Autoregulasi Cerebral Blood Flo
Autoregulasi Cerebral Blood Flo
Pembimbing :
dr.Yahya Ari Pramono, Sp.BS
Disusun oleh :
Rangga Pragasta SS
2051210020
Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah bedah saraf dengan judul “
Autoregulasi Dan Pengaruh PCO2 Terhadap Aliran Darah Otak ” tepat pada waktunya.
Laporan ini dibuat untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Bedah, untuk
menambah wawasan mengenai penatalaksanaan penyakit di bidang bedah. Penulis menyadari
bahwa penulisan dalam makalah ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran untuk
penyempurnaan semoga telaah ini dapat berguna dan memberikan manfaat bagi kita semua.
Amin.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Kontinuitas suplai darah ke otak sangat penting agar dapat menjamin stabilitas fungsi
otak. Terhentinya sirkulasi darah dalam 5-10 detik saja akan menghilangkan kesadaran
sedangkan bila lebih dari 3 menit akan terjadi iskemia serebral yang irrepairable di substansia
grisea kortek, nucleus sel basalis sel Purkinye. Perlu diketahui otak adalah organ yang sangat
sensitif terhadap hipoksia, karena konsumsi oksigen otak sangat tinggi dibandingkan organ
lain yaitu (3,3-3,5)cc/100 gram otak/menit.
Dalam waktu satu jam saja sirkulasi otak terhenti seluruh neuron otak akan nekrosis
dan setelah 2 jam akan disusul nekrosis jaringan jantung, ginjal, hati, paru dan terakhir kulit
akan nekrosis setelah beberapa jam atau hari. Glukosa sendiri sebagai sumber energi utama
cadangannya sedikit diotak sedangkan konsumsi glukose otak 5,5 mg/100 gram otak/menit,
sehingga bila terjadi henti sirkulasi akan terjadi hipoglikemia sampai ketingkat yang
irreversible.
Otak sebagai system pada tubuh yang terkompleks dan sangat terorganisasi
menggunakan bagian yang nyata dari aliran darah tubuh. Karena cadangan energi didalam
otak dapat diabaikan, aliran darah yang cukup sangat diperlukan untuk menyediakan substrat-
substrat penghasil energi dan untuk membersihkan produkproduk dari metabolisme sel.
Dengan demikian otak sangat sensitif pada penurunan aliran darah. Berkurangnya aliran
darah yang hebat dapat menyebabkan gejala neurolofis dalam beberapa detik. Gangguan
aliran darah yang kontinyu dapat menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan yan
gireversibel dalam beberapa menit. Otak mempunyai kemampuan yang khas untuk mengatur
aliran darah terhadap aktivitas fungsional dan metabolic (flow metabolism coupling and
metabolic regulation), perubahan pada tekanan perfusi (perssure autoregulation), perubahan
kandungan oksigen atau karbondioksida dari arteri. Selain itu aliran darah otak dapat berubah
melalui pengaruh langsung dari hubungan antara pusat-pusat khusus di otak dan pembuluh
darah (Neurogenic Regulation).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Karena CPP = MAP - ICP maka CPP akan menurun bila MAP turun atau ICP naik.
CPP normal antara 80-90 mmHg. Bila CPP turun50 mmHg terlihat EEG melambat, bila CPP
< 40 mmHg maka EEG mendatar terjadi iskemia yang reversibel atau irreversibel tetapi bila
CPP< 20 mmHg akan timbul iskemia cerebral yang irreversibel. Biasanya autoregulasi akan
dapat mempertahankan CBF selama MAP antara 50-150 mmHg. Artinya bila MAP turun
oleh kontraksi otot-otot polos dinding serebrovaskular sebagai respons adanya perubahan
tekanan intra mural akan terjadi vaso serebral dilatasi sebaliknya bila MAP naik akan terjadi
vasocerebral konstriksi selama MAP antara 50-150 mmHg.
Bila MAP turun dibawah 50 mmHg walau dilatasi maksimal CBF akan mengikuti
CPP secara pasif sehingga terjadi iskemia otak. Dan sebaliknya bila MAP diatas 150 mmHg
maka biarpun kontriksi maksimal akan dirusak sehingga CBF akan naik dengan tiba tiba
dapat merusak blood brain barrier (BBB) dan terjadi odema otak bahkan perdarahan otak.
Beberapa keadaan merubah atau menghilangkan autoregulasi ini misal hipertensi kronis dapat
merubah batas atas autoregulasi bergeser kekanan sehingga sudah terjadi iskemia pada
tekanan darah yang dianggap normal pada orang normal.
