
besar yang terjadi di antara berbagai perwakilan yang berbeda ini dan bukannya pada detail
dari masing-masing skema. Salah satu potensi bahaya bagi AS adalah terjebak di dalam detail
yang tidak ada akhirnya; sedangkan potensi bahaya bagi CT adalah mengabaikan detail sama
sekali demi kepentingan pencakupan yang komprehensif, AS cederung mengalami “pengetatan
kategori-kategori”; sedangkan CT cederung mengalami “pelonggaran dari keseluruhan.”

Humanis Khusus, seseorang yang menggunakan indra dan perasaannya, berkepentingan


dengan keunikan dari individu manusia secara khusus. Setiap orang memiliki arti yang unik
dari pada suatu akhir teoretis yang abstrak.

Humanis Konseptual, seseorang yang menggunakan intuisi dan perasaannya, berfokus


pada kesejahteraan manusia yang mengarahkan penyelidikan konseptual pribadinya ke arah
kebaikan dari umat manusia secara umum.

2.2. Perspektif Metodologi Akuntansi: Ideografi Versus Nomotesis

Pandangan yang telah diterima secara luas akan peran dari penelitian akuntansi adalah bahwa
ia berfungsi untuk:

Menyusun hukum-hukum umum yang melingkupi perilaku dari peristiwa-peristiwa


atau objek-objek empiris yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan tersebut, dan karenanya
memungkinkan kita menyatukan pengetahuan yang kita miliki dari peristiwa-peristiwa yang
diketahui secara terpisah dan atau untuk membuat prediksi yang dapat diandalkan akan
peristiwa-peristiwa yang masih belum diketahui.

Untuk memenuhi fungsi diatas, model ilmu pengetahuan alam, termasuk pengambilan
sampel yang cermat, pengukuran yang akurat, serta perancangan dan analisis yang baik dari
hipotesis-hipotesis yang didukung oleh teori, secara umum dipergunakan sebagai model yang
mendukung suatu penelitian yang baik. Hal tersebut di atas kini mendapat penolakan, yang
mengarah kepada timbulnya perdebatan metodologi ideografis versus nomotesis. Allport, yang
pertama kali membuat pembedaan untuk kedua metodologi di atas, menyatakan bahwa:

Pendekatan nomotesis hanya mencoba untuk mencari hukum dan menerapkan


prosedur-prosedur yang telah disampaikan oleh ilmu pasti. Psikologi secara umum telah
berusaha untuk menjadikan dirinya sebagai suatu disiplin ilmu yang sepenuhnya nomotetis.
Sedagkan ilmu-imu pengetahuan ideografis berusaha untuk memahami beberapa peristiwa-
peristiwa tertentu yang terjadi di alam atau di masyarakat. Sebuah psikologi mengenai
individualitas pada dasarnya adalah ilmu ideografis.
Debat ini tetap terjadi selama bertahun-tahun, kadang kala dengan penamaan lain
seperti “penelitian kualitatif versus kuantitatif” atau “penyelidikan dari dalam versus
penyelidikan dari luar” atau “penelitian sybjektif versus penelitian objektif.” Perbedaan antara
nomotesis dan ideografi tumbuh dari perbedaan-perbedaan yang terjadi pada asumsi yang
mendasari ilmu-ilmu pengetahuan sosial. Pendekatan subjektif dari ilmu sosisal menonjolkan
sebuah asumsi nominalisme untuk ontologi, suatu asumsi antipositiviesme bagi epistemologi,
sebuah asumsi voluntarisme dari sifat manusia dan akhirnya, suatu asumsi ideografis bagi
metodologi. Sedangkan pendekatan objektif menonjolkan suatu ontologi yang realistis, suatu
epistomologi positivis, suatu asumsi deterministik dari sifat manusia, dan metodologi
nomotetis. Bahkan kenyataannya, Burrell dan Morgan memberikan suatu definisi yang
mendalam mengenai baik nomotesis maupun ideografis.

Pendekatan ideografis adalah didasarkan atas pandangan bahwa seseorang hanya dapat
memahami dunia sosial dengan pertama kali memperoleh pengetahuan langsung dari subjek
yang sedang diselidiki ia kemudia memberikan tekanan yang cukup kuat untuk mendekati
subjek tersebut dan menekankan analisis dari catatan-catatan subjektif yang dihasilkan dengan
“masuk kedalam” situasi dan melibatkan diri dalam kegiatan sehari-hari, analisis yang rinci
dari wawasan yang diciptakan oleh iteraksi sejenis dengan subjek dan wawasan yang
ditunjukkan dalam catatan-catatan impresionistis yang ditemukan dalam buku harian, biografi,
dan catatan-catatan jurnalistis.

Pada sisi yang lain pendekatan nomotesis adalah mendasarkan penelitian pada protokol
dan teknik. Pendekatan ini dilambangkan oleh pendekatan dan metode-metode yang
dipergunakan dalam ilmu-ilmu pengetahuan alam ia disibukkan dengan penyusunan tes-tes
ilmiah dan penggunaan teknik-teknik kuantitatif dalam analisis data. Survei, kuesiner, tes-tes
kepribadian dan semua jenis instrumen penelitian yang telah distandarisasi merupakan alat-alat
paling utama, yang menyusun metodologi nomotesis. Kedua pendekatan-nomotesis versus
ideografi, atau penyelidikan dari luar versus penyelidikan dari dalam-berbeda jika dilihat dari
segi cara penyelidikannya, jenis tindakan organisasionalnya, jenis penyelidikan
organisasionalnya dan peran dari peneliti, dan jika dilihat dari jumlah dimensi-dimensi analitis,
satu perbedaan yang patut dicatat dikaitkan dengan perbedaan jenis-jenis pengetahuan. Metode
ideografis tertarik untuk mengetahui khususunya sebagai salah satu persyaratan praktik
(praxis), yang merupakan “pengetahuan mengenai bagaimana untuk bertindak dengan tepat
dalam berbagai jenis situasi khusus.” Metode nomotetis tertarik dengan pengembangan teori
pengetahuan universal.
Perbedaan antara dua cara penyelidikan di atas akan paling tepat diterjemahkan ke
dalam bahasa lain dengan menggunakan kata kerja terpisah untuk membedakan dua cara untuk
mengetahui sesuatu: pengetahuan mengenai dan perkenalan dengan. Bahasa Prancis
menggunakan kata savior dan connaitre, bahasa Jerma menggunakan kata wissen dan kennen;
dan dalam bahasa latin disebut seire dan nosere.

Meskipun kedua pendekatan tersebut telah diperdebatkan dalam literatur, buakanlah


suatu hal yang berlebihan jika dinyatakan bahwa pendekatan nomotetis telah mendominasi
penelitian di bidang akuntansi dengan pencarian hukum-hukum umum, variabel-variabel
universal dan sejumlah besar subjek yang dilakukan. Yang menjadi permasalahan selama ini
adalah ketelitian metodologis, akurasi, dan kredibilitas, bahkan mespikun ia sering kali tidak
relevan dengan kenyataan organisasi dan akuntansi yang ada. Para peneliti akuntansi
hendaknya memerhatikan semakin banyaknya keberadaan yang muncul dan ditujukan bagi
ilmu pengetahuan alam pada khususnya dan nomotesis pada umumnya. Sebagai Contoh,
Orlando Behling mengemukakan lima sasaran kunci dari pengunaan model ilmu pengetahuan
alam yang digunakan dalam penelitian ilmu sosial dan dapat diterapkan dalam penelitian
akuntansi, yaitu :

1. keunikan. Setiap organisasi, kelompok dan manusia, kesemuanya pada tingkat tertentu akan
memiliki perbedaan satu sama lain. Jadi pengembangan hukum-hukum umum yang benar-
benar presisi dalam perilaku organisasional dan teori organisasi adalah suatu hal yang
musatahil untuk dilakukan.

