Anda di halaman 1dari 12

`BAB III

ENTROPI, HUKUM II DAN III TERMODINAMIKA

Arah Perubahan Spontan


Jika perubahan terjadi, energi sistem terisolasi tetap sama, tetapi energi ini terbagi
dengan cara yang berbeda. Oleh karena itu, mungkinkah arah perubahan berhubungan
dengan distribusi energi, inilah kata kuncinya: perubahan spontan selalu disertai
pengurangan kualitas energi, dalam arti energi ini turun kualitasnya menjadi bentuk yang
kacau dan tersebar luas.
Distribusi energi dapat digambarkan dengan membayangkan sebuah bola (sistem)
yang memantul di atas lantai (lingkungan di dalam sistem global terisolasi). Kita tahu
bahwa bola tidak dapat lagi memantul dengan tinggi yang sama seperti tinggi
sebelumnya. Hal ini disebabkan adanya gaya gesekan antar material bola dan lantai. Arah
perubahan spontannya menuju ke keadaan bola berhenti dengan semua energinya turun
menjadi gerakan termal atom-atom lantai yang tak terbatas.

Gambar 3.1 Arah perubahan spontan bola


yang memantul di atas lantai. Pada setiap
pantulan, sejumlah energinya turun
menjadi gerakan termal atom-atom lantai,
dan energinya tersebar. Kebalikannya tak
pernah terjadi

Dalam diskusi tentang ekspansi gas kita melihat bahwa q dan w bukan fungsi
keadaan. Sekarang kita mendefinisikan fungsi baru , S = q reversible /T, dan postulat bahwa S
merupakan fungsi keadaan :
dq rev
 dS   T
0 3.1

Juga, pada contoh-contoh ekspansi reversibel dan irreversibel kita menyatakan bahwa q rev
 qirre. Untuk proses irreversibel, kita masih menemukan jalur reversibel dan meng-
hitungan S meskipun untuk proses irreversibel S = qrev /T !

29
Contoh : Percobaan Joule (ekspansi dalam vakum untuk sistem terisolasi)
V2
Jadi q = qirrev = 0 tetapi qrev = nRT ln
V1

Hukum termodinamika kedua dapat dinyatakan dalam berbagai cara :


Menurut Kelvin, tidak mungkin menggunakan proses proses siklik untuk memindah-
kan panas dari benda panas dan mengubahnya menjadi kerja tanpa memindahkan
sebagian panas kepada benda dingin pada saat yang sama.
Menurut Clausius, tidak mungkin memindahkan panas dari benda dingin ke benda
panas tanpa melakukan sejumlah kerja.
Dalam bentuk entropi, perubahan kecil dalam bentuk entropi dapat sama dengan, atau
lebih besar daripada dq/T untuk setiap proses yang kecil sekali, yaitu:
dq
dS 
T
Tanda sama adalah untuk proses reversibel, sedangkan tanda lebih besar adalah untuk
proses irreversibel

3.1 Siklus Carnot


Semua referensi menggunakan siklus Carnot untuk menunjukkan siklus yang
terdiri dari 4 tahap :
1. Dimulai pada tekanan tinggi p, volume sedikit, titik A p1, V1, Ttinggi. Tahap pertama :
ekspansi isotermal pada B = p2, V2 , Ttinggi.
2. Dari B suatu ekspansi adiabatik (T turun) ke (p3, V3) , Trendah , ke C
3. Dari C, kompresi isotermal ke D, (p4,V4), Trendah
4. Dari D, kompresi adiabatik kembali ke A, (p1,V1), Ttinggi

Untuk setiap langkah pada siklus kita dapat menghitung q dan w. Siklus yang sempurna
terbentuk pada langkah-langkah reversibel.

V2
Langkah 1 : q1 = + = nRTtinggi ln ,  w1 = –q1, U1 = 0 3.2
V1

Langkah 2 : q2 = 0,  U2 = Cv (Trendah – Ttinggi) (negatif), w2 = Cv (Trendah – Ttinggi) 3.3


V4
Langkah 3 : q3 = + nRTrendah ln ,  w3 = – q3,  U3 = 0 3.4
V3
30
Langkah 4 : q4 = 0,  U4 = Cv (Ttinggi – Trendah) (positif), w4 = Cv (Ttinggi – Trendah) 3.5

Kita mengetahui bahwa  U siklus = 0. Tetapi q siklus = q1 + q2  0 dan w  0


Bagaimanapun juga,  q/T = 0 kita dapat perlihatkan dari hubungan antara V 4 dan V3

dan dari V3 dan V2 yang diberikan pada halaman depan.

