Ilmu Ilmu Jiwa Belajar
Ilmu Ilmu Jiwa Belajar
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah ilmu jiwa belajar
Dosen Pengampu : Prof. DR Hamzah, SH, MH. MA
Disusun Oleh
Nama : Ai Nurhayati
NIM : 201437733
Alhamdulillah puji syukur kita penjatkan kehadirat Allah SWT, sholawat serta salam
kepada nabi Muhammad SAW, para sahabat dan umatnya. Karena dengan ridhonya tugas makalah
ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya yang berjudul “Metode Mengajar”
dalam bisang studi “Ilmu Jiwa”.
Penulis banyak menyadari akan banyak kekurangan dan keterbatasan dalam pembuatan
makalah ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
untuk kesempurnaan makalah yang selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan para mahasiswa Penulis
menyadari bahwa tulisan ini tidak sepenuhnya sempurna. Oleh karna itu, penulis memohon maaf
atas kekurangan yang terdapat di dalam tulisan ini. Dan penulis mengharapkan saran dan kritik
dari semua pihak agar penulis mengetahui segala kekurangan yang terdapat di dalam tulisan ini.
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
5
Ruang lingkup mengenai proses belajar adalah
1) Tahap perbuatan belajar
2) Perubahan-perubahan jiwa yang terjadi selama belajar
3) Pengaruh pengalaman belajar terhadap perilaku individu
4) Pengaruh motivasi terhadap perilaku belajar.
5) Signifikasi perbedaan individual dalam kecepatan memproses kesan dan keterbatasan
kapasitas individu dalam belajar
6) Masalah proses lupa dan kemampuan individu mempelajari melalui transfer belajar.
2.3 Kegunaan
Pada garis besarnya, guna mempelajari ilmu jiwa adalah untuk menjadikan manusia supaya
hidupnya baik, bahagia dan sempurna. Karena ilmu jiwa ternyata telah memasuki bidang-bidang
yang banyak sekali, banyak persoalan-persoalan yang dapat dibantu dan diselesaikan oleh ilmu
jiwa. Misalnya; persoalan-persoalan manusia yang hidup di pabrik, di sekolah, di sawah, dan
sebagainya.
Selain itu kegunaan mempelajari ilmu jiwa adalah :
1) Untuk memperoleh paham tentang gejala-gejala jiwa dan pengertian yang lebih sempurna
tentang tingkah laku sesama manusia pada umumnya dan anak-anak pada khususnya.
2) Untuk mengetahui perbuatan-perbuatan jiwa serta kemampuan jiwa sebagai sarana untuk
mengenal tingkah laku manusia atau anak
3) Untuk mengetahui penyelenggaraan pendidikan dengan baik
6
BAB III
7
BAB IV
8
Jenis Apresiasi
Yaitu belajar mempertimbangkan arti penting atau nilai suatu objek. Tujuannya agar siswa
memperoleh dan mengembangkan kecakapan ranah rasa atau kemampuan menghargai secara
tepat terhadap nilai objek tertentu
Jenis Pengetahuan
Yaitu belajar dengan cara melakukan penyelidikan mendalam terhadap objek pengetahuan
tertentu. Tujuannya agar siswa memperoleh atau menambah informasi dan pemahaman terhadap
pengetahuan tertentu lebih rumit dan memerlukan kiat khusus dalam mempelajarinya.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar
Secara global faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat kita bedakan menjadi 3
macam, yakni :
1) Faktor internal. Yaitu faktor yang berasal dari dalam siswa sendiri yang meliputi 2 aspek
yaitu aspek psiologis dan aspek psikologis (aspek jasmani dan rohani)
2) Faktor eksternal. Yaitu faktor yang terdiri dari 2 macam faktor lingkungan sosial seperti para
guru, masyarakat dan lain-lain lingkungan non sosial seperti gedung sekolah dan letaknya, rumah
tepat tinggal dan lain sebagainya.
3) Faktor Pendekatan Belajar. Disamping faktor-faktor internal dan eksternal siswa faktor
pendekatan belajar juga berpengaruh terhadap taraf keberhasilan proses pembelajaran siswa
tersebut seperti :
Faktor internal siswa yaitu aspek psiologis dan aspek psiokologis
Eksternal siswa yakni lingkungan sosial (keluarga, guru dan staff, masyarakat) dan lingkungan
non sosial seperti, rumah sekolah dan lain sebagainya.
