Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH TATA GUNA LAHAN

INSNTIF DAN DISINSENTIF

Dosen pembimbing
Mirtha Firmansyah S.T, M.T

Disusun oleh:

Emelia zain 171910501013

Indy farha elya hardiyanti 171910501015

Nugroho chandra wijaya 171910501003

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH KOTA


JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS JEMBER
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang dijelaskan
bahwa semua pemerintah dan provinsi wajib memiliki dan menyusun Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang selanjutnya dilegalisasikan menjadi peraturan
daerah. Peraturan ini yng nantinya akan menjadi acuan para stakeholder untuk
melakukan kegiatan pembangunan. Dalam melakukan atau menjalankan peraturan
ini, diperlukan instrumen-instrumen yang dapat mendukung implementasinya,
termasuk juga instrumen pengendalian dalam melakukan kegiatan seperti zonasi,
perizinan, insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi.

Salah satu instrumen pengendalian adalah insentif dan disinsentif. Instrumen ini
digunakan untuk memberikan imbalan kepada para pelaku pembangunan yang
sejalan dengan rencana tata ruang, sedangkan untuk disinsentif merupakan
perangkat yang digunakan untuk membatasi atau mengurangi kegiatan yang tidak
sesuai dengan rancana tata ruang. Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif
dilakukan oleh pemerintah kepada pemerintah maupun kepada masyarakat.

Pemberian insentif dan disinsentif dilakukan guna menjadi alat atau instrumen
yang dapat digunakan untuk mengendalikan suatu kegiatan yang didorong
perkembangannya maupun dibatasi pengembangannya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini
adalah:

1. Apakah definisi Insentif dan Disinsentif dalam Penataan Ruang?


2. Bagaimanakah perbedaan pengertian insentif dan disinsentif?
3. Bagaimanakah ketentuan dan pengidentifikasian Jenis Insentif
dan Disinsentif dalam Penataan Ruang?
4. Apa sajakah fungsi dari insentif dan disinsentif?
5. Bagaimanakah pengaturan Pemberian Insentif dalam Peraturan
Perundang-undangan?
6. Bagaimanakah penggolongan insentif pajak?
7. Apakah dampak negatif yang ditimbulkan dari adanya insentif pajak?
1.3 Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam makalah ini adalah membahas mengenai insentif dan
disinsentif, baik dalam pengertian menurut UU tentang perencanaan ruang,
jenisnya, pengaturan pemberian insentif dan disinsentif berdasarkan Undang-
Undang.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Insentif
Insentif terkait dengan rencana tata ruang, diantaranya disampaikan oleh
Sadyohutomo (2008) yang menyatakan bahwa insentif merupakan salah satu
bentuk kompensasi akibat rencana tata ruang, selain kompensasi dalam bentuk
pemberian uang tunai, transfer of development right/dispensasi untuk
pembangunan lain, atau bentuk kompensasi lainnya. Dalam Perda No. 22/2010
menyebutkan bahwa insentif adalah perangkat atau upaya untuk memberikan
rangsangan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata
ruang. Insentif diberikan apabila pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana
struktur ruang, rencana pola ruang, dan ketentuan umum peraturan zonasi.
Pemberian insentif dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan imbalan
terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, baik yang
dilakukakn oleh masyarakat maupun pemerintah. Bentuk insentif tersebut antara
lain dapat berupa:
1 Keringanan pajak
2 Pembangunan prasarana dan sarana (infrastruktur)
3 Pemberian kompensasi
4 Kemudahan prosedur perizinan dan
5 Pemberian penghargaan.

