Referat Disentri
Referat Disentri
PENDAHULUAN
dan protozoa. Infeksi yang Disebabkan oleh Bakteri dikenal sebagai disentri
Basiler yang disebabkan Oleh bakteri shigella, sedangkan infeksi yang disebabkan
oleh protozoa dikenal sebagai disentri amuba. Shigellosis atau disentri basiler
merupakan penyakit infeksi saluran pencernaan yang ditandai dengan diare cair
akut dan/ atau disentri (tinja bercampur darah, lender, dan nanah), pada umumnya
dysenteriae.3,4. Berdasarkan aspek biokimia dan serologi, Shigella spp di bagi atas
menyebabkan penyakit yang berat dan dapat menyebar cepat sehingga terjadi
dunia; sebagai contoh di Amerika Serikat, shigellosis lebih sering disebabkan oleh
disentri basiler dilaporkan kurang dari 500.000 kasus tiap tahunnya. Sedangkan
angka kejadian disentri amoeba di Indonesia sampai saat ini masih belum ada,
1
akan tetapi kejadian disentri basiler dilaporkan 5% dari 3848 orang penderita diare
diare terjadi pada umur 1 sampai 4 tahun disebabkan oleh Disentri basiler.10
yang berada di daerah tropis. Hal ini dikarenakan faktor kepadatan penduduk,
higiene individu, sanitasi lingkungan dan kondisi sosial ekonomi serta kultural
yang menunjang.13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
2.1 Definisi
Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan) dan enteron
(usus), yang berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas dengan gejala
buang air besar dengan tinja berdarah, diare encer dengan volume sedikit, buang
air besar dengan tinja bercampur lender (mucus) dan nyeri saat buang air besar
(tenesmus).7
pencernaan yang ditandai dengan diare cair akut dan/ atau disentri (tinja
bercampur darah, lender, dan nanah), pada umumnya disertai demam, nyeri perut,
2.2 Epidemiologi
dari 500.000 kasus yang dilaporkan ke Centers for Disease Control (CDC). Di
catatan medis, dari 748 kasus yang dirawat karena diare ada 16 kasus yang
beberapa rumah sakit di Indonesia dari Juni 1998 sampai dengan Nopember 1999,
makanan dan minuman, dengan perantara lalat, kecoak, kontak interpersonal, atau
3
lewat hubungan seksual anal-oral. Sanitasi lingkungan yang jelek, penduduk yang
2.3 Etiologi
terisolasi dari pasien penderita diare (50%). dan secara berurutan diikuti oleh
flexneri merupakan spesies yang banyak terisolasi dari penderita diare yaitu
73% dari keseluruhan isolat yang diisolasi. diikuti oleh S. sonnei (22,8%). S.
sehingga ditemukan darah dalam tinja. Karena kekebalan tubuh yang didapat
bersifat serotipe spesifik, maka seseorang dapat terinfeksi beberapa kali oleh
tipe yang berbeda. Genus ini memiliki kemampuan menginvasi sel epitel
Penyakit ini dapat bersifat ringan dan berat. Suatu keadaan lingkungan yang
4
mempunyai tanda-tanda berupa diare, adanya lendir dan darah dalam tinja,
S. flexneri ditemukan di negara- Negara maju dan daerah tropis dalam jumlah
amoeba ada 2 bentuk, yaitu bentuk trofozoit yang dapat bergerak dan bentuk
kista.
5
dapat dijumpai di lumen usus tanpa menyebabkan gejala penyakit. Bila pasien
gejala penyakit namun cepat mati apabila berada di luar tubuh manusia.
Bentuk kista juga ada 2 macam, yaitu kista muda dan kista dewasa.
