Anda di halaman 1dari 6

Dari Ejaan van Ophuijsen Hingga EYD

29 11 2009

Dari Ejaan van Ophuijsen Hingga EYD


1. Ejaan van Ophuijsen
Pada tahun 1901 ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin, yang disebut Ejaan van Ophuijsen,
ditetapkan. Ejaan tersebut dirancang oleh van Ophuijsen dibantu oleh Engku Nawawi Gelar
Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Hal-hal yang menonjol dalam ejaan ini
adalah sebagai berikut.
a. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang.
b. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer.
c. Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ‘akal,
ta’, pa’, dinamai’.
2. Ejaan Soewandi
Pada tanggal 19 Maret 1947 ejaan Soewandi diresmikan menggantikan ejaan van Ophuijsen.
Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi julukan ejaan Republik. Hal-hal yang perlu diketahui
sehubungan dengan pergantian ejaan itu adalah sebagai berikut.
a. Huruf oe diganti dengan u, seperti pada guru, itu, umur.
b. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k, seperti pada kata-kata tak, pak, maklum,
rakjat.
c. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti anak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
d. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya,
seperti kata depan di pada dirumah, dikebun, disamakan dengan imbuhan di- pada ditulis,
dikarang.
3. Ejaan Melindo
Pada akhir 1959 sidang perutusan Indonesia dan Melayu (Slametmulyana-Syeh Nasir bin Ismail,
Ketua) menghasilkan konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo
(Melayu-Indonesia). Perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya mengurungkan
peresmian ejaan itu.
4. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan pemakaian Ejaan
Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu.
Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan
surat putusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972 (Amran Halim, Ketua), menyusun
buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang berupa pemaparan
kaidah ejaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat
putusannya No. 0196/1975 memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah.
Pada tahun 1987 kedua pedoman tersebut direvisi. Edisi revisi dikuatkan dengan surat Putusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0543a/U/1987, tanggal 9 September 1987.
Beberapa hal yang perlu dikemukakan sehubungan dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan adalah sebagai berikut.
1. Perubahan Huruf
Ejaan Soewandi Ejaan yang Disempurnakan
dj djalan, djauh j jalan, jauh
j pajung, laju y payung, layu
nj njonja, bunji ny nyonya, bunyi
sj isjarat, masjarakat sy isyarat, masyarakat
tj tjukup, tjutji c cukup, cuci
ch tarich, achir kh tarikh, akhir
2. Huruf-huruf di bawah ini, yang sebelumnya sudah terdapat dalam Ejaan Soewandi sebagai
unsur pinjaman abjad asing, diresmikan pemakaiannya.
f maaf, fakir
v valuta, universitas
z zeni, lezat
3. Huruf-huruf q dan x yang lazim digunakan dalam ilmu eksakta tetap dipakai
a:b=p:q
Sinar-X
4. Penulisan di- atau ke- sebagai awalan dan di atau ke sebagai kata depan dibedakan, yaitu di-
atau ke- sebagai awalan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, sedangkan di atau ke
sebagai kata depan ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya.

di- (awalan) di (kata depan)


ditulis di kampus
dibakar di rumah
dilempar di jalan
dipikirkan di sini
ketua ke kampus
kekasih ke luar negeri
kehendak ke atas

5. Kata ulang ditulis penuh dengan huruf, tidak boleh digunakan angka 2.
anak-anak, berjalan-jalan, meloncat-loncat
Sumber: Cermat Berbahasa Indonesia, Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai

Dari celetukan itu, ada beberapa hal yang perlu kita cermati. Pertama, tampaknya pengertian
bahasa yang baik dan benar itu belum dipahami oleh sebagian orang. Kedua, ada anggapan
bahwa di mana dan kapan saja berada, kita harus berbicara dengan bahasa Indonesia yang baik
dan benar. Apakah memang demikian? Abdul Gaffar Ruskhan: Kapan Berbahasa yang Baik dan
Benar?

