MODUL TERAPAN
PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK
& LINGKUNGAN, EKONOMI SERTA
SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN
RENCANA TATA RUANG
Sumber gambar cover: www.thebalikpapan.wordpress.com
Kata Pengantar
Berkat limpahan Rahmat dan KaruniaNYA, serta puji syukur kehadirat Allah SWT, telah
tersusun Modul Terapan Pedoman Teknis Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan, Ekonomi,
serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang. Sebagaimana tercantum
dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang bahwa Pemerintah
dan pemerintah daerah berkepentingan dalam penyusunan rencana tata ruang sebagai
arahan pelaksanaan pembangunan agar tercipta keterpaduan dan keserasian
pembangunan oleh seluruh pemangku kepentingan.
Modul Terapan Pedoman Teknis Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan, Ekonomi, serta Sosial
Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang ini disusun dalam rangka untuk dapat lebih
memahami dan untuk memberikan penjelasan sistematis substansi pedoman, serta
memberikan penjelasan cara penggunaan Pedoman Teknis Analisis Aspek Fisik dan
Lingkungan, Ekonomi, serta Sosial Budaya.
Mudah-mudahan Modul Terapan Pedoman Teknis Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan,
Ekonomi, serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang ini dapat
mempercepat terwujudnya penataan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan
berkelanjutan di persada Nusantara.
Bab 1 Pendahuluan.......................................................................................................... 1
Kedudukan Legal Aspek Dalam Peraturan Penataan Ruang................................... 5
Kedudukan Dalam Proses Penataan Ruang............................................................ 6
Ruang Lingkup........................................................................................................ 7
Sistematika Buku Modul ........................................................................................ 8
Gambar A-1 Contoh Peta Topografi (Kasus: Kabupaten Minahasa Tenggara) ................................ 27
Gambar A-2 Contoh Peta Lereng (Kasus: Kabupaten Minahasa Tenggara)..................................... 29
Gambar A-3 Contoh Peta Jenis Batuan (Kasus: Kabupaten Minahasa Tenggara)s Batuan
Kabupaten Minahasa Tenggara .................................................................................. 31
Gambar A-4 Contoh Peta Formasi Geologi (Kasus: Kabupaten Minahasa Tenggara) ..................... 32
Gambar A-5 Contoh Peta Geologi (Kasus: Kabupaten Minahasa Tenggara) ................................... 33
Gambar A-6 Contoh Peta Jenis Tanah (Kasus: Kabupaten Minahasa Tenggara) ............................. 35
Gambar A-7 Contoh Peta Daerah Aliran Sungai /DAS (Kasus: Kabupaten Minahasa Tenggara) .... 37
Gambar A-8 Contoh Peta Kawasan Pertambangan (Kasus: Kabupaten Minahasa Tenggara) ........ 39
Gambar A-9 Contoh Peta Rawan Bencana (Kasus: Kabupaten Minahasa Tenggara) ..................... 41
Gambar A-10 Contoh Peta Tipologi Kerawanan Gunung Api (Kasus: Kabupaten Minahasa
Tenggara) ................................................................................................................... 42
Gambar A-11 Contoh Peta Rawan Banjir dan Longsor (Kasus: Kabupaten Minahasa Tenggara) ..... 43
Gambar A-12 Contoh Peta Penggunaan Tanah (Kasus: Kabupaten Minahasa Tenggara) ................ 45
Gambar A-13 Contoh Peta SKL Morfologi (Kasus: Kabupaten Minahasa Tenggara) ....................... 52
Gambar A-14 Contoh Peta Kestabilan Lereng (Kasus: Kabupaten Minahasa Tenggara) .................. 56
Gambar A-15 Contoh Peta Kestabilan Pondasi (Kasus: Kabupaten Minahasa Tenggara) ................. 59
Gambar A-16 Contoh Peta SKL Ketersedian Air (Kasus: Kabupaten Minahasa Tenggara) ................ 62
Gambar A-17 Contoh Peta SKL Drainase (Kasus: Kabupaten Minahasa Tenggara) .......................... 65
Gambar A-18 Contoh Peta SKL Erosi (Kasus: Kabupaten Minahasa Tenggara) ................................ 68
Gambar A-19 Contoh Peta SKL Pembuangan Limbah (Kasus: Kabupaten Minahasa Tenggara) ...... 71
Gambar A-20 Contoh Peta SKL Terhadap Bencana Alam (Kasus: Kabupaten Minahasa Tenggara) .. 74
Gambar A-21 Contoh Peta Kemampuan Lahan (Kasus: Kabupaten Minahasa Tenggara) ............... 78
Gambar A-22 Contoh Peta Arahan Tata Ruang Pertanian(Kasus: Kabupaten Minahasa Tenggara).. 81
Gambar A-23 Contoh Peta Arahan Rasio Tutupan (Kasus: Kabupaten Minahasa Tenggara) ............ 84
Gambar A-24 Contoh Peta Arahan Ketinggian Bangunan (Kasus: Kabupaten Minahasa Tenggara) 86
Gambar A-24 Contoh Peta Arahan Ketinggian Bangunan (Kasus: Kabupaten Minahasa Tenggara) 88
Tabel B-1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota 2002-2006 (%)......................... 102
Tabel B-2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut
Kabupaten/Kota 2003-2006 (Juta Rupiah) .................................................................... 103
Tabel B-3 Realisasi APBD Kota Bitung Menurut Komponen Pengeluaran Tahun 2006 .................. 104
Tabel B-4 Data Volume Ekspor Impor Di Wilayah Pontianak Tahun 2006 ...................................... 104
Tabel B-5 Tata Jenjang Pusat Pengembangan/Perkotaan Di Kabupaten Minahasa Tenggara ........ 105
Tabel B-6 Contoh Sejarah atau Perubahan Penggunaan Lahan (Data simulasi)............................. 106
Tabel B-7 Contoh Tabel Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan (Kasus: Kabupaten
Minahasa Tenggara Tahun 2007).................................................................................... 107
Tabel B-8 Contoh Tabel Produksi Pertanian di Wilayah Perencanaan Tahun t .............................. 109
Tabel B-9 Contoh Tabel Produksi Hasil Hutan (dalam M3) di Wilayah Perencanaan ..................... 109
Tabel B-10 Contoh Tabel Populasi Ternak di Wilayah Perencanaan Tahun t ................................... 110
Tabel B-11 Contoh Tabel Produksi dan Nilai Perikanan Laut Menurut Jenis Ikan di Wilayah
Perencanaan Tahun t ..................................................................................................... 110
Tabel B-12 Produksi Sumber Daya Pertambangan Di Wilayah Perencanaan .................................. 111
Tabel B-13 Contoh Tabel Panjang Jaringan Transportasi Utama di Wilayah Perencanaan
(simulasi) ....................................................................................................................... 115
Tabel B-14 Contoh Tabel Penilaian Potensi Pengembangan Dari Kondisi Jaringan Jalan di Wilayah
Perencanaan Tahun t ..................................................................................................... 115
Tabel B-15 Contoh Tabel Potensi Pelayanan Utilitas Di Wilayah Perencanaan Tahun t ................... 116
Tabel B-16 Contoh Tabel Analisis Potensi Pengembangan Dari Keberadaan Prasarana dan Sarana
Ekonomi di Wilayah Perencanaan (Tahun t) .................................................................. 117
Tabel B-17 Contoh Tabel Analisis Kondisi Utilitas Penyediaan Air Bersih Perumahan Formal di
Kota Palembang ............................................................................................................. 118
Tabel B-18 Contoh Tabel Proyeksi Kebutuhan Listrik Di Wilayah Perencanaan ............................... 119
Tabel B-19 Jumlah Penduduk Akhir Tahun Kabupaten Minahasa Tenggara Menurut Kecamatan
Dan Menurut Jenis Pekerjaan Tahun 2007 (Jiwa) .......................................................... 112
Tabel B-20 Perkembangan Keadaan Industri di Wilayah dan/atau Kawasan (Contoh: Kota Bekasi
Tahun 2004) ................................................................................................................... 123
Tabel B-21 Struktur Penduduk Menurut Kelompok Umur di wilayah dan/atau kawasan
(Ex. Kabupaten Bekasi, 2007) ........................................................................................ 124
Tabel B-22 Jumlah Penduduk Akhir Tahun Kabupaten Minahasa Tenggara Menurut Kecamatan
dan Menurut Pendidikan Tahun 2007 (Jiwa) ................................................................. 125
Tabel B-23 Contoh Tabel Tingkat Kesejahteraan Yang Telah Dicapai ............................................... 126
Tabel B-24 Contoh Tabel Distribusi Pendapatan per 20 % (kuantil) Kelompok Rumah Tangga ...... 126
Tabel B-25 Jumlah Keluarga Pra KS, KS I, KS II, KS III dan KS III+ Di Kabupaten Bekasi Tahun 2001
s/d 2006 ......................................................................................................................... 127
Tabel B-26 Laju Pertumbuhan Ekonomi Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Menurut
Kabupaten/Kota 2003-2006 (Juta Rupiah) .................................................................... 131
Tabel C-1 Jumlah Penduduk, Jumlah Penduduk Usia Produktif dan Tidak Produktif, Penduduk
Menurut Daerah Tempat Tingal, Penduduk Menurut Daerah, Kotamadya Jakarta
Utara .............................................................................................................................. 174
Tabel C-2 Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun Ke Atas Menurut Partisipasi Sekolah
Provinsi Bali Tahun 2005 ................................................................................................ 177
Tabel C-3 Perbandingan Banyak Murid, Rasio Jumlah Guru, Rasio Murid – Guru, Rasio Murid –
Kelas dalam beberapa tahun ......................................................................................... 178
Tabel C-4 Rasio Jumlah Murid dan Guru Sekolah Dasar di Provinsi Bali Tahun 2004 – 2006 ....... 179
Tabel C-5 Penduduk Yang Bekerja, Penduduk Yang Mencari Pekerjaan, Penduduk Bukan
Angkatan Kerja (Kotamadya Jakarta Utara) ................................................................... 181
Tabel C-6 Contoh Tabel Angka Kematian Bayi Per 1000 Kelahiran Menurut Jenis Kelamin dan
Wilayah/Kawasan Perencanaan Tahun .......................................................................... 185
Tabel C-7 Contoh Tabel Angka Kematian Balita Per 1000 Kelahiran Menurut Jenis Kelamin dan
Wilayah/Kawasan Perencanaan Tahun .......................................................................... 185
Tabel C-8 Contoh Tabel Angka Harapan Hidup Pada Waktu Lahir Menurut Jenis Kelamin dan
Daerah Tempat Tinggal Tahun ....................................................................................... 186
Tabel C-9 Kondisi Kesehatan Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Bali, 1999 ................................. 186
Tabel C-10 Persentase rumah tangga menurut beberapa fasilitas perumahan dan daerah tempat
tinggal ............................................................................................................................ 190
viii MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
&
TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI, SERTA SOSIAL
BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG disusun untuk
memberikan penjelasan sistematis substansi Pedoman dan cara penggunaan buku
Pedoman dalam Perencanaan Tata Ruang.
Substansi dari buku Pedoman yang dianggap sudah jelas tidak akan dijabarkan
kembali dalam buku modul ini. Oleh karenanya penggunaan buku modul ini tidak
dapat terpisah dari buku PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK
LINGKUNGAN, EKONOMI, SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM
PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
Pedoman-Pedoman Bidang
Penataan Ruang lainnya
Kawasan Lindung: §
Sistem Perkotaan & Perdesaan
§ Kawasan yang memberi §
Hirarki Pusat-pusat Pengembangan
perlndungan kawasan §
Hirarki Pusat Pelayanan
bawahannya §
Fungsi Pusat-pusat Pelayanan
§ Kawasan perlindungan §
Sistem Prasarana Wilayah:
setempat § Sistem Jaringan Prasarana
§ Kawasan suaka alam Transportasi
§ Kawasan pelestarian alam § Prasarana Telematikan
§ Kawasan rawan bencana § Sistem Prasarana
alam Pengairan
§ Kawasan lindung lainnya § Sistem Jaringan Prasarana
Energi
§ Sistem Prasarana
Lingkungan
Kawasan Budi Daya:
§ Kawasan hutan produksi
§ Kawasan pertanian
Pedoman Kriteria § Kawasan pertambangan
Kawasan Budi Daya § Kawasan industri
§ Kawasan pariwisata
§ Kawasan permukiman
§ Kawasan konservasi budaya
& sejarah
ANALISIS KAWASAN/WILAYAH
Bagian 4 Penutup
WACANA ACUAN yang memuat beberapa hal tersebut dapat dibaca pada
Bagian 2 buku modul ini!
Dasar Dasar
Pertimbangan Pertimbangan
Acuan Normatif Mengapa digunakan?
dalam untuk
perencanaan pelaksanaan
1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang
pasal 3
Payung utama sebagai
acuan penyusunan berbagai
dokumen penataan ruang
P
2. Undang-undang No.23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup
Sebagai acuan utama bagi
pengelolaan aspek fisik dan
lingkungan hidup
P
3. Peraturan Pemerintah RI No.26
Tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional.
Sebagai dasar hukum bagi
pengaturan dan strategi
penataan ruang
P
4. Peraturan Pemerintah RI No.38
Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara
Sebagai dasar hukum bagi
pemerintah daerah untuk
menyusun penataan ruang
P
Pemerintah, Pemerintah Daerah di daerahnya.
Provinsi, dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota.
5. Peraturan Pemerintah RI No. 10
Tahun 2000 tentang Tingkat
Ketelitian Peta Untuk Penataan
Sebagai acuan hukum bagi
tampilan peta P
Ruang dan Wilayah
6. Peraturan Pemerintah No.69
Tahun 1996 tentang Pelaksanaan
Hak dan Kewajiban serta Bentuk
Sebagai acuan bagi
pelibatan masyakarat dalam
penataan ruang
P
dan Tata Cara Peran Serta
Masyarakat Dalam Penataan
Ruang
7. Keputusan Presiden No.32 Tahun
1990 tentang Pengelolaan
Kawasan Lindung
Sebagai acuan bagi
pengelolaan aspek fisik dan
lingkungan hidup di
P
kawasan lindung
8. Keputusan Menteri KIMPRASWIL
Nomor 327 Tahun 2002 tentang
Penetapan Enam Pedoman Bidang
Acuan bagi penyusunan
RTRW Provinsi, RTRW
Kabupaten, dan RTRW Kota
PP
Penataan Ruang
1. Data hasil survei fisik dan lingkungan, ekonomi, dan Sebagai bahan analisis
sosial budaya di daerah perencanaan
Pendekatan KETERPADUAN
Pendekatan keterpaduan didapatkan melalui analisis ketiga aspek, yaitu fisik dan
lingkungan, ekonomi, serta sosial budaya, secara terpadu dan bersifat saling memperkuat
keputusan. Analisis aspek ekonomi, untuk mendapatkan keuntungan yang optimum,
mempertimbangkan analisis daya dukung fisik dan lingkungan yang memperhatikan
keseimbangan ekosistem dan didukung pula oleh peningkatan struktur sosial budaya kawasan
tersebut sehingga perencanaan mendorong kesejahteraan masyarakat pada kawasan/wilayah
yang direncanakan.
• Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa
yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus,
banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
• Geologi adalah ilmu tentang komposisi, struktur, dan sejarah bumi.
• Hidrologi adalah ilmu tentang air yang ada di dalam tanah atau pun di muka bumi,
keterdapatannya, peredaran dan sebarannya, sifat kimia dan fisikanya, serta reaksinya
dengan lingkungan, termasuk hubungannya dengan makhluk hidup.
• Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah suatu
indeks komposit yang mampu mencerminkan kinerja pembangunan manusia pada suatu
wilayah atau rentang waktu tertentu.
• Indikator Sosial Budaya adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk mengindikasikan
kondisi sosial budaya dari suatu masyarakat.
• Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya.
• Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan
sumber daya buatan.
• Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.
• Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk
pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan
ekonomi.
• Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian
dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan
distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
• Klimatologi adalah ilmu tentang sebab terjadinya, ciri, dan pengaruh iklim terhadap bentuk
fisik dan kehidupan di berbagai negeri yang berbeda.
• Pedoman adalah acuan bersifat umum, yang harus dijabarkan lebih lanjut dan dapat
disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan daerah setempat.
• Penataan ruang adalah sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang.
• Peta adalah suatu gambar dari unsur-unsur alam dan atau buatan manusia, yang berada di
atas maupun di bawah permukaan bumi yang digambarkan pada suatu bidang datar dengan
skala tertentu.
Sekarang...
Anda dapat mulai melakukan berbagai Teknik Analisis Aspek Fisik
Lingkungan, Ekonomi, serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata
Ruang
Arahan
Tata Ruang Pertanian
SKL Morfologi
Klimatologi
SKL Kestabilan
Arahan Ketinggian
Lereng
Bangunan
Geologi
SKL Kestabilan
Pondasi
Arahan Pemanfaatan
Hidrologi Air Baku
SKL Pembuangan
Penggunaan Lahan Limbah
Evaluasi
Pemanfaatan Lahan
SKL Terhadap yang Ada terhadap
Bencana Alam Kesesuaian Lahan
Kebijakan pemerintah
PENGUMPULAN DATA
Jenis Data:
1. Klimatologi Data
2. Topografi Data
3. Geologi Data
4. Hidrologi Data
Data
Data klimatologi ini bisa diperoleh dari Stasiun Meteorologi Penerbangan, Stasiun
Meteorologi Maritim, Stasiun Meteorologi dan Klimatologi, atau Stasiun Meteorologi dan
Geofisika yang terdekat atau berada di wilayah/kawasan perencanaan. Stasiun-stasiun ini
mengirimkan datanya pada Balai Besar Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) yang di
Indonesia terbagi dalam lima wilayah yaitu:
1. Balai Besar BMG Wilayah I yang berkedudukan di Medan (Jl. Ngumban Surbakti No. 15
Selayang II Medan), telp: 061-8222877, 8222878, fax: 061-8222878.
2. Balai Besar BMG Wilayah II yang berkedudukan di Ciputat (Jl. KP Bulak Raya Cempaka
Putih - Ciputat ) telp: 021-7402739, 7444338, 7426485, fax: 021-7402739.
3. Balai Besar BMG Wilayah III yang berkedudukan di Denpasar (Jl. Raya Tuban, Badung,
Bali), telp: 0361-751122, fax: 0361-757975.
4. Balai Besar BMG Wilayah IV yang berkedudukan di Makassar (Jl. Racing Centre No 4
Panaikang KP 1351 Makassar), telp: 0411-456493, 449243, fax: 0411-449286, 455019.
5. Balai Besar BMG Wilayah V yang berkedudukan di Jayapura (Jl. Raya Abepura Entrop Kp
1572 Jayapura 99224), telp: 0967-535418, 534439, 535419.
Sedangkan alamat stasiun meteorologi yang ada di Indonesia dapat dilihat dalam bagian
Lampiran dari buku modul ini.
2. DATA TOPOGRAFI
Data Topografi seringkali menjadi peta dasar dari berbagai peta lainnya. Peta ini bisa didapatkan
di Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional yang berkedudukan di Cibinong dalam
bentuk peta rupabumi baik dalam format cetak maupun digital. Dengan pengolahan secara
spasial, peta ini dapat diturunkan menjadi peta morfologi dan peta lereng. Contoh peta
topografi suatu wilayah dapat dilihat pada gambar berikut ini.
D A N A U
T O N D A N O BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG
L A U T
S U L A W E S I KABUPATEN MINAHASA TENGGARA
PROVINSI SULAWESI UTARA
TOPOGRAFI WILAYAH
KABUPATEN
MINAHASA
3 0 3 6 Km
KABUPATEN
MINAHASA SELATAN SKALA 1 : 100.000 (Pada kertas A1 : 59,4 cm x 84,1 cm)
1°7'30"
1°7'30"
LEGENDA
Ibukota Provinsi
Ibukota Kabupaten
å Kantor Kecamatan
Batas Provinsi
Wongkai Batas Kabupaten
Silian KEC. RATAHAN Batas Kecamatan
Wiau
KEC. TOULUAAN Jalan Arteri
RATAHAN
RANOKETANG TOMBATU
Jalan Kolektor
D. Buililin Wio
Winorangin Jalan Lokal
Kuyanga
Garis Pantai
Tambelang
KEC. TOMBATU Sungai
KEC. PUSOMAEN
Permukiman
banga
1°00'00"
1°00'00"
Tonsawang
Tatengesan
Lowotag
Ketinggian (m)
MINANGA 2000
KEC. BELANG
Malompar 1600
1400
KABUPATEN
BELANG
MINAHASA SELATAN 1200
1000
800
600
400
KEC. RATATOTOK
200
0
Sumber :
- Peta Rupabumi Bakosurtanal, Skala 1 : 50.000
Tahun 1991 Lembar 2416 - 43, 2416 - 44, 2417 - 12
- Hasil Analisis
Y
# Indeks Lokasi
123° 124° 125°
0°52'30"
0°52'30"
2°
2°
L A U T
M A L U K U
1°
1°
KABUPATEN
BOLAANG MONGONDOW
Prov. Sulawesi Utara
0°
0°
27
Klasifikasi Kelas Lereng
Terdapat berbagai macam pembagian kelas lereng. Pada umumnya, pembagian kelas lerengan
ini disesuaikan dengan kebutuhan analisa. Pada analisis aspek fisik wilayah, kelas lereng yang
biasa dipakai adalah sebagai berikut:
1) Lereng 0 % - 2%
2) Lereng 2% - 5%
3) Lereng 5% - 15%
4) Lereng 15% - 40%
5) Lereng > 40%
Pada peta topografi dengan skala dan kelengkapan yang memungkinkan, selang kelas lereng
5% -15%, dapat dibagi lagi menjadi kelas lereng 5% - 8%, dan 8% - 15%. Pada dasarnya, semakin
banyak pembagian kelas lereng ini akan semakin baik, karena akan semakin diketahui kondisi
lahan dengan lebih detil dimana setiap aktivitas pemanfaatan lahan akan membutuhkan
kesesuaian lahan dengan kriteria kelas lereng tertentu.
Interval Kontur
Persen kemiringan yang diinginkan = X 100
Jarak sesungguhnya yang ingin diketahui
Keterangan:
• Interval kontur adalah jarak antar garis kontur yang ada dalam peta topografi. Dalam peta
rupa bumi dapat diketahui contoh jarak antar garis kontur adalah 25 m.
• Persen kemiringan yang diinginkan adalah batas-batas kategori kelas lereng yang akan
dihitung, misalnya 2 (%), 5 (%), 15 (%), dan seterusnya.
• Jarak sesungguhnya yang ingin diketahui adalah jarak antar garis kontur yang ingin
diketahui kemiringan lerengnya. Jarak yang didapat ini adalah jarak sesungguhnya yang
ada di lapangan, sehingga bila akan dihitung dalam peta harus dikonversikan kembali
dengan skala peta yang bersangkutan.
Penentuan peruntukan banyak ditentukan oleh kelas lereng, misalnya peruntukan perumahan
ditempatkan pada lereng 0-15%, sementara perkebunan dan hutan pada kelas lereng 15%-40%.
Contoh peta spasial sebagai gambaran peta lereng dapat dilihat pada Gambar A-2 berikut ini.
D A N A U
T O N D A N O BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG
L A U T
S U L A W E S I KABUPATEN MINAHASA TENGGARA
PROVINSI SULAWESI UTARA
LERENG
U
KABUPATEN
MINAHASA
3 0 3 6 Km
KABUPATEN
MINAHASA SELATAN SKALA 1 : 100.000 (Pada kertas A1 : 59,4 cm x 84,1 cm)
1°7'30"
1°7'30"
LEGENDA
Ibukota Provinsi
Ibukota Kabupaten
å Kantor Kecamatan
Batas Provinsi
Wongkai
Batas Kabupaten
Silian KEC. RATAHAN
Batas Kecamatan
Wiau
KEC. TOULUAAN RATAHAN Jalan Arteri
RANOKETANG TOMBATU
D. Buililin Wio Jalan Kolektor
å Winorangin
Kuyanga
Jalan Lokal
Londola Rasi
Molompar Jalan Lain
Liwutung
Permukiman
banga
1°00'00"
1°00'00"
Tonsawang
Tatengesan
Lowotag
MINANGA Lereng 0 - 2 %
Malompar Lereng 2 - 15 %
KABUPATEN KEC. BELANG
Lereng 15 - 25 %
BELANG
MINAHASA SELATAN
Lereng 25 - 40 %
å
Lereng > 40 %
Ket : Klasifikasi lereng berdasarkan :
- Buku Pedoman Analisis Fisik dan Lingkungan untuk
KEC. RATATOTOK Penyusunan Tata Ruang
- Permen PU No. 20/PRT/M/2007
Sumber :
- Peta Rupabumi Bakosurtanal, Skala 1 : 50.000
Tahun 1991 Lembar 2416 - 43, 2416 - 44, 2417 - 12
- Hasil Analisis
Y
# Indeks Lokasi
123° 124° 125°
0°52'30"
0°52'30"
2°
2°
L A U T
M A L U K U
1°
1°
KABUPATEN
BOLAANG MONGONDOW
Prov. Sulawesi Utara
0°
0°
29
3. DATA GEOLOGI
Untuk data geologi umum, bisa didapat dengan skala 1 : 250.000, walaupun dimungkinkan data
geologi wilayah dengan informasi yang lebih rinci dan dengan skala yang lebih besar.
Seringkali mengingat keterbatasan waktu dan biaya, maka peta geologi wilayah perencanaan
lebih bersifat geologi tinjau yang berpegang pada geologi umum, dan lebih menekankan pada
rincian karakteristik litologi dan struktur geologinya, dengan tidak mengabaikan stratigrafi serta
unsur-unsur geologi lainnya. Contoh data peta geologi dapat dilihat pada gambar-gambar
berikut ini.
Andesite
Alluvium
Tepftra
Basalt
Gambar A-4 Contoh Peta Formasi Geologi (Kasus: Kabupaten Minahasa Tenggara)
124°30'00" 124°37'30" 124°45'00" 124°52'30" 125°00'00"
D A N A U
T O N D A N O BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG
L A U T
S U L A W E S I KABUPATEN MINAHASA TENGGARA
PROVINSI SULAWESI UTARA
GEOLOGI
KABUPATEN
MINAHASA
KABUPATEN 3 0 3 6 Km
MINAHASA SELATAN
SKALA 1 : 100.000 (Pada kertas A1 : 59,4 cm x 84,1 cm)
1°7'30"
1°7'30"
LEGENDA
Ibukota Provinsi
Ibukota Kabupaten
å Kantor Kecamatan
Batas Provinsi
Wongkai Batas Kabupaten
Silian KEC. RATAHAN Batas Kecamatan
Wiau
KEC. TOULUAAN RATAHAN Jalan Arteri
RANOKETANG TOMBATU
D. Buililin Wio Jalan Kolektor
å Winorangin
Kuyanga Jalan Lokal
Londola Rasi
Molompar Jalan Lain
Liwutung
Garis Pantai
Tambelang
KEC. TOMBATU Sungai
KEC. PUSOMAEN
Permukiman
banga
1°00'00"
1°00'00"
Tonsawang
Tatengesan
Lowotag
MINANGA
KEC. BELANG QTv Tufa Tondano
Malompar
Qa Alluvium dan Endapan pantai
KABUPATEN Qs Endapan Danau & Sungai
BELANG
MINAHASA SELATAN
Qv Batuan Gunung Api Muda
å
TQpv Batuan Gunung Api Pinogu
Tmbv Batuan Gunung Api Bilungala
Tml Batu Gamping Ratatoto
KEC. RATATOTOK
Tmv Batuan Gunung Api
Sumber :
- Peta Rupabumi Bakosurtanal, Skala 1 : 50.000
Tahun 1991 Lembar 2416 - 43, 2416 - 44, 2417 - 12
- Peta Geologi dan Potensi bahan Galian Sulawesi Utara,
Departemen Pertambangan dan Energi Tahun 1995
å Indeks Lokasi
0°52'30"
0°52'30"
123° 124° 125°
2°
2°
L A U T
M A L U K U
1°
1°
KABUPATEN
BOLAANG MONGONDOW
Prov. Sulawesi Utara
0°
0°
33
Peta jenis batuan pada Gambar A-3 di atas didapat dari Peta Geologi dan Potensi Bahan Galian
yang dikeluarkan oleh Departemen Pertambangan dan Energi, Tahun 1995. Peta tersebut
menggambarkan kondisi wilayah berdasarkan faktor litologi atau jenis batuan induk
pembentuknya. Sedangkan berdasarkan formasi batuan wilayah akan didapat peta formasi
geologi seperti terlihat pada Gambar A-4.
Untuk data penggunaan tanah eksisting, pada buku pedoman belum dijelaskan sumber data
ataupun cara mendapatkan datanya. Jenis tanah dapat dilihat pula dari data geologi, karena
jenis batuan induk tertentu akan menghasilkan jenis tanah tertentu pula. Peta jenis tanah ini
dapat dilihat dari peta sistem lahan yang diambil dari peta RePProT (Rencana Pengembangan
Proyek Transmigrasi) tahun 1997 seperti contoh pada Gambar A-6. berikut ini.