Bentuk kista hanya dijumpai di lumen usus. Bentuk kista bertanggung jawab
terhadap terjadinya penularan penyakit dan dapat hidup lama di luar tubuh
manusia serta tahan terhadap asam lambung dan kadar klor standard di dalam
sistem air minum. Diduga kekeringan akibat penyerapan air di sepanjang usus
batang, tidak bergerak, tidak berkapsul.23 dan lebih tahan asam dibanding
6
enteropatogen lain.1,24,26. Shigella mampu menginvasi permukaan sel epitel kolon,
mampu mengenali bagian luar membran protein seperti plasmid antigen invasions
(Ipa).27 Sel epitel akan mati dan terjadi ulserasi serta inflamasi mukosa. Dari
yang dikenal dengan toksin Shiga yang terdiri dari dua struktur sub unit, yaitu 27
dan menghidrolisis RNA 28S dari subunit 60S ribosom, sehingga menyebabkan
kematian sel.
2. Sub unit pengikat. Bagian sub unit pengikat merupakan suatu glikolipid Gb3
7
spesifik. Pengikatan ini akan diikuti oleh pengaktifan mediator reseptor
Kejadian tersebut sering dihubungkan dengan reaksi silang akibat infeksi serotipe
E.coli yang juga dapat menghasilkan toksin yang mirip dengan toksin Shiga.
Mekanisme dari efek pato- genisitas ini mungkin melibatkan suatu toksin pengikat
8
gambar 5. bagan patogenesis disentri basiler
Masa inkubasi berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Lama gejala 7 hari
sampai 4 minggu. Pada fase awal pasien mengeluh nyeri perut bawah, diare
disertai demam yang mencapai 400C. Selanjutnya diare berkurang tetapi tinja
masih mengandung darah dan lendir, tenesmus, dan nafsu makan menurun.11
yang berat. Sakit perut terutama di bagian sebelah kiri, terasa melilit diikuti
9
timbul mendadak dan berat, berjangkitnya cepat, berak-berak seperti air dengan
lendir dan darah, muntah-muntah, suhu badan subnormal, cepat terjadi dehidrasi,
renjatan septik dan dapat meninggal bila tidak cepat ditolong. Akibatnya timbul
rasa haus, kulit kering dan dingin, turgor kulit berkurang karena dehidrasi. Muka
pengobatan. Angka ini bertambah pada keadaan malnutrisi dan keadaan darurat
Pada kasus yang sedang keluhan dan gejalanya bervariasi, tinja biasanya
lebih berbentuk, mungkin dapat mengandung sedikit darah/lendir. Sedangkan
pada kasus yang ringan, keluhan/gejala tersebut di atas lebih ringan. Berbeda
dengan kasus yang menahun, terdapat serangan seperti kasus akut secara
menahun. Kejadian ini jarang sekali bila mendapat pengobatan yang baik. 7
carrier diperlukan pemeriksaan biakan tinja yang seksama dan teliti karena
basil shigella mudah mati . Untuk itu diperlukan tinja yang baru.
10
3. Enzim immunoassay. Hal ini dapat mendeteksi toksin di tinja pada
stadium lanjut.
antibodi sangat kompleks, dan oleh karena adanya banyak strain maka
jarang dipakai.
besar lesi berada di bagian distal kolon dan secara progresif berkurang di
1. Disentri amuba
Timbulnya penyakit biasanya perlahan-lahan, diare awal tidak
11
2. Eschericiae coli
2.8 Diagnosis
12
dilakukan kultur dari bahan tinja segar atau hapus rektal. Pada fase akut infeksi
Perbedaan utama adalah kultur Shigella yang positif dan perbaikan klinis yang
2.9 Komplikasi
yang berada di negara yang masih berkembang dan seringnya kejadian ini
dihubungkan dengan infeksi S.dysentriae tipe 1 dan S.flexneri pada pasien dengan
status gizi buruk. Komplikasi lain akibat infeksi S.dysentriae tipe 1 adalah
enterotoksin yang diproduksi oleh Shigella. Biasanya HUS ini timbul pada akhir
minggu pertama disentri basiler, yaitu pada saat disentri basiler mulai membaik.