Setiap suksesi kepemimpinan (era Soekarno dan era Soeharto) selalu diikuti oleh pergantian
idiom simbolis (akronim). Dalam memori masyarakat akronim lebih dikenal dan bertahan
daripada kepanjangannya; orang lebih ingat dan mengenal akronim Kopkamtib, Bakorstranas,
DPKSH, Ratih, tetapi tidak setiap orang ingat kepanjangannya. D. Jupriono: Akronim Birokrasi,
Militer, dan Masyarakat Sipil dalam KBBI
Komoditi sebagai penulisannya yang benar, yang standar atau baku. Sebaliknya penulisan
komoditas kita lupakan, kita tinggalkan karena salah, tidak bertaat asas pada kaidah EYD yang
wajib kita junjung tinggi dalam penegakan hukum dalam segala bidang kehidupan dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pikiran Rayat: Salah Kaprah Penulisan Kata
Komoditas

Dalam acara yang serius, seperti tayangan berita, kata Remy, diperlukan bahasa Indonesia yang
tertib. “Kemudian dalam acara yang tergolong populer, menyangkut semua aspek
kemasyarakatan, kebudayaan dan kesenian seyogyanya tidak perlu ada pagar-pagar bahasa yang
membuat bahasa menjadi kering, tidak mengalir, tidak intuitif, tidak hidup, sejauh tentu saja itu
tidak merupakan bahasa yang kasar, tidak santun, dan tidak senonoh menurut kaidah moralitas
statistik,” katanya. Gatra: Remy Sylado: Bahasa Televisi Harus Luwes

Kepatuhan setiap warga negara pada ketetapan yang digariskan oleh Pusat Bahasa seperti antara
lain pembakuan kosa kata, dapat dipandang sebagai partisipasi aktif yang positif dalam membina
terwujudnya bahasa Indonesia yang baik dan benar. Pikiran Rakyat: Pembakuan Kosa Kata
Indonesia

Di pihak lain, pakar bahasa menyarankan pemakaian bahasa yang sesuai dengan kaidah, tetapi di
pihak lain masyarakat masih terbiasa berbahasa dengan mengabaikan kaidah bahasa Indonesia.
Namun, tidak berarti kesalahan itu kita biarkan berlarut-larut. Pontianak Post: Bagaimanakah
Penulisan Unsur Serapan Bahasa Asing?

Hal yang membuat saya kaget adalah cetusan dari Prof. Sudjoko yang saat itu menjadi
pembicara. Dia mengatakan bahwa selama ini kita telah salah menggunakan kata pemersatu.
Menurutnya, kata yang benar adalah pembersatu, sesuai dengan makna yang dikandungnya.
Pikiran Rakyat: Kita Baru ”Mersatu”, Belum ”Bersatu”

Akan tetapi, tampaknya dalam pemakaian bahasa Indonesia oleh masyarakat, baik bahasa formal
atau bahasa sehari-hari, lisan atau tulisan, selera “pasar” juga berlaku, terlepas dari baku atau
tidaknya. Pikiran Rakyat: Beberapa Curahan Hati tentang Pemakaian Bahasa Indonesia

Memang dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata atau frasa yang maknanya samar atau tidak
jelas. Betapa sering pejabat Indonesia mengatakan, “Untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan, bla bla bla….” Tidak diinginkan oleh siapa? Tidak jelas. Apa hal-hal yang tidak
diinginkan itu? Juga tidak jelas. Kompas: Sebelum Makan Siang

Perbedaan makna kata betina dengan wanita atau betina dengan perempuan itu sudah jelas bagi
kita. Akan tetapi, apa beda antara wanita dan perempuan ini yang belum jelas! Sudarwati, D.
Jupriono: Betina, Wanita, Perempuan: Telaah Semantik Leksikal, Semantik Historis, Pragmatik