D A N A U
T O N D A N O BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG
L A U T
S U L A W E S I KABUPATEN MINAHASA TENGGARA
PROVINSI SULAWESI UTARA
KABUPATEN
MINAHASA
KABUPATEN 3 0 3 6 Km
MINAHASA SELATAN
SKALA 1 : 100.000 (Pada kertas A1 : 59,4 cm x 84,1 cm)
1°7'30"
1°7'30"
LEGENDA
Ibukota Provinsi
Ibukota Kabupaten
å Kantor Kecamatan
Batas Provinsi
Wongkai Batas Kabupaten
Silian KEC. RATAHAN Batas Kecamatan
Wiau
KEC. TOULUAAN RANOKETANG
RATAHAN Jalan Arteri
TOMBATU
D. Buililin Wio Jalan Kolektor
å Winorangin
Kuyanga Jalan Lokal
Londola Rasi
Molompar Jalan Lain
Liwutung
Garis Pantai
Tambelang
KEC. TOMBATU Sungai
KEC. PUSOMAEN
Permukiman
banga
1°00'00"
1°00'00"
Tonsawang JENIS TANAH
Tatengesan
Lowotag
Dystropepts; Dystrandepts; Tropaquepts
MINANGA Dystropepts; Humitropepts; Tropohumults
Malompar
Dystropepts; Humitropepts; Tropudalfs
Dystropepts; Tropudults; Troperthents
KABUPATEN KEC. BELANG
BELANG Euntrandepts; Eutropepts
MINAHASA SELATAN
Eutropepts
å
Eutropepts; Dystrandept
Eutropepts; Eutrandepts
Humitropepts; Dystrandepts; Hydrandepts
KEC. RATATOTOK Rendolls; Eutropepts
Sulfaquents; Hydraquents
Tropopsamments; Tropaquents
Tropudults; Dystropepts; Eutropepts
Sumber :
- Peta Rupabumi Bakosurtanal, Skala 1 : 50.000
Tahun 1991 Lembar 2416 - 43, 2416 - 44, 2417 - 12
Y
# - Peta Tanah, Puslitanah Bogor skala 1 : 200.000
0°52'30"
0°52'30"
Indeks Lokasi
123° 124° 125°
2°
2°
L A U T
M A L U K U
KABUPATEN
1°
1°
BOLAANG MONGONDOW
0°
35
4. DATA HIDROLOGI
Data hidrologi merupakan data yang terkait dengan tata air yang ada, baik di permukaan
maupun di dalam tanah/bumi. Tata air yang berada di permukaan tanah dapat berbentuk
badan-badan air terbuka seperti sungai, kanal, danau/situ, mata air, dan laut. Sedangkan tata air
yang berada di dalam tanah (geohidrologi) dapat berbentuk aliran air tanah atau pun sungai
bawah tanah. Data tata air diperlukan untuk dapat melihat dan memperkirakan ketersediaan air
untuk suatu wilayah. Informasi yang dibutuhkan dari data hidrologi ini adalah kuantitas dan
kualitas air yang ada. Data kuantitas terkait dengan pola dan arah aliran serta debit air yang ada
dari masing-masing badan air. Sedangkan data kualitas terkait dengan mutu air (dilihat dari sifat
fisik, kimia dan biologi). Namun data yang terkait dengan kondisi hidrologi ini biasanya sukar
didapat karena harus melakukan pengambilan data primer/pengamatan langsung. Data
sekunder biasanya didapat dari instansi yang terkait dengan lingkungan dan PAM. Data umum
hidrologi yang biasa tersedia adalah peta lokasi badan air (sungai, danau, laut) yang dapat dilihat
dari peta rupabumi. Dari peta ini biasanya bisa didapat informasi wilayah sungai dan daerah
aliran sungai, termasuk pola dan arah alirannya.
Gambar Berikut ini merupakan contoh peta daerah aliran sungai yang terdapat pada suatu
wilayah. Lokasi DAS yang ada di wilayah ini dideliniasi dari peta rupabumi yang dikeluarkan oleh
Bakosurtanal.
Abuang Lowatag
Bangasu Makalu
Banger Malompar
Belang Minanga
Bentenan Palaus
Kalait Pangu
Kaluya Ranoako
Katayang Ratahan
Kuala Nunuk Tatengesan
Lahendong Tilawat
Liwutung Totok
Sumber:
- Peta Rupabumi Bakosurtanal, Skala 1 : 50.000
- Peta Lampiran UU No. 9 Tahun 2007
- Hasil Analisis
37
5. DATA SUMBERDAYA MINERAL DAN BAHAN GALIAN
Data sumber daya mineral dan bahan galian merupakan data lokasi dari berbagai jenis bahan
tambang dan galian yang ada di wilayah/kawasan perencanaan. Peta ini dapat diperoleh di
instansi terkait (misal: Departemen ESDM), pemerintah setempat yang telah
mengidentifikasinya, serta dari hasil analisis peta geologi berdasarkan jenis dan formasi batuan
pembentuk wilayah. Gambar A-8. berikut ini adalah contoh peta kawasan pertambangan yang
ada di suatu wilayah.
D A N A U
T O N D A N O BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG
L A U T
S U L A W E S I KABUPATEN MINAHASA TENGGARA
PROVINSI SULAWESI UTARA
KAWASAN PERTAMBANGAN
DAN BAHAN GALIAN (EKSISTING)
U
KABUPATEN
MINAHASA
3 0 3 6 Km
KABUPATEN
MINAHASA SELATAN SKALA 1 : 100.000 (Pada kertas A1 : 59,4 cm x 84,1 cm)
1°7'30"
1°7'30"
LEGENDA
T
$
Ibukota Provinsi
Ibukota Kabupaten
å Kantor Kecamatan
%
U
Batas Provinsi
%
U Wongkai
Batas Kabupaten
Silian KEC. RATAHAN
Batas Kecamatan
Wiau
KEC. TOULUAAN %
U RATAHAN
RANOKETANG TOMBATU
Jalan Arteri
D. Buililin Wio Jalan Kolektor
å Winorangin
Kuyanga
Jalan Lokal
Londola Rasi
Molompar Jalan Lain
Liwutung
1°00'00"
Tonsawang T
$ Tatengesan
Lowotag
KONTRAK KARYA PERTAMBANGAN
MINANGA
KEC. BELANG Pasca Penutupan Tambang
Malompar
KABUPATEN T
$ LOGAM MULIA
BELANG Emas (Au)
MINAHASA SELATAN
T
$ å
T
$ MINERAL INDUSTRI
Barit, Batu Gamping, Batu Lempung, Belerang,
Bentonit, Posfat
T
$
%
U BAHAN GALIAN BANGUNAN
KEC. RATATOTOK Obsidian, Pasir, Andesit, Batu Paras,
Batu Apung, Granit, Batu dan Pasir, Tras
Basaan
T
$ Sumber :
- Peta Rupabumi Bakosurtanal, Skala 1 : 50.000
Tahun 1991 Lembar 2416 - 43, 2416 - 44, 2417 - 12
- Dit Geologi DEP-ESDM RI, Tahun 2005
RATATOTOK - Dinas Pertambangan Prov. SULUT, Tahun 2006
Indeks Lokasi
0°52'30"
0°52'30"
123° 124° 125°
2°
2°
L A U T
M A L U K U
1°
KABUPATEN
1°
BOLAANG MONGONDOW
Prov. Sulawesi Utara
0°
0°
39
6. DATA BENCANA ALAM
Data bencana alam merupakan informasi penting yang harus dimiliki oleh wilayah/kawasan
perencanaan. Pendeliniasian serta penentuan tipologi wilayah berdasarkan kerawanan atas
bencana ini dapat dilihat lebih detil pada buku pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan
Letusan Gunung Berapi dan Kawasan Rawan Gempa Bumi serta buku pedoman Penataan Ruang
Kawasan Rawan Bencana Longsor. Dari masing-masing data/peta kerawanan (Gambar A-10
dan A-11) ditumpang tindih sehingga didapat peta kerawanan wilayah terhadap bencana alam
seperti terlihat pada contoh gambar berikut ini.
D A N A U
T O N D A N O
BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG
L A U T
S U L A W E S I KABUPATEN MINAHASA TENGGARA
PROVINSI SULAWESI UTARA
RAWAN BENCANA
KABUPATEN
MINAHASA
KABUPATEN 3 0 3 6 Km
MINAHASA SELATAN
SKALA 1 : 100.000 (Pada kertas A1 : 59,4 cm x 84,1 cm)
Kuntung Kawatak
1°7'30"
1°7'30"
Dungusan Soputan Kuntung Potong
Z
$ Kuntung Maim beng
LEGENDA
Pinus
Dungusan Potong
Kuntung Manimporok
Ibukota Provinsi
Londola Incit
Pangu Kuala Sapangk o
Ibukota Kabupaten
Londola Kelewaha
Kuala Kaluy a
Kuala Palaus Kalatin
Dungusan Keleweng
Dungusan Pas o Kantor Kecamatan
Kuala Lalaus
å
Kuala Pantuah
Kuala Lahendong
Kuala Makalu
Batas Provinsi
Londola M amaya
Londola Lim bale Kuala Kaw iwi
Batas Kabupaten
Londola Bangasu Londoa Sue Silian Dua Silian Satu KEC. RATAHAN Low u 1
Low u 2
Kuala Npung
Lobu
Kuala Ralih
Batas Kecamatan
Kuala Ropoa
Londola R anoak o
Ranoketangatas Ratahan
Dungusan T otadel
Tosuraya
Luah Kaw elaan Luah Seledan R A T A H A N
KEC. TOULUAAN Londola Pinam angk ulan Jalan Arteri
Tombatu Londola Lim bale
Londola Lim bale Luah Sos ong Londola T utua Waw ali Wioi
Tombatu Dua
Londola M alebu Luah Bulilin
Dungusan T akalelang Luah Tutud Kuala Pula Kuala Palaus Jalan Kolektor
Betelen
Kali
Tombato Tiga Luah Kuy anga Winorangin kuala T awang
å Kuy anga Rasi
Dungusan Kuni Tombato Satu
Londola T iwalai Jalan Lokal
Kuala Muningkawok
Luah Us eban
Kuala Sinoran
Londola Lim bale Kuala Masew eng
Ranoako Dungusan Keneng Mundung
Luah Derel
Londola Sos oan Molompar D ua
Jalan Lain
Dungusan Bas ian
Molompar Liw utung 2 Kuala Abuang
Tolombukan Liw utung
Es andon
Molompar s atu Kuala Banger
Liw utung 1
Liw utung 1
Garis Pantai
Kuala Nunuk
KEC. TOMBATU Londoya Katayan
Kuala Molampar
Kuala Lahendong
Tambelang Londala Yarorongan
Luah Lahendong Sungai
Kuala Hais
Bunag
Kuala Kok or KEC. PUSOMAEN
Londola T iwalako
Luah Mongkawok
Dungusan D okoliuan
Londola T iwatak oDungusan Am burum alad
Maulit
Kuala Nunuk Sesar/Patahan
Kuala Kok or Ponik i
Dungusan Solas ang
Kuala Malompar
Londola Lom angi Londola R anoak o Kuala W ongangaan
Dungusan T hewe Kuala Hais Som pini
Kuala Sepel Kuala Poniki
1°00'00"
Kuala Minanga
1°00'00"
Banga
Kuala Abuang Tatengesan
Kuala W aw esan 1 Z
$ Daerah BAHAYA Gunung Api (Radius 5 Km)
Londola Suratkedong Kuala Mongawo Y
#
Tonsawang
Kuala Paneren
Dungusan Pongotitingan
Low atag Dungusan M okowatak Dungusan Bok ason Teluk Sompini
Kuala Palaus 2
Dungusan M ogoy unggung Kuala Palaus 1 Kuala Makalu
Tonbatu Kuala Banger
Minanga
Dungusan Lom angi Rumput Tumbak
Bak au
Dungusan Surat
Dungusan Kas arengan
Minahas a
KEC. BELANG Z
$ Daerah WASPADA Gunung Api (Radius 8 Km)
K E C. Kuala Malompar
Kuala W aw esan 2
Tababo
Watuliney
Londola M atuatuahKuala Totok Dungusan Lem o
Londola T ambaga
TOMBATU Londola Kas arengan
Pis a
Beringin
Kuala W aw esan 2 Malompar
Kuala Kaanon
Dungusan Buk u Rawan bahaya Aliran Lava
KABUPATEN
Dungusan R antai Dungusan Supit Buk u
Kuala Binuang
MINAHASA SELATAN Dungusan M abiringan
Dungusan D ahera Dungusan Solinggoat
Rawan Banjir dan Gelombang Pasang
Kuala Binuang
å
Morea
Kuala Mangkit
Kuala Limpoga
Kuala Dongit
Kuala Totok
Ratatotok 1 Pltd
Y
#
Indeks Lokasi
Ratatotok 2
12 3° 12 4° 12 5°
0°52'30"
0°52'30"
Bak au
2°
2°
L A U T
M A L U K U
1°
1°
KABUPATEN
Prov. Sulawesi Utara
BOLAANG MONGONDOW
0°
0°
12 3° 12 4° 12 5°
41
42
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
TIPOLOGI KAWASAN RAWAN BENCANA LETUSAN GUNUNG API
Pemukiman
Sumber:
- Peta Rupabumi Bakosurtanal, Skala 1 : 50.000
- Hasil Analisa
Gambar A-10 Contoh Peta Tipologi Kerawanan Gunung Berapi (Kasus: Kabupaten Minahasa Tenggara)
LOKASI BANJIR DAN LONGSOR 2007
Longsor
Banjir
Sumber:
- Peta Rupabumi Bakosurtanal, Skala 1 : 50.000
- Peta Lampiran UU No. 9 Tahun 2007
43
7. DATA PENGGUNAAN LAHAN
Luas Permukiman • Peta Rupa Bumi Peta Penggunaan • Sub Bab 2.2.7
Luas Perdagangan • Pengamatan Lahan (Land Use) • Tabel 2.9
Luas Industri Lapang • Gambar 2.12
Luas Sawah • Peta citra satelit,
Luas Rawa
Luas Danau, sungai,
kolam
Luas Tambak
Luas penggunaan lainnya
Data penggunaan lahan (Land Use) didapat dari kombinasi berbagai data dan peta seperti:
• Peta Rupabumi (terdapat informasi lahan permukiman, sawah, kebun/tegalan, hutan, rawa,
danau, sungai)
• Peta citra satelit (terdapat informasi penutupan lahan yang dapat dibedakan karakter
vegetasi dan non vegetasi)
• Peta foto udara (terdapat informasi yang lebih detil seperti kawasan perumahan,
perdagangan/perniagaan, industri, sawah/ladang, perkebunan, hutan, kolam, tambak, dan
lainnya)
• Pengamatan lapang (observasi) dan informasi/wawancara masyarakat secara langsung.
Berikut ini merupakan contoh informasi penggunaan lahan yang ada di suatu wilayah.
D A N A U
T O N D A N O BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG
L A U T
S U L A W E S I KABUPATEN MINAHASA TENGGARA
PROVINSI SULAWESI UTARA
PENGGUNAAN TANAH
U
KABUPATEN
MINAHASA
3 0 3 6 Km
KABUPATEN
MINAHASA SELATAN (Pada kertas A1 : 59,4 cm x 84,1 cm)
SKALA 1 : 100.000
1°7'30"
1°7'30"
LEGENDA
Ibukota Provinsi
Ibukota Kabupaten
å Kantor Kecamatan
Batas Provinsi
Wongkai
Batas Kabupaten
Silian KEC. RATAHAN
Batas Kecamatan
Wiau
KEC. TOULUAAN RATAHAN Jalan Arteri
RANOKETANG TOMBATU
D. Buililin Wio Jalan Kolektor
å Winorangin
Kuyanga
Jalan Lokal
Londola Rasi
Molompar Jalan Lain
Liwutung
Permukiman
banga
1°00'00"
1°00'00"
Tonsawang
Tatengesan
Lowotag Penggunaan Tanah di Kabupaten Minahasa Tenggara :
Perkampungan Tegalan
KEC. RATATOTOK
Sumber :
- Peta Rupabumi Bakosurtanal, Skala 1 : 50.000
Tahun 1991 Lembar 2416 - 43, 2416 - 44, 2417 - 12
- Citra Landsat TM7 , Pathrow 112-59 , 5 November 2005
- Survey Lapang Tahun 2008
Y
# Indeks Lokasi
123° 124° 125°
0°52'30"
0°52'30"
2°
2°
L A U T
M A L U K U
1°
1°
KABUPATEN
BOLAANG MONGONDOW
Prov. Sulawesi Utara
0°
0°
Data-data yang ada dan dihasilkan dari studi-studi ini dapat menjadi data pendukung yang
diperlukan dalam menganalisis aspek fisik dan lingkungan. Dengan begitu, penting untuk
mengumpulkan berbagai studi terkait sebagai bahan referensi dan dalam mempertajam hasil
analisis yang dilakukan.
Kebijakan Pemerintah
· Bahan pertimbangan Sub Bab 2.2.9
Penggunaan Lahan Pemerintah
· dalam membuat
Daerah rekomendasi kesesuaian
lahan
Data kebijakan pengembangan fisik ini terkait dengan berbagai program dan kebijakan
Pemerintah dan Pemerintah Daerah setempat dalam pemanfaatan ruang. Misalnya:
• berbagai program pertanian untuk pengembangan komoditas tertentu dapat dilaksanakan
pada lahan-lahan yang sesuai secara fisik dan kondisi agroklimat yang ada di
wilayah/kawasan perencanaan.
• Program pembangunan perumahan dari pemerintah dapat dilaksanakan pada lahan-lahan
yang sesuai untuk peruntukan pembangunan rumah.
• Dan sebagainya.
Jenis Analisis:
SKL
1. SKL Morfologi SKL
2. SKL Kemudahan SKL
Dikerjakan SKL
3. SKL Kestabilan Lereng SKL
KL
4. SKL Kestabilan Pondasi SKL
5. SKL Ketersediaan Air SKL
8. SKL Pembuangan
Limbah
Sebelum memulai langkah penyusunan masing-masing SKL, maka perlu diketahui terlebih
dahulu beberapa parameter penting yang digunakan, yaitu:
KETINGGIAN
Peta ketinggian dibuat dari peta topografi yang bersumber dari peta topografi dengan skala
terbesar yang tersedia, yang dapat diperoleh pada instansi: Badan Koordinasi Survei dan
Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL), Badan Pertanahan Nasional (BPN), Direktorat Topografi-
TNI Angkatan Darat, Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral Departemen Energi
dan Sumber Daya Mineral, dan instansi terkait lainnya.
Kelas ketinggian dapat dibuat dengan membagi wilayah studi dari titik minimum hingga titik
tertinggi menjadi beberapa kelas yang diinginkan.
MORFOLOGI
Gunung/Gunung Berapi:
Satuan tubuh gunung/gunung berapi ini hampir sama dengan satuan morfologi perbukitan, dan
umumnya merupakan sub satuan perbukitan sedang hingga terjal, namun membentuk kerucut
tubuh gunung/gunung berapi. Satuan tubuh gunung/gunung berapi ini perlu dipisahkan dari
satuan perbukitan, karena tubuh gunung/gunung berapi mempunyai karakterisitk tersendiri
dan berbeda dari perbukitan umumnya, seperti banyak dijumpai mata air, kandungan-
kandungan gas beracun, dan sumber daya mineral lainnya yang khas gunung/gunung berapi.
Bukit/Perbukitan:
Satuan morfologi perbukitan adalah bentuk bentang alam yang memperlihatkan relief baik
halus maupun kasar, serta membentuk bukit-bukit dengan kemiringan lereng yang bervariasi.
Secara lebih rinci, satuan morfologi perbukitan dapat dibagi lagi atas tiga sub satuan, yakni :
• Sub satuan morfologi perbukitan landai dengan kemiringan lereng antara 5% - 15% dan
memperlihatkan relief halus;
• Sub satuan morfologi perbukitan sedang dengan kemiringan lereng berkisar antara 15% -
40% dan memperlihatkan relief sedang, dan
• Sub satuan morfologi perbukitan terjal dengan kemiringan lebih dari 40% dan
memperlihatkan relief kasar.
Datar/Dataran:
Satuan morfologi dataran adalah bentuk bentang alam yang didominasi oleh daerah yang relatif
datar atau sedikit bergelombang, dengan kisaran kelas lereng 0% - 5%. Lebih rinci lagi satuan
morfologi dataran ini dapat dibedakan atas dua sub satuan, yakni:
• Sub satuan morfologi dataran berkisar antara 0% - 2%; dan
• Sub satuan morfologi medan bergelombang dengan kisaran kelas lereng lebih dari 2% hingga
5%.
Data geologi umum diperlukan untuk mengetahui kondisi fisik secara umum, terutama pada
batuan dasar yang akan menjadi tumpuan dan sumber daya alam wilayah ini, serta beberapa
kemungkinan bencana yang bisa timbul akibat kondisi geologinya atau lebih dikenal dengan
bencana alam beraspek geologi. Data geologi ini mencakup stratigrafi uraian litologinya, struktur
geologi, serta penampang-penampang geologi.
Peta geologi wilayah memuat semua unsur geologi seperti yang dikehendaki pada geologi
umum, hanya lebih terinci yang kemungkinan akan berbeda dari peta geologi umum, karena
dilakukan penelitian pada skala lebih besar. Mengingat keterbatasan waktu dan biaya, maka
peta geologi wilayah perencanaan ini lebih bersifat geologi tinjau yang berpegang pada geologi
umum, dan lebih menekankan pada rincian karakteristik litologi dan struktur geologinya, dan
tentunya dengan tidak mengabaikan stratigrafi serta unsur-unsur geologi lainnya.
Data geologi permukaan adalah kondisi geologi tanah/batu yang ada di permukaan dan
sebarannya baik lateral maupun vertikal hingga kedalaman batuan dasar serta sifat-sifat
keteknikan tanah/batu tersebut, dalam kaitannya untuk menunjang pengembangan kawasan.
Data geologi permukaan hanya dapat diperoleh dari penelitian lapangan (data primer), dengan
penyebaran vertikal diperoleh berdasarkan hasil pemboran dangkal. Sifat keteknikan dengan
keterbatasan biaya dan waktu penelitian hanya dapat disajikan berupa pengamatan
megaskopis, kecuali daya dukung tanah/batu yang dapat dipertajam dari hasil pengujian sondir.
AIR TANAH
Data air tanah dapat dipisahkan atas air tanah dangkal dan air tanah dalam, yang masing-masing
diupayakan diperoleh besaran potensinya. Air tanah dangkal adalah air tanah yang umum
digunakan oleh masyarakat sebagai sumber air bersih berupa sumur-sumur, sehingga untuk
mengetahui potensi air tanah bebas ini perlu diketahui kedalaman sumur-sumur penduduk, dan
kemudian dikaitkan dengan sifat fisik tanah/batunya dalam kaitannya sebagai pembawa air.
Selain besarannya, air tanah ini perlu diketahui mutunya secara umum, dan kalau
memungkinkan hasil pengujian mutu air dari laboratorium.
PENGGUNAAN LAHAN
Penggunaan lahan didapat dari citra satelit tahun terakhir yang bisa didapat. Dari hasil
interpretasi citra satelit ini, lengkapi pula cara dengan groundcheck dan survei lapangan.
Memilah bentuk bentang alam/ • Peta Morfologi • Peta SKL Sub Bab 2.3.1
morfologi pada wilayah dan/atau • Peta Morfologi Gambar 2.13
kawasan perencanaan yang mampu Kemiringan
untuk dikembangkan sesuai dengan • Potensi &
Lahan
fungsinya Kendala untuk
• Pengamatan tiap kelas
Lapang Morfologi
Langkah Pelaksanaan
1) Hitung kemiringan lereng wilayah perencanaan secara terinci dari peta topografi, dan
sesuaikan/pertajam dengan hasil pengamatan lapangan, dengan pembagian seperti yang
disyaratkan pada kompilasi data.
2) Dalam kasus tidak tersedia peta topografi yang memadai, kemiringan lereng ditentukan
berdasarkan pengamatan langsung di lapangan dan plotting pada peta dasar (peta ini adalah
merupakan peta sketsa kemiringan lereng).
3) Tentukan satuan-satuan morfologi yang membentuk wilayah perencanaan berdasarkan peta
topografi dan atau peta kemiringan lereng tersebut.
4) Tentukan tingkatan kemampuan lahan morfologi berdasarkan peta-peta hasil analisis di atas,
dan persyaratan atau batasan yang diharapkan pada pengembangan kawasan.
5) Deskripsikan potensi dan kendala morfologi masing-masing tingkatan SKL Morfologi
tersebut
HASIL
MORFOLOGI LERENG SKL MORFOLOGI NILAI
PENGAMATAN
Gunung/Pegunungan (Groundcheck / Kemampuan lahan dari morfologi
> 40 % 1
dan Bukit/Perbukitan Survei Lapangan) tinggi
Gunung/Pegunungan Kemampuan lahan dari morfologi
25 - 40 % 2
dan Bukit/Perbukitan cukup
Kemampuan lahan dari morfologi
Bukit/Perbukitan 15 - 25 % 3
sedang
Kemampuan lahan dari morfologi
Datar 2 - 15 % 4
kurang
Kemampuan lahan dari morfologi
Datar 0-2% 5
rendah
SKL Morfologi
Morfologi berarti bentang alam. Kemampuan lahan dari morfologi tinggi berarti kondisi
morfologis suatu kawasan kompleks. Morfologi kompleks berarti bentang alamnya berupa
gunung, pegunungan, dan bergelombang. Akibatnya, kemampuan pengembangannnya sangat
rendah sehingga sulit dikembangkan dan atau tidak layak dikembangkan. Lahan seperti ini
sebaiknya direkomendasikan sebagai wilayah lindung atau budi daya yang tak berkaitan dengan
manusia, contohnya untuk wisata alam. Morfologi tinggi tidak bisa digunakan untuk peruntukan
ladang dan sawah. Sedangkan kemampuan lahan dari morfologi rendah berarti kondisi
morfologis tidak kompleks. Ini berarti tanahnya datar dan mudah dikembangkan sebagai tempat
permukiman dan budi daya.
Perhatikan..!!
Penghitungan/pengamatan kemiringan lereng harus dilakukan dengan teliti,
karena beberapa analisis satuan kemampuan lahan menggunakan
kemiringan lereng ini sebagai salah satu masukannya.
D A N A U
T O N D A N O BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG
L A U T
S U L A W E S I KABUPATEN MINAHASA TENGGARA
PROVINSI SULAWESI UTARA
SKL MORFOLOGI
U
KABUPATEN
MINAHASA
3 0 3 6 Km
KABUPATEN
MINAHASA SELATAN SKALA 1 : 100.000 (Pada kertas A1 : 59,4 cm x 84,1 cm)
1°7'30"
1°7'30"
LEGENDA
Ibukota Provinsi
Ibukota Kabupaten
å Kantor Kecamatan
Batas Provinsi
Wongkai
Batas Kabupaten
Silian KEC. RATAHAN
Batas Kecamatan
Wiau
KEC. TOULUAAN RATAHAN Jalan Arteri
RANOKETANG TOMBATU
D. Buililin Wio Jalan Kolektor
å Winorangin
Kuyanga
Jalan Lokal
Londola Rasi
Molompar Jalan Lain
Liwutung
1°00'00"
Tonsawang
Tatengesan
Lowotag
Warna SKL Morfologi Luas (Ha) %
MINANGA
KEC. BELANG Kemampuan Lahan dari
9.381,33 13,20
Malompar
Morfologi Tinggi
Sumber :
- Peta Rupabumi Bakosurtanal, Skala 1 : 50.000
Tahun 1991 Lembar 2416 - 43, 2416 - 44, 2417 - 12
- Permen PU No. 20/PRT/M/2007
- Hasil Analisis
Y
# Indeks Lokasi
123° 124° 125°
0°52'30"
0°52'30"
2°
2°
L A U T
M A L U K U
1°
1°
KABUPATEN
BOLAANG MONGONDOW
Prov. Sulawesi Utara
0°
0°
Gambar A-13 Contoh Peta SKL Morfologi (Kasus: Kabupaten Minahasa Tenggara)
2. ANALISIS SATUAN KEMAMPUAN LAHAN (SKL) KEMUDAHAN DIKERJAKAN
Langkah Pelaksanaan
1) Tentukan tingkat kekerasan batuan berdasarkan peta topografi, peta geologi, peta
penggunaan lahan yang ada saat ini, dan sesuaikan dengan data geologi permukaan yang
merupakan hasil pengamatan langsung di lapangan.
2) Tentukan kemudahan pencapaian berdasarkan peta morfologi, peta kemiringan lereng,
dan penggunaan lahan yang ada saat ini.
3) Tentukan tingkat kemudahan dikerjakan berdasarkan kedua hal tersebut di atas, lengkap
dengan deskripsi masing-masing tingkatan.
Perhatikan..!!
Ketelitian data geologi permukaan serta penentuan lokasi pengeboran akan
sangat menentukan ketepatan analisis tingkat kemudahan dikerjakan ini.
Acuan dalam
Tujuan analisis Data yang dibutuhkan Keluaran
Buku Panduan
Untuk mengetahui 1. Peta-peta: • Peta SKL Kestabilan Sub Bab 2.3.3
tingkat kemantapan • Topografi Lereng Gambar 2.15
lereng di wilayah/ • Morfologi • Daerah lereng yang
kawasan • Kemiringan Lereng aman untuk
pengembangan • Geologi dikembangkan sesuai
dalam menerima • Geologi Permukaan dgn fungsi kawasan
beban. • Penggunaan Lahan saat • Batasan
ini pengembangan pada
• Curah hujan tiap tingkat
2. Karakteristik Air tanah kestabilan lereng
dangkal
3. Data bencana alam
Langkah Pelaksanaan
1) Tentukan dahulu daerah yang diperkirakan mempunyai lereng tidak stabil dari peta
topografi, morfologi, dan kemiringan lereng.
2) Pertajam perkiraan di atas dengan memperhatikan kondisi geologi daerah-daerah tersebut.
3) Kaitkan hasil analisis di atas dengan kondisi geologi permukaan serta pengamatan lapangan,
dan karakteristik air tanah dangkalnya.
4) Perhatikan penggunaan lahan yang ada saat ini pada daerah tersebut apakah bersifat
memperlemah lereng atau tidak.
5) Bila sudah ada hasil penelitian mengenai bencana gerakan tanah di wilayah ini, maka daerah
yang rawan bencana adalah daerah yang mempunyai lereng tidak stabil, dan ini merupakan
masukan langsung bagi SKL Kestabilan Lereng.
6) Amati kondisi kegempaan di wilayah ini, karena gempa akan memperlemah kestabilan
lereng.
7) Tentukan tingkat kestabilan lereng di wilayah ini serta deskripsi masing-masing tingkat
tersebut berdasarkan tahapan-tahapan di atas.
D A N A U
T O N D A N O BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG
L A U T
S U L A W E S I KABUPATEN MINAHASA TENGGARA
PROVINSI SULAWESI UTARA
KABUPATEN
MINAHASA
3 0 3 6 Km
KABUPATEN
MINAHASA SELATAN SKALA 1 : 100.000 (Pada kertas A1 : 59,4 cm x 84,1 cm)
1°7'30"
1°7'30"
LEGENDA
Ibukota Provinsi
Ibukota Kabupaten
å Kantor Kecamatan
Wongkai
Batas Provinsi
Silian KEC. RATAHAN Batas Kabupaten
Wiau
Batas Kecamatan
KEC. TOULUAAN RATAHAN
RANOKETANG TOMBATU Jalan Arteri
D. Buililin Wio
å Winorangin Jalan Kolektor
Kuyanga
Tambelang
KEC. TOMBATU Garis Pantai
KEC. PUSOMAEN Sungai
1°00'00"
Tonsawang
Tatengesan
Lowotag
Sumber :
- Peta Rupabumi Bakosurtanal, Skala 1 : 50.000
Tahun 1991 Lembar 2416 - 43, 2416 - 44, 2417 - 12
- Permen PU No. 20/PRT/M/2007
- Hasil Analisis
Y
# Indeks Lokasi
123° 124° 125°
0°52'30"
0°52'30"
2°
2°
L A U T
M A L U K U
1°
1°
KABUPATEN
BOLAANG MONGONDOW
Prov. Sulawesi Utara
0°
0°
Gambar A-14 Contoh Peta Kestabilan Lereng (Kasus: Kabupaten Minahasa Tenggara)
4. ANALISIS SATUAN KEMAMPUAN LAHAN (SKL) KESTABILAN PONDASI
Langkah Pelaksanaan
1) Pisahkan daerah-daerah yang berlereng tidak stabil, karena daerah ini merupakan juga
daerah yang memiliki kestabilan pondasi rendah.