Berikut pengertian insentif dan disinsentif berdasarkan Undang-Undang penataan


ruang:
No. Peraturan Insentif Disinsentif
1. UU No. 24 tahun 1992 Perngkat insentif adalah Perangkat disinsentif
tentang penataan ruang pengaturang yang adalah pengaturan
bertujuan memberikan yang bertujuan
rangsangan terhadap membatasi
kegiatan yang seiring pertumbuhan atau
dengan tujuan rencana mengurangi kegiatan
tata ruang. yang tidak sejalan
dengan rencana
kawasan ruang
2. UU No. 26 tahun 2007 Merupakan perangkat Merupakan
tentang penataan ruang atau upaya untuk perangkat untuk
memberikan imbalan mencegah,
terhadap pelaksanaan membatasi
kegiatan yang sejalan pertumbuhan atau
dengan rencana tata mengurangi kegiatan
ruang yang tidak sejalan
dengan rencana tata
ruang
3. PP 15 tahun 2010 tentang Insentif dapat diberikan Disinsentif diberikan
penyelenggaraan penataan untuk kegiatan untuk kegiatan
ruang pemanfaatan ruang pada pemanfaatan ruang
kawasan yang yang pada kawasan yang
didorong dibatasi
pengembangannya pengembangannya
4. UU No. 32 tahun 2009 Merupakan upaya Merupakan
tentang perlindungan dan memberikan dorongan pengenaan beban
pengelolaan lingkungan atau daya tarik secara atau ancaman secara
hidup moneter dan atau non moneter dan atau
moneter kepada setiap non moneter kepada
orang ataupun setiap orang ataupun
pemerintah dan pemerintah dan
pemerintah daerah agar pemerintah daerah
melakukan kegiatan yang agar menguragi
berdampak positif pada kegiatan yang
cadangan sumber daya berdampak negatif
alam dan kualitas fungsi pada cadangan
lingkungan hidup sumber daya alam
dan kualitas fungsi
lingkungan hidup.
5. PP No. 16 tahun 2003 Perangkat insentif adalah Disinsentif adalah
tentang penatagunaan tanah pengaturan yang pengaturan yang
(merupakan turunan dari bertujuan memberikan bertujuan membatasi
UU 24/1992 rangsangan terhadap atau mengurangi
kegiatan yang sesuai kegiatan yang tidak
dengan tujuan sejalan dengan
penatagunaan tanah tujuan penatagunaan
tanah
6. Permendagri No. 69 tahun Perencanaan insentif Perencanaan
2007 tentang kerja sama adalah penyusunan disinsentif adalah
pembangunan perkotaan rencana dalam rangka penyusunan rencana
mendorong pemanfaatan dalam rangka
ruang, pembangunan mengendalikan
fasilitas umum dan atau perubahan
ekonomi yang pemanfaatn ruang,
berdampak positif fasilitas umum, dan
terhadap daerah lain. atau ekonomi
Perencanaan insentif dan disuatu daerah yang
disinsentif disusun akan berdampak
apabila dalam kerja sama negatif terhadap
terdapat keterkaitan daerah lain
dampak yang bersifat
lintas daerah

Telihat bahwa beberapa kata kunci untuk Insentif, Disinsentif adalah sebagai
berikut:

1. Insentif
o Kelompok 1: memberikan ransangan, mendorong, dorongan, didorong
o Kelompok 2: imbalan bila sejalan/sesuai

2. Disinsentif: membatasi, mengurangi, mencegah, dibatasi, dicegah,


dikurangi, mengendalikan

Fungsi insentif dan disinsentif


Insentif Disinsentif

1.Sebagai perangkat untuk mendorong Sebagai perangkat untuk mencegah,


kegiatan dalampemanfaatan ruang pada membatasipertumbuhan, atau
promoted area yang sejalan dengan rencana mengurangi
tata ruang; dan kegiatan yang
2.Sebagai katalisator perwujudan tidak sejalan
pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang

2.2 Ketentuan Insentif dan Disinsentif


Pemberian insentif dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan imbalan
terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, baik yang
dilakukan oleh masyarakat maupun oleh pemerintah daerah. Insentif merupakan
perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan
yang sejalan dengan rencana tata ruang, yang berupa:
1. Keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang,
dan urun saham.
2. Pembangunan serta pengadaan infrastruktur.
3. Kemudahan prosedur perizinan.
4. Pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah daerah
Perangkat disinsentif adalah instrument pengaturan yang bertujuan membatasi
atau mengendalikan kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang, seperti:

1. Pengenaan pajak progresif.


2. Pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti.

Disinsentif merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau


mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, yang berupa:
1. Pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya
yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat
pemanfaatan ruang.
2. Pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti.
Insentif dan disinsentif dapat diberikan oleh:

a) Pemerintah kepada pemerintah daerah


b) Pemerintah daerah kepada pemerindah daerah lainnya
c) Pemerintah kepada masyarakat

