Anda di halaman 1dari 9

BAB VIII STRATEGI PENGELOLAAN PENYAKIT II

CARA FISIKA, BIOLOGI DAN KIMIA

I. PENDAHULUAN
1. Deskripsi singkat
Berdasarkan Undang-undang No. 12 tahun 1992, tentang Sistem Budidaya
Tanaman pasal 20: Perlindungan Tanaman dilaksanakan dengan sistem pengendalian
hama terpadu (PHT) (Anon., 1992). Dalam hal ini yang dimaksud dengan hama adalah
istilah umum termasuk di dalamnya penyakit. Cara pengelolaan ini memadukan semua
cara pengelolaan yang ada dalam satu kesatuan. Komponen PHT (Untung, 2007) terdiri
atas: a. pengendalian cara fisik, b. pengendalian cara mekanik, c. pengendalian cara
budidaya tanaman, d. Pengendalian hayati (biologi), e. pengendakian cara genetik (jenis
tahan), f. pengendalan kimiawi dan g. cara lain sesuai dengan perkembangan teknologi.
Pada bab ini, cara pengendalian yang akan dibahas yaitu pengendalian secara fisik,
biologi dan kimiawi.

2. Manfaat, relevansi
Pengetahuan tentang beberapa metode pengendalian penyakit tumbuhan akan
memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang manajemen kesehatan tanaman
yang dimulai dari saat sebelum tanam hingga ke pascapanen. Pemahaman ini penting
bagi pelaku usaha pertanian bahwa berhadapan dengan masalah penyakit tanaman
tidak hanya berkaitan dengan masalah bagaimana mengobati saja. Kesadaran menjaga
supaya penyakit tidak terjadi atau tidak menimbulkan kerugian akan lebih penting
dalam menjaga kualitas lingkungan, kesehatan dan keamanan hasil pertanian.

3. Tujuan Instruksional Khusus/ Learning Outcomes


1. Mahasiswa mampu menjelaskan arti pengendalian penyakit tumbuhan dengan
cara fisik, biologi dan kimiawi.

1
2. Mahasiswa mampu memberi contoh cara pengendalian penyakit tumbuhan
dengan cara fisik, biologi dan kimiawi.

II. Uraian Singkat

1. Pengendalian Penyakit Tumbuhan secara Fisik


Pengendalian secara fisik meliputi pengendalian dengan pemanasan, termasuk
pembakaran. Pemanasan dilakukan terutama untuk menghilangkan patogen dari
tanah atau benih, agar patogen tidak berkembang di pertanaman yang akan datang.
Contoh-contoh pengendalian secara fisika adalah (Semangun, 1996):
a. Pembakaran
Cabut dan bakar merupakan anjuran pengendalian penyakit yang paling tua.
Tumbuhan yang sakit dicabut, lalu dibakar agar tidak menyebarkan patogen.
Dewasa ini pembakaran tidak selalu dianjurkan, tergantung diagnosis
penyakit. Pencabutan dan pembakaran tetap dianjurkan dalam usaha
eradikasi jika ada penyakit baru yang masuk ke wilayang yang bersangkutan
(Semangun, 1996).
b. Pemanasan tanah
Pemanasan tanah dilakukan untuk membunuh patogen dalam tanah pengisi
pot, tanah di rumah kaca, atau tanah pesemaian. Umumnya pemanasan
dilakukan dengan uap panas atau dengan panas matahari (solarisasi)
(Semangun, 1996).
c. Pemanasan kompos
Pada budidaya cendawan Agaricus bisporus seperti di daerah Dieng (2000m
dpl), Jawa Tengah dan budidaya cendawan merang (Volvariella volvaceae) di
dalam barak atau rumah jamur, media tanam yang terdiri dari kompos jerami
dipanasi dengan uap panas dari ketel uap sehingga suhu kompos mencapai
suhu 55 – 60oC selama 12 – 16 jam. Pekerjaan ini sering disebut pasteurisasi

2
bertujuan untuk mematikan bakteri, jamur, nematoda, serangga dan tungau
yang dapat menyerang tubuh cendawan (Semangun, 1996).