2) Perhatikan kondisi geologi yang akan memperlemah daya dukung tanah, seperti: struktur
geologi, dan bantuan yang mempunyai daya dukung lemah (gambut, batu gamping, dan
lain-lain).
3) Kaitkan dengan kondisi geologi permukaan, yang memperlihatkan sifat fisik dan nilai
konus/daya dukung masing-masing jenis tanah.
4) Perhatikan karakteristik air tanah dangkal, terutama kedalaman muka air tanah, dan
pengaruh penyusupan air laut (terjadi salinasi).
5) Perhatikan penggunaan lahan yang ada saat ini, apakah ada yang bersifat memperlemah
daya dukung tanah, seperti penggalian bahan galian C yang tidak beraturan.
Perhatikan..!!
1) Penentuan lokasi pemboran dan sondir yang tepat akan membantu
ketelitian analisis kestabilan pondasi ini.
2) Bangunan berat/tinggi yang sudah ada di salah satu tempat bukan
merupakan indikasi daerah tersebut mempunyai kestabilan pondasi tinggi.
D A N A U
T O N D A N O BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG
L A U T
S U L A W E S I KABUPATEN MINAHASA TENGGARA
PROVINSI SULAWESI UTARA
KABUPATEN
MINAHASA
KABUPATEN 3 0 3 6 Km
MINAHASA SELATAN
SKALA 1 : 100.000 (Pada kertas A1 : 59,4 cm x 84,1 cm)
1°7'30"
1°7'30"
LEGENDA
Ibukota Provinsi
Ibukota Kabupaten
å Kantor Kecamatan
Wongkai
Batas Provinsi
Silian KEC. RATAHAN Batas Kabupaten
Wiau
Batas Kecamatan
KEC. TOULUAAN RATAHAN
RANOKETANG TOMBATU
D. Buililin Wio Jalan Arteri
å Winorangin
Kuyanga
Jalan Kolektor
Londola Rasi
Molompar Jalan Lokal
Liwutung
Jalan Lain
Tambelang
KEC. TOMBATU Garis Pantai
KEC. PUSOMAEN
Sungai
banga
1°00'00"
1°00'00"
Tonsawang Permukiman
Tatengesan
Lowotag
MINANGA
Warna SKL Kestabilan Pondasi Luas (Ha) %
Malompar
Daya Dukung dan Kestabilan
KEC. BELANG 5.009,91 7,05
KABUPATEN Pondasi Tinggi
BELANG
MINAHASA SELATAN Daya Dukung dan Kestabilan
46.559,47 65,50
Pondasi Kurang
å
Daya Dukung dan Kestabilan
Pondasi Rendah 19.510,62 27,45
Sumber :
- Peta Rupabumi Bakosurtanal, Skala 1 : 50.000
Tahun 1991 Lembar 2416 - 43, 2416 - 44, 2417 - 12
- Hasil Analisis
Y
# Indeks Lokasi
123° 124° 125°
0°52'30"
0°52'30"
2°
2°
L A U T
M A L U K U
1°
1°
KABUPATEN
BOLAANG MONGONDOW
Prov. Sulawesi Utara
0°
0°
59
Gambar A-15 Contoh Peta Kestabilan Pondasi (Kasus: Kabupaten Minahasa Tenggara)
5. ANALISIS SATUAN KEMAMPUAN LAHAN (SKL) KETERSEDIAAN AIR
Acuan dalam
Tujuan analisis Data yang dibutuhkan Keluaran
Buku Panduan
Mengetahui 1. Peta-peta: • Peta SKL Ketersedian air & Sub Bab 2.3.5
tingkat • Morfologi deskripsi tiap tingkatan Gambar 2.17
ketersediaan air • Kemiringan Lahan • Perkiraan kapasitas
dan kemampuan • Geologi air permukaan & air tanah
penyediaan air • Geologi Permukaan • Metode pengolahan
pada masing- • Penggunaan Lahan sederhana untuk air yang
masing tingkatan, saat ini mutunya tidak memenuhi
guna • Curah hujan persyaratan kesehatan.
pengembangan 2. Data-data: • Sumber-sumber air yang
kawasan. • Hidrologi bisa dimanfaatkan sebagai
• Klimatologi sumber air bersih.
Langkah Pelaksanaan
1) Tentukan tingkatan ketersediaan air berdasarkan data hidrologi.
2) Pertajam analisis tersebut dengan melihat kondisi geologi serta geologi permukaan.
3) Hitung kapasitas air berdasarkan data klimatologi dan morfologi, kemiringan lereng,
dengan memperhatikan juga tingkat peresapan berdasarkan kondisi geologi, geologi
permukaan, serta penggunaan lahan yang ada saat ini.
4) Perhatikan pemanfaatan air yang ada saat ini sehingga kapasitas air hasil perhitungan
pada butir 3 dapat diperluas lagi.
5) Uraikan kendala dan potensi masing-masing tingkatan kemampuan ketersediaan air.
Perhatikan..!!
1) Hati-hati dalam merekomendasikan air tanah dalam atau artesis, karena tanah
artesis ini pengisiannya lambat dan daerah peresapannya perlu pengaman.
Eksploitasi air tanah dalam yang melebihi kapasitasnya akan menimbulkan
berbagai permasalahan, seperti amblesan di permukaan, dan penyusupan air laut
pada daerah pantai.
2) Data curah hujan yang digunakan dalam penghitungan ketersediaan air adalah
data curah hujan minimal rata-rata (10 tahunan), karena penghitungan ini
didasarkan pada ketersediaan air minimal, sehingga pada musim kering pun masih
bisa disediakan air sebesar yang diperhitungkan tersebut.
3) Untuk air tanah yang mutunya kurang atau tidak memenuhi persyaratan,
digolongkan dalam kemampuan yang rendah, dan tidak diperhitungkan dalam
perhitungan kapasitas air. Dalam kasus air yang tersedia hanya dengan mutu
demikian, maka analisis harus dilengkapi dengan pengolahan air secara sederhana
untuk dapat digunakan langsung oleh penduduk.
4) Kondisi geologi yang perlu diperhatikan juga adalah kemungkinan adanya gejala
mineralisasi baik ditempat maupun di bagian hulu, karena proses tersebut akan
menimbulkan pengayaan unsur kimia tertentu yang bersifat beracun seperti
Sulfur, Arsen, dan lainnya.
5) Penggunaan lahan yang ada saat ini yang kemungkinan bersifat
mencemari air seperti: industri, pembuangan sampah, dan lainnya perlu
diperhatikan dalam merekomendasikan ketersediaan air tanah ini.
62
D A N A U
T O N D A N O BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG
L A U T
S U L A W E S I KABUPATEN MINAHASA TENGGARA
PROVINSI SULAWESI UTARA
KABUPATEN
MINAHASA
3 0 3 6 Km
KABUPATEN
MINAHASA SELATAN SKALA 1 : 100.000 (Pada kertas A1 : 59,4 cm x 84,1 cm)
1°7'30"
1°7'30"
LEGENDA
Ibukota Provinsi
Ibukota Kabupaten
å Kantor Kecamatan
Wongkai
Batas Provinsi
Silian KEC. RATAHAN Batas Kabupaten
Wiau Batas Kecamatan
KEC. TOULUAAN RATAHAN
RANOKETANG TOMBATU Jalan Arteri
D. Buililin Wio
å Winorangin Jalan Kolektor
Kuyanga
Tambelang
KEC. TOMBATU Garis Pantai
KEC. PUSOMAEN
Sungai
1°00'00"
Tonsawang
Tatengesan
Lowotag
MINANGA
Warna SKL Ketersediaan Air Luas (Ha) %
Sumber :
- Peta Rupabumi Bakosurtanal, Skala 1 : 50.000
Tahun 1991 Lembar 2416 - 43, 2416 - 44, 2417 - 12
- Hasil Analisis
Y
# Indeks Lokasi
123° 124° 125°
0°52'30"
0°52'30"
2°
2°
L A U T
M A L U K U
1°
1°
KABUPATEN
Prov. Sulawesi Utara
BOLAANG MONGONDOW
0°
0°
Gambar A-16 Contoh Peta SKL Ketersedian Air (Kasus: Kabupaten Minahasa Tenggara)
6. ANALISIS SATUAN KEMAMPUAN LAHAN (SKL) UNTUK DRAINASE
Acuan dalam
Tujuan analisis Data yang dibutuhkan Keluaran
Buku Panduan
Mengetahui tingkat 1. Peta-peta: • Peta SKL Drainase & Sub Bab 2.3.6
kemampuan lahan • Morfologi deskripsi tiap Gambar 2.18
dalam mematuskan • Kemiringan Lahan tingkatannya
air hujan secara • Topografi • Tingkat kemampuan
alami, sehingga • Geologi lahan dalam proses
kemungkinan • Geologi Permukaan pematusan
genangan baik • Penggunaan Lahan saat • Daerah-daerah yang
bersifat lokal ini cenderung tergenang
ataupun meluas • Curah hujan di musim hujan
dapat dihindari 2. Data-data:
• Hidrologi
• Klimatologi
Langkah Pelaksanaan
1) Tentukan tingkat kemudahan pematusan berdasarkan peta morfologi, kemiringan lereng,
dan topografi.
2) Pertajam penentuan pada butir 1 dengan melihat kemampuan batuan/tanah dalam
menyerap air guna mempercepat proses pematusan berdasarkan kondisi geologi dan
geologi permukaan.
3) Perhatikan kondisi hidrologi yang berpengaruh dalam proses pematusan ini seperti:
kedalaman muka air tanah, pola aliran sungai, dan lainnya.
4) Kaitkan juga analisis kemampuan drainase ini dengan kondisi klimatologi setempat.
5) Perhitungkan juga penggunaan lahan yang berpengaruh pada proses pematusan, seperti
pengupasan bukit, kepadatan bangunan yang tinggi, penggalian bahan galian Golongan C
yang tidak tersistem, dan lainnya.
6) Deskripsikan masing-masing tingkatan kemampuan drainase setelah memperhatikan
semua hal tersebut di atas.
SKL Drainase
Drainase berkaitan dengan aliran air, serta mudah tidaknya air mengalir. Drainase tinggi artinya
aliran air mudah mengalir atau mengalir lancar. Drainase rendah berarti aliran air sulit dan
mudah tergenang.
D A N A U
T O N D A N O BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG
L A U T
S U L A W E S I KABUPATEN MINAHASA TENGGARA
PROVINSI SULAWESI UTARA
SKL DRAINASE
U
KABUPATEN
MINAHASA
3 0 3 6 Km
KABUPATEN
MINAHASA SELATAN SKALA 1 : 100.000 (Pada kertas A1 : 59,4 cm x 84,1 cm)
1°7'30"
1°7'30"
LEGENDA
Ibukota Provinsi
Ibukota Kabupaten
å Kantor Kecamatan
Batas Provinsi
Wongkai
Batas Kabupaten
Silian KEC. RATAHAN
Batas Kecamatan
Wiau
KEC. TOULUAAN RATAHAN Jalan Arteri
RANOKETANG TOMBATU
D. Buililin Wio Jalan Kolektor
å Winorangin
Kuyanga
Jalan Lokal
Londola Rasi
Molompar Jalan Lain
Liwutung
Permukiman
banga
1°00'00"
1°00'00"
Tonsawang
Tatengesan
Lowotag
MINANGA
KEC. BELANG Warna SKL Drainase Luas (Ha) %
Malompar
KEC. RATATOTOK
Sumber :
- Peta Rupabumi Bakosurtanal, Skala 1 : 50.000
Tahun 1991 Lembar 2416 - 43, 2416 - 44, 2417 - 12
- Permen PU No. 20/PRT/M/2007
- Hasil Analisis
Y
# Indeks Lokasi
123° 124° 125°
0°52'30"
0°52'30"
2°
2°
L A U T
M A L U K U
1°
1°
KABUPATEN
BOLAANG MONGONDOW
Prov. Sulawesi Utara
0°
0°
65
Gambar A-17 Contoh Peta SKL Drainase (Kasus: Kabupaten Minahasa Tenggara)
7. ANALISIS SATUAN KEMAMPUAN LAHAN (SKL) TERHADAP EROSI
Acuan dalam
Tujuan analisis Data yang dibutuhkan Keluaran
Buku Panduan
Mengetahui daerah- 1. Peta-peta: • Peta SKL terhadap Erosi Sub Bab 2.3.7
daerah yang • Morfologi • Deskripsi / Gambaran Gambar 2.19
mengalami • Kemiringan Lahan batasan pada tiap
keterkikisan tanah, • Geologi tingkat kemampuan
sehingga dapat • Geologi Permukaan lahan terhadap erosi.
diketahui tingkat • Penggunaan Lahan • Daerah yang peka
ketahanan lahan saat ini terhadap erosi dan
terhadap erosi serta • Curah hujan perkiraan arah
antisipasi dampaknya 2. Data-data: pengendapan hasil erosi
pada daerah yang • Hidrologi tersebut pada bagian
lebih hilir. • Klimatologi hilirnya.
Langkah Pelaksanaan
1) Tentukan tingkat keterkikisan berdasarkan peta geologi permukaan, peta geologi, peta
morfologi, dan peta kemiringan lereng.
2) Pertajam batasan tersebut dengan memperhatikan kondisi hidrologi dan klimatologi
seperti: pola aliran dan karakteristik sungai, debit sungai, curah hujan, kecepatan dan arah
angin.
3) Perhatikan juga penggunaan lahan yang mempengaruhi aktivitas erosi tersebut seperti:
pengupasan lahan terutama pada perbukitan, penggalian bahan galian Golongan C yang
tidak tersistem, dan lainnya.
4) Tentukan tingkat ketahanan terhadap pengikisan ini setelah diperoleh tingkat keterkikisan
di atas.
SKL Erosi
Erosi berarti mudah atau tidaknya lapisan tanah terbawa air atau angin. Erosi tinggi berarti
lapisan tanah mudah terkelupas dan terbawa oleh angin dan air. Erosi rendah berarti lapisan
tanah sedikit terbawa oleh angin dan air. Tidak ada erosi berarti tidak ada pengelupasan lapisan
tanah.
Perhatikan..!!
1) Peta geologi permukaan yang memuat juga sifat fisik tanah/batu merupakan penentu
untuk SKL Terhadap Erosi ini, oleh karenanya diperlukan sekali ketelitian data ini.
2) SKL Terhadap Erosi ini seringkali berlawanan dengan SKL Untuk Drainase, namun
demikian tidak berarti berlaku umum dengan menganggap SKL Terhadap
Erosi ini adalah kebalikan dari SKL Untuk Drainase, dan tidak berarti pula
pada waktu di-superimpose-kan akan saling menghilangkan, karena
kedua SKL ini berbeda bobotnya dalam suatu wilayah dan/atau kawasan.
D A N A U
T O N D A N O BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG
L A U T
68
S U L A W E S I KABUPATEN MINAHASA TENGGARA
PROVINSI SULAWESI UTARA
SKL EROSI
KABUPATEN
MINAHASA
3 0 3 6 Km
KABUPATEN
MINAHASA SELATAN SKALA 1 : 100.000 (Pada kertas A1 : 59,4 cm x 84,1 cm)
1°7'30"
1°7'30"
LEGENDA
Ibukota Provinsi
Ibukota Kabupaten
å Kantor Kecamatan
banga
Permukiman
1°00'00"
1°00'00"
Tonsawang
Tatengesan
Sumber :
- Peta Rupabumi Bakosurtanal, Skala 1 : 50.000
Tahun 1991 Lembar 2416 - 43, 2416 - 44, 2417 - 12
- Permen PU No. 20/PRT/M/2007
- Hasil Analisis
Y
# Indeks Lokasi
123° 124° 125°
0°52'30"
0°52'30"
2°
2°
L A U T
M A L U K U
1°
1°
KABUPATEN
BOLAANG MONGONDOW
Prov. Sulawesi Utara
0°
0°
Gambar A-18 Contoh Peta SKL Erosi (Kasus: Kabupaten Minahasa Tenggara)
8. ANALISIS SATUAN KEMAMPUAN LAHAN (SKL) PEMBUANGAN LIMBAH
Acuan dalam
Tujuan analisis Data yang dibutuhkan Keluaran
Buku Panduan
Mengetahui daerah- 1. Peta-peta: • Peta SKL Sub Bab 2.3.8
daerah yang mampu • Morfologi Pembuangan Limbah Gambar 2.20
untuk ditempati • Kemiringan Lahan • Prioritas lokasi
sebagai lokasi • Topografi penampungan akhir
penampungan akhir • Geologi sampah dan
dan pengolahan • Geologi Permukaan pengelolaan limbah
limbah, baik limbah • Penggunaan Lahan saat serta daya
padat maupun ini tampungnya,
limbah cair • Curah hujan termasuk
2. Data-data: pengamanan
• Hidrologi lokasinya.
• Klimatologi
Langkah Pelaksanaan
1) Menentukan daerah yang mampu sebagai tempat pembuangan akhir sampah berdasarkan
morfologi, kemiringan lereng, dan topografinya.
2) Mempertajam batasan daerah yang relatif kedap air berdasarkan kondisi geologi dan
geologi permukaan.
3) Memperhatikan kondisi hidrologi dan klimatologi, yakni: curah hujan, pola aliran air baik
permukaan maupun air tanah, dan kedalaman muka air tanah dangkal.
4) Memperhalus analisis kemampuan pembuangan limbah ini dengan mempertimbangkan
kondisi penggunaan lahan yang ada saat ini, yakni jarak pencapaian, jenis penggunaan
lahan di sekitar daerah yang diusulkan, dan kemungkinan jenis limbah yang akan dihasilkan.
Perhatikan..!!
1) Peresapan dan pengaliran air yang melalui penampungan tersebut hendaknya benar-
benar diperhitungkan dalam analisis, dikaitkan dengan pemanfaatan air tersebut pada
daerah hilirnya. Hal ini tentunya memerlukan ketajaman analisis menurut kondisi
hidrologi dan geologinya.
2) Jenis limbah yang akan ditempatkan juga harus diperhitungkan untuk menghindari
bahan berbahaya dan beracun (B3), karena jenis limbah ini memerlukan lokasi
pembuangan khusus.
3) Penggunaan lahan yang ada saat ini, terutama permukiman dan prasarana
kota lainnya hendaknya jauh dari daerah yang diusulkan, mengingat
berbagai kesulitan yang mungkin timbul akibat penampungan tersebut.
D A N A U
T O N D A N O BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG
L A U T
S U L A W E S I KABUPATEN MINAHASA TENGGARA
PROVINSI SULAWESI UTARA
KABUPATEN
MINAHASA
3 0 3 6 Km
KABUPATEN
MINAHASA SELATAN SKALA 1 : 100.000 (Pada kertas A1 : 59,4 cm x 84,1 cm)
1°7'30"
1°7'30"
LEGENDA
Ibukota Provinsi
Ibukota Kabupaten
å Kantor Kecamatan
Batas Provinsi
Wongkai
Batas Kabupaten
Silian KEC. RATAHAN
Batas Kecamatan
Wiau
KEC. TOULUAAN RANOKETANG
RATAHAN Jalan Arteri
TOMBATU
D. Buililin Wio Jalan Kolektor
å Winorangin
Kuyanga
Jalan Lokal
Londola Rasi
Molompar Jalan Lain
Liwutung
banga
Permukiman
1°00'00"
1°00'00"
Tonsawang
Tatengesan
Lowotag
Hutan Lindung
MINANGA
KEC. BELANG
Malompar
Warna SKL Pembuangan Limbah Luas (Ha) %
KABUPATEN
BELANG Kemampuan Lahan untuk
MINAHASA SELATAN 16.885,59 23,76
Pembuangan Limbah CUKUP
å Kemampuan Lahan untuk
35.932,63 25,69
Pembuangan Limbah SEDANG
Kemampuan Lahan untuk 18.261,78 50,55
Pembuangan Limbah RENDAH
KEC. RATATOTOK Total 71.080,0 100
Basaan Sumber :
- Peta Rupabumi Bakosurtanal, Skala 1 : 50.000
Tahun 1991 Lembar 2416 - 43, 2416 - 44, 2417 - 12
- Permen PU No. 20/PRT/M/2007
- Hasil Analisis
RATATOTOK
Indeks Lokasi
123° 124° 125°
0°52'30"
0°52'30"
2°
2°
L A U T
M A L U K U
1°
1°
KABUPATEN
BOLAANG MONGONDOW
Prov. Sulawesi Utara
0°
0°
71
Gambar A-19 Contoh Peta SKL Pembuangan Limbah (Kasus: Kabupaten Minahasa Tenggara)
9 ANALISIS SATUAN KEMAMPUAN LAHAN (SKL) TERHADAP BENCANA ALAM
Langkah Pelaksanaan
1) Menentukan tingkat kemampuan lahan terhadap bencana alam berdasarkan data bencana
alam.
2) Mempertajam penentuan di atas dengan memperhitungkan kecenderungan untuk terkena
bencana berdasarkan peta topografi, morfologi, kemiringan lereng, kondisi geologi, geologi
permukaan dan data hidrologi serta klimatologi.
3) Menganalisis penggunaan lahan yang ada saat ini yang memperbesar kemungkinan
terkena bencana alam, seperti penggalian sumber mineral atau bahan galian golongan C,
peningkatan aktivitas perkotaan pada daerah-daerah rawan bencana, pengupasan
hutan/bukit, gangguan pada keseimbangan tata air baik air permukaan maupun tanah.
4) Menentukan batasan pengembangan pada masing-masing tingkat kemampuan lahan
terhadap bencana alam tersebut, yang merupakan deskripsi lengkap setiap tingkatan.
Perhatikan..!!
1) Setiap gejala bencana alam hendaknya diperhitungkan dalam analisis, karena data ini
merupakan indikasi kehadiran bencana alam tersebut.
2) Kehati-hatian dalam melakukan analisis ini, karena akibat bencana yang muncul
sangat merugikan. Oleh karenanya ketelitian data sangat diperlukan.
3) Kemungkinan suatu jenis bencana alam beraspekan geologi, hendaknya
diperkirakan juga kemungkinan bencana ikutannya seperti kemungkinan
longsoran akibat guncangan gempa.
D A N A U
T O N D A N O
BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG
L A U T
74
S U L A W E S I KABUPATEN MINAHASA TENGGARA
PROVINSI SULAWESI UTARA
KABUPATEN
MINAHASA
3 0 3 6 Km
KABUPATEN
MINAHASA SELATAN (Pada kertas A1 : 59,4 cm x 84,1 cm)
SKALA 1 : 100.000
1°7'30"
1°7'30"
Z
$
LEGENDA
Ibukota Provinsi
Ibukota Kabupaten
å Kantor Kecamatan
Batas Provinsi
Wongkai
Batas Kabupaten
Silian KEC. RATAHAN
Batas Kecamatan
Wiau
KEC. TOULUAAN RATAHAN Jalan Arteri
RANOKETANG TOMBATU
D. Buililin Wio Jalan Kolektor
å Winorangin
Kuyanga
Jalan Lokal
Londola Rasi
Molompar Jalan Lain
Liwutung
1°00'00"
Tonsawang
Tatengesan
Permukiman
Lowotag
KEC. RATATOTOK
Sumber :
- Peta Rupabumi Bakosurtanal, Skala 1 : 50.000
Tahun 1991 Lembar 2416 - 43, 2416 - 44, 2417 - 12
- Permen PU No. 20/PRT/M/2007
- Hasil Analisis
Y
#
Indeks Lokasi
123° 124° 125°
0°52'30"
0°52'30"
2°
2°
L A U T
M A L U K U
1°
1°
KABUPATEN
BOLAANG MONGONDOW
Prov. Sulawesi Utara
0°
0°
Gambar A-20 Contoh Peta SKL Terhadap Bencana Alam (Kasus: Kabupaten Minahasa Tenggara)
ANALISIS KEMAMPUAN LAHAN
Kemampuan
Lahan
Langkah Pelaksanaan
1) Melakukan analisis satuan-satuan kemampuan lahan, untuk memperoleh gambaran
tingkat kemampuan pada masing-masing satuan kemampuan lahan.
2) Tentukan nilai kemampuan setiap tingkatan pada masing-masing satuan kemampuan
lahan, dengan penilaian 5 (lima) untuk nilai tertinggi dan 1 (satu) untuk nilai terendah.
Pembuatan peta nilai kemampuan lahan ini yang merupakan penjumlahan nilai dikalikan
bobot ini ada dua cara, yakni:
a. Men-superimpose-kan setiap satuan kemampuan lahan yang telah diperoleh hasil
pengalian nilai dengan bobotnya secara satu persatu, sehingga kemudian diperoleh peta
jumlah nilai dikalikan bobot seluruh satuan secara kumulatif.
b. Membagi peta masing-masing satuan kemampuan lahan dalam sistem grid, kemudian
memasukkan nilai dikalikan bobot masing-masing satuan kemampuan lahan ke dalam grid
tersebut. Penjumlahan nilai dikalikan bobot secara keseluruhan adalah tetap dengan
menggunakan grid, yakni menjumlahkan hasil nilai dikalikan bobot seluruh satuan
kemampuan lahan pada setiap grid yang sama.
Berikut ini merupakan contoh perhitungan peta kemampuan lahan dari hasil tumpang tindih
berbagai peta SKL yang telah dibuat sebelumnya.
SKL
SKL SKL SKL SKL SKL SKL
SKL SKL untuk Pembua- KEMAMPU
Kemudahan Kestabilan Kestabilan Ketersedia- Terhadap Bencana
Morfologi Drainase ngan AN LAHAN
Dikerjakan lereng Pondasi an Air Erosi Alam
Limbah
Total
Bobot : 5 Bobot : 1 Bobot : 5 Bobot : 3 Bobot : 5 Bobot : 3 Bobot : 5 Bobot : 0 Bobot : 5
nilai
5 1 5 3 5 3 25 0 25
Bobot x nilai
10 2 10 6 10 6 20 0 20
15 3 15 9 15 9 15 0 15
20 4 20 12 20 12 10 0 10
25 5 25 15 25 15 5 0 5
KELAS
TOTAL
KEMAMPUAN KLASIFIKASI PENGEMBANGAN
NILAI
LAHAN
32 – 58 Kelas a Kemampuan Pengembangan Sangat rendah
59 – 83 Kelas b Kemampuan Pengembangan Rendah
84 – 109 Kelas c Kemampuan Pengembangan Sedang
110 – 134 Kelas d Kemampuan Pengembangan Agak tinggi
135 – 160 Kelas e Kemampuan Pengembangan Sangat tinggi
Perhatikan..!!
1) Penentuan klasifikasi kemampuan lahan tidak mutlak berdasarkan selang nilai,
tetapi memperhatikan juga nilai terendah = 1 dari beberapa satuan kemampuan
lahan, yang merupakan nilai penentu apakah selang nilai tersebut berlaku atau
tidak. Dengan demikian apabila ada daerah atau zona tertentu yang mempunyai
selang nilai cukup tinggi, tetapi karena mempunyai nilai terendah dan
menentukan, maka mungkin saja kelas kemampuan lahannya tidak sama
dengan daerah lain yang memiliki nilai kemampuan lahan yang sama.
2) Klasifikasi kemampuan lahan yang dihasilkan di sini adalah hanya
berdasarkan kondisi fisik apa adanya, belum mempertimbangan
hal-hal yang bersifat non-fisik.
78
D A N A U
T O N D A N O BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG
L A U T
S U L A W E S I KABUPATEN MINAHASA TENGGARA
PROVINSI SULAWESI UTARA
KEMAMPUAN LAHAN
U
KABUPATEN
MINAHASA
3 0 3 6 Km
KABUPATEN
MINAHASA SELATAN SKALA 1 : 100.000 (Pada kertas A1 : 59,4 cm x 84,1 cm)
1°7'30"
1°7'30"
LEGENDA
Ibukota Provinsi
Ibukota Kabupaten
å Kantor Kecamatan
Wongkai
1°00'00"
Tonsawang Permukiman
Tatengesan
Lowotag
KABUPATEN
å Kemampuan Pengembangan
25.497,30 35,87
Sedang
Kemampuan Pengembangan
11.363,61 15,99
Agak Tinggi
Kemampuan Pengembangan
KEC. RATATOTOK 4.878,02 6,86
Sangat Tinggi
Sumber :
- Peta Rupabumi Bakosurtanal, skala 1:50.000 Tahun 1991
Lembar 2416 - 43, 2416 - 44, 2417 - 12
- Hasil Analisis
Y
#
Indeks Lokasi
0°52'30"
0°52'30"
123° 124° 125°
2°
2°
L A U T
M A L U K U
KABUPATEN
1°
1°
BOLAANG MONGONDOW
Prov. Sulawesi Utara
0°
0°
Gambar A-21 Contoh Peta Kemampuan Lahan (Kasus: Kabupaten Minahasa Tenggara)
ANALISIS KESESUAIAN LAHAN
Kesesuaian
Lahan
Jenis Analisis:
1. Arahan Tata Ruang
Pertanian
2. Arahan Rasio Tutupan
3. Arahan Ketinggian
Bangunan
4. Arahan Pemanfaatan Air
Baku
5. Perkiraan Daya Tampung
Lahan
6. Persyaratan dan Pembatas
Pengembangan
7. Evaluasi Pemanfaatan
Lahan yang Ada terhadap
Kesesuaian Lahan
Langkah Pelaksanaan
Deliniasi kawasan perencanaan pada peta arahan tata ruang pertanian yang sudah ada.
Langkah Pelaksanaan
1) Tentukan tingkatan rasio tutupan lahan berdasarkan klasifikasi kemampuan lahan, dan
pertajam dengan skala SKL untuk drainase.
2) Saring lagi kesesuaian rasio tutupan lahan ini dengan memperhatikan SKL kestabilan lereng,
SKL terhadap erosi, dan SKL terhadap bencana alam.
3) Gunakan kurva keseimbangan tata air untuk menentukan batasan rasio tutupan lahan,
terutama perbandingan peningkatan aliran permukaan akibat peningkatan tutupan lahan.