2. Ketidak stabilan. Fenomena ketertarikan dari para peneliti terhadap perilaku organisasional
dan teori organisasi sifatnya fana. Tidak hanya “fakta” dari peristiwa-peristiwa sosial akan
berubah seiring dengan waktu, namun “hukum-hukum” yang mengaturnya pun ikut mengalami
perubahan. Penelitian ilmu alam kurang mampu untuk menangkap fenomena yang berubah
sedemikian cepat.

3. Sesitivitas. Tidak seperti senyawa-senyawa kimia dan hal-hal lain yang menjadi perhatian
dari para peneliti ilmu alam, orang-orang yang menyusun organisasi, dan artinya adalah
organisasi itu sendiri, akan dapat berperilaku secara berbeda jika mereka mengetahui akan
adanya hipotesis-hipotesis penelitian mengenai mereka.

4. Kurang sesuai dengan kenyataan. Variabel-variabel yang memanipulasi dan mengendalikan


di dalam penelitian organisasional mengubah fenomena yang sedang dipelajari. Oleh
karenanya para peneliti tidak dapat menyamarkan kenyataan dengan studi-studi yang mereka
lakukan karena fenome yang mereka amati pasti akan berbeda dengan lawannya di dunia nyata.

5. Perbedaan epistemologi. Meskipun memahami penyebab dan dampak melalui penelitian


ilmu alam adalah suatu cara yang tepat untuk “mengetahui” fenomena-fenomena fisik, terdapat
jenis “pengetahuan” lain yang tidak dapat disentuh oleh pendekatan ini dan merupakan suatu
hal yang lebih penting bagi perilaku organisasional dan teori organisasi.

Luthans dan Davis mempertanyakan “asumsi kesamaan” yang diterapkan oleh


nomotesis, yaitu pemeriksaan secara selektif atas banyak subjek menurut asumsi teoritis yang
menyatakan bahwa terdapat lebih banyak kesamaan dari pada perbedaan di antara individu-
individu.berdasarkan atas asumsi teoritis interaktif dari perilaku-orang-lingungan, dari orang
yang nyata berinteraksi dengan organisasi yang nyata, ideografi diusulkan sebagai suatu
pendekatan yang bermanfaat dengan menggunakan rancangan eksperimental kasus tunggal
yang intensif dan ukuran pengamatan secara langsung.

Luthans dan Davis menyatakan: yang menjadi hal utama bagi suatu pendekatan
ideografis terhadap studi-studi perilaku organisasional interaktif didalam suatu lingkungan
yang alami yang dimaksudkan untuk memeriksa dan menarik kesimpulan dan menguji
hipotesis-hipotesis spesifik adalah rancangan eksperimental kasus tunggal yang intensif dan
metode-metode langsung seperti pengamatan partisipan yang sistematis. Ketika telah dipahami
dan diperiksa secara mendalam, ternyata rancangan dan metode-metode ini dapat bertahan
dengan sama baiknya ( dan beberapa peneliti ideografis akan berpendapat lebih baik ) terhadap
kriteria evaluatif yang sama bagi peneliti ilmiah saat ini sedang digunakan oleh para peneliti
berbasis nomotesis.

Diantara metodologi-metodologi kualitatif atau ideografis yang digunakan, etnografi


dan fenomenologi telah mendapatkan posisi yang kuat. Etnografi digunakan oleh para
antropologis yang melibatkan mereka di dalam kenyataan orang lain. Metodologi ini telah
mencapai tingkat paradigma: Etnografi paradigmatis dimulai ketika pengamat, yang telah
terlatih atau familiar dengan pendekatan antropologis, turun dari kapal, kereta api, pesawat,
subway atau bus dengan persiapan untuk tinggal selama waktu yang lama dengan koper yang
penuh dengan buku-buku catatan kosong, alat perekam, dan sebuah kamera. Etnografi
paradigmatis berakhir ketika sejumlah besar data yang telah dicatat, di-fail, disimpan, dicek
dan dicek ulang disusun menurut satu atau beberapa gaya interprestasi dan diterbitkan untuk
para audiensi ilmiah maupun umum.
Para peneliti dibidang akuntansi yang tertarik dengan metode etnografis seharus nya
memiliki keterlibatan langsung yang terus-menerus dan berlangsung lama dalam lingkungan
organisasional yang sedang ditelitu. Mereka membutuhkan pengamatan lapangan untuk
melihat struktur didalam dan juga perilaku dipermukaan dari mereka-mereka yang berada
didalam organisasi tersebut. Menurut ulasan John Van Maanen, mereka perlu :

1. memisahkan kosnep-konsep urutan pertama atau fakta-fakta dari suatu penyelidikan


etnografis dan konsep-konsep urutan kedua atau teori-teori yang digunakan oleh seorang analis
untuk menyusun dan menjelaskan fakta-fakat tersebut;

2. membedakan antara data penyajian yang mendokumentasikan “aliran percakapan dan


aktivitas spontan yang terjadi dan diamati oleh etnografer ketika sedang berada dilapangan”
dan data penyajian yang berhungan dengan tampilan-tampilan yang oleh para informan
berusaha untuk dijaga (atau ditingkatkan ) di mata para pekerja lapangan, pihak luar dan pihak
asing secara umum, rekan-rekan sekerja, teman sejawat yang dekat dan akrab, dan sampai
beberapa tingkat tertentu, diri mereka sendiri; dan

3. secara terus-menerus menilai kebenaran dari informasi lisan untuk mengungkapkan


kebohongan, area-area yang tidak diketahui, dan beragam asumsi-asumsi yang diterima begitu
saja.

Fenomenologi memiliki skala yang lebih luas dari pada pengamatan partisipan dan
etnografi dengan menekankan pada pencarian kenyataan seperti yang “ telah ada ” didalam
struktur kesadaran universal bagi umat manusia. Herbert spiegelberg menguraikan tujuh
langkah dari fenomenologi berikut ini untuk memandu para peneliti :

1. menyelidiki fenomena tersebut;

2. mnyelidiki esensi-esensi umum;

3. memahami hubungan penting yang terjadi di antara esensi-esensi;

4. mengamati cara-cara penampilan;

5.mengamati konstitusi fenomena dalam kesadaran;

6. menunda untuk mempercayai eksistensi dari fenomena;

7. menginterpresentasikan arti dari fenomena.


Meskipun perdebatan mengenai ideografi versus nomotesis akan terus berlangsung di
berbagai litelatur ilmu-ilmu sosial, terbentuk suatu pemikiran khusus yang merekomendasikan
digunakannya banyak metode. Hal ini secara umum dijabarkan sebagai metodologi konvergen,
multimetode/multisifat, validasi konvergen, atau apa yang telah disebut sebagai “triangulasi”
(triangulation). Bahkan, orang yang mengawali perdebatan ini, Allport, mengemukakan bahwa
metode-metode ideografis dan nomotesis telah “saling mengerjakan hal yang sama dan
memberikan kontribusi satu sama lain”. Penggunaan dari kedua metode tersebut dapat (1)
memberikan keyakinan yang lebih tinggi akan hasil yang diperoleh, (2) membantu untuk
menyingkapkan dimensi yang menyimpang atau di luar kuadran dari sebuah fenomena, (3)
mengarah pada terjadinya sintesa atau integrasi teori-teori, dan (4) menjadi suatu tes yang
sangat panjang.