Iskemia serebral, infarct, trauma kepala, hipoksia, hiperkarbia berat,obat anestesia
inhalasibisa menghilangkan autoregulasi otak. Bila autoregulasi otak hilang maka CBF
tergantung pada tekanan darah sehingga penurunan CPP akan menurunkan CBF.
b.Tekanan vena :
Pengaruh tekanan dalam vena-vena besar biasanya tidak berarti, bahkan pada gagal
jantung kongestif. Mayer(1954) membuktikan bahwa tidak ada perubahan CBF bila tekanan
jugularis interna dinaikkan sampai 23 cmH2O pada manusia .
b.Kontrol neurologik:
Sokoloff & Ketty 1960 meneliti tak ada pengaruh lansung autonomic nervus
system(ANS) pada pembuluh darah otak begitupun peneliti lain mengatakan ada
pengaruhnya tetapi tak lebih dari 5-10%. Dimana perangsangan simpatis menyebabkan
vasokonstriksi sementara perangsangan parasimpatis menyebabkan vasodilatasi.
d. Viskositas darah:
Polisitemia akan menurunkan CBF sampai 50% sebaliknya anemia gravis malah CBF
sangat meninggi.Dehidrasi dengan Ht meningkat CBF akan menurun sementara hemodilusi
hipervolemi CBF meningkat.
e. Temperatur
Menurut penelitian(Rosomoff dan Holaday 1954) dan (Kleinerman & Hopkins 1955)
anjing-anjing yang suhu tubuhnya turun maka CBF maupun Cerebral Metabolic Rate (CMR)
akan menurun. Menurut Rosomoff 1956 setiap penurunan suhu tubuh satu derajat akan
menurunkan 6-7% CBF. Pada suhu 28 derajat celcius penurunan CBF sebesar 50%.
Kleinerman dan Hopkins melaporkan bahwa pada suhu antara 22-27 derajat Celcius
penurunan CBF melampaui penurunan CMRO2. Akan tetapi Rosomoff dan Holaday anjing
anjing yang diturunkan suhunya sampai 26 C terjadi penurunan paralel CBF dan CMRO2.
Dalam praktek klinis ini sangat luas dan berhasil dipakai untuk mencegah kerusakan otak
selama prosedur operasi tertentu.
Karena hipotermi yang berat sampai 29 derajat C saja banyak menimbulkan efek
samping maka saat ini disarankan menurunkan sekitar 2-3 derajat saja sudah cukup memberi
proteksi otak. Bagaimana hipotermi bisa mengurangi akibat iskemia cerebri masih belum
jelas diduga disamping menurunkan CMR adanya perubahan sintese protein, permeabelitas
BBB dan ion reaksi radikal bebas dan membran lipid dan lain-lain. Sebaliknya kenaikan suhu
tubuh tidak menaikkan CBF.
AUTOREGULASI
Autoregulasi otak telah cukup luas diteliti dan diterangkan. Bila TD turun, terjadi
vasodilatasi, jika TD naik timbul vasokonstriksi. Pada individu normotensi, aliran darah otak
masih tetap pada fluktuasi Mean Arterial Pressure (MAP) 60–70 mmHg. Bila MAP turun
dibawah batas autoregulasi, maka otak akan mengeluarkan oksigen lebih banyak dari darah
untuk kompensasi dari aliran darah yang berkurang. Bila mekanisme ini gagal, maka dapat
terjadi iskemi otak dengan manifestasi klinik seperti mual, menguap, pingsan dan sinkope.
Pada tahun 1890, Roy dan Sherington mengajukan bahwa otak mempunyai
mekanisme intrinsic yang mengatur suplai vaskuler, sehingga dapat berubah secara lokal
terhadap perubahan lokal dari aktivitas-aktivitas fungsional. Sokoloff mengembangkan C
dexoyglucose autoradiografic method untuk mengatur kebutuhan glukosa sehingga regulasi
metabolik dapat terkonfirmasi. Silver melaporakan bahwa aliran darah lokal meningkat
dalam satu detik setelah aktivitas neuronal dimulai. Peningkatan aliran darah pada penelitian
ini sangat vocal dan terjadi pada 250 mikron dari daerah eksitasi neuronal, mendukung bahwa
perkusi secara tepat diatur pada tingkat mikrovaskuler. Telah pula ditunjukan bahwa pada
peningkatan regional dari kebutuhan glukosa, konsumsi oksigen dan aliran darah, dan telah
pula dipercaya bahwa hasil kimiawi dari metabolisme memediasi respon ini.