D A N A U
T O N D A N O BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG
L A U T
S U L A W E S I
84
KABUPATEN MINAHASA TENGGARA
PROVINSI SULAWESI UTARA
KABUPATEN
MINAHASA
3 0 3 6 Km
KABUPATEN
MINAHASA SELATAN SKALA 1 : 100.000 (Pada kertas A1 : 59,4 cm x 84,1 cm)
1°7'30"
1°7'30"
LEGENDA
Ibukota Provinsi
Ibukota Kabupaten
å Kantor Kecamatan
Wongkai Batas Provinsi
Silian KEC. RATAHAN Batas Kabupaten
Wiau Batas Kecamatan
KEC. TOULUAAN RATAHAN
RANOKETANG TOMBATU
D. Buililin Wio Jalan Arteri
å Winorangin
Kuyanga Jalan Kolektor
Londola Rasi
Molompar Jalan Lokal
Liwutung
Jalan Lain
Tambelang
KEC. TOMBATU Garis Pantai
K E C.
KEC. PUSOMAEN P U S O M A E N
K E C.
Sungai
T O M B A T U
banga Permukiman
1°00'00"
1°00'00"
Tonsawang
Tatengesan
MINANGA
KEC. BELANG
Warna Arahan Rasio Tutupan Luas (Ha) %
Malompar
Indeks Lokasi
123° 124° 125°
0°52'30"
0°52'30"
2°
2°
L A U T
M A L U K U
1°
1°
KABUPATEN
BOLAANG MONGONDOW
Prov. Sulawesi Utara
0°
0°
Gambar A-23 Contoh Peta Arahan Rasio Tutupan (Kasus: Kabupaten Minahasa Tenggara)
3. ARAHAN KETINGGIAN BANGUNAN
Langkah Pelaksanaan
1) Menentukan arahan ketinggian bangunan berdasarkan klasifikasi kemampuan lahan dan
memperhatikan SKL kestabilan pondasi dan SKL terhadap bencana alam.
2) Memperhatikan penggunaan lahan yang ada saat ini yang kemungkinan akan
memperlemah kekuatan bangunan, seperti penggalian bahan galian golongan C, atau
daerah bekas penambangan/pengurukan
3) Menentukan batasan atau persyaratan pengembangan bangunan tinggi pada masing-
masing arahan.
Perhatikan..!!
Arahan Ketinggian Bangunan Bersifat Umum, Yakni Sesuai Untuk
pengembangan bangunan tinggi (4 lantai ke atas), sesuai dengan persyaratan
tertentu, dan tidak sesuai.
D A N A U
T O N D A N O BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG
86
L A U T
S U L A W E S I KABUPATEN MINAHASA TENGGARA
PROVINSI SULAWESI UTARA
KABUPATEN
MINAHASA
3 0 3 6 Km
KABUPATEN
MINAHASA SELATAN SKALA 1 : 100.000 (Pada kertas A1 : 59,4 cm x 84,1 cm)
1°7'30"
1°7'30"
LEGENDA
Ibukota Provinsi
Ibukota Kabupaten
å Kantor Kecamatan
Wongkai
Batas Provinsi
Silian KEC. RATAHAN Batas Kabupaten
Wiau
Batas Kecamatan
KEC. TOULUAAN RANOKETANG RATAHAN
TOMBATU
D. Buililin Wio Jalan Arteri
å Winorangin
Kuyanga
Jalan Kolektor
Londola Rasi
Molompar Jalan Lokal
Liwutung
Jalan Lain
Tambelang
KEC. TOMBATU Garis Pantai
KEC. PUSOMAEN
Sungai
banga
1°00'00"
Tonsawang Permukiman
Tatengesan
Lowotag
MINANGA
KEC. BELANG
Warna Arahan Ketinggian Bangunan Luas (Ha) %
Malompar
KEC. RATATOTOK
Basaan
Sumber :
- Peta Rupabumi Bakosurtanal, Skala 1 : 50.000
Tahun 1991 Lembar 2416 - 43, 2416 - 44, 2417 - 12
- Hasil Analisis
RATATOTOK
Indeks Lokasi
123° 124° 125°
0°52'30"
0°52'30"
2°
2°
L A U T
M A L U K U
1°
1°
KABUPATEN
BOLAANG MONGONDOW
Prov. Sulawesi Utara
0°
0°
Gambar A-24 Contoh Peta Arahan Ketinggian Bangunan (Kasus: Kabupaten Minahasa Tenggara)
4. ARAHAN PEMANFAATAN AIR BAKU
Langkah Pelaksanaan
1. Mempelajari SKL ketersediaan air, dan tentukan sumber-sumber air yang paling
memungkinkan sebagai sumber air baku untuk pusat-pusat kegiatan dalam wilayah
dan/atau kawasan (termasuk memperhitungkan jarak) berdasarkan SKL tersebut.
2. Memperhatikan juga penggunaan lahan yang ada saat ini, terutama yang berkaitan dengan
pemanfaatan air seperti pertanian, industri, dan lainnya.
3. Menentukan prioritas pemanfaatan sumber-sumber yang telah diarahkan tersebut sesuai
dengan tingkat kebutuhan dan ketersediaan, serta teknis eksploitasinya.
Perhatikan..!!
1) Dalam memberikan arahan pemanfaatan sumber-sumber air baku, berikan juga
tindakan pengamanan pada sumber-sumber tersebut agar kesinambungan
ketersediaan air dan keseimbangan tata air tetap terjaga.
2) Untuk arahan pemanfaatan air yang mengambil dari sumber penggunaan
lain seperti irigasi, industri dan lainnya, hitung dengan teliti agar tidak
menganggu sistem yang sudah ada.
Acuan dalam
Tujuan analisis Data yang dibutuhkan Keluaran
Buku Panduan
Mengetahui Peta-peta: • Peta Perkiraan Daya Sub Bab 2.4.5
perkiraan jumlah • Proyeksi jumlah tampung lahan
penduduk yang bisa penduduk • Persyaratan
ditampung di wilayah • Standar kebutuhan pengembangan
dan/atau kawasan, air/hari/orang berdasarkan daya
dengan pengertian tampung lahan
masih dalam batas
kemampuan lahan
Langkah Pelaksanaan
1) Menghitung daya tampung berdasarkan ketersediaan air, kapasitas air yang bisa
dimanfaatkan, dengan kebutuhan air perorang perharinya disesuaikan dengan jumlah
penduduk yang ada saat ini, atau misalnya rata-rata 100 l/jiwa/hari (tergantung standar
yang digunakan). Berikut ini merupakan contoh perhitungan ketersediaan sumber air
permukaan pada setiap satuan wilayah sungai (Kasus: Kabupaten Minahasa Tenggara).
2) Menghitung daya tampung berdasarkan arahan rasio tutupan lahan dengan asumsi
masing-masing arahan rasio tersebut dipenuhi maksimum, dan dengan anggapan luas
lahan yang digunakan untuk permukiman hanya 50% dari luas lahan yang boleh tertutup
(30% untuk fasilitas dan 20% untuk jaringan jalan serta utilitas lainnya). Kemudian dengan
asumsi 1KK yang terdiri dari 5 orang memerlukan lahan seluas 100 m2. Maka dapat
diperoleh daya tampung berdasarkan arahan rasio tutupan lahan ini sebagai berikut:
50% {n % x luas lahan (m2)}
Daya tampung (n) = --------------------------------------- x 5 (jiwa)
100
Perhatikan..!!
1) Daya tampung ideal adalah dengan mengambil batasan minimal dari masing-
masing perkiraan di atas.
2) Dalam kasus daya tampung ini dilampaui, maka lahan pengembangan disesuaikan
dengan batasan daya tampung masing-masing seperti: perlunya tambahan air
untuk keperluan penduduk pada daerah yang melampaui daya tampung
berdasarkan ketersediaan air, dan pengembangan vertikal/bertingkat untuk daerah
yang daya tampung berdasarkan rasio tutupan lahannya dilampaui.
3) Daya tampung berdasarkan arahan rasio tutupan lahan didasarkan pada
asumsi bahwa lahan permukiman adalah 50% dari daerah yang boleh
ditutup. Bila ada angka yang lebih pasti tentunya persentase ini bisa
diubah.
Langkah Pelaksanaan
1) Menginventarisasi kendala fisik masing-masing arahan peruntukan lahan berdasarkan
klasifikasi kemampuan lahan dan satuan-satuan kemampuan lahan.
2) Menginventarisasi batasan-batasan pengembangan pada masing-masing arahan
peruntukan lahan menurut arahan-arahan kesesuaian lahan, klasifikasi kemampuan lahan,
serta satuan-satuan kemampuan lahan.
3) Menentukan persyaratan dan pembatas pengembangan/pembangunan pada masing-
masing peruntukan lahan berdasarkan hasil inventarisasi tersebut di atas.
Perhatikan..!!
1) Dalam memberikan persyaratan dan pembatasan pengembangan ini hendaknya
kendala dan potensi fisik pada masing-masing arahan peruntukan lahan
terekam dengan jelas, karena persyaratan dan pembatas ini
merupakan pemecahan masalah kendala fisik.
2) Usahakan memberikan persyaratan dan pembatas yang terinci agar
dapat merupakan petunjuk praktis pada penerapannya.
Acuan dalam
Tujuan analisis Data yang dibutuhkan Keluaran
Buku Panduan
Mengetahui 1. Peta-peta: • Penyimpangan- Sub Bab 2.4.7
penyimpangan • Penggunaan Lahan saat ini penyimpangan
atau • Semua SKL penggunaan lahan
ketidaksesuaian • Klasifikasi Kemampuan yang ada saat ini dari
penggunaan lahan Lahan kemampuan dan
yang ada saat ini 2. Data: kesesuaian lahan.
dilihat dari hasil • Arahan Kesesuaian Lahan • Arahan-arahan
studi kesesuaian • Persyaratan dan Pembatas penyesuaian dan
lahan ini pembangunan pengembangan
berikutnya
Langkah Pelaksanaan
1) Membandingkan penggunaan lahan yang ada dengan karakteristik fisik wilayah
berdasarkan klasifikasi kemampuan lahan, satuan-satuan kemampuan lahan, dan arahan-
arahan kesesuaian lahan.
2) Memberikan arahan penyesuaian penggunaan lahan yang ada saat ini dan pengembangan
selanjutnya berdasarkan persyaratan dan pembatas pembangunan.
Perhatikan..!!
1) Teliti secermat mungkin penyimpangan ini, karena hal ini menyangkut konsistensi
hasil studi dan toleransi penyimpangan yang diperkenankan.
2) Berikan penilaian yang tegas, terutama untuk hal-hal yang sangat berpengaruh
seperti gangguan keseimbangan tata air, atau kestabilan lereng.
3) Berikan usulan penyelesaian yang jelas dan tuntas untuk masing-masing
penyimpangan, serta diusahakan untuk tidak banyak merugikan.
ANALISIS
KESESUAIAN LAHAN
Kesesuaian
Lahan
Acuan dalam
Tujuan analisis Data yang dibutuhkan Keluaran
Buku Panduan
Untuk mengetahui • Klasifikasi Kemampuan • Peta Arahan Sub Bab 2.4.8
arahan-arahan Lahan, Kesesuaian Gambar 2.27
kesesuaian lahan, • Arahan Rasio Tutupan Peruntukan Lahan
sehingga diperoleh Lahan, • Deskripsi pada tiap
arahan kesesuaian • Arahan Ketinggian arahan
peruntukan lahan Bangunan, peruntukan
untuk • Arahan Pemanfaatan Air
pengembangan Baku,
kawasan • Perkiraan Daya Tampung
berdasarkan Lahan,
karakteristik fisiknya • Persyaratan/Pembatas
Pengembangan,
• Evaluasi Penggunaan
Lahan yang ada
Langkah Pelaksanaan
1) Melakukan lebih dahulu analisis masing-masing arahan kesesuaian lahan untuk
memperoleh arahan-arahan kesesuaian lahan yang merupakan masukan bagi analisis
peruntukan lahan ini.
2) Menentukan arahan peruntukan lahan berdasarkan klasifikasi kemampuan lahan dan
arahan-arahan kesesuaian lahan di atas.
Perhatikan..!!
1) Arahan-arahan ini tidak mengikat, namun perencanaan sebaiknya diusahakan untuk
bisa mengikuti arahan tersebut.
2) Untuk kondisi yang ada saat ini yang menyimpang dari arahan ini
pengembangannya agar ditahan, dan bila terdapat kecenderungan akan
terus berkembang usahakan untuk memindahkan arah
pengembangannya pada daerah yang lebih sesuai.
REKOMENDASI
Rekomendasi
Perhatikan..!!
1) Rekomendasi sejauh mungkin disesuaikan dengan kebijaksanaan
pengembangan. Untuk kasus kebijaksanaan yang bertentangan dengan
kesesuaian lahannya, arahan kesesuaian lahan diusahakan mengikuti
kebijaksanaan namun dilengkapi dengan persyaratan dan pembatas
pengembangannya.
2) Untuk arahan kesesuaian lahan yang bertentangan dengan kebijaksanaan
tersebut, dalam rekomendasi bila memungkinkan dimasukkan pula
perhitungan biaya pembangunan jika mengikuti kebijaksanaan tersebut,
sehingga ketidak sesuaian ini bisa diterjemahkan dalam bentuk biaya.
Selamat..!!
Anda telah menyelesaikan tahap analisis Aspek fisik dan Lingkungan dalam
penyusunan Rencana Tata Ruang
Identifikasi
Potensi
Sumber Daya
Lokasi
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak layak
Sektor Basis
Peningkatan Nilai
Komoditi Sektor Basis yang Output Sektor/
Memiliki Keunggulan Komoditas
Komparatif dan Berpotensi
Ekspor
Unggulan (Layak
dikembangkan)
Jenis Analisis:
1. Analisis Aspek Lokasi
2. Analisis Aspek Sumber Daya Alam
3. Analisis Aspek Sumber Daya Buatan
4. Analisis Aspek Sumber Daya Manusia
Identifikasi Potensi
Sumber Daya
Lokasi
Sumber Daya Alam
Sumber Daya Buatan
Sumber Daya Manusia
100 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
1. ANALISIS ASPEK LOKASI
Data laju pertumbuhan ekonomi wilayah/kawasan dan regionalnya seringkali sudah tersedia di
daerah dan dapat diambil dari buku Kabupaten Dalam Angka dan Provinsi Dalam Angka. Contoh
data tersebut adalah seperti terlihat pada Tabel berikut ini.
Apabila data tersebut tidak tersedia, maka dapat juga digunakan data PDRB berdasarkan harga
konstan. Contoh data PDRB ini dapat dilihat pada Tabel B-2. Dari data tersebut dapat dihitung
laju pertumbuhan ekonomi per kabupaten dan provinsi dengan rumus sebagai berikut:
PDRB (N) - PDRB (N-1)
Pertumbuhan ekonomi tahun ke N = x 100
PDRB (N-1)
PDRB (N) = PDRB tahun ke N
PDRB (N-1) = PDRB tahun ke N-1
102 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
Hasil dari perhitungan PDRB dengan menggunakan rumus diatas akan dapat menghasilkan laju
pertumbuhan ekonomi seperti hasil dalam tabel 1 di atas.
Untuk dapat melihat biaya ekonomi yang ada pada suatu wilayah maka dibutuhkan data APBD.
Data ini dapat diperoleh di kantor Pemda, Bappeda atau insatansi daerah terkait lainnya. Selain
itu dapat juga diperoleh dari buku terbitan BPS Daerah Dalam Angka. Contoh bentuk data APBD
dapat dilihat pada Tabel B-3 berikut ini.
Data Volume ekspor dan impor dapat di temukan di Departemen Perdagangan dan BPS. Data
yang digunakan dalam analisis aspek ekonomi ini, harus memakai data yang sama dengan yang
digunakan dalam analisis aspek fisik lingkungan. Contoh data ini dapat dilihat pada tabel B-4.
Tabel B-4 Data Volume Ekspor Impor Di Wilayah Pontianak Tahun 2006
104 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
4. Data Jenjang Pusat Pengembangan Perkotaan di Wilayah/Kawasan data ini terdapat di
RTRW/RTRWK
Data yang digunakan dalam analisis aspek ekonomi ini, memakai data Sistem Pusat–Pusat
Perkotaan yang telah ditetapkan dalam RTRWN, RTRW Provinsi atau RTRW kabupaten/kota.
Contoh data ini dapat dilihat pada tabel B-5.
Data ini merupakan rekomendasi pola ruang yang ada dalam dokumen RTRW/RTRWK pada
tahun berjalan dan pada tahun sebelumnya (semakin panjang tahun data series yang digunakan,
akan menghasilkan kesimpulan semakin baik). Data Penutupan lahan bisa diperoleh dari
pengolahan peta RePProT atau pun data sekunder dari BPS. Silahkan lihat contoh-contoh tabel
di bawah ini.
2
Luas (Km )
NO Jenis Tutupan Lahan
2002 2003 2004 2005 2006
1 alang-alang 0.45 0.53 0.56 0.64 0.75
2 hutan belukar 383.98 382.49 380.32 380.2 376.34
3 hutan lebat 93.1 90.21 87.24 86.67 85.93
4 hutan sejenis alami 4.35 4.21 4.21 4.26 4.35
5 padang rumput 0.48 0.55 0.56 0.59 0.59
6 pemakaman umum/kuburan 0.04 0.04 0.04 0.05 0.05
7 perkampungan 7.21 7.59 7.97 8.89 9.34
8 perkebunan rakyat 115.87 120.36 121.23 122.65 126.46
9 Rawa 0.71 0.54 0.52 0.51 0.51
10 sawah 2x padi/thn 23.89 23.28 23.28 20.98 20.87
11 Semak 53.11 53.14 53.76 53.87 53.56
12 Danau 0.45 0.45 0.45 0.45 0.45
13 Tambak 0.41 0.42 0.54 0.69 0.73
14 Tegalan 26.75 26.99 30.12 30.35 30.87
TOTAL 710.8 710.8 710.8 710.8 710.8
Dari tabel di atas terlihat adanya perubahan luas kawasan hutan yang semakin sedikit
sedangkan kawasan untuk aktivitas manusia seperti permukiman, sawah, tegalan dan
sebagainya semakin meningkat. Perubahan ini dapat menjadi informasi tren arah pemanfaatan
lahan yang ada hingga saat ini.
6. Kepadatan Penduduk
Data kepadatan penduduk dapat di peroleh di BPS ataupun Sensus Penduduk Departemen
Nakertrans. Data yang digunakan dalam analisis aspek ekonomi ini, harus memakai data yang
sama dengan yang digunakan dalam analisis aspek fisik lingkungan dan aspek sosial budaya.
106 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
Tabel B-7 Contoh Tabel Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan
(Kasus: Kabupaten Minahasa Tenggara Tahun 2007)
Kepadatan
Jumlah Penduduk
No Kecamatan Luas wilayah (ha) Penduduk
(jiwa)
(jiwa/ha)
1 Belang 8.390 16.078 191.63
2 Ratatotok 8.160 13.913 170.50
3 Pusomaen 5.720 9.968 174.26
4 Ratahan 18.190 26.240 144.25
5 Tombatu 13.550 26.303 194.11
6 Touluaan 17.080 17.617 103.14
TOTAL JUMLAH PENDUDUK KAB.
71.080 110.119 154.92
MINAHASA TENGGARA
Perhatikan..!!
1) Potensi lokasi dapat juga dilihat dari kenyataan bahwa kawasan budi daya
merupakan kombinasi/kumpulan lokasi berbagai kegiatan manusia yang saling
berkaitan.
2) Kawasan budi daya akan menampilkan struktur tata ruang sebagai gambaran
adanya potensi lokasi dari keseluruhan kinerja wilayah perencanaan.
3) Struktur ruang memperlihatkan pusat-pusat permukiman/kegiatan. Terbentuknya
pusat tersebut didukung oleh kegiatan pertanian atau potensi sumber daya alam
daerah belakangnya. Pusat permukiman tersebut mempunyai fungsi sebagai pusat
koleksi dan distribusi komoditas/jasa. Karena pengaruh potensi sumber daya
buatan dan sumber daya manusia, terbentuklah struktur pusat permukiman yang
berjenjang atau bertumbuh sesuai dangan fungsi dan perannya sbg pusat
pengembangan/pusat kegiatan lokal.
4) Pusat Permukiman yg berfungsi sebagai Pusat Pengembangan Wilayah akan
menjadi pintu gerbang terjadinya hubungan sinergi antar kawasan dalam lingkup
regional, nasional dan global. Berkembangnya kota sebagai pusat
pengembangan didukung oleh potensi lokasi dimana kegiatan ekonomi
dapat dilakukan secara efisien sesuai fungsinya. Efisiensi yang dikaitkan
dengan potensi lokasi adalah efisiensi paling menguntungkan dengan
usaha yang minimum.
Acuan dalam
Tujuan Analisis Data yang Dibutuhkan Keluaran
Buku Panduan
Melakukan analisis Produksi Pertanian • Produksi SDA yang sudah Sub Bab 3.2.2
kondisi fisik wilayah/kawasan dimanfaatkan & yang Tabel 3.7
wilayah dan/atau Produksi Hasil Hutan prospektif beserta Sub Bab 3.2.2
kawasan yang lokasinya. Tabel 3.8
memiliki potensi Populasi Ternak • Kualitas & kuantitas Sub Bab 3.2.2
menjadi sumber produksi SDA sbg bahan Tabel 3.9
pendapatan Produksi Sumber Daya mentah maupun Sub Bab 3.2.2
kawasan Laut komoditas. Tabel 3.10
Produksi Sumber Daya • Kepastian komoditas Sub Bab 3.2.2
Pertambangan andalan dari sektor Tabel 3.11
pertanian &
pertambangan
Langkah Pelaksanaan
1) Menghitung produktivitas komoditas pertanian dan pertambangan sehingga dikenali
komoditas unggulan karena mendominasi PDRB wilayah perencanaan.
2) Menghitung kebutuhan konsumsi produksi komoditas pertanian bagi penduduk wilayah
Perencanaan.
3) Menganalisis komoditas pertanian dan komoditas pertambangan baik yang unggulan
maupun yang bukan dalam kemungkinan kegiatan sambung (linkage), baik kegiatan
sambung ke depan (forward linkage effect) dan atau kegiatan sambung ke belakang
(backward linkage effect).
4) Menganalisis kebutuhan pasar dari komoditas yang berkaitan dengan produksi pertanian
dan produksi pertambangan.
5) Melihat kemungkinan terjadinya kegiatan ikutan dan penunjang dari kegiatan produksi
pertanian dan produksi pertambangan.
6) Merumuskan permasalahan dalam produksi komoditas pertanian maupun komoditas
tambang misalnya masalah aksesibilitas, perlunya peremajaan tanaman perkebunan,
penyerapan tenaga kerja, dan sebagainya.
Sektor pertanian terdiri dari berbagai bagai sub sektor seperti tanaman pangan, tanaman
hortikultura, tanaman obat-obatan, peternakan, dan perikanan. Informasi yang diperlukan
dalam hal ini adalah informasi tentang produksi dan produktivitas dari masing-masing sub
sektor sehingga dapat menjadi gambaran bagi aktivitas perekonomian wilayah di sektor
pertanian.
108 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
Tabel B-8 Contoh Tabel Produksi Pertanian di Wilayah Perencanaan Tahun t
Luas
Luas Tanam Produksi
NO Jenis Produksi Panen Lokasi Kecamatan
(Ha) (Ton)
(Ha)
Makanan Pokok
1 Padi Sawah 7.342 6.106 28.413 Belang, Ratatotok, Tombatu, Touluaan, Ratahan
2 Padi Ladang 883 511 1.278 Belang, Ratatotok, Tombatu, Touluaan, Ratahan
3 Jagung 4.880 3.549 7.986 Belang, Ratatotok, Tombatu, Touluaan, Ratahan
4 Kacang Tanah 247 209 236 Belang, Ratatotok, Tombatu, Touluaan, Ratahan
Dst.
Hortikultura
1 Bawang Merah 62 41 287 Belang, Ratatotok, Ratahan
2 Bawang Daun 28 25 250 Tombatu, Touluaan, Ratahan
3 Kentang 6 3 51 Tombatu
Dst.
Buah-buahan
1 Rambutan N.A 1.642 9.852 Belang, Ratatotok, Tombatu, Touluaan, Ratahan
2 Jambu Air N.A 461 1.545 Belang, Ratatotok, Tombatu, Ratahan
3 Nanas N.A 21.526 5.802 Belang, Ratatotok, Tombatu, Touluaan, Ratahan
Dst.
Tanaman Perkebunan
1 Kopi N.A 260 71 Belang, Ratatotok, Tombatu, Touluaan, Ratahan
2 Kakao N.A 80 18 Belang, Ratatotok, Tombatu, Touluaan, Ratahan
3 Kelapa N.A 20.218 31.086 Belang, Ratatotok, Tombatu, Touluaan, Ratahan
Dst.
Tabel B-9 Contoh Tabel Produksi Hasil Hutan (dalam m3) di Wilayah Perencanaan
Sumber : ...
JUMLAH
NO JENIS TERNAK LOKASI KECAMATAN
(ekor)
1 Sapi 2.766 Belang, Ratatotok, Tombatu, Touluaan, Ratahan
2 Ayam Pedaging 16.850 Tombatu, Touluaan, Ratahan
3 Itik 1.238 Ratatotok, Tombatu, Ratahan
Dst.
Sumber : ...
Tabel B-11 Contoh Tabel Produksi dan Nilai Perikanan Laut Menurut Jenis Ikan
di Wilayah Perencanaan Tahun t
110 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
Tabel B-12 Produksi Sumber Daya Pertambangan Di Wilayah Perencanaan
Perhatikan..!!
1) SDA merupakan salah satu modal utama yang dapat dipergunakan oleh masyarakat
untuk memenuhi kebutuhannya secara langsung maupun tidak langsung.
2) Kajian sumber daya alam ini sangat penting dilakukan karena merupakan potensi
pengembangan ekonomi yang dapat dipergunakan sebagai sarana kesejahteraan
masyarakat.
3) Ada tiga kelompok sumber daya alam yang dapat disebutkan: sumber daya bahan
galian, lahan dan lokasi.
4) Bahan galian adalah sumber daya alam yang meliputi komoditas yang berasal dari
bahan organik (seperti minyak bumi, batu bara, batu kapur dsb.) dan bahan anorganik
(seperti logam, batuan andesit dan batuan lain yang berasal dari batuan beku) yang
biasanya potensinya tidak dapat diperbaharui.
5) Sumber daya lahan dapat dimanfaatkan kesuburannya untuk menanam berbagai
tanaman alternatif sesuai dengan kesuburan lahan, elevasi, dan iklim yang
melingkupinya. Sumber daya lahan ini dapat dipergunakan untuk memproduksi dan
memperbaharui komoditas nabati secara langsung maupun untuk memproduksi dan
memperbaharui komoditas hewani secara tidak langsung.
6) Lokasi adalah sumber daya alam yang berwujud bentang alam yang mempunyai
lingkungan geografis, iklim, lingkungan alam, potensi wisata, serta sarana dan
prasarana, dan sebagainya; sehingga lokasi tersebut sangat cocok untuk
memproduksi komoditas/jasa karena menjanjikan terjadinya efisiensi dan
efektifitas proses produksi.Pemanfaatannya antara lain sebagai lokasi
obyek wisata, pusat simpul jasa distribusi dan pusat kegiatan lainnya.
Langkah Pelaksanaan
1) Menilai tingkat pelayanan sarana dan prasarana ekonomi yang ada di perkotaan maupun di
permukiman desa, menyimpulkan jenis sarana dan lokasi yang memerlukan
pengembangan atau pembuatan unit sarana baru. Penilaian ditentukan oleh kualitas dan
kuantitas tampungnya, serta ditentukan pula oleh lokasinya. Semakin mudah dijangkau
oleh calon pemanfaat, nilainya semakin tinggi.
2) Memproyeksikan kebutuhan pembangunan prasarana dan sarana baru, yang
memperhitungkan pula perkembangan kegiatan yang akan terjadi di wilayah dan/atau
kawasan.
3) Memproyeksikan tingkat kemungkinan realisasi pembangunan sarana dan prasarana (bisa
dikaji dari adanya peningkatan pendapatan dan nilai Incremental Capital Output
Ratio/ICOR).
Untuk melakukan perhitungan ICOR (incremental capital output ratio), menggunakan rumus
sebagai berikut;
I
k = -----
?y
112 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
Dalam hal ini, persentase tingkat pertumbuhan pendapatan adalah ekivalen dengan tabungan
dibagi nilai ICOR; sehingga makin rendah nilai ICOR, maka tingkat pertumbuhan semakin cepat.
114 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
Tabel B-13 Contoh Tabel Panjang Jaringan Transportasi Utama
di Wilayah Perencanaan (simulasi)
Tabel B-14 Contoh Tabel Penilaian Potensi Pengembangan Dari Kondisi Jaringan Jalan
di Wilayah Perencanaan Tahun t
kondisi Jalan Prosentase Kondisi Tingkat Pelayanan
CUKUP KURANG SANGAT KURANG
Rusak Berat
Baik (B) Rusak (R) 51-100 % (b) 26-50 % (b) < 25 % (b)
(RB)
Fungsi < 25 % (rb) 26-50 % (rb) > 50 % (rb)
Arteri Primer 30,08 - -
Kolektor Primer 173,73 99,7 1
Lokal Primer 233,69 389,24 212,15
Sumber: ....; Hasil Analisa
9 Dst
Sumber: Daerah Dalam Angka; Hasil Analisis
Pada tabel B-15 dan B-16, untuk mendapatkan kesimpulan analisis yang menyatakan tingkat
pelayanan dikategorikan kurang, sedang atau baik, digunakan standar pelayanan minimal
sektoral (sektor ke-PU-an, lingkungan hidup, perdagangan) yang diberlakukan di daerah
setempat. Contoh penggunaan standar dalam menilai tingkat pelayanan utilitas dan sarana
prasarana dapat dilihat pada tabel B-17 (kasus: untuk penyediaan air bersih di wilayah
perkotaan).