2.4 Jenis
Menurut Hernawan (2010), ada dua model insentif ekonomi yang berkembang
dalam pengendalian pemanfaatan ruang di berbagai belahan dunia dewasa ini
yakni model untuk melakukan pencegahan perubahan penggunaan lahan yakni
menggunakan model Purchase of Development Right (PDR) dan model insentif
yang mendorong pengguna/pemilik lahan mempertahakan penggunaan lahan di
kawasan lindung dengan model Payment for Environmental Services (PES).

a. Model PDR
Model PDR ini adalah model insentif bagi pemilik lahan untuk
mempertahankan penggunaan lahannya baik untuk pertanian, peternakan
maupun hutan rakyat dari konversi penggunaan lahan terbangun baik di
kawasan lindung maupun kawasan budidaya, seperti pembangunan rumah,
dengan cara membeli hak membangunnya (development right). Model ini
cukup efektif mempertahankan lahan pertanian di Amerika Serikat sejak
tahun 1972 dan menjadikannya Negara tersebut menjadi Negara
pengekspor bahan pangan (sereal dan daging) terbesar di dunia. Syarat
utama dapat diterapkan model ini adalah adanya kesadaran public dan
keseriusan pemerintah dalam mencegah perubahan penggunaan lahan,
khusunya lahan pertanian. Bagaimana di Indonesia? Meskipun peraturan
perundang-undangan telah lengkap, namun perubahan lahan pertanian
produktif terjadi sangat massive dan telah terjadi pengusiran (expulsing)
lahan pertanian ke kawasan terbangun, karena rendahnya kesadaran public
dan keseriusan pemerintah.
b. Model PES
Model PES adalah model insentif bagi pemilik lahan maupun operator
lahan public untuk meningkatkan jasa ekosesistem lahannya, khususnya
lahan yang berada di kawasan lindung, dengan cara membeli jasa
ekosistem yang dihasilkannya. Model ini cukup berhasil di Negara
Amerika Latih dalam mempertahankan kawasan konservasi dan kawasan
lindung, diantaranya Negara Costarica. Negara ini meskipun Negara kecil,
tetapi telah mampu mendapatkan devisanya dari mempertahankan
keanekaragaman hayatinya. Seperti halnya dengan model PDR, model
PES menuntut persyaratan kesadaran public yang tinggi dan kemauan
pemerintah setempat dalam memberi konpensasi atau bersedia membayar
kepada pemilik lahan dan operator hutan lindung/konservasi atas jasa
ekosistem yang dihasilkannya, seperti jasa hidrologi.

2.3 Pemberian Insentif Dalam Peraturan Perundang-Undangan


Dalam PP No. 45 tahun 2008 pasal 3 menyebutkan bahwa pemberian insentif
dapat berbentuk:

a. pengurangan, keringanan, atau pembebasan pajak daerah;


b. pengurangan, keringanan, atau pembebasan retribusi daerah;
c. pemberian dana stimulan; dan/atau
d. pemberian bantuan modal.
Pemberian kemudahan dapat berbentuk sebagai berikut:
a. penyediaan data dan informasi peluang penanaman modal;
b. penyediaan sarana dan prasarana;
c. penyediaan lahan atau lokasi;
d. pemberian bantuan teknis; dan/atau
e. percepatan pemberian perizinan.
Penggolongan insentif pajak

Menurut Thuronyi (1998), jenis insentif pajak secara umum adalah ; tax
holiday, Investment allowance and tax credit, timing differences, dan reduced tax
rates. Masing-masing tipe dipilih sesuai dengan isu yang dihadapi.
1. Tax holidays

Insentif pajak yang berupa tax holiday merupakan insentif pajak yang
diberikan melalui pembebasan dari pajak penghasilan badan atau corporate
income tax (CIT) dan/atau pengurangan tarif pajak atas CIT. Tax
holiday diberikan dalam periode waktu yang terbatas dan hanya diperbolehkan
bagi perusahaan yang baru didirikan. Jangka waktu efektif dari tax
holiday tergantung dari start awal berlakunya tax holiday. Alternatif titik awal tax
holiday antara lain tanggal perusahaan didirikan atau terdaftar secara resmi,
tanggal perusahaan mulai berproduksi atau usaha mulai dijalankan, tahun dimana
perusahaan pertama kali mendapatkan keuntungan, atau tahun dimana perusahaan
pertama kali memperoleh penghasilan kena pajak