A(p1, V1) V3 > V2


p
q1 V4 > V1
w1
w4
B(p2, V2)
Isoterm pada Ttinggi
(p4, V4)D
w2
w3 Isoterm pada Trendah
q3 (p , V )C
3 3

V
CV nR Cv
V3 T  V1 T  nR
  rendah    Tinggi 
V2 T  V4
 tinggi   Trendah  3.6
Karena kebanyakan siklus irreversibel selalu dapat diganti (dirubah) oleh siklus
qrev
reversibel, kebanyakan proses reversibel atau irreversibel ,  = 0 yang mana telah
T
digambarkan pada hukum kedua termodinamika.
qrev
Pernyataan lain :   0 (untuk proses reversibel atau irreversibel)
T
Atau : “Dalam banyak proses, entropi semesta meningkat (proses irreversibel) atau tetap
sama (proses reversibel). Misalnya entropi semesta tidak turun.
Atau : “jika panas dipindahkan dari temperatur rendah ke temperatur tinggi, kerja harus
dilakukan”.
Akhirnya, konsep yang penting adalah efisiensi siklus panas-kerja :
Dalam siklus yang didiskusikan diatas, qsiklus = +(sejumlah panas ditambahkan), wsiklus=–
(sistem membebaskan kerja ke luar). Berapa banyak panas yang diberikan untuk
mengubahnya dalam kerja ? Catat bahwa q3 hilang “lost”
Wtotal Kerja yang dilakukan (W  W2 ) Ttinggi  Trendah
=  Efisiensi (  ) = + 1  3.7
q1 q1 q1 Ttinggi

31
Jika Trendah = 0 siklus mempunyai efisiensi = 1. Ini merupakan dasar skala suhu dan
konsep nol absolut dan “hukum ketiga”.

3.2 Perhitungan Entropi


dq C dT
Untuk kebanyakan proses : S   T
=  T
, (JK1 atau Jmol1K1) 3.8

q perubahan fasa H
Perumusan fasa pada temperatur konstan : S   3.9
T T
Misalnya H uap, , H , dan sebagainya.
beku

Perubahan temperatur:
T2
Untuk keadaan padat dan cair (Cv = Cp = C ), S = C ln 3.10
T1

Untuk gas, dibagi dalam dua proses , yaitu :


V2
V berubah pada T konstan : S = q/T = nR ln 3.11
V1

T2
T berubah pada V konstan : S = Cv ln 3.12
T1

Contoh: Jawab:
1. H cair(H2O,s)= + 6,02 kJ/mol , 1. S = H/T = 6020/273 = +22,05mol-1
Scair= ? 2. V1 = 2L, T1 = 300 K, V2 = 20 L, T2 = 600 K
2. N2 gas (Cv = 21 J/K ) dipanaskan dan
Dua proses :
diekspansi dari 2 L pada 300K sampai
20 L pada 600K. S = ? (1 mol gas) 1. 2L 20 L pada 300 K : S1 = 1 x 8,314 ln (20/2)
= 19,1 J/K
2. 20 L pada 300K  600K: S2 = 1x21 ln (600/300)
= 14,5 J/K
S total = S1 + S2 = 34,6 J/K

3.3 Entropi Campuran


Bayangkan zat a dalam volume V1 (nA mol A) dan gas B dalam volume V2 (nB
mol B). Keduanya pada temperatur yang sama, gas dicampur :

nA nB nA + nB
VA VB V = VA + VB
32
V V V V
S A = nA R ln S B =nB R ln STOTAL = R (nA ln + nB ln ) 3.13
VA VB VA VB
VA VB
dengan XA= dan XB = (ini berarti p dan T keduanya sama)
VA  VB VA  VB
S Campuran = - R (nA ln XA + nB ln XB )

3.4 Hukum Ketiga Termodinamika


“Kristal murni pada suhu nol absolut memiliki S = 0” (S  0 ketika T  0 K)”.
Perumusan ini sesuai dengan Dalil Kalor Nernst. Hal ini memudahkan kita menghitung
entropi absolut zat.
Jika entropi semua unsur dalam keadaan stabilnya pada T = 0 diambil sama
dengan nol, semua zat mempunyai entropi positif yang pada T = 0 dapat menjadi nol, dan
untuk semua zat kristal sempurna termasuk senyawa-senyawa, entropinya menjadi nol.