Sehubungan dengan kata turunan (derivative word), kita mengenal gabungan kata yang terbentuk
oleh kombinasi bentuk terikat atau dengan kata turunan atau dengan kata yang diawali huruf
kapital/besar dan dibubuhi tanda hubung. Soehenda Iskar: Kaidah Penulisan Gabungan Kata
Yang mengherankan adalah bahwa dalam tulisan-tulisan surat kabar hampir selalu hipnotis
(adjektiva) dipakai sebagai nomina, atau verba (mestinya: menghipnosis) dibentuk berdasarkan
adjektiva. K Bertens: Hipnosis dan Hipnotis

Mayoritas penutur bahasa Indonesia sudah kerap mendengar atau mengenal EYD sebagai
akronim dari Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan, tetapi belum memahami
sepenuhnya. Baiklah kita telusuri makna sesungguhnya EYD ini. Soehenda Iskar: EYD itu apa?

Ada tiga macam konjungsi yaitu (a) konjungsi subordinatif dalam hubungan bertingkat/tak
sederajat lazimnya dalam kalimat majemuk bertingkat, … Pikiran Rakyat: Konjungsi
Bermasalah Nonbaku

26-10-2005
Unsur Serapan
Oleh Polisi EYD
Unsur serapan dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar. Pertama, unsur
yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti reshuffle, shuttle cock, dan
long march. Unsur-unsur ini dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya
masih mengikuti cara asing.
Kedua, unsur asing yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa
Indonesia dan diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan
dengan bentuk asalnya.
Di samping itu, akhiran yang berasal dari bahasa asing diserap sebagai bagian kata yang utuh.
Kata seperti standardisasi, implementasi, dan objektif diserap secara utuh di samping kata
standar, implemen, dan objek.
Pedoman EYD mengatur kaidah ejaan yang berlaku bagi unsur-unsur serapan. Beberapa kaidah
yang berlaku misalnya c di muka a, u, o, dan konsonan menjadi k (cubic menjadi kubik,
construction menjadi konstruksi), q menjadi k (aquarium menjadi akuarium, frequency menjadi
frekuensi), f tetap f (fanatic menjadi fanatik, factor menjadi faktor), ph menjadi f (phase menjadi
fase, physiology menjadi fisiologi).
Akhiran-akhiran asing pun dapat diserap dan disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia.
Misalnya akhiran -age menjadi -ase, -ist menjadi -is, -ive menjadi -if.
Akan tetapi, dengan berbagai kaidah unsur serapan tersebut, kesalahan penyerapan masih sering
kali dilakukan oleh para pemakai bahasa. Pujiono menemukan kata sportifitas lebih banyak
muncul di Google dibandingkan kata sportivitas, demikian pula dengan kata aktifitas
dibandingkan dengan kata aktivitas.
Satu hal lagi, bahasa Indonesia memang termasuk luwes dalam menerima dan menyerap unsur
dari pelbagai bahasa lain. Namun keluwesan ini hendaknya tidak membuat kita serampangan
dalam membentuk istilah baru dan mengabaikan khazanah bahasa kita.
Polisi EYD
Peduli kaidah bahasa Indonesia