Arti dari semua hal di atas bagi praktik penelitian adalah pada akhirnya ia harus
mengambil pilihan di antara ketiga pilihan berikut ini :

1. melakukan baik penelitian nomotesis maupun ideografis dan agregatnya.

2. melakukan penelitian nomotesis dan ideografi secara bergantian, menggunakan kedua


metode tersebut secara bergantian untuk mengkapitalisasikan kekuatan dari keduanya di
beberapa kasus tertentu dan mengatasi kelemahan yang dimiliki metode lainnya dibeberapa
kasus yang lain.

3. mengembangkan sebuah ilmu baru yang dapat diuraikan dengan jelas.

2.3. Perspektif Ilmu Akuntansi

2.3.1. “Hipotesis dunia” (world hypotheses) oleh Stephen Pepper

Pengetahuan adalah hasil dari sebuah penyempurnaan kognitif secara konstan: kritik
dan peningkatan klaim-klaim yang masuk akal, yang mengacu pada pengetahuan secara umum
sebagai dubitanda-klaim yang meragukan. Penyempurnaan kognitif di capai melalui :

1. bukti pendukung multiplikatif, suatu konfirmasi atas fenomena oleh beragam subjek, dan

2. bukti pendukung struktur, penggunaan teori dan hipotesis mengenai dunia dan
konfirmasinya oleh data empiris.

Pepper menggunakan contoh klaim yang menyatakan bahwa sebuah kursi dikatakan
sangat kuat ketika bukti pendukung multiplikatifnya dicontohkan dengan banyak orang yang
duduk diatasnya, dan bukti pendukung struktural yang dicontohkan dengan pengembangan
sebuah teori mengenai hal-hal apa sajakah yang dibutuhkan agar kursi tersebut dapat menjadi
kuat. Bukti pendukung dapat dicapai dengan membuat sebuah kursi yang sesuai dengan
hipotesis teori tersebut. Papper membedakan empat hipotesis menjadi hipotesis struktural yang
memadai. Keempat hipotesis tersebut adalah empat hipotesis dunia yaitu formisme,
mekanisme, kontekstualisme, dan organisisme. Penyempitan beragam hipotesis menjadi empat
hipotesis dunia, yang disebut sebagai “teori metafora akar” ( root metaphor theory).

Dua perangkat asumsi yang berkaitan dengan struktur logis dari alam sosial dapat
digunakan untuk membedakan masing-masing empat hipotesis tersebut. Dimensi pertama,
membedakan antara teori-teori analitis dan sintetis, dan dimensi kedua membedakan antara
teori-teori dispersif dan integratif. Sebagai akibat dari penggunaan kedua dimensi ini, keempat
hipotesis dunia dapat ditandai sebagai :

1. Formisme

Formisme secara filosofis terhubung dengan “kenyataan” dan “idealisme platonik,”


dengan eksponen-eksponen seperti plato dan Aristoteles. Hipotesis ini terdiri atas teori-teori
analitis dan dispersif. Uraian dalam formisme terbagi menjadi tiga kategori, yaitu : (1) karakter,
(2) kekhususan, dan (3) partisipan.

2. mekanisme

Mekanisme secara filosofi terhubung dengan naturalisme atau materialisme dari


Demokritus, Lucretius, Galileo, Descartes, Hobbes, Locke, Barkeley, Hume, dan
Reichenbanch. Mekanisme terdiri dari teori-teori analitis dan integratif. Metafora akarnya
adalah sebuah mesin. Pengetahuan berjenis mekanisme ini memiliki enam ciri-ciri :

1.) seperti sebuah mesin, objek studi terdiri atas bagian-bagian yang memiliki lokasi-lokasi
tertentu.

2.) bagian tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk kuantitatif, sesuai dengan sifat utama dari
mesin tersebut.

3.) hubungan resmi antara bagian-bagian objek studi dapat diuraikan sebagai rumus-rumus
fungsional atau korelasi-korelasi statistik. Hal ini merupakan pernyataan dari antarhubungan
di antar bagian-bagian mesin.
4.) sebagai tambahan dari sifat utama, terdapat karakteristik lain yang dapat dinyatakan secara
kuantitatif, meskipun tidak relevan secara langsung dengan objek studi: mereka adalah sifat-
sifat sekunder.

5.) sifat-sifat sekunder tersebut juga berhubungan secara prinsip dengan objek studi karena
“jika memang terdapat suatu uraian lengkap tentang mesin, kita seharusnya ingin juga
menemukannya dan menguraikan prinsip seperti apakah yang dapat mempertahankan sifat-
sifat sekunder tertentu terlekat pada bagian-bagian tertentu dari mesin tersebut.

6.) hukum-hukum sekunder menandai hubunganyang stabil diantara sifat-sifat sekunder.

Teori kebenaran dari mekanisme adalah apakah mesin tersebut bekerja, yang diukur melalui
tingkat bekerjanya, yang akhirnya sampai kepada mampu tidaknya pengetahuan seorang
meramalkan hasil-hasil dari penyesuaian spontan (casual adjustments) yang terjadi dalam
sistem.

3. kontekstualisme

Kontekstualisme berhubungan dengan pragmatisme dari Perce, James, Bergson,


Dewey, dan Mead. Kontekstualisme tetdiri atas baik teori sintetis maupun dispersif. Metafora
akarnya adalah peristiwa historis atau tindakan dalam konteks. Tidak seperti formisme,
kontekstualisme bersifat sintetis, di mana ia berfokus pada pola, suatu keseluruhan objek studi
dari pada fakta-fakta yang terpisah. Teori kebenaran dari kontekstualisme adalah operasional
jika dilihat dari lonfirmasi kualitatif dan pengerjaan, menahan, menikmati, dan lain-lain.
Tindakan dan lingkungannya adalah penting.

4. organisisme

Organisisme terhubung denga absolut atau idealisme objektif dari Schelling, Hegel,
Green, Bradley, Bosanquet, dan Royce. Metafora akarnya adalah integrasi keseluruhan atau
kesatuan yang harmonis dilihat dari segi ketepatan waktu dan struktur yang bertahan. Semua
hal dianggap koheren dan terintegrasi dengan baik dan memilik tujuh fitur : (1) fragmen-
fragmen pegalaman yang muncul dengan (2) nexus-nexus atau sambungan-sambungan yang
secara spontan mengarah sebagai akibat dari gangguan-gangguan (3) tradisi, jurang pemisah,
perlawanan atau tindakan tandingan terhadap resolusi dalam (4) suat keseluruhan organik (5)
yang implisit dalam fragmen dan (6) melebihi kontradiksi-kontradiksi sebelumnya melalui
cara-cara suatu totalitas koheren, yang (7) membuat lebih ekonomis, menghemat, memelihara
semua fragmen-fragmen pengalam asli tanpa satu pun kerugian. Teori kebenaran dari
organisisme adalah koherensi yang didasarkan pada determinasi dan keabsolutan. Dengan kata
lain, organisisme mengususlkan adanya tingkat kebenaran yang bergantung pada jumlah fakta
yang diketahui, dan ketika semua fakta telah, karena memang pada prinsipnya mereka dapat
diketahui, baru kebenaran absolut diperoleh.

