Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM ANALISIS

FISIKOKIMIA

Identifikasi Senyawa-Senyawa Golongan Barbiturat, dan Antibiotika

Disusun Oleh :
Feby Shyntia A
260110120184

LABORATORIUM ANALISIS FISIKOKIMIA 2


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2014
I. Tujuan
Mengetahui dan memahami cara mengidentifikasi senyawa-senyawa
golongan barbiturat dan antibiotika.
II. Prinsip
1. Reaksi identifikasi golongan barbiturate
Pembentukan kompleks berwarna dengan reagensia Parri. Caranya: zat,
harus bebas air, di atas kertas saring, tambahkan pereaksi Parri (larutan
kobal nitrat dalam alcohol), paparkan kertas saring di atas uap amonia.
2. Reaksi identifikasi golongan antibiotika
Reaksi dengan asam pekat atau basa pekat.
III. Reaksi
GOLONGAN BARBITURAT
1. Luminal

\
(Svehla, 1989)
2. Barbital

(Clark, 2003)
GOLONGAN ANTIBIOTIKA
1. Amoksisilin

(Roth, 1985)
2. Kloramfenikol

(Svehla, 1989)

3. Tetrasiklin

(Kelly, 2009)
IV. Data Pengamatan
Senyawa Reagensia Perlakuan Hasil
Luminal Koppayi- Zat + Reagensia Terbentuk larutan
Zwikker Koppayi-Zwikker merah muda yang
lama-kelamaan
menguap
Liebermann Zat + Reagensia Larutan jingga
Liebermann

Kristal Zat + Aseton, Terbentuk kristal


dilarutkan + Air

Barbital Koppayi- Zat + Reagensia Terbentuk larutan


Zwikker Koppayi-Zwikker merah muda yang
lama-kelamaan
menguap
Kristal Zat + Aseton, Terbentuk kristal
dilarutkan + Air

Amoksisilin H2SO4 Zat + H2SO4 Terbentuk larutan


kuning dan serbuk tak
larut

Pada UV 254 nm
berfluorosensi warna
kuning neon

Kristal Zat + Aseton, Terbentuk kristal


dilarutkan + Air
Kloram- Uji Fujiwara Zat + Fujiwara, Larutan bening,
fenikol dipanaskan setelah dipanaskan
menjadi larutan jingga

Nessler Zat + Nessler, Larutan bening setelah


dipanaskan dipanaskan menjadi
larutan kuning

Kristal Zat + Aseton, Terbentuk kristal khas


dilarutkan + Air

Tetrasiklin Benedict Zat + Reagensia Larutan biru setelah


Benedict dipanaskan menjadi
larutan hijau tua
dengan endapan
merah

Formalin- Zat + Formalin + Larutan jingga, setelah


Asam sulfat Asam Sulfat dipanaskan menjadi
larutan jingga

Liebermann Zat + Reagensia Larutan hitam pekat


Liebermann
Mandelin Zat + Reagensia Larutan coklat
Mandelin

Marquis Zat + Reagensia Larutan hitam


Marquis

Asam Sulfat Zat + Asam sulfat Larutan kuning


endapan jinga
V. Pembahasan
Seyawa yang diidentifikasi pada praktikum kali ini adalah senyawa-
senyawa golongan barbiturat dan golongan antibiotika. Senyawa-senyawa
golongan barbiturat yang diidentifikasi adalah Luminal dan Barbital.
Sedangkan senyawa-senyawa antibiotika yang diidentifikasi adalah
Amoksisilin, Kloramfenikol, dan Tetrasiklin.
Reaksi identifikasi umum untuk senyawa golongan barbiturat adalah
reaksi pembentukan kompleks dengan reagensia Parri, dengan cara meletakan
zat (sampel) bebas air diatas kertas saring, ditambahkan reagensia Parri,
kemudian kertas saring tersebut dipaparkan diatas uap amonia, hasil yang
didapat merupakan kompleks berwarna ungu. Senyawa golongan barbiturat
yang pertama kali diidentifikasi adalah senyawa luminal, yang diidentifikasi
dengan reagensia Koppayi-Zwikker, Liebermann, dan pengamatan bentuk
kristal aseton-air. Reagensia Koppayi-Zwikker digunakan untuk
mengidentifikasi senyawa yang memiliki gugus karbonil dan amina pada
karbon yang berdampingan, reagensia koppayi-zwikker akan memberikan
hasil positif pada senyawa tersebut berupa perubahan warna larutan sampel
menjadi ungu. Senyawa Luminal memiliki gugus karbonil dan amina pada
karbon yang berdampingan, hasil yang didapat dari praktikum ini larutan
sampel berubah warna bukan menjadi ungu melainkan menjadi merah muda.
Hal ini dapat disebabkan karena pada saat identifikasi, perbandingan antara
jumlah sampel dan reagensia tidak sesuai, sehingga warna yang dihasilkan
tidak sempurna. Larutan yang terbentuk lama kelamaan menguap karena
reagen koppayi-zwikker terdiri dari kobal nitrat dalam etanol, etanol ini lah
yang menyebebkan menguapnya larutan. Reagensia Liebermann dapat
digunakan untuk identifikasi senyawa yang memiliki cincin benzen
terdistribusi tunggal, reagensia Liebermann akan memberikan hasil positif
pada senyawa tersebut berupa perubahan warna larutan sampel menjadi
jingga. Senyawa Luminal merupakan cincin benzen terdistribusi tunggal,
hasil yang didapat dari praktikum ini larutan sampel berubah warna menjadi
jingga, yg membuktikan bahwa memang benar senyawa Luminal merupakan
benzene terdistribusi tunggal. Pembentukan kristal Luminal dilakukan dengan
metode kristalisasi aseton-air yang berprinsip rekristalisasi. Senyawa luminal
bersifat sangat sukar larut dalam air dan larut dalam etanol, dalam eter, dalam
alkali hidroksida dan dalam alkali karbonat (Menteri Kesehatan RI, 1995).
Dengan kelarutan Luminal ini, proses rekristalisasi dapat terjadi. Mula-mula
sampel dilarutkan dengan aseton, kemudian diteteskan ke atas object glass
yang sudah terdapat aquadest diatasnya. Dengan penetesan tersebut, aseton
akan menguap dan senyawa Luminal akan membentuk kristal karena tidak
dapat terlarut dalam aquadest.

