Hasil pembelajaran:
1. Penanganan awal dan life saving kasus acute abdomen.
2. Edukasi pasien mengenai acute abdomen.
Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:
1. Subyektif:
Nyeri seluruh area perut yang dialami sudah 2 hari, mual, perut kembung, belum BAB dan
kentut sudah 2 hari. Nyeri bersifat terus-menerus diisertai demam. Nafsu makan berkurang.
BAK biasa.
BAB : Belum BAB dan kentut sudah 2 hari
BAK : kesan normal
2. Obyektif:
a. Status Generalis:
Sakit Sedang/Gizi Cukup/Compos Mentis/GCS (E4M6V5)
- BB : 64 kg
- TB : 167 cm
b. Status Vitalis :
- T= 100/60 mmHg
- N= 76 x/menit
- P= 22 x/menit (Thoracoabdominal)
- S= 37,8 °C (axilla)
c. Kepala :
- Anemis (-/-),
- Ikterus (-/-),
- Sianosis (-),
d. Leher :
- Pembesaran kelenjar tiroid (-),
- Massa tumor (-),
- Nyeri tekan (-),
- Deviasi trachea (-),
- Pembesaran kelenjar getah bening (-),
- DVS = R+2 cm
e. Thorax :
- I= Simetris (ki=ka), mengikuti gerak napas, reguler, jejas(-)
- P= Nyeri tekan (-), massa tumor (-), krepitasi (-)
- P= Sonor ki=ka, batas paru hepar ICS V dextra anterior.
- A=Bunyi pernapasan vesikuler,bunyi tambahan (-),weezing(-), ronkhi (-).
f. Jantung :
- I= Ictus cordis tidak nampak
- P= Ictus cordis sulit teraba
- P= Batas jantung normal, pekak relative
Batas kanan atas ICS II linea sternalis lateralis dextra,
Batas kanan bawah ICS V linea parastenalis dextra
Batas kiri atas ICS II linea parasternalis sinistra
Batas kiri bawah ICS V linea mediocalvicularissinistra.
- A= BJ I/II murni reguler.
g. Abdomen :
- Inspeksi : kembung, ikut gerak napas, warna kulit sama sekitarnya
- Auskultasi : peristaltik (+) kesan menurun.
- Palpasi : nyeri tekan (+) pada seluruh area perut, tidak teraba massa,
defans muskular (+)
- Perkusi : Nyeri ketok (+), tympani (+)
h. Ektremitas :
- Edema (-/-), deformitas (-/-), krepitasi (-/-) , fraktur (-/-)
3. Assesment:
Berdasarkan anamnesis, pasien datang dengan abdominal pain dirasakan sudah 2 hari. Terdapat
keluhan mual dan lemas yang disertai anoreksia. Febris ada. Dari pemeriksaan fisis abdomen di temukan
adanya defans muscular dan penurunan bising usus. Pemeriksaan penunjang di dapatkan adanya
peningkatan jumlah leukosit yakni 31.000/mm3 dan hasil pemeriksaan foto BNO 3 posisi didapakan
adanya dilatasi digestif dan air fluid level yang cenderung bertingkat di dalam satu loop usus serta tanda-
tanda peritonitis. Sehingga dari anamnesis, pemfis dan pemeriksaan penunjang, pasien ini dapat di
diagnosis sebagai Ileus Obstruktif.
Ileus adalah hambatan pasase usus. Hambatan pasase usus dapat disebabkan oleh obstruksi
lumen usus atau oleh gangguan peristaltik.
Pada obstruksi, harus dibedakan antara obstruksi sederhana dan obstruksi strangulasi. Obstruksi
sederhana ialah obstruksi yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah. Pada strangulasi, ada pembuluh
darah yang terjepit sehingga terjadi iskemia yang akan menyebabkan nekrosis atau gangrene. Jadi,
strangulasi memperlihatkan kombinasi antara gejala obstruksi dan gejala sistemik akibat adanya toksin
dan sepsis.
Obstruksi usus yang disebabkan oleh hernia, invaginasi, adhesi, dan volvulus mungkin sekali
disertai strangulasi, sedangkan obstruksi oleh tumor atau askaris adalah obstruksi sederhana yang jarang
menyebabkan strangulasi.
Pada awalnya akan muncul gambaran obstruksi dan kontraktilitas usus meningkat untuk
mengeluarkan isis usus melalui lokasi sumbatan. Kemudian usus menjadi lelah, berdilatasi, dan kontraksi
berkurang. Dilatasi usus mengakibatkan akumulasi air dan elektrolit intralumen sehingga terjadi
dehidrasi dan hipovolemia. Sumbatan proksimal dapat disertai hipokloremia, hipokalemia, dan asidosis
metabolik akibat muntah. Tekanan intralumen yang meningkat dapat menyebabkan penurunan aliran
darah mukosa, iskemia yang berujung pada perforasi, dan peritonitis.