2.3.2. Formisme dalam akuntansi

Foemisme dalam akuntansi meliputi pencariakan akan kesamaan dan perbedaan


diantara berbagai objek studi yang berbeda-beda tanpa mempertimbangkan adanya
kemungkinan hubungan antara mereka. Dapat dikemukakan bahwa seluruh pengetahuan teknik
akuntansi yang digunakan dalam pelajaran akuntansi dan termuat dalam buku-buku teks
standar sampai sejauh ini adalah formistis secara mutlak. Aturan –aturan umum, model dan
algoritma yang digunakan untuk menjelaskan fenomena akuntansi dan untuk membantu
pelaksaan praktik akunatnsi adalah objek studi yang memiliki ciri-ciri tersendiri, yang dapat
dibandingkan dari segi tingkat kesamaan dan perbedaan di antara mereka. Aspek dari bidang
akuntansi ini ditandai oleh metodologi klasifikasi yang tak kenal lelah. Setiap aspek dari ilmu
akuntansi adalah subjek dari tipologi yang diasumsikan mencerminkan dunia sebagaimana
mestinya atau seharusnya. Formisme sangat sesuai dalam praktik akuntansi di mana
kategorisasi adalah sama dengan mendapatkan pemecahan.

2.3.3. Mekanisme dalam akuntansi

Mekanisme dalam akuntansi tidak hanya meliputi pencarian kesamaan dan perbedaan
di antara objek-objek studi namun juga dan terutama adalah untuk hubungan kuantitatif yang
memungkinkan dilakukannya penguraian dan peramalan. Mekanisme dalam akuntansi adalah
juga pencarian keteraturan empiris antara fenomena yang berbeda-beda melalui berbagai
bentuk korelasi statistik.

Riset pasar, penelitian perilaku, penelitian akuntansi positif, studi-studi peramalan


peristiwa dan kebanyakan studi-studi yang berdasarkan kerelasi dalam penelitian akuntansi
utama mencerminkan kecenderungan analitis dari mekanisme dengan berfokus pada fenoma
tersendiri, bukannya kompleksitas atau konteks, dan kecenderungan integrafi dari mekanisme
dengan melihat dunia telah tertata rapi dengan hubungan-hubungan spesifik yang dapat
diuraikan dan dipenuhi. Hasilnya ternyata tidak sempurna :

1.) tingkat koefisien korelasi yang tidak memuaskan;

2.) kurangnya kendali bagi penjelasan-penjelasan alternatif;


3.) sampel-sampel yang tidak representatif, dan

4.) pengulangan tanpa akhir namun”tersamar”.

Model penilaian ekuitas dari Ohlson dan Feltham-Ohlson merupakan satu contoh penyingkatan
baik yang memetakan nilai buku dan laba abnormal ke dalam nilai ekuitas. Fokus pada validasi
empiris dari model-model ini adalah untuk menjelaskan semakin meningkatnya persentase
perbedaan yang lebih tinggi dari waktu ke waktu.

Masalah lain yang dihadapi oleh mekanisme dalam akuntansi adalah adanya asumsi
tidak langsung bahwa :

a.) ukuran tidak memiliki perbedaan (invariant), dan

b.) hubungan diantara ukuran tidak memiliki perbedaan (invariant).

Studi-studi dalam teori positif akuntansi hanya memberikan sedikit sumbangan pada
perbedaan dalam variabel-variabel terikat sehingga metodologinya tidak dapat dianggap
sebagai satu-satunya jalan untuk meneliti peran dari akuntansi dalam organisasi.
Ketergantungan pada sampel yang lebih besar dan metode-metode statistikal yang lebih rumit
menunjukkan rendahnya usaha dan dampak-dampak kecil yang dipelajari.

Komentar-komentar serupa mengenai mekanisme telah diungkapkan dalam perilaku


organisasional dan psikologi organisasional. Namum kegagalan nyata dari mekanisme timbul
dari sangat besarnya jumlah data yang dibutuhkan untuk menamin adanya kekuatan peramalan
dari jenis pengetahuan mekanistik ini, dan ketidak mampuan untuk dengan mudah
memindahkan pengetahuan ke dalam dunia nyata.

2.3.4. Kontekstualisme dalam akuntansi

Kontekstualisme dalam akuntansi berfokus pada interpretasi dari fakta-fakta


independen yang diperoleh dari seperangkat fakta menurut satu konteks spedifik yang akan
menciptakan suatu pola atau getalt. Fakta-fakat yang terdapat disetiap pola diasumsikan akan
mengalami perubahan dan menerima hal-hal baru. Tambahan lagi, mereka dapat dibedakan
berdasarkan sifat dan tekstur mereka. Dengan adanya pemikiran akan perubahan ini, analisis
menurut satu konteks tertentu akan memiliki asumsi ontologis bahwa dunia sosial atau dunia
akuntansi akan selalu bergerak. Perbedaan fundamental antara kontekstualisme dan formisme
dalam akuntansi bahwa fakta-faktanya kini dikumpulkan kedalam konteks-konteks spesifik.
Oleh karenanya, dapat dinyatakan bahwa setiap ilmu teknik baru di bidang akuntansi yang
diakumulasikan untuk konteks-konteks yang spesifik akan merupakan satu contoh yang baik
dari kontekstualisme dalam akuntansi. Contoh-contoh dari konteks baru ini meliputi :

 Peristiwa-peristiwa ekonomi, seperti kebangkrutan, pengambilalihan, pemeringkatan


obligasi;
 Klasifikasi industri;
 Klasifikasi sementara, seperti sebelum dan sesudah peristiwa besar di bidang politik,
ekonomi, atau sosial.

Kontekstualisme sepertinya lebih bermanfaat bagi praktik akuntansi dari pada formisme
dengan memecahkan gestalt khusus dalam akuntansi di mana ia dapat menunjukkan “ apa yang
berguna” dan “apa yang tidak berguna”, dan mengidentifikasikan bekerjanya budaya-budaya
organisasional yang spesifik didalam akuntansi. Misalnya, suatu pendekatan kontekstual
terhadap akuntansi keprilakuan akan mengharuskan adanya fokus pada tindakan dan peristiwa
dari pada eksperimen-eksperimen yang dibuat-buat, kecuali jika eksperimen tersebut dipelajari
sebagai peristiwa.

Kontekstualisme dalam penelitian akuntansi bergantung pada analisis dari fakta-fakta yang
hanya diverifikasi secara langsung, fakta-fakta yang spesifik terhadap situasi tertentu, seperti
misalnya pada suatu industru tertentu. Sehingga hasil akhirnya akan memiliki ruang lingkup
yang terbatas. Dan setiap percobaan usaha untuk melakukan verifikasi secara tidak langsung,
yang ekuivalen terhadap pengakuan bahwa dunia memiliki suatu struktur tertentu,
mengharuskan adaya ketergantunganpada hipoteis-hipotesis dunia yang lain. Hal ini
merupakan suatu dilema yang serius bagi kontekstualisme dalam akuntansi, yaitu untuk baik
menerima kekhususan maupun mengakui adanya perubahan-perubahan secara konstan di
dalam konteks.