Senyawa golongan barbiturat selanjutnya adalah barbital, yang


diidentifikasi dengan reagensia Koppayi-Zwikker dan pengamatan bentuk
kristal aseton-air. Senyawa Barbital tidak diidentifikasi dengan reagensia
Liebermann karena senyawa barbital bukanlah senyawa benzen yang
terdistribusi tunggal, atau jika diuji dengan reagensia Liebermann akan
memberikan hasil negatif. Reagensia Koppayi-Zwikker digunakan untuk
mengidentifikasi senyawa yang memiliki gugus karbonil dan amina pada
karbon yang berdampingan, reagensia koppayi-zwikker akan memberikan
hasil positif pada senyawa tersebut berupa perubahan warna larutan sampel
menjadi ungu. Senyawa Barbital memiliki gugus karbonil dan amina pada
karbon yang berdampingan, hasil yang didapat dari praktikum ini larutan
sampel berubah warna bukan menjadi ungu melainkan menjadi merah muda.
Hal ini dapat disebabkan karena pada saat identifikasi, perbandingan jumlah
sampel dengan reagensia tidak sesuai sehingga warna yang dihasilkan tidak
sempurna. Larutan yang terbentuk lama kelamaan menguap karena reagen
koppayi-zwikker terdiri dari kobal nitrat dalam etanol, etanol ini lah yang
menyebebkan menguapnya larutan. Pembentukan kristal Barbital dilakukan
dengan metode kristalisasi aseton-air yang berprinsip rekristalisasi. Senyawa
Barbital bersifat larut dalam 130 bagian air dan dalam 6 bagian aseton
(Menteri Kesehatan RI, 1979). Dengan kelarutan Barbital ini, proses
rekristalisasi dapat terjadi. Mula-mula sampel dilarutkan dengan aseton,
kemudian diteteskan ke atas object glass yang sudah terdapat aquadest
diatasnya. Dengan penetesan tersebut, aseton akan menguap dan senyawa
Barbital akan membentuk kristal karena tidak dapat terlarut dalam aquadest.

Reaksi identifikasi umum untuk senyawa golongan antibiotika adalah


reaksi dengan asam pekat atau basa pekat. Senyawa golongan antibiotika yang
pertama kali diidentifikasi adalah senyawa amoksisilin, yang diidentifikasi
dengan pengamatan fluorosensi setelah penambahan H2SO4 dan pengamatan
bentuk kristal aseton-air. Amoksisilin diuji dengan cara direaksikan dengan
H2SO4, dan didapatkan hasil berupa larutan berwarna kuning dengan endapan
yang menandakan amoksisilin tidak larut sempurna dalam H2SO4, selanjutnya
dilakukan pengamatan dibawah sinar UV 254 nm. Pengamatan fluorosensi
dibawah sinar UV 254 nm dilakukan karena pada panjang gelombang 254 nm,
suatu zat yang dapat berfluorosensi akan memancarkan fluorosensinya,
sedangkan jika menggunakan panjang gelombang 366 nm maka yang akan
memancarkan fluorosensi bukanlah zat (sampel) melainkan
wadah/background dari sampel tersebut (misal: Silica gel). Penambahan
H2SO4 yang dilakukan sebelumnya tidak hanya untuk identifikasi folongan
antibiotika melainkan juga untuk memberikan suasana asam pada sampel.
Dan pada saat dilihat di bawah sinar UV, hasil dari reaksi ini adalah
terbentuknya fluoresensi kuning neon. Pembentukan kristal Amoksisilin
dilakukan dengan metode kristalisasi aseton-air yang berprinsip rekristalisasi.
Senyawa Amoksisilin bersifat sukar larut dalam air dan methanol, tidak larut
dalam benzene, dalam karbon tetraklorida, dan dalam kloroform (Menteri
Kesehatan RI, 1995). Dengan kelarutan Amoksisilin ini, proses rekristalisasi
dapat terjadi. Mula-mula sampel dilarutkan dengan aseton, kemudian
diteteskan ke atas object glass yang sudah terdapat aquadest diatasnya.
Dengan penetesan tersebut, aseton akan menguap dan senyawa Amoksisilin
akan membentuk kristal karena tidak dapat terlarut dalam aquadest.