b. Perubahan pada kalium ekstra seluler terjadi pada neuroktivasi. Pemberian ion K secara
tropical memerlukan arteriola pia otak berdilatasi yang sesuai dengan konsentrasi yang
diberikan.
c. Adenosine, yang dihasilkan dari degradasi ATP melalui reaksi 5’ nucleotidase, merupakan
fasilidator kuat. Peningkatan adenosine yang cepat dan nyata terjadi pada peningkatan
aktivitas metabolic otak, hipotensi, hipoksi dan kejang. Agar adenosine berlipat 25 detik
setelah iskemi dan meningkat 6 kali setelah hipoksi pada aliran darah otak mulai meningkat
secara nyata. Pemberaian preparat ini secara intravena atau intraserebral menyebabkan
peningkatan aliran darah selain itu beberapa subtipe dari resptor adenosine dapat ditemukan
pada SSP termasuk pada pembuluh darah mikro.
e. Bukti-bukti terbaru menunjukan bahwa Nitric oxyde (NO) merupakan suatu mediator
penting dalam pengaturan sirkulasi otak. Persenyawaan ini disintesis dari L- arginine oleh
enzim Nitric oxyde Synthase, mempunyai waktu paruh beberapa detik dan didistribusikan
secara nyata diseluruh bagian otak. Secara khusus nitrat oksida disintesis oleh endothelial
cells perivascular nervefiber dan astrocytic foot processes karena begitu dekatnya lokasi ini
dengan pembuluh darah otak, nitrat oksiada dapat menghasilkan efek serebrovaskuler yang
cepat. NO menyebabkan vasorelaksasi . NO merupak suatu messenger yang terlibat pada
aktivitas SSp dan memenuhi berbagai kriteria yang dibutuhkan untuk dapat diklasifikasikan
sebagai suatu neurotransmitter. Walaupun riset mengenai NO relatif baru, tampaknya
molekul ini memainkan peranan penting pada regulasi aliran darah, terutama karena efeknya
yang cepat dan paruh waktu yang pendek serta keterikatannya yang integral pada aktivitas
seluler.
2. Pressure Autoregulation
Cerebral autoregulation menunjukan dipertahankannya suatu aliran darah otak yang
relatif konstan walaupun terjadi variasi pada cerebral perfusion pressure (CPP). Respon
fisiologis ini berfungsi untuk melindungi otak dari efek yang merugikan (yaitu iskemi atau
hiperemi) karena perbedaan tekanan perfusi yang besar. Dalam pengertian yang sangat tegas
autoregulasi hanya digunakan untuk respon cerebrovasculer terhadap perubahan CPP dan
kadang-kadang secara khusus disebut sebagai pressure autoregulation.
Otak manusia mampu untuk mempertahankan aliran darah yang konstan walaupun
terdapat fluktuasi pada Mean Arterial Pressure (MAP) antara 60-160 mmHg. Letak anatomis
yang tepat yang memediasi pressure autoregulation belum diketahui tetapi beberapa bukti
menunjukan mikrosirkulasi. Diluar kedua nilai ambang batas, aliran darah otak sesuai dengan
perubahan MAP. Dibawah nilai ambang bawah, pembuluh darah otak berdilatasi maksimal
dan aliran secara pasif mengikuti MAP. Diatas nialai ambang atas, peningkatan percusion
pressure secara langsung direfelsikan oleh peningkatan aliran.
Mechanism Of Autoregulation
Terdapat 3 mekanisme yang berbeda, yang diajukan sebagai yang bertanggung jawab
pada respon crebrovasculer terhadap perubahan tekanan perfusi.
1. Myogenic theory : perubahan tekanan intravaskuler mengubah strecth forces pada
vaskuler smooth muscle cell dan sel ini secara intrinsic berkontraksi dan membesar sebagai
respons terhadap berbagai tingkatan strecth.
2. Neurogenic theory : menyatakan bahwa pusat otak yang spesifik mempunyai hubungan
arteri lansung dan tidak langsung dan respon vaskuler dimediasi melalui hubungan ini
3. Metabolic theory : mengusulkan bahwa hasil metabolisme otak mengatur pressure
autoregulation.