2.3.5. Organisisme di dalam akuntansi

Bagi mereka yang menerapkan organisisme di dalam akuntansi akan berfokus pada
gestalt yang spesifik sebagai objek studinya, yang terdiri dari fakta-fakta yang tertata dengan
baik dan terintegrasi serta dapat diuraikan sekaligus diramalkan. Seperti mekanisme dalam
akuntansi, organisisme mencari determinasi dari keteraturan empiris di antara fenomena-
fenomena yang berbeda melalui beragam bentuk analisis statistik. Namun tidak seperti
mekanisme, pencarian keteraturan empiris tersebut dipersempit kepada konteks-konteks atau
gestalt yang spesifk.
Dengan melakukan hal ini, organisisme mencoba untuk menghindar dari kebanyakan
keterbatasan yang dialami oleh mekanisme dalam akuntansi dengan mengintegrasikan
penelitian dan temuan disekitar satu konteks spesifik. Sebagi contoh, jika konteks spesifik
tersebut adalah kepailitan, mekanisme akan berfokus pada model-model genrik dari kepailitan,
sedangkan organisisme akan berfokus pada model-model spesifik dari kepailitan dalam
konteks yang spesifik pula, seperti industri tertentu, periode waktu tertentu, satu negara
tertentu, dan lain-lain...organisisme dala akuntansi dipandnag sebagai salah satu faktor yang
penting dalam penelitian akuntansi dimasa datang. Seperti yang dinyatakan oleh Beavor :

Faktor kedua adalah penekanan pada penelitian kontekstual dan bukannya penelitian
generik. Secara tidak langsung, hal ini telah teretera secara implisit dalam faktor peratama di
mana terdapat penekanan pada kekayaan institusional, yang cenderung untuk mengarahkan
kepada konteks-konteks khusus. Niali dari studi-studi generik mengalami penurunan karena
penelitian terdahulu telah meraup sebagian besar dari keuntungan tersebut dan telah membahas
pertanyaan dasar, yang menjadi urutan pertama.

Misalnya apakah tedapat suatu hubungan statistik antara pengembalian dan perubahan
laba? Akan tetapi, seiring dengan pertanyaan yang semakun berta atau dampak-dampaknya
yang menajdi urutan kedua, maka terdapat peningkatan permintaan untuk meningkatkan
kekuatan dari pengujian. Hal ini sering kali mendiktekan sampel-sampel tertentu dan masalah-
masalah pelaporan yang spesifik. Dalam pandangan yang berkaitan, penyelidikan kontekstual
akan sering kali meminta pengumpulan basis data (database) yang unik.

Organisisme dalam akuntansi memang akan bergantung pada ketersediaan dari basis
data asli, fokus pada konteks spesifik yang akan mengakui keunikan dari data dan
mengharmoniasasikannya menjadi holon akuntansu yang lebih lengkap, dan sabagai hasilnya
akan memberikan struktur mendasar yang lebih komprehensif. Organisisme dalam akuntansi
perlu pula untuk mengidentifikasikan urutan langkah-langkah yang mecapai puncaknya dalam
suatu telos, suatu kesulurah yang mendetail. Apa yang tampak seperti peristiwa-peristiwa
akuntansi yang berbeda selanjutnya akan dihubungkan dalam sebuah harmoni yang memiliki
arti melalui sebuah sintesis yang lebih tinggi, klarifikasi atas anomali dan fokus pada struktur
mendasar yang komprehensif. Hasil akhirnya adalah sebuah dunia akuntansi yang koheren dan
terintegrasi dengan baik.
2.4. Perspektif Pada Penelitian Akuntansi

Penelitian akuntansi dapat memiliki banyak ragam dan pilihan, penelitian akuntansi
tampak seperti mengalami kesulitan dalam mecari topik, metedologi, dan jenis wawancaranya.
Kenyataan ternyata sangat berbeda. Seperti ilmu sosial lainnya, akuntansi melakukan
penelitiannya dengan didasarkan pada asumsi-asumsi yang berhubungan dengan hakikat dari
ilmu sosial dan hakikat dari masyarakat. Sebuah pendekatan yang telah diterapkan oleh Burrell
dan Morgan dalam analisis organisasional dapat digunakan untuk membedakan empat
pandangan humanis radikal, dan pandangan strukturalis radikal. Dalam bagian ini, keempat
pandangan tersebut akan dibahas dan diterapkan pada penelitian akuntansi.

2.4.1. Kerangka Kerja Burrell dan Morgan

1. Hakikat dari ilmu sosial

Terdapat empat asumsi yang dibahas dalam kaitannya dengan hakikat dari ilmu sosial,
yaitu ontologi, epistemologi, sifat manusia, dan metodologi. Asumsi-asumsi ini juga dapat
dipikirkan dari segi dimensi subjektif-subjektif.

Pertama, asumsi ontologi berhubungan dnegan esensi paling mendasar dari fenomena
akuntansi,yang melibatkan perbedaan-perbedaan nominalisme-realisme. Perdebatan yang
terjadi adalah apakah alam sosial yang berada di luar kesadaran individu adalah merupakan
suatu penggabungan nama-nama asli, konsep, dan judil yang merupkan struktur pada
kenyataan seperti didalam nominalisme, atau apakah ia merupakan penggabungan daru
struktur-struktur yang nyata, faktual, dan berwujud seperti dalam realisme.

Kedua, perdebatan tentang epistemologis yang berkaitan dengan dasar pengetahuan dan
hakikat pengetahuan, melibatkan debat antipositivisme. Perdebatan ini berfokus pada
kegunaan dari pencarian hukum atau keteraturan yang menjadi dasar dalam bidang sosial.

Ketiga, perdebatan sifat manusia berkaitan dengan hubungan antara manusia dan
lingkungannya, yang melibatkan perdebatan voluntarisme-determinisme, perdebatan ini
berfokus pada apakah manusia dan aktivitasnya ditentukan oleh situasi atau lingkungan seperti
yang dikemukakan oleh determinisme, atau merupakan hasil keinginan mereka sendiri seperti
dalam voluntarisme.

Keempat, perdebatan mengenai metodologi yang berkaitan dengan metode-metode


yang digunakan untuk melakukan penyelidikan dan mempelajari alam sosial, melibatkan
perdebatan ideografis-nomotetis. Perdebatan ini berfokus pada apakah metodologi yang
terlibat dalam analisis perkiraan-perkiraan subjektif diperoleh melalui partisipasi atau ikut
terlibat langsung dalam situasi seperti yang terdapat dalam metode ideografis, atau apakah ia
melibatkan suatu pengujian atas hipotesis secara ilmiah dan teliti seperti yang terdapat dakam
metode nomotetis.