Senyawa golongan antibiotika selanjutnya adalah Kloramfenikol, yang


diidentifikasi dengan uji Fujiwara, Raegensia Nessler, dan pengamatan
bentuk kristal. Reagensia Fujiwara digunakan untuk mengidentifikasi
senyawa yang memiliki paling tidak dua atom halogen yang terikat pada satu
atom karbon, reagensia ini memberikan hasil positif berupa warna merah pada
lapisan piridin. Pada senyawa Kloramfenikol terdapat gugus –CHCl2, hasil
yang didapat pada saat praktikum bukanlah lapisan piridin berwarna merah,
melainkan larutan jingga. Hal ini dapat terjadi karena pada saat praktikum
tidak dilakukan penambahan piridin sehingga warna merah tetap bercampur
dan tidak tertarik membentuk lapisan berwarna merah. Identifikasi
selanjutnya yaitu menggunakan reagensia Nessler. Reagensia Nessler
digunakan untuk menguji adanya senyawa amida alifatik, yang ditunjukkan
dengan reaksi positif berupa perubahan warne menjadi warna coklat jingga.
Kloramfenikol merupakan senyawa amida alifatik, pada praktikum, hasil
yang didapat bukanlah larutan berwarna coklat jingga melainkan larutan
berwarna kuning. Hal ini dapat terjadi karena senyawa siklik yang terdapat
pada sampel dapat memperlambat reaksi sehingga pemanasan yang dilakukan
harus lebih lama. Pembentukan kristal Kloramfenikol dilakukan dengan
metode kristalisasi aseton-air yang berprinsip rekristalisasi. Senyawa
Kloramfenikol bersifat sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, dalam
propilenglikol, dalam aseton, dan dalam etil asetat (Menteri Kesehatan RI,
1995). Dengan kelarutan Kloramfenikol ini, proses rekristalisasi dapat terjadi.
Mula-mula sampel dilarutkan dengan aseton, kemudian diteteskan ke atas
object glass yang sudah terdapat aquadest diatasnya. Dengan penetesan
tersebut, aseton akan menguap dan senyawa Kloramfenikol akan membentuk
kristal karena tidak dapat terlarut dalam aquadest.