Diagnosis harus terfokus pada membedakan antara obtruksi mekanik dengan ileus, menentukan
etiologi dari obstruksi, membedakan antara obstruksi parsial atau komplit dan membedakan obstruksi
sederhana dengan strangulasi. Hal penting yang harus diketahui saat anamnesis adalah riwayat operasi
abdomen (curiga akan adanya adhesi) dan adanya kelainan abdomen lainnya (karsinoma intraabdomen
atau sindroma iritasi usus) yang dapat membantu kita menentukan etiologi terjadinya obstruksi.
Pemeriksaan yang teliti untuk hernia harus dilakukan. Feses juga harus diperiksa untuk melihat adanya
darah atau tidak, kehadiran darah menuntun kita ke arah strangulasi.
Gejala utama berupa nyeri abdomen kolik, nausea, muntah, distensi abdomen, dan tidak bias
defekasi atau flatus. Kram perut yang dialami paroksismal sekitar 4-5 menit dan lebih jarang ditemukan
pada daerah distal. Pada sumbatan proksimal timbul gejala muntah yang banyak dan jarang terjadi
muntah hijau fekal, nyeri abdomen sering dirasakan di perut bagian atas. Sumbatan bagian tengah atau
distal menyebabkan spasme di daerah periumbilikal atau nyeri yang sulit dijelaskan lokasinya, muntah
timbul kemudian. Obstipasi selalu terjadi terutama pada sumbatan total. Pada strangulasi, gejala serupa
dengan sumbatan sederhana namun nyeri lebih hebat dan bahaya terjadi nekrosis.
4. Pemeriksaan fisik
Tanda vital normal pada awalnya dan dapat berlanjut dengan dehidrasi yang dicirikan
dengan takikardia dan hipotensi. Suhu tubuh bias normal sampai tinggi. Distensi abdomen dapat
tidak ada hingga semakin jelas pada sumbatan distal. Peristaltik usus yang berdilatasi dapat
terlihat pada pasien kurus. Bising usus meningkat dan terdengar metallic sound sesuai timbulnya
nyeri pada sumbatan distal. Adanya skar bekas operasi harus diperhatikan. Nyeri tekan perut
dapat disertai terabanya massa, nyeri lepas yang menandakan peritonitis dan kemungkinan
strangulasi. Colok dubur dapat dilakukan untuk menemukan massa intralumen dan tinja
berdarah.
Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan turgor
kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya distensi, parut
abdomen, hernia dan massa abdomen. Inspeksi pada penderita yang kurus/sedang juga dapat
ditemukan “darm contour” (gambaran kontur usus) maupun “darm steifung” (gambaran gerakan
usus), biasanya nampak jelas pada saat penderita mendapat serangan kolik yang disertai mual dan
muntah dan juga pada ileus obstruksi yang berat. Penderita tampak gelisah dan menggeliat
sewaktu serangan kolik.
Tanda meteorismus, dibedakan berdasarkan letak:
1. Ileus letak tinggi: di duodenum dengan kembung di ventrikulus
2. Ileus letak tengah: kembung di umbilicus, jejunum dan ileum proksimal
3. Ileus letak rendah: di colon dengan kembung terasa di seluruh region perut
Palpasi
Distensi perut dan tidak nyeri tekan (kecuali pada saat hiperperistaltik) tak ada defance
muscular kecuali pada peritonitis. Palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum
apapun atau nyeri tekan, yang mencakup ‘defance muscular’ involunter atau rebound dan
pembengkakan atau massa yang abnormal.
Perkusi
Timpani pada seluruh region abdomen terutama di subdiafragma.
Auskultasi
Pada ileus obstruksi pada auskultasi terdengar kehadiran episodik gemerincing logam
bernada tinggi dan gelora (rush’)/borborygmi (suara seperti air dalam botol yang di kocok/
seperti suara ombak. Tetapi setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas
telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau
menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus
obstruksi strangulata.
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rectum dan pelvis. Pada
pemeriksaan colok dubur akan didapatkan tonus sfingter ani biasanya cukup namun ampula recti sering
ditemukan kolaps terutama apabila telah terjadi perforasi akibat obstruksi dan pada pasien yang sudah
tua. Mukosa rectum dapat ditemukan licin dan apabila penyebab obstruksi merupakan massa atau tumor
pada bagian anorectum maka akan teraba benjolan yang harus kita nilai ukuran, jumlah, permukaan,
konsistensi, serta jaraknya dari anus dan perkiraan diameter lumen yang dapat dilewati oleh jari. Nyeri
tekan dapat ditemukan pada lokal maupun general misalnya pada keadaan peritonitis. Juga menilai ada
tidaknya feses di dalam kubah rektum. Pada ileus obstruksi usus feses tidak teraba pada colok dubur dan
tidak dapat ditemukan pada sarung tangan. Pada sarung tangan dapat ditemukan darah apabila penyebab
ileus obstruksi adalah lesi intrinsik di dalam usus.