9
BAB V
Teori-Teori Belajar
Teori-teori dalam belajar adalah :
Connectionism (koneksionisme)
Teori connectionism (koneksionisme) adalah teori yang ditemukan dan dikembangkan oleh
Edward L. Thorndike (1874-1949) berdasarkan eksperimen yang ia lakukan pada tahun 1980-an.
Eksperimen Thorndike in digunakan hewan-hewan terutama kucing untuk mengetahui fenomena
belajar. Berdasarkan eksperimen yang dilakukan Thorndike berkesimpulan bahwa belajar adalah
hubungan antara stimulus dan respon. Itulah sebabnya teori koneksionisme disebut “S-R Bond
Theory” dan “SR Psychology of Learning” selain itu, teori itu dikenal dengan sebutan “Trial and
Error Learning”. Istilah itu menunjukkan panjangnya waktu dan banyak jumlah kekeliruan dalam
mencapai suatu tujuan (Hillgard dan Bower, 1975)
Classical Conditioning (Pembiasaan Klasik)
Teori pembiasaan klasik berkembang berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan oleh Ivan
Paulov (1849-1936), seorang ilmuwan besar Rusia yang berhasil menggondol hadiah nobel (1909).
Pada dasarnya classical conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara
mendatangkan stimulus sebelum terjadi refleks tersebut (Terrace, 1973).
Dalam eksperimennya, Pavlov menggunakan anjing untuk mengetahui hubungan-hubungan antar
conditional stimulus (CS), unconditioned stimulus (UCS). Conditioned response (CR), dan
unconditioned response (UCR). CS adalah rangsangan yang mampu mendatangkan respon yang
dipelajari, sedangkan respon yang dipelajari itu sendiri disebut CR. Adapun UCS berarti
rangsangan yang menimbulkan respon yang tidak dipelajari dan respon yang tidak dipelajari itu
disebut UCR.
Dari hasil eksperimen yang dilakukan, bahwa belajar adalah perubahan yang ditandai dengan
adanya hubungan antara stimulus dan respons. Apabila stimulus yang diadakan (CS) selalu disertai
dengan stimulus penguat (UCS). Stimulus tadi (CS) cepat atau lambat akhirnya akan menimbulkan
respon atau perubahan yang kita hendaki yang dalam hal ini CR.
Operant Conditioning (pembiasaan perilaku respon)
Teori ini dikembangkan oleh Burrhus Frederic Skinner. Operant conditioning adalah sejumlah
perilaku atau respons yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan yang dekat (Reber,
1980). Respon dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh
efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer adalah stimulus yang meningkatkan
kemungkinan timbulnya sejumlah respon tertentu namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan
stimulus lainnya.
Dalam eksperimennya, skinner menggunakan seekor tikus yang ditempatkan dalam sebuah peti
yang kemudian terkenal dengan nama “Skinner Box”. Peti sangkar ini terdiri atas dua macam
komponen pokok, yakni : manipulandum dan alat pemberi reinforcement yang antara lain
10
komponen yang dapat dimanipulasi dan gerakannya berhubungan dengan reinforcement.
Komponen ini terdiri atas tombol, batang jeruji, dan pengungkit (Reber, 1988).
Contiguous conditioning (pembiasaan asusiasi dekat)
Teori contiguous conditioning adalah sebuah teori belajar yang mengasumsikan terjadinya
peristiwa belajar berdasarkan kedekatan hubungan antara stimulus dengan respon yang relevan.
Teori ini ditemukan oleh Edwin R. Guthrie. Menurut teori ini apa yang sesungguhnya dipelajari
orang, misalnya seorang siswa, adalah reaksi atau respons terakhir yang muncul atas sebuah
rangsangan atau stimulus. Artinya, untuk selamanya atau sama sekali tidak terjadi (Reber, 1989 :
153). Dalam pandangan penemu teori ini peningkatan berangsur-angsur kinerja hasil belajar yang
lazim dicapai seorang siswa bukanlah hasil dari respons kompleks terhadap stimulus-stimulus
melainkan karena dekatnya asosiasi antara stimulus dengan respon yang diperlukan.
Cognitive theory (teori kognitif)
Teori psikologi kognitif adalah bagian terpenting dari sains kognitif yang telah memberi kontribusi
yang sangat berarti dalam perkembangan psikologi belajar. Pendekatan psikologi kognitif lebih
menekankan arti penting proses internal, mental manusia, dalam pandangan para ahli kognitif,
tingkah laku manusia yang tampak tidak dapat diukur dan diterangkan tanpa melibatkan proses
mental seperti motivasi, kesengajaan, keyakinan, dan sebagainya.