2. Hakikat dari masyarakat

Telah dibuat satu asumsi mengenai hakikat masyarakat yaitu, perdebatan susunan-
konflik, atau lebih tepat lagi perdebatan regulasi-perubahan radikal. Sosiologi regulasi
(sociology of regulation) mencoba untuk menjelaskan masyarakat dengan berfokus pada
kesatuan dan keterpaduannya serta perlunya diberikan suatu regulasi. Sosiologi perubahan
radikal (sociology of radical change) sebaliknya, mencoba untuk menjelaskan masyarakat
dengan berfokus pada perubahan radikal, konflik struktural mendalam, cara-cara
pendominasian, dan pertentangan sruktural yang terjadi pada masyarkat modern. Seperti yang
telah disoroti oleh Burrell dan Morgan, sosiologi regulasi berkaitan dengan status quo, tatanan
sosial, konsensus, integrasi dan kohesi sosial, solidaritas, perlunya rasa kepuasan dan
aktualisasi, sedangkan sosiologi perubahan radikal berkaitan dengan perubahan radikal,
konflik struktural, cara-cara pendominasian, pertentangan, emansipasi, perampasan hak dan
potensialitas.

3. Kerangka kerja untuk analsis penelitian

Seperti yang telah dibahas seblumnya, setiap disiplin ilmu sosial, termasuk akuntansi,
dapat dianalisis berdasarkan suatu asumsi metateoretis mengenai hakikat dari ilmu
pengetahuan, dimensi subjektif-objektif, dan mengenai hakikat masyarakat, dimensi regulasi-
perubahan radikal. Dengan menggunakan kedua dimensi ini, Burrell dan Morgan mampu
mengembangjan sebuah skema yang koheren untuk melakukan analisis atas teori sosial secara
umum dan analisis organisasional secara khusus. Skema ini terdiri atas empat paradigma yang
berbeda dan diberi nama sabagai (1) humanis radikal, yang ditadai oleh perubahan radikal dan
dimensi subjektif; (2) strukturalis radikal, yang ditandai oleh perubahan radikal dan dimensi
objektif; (3) interpretatif, yang ditandai oleh dimensi subjektif dan regulasi; (4) fungsionalis,
yang ditandai oleh dimensi objektif dan regulasi.
2.4.2. Pandangan fungsionalis dalam akuntansi

Padangan fungsionalis dalam akuntansi berfokus pada penjelasan keteraturan sosial, di


mana akuntansi memainkan sebuah peranan, jika dilihat dari sudut pandang seorang realis,
positiv, determinis, dan nomotetis. Ia berhubungan dengan regulasi secara efektif atas dasar
bukti yang objektif.

Paradigma fungsional dalam akuntansi melibatkan fenomena akuntansi sebagai


hubugan dunia nyata yang konkret yang memiliki keberaturan dan hubungan sebab akibat yang
dapat diterima dengan disertai penjelasan dan peramalan ilmiah. Sebagai tambahan, tatanan
sosial, seperti yang didefenisikan oleh struktur pasar dan perusahaan yang masih ada, telah
diterima begitu saja, dengan tanpa adanya acuan kepada dominasi ataupun konflik. Kedua
pandangan fenomena akuntansi maupun alam sosial digunakan untuk mengembangkan teori-
teori yang diasumsikan bebas nilai dan bukannya terkait secara historis.

Paradigma fungsionalis dalam akuntansi berfokus pada penetapan fungsi-fungsi yang


dibutuhkan oleh akuntansi untuk menjalankan operasi organisasi secara efektif. Fungsi-fungsi
ini adalah “prasyarat fungsional” atau “keharusan fungsional” dari adaptasi, pencapaian
sasaran, integrasi dan latensi atau pemeliharan pola. Untuk mencapai keharusan-keharusan
tersebut, maka didefinisikanlah struktur-struktur atau elemen-elemen dari akuntansi. Seperti
dalam teori sistem, paradigma fungsionalis dalam akuntansi berfokus pada baik perencarian
representasi analogis dari sistem akuntansi maupun suatu analisis sistem.

2.4.3. Pandangan interpretatif dalam akuntansi

Padangan interpretatif dalam akuntansi akan berfokus pada menjelaskan tahanan sosial
dari sudut padang seorang normalis, antipositivis, voluntaris, dan ideologis. Dalam akuntansi
ia akan menjadikan pemahaman pengalaman subjektif yang dialami oleh individu yang terlibat
dalam persiapan, komunikasi, verifikasi, atau penggunaan informasi akuntansi sebagai
sasarannya. Hermeneutics yang diterapkan dalam akuntansi berfokus pada studi mengenai
objektivikasi akuntansi, seperti institusi-institusi akuntansi, naskah-naskah akuntansi, litelatur
akuntansi, bahasa-bahasa akuntansi, dan ideologi-ideologi akuntansi, dengan menggunakan
metode verstehem.

Paradigma interpretatif dalam akuntansi, meskipun masih sangat muda, telah berfokus
pada (1) kemampuan dari informasi untuk “membentuk kenyataan” (2) peran dari akuntansi
sebagai sebuah alat “linguistik”, dan (3) peran-peran dan gambaran lain yang dapat
dilaksanakan oleh akuntansi. Bagi para interpretatis, akuntansi tidak lebih dari hanya sekedar
nama, konsep, dan label yang digunakan untuk membuat suatu kenyataan sosial. Ia hanya dapat
dimengerti dari sudut pandang pihak-pihak yang terlibat langsung dalam pembuatan,
komunikasi, dan penggunaannya. Secara metodologis, metode-metode ideografis dan
bukannya metode hipotesis-deduktiflah yang dibutuhkan untuk menghidupkan kembali
definisi pelaksana atas msalah.

Oleh karenanya, asumsi-asumsi yang dominan dari pandangan interpretatif dalam


akuntansi hendaknya adalah :

a. percaya pada pengetahuan

penjelasan ilmiah yang dicari oleh maksud manusia. Kecukupan mereka dinilai melalui kriteria
konsistensi logis, interpretasi subjektif dan persetujuan dengan interpretasi akal sehat
sipelaksana.

b. percaya kepada kenyataan fisik dan sosial

kenyataan sosial adalah suatu hal yang akan segera terjadi, diciptakan secara subjektif, dan
diobjektifikasi melalui interaksi manusia. Seluruh perbuatan mempunyai arti dan maksud yang
secara retrospektif diberkahi dan didasarkan atas praktik-pratik sosial dan historis. Tatanan
sosial sudah dipastikan.

c. hubungan antara teori dan praktik

Teori mencoba untuk menjelaskan tindakan dan untuk memahami bagaimana tatanan sosial
diciptakan dan diciptakan kembali.

2.4.4. Pandangan humanis radikal dalam akuntansi

Padangan humanis radikal dalam akuntansi akan berfokus pada penjelasan tatanan
sosial dari perspektif seorang nominalis, voluntaris, serta ideografis dan memberikan
penekanannya pada bentuk-bentuk dari perubahan radikal. Pandangan ini menghargai semua
penelitian yang memperkecil kritik filosofis yang diberikan pada beberapa metodologi
normatif. Dalam bentuk teori kritis ia mensyaratkan dua bentuk analisis: (a) suatu analisis
taksonomis atas kepentingan-kepentingan ontologis, epistemologis, dan metodologis yang
mendasari ilmu organisasional; (b) suatu kritik (yang didasarkan pada analisis) mengenai
dinamika yang saling mempengaruhi dari penelitian, teori, dan praktik.
Teori kritis dalam akuntansi akan mempunyai asumsi bahwa teori-teori, dan fakta-
faktanya adalah hanya sekedar pencerminan dari suatu pandangan dunia yang realistis. Ia akan
melihat akuntan (accountant), penghitung (accountor), dan yang dihitung (accountee) sebagai
tahanan (prisoner) dari sebuah bentuk kesadaran yamg dibentuk dan dikendalikan melalui
proses-proses ideologis. Akuntansi akan dilihat telah membuat “penjara pikiran” dimana
kenyataan-kenyataan organisasional dapat dikonfirmasikan dan mendominasi. Argumentasi
yang dikemukakan adalah bahwa sistem akuntansi mendorong dan mempertahankan adanya
pengasingan dan konflik. Padangan ini akan diartikan bahwa akuntansi seharusnya membantu
seseorang menyadari potensi yang mereka miliki dengan membantu mereka menyadari
kebutuhan-kebutuhan mereka, atau mengarahkan mereka kepada arah yang sejalan dengan
perhatian yang diberikan oleh Habermas pada kompetensi komunikatif dan perhatian dari
Gramsci dan Lukacs pada ideologi dan kesadaran palsu.