d. Pemanasan benih
Pemanasan benih bertujuan untuk membebaskan benih dari patogen, dapat
dilakukan dengan perlakuan air panas (hot water treatment) atau perlakuan
udara panas (hot air treatment) (Semangun, 1996). Pemanasan dapat
mengurangi penyakit melalui penghambatan pertumbuhan patogen secara
langsung, maupun melalui mekanisme ketahanan terimbas (induced
resistance) (Lu et al., 2007).
Pemanasan dalam durasi singkat (heat shock treatment) dengan suhu 50oC
selama 20 detik mampu menekan kapang kelabu (disebabkan oleh Botrytis
cinerea) pada bibit melon dengan mekanisme ketahanan terimbas
(Widiastuti, 2011).
e. Pemanasan buah-buahan
Pemanasan menggunakan air panas atau udara panas dilakukan untuk
menjaga kualitas produk pascapanen. Mekanisme utama hot water
treatment dalam teknologi pascapanen yaitu dengan membatasi
perkembangan pembusukan buah dengan menghilangkan inokulum dari
permukaan buah dan penghambatan pertumbuhan patogen secara langsung
(Lu et al., 2007).
Pencelupan dengan air panas efektif untuk pengendalian jamur patogen
untuk spora jamur dan infeksi laten di permukaan atau lapisan atas kulit
buah atau sayuran. Pencelupan komoditas pascapanen sering diaplikasi
selama beberapa menit karena hanya bagian permukaan saja yang
membutuhkan pemanasn (Lu et al., 2007).

2. Pengendalian Penyakit Tumbuhan secara Biologi

3
Pengendalian secara biologi meliputi usaha untuk mengurangi intensitas
penyakit tumbuhan dengan memakai bantuan satu atau lebih jasad hidup, selain
tumbuhan inang sendiri dan manusia. Beberapa jenis pengendalian biologi
(Semangun, 1996):
a. Antagonisme, misalnya: Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. yang banyak
digunakan untuk pengendalian jamur-jamur tanah.
b. Plant growth-promoting rhizobacteria (PGPR), yaitu bakteri rizosfer yang
dapat memacu pertumbuhan tanaman, misalnya untuk mengendalikan
jamur Pythium sp.
c. Pengimbasan ketahanan (induced resistance), misalnya penyemprotan
Bacillus thuringiensis, Xanthomonas campestris pv. manihotis untuk
mengendalikan Hemileia vastatrix.
d. Proteksi silang (cross protection), misalnya menggunakan strain virus yang
telah dilemahkan.
e. Tanaman campuran, Labu air (Lagenaria siceraria) yang ditanam bersama
dengan bawang daun (Allium fistulosum) kurang mendapat gangguan
penyakit layu fusarium (Fusarium oxysporum f.sp. lagenaria). Diduga bahwa
ini disebabkan karena berkembangnya bakteri Pseudomonas gladioli pada
akar bawang daun.
f. Pengendalian penyakit pascapanen, misalnya dengan menggunakan isolat
Pseudomonas syringae pv. lachrymans untuk mengendalikan Penicillium
expansum, dan Acremonium breeve untuk mengendalikan B. cinerea.

3. Pengendalian Penyakit Tumbuhan secara Kimiawi

Pengendalian secara kimiawi adalah pengendalian dengan menggunakan


fungisida (untuk jamur) dan bakterisida (untuk bakteri). Kebanyakan fungisida bersifat
sebagai protektan, yaitu untuk melindungi tumbuhan agar patogen mati sebelum
mengadakan infeksi. Fungisida seperti ini disebut fungisida protektan atau fungisida
kontak, karena hanya membunuh patogen yang hanya berkontak dengannya. Fungisida