Pakar psikologi kognitif, Piaget, menyimpulkan :
Children have a built in desire to learn (Barlow, 1985) artinya bahwa semenjak lahirnya setiap
anak manusia memiliki kebutuhan yang melekat dalam dirinya sendiri untuk belajar.
Social Learning theory (teori belajar sosial)
Tokoh utama teori ini adalah Albert Bandura. Bandura memandang tingkahlaku manusia bukan
semata-mata refleks otomatis atas stimulus, melainkan reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi
antara lingkungan dengan skema kognitif manusia itu sendiri.
Prinsip dasar belajar hasil temuan Bandura termasuk belajar sosial dan moral. Menurut Barlow
(1985), sebagian besar dari yang dipelajari manusia terjadi melalui peniruan (imitation) dan
penyajian contoh perilaku (modeling). Dalam hal ini seorang siswa belajar mengubah perilakunya
sendiri melalui penyaksian siswa belajar mengubah perilakunya sendiri melalui penyaksian orang
lain atau sekelompok orang mereaksi atau merespon sebuah stimulus tertentu. Siswa ini juga dapat
mempelajari respons-respons baru dengan cara pengamatan terhadap perilaku contoh dari orang
lain, misalnya guru atau oran tuanya.
Pendekatan teori belajar sosial terhadap proses perkembangan sosial dan moral siswa ditekankan
pada perlunya conditioning (pembiasaan, merespon) dan imitation (peniruan).
Kognitif
Ada dua kecakapan kognitif siswa yang amat perlu dikembangkan khususnya guru yakni :
a) Strategi belajar memahami isi materi pelajaran
b) Strategi meyakini arti penting isi materi pelajaran dan aplikasinya seta menyerap pesan-pesan
moral yang terkandung dalam materi pelajaran tersebut
11
Strategi adalah sebuah istilah populer dalam psikologi kognitif, yang berarti prosedur mental yang
berbentuk tatanan tahapan yang memerlukan alokasi berupa upaya yang bersifat kognitif dan
selalu dipengaruhi oleh pilihan kognitif atau pilihan kebiasaan belajar siswa. Pilihan kebiasaan
belajar ini secara global terdiri atas :
a) Menghafal prinsip-prinsip yang terkandung dalam materi
b) Mengaplikasikan prinsip-prinsip materi
Preferensi kognitif yang pertama, timbul karena dorongan luar (motif ekstrinsik) yang
mengakibatkan siswa menganggap belajar hanya sebagai alat pencegah ketidaklulusan atau
ketidaknaikan. Menurut Dark and Clarke (1990), aspirasi yang dimilikinya bukan ingin menguasai
materi secara mendalam, melainkan sekedar asal usul atau naik kelas semata.
Preferensi kognitif yang kedua, timbul karena dorongan dari dalam diri siswa sendiri (motif
intrinsik), dalam arti siswa menang tertarik dan membutuhkan materi-materi pelajaran yang
disajikan gurunya. Siswa ini lebih memusatkan perhatiannya untuk benar-benar memahami dan
memikirkan cara menerapkannya (Geed, and Brophy, 1990). Untuk mencapai aspirasinya, ia
memotivasi diri sendiri agar mengaplikasikannya dalam arti menghubungkannya dengan materi-
materi lain yang relevan.
Afektif
Keberhasilan pengembangan ranah kognitif hanya akan membuahkan kecakapan kognitif, tetapi
juga menghasilkan kecakapan ranah afektif. Sebagai contoh, seorang guru agama yang piawi
dalam mengembangkan kecakapan kognitif dengan cara seperti yang penyusun uraiakan diatas,
akan berdampak positif terhadap ranah afektif para siswa. Dalam hal ini, pemahaman yang
mendalam terhadap arti penting materi pelajaran agama yang disajikan guru serta preferensi
kognitif ini, antara lain berupa kesadaran beragama yang mantap.
Dampak positif lainnya ialah dimilikinya sikap mental keagamaan yang lebih tegas dan lugas
sesuai dengan tuntutan ajaran agama yang ia pahami dan yakini secara mendalam. Sebagai contoh,
apabila seorang siswa diajak kawannya untuk berbuat tidak senonoh seperti, melakukan seks
bebas, meminum keras dan Pil Setan, ia akan serta merta menolak dan bahkan berusaha mencegah
perbuatan asusila itu dengan segenap daya dan upayanya.