13
Masalah Penanggalan
Oleh Polisi EYD
Penanggalan adalah hal yang akrab bersinggungan dengan kegiatan kita sehari-hari. Namun,
ternyata permasalahannya masih mengemuka di antara para pengguna.
Ada yang menulis November, ada pula yang menulis Nopember. Ada Februari, ada Pebruari.
Ahad atau Minggu? Sabtu atau Saptu? Jumat? Jum’at?
Berikut adalah penulisan nama hari dan bulan yang benar.
Senin (bukan Senen)
Selasa
Rabu (bukan Rebo)
Kamis (bukan Kemis)
Jumat (bukan Jum’at)
Sabtu (bukan Saptu)
Minggu (boleh ditulis Ahad)
Januari
Februari (bukan Pebruari)
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November (bukan Nopember)
Desember
Nah, kalau begitu, bagaimana dengan ITS? Apakah kata “Nopember” di dalam singkatan ini
diperbolehkan, mengingat ITS adalah sebuah nama sehingga tidak terikat dengan kaidah ejaan?
Ataukah mereka tetap harus tunduk pada kaidah ini?
Kategori: Umum, Unsur serapan | Ada 22 komentar
20-12-2005
Kreatif dan Kreativitas
Oleh Polisi EYD
Perhatikan beberapa petikan paragraf berikut ini.
Sebagai pekerja seni, Pablo Picasso, Lord Byron, dan Dylan Thomas memiliki kreatifitas yang
lebih besar dibanding umumnya orang. (Kompas)
Menurut saya tidak semua keisengan itu sifatnya negatif, walaupun konotasinya cenderung
demikian. Keisengan bisa jadi medium ekspresi kreatifitas seseorang. (ronny.haryan.to: Iseng
dan Kreatifitas)
Berbagai perlombaan yang melibatkan kreatifitas pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) seluruh
Kabupaten Bekasi meriahkan kawasan Lippo Cikarang. (Tempo Interaktif)
Kagum banget deh, dengan para peserta yang menampilkan kreatifitasnya, walaupun sambil di
guyur hujan. (dinny’s blog)
Kita mengenal kata kreatif yang diserap dari kata creative. Akhiran -ive atau -ief (Belanda)
memang disesuaikan menjadi -if sehingga terbentuklah kata-kata serapan seperti kreatif,
demonstratif, aktif, dan selektif. Setelah diserap, kata-kata tersebut dapat kita beri imbuhan
menjadi kekreatifan, pengaktifan, dan lain-lain.
Namun, ketika menyerap sebuah istilah asing yang berakhiran, kita harus menyerap akhiran pada
kata tersebut sebagai bagian kata yang utuh di dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian kata
creativity akan kita serap menjadi kreativitas, bukan kreatifitas (unsur v tetap diserap menjadi v
dan akhiran -ty menjadi -tas).
Contoh kata serapan lain yang senasib antara lain aktif dan aktivitas (bukan aktifitas), sportif dan
sportivitas (bukan sportifitas), sensitif dan sensitivitas (bukan sensitifitas), produktif dan
produktivitas (bukan produktifitas).
Oh ya, pada petikan ke-4, “di guyur hujan” seharusnya ditulis “diguyur hujan”.
Kategori: Unsur serapan | Ada 25 komentar
30-11-2005
Mengorganisir?
Oleh Polisi EYD
Perhatikan kalimat-kalimat berikut.
… antara lain dengan mengorganisir pengusaha Jepang untuk datang berbisnis dan berinvestasi
ke Indonesia. (Kompas: Jetro Organisir Investor Jepang ke Indonesia)
Namun, berbagai obat yang dikonsumsi para penderita Lupus bisa membantu mengeliminir
dampak lanjutan dari serangan penyakit yang telah merenggut banyak jiwa di dunia ini.
(Republika: Produksi Obat Murah untuk Penderita Lupus)
Mereka juga menyebut peta pada 1979 yang diproklamirkan secara sepihak dan diprotes banyak
pihak. (Media Indonesia: Berebut Ambalat dengan Kepala Dingin)
Dalam bahasa Indonesia baku, padanan akhiran -ir adalah -asi atau -isasi. Jadi kalimat yang
benar adalah seperti berikut.
… antara lain dengan mengorganisasi pengusaha Jepang untuk datang berbisnis dan berinvestasi
ke Indonesia.
Namun, berbagai obat yang dikonsumsi para penderita Lupus bisa membantu mengeliminasi
dampak lanjutan dari serangan penyakit yang telah merenggut banyak jiwa di dunia ini.
Mereka juga menyebut peta pada 1979 yang diproklamasikan secara sepihak dan diprotes banyak
pihak.

Anda mungkin juga menyukai