4
tipe yang lain yaitu fungisida sistemik, yang dapat membunuh patogen yang sudah
berada dalam badan tumbuhan sesudah mengadakan infeksi. Fungisida dapat bersifat
fungisidal yaitu mampu membunuh jamur, fungistatik yaitu menghambat pertumbuhan
jamur, atau genestatik yang berarti mencegah sporulasi (Semangun, 1996).
Bahan aktif sangat beracun sehingga tanpa dicampur tidak dapat digunakan
dalam pengelolaan penyakit tumbuhan. Bahan aktif tanpa diformulasi menyebabkan
keracunan bagi pemakai. Formulasi bertujuan agar fungisida dapat dengan mudah
dikelola, diaplikasikan, mempertinggi efektivitas dan aman dalam penyimpanan maupun
pengangkutan (Ware, 1986 cit Sumardiyono, 2012).
Jenis formulasi menentukan cara aplikasi fungisida, misalnya (Sumardiyono, 2012):
a. WP (Wettable Powder ) artinya fungisida berbentuk tepung yang dapat terbasahi
atau larut dalam air. Contoh: Fungsida Benlate 50 WP.
b. EC (Emulsifiable Concentrate) : berbentuk cair kental yang dapat dilarutkan dalam air
untuk tujuan penyemprotan. Contoh: fungisida Bayleton 250 EC.
c. D (Dust): berbentuk tepung yang digunakan untuk diserbukkan dengan ditambah
kaolin atau bahan lain. Contoh: fungisida Manzate D.
d. SD (Soluble Dust): berbentuk serbuk digunakan untuk perlakuan benih. SD singkatan
dari Seed Dressing atau. Contoh: Saromyl 35 SD.
e. G (Granular): Formulasi ini berbentuk butiran, digunakan dengan disebarkan.
Contoh: Ridomil 3G.
f. F (Flowable): Formulasi ini berbentuk cairan kental yang dapat mengalir (flowable).
Digunakan dengan dilarutkan dalam air. Contoh : Difolatan 4F.

Fungsida kimiawi sintetik dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu fungisida anorganik dan
organik. Jenis-jenis fungisida kimia kontak sintetik dan alamiah berdasarkan kontak
senyawa penyusunnya yaitu :
Anorganik alamiah Anorganik sintetik Organik sintetik
Belerang Belerang Belerang
Kapur Merkuri(air raksa) Logam organik
Tembaga Lain-lain
Sumber : Sumardiyono, 2012

5
Fungisida Tembaga (Semangun, 1996)
Terusi (CuSO4) telah lama dipakai untuk mendesinfeksi benih gandum. Campuran terusi
dan kapur yang dikenal sebagai Bubur Bordeaux mulai dipakai pada tahun 1883 dan
masih dipakai untuk pengendalian beberapa penyakit tanaman hingga saat ini. Awalnya,
campuran ini digunakan untuk pengendalian serangan Plasmopara sp. Kapur pada
Bubur Bordeaux berfungsi sebagai pengaman karena menjadi garam alkalis sehingga
sifat masam terusi hilang. Bubur Bordeaux tidak boleh terlalu masam karena dapat
membakar daun. Oleh karena itu pengujian pH larutan penting dilakukan sebelum
aplikasi. Di sisi lain, Bubur Bordeaux memiliki sifat-sifat yang kurang menguntungkan
yaitu : (1) menyebabkan korosi pada alat penyemprot, (2) sukar membuatnya, (3) tidak
dapat disimpan, (4) sering membuat lubang nozel buntu, (5) endapan sering melekat
kuat dan sukar dicuci. Oleh karena sifat-sifat tersebut, Bubur Bordeaux sering diganti
dengan fungisida buatan pabrik, yang dikenal sebagai fixed coppers atau insoluble
coppers. Diantaranya, yang terkenal adalah fungisida yang mengandung kuprooksida
(Cu2O) dan oksikloridatembaga.