Senyawa golongan antibiotika terakhir yang diidentifikasi adalah


Tetrasiklin, yang diidentifikasi dengan reagensia Benedict, Senyawa
formalin-asam sulfat, reagensia Liebermann, reagensia Mandelin, reagensia
Marquis, dan senyawa asam sulfat. Reagensia Benedict digunakan untuk
mengidentifikasi senyawa-senyawa yang mengandung paling sedikit 4 gugus
hidroksil pada rantai alifatik, dengan memberikan reaksi positif berupa
terbentuknya endapan merah Cu2O akibat reaksi dengan zat-zat pereduksi.
Senyawa Tetrasiklin memiliki lebih dari 4 gugus hidroksil pada rantai
alifatiknya, pada praktikum didapatkan hasil endapan berwarna merah dengan
larutan berwarna hijau, karena adanya larutan berwarna hijau ini, warna
endapan menjadi tidak terlihat dengan jelas, sehingga perlu dilakukan
memisahan endapan dengan larutannya menggunakan pipet Pasteur supaya
endapan tidak ikut terbawa saat larutan dipipet. Identifikasi selanjutnya adalah
dengan penambahan formalin dan asam sulfat (6:4) yang bebas endapan, jika
terdapat endapan pada formalin-asam sulfat ini maka sebelum ditambahkan
kedalam sampel, formalin-asam sulfat harus dipanaskan terlebih dahulu pada
100oC selama 1 menit. Identifikasi ini akan memberikan hasil positif berupa
perubahan warna menjadi jingga terhadap senyawa benzodiazepine,
fenotiazin, tetrasiklin, dan tioksanten. Pada praktikum kali ini didapat hasil
berupa perubahan warna menjadi jingga karena sampel merupakan senyawa
tetrasiklin. Identifikasi berikutnya adalah dengan menggunakan reagensia
Liebermann. Setelah ditambahkan pereaksi Liebermann , sampel tidak larut
dan terdapat endapan berwarna jingga. Agar reaksi berlangsung, pengujian
Liebermann ini harus dipanaskan tetapi pada saat praktikum tidak dilakukan
pemanasan sehingga reaksi tidak dapat diamati. Jika dilakukan dengan benar,
warna jingga akan diberikan oleh senyawa yang mengandung cincin benzene
tersubstitusi tunggal yang tidak bergabung dengan gugus karbanit, amida atau
C=N-O. Warna jingga atau coklat diberikan oleh beberapa senyawa yang
mengandung dua cincin benzene tersubstitusi mono yang tergabung dengan
satu atom karbon atau atom karbon berdampingan. Beragam warna diberikan
oleh senyawa yang mengandung gugus hidroksil, O-alkil atau O-CH2-O yang
terikat pada cincin benzene atau terikat pada struktur yang mengandung cincin
benzene. Cincin benzene harus tidak mengikat NO2, halogen atau substituent
–O- pada posisi terhadap substituent oksi. Kemudian sampel diidentifikasi
dengan reagensia Mandelin. Setelah penambahan reagensia Mandelin ke
dalam sampel, terjadi reaksi pembentukan kompleks berwarna coklat.
Tetrasiklin juga dapat diidentifikasi dengan menggunakan reagensia Marquis.
Pada praktikum ini dihasilkan endapan larutan berwarna hitam dengan cincin
jingga dipinggirnya. Seharusnya, setelah tetrasiklin direaksikan dengan
pereaksi marquis dihasilkan warna merah anggur dengan cincin warna kuning
jingga ditepi merah anggur. Berbagai senyawa yang cenderung
mempertahankan respons terhadap reagensia pada ujung spectrum ungu,
dengan urutan yang menurun adalah cincin sulfur (dengan atau tanpa cincin
aromatic), cincin oksigen (dengan cincin aromatic) , cincin oksigen atau sulfur
luar (dengan cincin aromatic); senyawa aromatic yang seluruhnya terdiri dari
C H dan N. sehingga terdapat kecenderungan respons terhadap reagen
Marquis bergerak secara bertahap kearah panjang gelombang yang lebih jauh
yaitu melalui warna hijau, jingga ,merah, karena rasio C, H dan N terhadap
gugus lain dalam molekul meningkat. Warna yang dihasilkan adalah larutan
berwarna hitam disebabkan adanya kesalahan dalam melakukan reaksi ini,
kesalahan itu bisa dikarenakan formaldehid yang sudah rusak atau karena
proporsi reagen dan sampel yang direaksikan tidak ada dalam kesetimbangan
sehingga hasil yang diperoleh tidak sesuai literatur. Identifikasi terakhir dari
senyawa Tetrasiklin adalah dengan penambahan H2SO4 ke dalam sampel.
Antibiotik akan membentuk kompleks berwarna kuning hingga jingga jika
direaksikan dengan asam kuat atau basa kuat. Pada prktikum kali ini
perubahan warna yang terjadi pada sampel setelah penambahan H2SO4 adalah
larutan kuning dengan endapan jingga. Terbentuknya endapan dapat terjadi
karena H2SO4 yang kurang pekat ataupun sifat tetrasiklin yang tidak larut
sempurna dalam H2SO4.
VI. Kesimpulan
Senyawa-senyawa golongan barbiturate secara umum dapat
diidentifikasi dengan reaksi pengkopelan menggunakan reagensia Parri,
dengan cara meletakan zat (sampel) bebas air diatas kertas saring,
ditambahkan reagensia Parri, kemudian kertas saring tersebut dipaparkan
diatas uap amonia, dan hasil yang didapat merupakan kompleks berwarna
ungu. Sedangkan senyawa-senyawa golongan antibiotika secara umum dapat
diidentifikasi dengan penambahan asam kuat atau basa kuat pada sampel
untuk membentuk kompleks berwarna kuning hingga jingga.
DAFTAR PUSTAKA

Clark, A.V. 2003. Theory and Practise of Chemistry. SAGE Publications. London

Kelly. 2009. Identity of Phenol. Available Online at


www.sciencemadness.org/talk/files.php?pid=219850&aid=15724 (diakses
29 September 2014)

Menteri Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi Ketiga. Departemen


Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta

Menteri Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi Keempat. Departemen


Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta

Roth, Hermann J. Dan Gottfried Blaschke. 1985. Analisis Farmasi. Yogyakarta:


Gadjah Mada University Press.

Svehla. 1989. Vogel's Qualitative Inorganic Analysis, 7th Edition. Prentice Hall.
London

Anda mungkin juga menyukai