Myogenic response secara keseluruhan berhubungan dengan perubahan pada tekanan
perfusi dan merupakan teori yang didukung dengan baik oleh bukti-bukti terbaru. Yang jelas
ketiga teori ini tidaklah berdiri sendiri karena pressure autoregulation merupakan suatu
proses dinamis, sehingga dapat menyebabkan serangkaian kombinasi dari berbagai
mekanisme. Sebagai contoh : komponen permulaan yang diberikan pengaturan kasar dari
aliran, bisa meruopakan Myogenic karena dilatasi atau kontraksi smooth, muscle, terjadi
hampir simultan dengan perubahan tekanan perfusi. Respon ini dapat diikuti oleh pengaruh
neurogenic, karena suatu masa laten yang khas sekitar 10-15 detik diperlukan oleh
neurocirutry untuk menyesuaikan responnya. Terakhir, mungkin metabolic mechanism, yang
mempunyai onset yang lebih lambat dan penyelesaiannya lambat, yang mengatur komponen
dari respon autoregulation.
Oxigen
Tingkat P O2 arteri mempunyai efek yang kurang dibandingkan dengan P CO2.
Perubahan moderat diluar batas fisiologis normal tidak mengubah aliran darah otak. Tetapi
bila Pa CO2 berkirang dibawah 60 mmHg, aliran darah meningkat sesuai dengan hipoksemia.
Tingkat P O2 yang diatas normal dapat menginduksi vasokontriksi dan menurunkan darah
aliran otak, bila kadar otak CO2 dipertahankan konstan.
Seperti sudah disebut di atas, bahwa pada saat terjadinya trauma; maka akan terjadi
cedera primer dan sekunder. Dalam hal ini, seringkali proses akselerasi, deselerasi, dan
puntiran yang terjadi pada kasus-kasus cedera kranioserebral; akan mengganggu pusat
pernafasan di Medulla Oblongata. Oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila seringkali
ditemukan pasien-pasien cedera kepala datang dengan gangguan pernafasan, yang akan
mengancam oksigenasi otak.
Selain proses primer tersebut, proses sekunder yang terjadi melalui suatu proses
inflamasi, yaitu pelepasan pelepasan sitokin, aspartat, radikal bebas, dan glutamate, akibatnya
akan terjadi kerusakan di mitokondria sel yang akan mengganggu proses respirasi intrasel.
Jadi terganggunya proses respirasi tubuh atau disfungsi pernafasan oleh cedera kranioserebral
ini dapat disebabkan oleh gangguan pada pusat pernafasan di Medulla Oblongata dan proses
inflamasi yang terjadi seketika setelah cedera kranioserebral.
Dari berbagai keputusan, didapatkan bahwa angka kejadian dari perubahan PaO2 dan
PaCO2 pada cedera kepala berat sangatlah bervariasi , nilainya berkisar antara 30 hingga
84%, angka kematian yang diakibatkan oleh perubahan tekanan gas gas tersebut adalah
berkisar antara 16-30%, dan 10 – 20 % diantaranya melalui mekanisme vasodilatasi dan
peningkatan laju aliran darah ke otak. Perubahan PaCO2 pada penderita cedera kranioserebral
berat sangatlah bervariasi. Namun semua kepustakaan sepakat, bahwa PaCO2 arteri, harus
dijaga dalam ambang batas normal. Apabila PaCO2 meningkat, akan terjadi vasodilatasi
pembuluh darah otak yang menyebabkan peningkatan laju aliran darah ke otak, dan akhirnya
akan terjadi peningkatkan tekanan intracranial. Peningkatan tekanan intrakranial ini dengan
berbagai implikasinya merupakan faktor yang harus dicegah dikarenakan akan memperburuk
hasil keluaran yang ada. Sementara itu, apabila kadar PaCO2 arteri turun terlalu rendah,
melalui mekanisme vasokonstriksi akan menyebabkan spasme pada pembuluh darah otak
serta mengancam terjadinya iskemik. Weiner mengemukakan bahwa penurunan 1 mmHg
PaCO2 akan menurunkan laju aliran darah ke otak sebesar 2%. Beberapa peneliti memberi
batasan angka kadar PaCO2 normal antara 35-45 mmHg (beberapa penulis menyebut angka
30 mmHg sebagai batas minimal bagi laju aliran darah ke otak yang adekuad) oleh PaCO2
yang melebihi 45 mmHg sudah dapat meningkatkan tekanan intrakranial, karena terjadi
peningkatan aliran darah ke otak sedangkan bila PaCO2 menurun hingga 26 mmHg dan terus
menurun hingga di bawah 25 mmHg, maka CBF akan turun di bawah angka kurang dari 17
mmHg/100 gr/menit (Currie memberikan angka suatu penurunan CBF di bawah 20 cc/100
gr/menit). Selain terhadap laju aliran darah ke otak, PaCO2 pun berpengaruh terhadap tekanan
perfusi otak, karena tekanan perfusi otak dipengaruhi oleh mean arterial blood pressure
dikurangi dengan tekanan intracranial.