Insentif tax holiday sangat berkaitan dengan ketentuan mengenai


penyusutan dan kompensasi kerugian. Dalam beberapa sistem pajak, Wajib Pajak
dapat memilih untuk membebankan biaya penyusutan saat mulai diperolehnya
aktiva atau menunda beberapa tahun sampai dengan kegiatan usaha dimulai dan
memperoleh laba. Jika pembebanan biaya penyusutan dan kompensasi kerugian
dilakukan pada periode waktu tax holiday, maka pemberian insentif tax
holiday tidak menarik bagi investor karena insentif tersebut tidak menguntungkan
bagi investor sebagai Wajib Pajak.

Keuntungan insentif pajak berupa tax holiday antara lain adalah


keuntungan dari segi kesederhanaan, karena dengan tidak adanya pajak yang
harus dibayar pada masa holiday maka baik bagi kantor pajak maupun wajib pajak
tidak perlu melakukan filing dan audit pajak serta tidak ada biaya administrasi.
Sedangkan kelemahannya antara lain adalah:

 The cost of tax holiday, dalam arti penerimaan pajak yang hilang bagi host
country yang tidak dapat diperkirakan didepan dengan tingkat akurasi yang
cukup.
 Tax holiday sering dimanfaatkan oleh investor yang cenderung mobile dengan
memindahkan usahanya ke negara lain untuk mendapatkan tax holiday yang baru
jika masa manfaat tax holiday di suatu negara sudah habis. Dengan praktek
tersebut, negara host country kehilangan benefit dari adanya investor tersebut.

 Tax holiday menciptakan kesempatan untuk penghindaran pajak atau manipulasi


pajak.
2. Tax sparing credit

Insentif pajak berupa Tax holiday agar efektif harus didukung dengan
ketentuan mengenai tax sparing credityaitu suatu kredit pajak semu yang
disepakati oleh negara asal investor dimana negara asal investor memperbolehkan
investor mengakui adanya kredit pajak di luar negeri dalam penghitungan pajak
global di negara asal investor (the country of resident) walaupun dalam
kenyataannya tidak ada pajak yang dibayar di negara sumber karena negara
sumber memberikan insentif pajak (tax holiday). Insentif pajak berupa tax
holiday yang diberikan oleh negara sumber tidak akan efektif jika di negara
asalnya, investor harus membayar pajak atas keseluruhan penghasilan yang
diterima dari seluruh dunia (world wide income). Hal ini pernah terjadi di
Indonesia pada periode pemberlakuan tax holiday pada periode waktu tahun 1967
sampai dengan 1983.
3. Investment allowances and tax credits

Investment allowances and tax credits pada umumnya diterapkan pada


investasi baru yang dibuat. Investment allowances and tax credits adalah bentuk
insentif pajak yang didasarkan pada besarnya investasi. Tax allowance berarti
mengurangi penghasilan kena pajak perusahaan. Sedangkan tax credit secara
langsung mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar. Faktor-faktor yang harus
diperhatikan dalam mendesain investment allowance adalah:

 Investasi yang memenuhi syarat (eligible investment), yaitu bahwa invsetment


allowance diterapkan atas semua bentuk investasi modal atau dapat pula atas
kategori khusus saja, seperti mesin atau peralatan berteknologi canggih.

 Jumlah allowance, yang pada umumnya dalam bentuk persentase dari investasi
tertentu. Di Indonesia, besarnya allowance adalah 30% dari investasi yang
memenuhi syarat.

 Jangka waktu (duration) dan batasan lainnya, yaitu batas waktu


dimana investment allowance dapat diklaim. Untuk Indonesia jangka waktunya
adalah 6 tahun.