2.4.5. Pandangan strukturalis radikal dalam akuntansi

Pandangan strukturalis radikal dalam akuntansi akan menantang tatanan sosial dari
sudut pandang seorang realis, positivis, deterministis, dan nomotetis. Pandangan ini akan
mencari perubahan yang radikal, emansipasi, dan potensionalitas dengan menggunakan sebuah
analisis yang ditekankan pada konflik struktural, cara-cara dominasi, kontradiksi, dan
penghapusan hak. Paradigma ini akan menciptakan teori-teori akuntansi yang didasarkan atas
metafora-metafora seperti alat dominasi, sistem skismatis (schismatic), dan bencana
(catastrophe).

Peran akuntansi dalam analisis birokrasi yang klasik dari Weber sebagai salah satu cara
dominasi analsis “ iron law obligarchy” (oligarki hukum besi) dari Robert Michels, dan analisis
organisasi dari Marxis akan muncul sebagai alat dominasi yang berkuasa untuk dipahami
sebagai bagian yang penting dari sebuah proses dominasi yang lebih luas di dalam masyarakat
secara keseluruhan. Seperti yang dinyatakan oleh David Cooper :

Dari sudut pandang strukturalis radikal ini, organisasi merupakan sebuah instrumen
dari kekuatan-kekuatan sosial yang berkepetingan untuk memeprtahankan pembagian tenaga
kerja dan pembagian kekayaan dan kekuatan di masyarakat. Bagi para peneliti ini, yang
perspektifnya seperti hampir sepenuhnya hilang di penelitian akuntansi saat ini, terdapat suatu
aktualitas organisasi yang mencakup diskriminasi jenis kelamin dan rasial, pola-pola
stratifikasi sosial dan pembagian kekayaan, kekuatan dan imbalan yang tidak merata. Ketidak
mampuan untuk mengakui karakteristik-karakteristik ini dan memepertimbangkan hubungan
dengan praktik akuntansi tampaknya merupakan penghilang yang mencurigakan bagi studi-
studi yang secara eksplisit mencoba untuk memeprhitungkan akuntansi.

2.5. Fondasi Intelektual Dalam Akuntansi

2.5.1. Akuntansi berbasis ekonomi marginal

Ekonomi margina neoklasik telah memberikan pengaruh besar pada praktik,teori,dan


penelitian akuntansi. Berbagai tema yang saat ini sedang terjadi adalah bukti yang baik dari
pengaruh tersebut, komitmen akuntansi terhadap marginalisme dapat dengan baik ditunjukkan
oleh dua penekanan, yaitu pada individualisme dan pada mempertahankan objektivitas dan
independensi. Penekanan pertama mencakup baik pandangan atas kedaulatan dari masing-
masing pemilik,yang mengabaikan pemisahan antara kepemilikan dan manajemen, ,maupun
pandangan yang secara eksplisit mengakui pemisahan antara kepemilikan dan manajemen
namun menganggap juga perusahaan sebagai pihak yang ‘’sah’’ memiliki hak untuk menguasai
tingkat sumber daya tertentu. Penekanan yang kedua menepatkan akuntan pada posisi seorang
sejarawan dan akuntansi pada posisi catatan yang tidak memihak dari pertukaran historis
dengan objektivitas sebagai tujuan terpenting.

Kedua penekanan diatas meningkatkan pembatasan pada praktik dan pengajaran


akuntansi. Seperti yang telah diperhatikan oleh Anthony Tinker dan rekan-rekannya,
penekanan yang pertama menimbulkan pertanyan tentang afiliasi golongan dari individu dan
peran yang dimaikan oleh akuntan dalam konflik antar golongan, dan penekanan kedua
mengarah pada penghindaran pertanyan-pertanyaan subjektif tentang nilai dan
mengkomfirmasikan data akuntansi pada harga pasar yang objektif.

Kontroversi Cambridge pada dasarnya, ditunjukkan bahwa penjelasan marginalis


bersifat tautologis. Hal ini dirangkum sebagai berikut :

Kita mulai dengan menanyakan bagimana tingk laba ditentukan dan jawabannya akan mngacu
kepada jumlah modal dan produk pendapat marginalnya. Kita kemudian menanyakan
bagimana hal tersebut ditentukan dan jawabannya adalah sengan mengasumsikan suatu
pembagian dari laba di masa datang dan mendiskontokan pengembalian modal dengan tingkat
suku bunga pasar. Semua yang telah dikemukakan di atas adalah bahwa tigkat suku bunga
pasar merupakan fungsi dari tingkat suku bunga pasar (dan adanya asumsi distribusi laba).
2.5.2. Akuntansi ekonomi politis

Akuntansi ekonomi politis dipicu oleh adanya keterbatasan dari ekonomi marginal dan
keunggulan dari ekonomi politis. Seperti misalnya, tidak seperti marginalisme, ekonomi politis
mengakui adanya dua dimensi modal: satu sebagai instrumen (fisik) dari produksi dan satu lagi
sebagai hubungan manusia dengan manusia dalam sebuah organisasi sosial.Perbedaan bentuk
masyarakat (feodal, perbudakan, kapitalis, dan seterusnya) terjadi dan ditandai oleh perbedaan
institusi-institusi sosial (contohnya, hukum, negara, pendidikan, agama, undang-undang dan
peraturan, administrasi politik pemerintah). Dalam masing-masing masyarakat di atas terdapat
kelompok-kelompok yang saling bertentangan dengan kekuatan yang bermacam-macam dan
berusaha untuk meraih dominasi, yang mungkin selanjutnya akan mengarah pada bentuk-
bentuk eksploitasi,pengasingan,dan ketidakadilan. Oleh karena itu, tidak seperti situasi yang
terjadi pada marginalisme, di sini akuntansi memainkan sebuah peranan idiologis dalam
melegitimasi idiologi dari prinsip pengorganisasian dasar dan dalam membingungkan
hubungan antara golongan-golongan di dalam masyarakat dan memperkuat kembali distribusi
kekuatan yang tidak merata. Akuntansi sebagai suatu ideologi berada di dalam bidang
akuntansi ekonomi politis.

Sebagai contoh lain, penelitian yang didasarkan atas marginalisme dan menilai
kegunaan dari laporan-laporan perusahaan bagi para pengguna hanya memiliki implikasi bagi
nilai informasi pribadi dengan bias untuk para pemegang saham dan golongan manajer didalam
masyarakat, dan oleh sebab itu juga tidak dapat membantu dalam merancang atau membuat
alternatif pilihan laporan-laporan akuntansi yang ditunjukan untuk menginformasikan
kesejahteraan sosial. Dampak dari laporan-laporan akuntansi perusahaan bagi kesejahteraan
sosial juga termasuk di dalam bidang akuntansi ekonomi politis.