III. Penutup
a. Soal Ujian
1. Bayangkan Saudara sebagai pengusaha perkebunan mangga. Penyakit yang perlu
diwaspadai adalah antraknos. Buatlah rencana pengelolaan penyakit tersebut
supaya Saudara tidak mengalami kerugian, dan sebutkan alasan mengapa
pengelolaan tersebut Saudara pilih.
2. Apa yang dimaksud dengan pengendalian biologi? Beri contoh organisme yang
dapat digunakan untuk pengendalian biologi.
3. Pada kondisi bagaimana fungisida kontak digunakan, dan kapan fungisida sistemik
dipilih?

b. Soal quis

1. Apa itu antagonisme?

6
2. Apa itu Bubur Bordeaux?

c. Bahan Tugas
Pilih satu jenis komoditas dan masalah utama di bidang penyakit. Lakukan studi
literatur dan buat rencana pengelolaan terpadu untuk masalah tersebut. Tuliskan daftar
literatur yang Saudara sitasi.

SUMBER PUSTAKA:

Anonim. 1992. Undang-Undang RI nomor 16 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya


Tanaman. Depertemen Pertanian RI.
Lu, J., C. Vigneault, M.T. Charles, and G.S.V. Raghavan. 2007. Heat treatment application to
increase fruit and vegetable quality. Stewart Posthar. Rev. 3: 1–7.
Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gama Press. Yogyakarta. 754p.
Sumardiyono, C. 2012. Fungisida dalam Pengelolaan Penyakit Tumbuhan. In press.
Untung, K. 2007. Kebijakan Perlindungan Tanaman. Gama Press. Yogyakarta. 256p.
Widiastuti A, Yoshino M, Saito H, Maejima K, Zhou S, Odani H, Hasegawa M, Nitta Y,
Sato T. (2011) Induction of disease resistance against Botrytis cinerea by heat
shock treatment in melon (Cucumis melo L.). Physiol and Mol Plant Pathol
75:157–62.

ASSESMENT
A. Soal ujian tulis

1. (Nilai 40)
Pengendalian fisik dipilih sebagai langkah awal karena aman, tidak menyebabkan
residu berbahaya bagi komoditas. Metode yang dipilih misalnya : (1)
pembungkusan buah muda saat awal buah terbentuk (mencegah penyebaran
inokulum jamur patogen). (2) Perlakuan perendaman air panas (hot water
treatment) selama beberapa menit segera setelah panen, untuk mematikan atau

7
menghambat perkembangan jamur patogen dan infeksi laten. (3) Pengepakan
yang baik, menghindari luka dan memar, untuk mencegah penetrasi selama
transportasi dan simpanan.
2. (Nilai 30)
Pengendalian secara biologi meliputi usaha untuk mengurangi intensitas
penyakit tumbuhan dengan memakai bantuan satu atau lebih jasad hidup, selain
tumbuhan inang sendiri dan manusia. Contoh : Trichoderma spp. dan
Gliocladium spp.; banyak digunakan untuk pengendalian jamur-jamur tanah.
3. (Nilai 30)
Fungisida kontak atau fungisida protektan hanya membunuh patogen yang
hanya berkontak dengannya, digunakan bila jamur patogen berada di
permukaan luar tanaman. Apabila jamur sudah berada dalam badan tumbuhan
sesudah mengadakan infeksi, maka digunakan fungisida sistemik.

B. Soal quis
Nilai 100
1. Antagonisme adalah kemampuan jasad hidup untuk menghambat pertumbuhan
jasad hidup yang lain. Mekanismenya dapat terjadi karena kompetisi,
parasitisme atau menghasilkan substansi yang merugikan bagi jasad hidup yang
lain.
2. Bubur Bordeaux adalah jenis fungisida kontak yang dapat dibuat dari campuran
terusi (CuSO4) dan kapur. Terusi mempunyai daya racun terhadap jamur,
sedangkan kapur berfungsi sebagai pengaman karena menjadi garam alkalis
sehingga sifat masam terusi hilang. Bubur Bordeaux tidak boleh terlalu masam
karena dapat membakar daun. Oleh karena itu pengujian pH larutan penting
dilakukan sebelum aplikasi.

8
C. Materi Tugas

(Nilai max 80)


Penilaian dilakukan terhadap studi literatur yang dilakukandan kemampuan analisis
mahasiswa dalam memecahkan masalah penyakit tanaman. Semakin lengkap
literatur yang disitasi dan semakin tajam daya analisis, maka nilai semakin baik.

Anda mungkin juga menyukai