Permasalahan utama berkenaan dengan insentif jenis ini adalah dalam


mendefinisikan pengeluaran yang memenuhi syarat, pilihan tarif
dari allowance atau kredit pajak, dan perlakuan dari jumlah insentif yang tidak
dapat dipergunakan dalam tahun tersebut dalam hal penghasilan kena pajak tidak
mencukupi. Sedangkan kelebihan jenis insentif ini dibandingkan dengan tax
holiday dilihat dalam perspektif host country adalah biaya maksimal yang muncul
dapat ditentukan dengan mudah; biaya tersebut berhubungan secara langsung
dengan jumlah investasi yang diberikan allowance; serta insentif tersebut tidak
membatasi khusus kepada investor baru tapi juga kepada investor lama yang
meningkatkan investasinya.
4. Accelerated depreciation (timing difference)

Perbedaan waktu dapat terjadi dalam hal pembebanan biaya yang


dipercepat atau penangguhan pengakuan penghasilan. Bentuk umum dari
pembebanan biaya yang dipercepat adalah penyusutan, yaitu penyusutan
dibebankan dalam periode waktu yang lebih pendek dari umur ekonomis aktiva
tersebut atau melalui pembebanan khusus di periode tahun pertama. Maksud dari
insentif tipe ini adalah untuk membantu perusahaan memperoleh pengembalian
modalnya (return on investment) lebih cepat. Namun, insentif ini secara
keseluruhan tidak mempengaruhi jumlah pajak yang seharusnya dibayar ke
negara, tetapi hanya menggeser beban pajak ke belakang. Misalnya atas suatu
aktiva yang mempunyai manfaat ekonomis selama 8 tahun, seharusnya dibiayakan
melalui penyusutan selama 8 tahun. Namun dengan kebijakan insentif,
penyusutan tersebut dapat dibebankan lebih pendek, misalnya menjadi 4 tahun.
Namun total biaya penyusutan yang boleh dibebankan tetap sama sesuai dengan
nilai perolehan aktiva tersebut.
5. Tax rate reductions

Pengurangan tarif pajak secara umum diterapkan atas penghasilan dari


sumber tertentu atau kepada perusahaan yang memenuhi kriteria tertentu.
Misalnya, kepada perusahaan kecil di bidang manufaktur atau pertanian.
Pengurangan tarif ini berbeda dengan tax holiday sebab kewajiban pajak dari
perusahaan tidak dibebaskan secara keseluruhan, dan insentif ini dapat diperluas
pada perusahaan baru termasuk penghasilan dari kegiatan yang telah ada serta
tidak dibatasi pada periode waktu tertentu. Persoalan utama dalam menerapkan
insentif tipe ini adalah dalam mengidentifikasi penghasilan yang memenuhi syarat
dan kriteria perusahaan tertentu. Seringkali dalam membuat definisi atas
penghasilan dan perusahaan tertentu yang berhak mendapatkan insentif
menimbulkan peluang untuk dimanipulasi. Untuk mencegah dimanipulasi,
biasanya dibuat aturan hukum yang ketat sehingga justru mengurangi efektifitas
dari insentif tersebut.
Dampak negatif dari adanya insentif pajak antara lain adalah sebagai berikut:

1. Insentif pajak berpotensi dalam menciptakan adanya korupsi. Pemberian insentif


pajak merupakan suatu kebijakan yang tidak berlaku untuk semua sektor usaha
Wajib Pajak. Dalam menentukan sektor usaha yang diberikan insentif sangat
tergantung kepada pejabat yang berkuasa pada periode tersebut. Pengalaman
kebijakan insentif di Indonesia pada tahun 1996 membuktikan bahwa insentif
pajak diberikan tidak transparan dan hanya kepada pengusaha yang
mempunyai lobby kuat kepada penguasa.
2. Insentif pajak dinilai tidak efektif dan efisien. Pemberian insentif pajak dinilai
tidak efektif karena faktor utama yang menentukan dalam membuat keputusan
investasi bukanlah insentif pajak. Berdasarkan penelitian diberbagai negara, faktor
kondisi ekonomi makro dan kondisi infrastruktur suatu negara lebih menentukan
dibanding insentif pajak. Ketidakefisienan insentif pajak berkaitan dengan
perhitungan biaya yang harus dikorbankan, yaitu hilangnya potensi pajak lebih
besar daripada keuntungan yang diperoleh.
3. Insentif pajak menyebabkan ketidakadilan. Pemberian insentif pajak tidak
diberlakukan kepada semua Wajib Pajak, sehingga Wajib Pajak yang tidak
menikmati insentif merasa diperlakukan tidak adil.
4. Insentif pajak menyebabkan distorsi. Tujuan dari kebijakan insentif pajak adalah
untuk mempengaruhi keputusan investasi. Oleh karena itu, distorsi yang muncul
sebagai akibat adanya kebijakan insentif pajak dapat dibenarkan dalam hal
kebijakan tersebut dimaksudkan sebagai kompensasi dari ketidaksempurnaan
pasar, yaitu dalam kondisi pasar tidak mampu untuk menghasilkan tingkat
investasi optimal secara sosial. Contoh insentif pajak yang menimbulkan distorsi
yang dibenarkan adalah insentif pajak atas kegiatan penelitian dan pengembangan
atau research and development dan insentif pajak untuk pengembangan daerah
tertentu. Namun, seringkali insentif pajak menyebabkan distorsi yang tidak
disengaja.
BAB III
STUDY CASE

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN


PANGAN BERKELANJUTAN (LP2B) DI KABUPATEN TEGAL (STUDI
IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEGAL
NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG
WILAYAH KABUPATEN TEGAL TAHUN 2012-2032)
Indonesia merupakan negara kepulauan, namun tidak dapat dipungkiri bahwa
mata pencaharian masyarakat Indonesia sebagian besar adalah sebagai petani.
Namu, pertambahan penduduk yang ada dapat menyebabkan banyaknya alih
fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian. Fenomena alih fungsi lahan memang
tidak dapat dihindari, salah satu fenomena alih fungsi lahan yang ada diwilayah
Indonesia terjadi di wilayah kabupaten Tegal. Berikut grafik penurunan lahan
pertanian yang ada dikabupaten Tegal.

Sumber: Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Dalam Angka


Tahun 2011-2016
Berdasarkan data diatas, dapat disimpulkan bahwa luas lahan yang ada di
kabupaten Tegal mengalami penurunan yang sangat drastis, dari tahun ke tahun.
Namun dalam kebijakan regulasi Peraturan Daerah Kabupaten Tegal Nomor 10
Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tegal Tahun 2012-
2032. Ditetapkan bahwa kawasan atau luas lahan yang digunakan untuk lahan
pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) ditetapkan seluas kurang lebih 41.296
hektar. Oleh karena itu, peraturan daerah kabupaten Tegal No. 10 tahun 2012
telah mengatur pasal yang mengenai pemberian insentif dan disinsentif.
Namun, dalam pelaksanaannya, strategi yang dilakukan oleh pihak pemerintah
masih kurang atau belum mampu berjalan dengan baik. Hal ini dikarenakan masih
belum terbentuknya regulasi yang mengatur LP2B secara khusus. Faktor yang
mendorong pelaksanaan kebijakan ini adalah faktor disposisi dalam kebijakan
perlindungan lahan pertanian pangan yang berkelanjutan. Komitmen yang
dimiliki oleh bappeda dirasa mampu dalam mendukung kebijakan.

KESIMPULAN
Berdasrkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa insentif adalah
perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan
yang sejalan dengan rencana tata ruang, sedangkan disinsentif adalah perangkat
untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak
sejalan dengan rencana tata ruang. Insentif dan disinsentif sangat perlu dalam
kegiatan rencana tata ruang, rencana pembangunan dan rencana kegiatan yang
lainnya.

Daftar Pustaka
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. OP., Cit, Pasal
38 Ayat (3). ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725)
http:/www.lampungtimurkab.go.id/mobile/, diakses 17 Oktober 2014. Op., Cit.

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. OP., Cit, Pasal
38 Ayat (2). ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725)

Dian Ayu Wulandari, Amni Zarkasyi Rahman. (2017). IMPLEMENTASI


KEBIJAKAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN
BERKELANJUTAN (LP2B) DI KABUPATEN TEGAL (STUDI
IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEGAL NOMOR
10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KABUPATEN TEGAL TAHUN 2012-2032). 1-12

Anda mungkin juga menyukai