Apakah akuntansi ekonomi politis itu selain dugaan adanya perhatian yang ia miliki
dalam ideologi dan kesejahteraan sosial? Ia merupakan suatu pendekatan akuntansi alternatif
yang ditunjukan untuk melihat fungsi akuntansi di dalam lingkungan struktural dan
institusional yang lebih luas dimana ia beroperasi. Definisi yang baik dari akuntansi ekonomi
politis ini dapat dinyatakan sebagai berikut:

Akuntansi ekonomi politis (AEP) adalah sebuah pendekatan normatif, deskriptif, dan
kritis terhadap penelitian akuntansi.Ia memberikan kerangka kerja yang lebih luas dan lebih
holistik dalam menganalisis dan memahami nilai dari laporan laporan akuntansi di dalam
ekonomi secara keseluruhan. Pendekatan AEP mencoba untuk menjelaskan dan
menerjemahkan peran dari laporan akuntansi dalam pendistribusian laba,kekayaan,dan
kekuatan dalam masyarakat.Dalam pelaksanaannya,suatu pendekatan AEP akan menjadikan
struktural institusional dari masyarakat sebagai model yang akan membantu melaksanakan
peran tersebut dan memberikan suatu kerangka kerja untuk memeriksa seperangkat institusi,
akuntansi, dan laporan akuntansi yang baru.

D.J.Cooper dan M.J. Sherer bahkan menyajikan tiga karakteristik dari akuntansi
ekonomi politis:

1. AEP hendaknya mengakui kekuatan dan konflik yang terjadi dalam masyarakat dan maka
dari itu hendaknya berfokus pada dampak-dampak dari laporan akuntansi pada pembedaan
laba, kekayaan, dan kekuatan dalam masyarakat. Fitur ini secaara langsung bertentangan
dengan konsep pluralis yang cendrung untuk memiliki pandangan bahwa masyarakat
dikendalikan oleh kaum elite yang terdefinisi dengan jelas atau terdapat konflik sosial yang
terus-menerus antara golongan-golongan yang pada dasarnya antagonistis.
2. AEP hendaknya mengakui lngkungan historis dan institusional yang spesifik dari
masyarakat di mana ia beroperasi, yaitu bahwa (a) ekonomi didominasi oleh perusahaan-
perusahaan besar, (b) ketidaksetaraan (disequilibrium) merupakan suatu fitur permanen
dari ekonomi, dan (c) negara mengendalikan tingkat pembelanjaan, dalam melindungi
kepentingan-kepentingan komersial dari perusahaan-perusahaan besar, dalam menjaga
keharmonisan sosial legitimasinya sendiri, dan pada saat yang bersamaan ikut campur
tangan dalam menentukan kebijakan-kebijakan akuntansi.
3. AEP hendaknya menerapkan pandangan yang lebih emansipatif akan motivasi manusia dan
peranan dari akuntansi. Akuntansi hendaknya diakui sebagai pelaku (agen) yang
memengaruhi dan menjadi pnyebab dari baik motivasi maupun pengasingan dalam
pekerjaan dan pencarian kepentingan diri sendiri serta memainkan fungsi yang aktif secara
sosial daripada fungsi pasif. Misalnya:

Dalam cara yang sama seperti profesi medis memiliki perhatian yang logis berkaiatan
dengan peumahan, kondisi sosial dan kesehatan umum dari masyarakat, begitu pula profesi
akuntansi memiliki perhatian yang logis berkaitan dengan lingkungan secara langsung
(misalnya, sektor perdagangan dan keuangan dari ekonomi). Usaha-usaha untuk mengatasi
permasalahan-permasalahan teknik tanpa mempertimbangkan lingkungan ini dapat
mengahsilkan pemecahan yang tidak sempurna dan tidak lengkap di karenakan adanya
penerimaan dari institusi-institusi dan praktik yang ada saat ini.
2.5.3. Akuntansi berbasis disiplin ilmu bisnis

Untuk meningkatkan posisi dan penghormatan terhadap akuntansi, berbagai usulan


telah di buat baik untuk akuntansi maupun berbagai disiplin ilmu bisnis. Usaha tersebut
umumnya diarahkan kepada pengadaptasian akuntansi untuk mengubah lingkungan sosial dan
ekonomi. Beberapa usulan ini meliputi:

1. suatu keterkaitan dengan matematika


2. suatu fokus teri keputusan
3. suatu refrensi terhadap elemen – elemen dari teori pengukiuran formal
4. suatu penekanan pada setting pasar modal, yang paralel dengan keuangan modern
5. suatu peranan bagi pendekatan ekonomi informasi
6. suatu perhatian bagi implikasi dari model – model pilihan probalistik, yang menerapkan
psikologi matematis, bagi pilihan dan pengguanaa teori informasi akunatansi
7. suatu pondasi yang berdasarkan atas teori postif dari akuntansi
8. suatu teori akuntansi yang berdasarkan atas teori kontrak
9. suatu pendekatan multidimensional yang akan meinjam akan bergantung pada sumbangan
– sumbangan pada bidang bisnis yang sudah terkenal seperti :
 rasionalitas yang terbatas
 relatifismelingustik
 ekonomi tenaga kerja ganda
 teorema ketidak relevanan dividen
 teori organisional dari perusahaan
 ekspektasi rasional
 audit statistikal
BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Pada dasarnya kita mulai memperoleh ilmu pengetahuan melalui pengalaman-


pengalaman konkret yang kita alami. Keunikan dari beberapa peristiwa, ritual atau fenomena
mengarahkan kita untuk meningkatkan pengamatan dan pemikiran yang kita lakukan atas apa
yang sedang terjadi. Mengajarkan kita, jika kita cukup termotivasi, untuk menciptakan
hipotesis dalam bentuk konsep-konsep abstrak dan generalisasi. Hal ini menggerakkan kita
untuk menguji hipotesis-hipotesis tadi, untuk memahami implikasi yang dihasilkan oleh
konsep tersebut pada situasi-situasi baru dan sebagai proses untuk memperhalus pengetahuan
yang kita peroleh.

Pandangan yang telah diterima secara luas akan peran dari penelitian akuntansi adalah
bahwa ia berfugsi untuk: Menyusun hukum-hukum umum yang melingkupi perilaku dari
peristiwa-peristiwa atau objek-objek empiris yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan
tersebut, dan karenannya memungkinkan kita menyatukan pengetahuan yang kita miliki dari
peristiwa-peristiwa yang diketahui secara terpisah dan untuk membuat prediksi yang dapat
diandalkan akan pristiwa-peristiwa yang mmasih belum diketahui.

Bab ini membahas perbedaan – perbedaan perspektif dar para peneliti akuntansi,
metodologi akuntansi, ilmu akuntasi, peneliyian akuntansi, dan pondasi intelektual dari
akuntansi. apa yang tampak jelas dari isi baba ini adalah bahwa akuntansi merupakan suatu
ilmu sosial yang lengkap.
DAFTAR PUSTAKA

Belkaoui, Ahmed riahi. 2006. Accounting theory. Edisi ke 5-buku 2. Diterjemahkan oleh :
yulianto, ali akbar dan Krisna. Jakarta. Salemba empat.

Anda mungkin juga menyukai