116 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
Tabel B-16 Contoh Tabel Analisis Potensi Pengembangan Dari
Keberadaan Prasarana dan Sarana Ekonomi di Wilayah Perencanaan (Tahun t)
Tingkat Pelayanan
No Lembaga Perekonomian Unit Keterangan
Cukup Kurang Sangat Kurang
1 Lembaga Perbankan
Swasta
Pemerintah
2 Perdagangan dan Koperasi
Pengusaha kecil
Pengusaha menengah
Pengusaha besar
Koperasi KUD
Koperasi Non KUD
3 Jasa Konstruksi
4 Pasar
5 Perusahaan jasa
Angkutan Udara
Angkutan Laut
Angkutan Darat
Ekspedisi
6 Industri
Industri kecil
Industri menengah
Industri besar
7 Asuransi
9 Restoran/Rumah makan
10 Obyek wisata
11 Pergudangan
Pemerintah
Swasta
13 Bandara
14 Pelabuhan Laut
Sumber: Daerah Dalam Angka; Hasil Analisis
SAMBUNGAN RUMAH
PIPA PIPA
JUMLAH LUAS METER
DINAS METER KON- DINAS TINGKAT
RUMAH/ KA- AIR dia KON-
NO KAWASAN dia AIR dia STRUK dia PELAYANAN KONDISI
PDDK WASAN Min STRUKSI
min Min (m) SI min
(unit/jiwa) (ha) (mm)
(m) (mm)
AKTUAL STANDAR
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
PVC/
1 Griya Hero Abadi 400/2000 8 18 12,5 S BAIK
GIP
Sumber:...
3. Hasil analisis potensi pengembangan dari keberadaan sarana & prasarana ekonomi
Potensi pengembangan sarana dan prasarana ekonomi bisa dilihat dari proyeksi jumlah
penduduk, kemudian disesuaikan dengan standar prasarana ekonomi yang ada. Proyeksi ini
dihitung untuk semua kebutuhan utilitas dan sarana/prasarana perekonomian. Contoh
penghitungan proyeksi untuk kebutuhan listrik yang juga mendukung perekonomian dapat
dilihat pada tabel B-18 berikut.
Untuk menentukan pengembangan jaringan listrik ini, terlebih dahulu melihat acuan yang
mendasari perkiraan besarnya energi listrik maksimum rata-rata. Adapun besaran energi listrik
yang dibutuhkan untuk tiap keluarga (Rumah Tangga) adalah sebesar 900 VA/KK. Sedangkan
untuk kebutuhan sarana sosial dan sarana umum (Non Rumah Tangga) mencapai 250% dari
keseluruhan kebutuhan listrik rumah tangga, dan penerangan jalan membutuhkan 15% dari
seluruh kebutuhan listrik rumah tangga. Penghitungan kebutuhan listrik untuk kegiatan industri
dalam hal ini tidak termasuk dalam analisis, dengan asumsi kebutuhan listrik untuk industri
sudah dapat dilayani oleh listrik swasta.
Kebutuhan Fasilitas
Uraian Satuan
2008 2009 2014 2019 2024 2029
Kebutuhan Listrik
a. Rumah Tangga KW 24,950 25,125 26,017 26,940 27,896 28,886
b. Fasum - Fasos KW 62,376 62,812 65,042 67,350 69,741 72,216
c. Penerangan Jalan KW 3,743 3,769 3,902 4,041 4,184 4,333
Total Kebutuhan KW 91,068 91,706 94,961 98,331 101,821 105,435
Sumber : Hasil Analisis.
120 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
4. ANALISIS ASPEK SUMBER DAYA MANUSIA
Penduduk merupakan modal dan aset pembangunan bila dapat diberdayakan secara optimal.
Kendati begitu, penduduk dapat menjadi “beban” pembangunan jika pemberdayaan tidak
dibarengi dengan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang memadai pada wilayah/daerah
yang bersangkutan.
Langkah Pelaksanaan
1) Menganalisis proporsi lapangan usaha wilayah perencanaan dan propinsi dengan metode
analisis pergeseran dan location quotients (LQ) sehingga dapat menetapkan komoditas
unggulan.
2) Menganalisis optimalisasi produksi komoditas pertanian dan pertambangan dengan
mempertimbangkan potensi pasar.
3) Menganalisis kependudukan dan ketenagakerjaan di perkotaan dan perdesaan wilayah
perencanaan.
Contoh:
Tabel B-19 Jumlah Penduduk Akhir Tahun Kabupaten Minahasa Tenggara Menurut
Kecamatan Dan Menurut Jenis Pekerjaan Tahun 2007 (Jiwa)
KECAMATAN
NO JENIS PEKERJAAN
Ratahan Tombatu Belang Touluaan Ratatotok Pusomaen JUMLAH
1 PETANI 12.637 5.100 3.280 6.022 2.208 1.635 30.882
2 NELAYAN - - 1.811 - 1.168 1.126 4.105
3 BURUH TANI 515 1.009 1.699 645 292 662 4.822
4 PETERNAK 138 287 33 161 114 144 877
5 PNS 407 487 217 210 52 95 1.467
6 SWASTA 491 503 376 198 725 245 2.538
7 TNI/POLRI 24 18 44 16 2 12 116
8 PENSIUN 271 283 101 167 17 44 883
BEKERJA LAIN-LAIN %
9 11,757 17,616 8,517 10,198 9,308 6,005 63,401
TIDAK BEKERJA
KAB. MINAHASA TENGGARA 26.240 25.303 16.078 17.617 13.913 9.968 110.119
Sumber : Data Statistik Minahasa Selatan Tahun 2007
- Dengan melihat tabel di atas, kita bisa menggambarkan sektor yang paling banyak
dikerjakan oleh masyarakat di wilayah perencanaan. Data ini juga bisa dikomparasikan
dengan data PDRB dan PAD setempat.
- Data ini juga bisa dikomparasikan dengan wilayah yang lebih luar, misalnya provinsi.
Contoh analisis:
Dari Tabel B-19. diatas, sektor pertanian merupakan sektor yang paling banyak menjadi sumber
mata pencaharian penduduk, yakni 30.882 jiwa atau 28,04 persen penduduk bekerja sebagai
petani. Dari data PDRB diketahui bahwa sektor pertanian juga merupakan sektor yang paling
besar menyumbangkan pendapatan. Dari seluruh kecamatan di Kabupaten Minahasa
Tenggara, mata pencaharian terbesar penduduknya adalah petani. Oleh karena itu, dalam
122 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
pengembangan rencana tata ruang, harus banyak mendukung pengembangan sektor ini, agar
ke depan bisa lebih mengarah kepada agroindustri dan agropolitan.
Untuk perencanaan yang biasanya banyak mengarah kepada modernisasi, keberadaan industri
di suatu wilayah juga sangat besar pengaruhnya. Baik dalam bentuk sumbangan terhadap
pendapatan dan investasi, atau dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.
No Jenis Industri Jumlah Usaha Unit Investasi (Rp) Jml. Tenaga Kerja
I PMA
1 IKPK 8 63.601.410.336 3.826
2 IAHH 14 31.807.705.168 1.853
3 ILMERA 23 37.399.000.000 5.518
4 ITKA 34 42.495.000.000 21.536
Sub Total 79 175.303.115.504 32.733
II PMDN
1 IKPK 10 95.530.106.355 2.000
2 IAHH 18 773.236.071.135 3.064
3 ILMERA 16 360.139.000.000 5.154
4 ITKA 12 109.107.000.000 6.605
Sub Total 56 1.338.012.177.490 16.823
III Industri Menengah & Besar
1 IKPK 53 227.591.827.881 5.478
2 IAHH 56 4.264.479.120 6.115
3 ILMERA 78 246.151.000.000 8.193
4 ITKA 62 56.839.000.000 6.712
Sub Total 249 534.846.307.001 26.498
IV Industri Kecil
1 IKPK 163 14.143.873.000 1.318
2 IAHH 217 14.503.631.000 3.860
3 ILMERA 188 14.428.000.000 2.459
4 ITKA 245 12.030.000.000 5.703
Sub Total 813 55.105.504.000 13.340
TOTAL 1.197 2.103.267.103.995 89.394
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bekasi, 2004
Keterangan:
IKPK (Industri Kimia, Pulp dan Kertas) IAHH (Industri Agro dan Hasil Hutan), ILMERA (Industri
Logam Mesin Elektronik Rekayasa Alat Angkut), ITKA (Industri Tekstil, Kulit dan Aneka).
Contoh analisis:
Dari tabel B-20. dilihat bahwa investasi terbesar terdapat pada jenis industri: PMA meliputi
industri kimia, pulp dan kertas (IKPK) dengan total investasi sebesar Rp 63.601.410.336,00,
PMDN meliputi industri agro dan hasil hutan (IAHH) dengan total investasi Rp
773.236.071.135,00, Industri Menengah Besar meliputi Industri Logam Mesin Elektronik
Rekayasa Alat Angkut (ILMERA) dengan total investasi sebesar Rp 14.503.631.000,00.
Sedangkan untuk industri yang menyerap kerja terbesar adalah PMA yaitu industri tekstil, kulit
dan aneka (ITKA) sebanyak 21.536 orang, PMDN sebanyak 6.605 orang, industri menengah dan
besar sebanyak 8.193 orang dan industri kecil sebanyak 5.703 orang.
Tabel B-21 Struktur Penduduk Menurut Kelompok Umur di wilayah dan/atau kawasan
(Contoh: Kabupaten Bekasi, 2007)
124 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
Contoh analisis:
Dari tabel B-21. distribusi penduduk menurut umur menunjukkan bahwa penduduk usia
produktif (15 - 64 tahun) mencapai 1.417.161 orang atau 69 %. Sedangkan penduduk yang
belum produktif (< 15 tahun) sebanyak 574.879 orang atau 28 % dan yang tidak produktif lagi
(65 tahun ke atas) 62.760 orang atau 3%. Dari data tersebut, beban ketergantungan diketahui
sebesar 44,99.
Contoh analisis:
Dari tabel B-22. diketahui bahwa sebagian besar penduduk Kabupaten Minahasa Tenggara
berpendidikan SD, yaitu sebesar 25.413 jiwa atau 23,08 persen dari total penduduk sebesar
110.119 jiwa. Ini berarti bahwa ketersediaan SDM yang berpendidikan tinggi sangat sedikit.
Lebih dari separuh jumlah penduduk, yakni sebesar 56.798 jiwa tidak diketahui latar belakang
pendidikannya. Sedangkan penduduk dengan latar belakang Akademi/Perguruan Tinggi hanya
984 jiwa atau 0,89 persen.
Dalam kaitannya dengan perencanaan tata ruang, Kabupaten Minahasa Tenggara harus
banyak berorientasi pada penyediaan sarana dan prasarana pendidikan serta daya dukung
lainnya, sehingga ketersediaan SDM lokal menjadi lebih baik.
Berbicara mengenai SDM, persoalan tidak hanya terbatas pada mata pencaharian, tingkat
pendidikan, atau sumber-sumber ekonomi, akan tetapi faktor kesejahteraan menjadi penentu
Sumber : ...
126 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
Biasanya data-data ini tersedia di dalam SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional). Jika tidak
tersedia data yang dibutuhkan, pergunakan data lain yang merupakan indikator kesejahteraan
masyarakat. Misalnya data jumlah penduduk pra KS selama 3 atau 5 tahun terakhir.
Contoh:
Tabel B-25 Jumlah Keluarga Pra KS, KS I, KS II, KS III dan KS III+
Di Kabupaten Bekasi Tahun 2001 s/d 2006
JENIS KELUARGA
No 2004 2005 2006 %
SEJAHTERA
1 Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Pra KS 136.455 29,12 143.636 28,84 152.726 28,92
Alasan ekonomi 103.300 22,04 105.931 21,27 110.169 20,86
Bukan alasan ekonomi 33.155 7,08 37.705 7,57 42.557 8,06
2 KS I 117..283 28,78 122.508 24,59 121.408 22,99
Alasan ekonomi 63.498 15,58 64.576 12,96 64.472 12,20
Bukan Alasan ekonomi 53.785 13.20 57.932 11,63 56.936 10,79
3 KS II 92.203 19,68 102.562 20,59 114.415 21,68
4 KS III 90.659 19,34 95.638 19,20 103.845 19,66
5 KS III+ 31.965 3,08 33.754 6,78 35.772 6,77
JUMLAH 468.565 100 498.098 100 528.166
Sumber: Badan Kependudukan, Catatan Sipil dan Keluarga Berencana Kabupaten Bekasi 2007
Keterangan : KS : Keluarga Sejahtera
Dari data di atas, kita bisa melihat perkembangan keluarga Pra KS dalam kurun waktu beberapa
tahun.
128 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
ANALISIS PEREKONOMIAN
Jenis Analisis:
1. Struktur Ekonomi dan Pergeserannya
2. Sektor Basis
3. Komoditi Sektor Basis yang Memiliki
Keunggulan Komparatif dan
Berpotensi Ekspor
Acuan dalam
Tujuan analisis Data yang dibutuhkan Keluaran
Buku Panduan
Menemukenali Pendapatan Daerah ·PDRB kawasan yang Sub Bab 3.3.1
struktur ekonomi Regional Bruto (PDRB) tiap dirinci berdasarkan
di dalam wilayah wilayah administrasi yang lapangan usaha.
dan/atau kawasan termasuk dalam wilayah ·Struktur Ekonomi dan
perencanaan saat perencanaan dirinci pergeserannya dalam
ini berdasarkan lapangan wilayah dan/atau
usahanya kawasan
Langkah Pelaksanaan
1) Menjumlahkan besaran PDRB yang dirinci tiap sektor dari tiap wilayah administrasi yang
termasuk dalam wilayah perencanaan untuk mendapatkan PDRB wilayah perencanaan
yang dirinci tiap sektor.
2) Menghitung Persentase (%) PDRB masing-masing sektor terhadap PDRB total wilayah
perencanaan untuk mengetahui kontribusi masing-masing sektor terhadap PDRB wilayah
dan/atau kawasan.
3) Menentukan struktur ekonomi wilayah dan/atau kawasan dengan mengurutkan sektor-
sektor dari yang terbesar kontribusinya terhadap PDRB wilayah dan/atau kawasan.
4) Melakukan analisis pergeseran struktur ekonomi wilayah dan/atau kawasan dengan
menggunakan metode analisis yang sesuai.
Perhatikan..!!
1) Tabel PDRB yang digunakan adalah berdasarkan harga konstan.
2) Untuk menganalisis pergeseran struktur ekonomi kawasan dapat digunakan beberapa
metode, seperti :
- Metode Shift-Share.
- Menggunakan data series atau tidak membatasi struktur ekonomi pada periode
tertentu saja (memiliki pengertian yang dinamis), sehingga terlihat perubahan
struktur ekonominya.
- Cara ini lebih sederhana, namun output yang dihasilkan terbatas
pada proses pergeserannya saja, tidak dapat dinilai kinerja ekonomi
dan sektor unggulannya.
130 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
Contoh Tabel PDRB berdasarkan harga konstan dapat dilihat pada tabel B-26.
Tabel B-26 Laju Pertumbuhan Ekonomi Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000
Menurut Kabupaten/Kota 2003-2006 (Juta Rupiah)
Contoh perhitungan Shift-share & Data series dapat dilihat pada tabel B-27.
132 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada tahun 2003, sektor yang kontribusinya besar
terhadap PDRB adalah perikanan (18,33%), industri tanpa migas (18,41%), bangunan (13,4%)
dan angkutan laut (12,66%). Pada tahun 2004 hingga 2006, keempat sektor tersebut masih
memberikan kontribusi yang besar terhadap PDRB.
Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa struktur ekonomi Kota Bitung atau kawasan
perencanaan, ditopang oleh sektor perikanan, industri tanpa migas, bangunan dan angkutan
laut, karena selama kurun waktu 4 tahun tersebut, tidak ada pergeseran struktur ekonomi.
Langkah Pelaksanaan
1) Menganalisis jumlah tenaga kerja tiap sektor bidang usaha dalam struktur ekonomi untuk
mengetahui distribusi penyerapan tenaga kerja masing-masing sektor.
2) Mensarikan kontribusi tiap-tiap sektor terhadap PDRB wilayah dan/atau kawasan
perencanaan.
3) Menganalisis jumlah produksi masing-masing sektor.
4) Menganalisis luas usaha masing-masing sektor.
5) Menghitung produktivitas masing-masing sektor dengan membagi jumlah produksi sektor
dengan luas usaha sektor.
6) Menentukan sektor-sektor yang dominan berdasarkan besarnya penyerapan tenaga kerja
dan kontribusinya terhadap PDRB wilayah dan/atau kawasan perencanaan.
7) Menentukan sektor basis dengan menggunakan metode analisis ekonomi yang sesuai.
Langkah-langkah di atas dapat digunakan bila data yang dibutuhkan tersedia. Perhitungan
jumlah produksi dan luas usaha tiap sektor memerlukan penelitian lain yang lebih sektoral.
Untuk menentukan sektor basis, digunakan metoda LQ (Location Quotients). Contoh
perhitungan LQ dapat dilihat di tabel B-28.
134 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
Perhatikan..!!
1) Gunakan tabel PDRB berdasarkan harga konstan.
2) Untuk menetapkan sektor basis dapat digunakan metode Location Quotient (LQ).
Location quotient dapat dipergunakan sebagai alat ukur untuk mengukur spesialisasi
relatif suatu daerah/kabupaten pada sektor-sektor tertentu. LQ ini mempunyai
penggunaan yang luas sehingga satuan pengukuran apa saja dapat dipergunakan
untuk menghitungnya. Rumus umum yang biasa dipakai adalah sebagai berikut:
LQ = Si * N/Ni * S
Dimana:
Si = jumlah komoditas wilayah perencanaan;
Ni = jumlah komoditas di wilayah yang lebih luas;
S = jumlah komoditas total di wilayah dan/atau kawasan;
N = jumlah komoditas total di wilayah yang lebih luas.
Besarnya nilai LQ dapat diinterpretasikan sebagai berikut:
LQ > 1: wilayah perencanaan mempunyai spesialisasi dalam sektor tertentu
dibandingkan wilayah yang lebih luas.
LQ = 1: tingkat spesialisasi wilayah perencanaan dalam sektor tertentu sama dengan
wilayah yang lebih luas.
LQ < 1: dalam sektor tertentu, tingkat spesialisasi wilayah berada di bawah wilayah
yang lebih luas.
3) Dalam menentukan wilayah pembanding, perlu diperhatikan perbedaan jenjang
antara wilayah pembanding dengan satuan wilayah/kawasan perencanaan agar
proporsional.
Contoh : Jika suatu wilayah atau kawasan perencanaan mencakup lebih
dari 1 (satu) wilayah administratif, maka yang menjadi wilayah
pembandingnya adalah Produk Domestik Bruto (PDB) wilayah regionalnya.
136 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
Dari tabel B-28 di atas dapat disimpulkan bahwa pada kabupaten perencanaan, sektor yang
memiliki spesialisasi adalah tanaman perkebunan (1,36%), peternakan (1,18%), perikanan
(2,75%), pertambangan tanpa migas (2,29%), penggalian (2,334%), indsutri pengolahan
(1,56%), listrik, gas dan air minum (1,77%), bangunan (2,19%), hotel (1,68%), restoran (3,33%),
angkutan laut (4,35%), jasa pemerintahan umum (1,62%), jasa hiburan dan rekreasi (1,77%),
jasa perorangan dan rumah tangga (1,91%). Contoh kontribusi masing-masing sektor terhadap
PDRB wilayah dapat dilihat pada tabel B-29.
138 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
Dari tabel B-29 di atas, dapat dilihat bahwa pada kabupaten perencanaan terdapat 8 sektor yang
memiliki persentase yang lebih besar dalam kontribusinya terhadap PDRB propinsi.
Sektor—sektor tersebut adalah perikanan (14,69%), pertambangan tanpa migas (12,25%),
penggalian (12,47%), listrik (10,95%), bangunan (11,73%), restoran (17,8%), angkutan laut
(23,26%) dan jasa perorangan dan jasa rumah tangga (10,22%).
Acuan dalam
Tujuan analisis Data yang dibutuhkan Keluaran
Buku Panduan
Menemukenali • Sektor-Sektor Basis Yang • Perbandingan Sub bab 3.3.3
sektor basis Telah Ditetapkan Pada volume ekspor
wilayah dan/atau Bagian Sebelumnya komoditi yang
kawasan yang • Volume ekspor tiap-tiap sama dengan
memiliki komoditi dari masing-masing wilayah lain.
keunggulan sektor basis di wilayah • Keunggulan
komparatif dan dan/atau kawasan komparatif dan
berpotensi ekspor perencanaan potensi ekspor
• volume ekspor komoditi- komoditi.
komoditi yang sama di
wilayah pembanding.
Langkah Pelaksanaan
1) Mengidentifikasi komoditi dari sektor-sektor basis.
2) Menganalisis volume ekspor dari tiap komoditi di tiap sektor di wilayah dan/atau kawasan
perencanaan.
3) Membandingkan volume ekspor tersebut dengan volume ekspor komoditi yang sama di
wilayah lain sebagai pembanding, sehingga dapat diketahui keunggulan komparatif dan
potensi ekspor komoditi tersebut.
Komoditas dengan nilai RCA > 1 adalah komoditas yang dinilai sudah mampu untuk di ekspor.
140 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
Tabel B-30 Perhitungan RCA Produksi Komoditas Pertanian
Atas Dasar Harga Tetap di Kabupaten Xxx Tahun 2000 – 2007
Asumsi
No Komoditas Harga Kabupaten Provinsi Kab (Rp1000) Prov(Rp1000) Pir/Pr Pin/Pn RCA
Rp/Kg
Sumber: xxx
142 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
ANALISIS PENENTUAN SEKTOR/KOMODITAS
POTENSIAL
Sektor/Komoditas Potensial
Acuan dalam
Tujuan analisis Data yang dibutuhkan Keluaran
Buku Panduan
Untuk • Kontribusi Produk • Kegiatan ekonomi Sub Bab 3.4
mengidentifikasi Domestik Regional primer wilayah/ Tabel 3.24
kegiatan ekonomi Bruto (PDRB) Sektor kawasan. Tabel 3.25
primer, sekunder dan Terhadap • Kegiatan ekonomi Tabel 3.26
tersier di wilayah Perekonomian sekunder wilayah/
dan/atau kawasan Wilayah, kawasan.
• Nilai Location Quotient, • Kegiatan ekonomi
• Penyerapan tenaga tersier wilayah/
kerja, kawasan.
• Nilai forward dan
backward linkage.
2 Tanaman
241.702,95 3.306.359,26 11,99 7,31
Perkebunan
3 Peternakan &
hasil-hasilnya 64.280,88 1.012.044,03 3,19 6,35
144 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
Tabel B-33 Contoh Tabel Kontribusi Nilai PDRB Pada Kegiatan Sektor Ekonomi Sekunder
di Wilayah Kabupaten Xxx Dan Propinsi Xxx Atas Dasar Harga Tetap Tahun 2002
Persentase Per
PDRB TH 2002 (juta rupiah) Persentase Sektor
Sektor Dalam
No Lapangan Usaha Dalam Wilayah
Regional Propinsi
Kabupaten Xxx Propinsi Xxx Kabupaten Xxx
Xxx
1 Industri Migas 0 0 0 0
2 Industri Non
Migas 158.264,59 1.897.824,59 7,85 8,34
Tabel B-34 Contoh Tabel Kontribusi Nilai PDRB Pada Kegiatan Sektor Ekonomi Tersier
di Wilayah Kabupaten Xxx Dan Propinsi Xxx Atas Dasar Harga Tetap Tahun 2002
Perhatikan..!!
1) Kegiatan primer dan kegiatan sekunder adalah merupakan kegiatan dasar. Kegiatan
dasar ini menggunakan sumber daya lokal saja atau sebagian juga mempergunakan
kapital impor yang dapat memberikan peluang untuk ekspor ke luar kawasan; dan
selanjutnya dapat memberikan kekayaan kawasan dan peluang kerja yang disebut
sebagai kegiatan ikutan atau kegiatan tersier dan biasanya merupakan kegiatan jasa
dan perdagangan.
2) Apabila suatu kawasan mempunyai kegiatan ekonomi sekunder yang tinggi,
mengindikasikan adanya inovasi teknologi sehingga dapat lebih cepat menambah
akselerasi pengembangan wilayah.
3) Apabila suatu kawasan mempunyai kegiatan ekonomi tersier yang cukup
tinggi, mengindikasikan bahwa kawasan/daerah tersebut mempunyai
sistem perekonomian wilayah yang semakin modern dan mendunia.
146 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
ANALISIS PENENTUAN
SEKTOR/KOMODITAS UNGGULAN
Jenis Analisis:
1. Analisis Pengaruh Kebijakan Pemerintah
2. Analisis Pasar Unggulan dan Pola Aliran Komoditas Unggulan
3. Analisis Potensi Pengembangan Kegiatan/Komoditas Unggulan
4. Analisis Pemilihan Sektor/Komoditas Unggulan
Sektor unggulan adalah sektor atau kegiatan ekonomi yang mempunyai potensi,
kinerja, dan prospek yang lebih baik dibandingkan sektor lainnya sehingga
diharapkan mampu menggerakkan kegiatan usaha ekonomi turunan lainnya,
sehingga dapat tercipta kemandirian pembangunan wilayah
Langkah Pelaksanaan
1) Memilih variabel kinerja sektor perekonomian yang dianggap dapat mempresentasikan
unggulnya suatu sektor.
2) Menyeragamkan definisi sektor yang dipakai.
3) Menyusun matriks sektor terhadap variabel-variabel terpilih.
4) Memilih sektor yang benar-benar unggul berdasarkan perbandingan nilai variabel-variabel
tersebut.
Perhatikan..!!
Sektor unggulan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1) Sektor unggulan yang mempunyai nilai sangat dominan, yang dapat
diinterpretasikan sebagai sektor perekonomian yang mempunyai keunggulan dalam
kontribusi produksi, baik sektoral maupun total, daya persebaran dan
derajat kepekaan yang kuat, serta mempunyai basis ekonomi yang kuat.
2) Sektor potensial, merupakan sektor-sektor yang tidak dominan, sehingga
masih bisa dikembangkan.
148 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
Tabel B-35 Contoh Tabel Penentuan Sektor Unggulan
Acuan dalam
Tujuan analisis Data yang dibutuhkan Keluaran
Buku Panduan
Melakukan ·Asal bahan baku yang digunakan ·Identifikasi Sub Bab 3.5.2
identifikasi untuk memproduksi komoditas potensi pasar
pasar unggulan unggulan. untuk
(market trend) ·Daerah-daerah yang menjadi komoditas
dan pola aliran pasar untuk memasarkan unggulan.
komoditas komoditas unggulan. ·Identifikasi
unggulan ·Tabel Input Output Nasional. pola aliran
·Data jaringan jalan yang komoditas
mendukung distribusi komoditas unggulan.
unggulan.
·Data titik-titik yang menjadi inlet-
outlet komoditas unggulan,
misalnya pelabuhan, bandara,
atau terminal khusus barang.
Langkah Pelaksanaan
1) Menginventarisasi kebijakan yang menyangkut penetapan kawasan yang mempunyai
potensi ekonomi sebagai upaya untuk memberi arahan dalam pengembangan ekonomi
wilayah dan/atau kawasan.
2) Menginventarisasi kebijakan yang menyangkut kerjasama ekonomi inter dan intra wilayah
dan/atau kawasan sebagai proses tindak lanjut terhadap pemerataan program
pembangunan nasional yang merupakan tujuan dalam mencapai masyarakat ekonomi
yang madani dan sejahtera dalam lingkup zona maupun regional.
3) Menginventarisasi kebijakan yang mengatur pembagian peran stakeholder yang seimbang
antara masyarakat, pemerintah dan swasta sebagai alat dalam menumbuhkembangkan
dan mensukseskan rencana pembangunan ekonomi wilayah dan/atau kawasan.
4) Mengidentifikasi kebijakan yang mengarah pada bentuk-bentuk 'growth driven', untuk
menciptakan peluang-peluang pasar dan menciptakan prakondisi yang menarik bagi para
investor apalagi bila dilengkapi dengan input teknologi sebagai sarana dalam menjaring
pasar regional, nasional, dan global.
150 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
Perhatikan..!!
Kebijakan pemerintah yang perlu diperhatikan, antara lain:
1) Kebijakan pengembangan wilayah.
2) Kebijakan sektoral yang terkait dengan kawasan/wilayah perencanaan.
3) Kebijakan otonomi daerah.
Acuan dalam
Tujuan analisis Data yang dibutuhkan Keluaran
Buku Panduan
Melakukan • Asal bahan baku yang digunakan untuk • Identifikasi Sub Bab 3.5.2
identifikasi memproduksi komoditas unggulan. potensi
pasar unggulan • Daerah-daerah yang menjadi pasar pasar untuk
(market trend) untuk memasarkan komoditas unggulan. komoditas
dan pola aliran • Tabel Input Output Nasional. unggulan.
komoditas • Data jaringan jalan yang mendukung • Identifikasi
unggulan distribusi komoditas unggulan. pola aliran
• Data titik-titik yang menjadi inlet-outlet komoditas
komoditas unggulan, misalnya unggulan.
pelabuhan, bandara, atau terminal
khusus barang.
Langkah Pelaksanaan
1) Mengidentifikasi asal impor bahan baku.
2) Menginventarisasi wilayah-wilayah tujuan produksi pasar.
3) Menganalisis keterkaitan antar sektor (forward and backward linkages), baik di dalam
wilayah/dan atau kawasan, maupun antara wilayah dan/atau kawasan dengan wilayah
dan/atau kawasan lainnya berdasarkan keterkaitan bahan baku dan daerah pemasaran
(pasar). Keterkaitan ini ditunjukkan dalam bentuk besarnya komoditas (dalam ton atau
satuan-satuan lainnya).
4) Menentukan pasar unggulan berdasarkan besarnya keterkaitan.
5) Menganalisis ruas-ruas jalan yang digunakan untuk mendistribusikan masing-masing
komoditi unggulan, sehingga diketahui pola alirannya dan besarannya.
6) Menganalisis besarnya komoditas unggulan yang harus ditampung di masing-masing inlet
dan outlet berdasarkan pola aliran tersebut.
7) Mengidentifikasi kemampuan masing-masing inlet-outlet untuk menampung distribusi
komoditas unggulan sehingga dapat diketahui apakah pola aliran yang terjadi telah
didukung oleh prasarana transportasi yang ada.
Analisis yang dilakukan untuk menghasilkan keluaran yang berupa Identifikasi Potensi Pasar
untuk komoditas-komoditas unggulan dan Identifikasi Pola Aliran komoditas-komoditas
unggulan, sebaiknya dilakukan secara terpisah setelah rekomendasi sektor unggulannya
ditetapkan dalam RTRW. Hal ini dilakukan mengingat analisis ini memerlukan data pendukung
yang sangat lebih detail dan memerlukan waktu khusus untuk menelitinya. Disamping itu juga,
hasil akhir dari analisis ini tidak memilki keterkaitan langsung dengan kebutuhan penyediaan
ruang di dalam kawasan.