Dari kepustakaan, didapatkan keterangan bahwa perubahan PaO2 arteri, tidak
memiliki akibat sebesar perubahan PaCO2 namun mereka pun sepakat untuk menjaga PaO2
tetap dalam ambang batas normal bahkan cenderung tinggi. Apabila PaO2 berada dalam
kadar yang terlalu rendah, maka akan menimbulkan hipoksia yang dapat menyebabkan
vasodilitasi pembuluh darah otak yang akan diikuti oleh peningkatan laju aliran darah ke
otak, dan mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intracranial. Apabila kadar PaO2
terlalu tinggi, akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah. Winer menyebutkan bahwa
perubahan kadar PaO2 sebanyak 15% persen, hanya akan mengubah sedikit aliran darah ke
otak. Di beberapa kepustakaan disebutkan bahwa sebaiknya kita menjaga PaO2 minimal 100
mmHg, bahkan ada penulis yang memberikan nilai yang lebih tinggi, yaitu berkisar antara
140-160 mmHg. Namun perlu juga diperhatikan , bahwa tubuh seringkali mengadakan
kompensasi tertentu ( pada saat keadaan asidosis / alkalosis baik itu respiratorik maupun
metabolic ) bila telah terjadi perubahan pada status analisa gas darah penderita , sehingga
kadang menyulitkan kita untuk mengetahui apakah nilai dari PaO2 dan PaCO2 yang timbul
merupakan nilai sebenarnya atau nilai yang telah terkompensasi , hal demikian juga timbul
bila terjadi gangguan pada fungsi ginjal dan paru kronis yang akan menyebabkan perubahan
PaCO2 dan PaO2.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui apakah ada suatu
hubungan yang bermakna antara perubahan PaCO2 dengan cedera kranioserebral berat
memberikan beragam hasil, ada yang menyebutkannya terdapat suatu hubungan yang
bermakna, seperti yang dikemukakan oleh Van Sabrinks et al, namun ada beberapa penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Carmona et al, Fandino et al dan Sneider et al menunjukkan
tidak adanya suatu hubungan yang bermakna. Sama halnya terdapat perubahan PaO2 hasil
penelitian Carmone et al dan Gupta et al, menyatakan tidak terdapat suatu hubungan yang
bermakna antara perubahan PaO2, dengan cedera kranioserebral berat. Hasil tersebut tidak
sesuai dengan penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Fandino et al, Van Sabrinks et al.
Salah satu cara tata laksana untuk mengendalikan peningkatan tekanan intrakranial
adalah dilakukan suatu tindakan penurunan PaCO2, pada fase akut terjadinya trauma.
Penurunan dilakukan hingga mencapai kadar PaCO2 sekitar 20-25 mmHg, yang dikenal
sebagai tindakan hiperventilasi. Penurunan PaCO2 ini akan menyebabkan vasokonstriksi
pembuluh darah otak dan kondisi ini secara langsung akan menyebabkan penurunan laju
aliran darah ke otak; dengan akibat (secara tidak langsung) akan memicu proses iskemik
cerebral .
Hiperventilasi sendiri, memiliki 3 tingkatan, yaitu :
Normoventilasi : (PaCO2 36-45 mmHg),
Moderathiperventilasi : (PaCO2 26-35 mmHg), dan
Deep Hipervetilasi : (PaCO2 20-25 mmHg).
KESIMPULAN
Otak sebagai system pada tubuh yang terkompleks dan sangat terorganisasi
menggunakan bagian yang nyata dari aliran darah tubuh. Otak mempunyai kemampuan yang
khas untuk mengatur aliran darah terhadap aktivitas fungsional dan metabolic (flow
metabolism coupling and metabolic regulation), perubahan pada tekanan perfusi (perssure
autoregulation), perubahan kandungan oksigen atau karbondioksida dari arteri.
Perubahan pada P CO2 arteri secara nyata mengubah aliran darah otak. Berkurangnya
Pa CO2 menyebabkan penurunan aliran, tetapi tidak pada tingkatan yang sama seperti
peningkatan yang dinduksi oleh hiperkenia karena efek vasokontriksi dari hipokapnia yang
hebat sebagian dilawan oleh Vasodilatasi dari penurunan suplai oksigen ke jaringan.
DAFTAR PUSTAKA
1. PAPDI
2. Krisis Hipertensi Available From: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/12 Krisis
Hipertensi.pdf/12_KrisisHipertensi.html