Diagnosis harus terfokus pada membedakan antara obtruksi mekanik dengan ileus, menentukan
etiologi dari obstruksi, membedakan antara obstruksi parsial atau komplit dan membedakan obstruksi
sederhana dengan strangulasi. Hal penting yang harus diketahui saat anamnesis adalah riwayat operasi
abdomen (curiga akan adanya adhesi) dan adanya kelainan abdomen lainnya (karsinoma intraabdomen
atau sindroma iritasi usus) yang dapat membantu kita menentukan etiologi terjadinya obstruksi.
Pemeriksaan yang teliti untuk hernia harus dilakukan. Feses juga harus diperiksa untuk melihat adanya
darah atau tidak, kehadiran darah menuntun kita ke arah strangulasi.
5. Pemeriksaan penunjang
Nilai laboratorium pada awalnya normal, namun dapat terjadi hemokonsentrasi, leukositosis, dan
gangguan elektrolit. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak terlentang dan lateral dekubitus
tampak gambaran anak tangga dari usus kecil yang berdilatasi dengan air-fluid level. Penggunaan kontras
dapat menunjukkan sumbatan mekanis beserta lokasinya. Pada sumbatan colon, bagian yang berdilatasi
tampak seperti “pigura” dari dinding abdomen. Colon dapat dibedakan dari dinding usus dengan melihat
adanya haustra yang tidak melintasi seluruh lumen colon yang berdistensi. Dapat dilakukan
rektosigmoidoskopi dan colonoskopi untuk mencari penyebab bila belum terjadi sumbatan. CT-Scan atau
barium radiografi dapat membantu menegakkan diagnosis.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengalami obstruksi intestinal terutama ialah
darah lengkap dan elektrolit, Blood Urea Nitrogen, kreatinin dan serum amylase. Pemeriksaan elektrolit
diperlukan karena pasien mual muntah tujuannya untuk mengevaluasi elektrolitnya. Berikut adalah tes
laboratorium yang penting dan diperlukan sebagai berikut:
a. Kimia serum : hasilnya biasanya normal atau sedikit meningkat.
b. BUN (Blood Ure Nitrogen): Jika BUN meningkat, hal ini dapat menunjukan penurunan
volume cairan tubuh (dehidrasi).
c. Kreatinin : peningkatan kreatinin mengindikasikan adanya dehidrasi.
d. CBC (Complete Blood Count): Sel darah putih (WBC) mungkin meningkat dengan
pergeseran ke kiri biasanya terjadi pada ileus obstruksi sederhana atau strangulasi,
peningkatan hematokrit adalah indikator kondisi cairan dalam tubuh menjadi berkurang
(misalnya: dehidasi).
e. World Society of Emergency Surgery memperbaharui pedomana untuk diagnosis dan
manajemen dari ileus obstruksi adhesive, meliputi hal-hal sebagai berikut: dengan tidaka
adanya strangulasi dan riwayat muntah terus menerus atat gabungan tanda-tanda pada CT
scan, pasien dengan ileus obstruksi parsial dapat dengan aman dikelola dengan manajemen
non-operativ yaitu penggunaan tabung dekompresi atau dikenal dengan WSCM (Water
Soluble Contrast Medium) adalaha rekomendasi kedua untuk tujuan diagnostic dan
terapetik pada pasien yang menjalani manajemen non-operativ. Manajemen non-operative
dapat diperpanjang hingga 72 jam tanpa adanya tanda-tanda strangulasi atau peritonitis.
Pemebdahan dianjurkan setelah 72 jam manajemen nonoperativ tanpa ada perbaikan.
Eksplorasi laparotomi yang sering digunakan untuk pasien dengan ileus obstruksi
strangulasi dan setelah manajemen konservatif gagal, pendekatan laproskopi terbuka
sangat di anjurkan.
Pemeriksaan radiologi
Diagnosis:
Ileus Obstruktif dengan tanda-tanda peritonitis
Penatalaksanaan:
IVFD aminofluid : RL (2:1) 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 1g/12jam/IV
Inj. Ketorolac 30 mg/8j/IV
Inj. Omeprazole vial/12j/IV
Stop Intake Oral
Pasang NGT
Rencana tindakan operatif
Konsultasi : Konsultasi ke dokter spesialis bedah , tapi karna dokter spesialis bedah itidak
ditempat sehingga pasien dirujuk ke RS Faisal Makassar.