Dinas Pertanian setempat dan Departemen Pertanian RI biasanya telah melakukan berbagai
studi tentang pola aliran/distribusi dan pasar dari berbagai komoditas. Hasil dari studi-studi ini
yang dapat dipakai sebagai masukan dalam penyusunan tata ruang.
Perhatikan..!!
1) Kajian peluang pasar yang lebih luas bahkan sampai tingkat global harus melalui
penelitian-penelitian yang berkoordinasi dengan lembaga yang terkait.
2) Lembaga tersebut antara lain: kamar dagang dan industri, lembaga Litbang yang
melakukan kajian produk baru dan pencarian pasar baru, pusat informasi
terpadu masyarakat dunia usaha, sistem pemasaran bersama, dan lain
sebagainya.
152 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
3. ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN KEGIATAN / KOMODITAS UNGGULAN
Langkah Pelaksanaan
1) Menganalisis potensi pengembangan dari komoditas yang berkaitan dengan produksi
pertanian dan produksi pertambangan.
2) Melihat kemungkinan terjadinya kegiatan ikutan dan penunjang dari kegiatan produksi
pertanian dan produksi pertambangan.
3) Merumuskan permasalahan dalam produksi komoditas pertanian maupun tambang
misalnya masalah aksesibilitas, perlunya peremajaan tanaman perkebunan, penyerapan
tenaga kerja, dan sebagainya.
Kemampuan lahan dan daya tampung adalah hasil dari analisis fisik lingkungan mengenai
kesesuaian lahan yaitu berupa satuan kemampuan lahan (SKL). Pada tahap ini, SKL tersebut
disesuaikan untuk pengembangan sektor dari komoditas unggulan. Selanjutnya keluarannya
berupa peta pola ruang yang mengindikasikan lokasi atau persebaran berbagai jenis kawasan
untuk berbagai kegiatan termasuk pengembangan kegiatan ekonomi primer, sekunder, dan
tersier. Rincian pemanfaatan lahan yang tergambar dalam peta pola ruang ini dapat dilihat pada
tabel sebagai berikut.
Perhatikan..!!
1) Suatu penelitian atau studi pada tahap awal, umumnya melakukan adalah
pengumpulan data dan identifikasi potensi sumber daya yang terdiri dari lokasi,
sumber daya alam, sumber daya buatan dan sumber daya manusia.
2) Identifikasi potensi adalah sebagai output dari analisis yang dilakukan melalui tahapan
kompilasi data berupa tabel, peta atau informasi lainnya serta perumusan langkah –
langkah proses analisis.
3) Komoditas/jasa unggulan yang mempunyai potensi untuk dikembangkan adalah
komoditas yang kegiatan sambungnya cukup panjang dibandingkan yang bukan
unggulan, baik kegiatan sambung ke depan dan atau kegiatan sambung ke
belakang. Kegiatan sambung ke depan disebut derajat kepekaan, dan
kegiatan sambung ke belakang disebut derajat penyebaran. Kegiatan
sambung dapat digambarkan melalui pohon industri.
Contoh pohon industri dari komoditas Kelapa dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
154 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
Pemerintah Pusat: Forum Daya Saing, Pemda:
Deperin, Depdag, Working Group, Dinas Ind.,
Deptan Fasilitator Klaster Dinas Pertanian
Virgin Oil
Daun Kelapa
Mesin dan
Minyak Goreng
Peralatan
Buah Kelapa
Minuman Pasar
Bio Diesel
Eksportir Luar Negeri
Kosmetik
Bahan Batang Kelapa Nata de Coco
Penolong:
Makanan
Asam Cuka
NaOH, Air Kelapa
Bleaching Obat
Santan Bubuk
Earth,
Asam Sabut Kelapa Pengolahan Air
Coco Riber Distributor Pasar
Phospat Dalam Negeri
Tempurung Karbon Aktif
Kelapa
Bahan Bangunan
Perabot Rumah
Kerajinan
155
4 ANALISIS PEMILIHAN SEKTOR / KOMODITAS UNGGULAN
Acuan dalam
Tujuan analisis Data yang dibutuhkan Keluaran
Buku Panduan
Menentukan • Sektor/komoditas Sektor/komoditas Sub Bab 3.5.4
sektor/komoditas potensial terdiri dari unggulan yang dapat
utama yang dapat kegiatan ekonomi dijadikan sebagai motor
dijadikan sebagai motor primer, sekunder, penggerak ekonomi
penggerak ekonomi dan tersier di wilayah yang dalam
kawasan dan/atau kawasan/wilayah . pelaksanaannya dapat
wilayah perencanaan • Sektor/komoditas berfungsi sebagai salah
yang dalam potensial yang satu sektor prioritas
pelaksanaannya dapat terpengaruh oleh dalam program-
berfungsi sebagai salah kebijakan program maupun
satu sektor prioritas pemerintah alokasi dana
dalam program- sehingga diharapkan pembangunan dan juga
program maupun dapat menjadi sebagai tempat
alokasi dana sektor/komoditas investasi dari kalangan
pembangunan dan juga unggulan. swasta yang ingin
sebagai tempat • Potensi pasar untuk berusaha di wilayah
investasi dari kalangan komoditas unggulan. tersebut
swasta yang ingin • Pola aliran
berusaha di wilayah komoditas unggulan.
tersebut • Potensi sumber daya
(alam, lahan, buatan,
dan manusia) untuk
pengembangan
kegiatan ekonomi
primer, sekunder,
maupun tersier.
Langkah Pelaksanaan
Menentukan keunggulan suatu sektor berdasarkan parameter sebagai berikut:
1) Tingkat proporsi sektor terhadap PDRB wilayah yang tertinggi dengan nilai acuan minimum
di atas nilai rata-rata dan selang nilainya dengan sektor yang di bawah cukup signifikan
jauhnya.
2) Tingkat persentase sektor terhadap PDRB Sektoral Provinsi yang terbesar, dengan nilai
acuan minimum, di atas 50%.
3) Nilai LQ (Location Quotient) di atas satu (LQ>1), artinya sektor yang dapat dimasukkan
kategori unggul adalah sektor yang mempunyai nilai LQ lebih dari satu karena dapat
diinterpretasikan bahwa dengan nilai tersebut, berarti sektor tersebut sudah tidak hanya
melayani kepentingan lokal, tetapi juga sudah berorientasi keluar.
156 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
4) Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja paling besar, artinya sektor tersebut mampu menciptakan
lapangan kerja yang lebih banyak sehingga lebih cepat dalam melakukan pemerataan
pendapatan ekonomi.
5) Tingkat keterlibatan dunia usaha kecil dan menengah terbanyak, artinya sektor tersebut
lebih mengakar pondasi ekonominya sehingga peluang keberlanjutannya lebih besar
karena kaya akan investasi lokal.
6) Mempunyai nilai ekspor terbesar, baik dari nilai rupiah maupun volume, serta frekuensinya
sehingga dapat lebih memberikan nilai tambah bagi daerah.
7) Sektor yang mempunyai forward dan backward linkage terbesar, artinya sektor tersebut
mempunyai proses pengolahan yang panjang, artinya value added yang berputar di
kawasan tersebut makin besar, karena mampu mendorong tumbuhnya kegiatan-kegiatan
ekonomis pendukung.
8) Terdapat peluang pasar dan minat investasi.
Perhatikan..!!
1) Kriteria yang dapat dipilih untuk mengukur keunggulan suatu sektor adalah dari
aspek PDRB, Sektor Basis (LQ), Tenaga Kerja, investasi, keterlibatan usaha kecil dan
menengah, tingginya nilai ekspor, dan Input-Output.
2) Variabel-variabel tersebut kemudian diturunkan menjadi parameter keunggulan
sektor tersebut dengan menyatakan bahwa nilai dari masing-masing variabel
adalah paling besar.
3) Untuk menyeragamkan satuan perhitungan dalam penentuan sektor unggulan,
maka yang digunakan sebagai acuan adalah sub-sektor atau lapangan usaha seperti
yang dicantumkan dalam terminologi PDRB.
4) Klasifikasi lapangan usaha dipakai dalam penentuan ini karena disamping
kemudahan data dalam menganalisis data, juga lapangan usaha bisa
diwakilkan dari sekian banyak variabel karena sifatnya yang tidak kaku
dan kemudian untuk menelurkan komoditas unggulannya apa akan lebih
spesifik dan terfokus pada suatu kegiatan produksi.
Keterlibatan
PDRB Tenaga Nilai Input-
No Lapangan Usaha LQ Investasi Usaha Kecil dan
Kabupaten Kerja Ekspor Output
Menengah
1. Pertanian
A. Tanaman Bahan Makanan
B. Tanaman Perkebunan
C. Peternakan Dan Hasil-Hasilnya
D. Kehutanan
E. Perikanan
2. Pertambangan Dan Penggalian
A. Minyak Dan Gas Bumi
B.Pertambangan Tanpa Migas
C. Penggalian
3. Industri Pengolahan
4. Listrik, Gas Dan Air Minum
A. Listrik
B. Air Minum
5. Bangunan
6. Perdagangan, Hotel Dan Restoran
A. Perdagangan
B. Hotel
C. Restoran
7. Pengangkutan Dan Komunikasi
A. Angkutan Darat
B. Angkutan Sungai Dan Penyeberangan
C. Angkutan Laut
D. Angkutan Udara
E. Jasa Penunjang Angkutan
F. Komunikasi
8. Keuangan, Persewaan, Dan Jasa Perusahaan
A. Bank
B. Lembaga Keuangan Bukan Bank
C. Sewa Bangunan
D. Jasa Perusahaan
9. Jasa-Jasa
A. Jasa Pemerintahan Umum
B. Jasa Sosial Kemasyarakatan
C. Jasa Hiburan Dan Rekreasi
D. Jasa Perorangan Dan Rumah Tangga
158 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
Data untuk mengisi tabel di atas adalah data hasil pengolahan atau berdasarkan hasil dari suatu
penelitian, bukan data mentah.
• Data PDRB Kabupaten/Wilayah adalah data PDRB berdasarkan harga konstan.
• Data LQ sudah dilakukan perhitungan sebelumnya seperti contoh pada Tabel
• Data Tenaga Kerja adalah pengolahan besarnya tenaga kerja yang terserap pada setiap
sektor PDRB.
• Data investasi adalah nilai investasi untuk setiap sektor PDRB. Data ini harus diolah lebih
dahulu karena data yang tersedia pada umumnya tidak dalam sektor PDRB.
• Data Keterlibatan Usaha Kecil dan Menengah harus diolah lebih dahulu agar dapat dilihat
seberapa besar keterlibatan UKM dalam setiap sektor PDRB.
• Data ekspor umumnya tidak dihitung berdasaran jenis lapangan usaha PDRB, melainkan
berdasarkan jenis barang (pupuk, gula pasir) atau golongan barang (bahan kosumsi, bahan
baku). Dengan begitu, untuk dapat mengisinya harus dilakukan pengolahan data terlebih
dahulu.
• Data nilai input-output adalah untuk melihat kompetensi dari setiap sektor. Data ini diolah
dari data masing-masing komoditas, yang harus diolah berdasarkan sektor PDRB.
Rekomendasi akhir dari pengembangan sektor unggulan sampai pada: infrastruktur pendukung,
arahan peluang pasar (volume, lokasi), dan arahan investasi. Ketiga-tiganya diarahkan untuk
studi lebih lanjut karena butuh analisis yang lebih dalam untuk dikembangkan. Untuk kebutuhan
rencana tata ruang, cukup sampai teridentifikasinya sektor unggulan daerah.
Jenis Analisis:
1. Analisis Kebutuhan Teknologi untuk Mengolah Komoditas
Unggulan
2. Analisis Kebutuhan Infrastruktur untuk Pengembangan
Komoditas Unggulan
160 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
1. ANALISIS KEBUTUHAN TEKNOLOGI UNTUK MENGOLAH KOMODITAS UNGGULAN
Langkah Pelaksanaan
1) Mengidentifikasi produk komoditas yang sesuai dengan kebutuhan pasar.
2) Mengidentifikasi kebutuhan teknologi untuk mengolah bahan baku sehingga menjadi
produk yang siap dipasarkan.
3) Melakukan analisis terhadap kebutuhan dan ketersediaan teknologi untuk mengolah
bahan baku menjadi produk yang siap dipasarkan.
4) Melakukan analisis kelayakan untuk investasi teknologi.
Perhatikan..!!
1) Produk komoditas yang dibutuhkan pasar, terutama pasar global harus melalui
penelitian-penelitian yang berkordinasi dengan lembaga yang terkait.
2) Lembaga tersebut antara lain: kamar dagang dan industri daerah, lembaga
penelitian dan pengembangan yang melakukan kajian produk baru dan
pencarian pasar baru, pusat informasi terpadu masyarakat dunia usaha,
riset dan teknologi, lembaga pendidikan tinggi, dan lain sebagainya.
Untuk dapat menghitung NPV dan IRR dibutuhkan data-data dan analisis :
- Harga-harga input produksi
- Harga-harga komoditas
- Proses Produksi
- Estimasi volume produksi
Di bawah ini adalah contoh perhitungan NPV dan IRR untuk usaha penanaman kelapa sawit.
Usaha penanaman kelapa sawit menghabiskan waktu 16 tahun. Di tiap tahunnya dikeluarkan
biaya investasi sejumlah 23.409.619 juta rupiah. Pendapatan mulai masuk pada tahun ke 5. Pada
saat usaha dimulai hingga tahun ke-16, diasumsikan bunga bank 10%. Oleh sebab itu dapat
dihitung NPV dan IRR-nya.
162 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
Tabel B-38 Besar Investasi dan Pendapatan Usaha Penanaman Kelapa Sawit
Tahun ke -
Keterangan
TOTAL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Total 11.157.591 14.254.795 18.966.796 23.409.619 23.409.619 23.409.619 23.409.619 23.409.619 23.409.619 23.409.619 23.409.619 23.409.619 23.409.619 23.409.619 23.409.619 23.409.619
Investasi
Pendapatan 0 0 0 0 2.029.023 8.311.173 10.802.172 12.391.372 16.876.447 22.674.306 31.506.272 32.181.772 32.181.772 32.181.772 31.269.847 30.611.234
Present Value 0 0 0 0 1.259.864 4.691.441 5.543.222 5.780.666 7.157.261 8.741.926 11.042.756 10.254.104 9.321.913 8.474.466 7.485.753 6.661.896 86.415.268
I1 I2 In
NPV = I0 + 1
+ 2
+ ... +
(I+r) (I+r) (I+r)n
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa dengan bunga bank 10% maka investasi di usaha
penanaman kelapa sawit memiliki nilai keuntungan yang tinggi, terbukti dengan nilai IRR yang
mencapai 24% lebih tinggi dari bunga bank 10%.
164 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
2. ANALISIS KEBUTUHAN INFRASTRUKTUR UNTUK PENGEMBANGAN KOMODITAS
UNGGULAN
Langkah Pelaksanaan
1) Mengidentifikasi kebutuhan infrastruktur untuk mengembangkan dan memasarkan
komoditas unggulan.
2) Melakukan analisis terhadap kebutuhan dan ketersediaan infrastruktur untuk
mengembangkan dan memasarkan produk/komoditas unggulan.
3) Melakukan analisis kelayakan untuk investasi infrastruktur.
166 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
Perhatikan..!!
1) Ketersediaan infrastruktur yang sudah terbangun dan yang direncanakan
untuk dibangun.
2) Kajian kebutuhan infrastruktur dapat dilakukan sekaligus untuk beberapa
komoditas, baik komoditas unggulan maupun bukan unggulan
(prospektif).
Selamat..!!
Anda telah menyelesaikan tahap analisis Aspek Ekonomi dalam penyusunan
Rencana Tata Ruang
Analisis sosial budaya adalah analisis untuk melakukan kajian secara mendalam
tentang dampak sosial budaya yang ditimbulkan dalam pembangunan tata ruang.
Analisis sosial budaya lebih menekankan pada uraian fakta yang meliputi peristiwa,
subyek (pelaku), obyek, interaksi, dan konflik sosial, serta dokumen, yang
keseluruhannya sangat penting kedudukannya dalam setiap analisis.
Analisis sosial budaya sebenarnya adalah suatu usaha untuk memperoleh
gambaran lengkap mengenai situasi sosial dan budaya dengan menelaah
kaitan sejarah dan struktur sosial dalam masyarakat.
168 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
TUJUAN Mengkaji kondisi sosial budaya masyarakat yang mendukung atau
menghambat pengembangan wilayah dan/atau kawasan.
ANALISIS ASPEK
SOSIAL BUDAYA
Kependudukan
Potensial
Pendidikan Merencanakan Perencanaan
Untuk
Pengembangan Sosial Budaya
Dikembangkan
Ketenagakerjaan Sosial Budaya
Kesehatan
Sosial Budaya
170 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
Bagaimana melakukan Analisis Sosial Budaya
Kependudukan
Pendidikan
Ketenagakerjaan
Kesehatan
Sosial Budaya
Jenis Analisis:
1. Kependudukan
2. Pendidikan
3. Ketenagakerjaan
4. Kesehatan
5. Perumahan & Lingkungan
6. Sosial Budaya
Kependudukan
Indikator Kependudukan
172 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
Acuan dalam
Tujuan Analisis Data yang Dibutuhkan Keluaran
Buku Panduan
§Memperoleh Jumlah Penduduk §Komposisi Sub Bab 4.3.1
gambaran potensi penduduk Tabel 4.1
penduduk. Jumlah Penduduk Usia menurut umur Sub Bab 4.3.1
§Membuat acuan Produktif dan Tidak dan jenis kelamin Tabel 4.1
dalam menentukan Produktif saat ini dan yang
kebijakan Penduduk Menurut akan datang. Sub Bab 4.3.1
penyebaran Daerah Tempat Tinggal §Proyeksi jumlah Tabel 4.1
penduduk. Penduduk Menurut penduduk yang Sub Bab 4.3.1
§Memperoleh Daerah Asal digunakan untuk Tabel 4.1
gambaran situasi Jumlah dan Laju merencana-kan Sub Bab 4.3.1
dan kondisi objektif pertumbuhan penduduk penyediaan Tabel 4.2
dari perencanaan Luas Daerah dan fasilitas bagi Sub Bab 4.3.1
pengembangan/ Kepadatan Penduduk masyarakat. Tabel 4.3
pemberdayaan Proyeksi Penduduk Sub Bab 4.3.1
masyarakat. Menurut Kelompok Umur Tabel 4.4
Estimasi Proporsi Sub Bab 4.3.1
Penduduk Menurut Tabel 4.5
Kelompok Umur Produktif
dan Tidak Produktif
Langkah Analisis:
1) Menghitung/mengelompokkan setiap indikator menurut jenis kelamin sehingga dapat
menjelaskan totalitas perbedaan antara laki-laki dan perempuan.
2) Mengidentifikasi penduduk menurut kelompok usia muda, usia produktif, dan usia lanjut
dalam rangking yang tidak berbeda jauh.
3) Mengidentifikasi penduduk usia di bawah 15 tahun dan di atas 65 tahun yang dianggap
penduduk tidak produktif secara ekonomi. Makin besar kelompok usia tidak produktif
berarti makin tinggi beban tanggungan penduduk produktif dan semakin banyak sumber
daya yang harus dibagikan kepada kelompok tidak produktif.
4) Menyajikan data, sebaiknya dalam periode 5 tahun atau minimal 3 tahun.
Tabel C-1 Jumlah Penduduk, Jumlah Penduduk Usia Produktif dan Tidak Produktif,
Penduduk Menurut Daerah Tempat Tingal, Penduduk Menurut Daerah,
Kotamadya Jakarta Utara
Tahun
Indikator
2003 2004 2005
Jumlah penduduk 1.425.978 1423.845 1432.417
- Laki-laki 702.179 698.805 717.787
- Perempuan 723.799 725.040 714.630
Jumlah penduduk usia produ ktif dan tidak
produktif (%)
- Usia Muda (0 – 14) 22,80 23,56 25,29
- Usia Produktif (15 – 64) 75,10 74,14 72,49
- Usia Lanjut (65+) 2,10 2,31 2,22
Sumber: Susenas 2003 - 2005
Dengan memperhatikan data di atas, kita bisa membuat analisis terhadap sex ratio yang
merupakan proporsi penduduk laki-laki dibandingkan proporsi penduduk perempuan. Analisis
trend sex ratio ini berguna untuk menggambarkan peta sumberdaya manusia berdasarkan
gender.
Contoh analisis:
Dari data di atas komposisi penduduk periode 2003 -2004 menunjukkan bahwa jumlah
penduduk perempuan lebih besar dibandingkan dengan penduduk laki-laki, dimana sex ratio
dibawah angka 100. Sedangkan tahun 2005, sex ratio naik di atas 100, yaitu sebesar 100,44.
Artinya pada tahun 2005, jumlah penduduk laki-laki lebih besar dibandingkan jumlah penduduk
perempuan, meskipun perbandingannya kecil, atau hampir seimbang jumlah penduduk laki-laki
dan perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan sumberdaya laki-laki dan perempuan
seimbang, sehingga tuntutan partisipasi masyarakat menurut gender diharapkan juga bisa
proporsional.
Lakukan juga analisis terhadap komposisi penduduk menurut kelompok usia produktif untuk
mengetahui angka ketergantungan (dependency ratio) atau lebih dikenal dengan istilah rasio
beban tanggungan. Angka ketergantungan ini merupakan perbandingan antara jumlah
penduduk usia tidak produktif dengan usia produktif.
Contoh analisis:
Dengan komposisi penduduk seperti terlihat dalam tabel di atas, rasio ketergantungan
174 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
penduduk usia tidak produktif terhadap penduduk usia produktif pada tahun 2003 adalah 33,16.
Artinya bahwa setiap 100 penduduk usia produktif menanggung beban 33 orang yang tidak
produktif. Angka ketergantungan ini meningkat dari tahun 2003 – 2005 dari 33,16 menjadi
37,95. Peningkatan ini terjadi karena penurunan jumlah penduduk usia produktif dan
peningkatan jumlah penduduk usia tidak produktif.
Perhatikan juga tabel 4.2. dan tabel 4.3. Sub bab 4.3.1. dari Buku Pedoman. Tabel ini
dimaksudkan untuk mengetahui laju pertumbuhan dan kepadatan penduduk. Dengan
mengetahui kepadatan penduduk, maka bisa diperkirakan ketersediaan lahan dan
peruntukannya.
Tabel 4.4. dan 4.5 Sub bab 4.3.1. dari Buku Pedoman dimaksudkan untuk mengetahui proyeksi
dan estimasi penduduk dalam jangka waktu tertentu. Proyeksi dan estimasi ini bisa digunakan
untuk merencanakan penyediaan fasilitas bagi masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan,
ketenagakerjaan, dan lain-lain.
Perhatikan..!!
1) Gunakan indikator kependudukan yang bersifat umum sehingga dapat dipakai pada
semua kelompok penduduk tanpa dibedakan.
2) Penduduk usia <15 tahun dan >65 tahun dianggap penduduk tidak produktif.
3) Semakin besar kelompok usia tidak produktif semakin tinggi beban tanggungan
penduduk produktif.
4) Data kependudukan dapat diperoleh dari berbagai sumber baik makro maupun
mikro.
5) Sensus Penduduk dilakukan oleh BPS dalam kurun waktu 10 tahun sekali. Biasanya
tidak termasuk penduduk yang tidak bertempat tinggal tetap.
6) Saat ini persentase penduduk di beberapa provinsi tidak dapat dibandingkan
dengan keadaan pada tahun sebelumnya karena perubahan luas wilayah atau
perubahan batas provinsi.
7) Sampai saat ini persebaran penduduk baik antar pulau maupun antar daerah
pedesaan/perkotaan masih timpang.
8) Indikator penduduk menurut daerah asal saat ini penting disajikan mengingat
makin gencarnya 'jargon putera daerah' di berbagai daerah akhir-akhir ini.
Indikator ini dapat menjelaskan pula potensi penduduk asli dan
pendatang sehingga dapat memberikan gambaran tentang situasi dan
kondisi objektif dari perencanaan pengembangan/pemberdayaan
masyarakat di wilayah dan/atau kawasan.
Indikator pendidikan menjadi salah satu indikator penting dalam analisis sosial budaya, karena
indikator ini menggambarkan potensi sumberdaya manusia. Dengan mengetahui kondisi
pendidikan inilah, indeks pembangunan manusia suatu wilayah bisa dilihat. Bertolak dari indeks
pembangunan manusia, maka kemampuan masyarakat untuk lebih dapat memberdayakan ‘diri
sendiri’, baik secara sosial maupun ekonomi dapat dipetakan.
Pendidikan
Indikator Pendidikan
176 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
Langkah Pelaksanaan
1) Mengidentifikasi jumlah penduduk menurut partisipasi sekolah.
2) Mengidentifikasi perbandingan banyak murid, banyak guru, rasio murid-guru, rasio
murid-kelas dalam beberapa tahun.
3) Mengidentifikasi penduduk buta huruf menurut daerah tempat tinggal.
4) Mengidentifikasi jumlah penduduk menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan.
Contoh:
Contoh analisis:
Dari Tabel C-2. diketahui Angka Partisipasi Sekolah (APS) Provinsi Bali tahun 2005 untuk anak
usia 7 – 12 tahun di Sekolah Dasar (SD) cukup tinggi, yaitu mencapai 95,73 persen artinya setiap
100 penduduk usia 7 – 12 tahun terdapat 96 penduduk yang masih sekolah. Sementara itu APS
untuk anak usia 13 – 15 tahun di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) mencapai 83,59
persen dan APS usia 16 – 18 tahun di Sekolah Menengah Umum (SMU) mencapai 59,86 persen.
Dari data tersebut dapat digambarkan bahwa pemerataan kesempatan memperoleh
pendidikan baru sampai tingkat Sekolah Dasar (SD), sedangkan untuk tingkat SLTP dan SMU
masih relatif cukup rendah.
Tahun
Indikator
1980 1990 2000
Banyaknya Murid
- SD
- SLTP
- SMU
- Perguruan Tinggi
Rasio Jumlah Guru Per 1000 Penduduk
- SD
- SLTP
- SMU
Rasio Murid – Guru (%)
- SD
- SLTP
- SMU
Rasio Murid – Kelas (%)
- SD
- SLTP
- SMU
Tingkat Melek Huruf (%)
- Laki-laki
- Perempuan
- Tampilan tabel juga tidak bersifat kaku, semuanya mengikuti format seperti tabel di atas.
Tabel C-3. bisa dipecah ke dalam beberapa tabel.
178 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
Contoh:
Tabel C-4 Rasio Jumlah Murid dan Guru Sekolah Dasar di Provinsi Bali
Tahun 2004 – 2006
Tahun
Indikator
2004 2005 2006
Jumlah murid 381.543 387.610 387.610
Jumlah guru 22.412 23.121 23.121
Rasio 12,99 13,00 13,00
Sumber: Dinas Pendidikan Provinsi Bali
Dari tabel C-4. di atas, diketahui bahwa rasio jumlah murid dan guru sekolah dasar pada tahun
2004 adalah 12,99 dan tahun 2005-2006 sama, yaitu 13,00. Rasio ini jauh di atas rasio yang
ditetapkan dalam standar pelayanan minimal bidang pendidikan. Dengan kondisi ini, idealnya
Provinsi Bali memiliki kualitas pendidikan yang baik.
- Data yang digunakan bisa sensus (per 10 tahun) atau data per tahun dari BPS wilayah
perencanaan.
- Rasio digunakan untuk menentukan kecukupan antara sarana dan prasarana serta
sumberdaya di bidang pendidikan dengan tingkat kebutuhan masyarakat.
- Tingkat melek huruf adalah indikator makro di bidang pendidikan yang sangat mendasar.
Perhatikan..!!
1) Pendidikan adalah salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan
masyarakat karena pendidikan merupakan usaha untuk meningkatkan kecerdasan dan
keterampilan. Dengan adanya pemerataan pendidikan masyarakat diharapkan dapat
meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan penduduk.
2) Salah satu usaha pemerintah untuk meningkatkan pendidikan adalah penyediaan
sarana dan prasarana pendidikan yang memadai.
3) Indikator keberhasilan pembangunan di bidang pendidikan adalah berkurangnya
tingkat buta huruf penduduk berumur 10 tahun ke atas. Tingkat buta huruf merupakan
bagian dari indikator kemampuan penduduk untuk berkomunikasi secara tertulis.
Dengan kata lain kemampuan baca-tulis merupakan keterampilan minimum yang
dibutuhkan penduduk untuk berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan.
4) Indikator lain yang sering digunakan untuk melihat peningkatan
sumberdaya manusia di bidang pendidikan adalah data penduduk 10
tahun ke atas menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan.
Ketenagakerjaan
Indikator Ketenagakerjaan
180 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
Acuan dalam
Tujuan Analisis Data yang Dibutuhkan Keluaran
Buku Panduan
§Memperoleh §Tabel Penduduk Yang §
Identifikasi data Sub Bab 4.3.3
gambaran keadaan Bekerja, ketenaga kerjaan Tabel 4.10
ketenaga kerjaan. §Tabel Penduduk Yang untuk
§Memperoleh Mencari Pekerjaan, merencanakan
gambaran §Tabel Penduduk Bukan penyediaan
distribusi/ Angkatan Kerja lapangan kerja baik
penyebaran tenaga §Tabel Tingkat formal maupun Sub Bab 4.3.3
kerja. Partisipasi Angkatan informal. Tabel 4.11
§Membuat acuan Kerja, §
Identifikasi data
bagi Pemerintah §Tabel Angka Beban angkatan kerja
dalam menentukan Tanggungan Angkatan untuk
kebijakan Kerja, merencanakan
penyediaan §Tabel Status dan penyediaan fasilitas Sub Bab 4.3.3
lapangan kerja. Lapangan Pekerjaan, yang bersifat Tabel 4.12
meningkatkan Tabel 4.13
kemampuan kerja.
Langkah Pelaksanaan
1) Mengidentifikasi penduduk yang bekerja, mencari pekerjaan dan bukan angkatan kerja.
2) Mengidentifikasi tingkat partisipasi angkatan kerja menurut umur, daerah tempat tinggal,
status pekerjaan, dan lapangan pekerjaan utama.