dalam 24 jam) dan secara progresif timbul anuria dan gagal ginjal atau anemia
berat dengan gagal jantung. Dapat pula terjadi reaksi leukemoid (leukosit lebih
Artritis juga dapat terjadi akibat infeksi S.flexneri yang biasanya muncul
pada masa penyembuhan dan mengenai sendi-sendi besar terutama lutut. Hal ini
dapat terjadi pada kasus yang ringan dimana cairan sinovial sendi mengandung
13
artsitis dapat berlangsung selama berbulan-bulan. Bersamaan dengan artritis dapat
pula terjadi iritis atau iridosiklitis. Sedangkan stenosis terjadi bila ulkus sirkular
pada usus menyembuh, bahkan dapat pula terjadi obstruksi usus, walaupun hal ini
jarang terjadi. Neuritis perifer dapat terjadi setelah serangan S.dysentriae yang
perforasi juga dapat muncul. Akan tetapi peritonitis karena perforasi jarang
terjadi. Kalaupun terjadi biasanya pada stadium akhir atau setelah serangan berat.
Peritonitis dengan perlekatan yang terbatas mungkin pula terjadi pada beberapa
tempat yang mempunyai angka kematian tinggi. Komplikasi lain yang dapat
diberikan antibiotika.
Cairan dan elektrolit
Dehidrasi ringan sampai sedang dapat dikoreksi dengan cairan
rehidrasi oral. Jika frekuensi buang air besar terlalu sering, dehidrasi akan
terjadi dan berat badan penderita turun. Dalam keadaan ini perlu diberikan
cairan melalui infus untuk menggantikan cairan yang hilang. Akan tetapi
jika penderita tidak muntah, cairan dapat diberikan melalui minuman atau
oralit. Bila penderita berangsur sembuh, susu tanpa gula mulai dapat
14
BADAN penderita (kg) dengan 75 mL
Bila berat badan anak tidak diketahui dan atau untuk memudahkan di lapangan
BAB
Berikanlah dorongan untuk ibu untuk meneruskan ASI
Untuk bayi dibawah 6 bulan yang tidak mendapatkan ASI, berikan
jam
*Ulangi bila nadi masih lemah atau tidak teraba
- Nilai kembali penderita tiap 1-2 jam. Bila rehidrasi belum
minum; biasanya setelah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak).
- Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai penderita
tidak merangsang.
Pengobatan spesifik
Menurut PPM RSUP sanglah untuk pemberian antibiotika pada
terhadap ampisilin masih peka, maka masih dapat digunakan dengan dosis
tidak efektif.
Pemakaian jangka pendek dengan dosis tunggal fluorokuinolon
gram dosis tunggal dan sefiksim 400 mg/hari selama 5 hari. Pemberian
16
siprofloksasin merupakan kontraindikasi terhadap anak-anak dan wanita
hamil.
Di negara-negara berkembang di mana terdapat kuman
basiler.
Pencegahan dan edukasi 30
1. Pemberian ASI eksklusif 6 bulan
2. Strelisasi botol susu bila bayi oleh karena suatu sebab tidak
mendapat ASI
3. Penyediaan dan tempat penyimpanan makanan anak/bayi
secara bersih
4. Gunakan air bersih dan matang untuk minum
5. Mencuci tangan sebelum menyiapkan dan memberi makan
6. Membuang tinja di jamban
7. Imunisasi campak
8. Makanan seimbang untuk menjaga gizi yang baik
Edukasi
1. ASI, Susu formula serta makanan harus dilanjutkan selama
2.11 Prognosis
pengobatan dini yang tepat serta kepekaan ameba terhadap obat yang diberikan.