Psikomotorik
Keberhasilan pengembangan ranah kognitif, juga akan berdampak positif terhadap pengembangan
ranah psikomotorik. Kecakapan psikomotorik adlaha segala amal jasmaniah yang konkret dan
mudah diamati, baik kuantitasnya maupun kualitasnya, karena sifatnya yang ter buka. Namun
disamping kecakapan psikomotorik itu tidak terlepas dari kecakapan kognitif dan layak terikat
oleh kecakapan afektif. Jadi, kecakapan psikomotorik siswa merupakan manifestasi wawasan
pengetahuan dan kesadaran serta sikap mentalnya.
Sebagai contoh para siswa yang berprestasi baik dalam bidang pelajaran agama misalnya sudah
tentu akan rajin beribadah, shalat dan mengaji. Dia juga tidak akan segan-segan memberi
pertolongan dan bantuan kepada orang yang melakukan. Sebab ia merasa memberi bantuan itu
adalah kebajikan (afektif), sedangkan perasaan yang berkaitan dengan kebajikan tersebut dari
12
pemahaman yang mendalam terhadap materi pelajaran agama yang ia terima dari gurunya
(kognitif).
Kesimpulannya bahwa upaya guru dalam mengembangkan keterampilan ranah kognitif para
siswanya merupakan hal yang sangat penting jika guru tersebut menginginkan siswanya aktif
mengembangkan sendiri keterampilan ranah-ranah psikologi lainnya.
13
BAB VI
14
c) Untuk mengenal latar belakang (psikologis, fisik dan lingkungannya) murid yang mengalami
kesulitan-kesulitan belajar nantinya dapat dipergunakan sebagai dasar dalam pemecahan kesulitan
belajar yang timbul.
(+) Jenis-Jenis Evaluasi
Evaluasi formatif
Fungsinya adalah untuk memperbaiki proses belajar mengajar ke arah yang lebih baik atau
memperbaiki program satuan pelajaran yang telah digunakan
Evaluasi sumatif
Fungsinya adalah untuk menentukan angka/nilai murid setelah mengikuti program pengajaran
dalam satu catur wulan, semester akhir tahun atau akhir dari suatu program bahan pengajaran dari
suatu unit pendidikan
Evaluasi placement (penempatan)
Fungsinya adalah untuk mengetahui keadaan anak termasuk keadaan seluruh pribadinya, agar anak
tersebut dapat ditempatkan pada posisinya yang tepat
Evaluasi diagnostic
Fungsinya adalah untuk mengetahui masalah apa yang diderita atau yang mengganggu anak
didik, sehingga ia mengalami kesulitan hambatan atau gangguan ketika mengikuti program
tertentu.
15
BAB VII
PENUTUP
Kesimpulan
Pada bab terakhir ini kita dapat merangkum beberapa bagian dari isi-isi apa yang ada dalam
pembahasan makalah ini, karena ilmu jiwa belajar tersebut membahas tentang definsi belajar yaitu
mengubah atau memperbaiki tingkah laku melalui latihan, pengalaman dan kontak dengan
lingkungan. Dan juga ada banyak metode dan konsepsi ilmu jiwa belajar.
Ilmu jiwa belajar merangkum 2 bagian yakni objek dan ruang lingkup serta kegunaan-kegunaan
lainnya dan dalam makalah tersebut diuraikan pula beberapa teori-teori belajar
Saran
Sebagai manusia biasa kami menyadari bahwa dalam makalah masih terdapat banyak kekurangan
dan kesalahan meskipun kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi itulah usaha kami,
olehnya itu kritik dan saran pembaca yang bersifat motivasi sangatlah kami harapkan, sebagai
saran bagi kami untuk kedepan.
16
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi, Drs. Psikologi Belajar Ilmu, Surabaya. 1983.
Widodo Supriyono, Drs. Psikologi Belajar, Jilid I. II, Sumbangsih Yogya, 1969.
The Liang Gie, Drs. Cara Belajar yang Efesien, Jakarta. Perc. Pustaka Rakyat. 1965.
Masrun MA dan Dra. Sri Mulyani Martaniah, Psikologi Pendidikan, Yasbit . Fakultas Psikologi
UGM. 1964.
Oemar Hamalik Drs. Metode Belajar dan Kesulitan-kesulitan Belajar, Tarsito, Bandung. 1975.
17