Contoh:
Contoh analisis:
Dari Tabel C-5. TPAK Jakarta Utara secara keseluruhan mencapai 63,72 persen pada tahun 2006
dengan komposisi laki-laki 84,03 persen dan perempuan 44,42 persen. Hal ini menunjukkan
bahwa laki-laki lebih banyak yang bekerja dan perempuan lebih banyak mengurus rumah
tangga (44,99 persen perempuan bukan angkatan kerja mengurus rumah tangga dan hanya
0,26 persen laki-laki yang mengurus rumah tangga). Dengan demikian, perencanaan
pembangunan sosial budaya harus diarahkan pada perencanaan yang lebih memberi peluang
keterlibatan perempuan.
Salah satu indikator penting dalam ketenagakerjaan adalah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK) yang merupakan ukuran penawaran tenaga kerja di pasar tenaga kerja. TPAK
memberikan informasi tentang penduduk usia kerja aktif secara ekonomi.
182 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
Perhatikan..!!
1) Indikator ketenagakerjaan terkait erat dengan indikator tingkat pertumbuhan
penduduk yang akan mempengaruhi pertumbuhan angkatan kerja. Pertambahan
penduduk usia kerja akan meningkatkan jumlah angkatan kerja yang tentunya harus
tertampung dalam lapangan kerja baik formal maupun informal.
2) Meningkatnya jumlah penduduk berumur >10 tahun mengakibatkan meningkatnya
angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.
3) Indikator ketenagakerjaan yang sering digunakan untuk menghitung persentase
angkatan kerja berdasar jumlah penduduk usia 10 tahun ke atas adalah Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). Kenaikan atau penurunan angkatan kerja berkaitan
erat dengan peningkatan usia sekolah dan semakin terbukanya kesempatan untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
4) TPAK tertinggi terdapat pada golongan umur 35-44 tahun karena tanggung jawab
terhadap ekonomi keluarga semakin besar.
5) Sumber data TPAK dapat diperoleh dari survai Sakernas BPS.
6) Indikator yang menggambarkan perkiraan banyaknya penduduk yang tidak produktif
(berumur 0-14 tahun dan >65 tahun) dan harus ditanggung oleh penduduk usia
produktif (15-64 tahun) adalah indikator Angka Beban Tanggungan Angkatan Kerja.
Indikator ini hampir sama dengan Estimasi Proporsi Penduduk Menurut Kelompok
Usia Produktif dan Tidak Produktif.
7) Pola struktur umur penduduk yang muda tentu akan mempengaruhi tingginya angka
beban tanggungan di suatu negara.
8) Status pekerjaan biasanya dikelompokkan dalam 5 kelompok, yaitu: Berusaha sendiri
tanpa bantuan, Berusaha dengan buruh tidak tetap/pekerja keluarga, Berusaha
dengan buruh tetap, Buruh/karyawan, Pekerja Keluarga.
9) Lapangan pekerjaan utama juga dikelompokkan dalam 5 kelompok,
yaitu: Pertanian, Industri, Perdagangan, Jasa-jasa (Angkutan, Keuangan,
Jasa Perusahaan dan Jasa Kemasyarakatan), Lainnya
(Pertambangan/Penggalian, Listrik, Gas dan Air, Bangunan).
Salah satu faktor penunjang terciptanya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
adalah tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang memadai. Secara umum dapat dikatakan
bahwa masyarakat yang sehat akan berperan dalam menciptakan SDM yang berkualitas dan
selanjutnya akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan perencanaan pembangunan.
Kesehatan
Indikator Kesehatan
184 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
Langkah Pelaksanaan
1) Mengidentifikasi indikator kesehatan yang diperlukan dalam proses perencanaan
kesehatan.
2) Mengidentifikasi angka kematian bayi dan balita dan angka harapan hidup waktu lahir yang
merupakan salah satu tolok ukur derajat kesehatan masyarakat.
Tabel C-6 Contoh Tabel Angka Kematian Bayi Per 1000 Kelahiran Menurut Jenis Kelamin
dan Wilayah/Kawasan Perencanaan Tahun ...
Tabel C-7 Contoh Tabel Angka Kematian Balita Per 1000 Kelahiran Menurut Jenis Kelamin
dan Wilayah/Kawasan Perencanaan Tahun ...
- Bandingkan angka harapan hidup tahun terakhir dengan tahun-tahun sebelumnya. Jika dari
tahun ke tahun selalu meningkat, ini menunjukkan bahwa kualitas hidup masyarakat juga
meningkat.
- Biasanya tersedia data yang lebih compact, misalnya Laporan Pembangunan Manusia oleh
Bappenas.
Contoh:
Penduduk
Angka Penduduk
yang Kelahiran
Kematian Bayi dengan Rata-rata
Wilayah/Kawa Angka melakukan ditolong oleh
(per 1000 Keluhan Lama Sakit
san Morbiditas (%) pengobatan tenaga medis
kelahiran Kesehatan (hari)
sendiri (%)
hidup) (%)
(%)
Jembrana 29 40,1 29,2 5,3 36,3 71,1
Tabanan 18 22,0 16,4 5,8 22,8 100,0
Badung 27 32,9 25,0 4,3 45,9 99,1
Gianyar 26 35,2 21,9 5,5 23,6 100,0
Klungkung 41 25,3 16,7 5,6 30,3 94,1
Bangli 27 31,3 24,2 5,4 29,5 91,0
Karangasem 44 44,3 32,3 4,8 19,3 76,2
Buleleng 46 32,0 23.7 6,0 31,9 89,7
Denpasar 22 21,2 10,3 4,9 34,7 100,0
Bali 31 31,3 21,8 5,3 30,1 92,0
Dari tabel di atas, indikator kesehatan bisa kita jelaskan lebih detail. Tidak hanya melihat
angka kematian bayi/balita dan angka harapan hidup, tetapi perilaku sehat masyarakat juga
bisa digambarkan. Apakah masyarakat memilih melakukan pengobatan pada tenaga medis
atau tidak, bisa dilihat juga pada tabel tersebut.
186 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
Contoh analisis:
Dari tabel C-9 di atas, diketahui bahwa Provinsi Bali masih terdapat 31 kematian bayi dari setiap
1000 kelahiran hidup ataumasih terdapat resiko kematian bayi sekitar 3 % pada setiap
kelahiran. Pada proses persalinan, 92 % ibu hamil melahirkan dibantu oleh tenaga medis. Ini
berarti bahwa perlu ada peningkatan SDM di bidang medis dan juga peralatannya, sehingga
angka kematian bayi makin bisa diturunkan. Di samping itu, sebanyak 30,1 % penduduk masih
memilih melakukan pengobatan sendiri dibandingkan datang ke rumah sakit atau tenaga
medis. Hal ini bisa disebabkan oleh banyak hal, karena keterbatasan biaya pengobatan,
aksesibilitas terhadap puskesmas/rumah sakit, atau juga tingkat kesadaran penduduk.
Dengan mengetahui kondisi kesehatan masyarakat seperti ini, perencanaan tata ruang akan
didasari pada harus berorientasi pada kemudahan akses masyarakat terhadap kesehatan, baik
berupa sarana dan prasarana maupun informasi.
Perhatikan..!!
1) Angka kematian bayi berkaitan erat dengan tingkat pendidikan keluarga, keadaan
sosial ekonomi keluarga, sistem nilai dan adat istiadat, kebersihan dan kesehatan
lingkungan serta pelayanan kesehatan yang tersedia.
2) Beberapa faktor yang dapat memperburuk derajat kesehatan masyarakat antara lain
rendahnya konsumsi makanan bergizi, kurangnya sarana kesehatan dan keadaan
sanitasi serta lingkungan yang tidak memadai.
3) Angka harapan hidup waktu lahir dapat memperlihatkan keadaan dan sistem
pelayanan kesehatan yang ada dalam suatu masyarakat karena dapat dipandang
sebagai bentuk dari hasil upaya peningkatan taraf kesehatan secara keseluruhan.
4) Adanya peningkatan taraf sosial ekonomi masyarakat memungkinkan penduduk untuk
memperoleh pelayanan kesehatan yang lebih baik.
5) Sumber data angka kematian bayi dan balita adalah Sensus Penduduk yang dilakukan
oleh BPS. Penghitungan data tersebut dengan menggunakan metode Trusell (West).
6) Di beberapa kota besar telah diusahakan pembangunan sarana dan prasarana
kesehatan, tetapi di daerah-daerah perdesaan dirasakan masih sangat kurang bahkan
di daerah-daerah terpencil dan transmigrasi. Itulah sebabnya perbedaan derajat
kesehatan masyarakat antara satu provinsi dengan provinsi lainnya seringkali sangat
besar, begitu pula perbedaan derajat kesehatan antara penduduk perkotaan dengan
perdesaan atau daerah terpencil.
7) Pembangunan sarana dan prasarana kesehatan perlu dilakukan, antara
lain Rumah Sakit Umum, Puskesmas (Puskesmas biasa, Puskesmas
Pembantu, Puskesmas dengan tempat tidur), Apotek, Tenaga Kesehatan
(dokter, perawat, paramedis non perawat dan tenaga akademis bidang
kesehatan).
Mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan
dan Permukiman, disebutkan bahwa setiap warga negara Indonesia mempunyai hak untuk
menempati dan/atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi dan
teratur. Hal ini sejalan dengan amanat UUD 1945 Pasal 28 butir 1, bahwa setiap warga negara
berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup
yang baik dan sehat. Amanat tersebut mendudukkan bahwa rumah yang layak dan lingkungan
perumahan yang sehat merupakan hak setiap orang untuk meningkatkan mutu kehidupan dan
penghidupannya.
Keberadaan dan perwujudan rumah akan berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat
lainnya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keadaan perumahan, yaitu:
1. Faktor lingkungan di mana masyarakat berada;
2. Tingkat perekonomian masyarakat;
3. Kemajuan teknologi;
4. Kebijakan pemerintah dalam menangani perumahan.
Kondisi dan keadaan perumahan dan lingkungan yang disajikan dalam analisis sosial budaya
diharapkan dapat merefleksikan kondisi tempat tinggal masyarakat dan sekaligus menunjukkan
tingkat kesejahteraan yang dicapai.
188 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
Acuan dalam Buku
Tujuan Analisis Data yang Dibutuhkan Keluaran
Panduan
Menyusun indikator Persentase Rumah Tangga Menurut Identifikasi sarana Sub Bab 4.3.5
perumahan dan Beberapa Fasilitas Perumahan Dan Daerah dan fasilitas Tabel 4.19
lingkungan untuk Tempat Tinggal lingkungan rumah
memperoleh Persentase Rumah Tangga Menurut di wilayah Sub Bab 4.3.5
gambaran tentang Daerah Tempat Tinggal Dan Jenis dan/atau Tabel 4.20
tingkat Penerangan Yang Digunakan kawasan.
kesejahteraan Persentase Rumah Tangga Menurut Sub Bab 4.3.5
rumah tangga dan Daerah Tempat Tinggal Dan Sumber Tabel 4.21
tingkat Penerangan
kesejahteraan Persentase Rumah Tangga Menurut Sub Bab 4.3.5
masyarakat Daerah Tempat Tinggal Dan Sumber Air Tabel 4.22
umumnya di wilayah Minum
dan/atau kawasan Persentase Rumah Tangga Menurut Sub Bab 4.3.5
Daerah Tempat Tinggal Dan Fasilitas Air Tabel 4.23
Minum
Persentase Rumah Tangga Menurut Sub Bab 4.3.5
Daerah Tempat Tinggal Dan Tempat Buang Tabel 4.24
Air Besar
Persentase Rumah Tangga Menurut Sub Bab 4.3.5
Daerah Tempat Tinggal Dan Jenis Bahan Tabel 4.25
Bakar Untuk Memasak
Persentase Rumah Tangga Menurut Sub Bab 4.3.5
Daerah Tempat Tinggal Dan Luas Lantai Tabel 4.26
Persentase Rumah Tangga Menurut Sub Bab 4.3.5
Daerah Tempat Tinggal Dan Jenis Dinding Tabel 4.27
Terbanyak
Persentase Rumah Tangga Menurut Sub Bab 4.3.5
Daerah Tempat Tinggal Dan Jenis Atap Tabel 4.28
Terbanyak
Persentase Rumah Tangga Menurut Sub Bab 4.3.5
Daerah Tempat Tinggal Dan Jenis Lantai Tabel 4.29
Terluas
Langkah Pelaksanaan
1) Mengidentifikasi sarana dan fasilitas lingkungan rumah.
2) Memproyeksikan kebutuhan sarana dan fasilitas lingkungan rumah sesuai dengan
perkembangan kegiatan di wilayah dan/atau kawasan.
Perkotaan +
Fasilitas Perumahan Perkotaan Perdesaan
Perdesaan
1. Penerangan Listrik
2. Sumber air minum
3. Tempat mandi sendiri
4. Kakus sendiri dengan tangki septik
5. Luas lantai (area 30m2)
Tabel di atas menunjukkan data wilayah yang luas, sehingga klaisifikasinya dibatasi ruang spasial,
perkotaan dan perdesaan. Biasanya dalam data statistik yang tersedia, lokasi atau nama wilayah
berdasarkan desa/keluarahan, kecamatan, kabupaten/kota atau bahkan provinsi yang muncul.
Sehingga pengklasifikasian wilayah tidak selalu harus spasial desa – kota, tetapi memisahkan
karakteristik geografis atau rentang kendali dengan pusat pemerintahan atau CBD (Central
Bussiness District).
Selain itu, sangat mungkin data yang tersedia justru berdasarkan pada item fasilitas
perumahan/lingkungan. Contoh:
Jika data yang tersedia demikian, maka bisa dilakukan analisis per item dari indikator.
Contoh analisis:
Dari tabel C-11. di atas, diketahui sumber air minum terbanyak digunakan oleh rumah tangga di
Jakarta Utara adalah ledeng, yakni mencapai sekitar 82,25 persen pada tahun 2005. Jumlah ini
mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan ini diimbangi dengan
kenaikan persentase rumahtangga yang menggunakan air minum kemasan, yaitu dari 11,58
190 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
persen tahun 2004 meningkat menjadi 16,36 persen tahun 2005. Perubahan ini disebabkan
kondisi Jakarta Utara yang terletak di pinggir Laut Jawa, sehingga kualitas air tanah kurang
begitu baik untuk konsumsi. Oleh karena itu, rumah tangga di Jakarta beralih menggunakan air
leding dan air mineral untuk kebutuhan air minumnya.
Kondisi air bersih sebagai kebutuhan dasar dalam kehidupan manusia sehari-hari seperti di atas,
menuntut pemerintah untuk menyediakan air bersih yang cukup, terutama untuk keperluan
minum dan memasak.
Contoh lain:
Luas lantai adalah jumlah luas lantai yang ditempati dan digunakan untuk keperluan sehari-hari
oleh anggota rumah tangga, termasuk di dalamnya teras, garasi, WC, dan gudang dalam satu
bangunan. Tidak termasuk di dalamnya luas lantai bangunan untuk usaha.
Contoh analisis:
Dari tabel C-12. di atas, di Jakarta Utara persentase rumah tangga yang mendiami rumah
dengan luas lantai lebih dari 100 m2 masih relatif kecil, bahkan mengalami penurunan, yaitu dari
22,67 persen tahun 2004 menjadi 13,35 persen pada tahun 2005. Demikian juga rumah tangga
yang menempati luas lantai 50 – 99 m2, turun dari 29,03 persen menjadi 24,69 persen. Kenaikan
justru terjadi pada rumah tangga yang menempati luas lantai <20 m2 hingga 49 m2. Ini
menunjukkan bahwa daya beli masyarakat di sektor perumahan makin menurun. Selain itu,
jumlah penduduk yang semakin meningkat juga menyebabkan kebutuhan lahan untuk
perumahan semakin menyempit, sehingga masyarakat menempati ruang yang makin kecil.
192 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
ANALISIS SOSIAL BUDAYA
Indikator sosial budaya sebenarnya tidak bisa diukur hanya dengan melihat sarana
telekomunikasi yang dipakai atau aksesibilitas masyarakat terhadap informasi. Sosial budaya
dalam kehidupan masyarakat melingkupi pranata sosial/kelembagaan masyarakat, adat
istiadat, warisan budaya, dan kondisi gender. Untuk itu, pengambilan data pada indikator ini,
tidak cukup hanya dengan menampilkan data penggunaan media komunikasi masyarakat, akan
tetapi diperlukan juga data-data antara lain:
1. Keberadaan situs purbakala di wilayah terkait
2. Kelembagaan adat
3. Nilai dan norma budaya
4. Kondisi gender (pembagian pekerjaan menurut jenis kelamin, akses dan kendali atas
sumber daya dan manfaatnya, pengambilan keputusan, dll)
5. Pranata sosial (agama, pelapisan sosial, keluarga)
6. Kepemimpinan lokal
Sosial Budaya
Langkah Pelaksanaan
1) Mengidentikasi kearifan lokal melalui adat istiadat dan warisan budaya.
2) Mengidentifikasi pranata sosial yang berjalan di wilayah dan/atau kawasan
3) Mengidentifikasi tingkat aksesibilitas masyarakat terhadap informasi.
4) Mengidentifikasi kepemimpinan lokal
Contoh:
Tabel C-13 Jumlah Suku/Etnis, dan Situs Bersejarah di Provinsi Bali
Tahun 2003-2004
Tahun
Uraian
2003 2004 2005
Suku/Etnis 4 4 4
Bahasa Lokal 2 2 2
Situs Bersejarah 276 276 276
Sumber: www.baliprov.go.id
194 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
Data di atas menunjukkan keberagaman nilai budaya dan tempat-tempat yang dijaga
kelestariannya oleh masyarakat. Hal ini penting digambarkan sebelum perencanaan dilakukan,
karena beberapa wilayah di Indonesia memiliki kondisi spesifik, bersifat unik, dan keberagaman
yang tidak dimiliki oleh daerah lain. Dengan mengetahui kondisi ini, diharapkan perencanaan
tata ruang juga memperhatikan local wisdom yang telah ada dan sustain di masyarakat.
Contoh lain:
Jumlah (buah)
Uraian
2003 2004 2005
1. Desa Adat 1.418 1.420 1.432
2. Banjar Adat 3.945 3.945 3.945
Kondisi khas wilayah seperti Provinsi Bali yang memiliki status pemerintahan dinas dan adat,
menuntut perlakuan berbeda dalam setiap pengambilan kebijakan. Demikian halnya dalam
perencanaan tata ruang. Keberadaan Desa Adat atau Lembaga Adat jauh lebih berpengaruh
dalam kehidupan masyarakat dibandingkan desa dinas yang hanya berperan secara
administratif. Data ini berguna untuk menentukan strategi pendekatan melalui stakeholder yang
dipercaya masyarakat dan mengadopsi tata nilai agama dan adat setempat, sehingga
perencanaan tidak menimbulkan social class.
196 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN WILAYAH
BERDASARKAN ASPEK SOSIAL BUDAYA
Pada langkah ini akan dirangkum semua hasil kajian/analisis aspek sosial
budaya dalam satu rekomendasi kelayakan sosial budaya yang akan menjadi
masukan bagi penyusunan rencana tata ruang wilayah/kawasan.
Potensi
Langkah Pelaksanaan
1) Mengidentifikasi indikator sosial budaya masyarakat.
2) Menganalisis indikator sosial budaya yang potensial untuk dikembangkan.
3) Merencanakan pengembangan sosial budaya masyarakat.
4) Menganalisis kemungkinan dilakukannya rekayasa sosial budaya untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
5) Menganalisis kemungkinan terjadinya perubahan sosial budaya dalam usaha peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
Kemajuan pembangunan manusia tidak hanya menjadi tujuan yang penting untuk dicapai,
tetapi juga akan menjadi dasar yang esensial bagi demokrasi yang stabil dan ekonomi yang terus
berkembang. Karena itu, sebenarnya dari semua itu akan bermuara pada apa yang disebut
kesejahteraan rakyat. Salah satu pendekatan yang biasa digunakan untuk menyusun indikator
tingkat kesejahteraan rakyat adalah indikator komposit obyektif yang diturunkan dari beberapa
komponen kesejahteraan yang disebut sebagai indeks pembangunan manusia (human
development index/HDI).
Pada dasarnya indeks pembangunan manusia (IPM) adalah suatu indeks komposit yang
diharapkan mampu mencerminkan kinerja pembangunan manusia, sehingga dapat
diperbandingkan antar wilayah atau antar rentang waktu. Selain itu, IPM juga dapat dijadikan
sebagai alat ukur bagi tingkat akselerasi upaya pembangunan manusia dari perspektif agregatif,
karena mencakup tiga komponen, yakni indeks harapan hidup (e0), indeks pendidikan (melek
huruf dan rata-rata lama sekolah), dan indeks standar hidup layak (indeks mutu hidup). Skala
IPM terletak antara 0 (terburuk) dan 100 (terbaik). Secara teoritis dapatlah dikatakan bahwa
semakin tinggi nilai agregat IPM, maka akan semakin baik pula kualitas taraf hidup penduduk di
suatu wilayah (daerah) bersangkutan, sekaligus mencerminkan tingkat keberhasilan upaya
pembangunan manusia.
198 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
Tabel C-15 Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Bali Tahun 1999 – 2005
1999 2005
Kabupaten/Kota
IPM Peringkat IPM Peringkat
1. Jembrana 62,46 4 70,40 5
2. Tabanan 65,72 2 72,30 2
3. Badung 64,73 3 71,60 3
4. Gianyar 61,02 6 70,80 4
5. Klungkung 59,92 8 68,70 7
6. Bangli 61,53 5 68,70 6
7. Karangasem 54,30 9 63,30 9
8. Buleleng 60,10 7 68,10 8
9. Denpasar 68,76 1 75,20 1
BALI 62,20 - 69,80 -
Sumber: BPS Provinsi Bali
Contoh analisis:
Berdasarkan nilai “polaritas” rentang nilai IPM tertinggi dan terendah antar kabupaten/kota,
maka nilai IPM di Provinsi Bali tahun 2005 sedikit bergeser dibandingkan tahun 1999. Pada
tahun 1999 rentang nilai IPM mencapai 14,5 dan pada tahun 2005 mencapai 11,90. Nilai ini
mengindikasikan bahwa kesenjangan pembangunan antar daerah mulai merata. Kalau dilihat
masing-masing nilai IPM tahun 2005, maka terdapat lima kabupaten/kota yang memiliki nilai
IPM diatas 69,8 yaitu Kabupaten Jembrana (70,40), Tabanan (72,30), Badung (71,60), Gianyar
(70,80) dan Kota Denpasar (75,20). Sementara untuk kabupaten yang lain dibawah IPM provinsi,
seperti Kabupaten Klungkung (68,70), Bangli (68,70), Karangasem (63,30), dan Kabupaten
Buleleng (68,10).
Setelah menyajikan serangkaian data-data di atas, tidak cukup melihat potensi daerah dan
peluang perencanaan dari IPM saja. Data-data yang telah tersaji tadi, bisa dianalisis lebih jauh
dan komprehensif untuk melihat kondisi-kondisi:
1. Indeks Pembangunan Jender (IPJ)
2. Indeks Pemberdayaan Jender (IDJ)
3. Indeks Kemiskinan Manusia (IKM)
Ketiga hal di atas saling terkait satu sama lain, termasuk dengan IPM. Dalam kaitannya dengan
MDGs yang ingin dicapai di Indonesia, dalam setiap proses perencanaan pembangunan harus
berorientasi pada kesetaraan gender dan pengentasan kemiskinan.
Perhatikan..!!
1) Indikator komposit yaitu suatu indikator tunggal yang merupakan gabungan dari
beberapa indikator, misal data kependudukan, pendidikan dan kesehatan.
2) Indikator komposit yang sering digunakan adalah Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) yang merupakan gabungan dari indikator angka harapan hidup, angka melek
huruf dan rata-rata lamanya pendidikan yang diperoleh. IPM tersebut dipakai untuk
membandingkan tingkat kesejahteraan rakyat antar daerah di wilayah dan/atau
kawasan.
3) Indikator komposit cocok untuk tujuan perbandingan wilayah karena memenuhi
beberapa kriteria yaitu:
a. Tidak mengasumsikan hanya ada satu pola pembangunan.
b. Menghindari standar-standar yang merefleksikan nilai-nilai spesifik dalam
masyarakat atau nilai-nilai kesukuan.
c. Mengukur hasil (result) bukan masukan (input).
d. Menggambarkan tingkat dan sebaran yang mudah dipahami.
e. Sederhana cara menyusunnya serta mudah dipahami.
f. Cocok untuk perbandingan secara regional dan internasional.
200 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
PEMILIHAN RENCANA TINDAK PENGEMBANGAN
WILAYAH BERKAITAN DENGAN ASPEK SOSIAL BUDAYA
Langkah ini akan merangkum hasil analisis data yang berasal dari indikator
sosial budaya wilayah dan/atau kawasan. Data yang diperoleh kemudian
diolah dan dikaji untuk diselaraskan dengan kebutuhan pemerintah daerah di
wilayah dan/atau kawasan.
Rencana
Tindak
Langkah Pelaksanaan
1) Menganalisis data indikator sosial budaya yang telah dikumpulkan. Berdasarkan analisis
indikator sosial budaya dapat diperoleh gambaran apakah suatu wilayah dan/atau kawasan
cukup potensial untuk dikembangkan atau tidak.
2) Melakukan perencanaan pengembangan sosial budaya atau sering disebut sebagai
perencanaan sosial, jika cukup potensial untuk dikembangkan. Suatu perencanaan sosial
dapat menghasilkan atau tidak menghasilkan perubahan. Perubahan yang diharapkan
adalah terjadinya peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah dan/atau kawasan.
Perhatikan..!!
Data indikator yang digunakan dalam pedoman analisis ini sebagian besar diperoleh
oleh dua pelaku utama pembangunan yaitu Pemerintah dan Masyarakat. Peranan
pelaku utama lainnya yaitu Swasta tidak banyak dapat diungkapkan dalam penyusunan
indikator. Untuk memperoleh analisis atau kajian yang komprehensif tentang
pengembangan wilayah dan/atau kawasan serta memahami lebih jauh masalah yang
dihadapi pemerintah daerah maka analisis indikator sosial budaya ini dapat
disempurnakan dengan menggunakan data mikro berupa hasil-hasil studi di
wilayah dan/atau kawasan yang berhubungan dengan masalah sosial
budaya.
202 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
REKOMENDASI PENGEMBANGAN SOSIAL BUDAYA
MELALUI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Rekomendasi
Langkah Pelaksanaan
1) Merencanakan kegiatan dengan prinsip keterpaduan dengan program masyarakat,
kepercayaan, kebersamaan dan kemandirian.
2) Bekerjasama dengan tokoh masyarakat atau kelompok formal/informal yang ada.
3) Bekerjasama dengan lembaga pengembangan swadaya masyarakat yang telah melakukan
program pelayanan di daerah dan mengambil peran melengkapi atau mengisi program
yang telah berjalan.
4) Membentuk Kelompok Swadaya Masyarakat .
5) Memberikan pendampingan kepada masyarakat yang diberdayakan.
6) Memberdayakan lembaga pendukung lainnya, seperti LKMD.
7) Menawarkan program pelatihan bagi tenaga-tenaga motivator, fasilitator (pelatihan,
pembimbing latihan) dan membina lembaga-lembaga pengembangan masyarakat (swasta
maupun pemerintah), dengan harapan setelah mereka kembali ke daerah atau tempat
tugas/tempat tinggalnya mampu menumbuhkan program pemberdayaan masyarakat.
204 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
Perhatikan..!!
1) Pemberdayaan masyarakat merupakan proses yang tidak dapat dilakukan secara
parsial melainkan membutuhkan strategi pendekatan yang menyeluruh.
2) Paradigma pembangunan dari teknokrasi yang bertumpu pada rasio menjadi sosio
demokrasi yang menekankan partisipasi masyarakat.
3) Mengembangkan, memandirikan, menswadayakan dan memperkuat posisi tawar
menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala
bidang untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang dan eksploitasi
atas yang lemah.
4) Wawasan pembangunan berubah dari berdasarkan sektoral menjadi berdasarkan
kewilayahan.
5) Sifat pembangunan dari rasional, teknikal dan sistematik menjadi partisipatif,
psikososial dan adaptif.
6) Sumber inisiatif manajemen publik berubah dari gagasan para pakar dan perencana
pembangunan menjadi isu dan peluang pembangunan.
7) Fungsi birokrasi pemerintah berubah dari pelaku utama pembangunan menjadi
fasilitator pembangunan.
8) Penganggaran pembangunan dari sesuai mata anggaran (line item
budgeting) menjadi sesuai kegiatan program (program budgeting).
Selamat..!!
Anda telah menyelesaikan tahap analisis Aspek Sosial Budaya dalam
penyusunan Rencana Tata Ruang
206 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
CARA MENCAPAI OUTPUT
Proyeksi
Kebutuhan
Kendala/
Pembatas
Rencana
Struktur Ruang
Konsep Perencanaan
Tata Ruang
Rencana
Pola Ruang
Kesesuaian Lahan,
Alokasi Komponen Ruang
Arahan
Pemanfaatan Ruang
Arahan
Pengendalian Ruang
Konsep Perencanaan
Tata Ruang
Rencana
Pola Ruang
Kesesuaian Lahan,
Alokasi Komponen Ruang
Arahan
Pemanfaatan Ruang
Arahan
Pengendalian Ruang
208 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
KONSEP DASAR PERENCANAAN TATA RUANG
Proses perencanaan tata ruang, yang diartikan sebagai upaya untuk menciptakan kondisi
tata ruang wilayah yang lebih baik di masa mendatang. Oleh karenanya dalam proses
perencanaan tata ruang selain mempertimbangkan hal-hal yang dibutuhkan di masa
mendatang, juga perlu melihat pengalaman dan kecenderungan yang berkembang di
masa lalu hingga saat ini di wilayah perencanaan. Hal ini perlu karena dinamika
pemanfaatan ruang umumnya memiliki sifat rangkaian yang bersinambungan. Jadi dalam
mempertimbangkan upaya peningkatan di masa mendatang, pengalaman masa lalu akan
menjadi bahan pertimbangan pula untuk menghindari kesalahan, serta menyusun
rencana yang obyektif-rasional, efisien, dan efektif.
Landasan Normatif
Analisis fisik dan lingkungan dan keterkaitannya dengan analisis aspek ekonomi dan sosial
budaya
Dari analisis ini akan diperoleh masukan untuk proses penyusunan rencana tata ruang wilayah
khususnya yang berkaitan dengan :
• Perencanaan distribusi pemanfaatan lahan. Dari distribusi lahan yang ada akan dapat
dianalisis kemungkinan benturan antar pemanfaatan ruang terkait dengan dampak yang
ditimbulkan dari aktivitas pemanfaatan ruang tersebut. Analisis pola penggunaan lahan
juga menjadi penguat analisis mengenai struktur ekonomi wilayah, seperti apakah potensi
ekonomi sektor basis didukung oleh kondisi ketersediaan lahan yang terpelihara atau justru
terancam dengan terjadinya pengalihan fungsi lahan, apakah sektor yang dominan menjadi
mata pencaharian penduduk berbanding lurus dengan luas lahan yang tersedia untuk
menampung kegiatan sektor tersebut, dll.