Pada umumnya prognosis disentri adalah baik terutama pada kasus tanpa
komplikasi.29
Pada bentuk yang berat, angka kematian tinggi kecuali bila mendapatkan
pengobatan dini. Tetapi pada bentuk yang sedang, biasanya angka kematian
rendah; bentuk dysentriae biasanya berat dan masa penyembuhan lama meskipun
17
dalam bentuk yang ringan. Bentuk flexneri mempunyai angka kematian yang
rendah. 7
BAB III
KESIMPULAN
dengan sakit perut dan buang air besar encer yang bercampur lendir dan
18
darah. Etiologi dari disentri ada 2, yaitu disenstri basiler yang disebabkan
alkalis, tinja kecil-kecil dan banyak, darah dan tenesmus serta bila tinja
19
DAFTAR PUSTAKA
20
13. Sya’roni A., Hoesadha Y., 2006. Disentri Basiler. Buku Ajar
Penyakit Dalam. FKUI:Jakarta.
14. Hembing, 2006. Jangan Anggap Remeh Disentri. Diakses dari
http://portal.cbn.net.id/cbprtl/cybermed.
15. Agtini et al. 2005. The burden of diarrhoea, shigellosis, and cholera
in North Jakarta, Indonesia: findings from 24 onths surveillance. BMC Infect
Dis 5: 89 – 99
16. Herwana et al. 2010. Shigella-associated diarrhea in children in
South Jakarta, Indonesia. Southeast Asian J Trop Med Public Health 41: 418
– 425.
17. Milliotis MD, Bier JW. 2003. International handbook of foodborne
pathogens .New York: Marcel Dekker Inc.
18. Subekti D et al . 2001. Shigella spp. surveillance in indonesia: the
emergence or reemergence of S. Dysenteriae Emerg Infect Dis7: 137 – 140
19. Simanjuntak C. H., 1991. Epidemiologi Disentri. Diakses dari
http://www.kalbe.co.id/files/cdk.
20. http://slideplayer.com/slide/5381403/
21. http://ricky-fishery-art.blogspot.co.id/2011/07/air-sebagai-wahana-
penyakit-menular.html
22. http://emedicine.medscape.com/article/212029-overview
23. Gomez HF, Cleary TG. Shigella. Dalam: Behrman RE, Kliegman
RM, Jenson HB, penyunting. Nelson Text- book of Pediatrics. Edisi ke-16.
Pjiladelphia: WB Saunders; 2001. h. 848-50.
24. MM. Shigellosis. Dalam: Strickland GT. Hunter’s Tropical
Medicine and Emerging Infectious Diseases. Edisi ke-8. Philadelphia: W.B
Saunders Company; 2000.h. 319-23
25. Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA, dkk. Medical mi-crobiology. Edisi
ke-20. Stamford: Appleton & Lange; 1995. h. 212-4.
26. Dupont HL. Shigella Species (bacillary dysentery). Dalam:
Mandell GL, Bennet JE, Dolin R, penyunting. Principles and Practice of
Infectious Diseases. Volume kedua. Edisi ke-5. New York: Churchil
Livingstone; 2000. h. 2363-8.
27. Sack DA, Lyke C, Laughlin CM, Suwanvanichkij V. An-
timicrobial resistance in shigellosis, cholera and campylobacteriosis. 2013
Didapat dari: URL: http:// www.who.int/emc documents/antimicrobial
resistance/docs/ shigellosis.pdf. diakses 30 mei 2017.
21
28. JR, Hayward AR, Levin MJ, penyunting. Cur- rent pediatric
diagnosis & treatment. Shigellosis (bacillary dysentery). Dalam: Hay WW,
Groothuis. Edisi ke -13. Stam- ford: Appleton & Lange; 2007. h. 1033-4
29. Guerrant RL, Lima AAM. Inflammatory Enteritides. Dalam: Mandell GL,
Bennet JE, Dolin R, penyunting. Principles and Practice of Infectious Diseases.
Bagian pertama. Edisi ke-5. New york: Churchill Livingstone; 2000. h. 1126-
31.
30. Suraatmaja, S. Soettjiningsih 2000. Diare Akut dalam Pedoman
Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUP Sanglah, Denpasar ;
Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UNUD/RSUP Sanglah
31. Oesman, Nizam. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi III. Fakultas
kedokteran UI.: Jakarta.
22