Dari analisis ini akan diperoleh masukan untuk proses penyusunan rencana tata ruang wilayah
khususnya yang berkaitan dengan :
• Perencanaan sektor basis wilayah, yang berimplikasi pada perlunya pengalokasian ruang
yang memadai untuk pengembangan sektor basis tersebut.
• Pola keterkaitan ke depan (forward linkage) dan ke belakang (backward linkage) dari sektor
basis, yang akan menjadi masukan untuk menyusun rencana sistem infrastruktur wilayah
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah, serta rencana pengalokasian ruang
untuk kegiatan budidaya yang mendukung optimalisasi nilai tambah dari sektor basis
(kawasan industri, kawasan pelabuhan, pasar, kawasan agropolitan, dll).
• Pola penyebaran ekonomi wilayah, sebagai masukan untuk menyusun sistem struktur tata
ruang wilayah sedemikian rupa terbentuk sistem pusat-pusat pertumbuhan dan derah
hinterlandnya yang memiliki mekanisme hubungan ekonomi yang positif (minimalisasi
backwash effect). Selain itu, informasi ini juga akan menjadi dasar untuk proses
perencanaan kebutuhan infrastruktur sehingga proses pembangunan ekonomi berlangsung
lebih merata di seluruh wilayah.
Analisis aspek sosial budaya dan keterkaitannya dengan analisis aspek fisik lingkungan dan
ekonomi
Dari analisis ini akan diperoleh masukan untuk proses penyusunan rencana tata ruang wilayah
khususnya yang berkaitan dengan :
• Pola sosial budaya dimana dinamika sosial-budaya masyarakat dikaji untuk mengetahui
sampai sejauh-mana norma-norma sosial budaya atau sistem nilai yang dianut
mempengaruhi pola pikir dan pola perilaku para warga masyarakat. Pengaruh sistem nilai ini
akan mempengaruhi dinamika sosial masyarakat secara keseluruhan dan pada gilirannya
akan mendorong atau menghambat usaha-usaha peningkatan produktivitas masyarakat.
• Perencanaan kependudukan yang dibutuhkan karena karakteristik kependudukan memiliki
hubungan yang saling mempengaruhi dengan pola aktivitas pemanfaatan ruang. Dalam hal
ini, pemahaman terhadap kondisi SDM dan kependudukan (misalnya dari hasil analisis
proyeksi penduduk di masa mendatang) akan menjadi masukan dalam penyusunan rencana
penyebaran penduduk (dikaitkan dengan rencana sistem permukiman untuk menampung
jumlah penduduk dan menyebarkannya secara merata), merencanakan kebutuhan sistem
prasarana dan fasilitas pelayanan, dan bahkan arahan untuk mengendalikan pertumbuhan
jumlah penduduk.
210 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
Perhatikan..!!
Dari hasil analisis aspek fisik dan lingkungan, ekonomi serta sosial budaya akan
didapatkan bahwa dalam ruang akan terdapat berbagai potensi sumber daya sekaligus
berbagai kepentingan untuk memanfaatkan potensi sumber daya yang ada.
Permasalahannya adalah dalam satu ruang wilayah, akan terdapat berbagai
kepentingan sektoral untuk mengembangkan potensi pemanfaatannya. Dengan tanpa
ada upaya untuk merencanakan/mengalokasikan pemanfaatan ruang, maka berpotensi
terjadi konflik sektoral dalam pemanfaatan ruang.
Di sini, akan dibutuhkan kemampuan untuk melakukan mengalokasikan penggunaan
ruang untuk kegiatan sektoral tertentu yang ukurannya mengarah pada upaya
optimalisasi daya guna dan hasil guna pemanfaatan ruang tersebut. Upaya ini
sekaligus untuk menjaga harmonisasi dan keselarasan antar kepentingan
sektoral. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh pengelolaan
pembangunan yang menciptakan ruang yang aman, nyaman, produktif
dan berkelanjutan.
Konsep Perencanaan
POLA RUANG adalah distribusi
Tata Ruang
Rencana
Pola Ruang
peruntukan ruang dalam suatu
Kesesuaian Lahan, wilayah yang meliputi
Alokasi Komponen Ruang
peruntukan ruang untuk fungsi
Arahan
Pemanfaatan Ruang lindung dan peruntukan ruang
untuk fungsi budi daya.
Arahan
Pengendalian Ruang
212 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
PENENTUAN STRUKTUR RUANG
Rencana struktur ruang wilayah akan menggambarkan susunan hirarki pusat-pusat pelayanan
wilayah (orde kota), yang dilengkapi dengan model keterkaitan antara sistem pusat
pertumbuhan dan wilayah hinterlandnya berikut kebutuhan infrastruktur jaringan transportasi
yang menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan maupun pusat pertumbuhan dengan wilayah
hinterlandnya.
Penyusunan struktur ruang wilayah ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis
skalogram yang dikombinasikan dengan analisis gravitasi (sebagai alat untuk menganalisis
tingkat aksesibilitas). Analisis skalogram umumnya digunakan untuk mengidentifikasi
bagaimana kondisi daya dukung suatu wilayah ditinjau dari status dan ketersedian prasarana
dan sarana pendukungnya, serta tingkat aksesibilitas ke dan dari unit wilayah yang dianalisis.
Unit analisis yang digunakan adalah kecamatan dan jika tersedia data yang lengkap dapat
diperkecil menjadi kelurahan/desa.
Pada analisis skalogram ini, setiap variabel pada setiap unit wilayah analisis akan diberikan
bobot secara bertingkat sesuai dengan jumlah maupun status hirarki pelayanannya. Selanjutnya
setiap bobot variabel tersebut akan dijumlahkan sehingga diperoleh total skor bobot per satuan
unit wilayah analisis. Jumlah total skor inilah yang akan menentukan hirarki/orde unit wilayah
analisis. Dalam hal ini, variabel yang menjadi dasar analisis penentuan hirarki struktur
pemanfaatan ruang adalah sebagai berikut :
• Jumlah penduduk.
• Kepadatan penduduk.
• Ketersediaan fasilitas pelayanan, yang dianalisis menurut jumlah dan hirarki pelayanan
setiap jenis fasilitas pelayanan yang dimiliki wilayah analisis (dalam hal ini fasilitas yang
memiliki hirarki pelayanan lebih luas memiliki bobot nilai yang lebih tinggi).
• Tingkat aksesibilitas wilayah, yang dihitung menggunakan model gravitasi. Tingkat
PiPj
Tij = .F(Zi)
b
d ij
dimana :
Tij = Tingkat aksesibilitas dari wilayah i ke kota j
Pi = Penduduk wilayah i
Pj = Penduduk wilayah j
dij = Jarak/waktu tempuh dari wilayah j ke j
b = pangkat dari d (umumnya adalah 2)
F(Zi) = Fungsi (Zi) dengan (Zi) adalah ukuran daya tarik wilayah, misalnya dapat
menggunakan ketersediaan fasilitas pelayanan
Keterangan :
= pusat pertumbuhan (makin besar makin tinggi hirarkinya)
= daerah hinterland
= batas pengaruh pusat pertumbuhan
214 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
Terkait dengan rencana struktur ruang, akan dirumuskan pula arah kebijakan dan strategi bidang
kependudukan, khususnya berkaitan dengan strategi penyebaran penduduk (yang diarahkan
pada upaya pengendalian sekaligus pemerataan distribusi penduduk di setiap bagian wilayah
perencanaan). Strategi pemerataan penduduk ini disusun secara terpadu dengan strategi
perencanaan permukiman, baik dalam konteks pembangunan kawasan perumahan, sistem
bangunan hunian (vertikal dan horizontal), hingga penyediaan prasarana dan sarana dasar
lingkungan permukiman.
jumlah Jumlah
No Kecamatan 11a 11b 1a 1b 1c 2d 2c 2a 2b 7b 7a orde
tipe bobot
D A N A U
L A U T
T O N D A N O BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG
S U L A W E S I KABUPATEN MINAHASA TENGGARA
PROVINSI SULAWESI UTARA
####
#####
PETA RENCANA STRUKTUR RUANG
#####
KABUPATEN MINAHASA TENGGARA
#####
#####
U
#####
KABUPATEN
#####
####
MINAHASA
3 0 3 6 Km
#####
KABUPATEN ###
MINAHASA SELATAN ####
####
####
####
LEGENDA
1°7'30"
1°7'30"
T
$
####
#### #### Ibukota Provinsi Jalan Arteri
#### G. SOPUTAN
Jalan Kolektor
#### Ibukota Kabupaten
#### Jalan Lokal
####
###
##
WTP-1 G
b
= Kantor Kecamatan
Jalan Rencana
#### Batas Provinsi
#
##### Batas Kabupaten
####
####
Batas Kecamatan
####
Wongkai
####
h Silian
#
#### KEC. RATAHAN h Garis Pantai ÿ Gardu Induk
#### r Wiau
KEC. TOULUAAN
å ##### RATA HAN Sungai Î
RANOKETANG TOMBATU ####
D. B uililin
å Wio
###
å Winorangin
Kuyanga
####
Londola
h ##
#####
Molompar
Rasi
r #####
##### Liwutung
WTP-2 G
Tambelang
b
= #####
####
#
KEC. TOMBATU #####
##### KEC. PUSOMAEN
##### ####
##### ##
banga
1°00'00"
1°00'00"
Tonsawang HIRARKI KOTA
#####
Tatengesan
Lowotag
#####
h PKL (Pusat Kegiatan Lokal)
#####
P.Bentenan
####
########
##### ### å MINANGA Sub- PKL (Pusat Kegiatan Lokal)
\
Ü r #####
Malompar Sub-sub PKL (Pusat Kegiatan Lokal)
#########
#####
#####
KABUPATEN KEC. BELANG ##### RENCANA SISTEM TRANSPORTASI
BELANG
##########
MINAHASA SELATAN h Terminal Tipe B
å h
#############
Terminal Tipe C
#########
Î RENCANA DISTRIBUSI AIR BERSIH
P.Bohoi kecil
#########
b
=G WTP-1 = 2.123 l/dtk/hari
#################
P.Bohoi besar
##########
KEC. RATATOTOK G WTP-2 = 1.952 l/dtk/hari
=
b
RENCANA PEMBUANGAN SAMPAH
#########
Basaan
############ #####
\ TPA
Ü (Tempat Pembuanagan Akhir)
###
#########
r TPS (Tempat Pembuanagan Sementara)
P. Salimburung
RATATOTOK
ÿ hr Sumber :
P.Babi P. Hogow - Peta Rupabumi Bakosurtanal, Skala 1 : 50.000
å Edisi tahun 1991, Lembar 2416-43, 2416-44 dan 2417-12
- Hasil Analisis
0°52'30"
0°52'30"
Indeks Lokasi
## P. Putusputus 12 3 ° 12 4 ° 12 5°
##### Î
#### ##### P.Dakokayu
#####
2°
2°
##
#### ##### L A U T
M A L U K U
#####
#####
KABUPATEN
#####
1°
1°
BOLAANG MONGONDOW
#####
#####
#####
Prov. Sulawesi Utara
#####
#####
#####
0°
0°
#####
###
12 3 ° 12 4 ° 12 5°
217
Gambar D-2 Contoh Peta Struktur Ruang (Kasus: Kabupaten Minahasa Tenggara)
PENENTUAN POLA RUANG
Pola ruang wilayah dalam kawasan perkotaan dan perdesaan terdiri dari Kawasan lindung,
Kawasan budi daya dan Kawasan penyangga.
Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya
buatan.
Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumber daya
manusia dan sumberdaya buatan.
218 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
124°30'00" 124°37'30" 124°45'00" 124°52'30" 125°00'00"
D A N A U
L A U T
T O N D A N O BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG
S U L A W E S I KABUPATEN MINAHASA TENGGARA
PROVINSI SULAWESI UTARA
####
#####
PETA RENCANA POLA RUANG
#####
KABUPATEN MINAHASA TENGGARA
#####
#####
U
#####
#####
KABUPATEN
####
MINAHASA
#####
3 0 3 6 Km
KABUPATEN ####
MINAHASA SELATAN #### SKALA 1 : 100.000 (Pada kertas A1 : 59,4 cm x 84,1 cm)
#### ###
####
LEGENDA
1°7'30"
1°7'30"
####
Z
$
###
#### Ibukota Provinsi Jalan Arteri
##### Ú
Ê Jalan Kolektor
#### ### Ibukota Kabupaten
Jalan Lokal
#### ## Kantor Kecamatan
##### å Jalan Rencana
#### Batas Provinsi
#
#### Batas Kabupaten
####
####
Batas Kecamatan
####
Wongkai
####
Silian KEC. RATAHAN
$
## T Gunung Api
Garis Pantai
Wiau
#####
KEC. TOULUAAN
å #### Z
$ RATA HAN Sungai Î Pelabuhan Utama tersier
RANOKETANG TOMBATU
####
####
D. B uililin
å Wio Pelabuhan Pengumpan-
Winorangin
Ú
Ê #### Î
å Kuyanga #### Sekunder
ù .ù .
# Sesar/Patahan
. ù .ù .
ù .ù .
Londola Rasi
#####
Molompar
Liwutung
#####
##### Zona Aliran Lava/Lahar Gn. Soputan
Z
$
####
Tambelang ##### ## Daerah BAHAYA letusan Gn. Api (radius 5 km)
KEC. TOMBATU
Z
$
##### Daerah WASPADA letusan Gn. Api (radius 8 km)
##### KEC. PUSOMAEN
##### #### Ú
Ê Daerah Rawan Longsor
#####
banga
##
1°00'00"
1°00'00"
Tonsawang KAWASAN LINDUNG Luas (Ha.) %
Tatengesan
#####
Lowotag ##### Ú
Ê
##### Hutan Lindung 7.896,5 11,11
P.Bentenan
########
#####
#### å MINANGA Daerah Lindung lain 19.039,7 26,79
KEC. BELANG
#
#####
Malompar KAWASAN BUDIDAYA
#########
#####
##### Pusat Pemerintahan Kabupaten Lokasi Wisata
KABUPATEN
BELANG Ú
Ê ##### Z
$ Ú
Ê
##########
MINAHASA SELATAN Industri dan Pergudangan 236,6 0,33
å
#############
Pariwisata 16,9 0,02
#########
Î Perkebunan 24.165,6 34,00
P.Bohoi kecil
#########
Permukiman 954,7 1,34
#################
P.Bohoi besar Pertambangan 451,6 0,64
##########
KEC. RATATOTOK 17.486,7 24,60
Pertanian
pemakaman umum/kuburan 4,0 0,01
#########
Basaan
############ #####
Hutan Produksi 827,6 1,2
###
#########
P. Salimburung JUMLAH 71.080,0 100,00
RATATOTOK
Ú
Ê Sumber :
P.Babi P. Hogow - Peta Rupabumi Bakosurtanal, Skala 1 : 50.000
å Edisi tahun 1991, Lembar 2416-43, 2416-44 dan 2417-12
- Hasil Analisis
0°52'30"
0°52'30"
Indeks Lokasi
## # # P. Putusputus 12 3 ° 12 4 ° 12 5°
2°
# #####
#### ##### L A U T
M A L U K U
#####
#####
KABUPATEN
#####
1°
1°
BOLAANG MONGONDOW
#####
#####
#####
Prov. Sulawesi Utara
#####
#####
#####
0°
0°
#####
###
12 3 ° 12 4 ° 12 5°
219
Gambar D-3 Contoh Peta Pola Ruang (Kasus: Kabupaten Minahasa Tenggara)
Selamat..!!
Anda telah menyelesaikan tahap analisis Aspek Fisik Lingkungan, Ekonomi,
serta Sosial Budaya dalam penyusunan Rencana Tata Ruang
220 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
PENUTUP
4
Penutup
Anda telah mencapai akhir dari setiap langkah Teknik Analisis Aspek
Fisik Lingkungan, Ekonomi, serta Sosial Budaya dalam Penyusunan
Rencana Tata Ruang.
224 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
DAFTAR ALAMAT STASIUN METEOROLOGI DI INDONESIA
Sumber: http://iklim.bmg.go.id/katalogsts.asp?Jenis=URL&IDS=1383634857712141122
226 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
Kota Stasiun Balai Alamat Telepon Fax
Bengkulu Stasiun Klimatologi Klas Balai Besar Jl. Ir. Rustandi
II Pulau Baai Bengkulu Wilayah II Ciputat Sugianto P. Baai
Bengkulu 39172 Kotak
Pos 15
Bengkulu Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Jl. Raya Bandara 0736- 0736-
III Fatmawati - Bengkulu Wilayah II Ciputat Fatmawati Soekarno, 51064 51614
Bengkulu
Bogor Stasiun Klimatologi Klas I Balai Besar Jl. Raya Darmaga 0251- 0251-
Darmaga Bogor Wilayah II Ciputat Bogor Km 6,5 Kotak 623018, 623018
Pos 174 Bogor 16001 621192
Cengkareng Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Stasiun Meteorologi 021- 021-
I Soekarno-Hatta Wilayah II Ciputat Bandara Soekarno- 5506145 5501582
Cengkareng Hatta Cengkareng
Gedung 611 (tower)
Cilacap Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Jl. Gatot Subroto No. 0282-
III Cilacap Wilayah II Ciputat 20 Cilacap 34103
Citeko Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Stasiun Meteorologi 0251- 0251-
III Citeko - Cisarua Bogor Wilayah II Ciputat Citeko - Cisarua Bogor 255011 255460
Jakarta Stasiun Geofisika Balai Besar Jl. Angkasa I No. 2, 021-
Kemayoran Wilayah II Ciputat Kemayoran, Jakarta 6545808
Pusat
Jakarta Stasiun Meteorologi Balai Besar Jl. Angkasa I No. 2 021-
Kemayoran Jakarta Wilayah II Ciputat Kemayoran Jakarta 4246321
Pusat
Jakarta Stasiun Meteorologi Balai Besar Jl. Padang Marang 4 021- 021-
Maritim Klas I Tanjung Wilayah II Ciputat Pelabuhan Tanjung 5501645 5501582
Priok Priok Jakarta Utara
14310
Jambi Stasiun Klimatologi Klas Balai Besar Jl Raya Jambi, Muara
IV Sei Duren Jambi Wilayah II Ciputat Berlian Km 18,
Simpang Sungai Duren
- Jambi 36363
Jambi Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Jl. Soekarno-Hatta 0741- 0741-
III Sutan Taha - Jambi Wilayah II Ciputat Palmerah - Jambi 572161 573245
Yogyakarta Stasiun Geofisika Balai Besar Jl. Wates Km 8,
Yogyakarta Wilayah II Ciputat Citengan, Balecatur,
Gamping, Sleman, DIY
Kenten Stasiun Klimatologi Klas Balai Besar Jl. Residen H. 0711- 0711-
II Kenten Palembang Wilayah II Ciputat Amalludin Kenten 811642 810831
Sako - Palembang
Kepahiang Stasiun Geofisika Balai Besar Jl. Pembangunan No. 0732-
Kepahyang Wilayah II Ciputat 156 Pasar Ujung, 391600
Kepahyang, Bengkulu
Kerinci Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Bandara Depati Parbo
III Depati Parbo - Kerinci Wilayah II Ciputat Kerinci
Ketapang Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Jl. Patimura No. 11 KP. 0565-
III Rahadi Usman Wilayah II Ciputat 129 Ketapang 78801 21013
Ketapang
228 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
Kota Stasiun Balai Alamat Telepon Fax
Tangerang Stasiun Klimatologi Klas Balai Besar Jl. Raya Kodam 021- 021-
II Pondok Betung Wilayah II Ciputat Bintaro No 82 Jakarta 7353018 7355262
Tangerang Selatan
Tangerang Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Kampus STPI Bandara 021-
III Budiarto - Curug Wilayah II Ciputat Budiarto Curug, 5986924
Tangerang
Tanjung Karang Stasiun Klimatologi Klas Balai Besar Stasiun Klimatologi
IV Masgar - Tanjung Wilayah II Ciputat Masgar - Tanjung
Karang Karang
Tanjung Stasiun Geofisika Balai Besar Jl. Hasyim Idris, 0719-
Pandan Tanjung Pandan Wilayah II Ciputat Tanjung Pandan, 22340,
Bangka Belitung 22384
Tanjung Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Jl. Bandara Buluh 0719- 0719-
Pandan III Buluh Tumbang Wilayah II Ciputat Tumbang Tanjung 24310 22435
Tanjung Pandan Pandan 33413
Tegal Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Jl. Kol. Sugiono No 100 0283- 0283-
III Tegal Wilayah II Ciputat Tegal 52113 356206 341773
Baa Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Bandar Udara Lekunik
III Lekunik Baa Rote Wilayah III Baa Rote 85371
Denpasar
Balikpapan Stasiun Geofisika Klas III Balai Besar Jl. Marsma R. 0542-
Balikpapan Wilayah III Iswahyudi 359 764053,
Denpasar Balikpapan, 762862
Kalimantan Timur
76115
Balikpapan Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Jl. Marsma R. 0542- 0542-
II Sepinggan Balikpapan Wilayah III Iswahyudi No. 3 762360 764054
Denpasar Balikpapan
Banjarbaru Stasiun Klimatologi Klas I Balai Besar Jl. Trikora, Banjarbaru 0511- 0511-
Banjarbaru - Kalimantan Wilayah III - Kalimantan Selatan 4787229 4787159
Selatan Denpasar
Banjarmasin Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Bandara Syamsudin 51122
II Syamsudin Noor - Wilayah III Noor Banjarmasin
Banjarmasin Denpasar
Banyuwangi Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Jl. Jaksa Agung
III Banyuwangi Wilayah III Suprapto No. 152
Denpasar
Bawean Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Jl. Umar Mas'ud 0325-
III Sangkapura Bawean Wilayah III Sangkapura - Bawean 421004,
Denpasar Gresik 61181 22270
Bima Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Stasiun Meteorologi
III Salahudin Bima Wilayah III M. Salahudin Bima
Denpasar NTB 84173
Buntok Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Jl. Merdeka, Bandar
IV Buntok Wilayah III Udara Sanggau,
Denpasar Buntok
Denpasar Stasiun Geofisika Balai Besar Jl. Pulau Tarakan No. 0361-
Sanglah Wilayah III 1, Sanglah, Denpasar, 226157
Denpasar Bali.
230 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
Kota Stasiun Balai Alamat Telepon Fax
Mataram Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Bandara Selaparang Jl. 0364-
III Selaparang - Mataram Wilayah III Adi Sucipto - Mataram 32235
Denpasar NTB
Maumere Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Stasiun Meteorologi 0382
III Wai Oti Maumere Wilayah III Wai Oti Maumere 21349
Denpasar
Muara Teweh Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Jl. Pendreh No. 187 0519-
III Beringin Muara Wilayah III 21495,
Teweh Kalimantan Denpasar 22270
Tengah
Negara Stasiun Klimatologi Klas Balai Besar
II Negara - Bali Wilayah III
Denpasar
Nganjuk Stasiun Geofisika Balai Besar Jl. Pasanggrahan
Sawahan Nganjuk Wilayah III Sawahan No. 10,
Denpasar Nganjuk, Jawa Timur
Nunukan Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Bandar Udara
IV Nunukan - Tarakan Wilayah III Nunukan Jl. Arif
Denpasar Rahman Hakim,
Nunukan Timur
Palangkaraya Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Jl. A Donis A5 Bandara 22871, 23588
III Tjilik Riwut Wilayah III Tjilik Riwut 38902
Palangkaraya Denpasar Palangkaraya
Pangkalan Bun Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Jl. Pramuka Pangkalan 0532-
III Pangkalan Bun Wilayah III Bun, Kalimantan 21329
Denpasar Tengah
Ruteng Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Jl. Satar Tacik Ruteng - 0385-
III Satartacik Ruteng Wilayah III NTT 21264
Denpasar
Samarinda Stasiun Meteorologi Balai Besar Jl. Pipit No 150 0541-
Samarinda Wilayah III Bandara Temindung 41160
Denpasar Samarinda
Sampit Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Jl. Sumekto, Bandar
IV H. Asan Sampit Wilayah III Udara H. Asan Sampit
Denpasar
Seba Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Jl. Terdamu No. 12 0380-
III Terdamu Sabu Wilayah III Seba 861042
Denpasar
Sumbawa Stasiun Meteorologi Balai Besar Jl. Garuda No 43 0371- 0371-
Besar Sumbawa Besar Wilayah III Sumbawa Besar 84312 21859 626144
Denpasar
Surabaya Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Bandar Udara Juanda 031-
I Juanda Surabaya Wilayah III Surabaya 61253 A 8668989,
Denpasar 8667540
Surabaya Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Jl. Kalimas Baru 97B 031-
II Maritim Perak II - Wilayah III Perak Surabaya 3291439
Surabaya Denpasar
Surabaya Stasiun Meteorologi Balai Besar Jl. Tanjung Sadari No. 031-
Maritim Perak I - Wilayah III 78 Surabaya 60177 341430
Surabaya Denpasar
232 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
Kota Stasiun Balai Alamat Telepon Fax
Gowa Stasiun Geofisika Klas II Balai Besar Jl. Malino 0411-
Gowa Wilayah IV Panggentungan, 861083
Makassar Sungguminasa, Gowa,
Sulawesi Selatan
Kairatu Stasiun Klimatologi Balai Besar Kairatu, Seram Bagian
Kairatu Ambon Wilayah IV Barat
Makassar
Kayuwatu Stasiun Klimatologi Klas Balai Besar Stasiun Klimatologi 0431-
II Kayuwatu - Manado Wilayah IV Kayuwatu - Manado 811773,
Makassar 814033
Kendari Stasiun Geofisika Balai Besar Stageof Klas IV
Kendari Wilayah IV Kendari, Sulawesi
Makassar Tenggara
Kendari Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Jl. Jendral Sudirman 0401- 0401-
IV Maritim Kendari Wilayah IV No. 158 Kendari 328528 328528
Makassar 93127
Labuha Stasiun Meteorologi Balai Besar Komp. BMG Bandara 0927- 0927-
Oesman Sadik Labuha Wilayah IV Oesman Sadik Labuha 21255 21255
Makassar Bacan Halmahera
Selatan 97791
Luwuk Stasiun Meteorologi Balai Besar Jl. Dr. Moh. Hatta 0461- 0461-
Bubung Luwuk Wilayah IV Bandara Bubung 22787 21009
Makassar Luwuk
Majene Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Jl. Lettu M. Yamin 0422-
III Majene Wilayah IV No.13 Kotak Pos 21296
Makassar 91411
Makassar Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Bandara Hasanuddin 0411-
I Hasanuddin Makassar Wilayah IV Mandai - Makassar 553019,
Makassar 553087
Makassar Stasiun Meteorologi Balai Besar Jl. Sabutung I No. 30 0411- 0411-
Maritim Klas II Paotere Wilayah IV Paotere - Makassar 319242 328235
Makassar Makassar
Manado Stasiun Geofisika Klas I Balai Besar Jl. Harapan Winangun, 0431- 0431-
Winangun Wilayah IV Manado, Sulawesi 823342 825667
Makassar Utara
Manado Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Jl. AA Maramis 0431- 0431-
II Sam Ratulangi Manado Wilayah IV Bandara Sam 811202 811663,
Makassar Ratulangi Manado 811888
95374
Maros Stasiun Klimatologi Klas I Balai Besar Jl. Ratulangi 75A 372376,
Panakukang - Maros Wilayah IV Maros, Sulawesi 372367
Makassar Selatan
Masamba Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Jl. Dirgantara 0473-
III Andijemma Masamba Wilayah IV Masamba Kab. Luwu 21392
Makassar Utara Sulawesi
Selatan
Namlea Stasiun Meterologi Klas Balai Besar Bandara Namlea, Kec.
III Namlea Wilayah IV Namlea, Kab. Buru
Makassar
234 MODUL TERAPAN PEDOMAN TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN, EKONOMI,
SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
Kota Stasiun Balai Alamat Telepon Fax
Geser Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Jl. Pendidikan Geser
III Geser Wilayah V Kab. Seram Bagian
Jayapura Timur Maluku
Jayapura Stasiun Geofisika Balai Besar Stasiun Geofisika
Angkasa Pura Wilayah V Angkasa Pura, Papua
Jayapura
Jayapura Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Jl. Raya Abepura - 0967-
III Dok II Jayapura Wilayah V Entrop 536189
Jayapura
Kaimana Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Jl. Tarom Kaimana 0957-
III Kaimana Wilayah V 21443
Jayapura
Manokwari Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Jl. Trikora Rendani 0986-
III Rendani Manokwari - Wilayah V Manokwari No. 2 212435
Papua Jayapura
Merauke Stasiun Meteorologi Balai Besar Jl. Bandara Mopah 0971- 0971-
Mopah - Merauke Wilayah V Merauke 321774 322895
Jayapura
Nabire Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Jl. Sisingamangaraja 0984-
III Nabire Wilayah V Bandara Nabire 22559
Jayapura
Ransiki Stasiun Klimatologi Balai Besar Jl. Sudjarwo 0980-
Ransiki Wilayah V Condronegoro 31167
Jayapura
Sarmi Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Bandara Udara 0966-
III Mararena sarmi Wilayah V Marerena Sarmi - 31146
Jayapura Papua
Sentani Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Jl. Airport Bandara 0967- 0967-
III Sentani Wilayah V Sentani Jayapura 591027, 591027
Jayapura 591290
Serui Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Jl. Jend. Sudirman 0983-
III Sujarwo Condro Wilayah V 33703
Negoro Serui Jayapura
Sorong Stasiun Geofisika Sorong Balai Besar Jl. D. Siwiki No. 1 0951-
Wilayah V Puncak Cendrawasih 321785
Jayapura Sorong, Irian Jaya
Barat
Sorong Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Stasiun Meteorologi 0951-
II Jefman Sorong Wilayah V Jefman Sorong 327457
Jayapura
Tanah Merah Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Komp. Bandara Tanah 0975-
III Tanah Merah Wilayah V Merah 99663 31155
Jayapura
Timika Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Jl. Raya Freeport 0901- 0901-
III Timika Wilayah V Bandar Udara Timika 321868, 321868
Jayapura 424004
Wamena Stasiun Meteorologi Klas Balai Besar Jl. Gatot Subroto No. 31123 32608
III Wamena Wilayah V 24 Wamena
Jayapura