3.5 Energi Gibbs


Kita mendefinisikan fungsi baru : G = H – TS
Dalam bentuk diferensial :dG = dH – TdS – SdT 3.15
Sebelumnya kita telah mendapatkan : dH = dq + Vdp 3.16
Jadi dG = dq + Vdp – TdS – SdT 3.17
Untuk proses reversibel, dq = T dS 3.18
Kemudian (3.17) + (3.18) dG = Vdp – SdT 3.19
Untuk proses reversibel pada p konstan, T konstan : dG = 0 kondisi keseimbangan
Kita kembali pada defenisi persamaan G = H – TS
Untuk kebanyakan proses : G  H  TS
Untuk proses isotermal G  H  TS 3.20
Reaksi kimia memiliki : G 0 reaksi  H 0 reaksi - TS 0 reaksi , dalam Tabel Termodinamika
(DA A2, Atkins 2.10) kita dapat melihat G 0 f senyawa. Untuk unsure G 0 f  0 .

Untuk pehitungan G :
Reaksi kimia A  B

H 0 rx  H 0 f ( B)  H 0 f ( A) (Untuk unsur–unsur H 0 f  0 )
33
S 0 rx  S o B  S 0 A (Untuk unsur-unsur S 0 f  0 )

Grx  G 0 f ( B)  G 0 f ( A)  H 0 rx  TS 0 rx 3.21

Perubahan fasa pada T konstan :


H 0 perubahan fasa ; S 0  H 0 / T ; G 0  0 (karena proses kesetimbangan) 3.22
Ekspansi gas isotermal :
H 0  0 (untuk gas ideal) ; S 0  n R ln (V2/V1) ; G 0 = -nRT ln (V2/V1) 3.23

Beberapa persamaan umum :


 G   G 
dG =Vdp – SdT   =S dan  T  = V 3.24
 T  p  p

Diferensil lebih lanjut :


  G    G   S   V 
      -    3.25
p  T  p T  P T  P T  T  P

Persamaan di atas merupakan salah satu “persamaan (hubungan) Maxwell”.

Energi Helmholtz, A, didefinisikan sebagai :


A = U – TS; A mempunyai fungsi yang sama dengan G tetapi pada V konstan.
dA = dU – TdS - SdT = dq – pdV –TdS – SdT = -pdV – SdT 3.26
 A   A 
   S dan    P
 T V  V T

diferensial selanjutnya :
  A    A   S   P 
      +     3.27
V  T V T  V T  V T  T V

Dengan cara yang sama, maka persamaan 3.27 dan 3.28 diperoleh hubungan :
 T   P 
    dan 3.28
 V  S  S V

 T   V 
     3.29
 p S  S  p

Hubungan-hubungan termodinamika (persamaan; 3.25; 3.27; 3.28; dan 3.29) yang


diperoleh dari persamaan fundamental termodinamik dikenal dengan nama hubungan
Maxwell

34
Kita dapat sekarang menyimpulkan semua definisi-definisi termodinamika umum dan
hubungan antara fungsi-fungsi termodinamika :

U=q+w dU = TdS – pdV 3.30


H = U+ pV dH = TdS + Vdp 3.31
A = U – TS dA = -SdT – pdV 3.32
G = H – TS dG = -SdT + Vdp 3.33

 U   U   H   H 
  T    p    T    V
 S V  V  S  S  P  p S

 A   A   G   G 
   S    p    S    V
 T V  V  T  T  P  P T

Untuk ilmuan kimia G adalah nilai yang paling umum karena kondisi-kondisi
eksperimen adalah normal p = konstan; dp = 0. Sedangkan ilmuan fisika menginginkan
kondisi V untuk bekerja (artinya jarak antara molekul konstan) oleh karena itu yang
berperan buat mereka adalah energi Helmholtz, A.

3.6 Ketergantungan Suhu Terhadap G


 G 
Dari penurunan sebelumnya diperoleh     S ; Untuk suatu reaksi kimia
 T  P

 (G2  G1 ) G
dapat dituliskan = = S .
T T
Kita dapat menuliskan pula persamaan diferensiasi :
 G / T  1  G  G
      2
 T  P T  T  P T
G / T 1 G 1 H
  (S )  2   2 (G  TS )   2 3.34
T T T T T
 (G / T ) H
sehingga:  2 . 3.35
T T
Persamaan ini disebut sebagai hubungan Gibbs-Helmholtz (G-H). Persamaan ini dapat
menentukan “hubungan temperatur dari suatu proses isotermal” Untuk itu perhatikan
suatu proses A  B (perubahan fasa atau reaksi kimia)
A  B  T1 G (T1 )
35
A  B  T2 G (T2 )

GA B / T H A B
 bentuk diferensial G – H
T T2
setelah diintegrasi dari T1 ke T2, diperoleh :
G2 G1 1 1
   H    bentuk integral G – H 3.36
T2 T1  T2 T1 
Setelah mengembangkan hubungan-hubungan G – H , sekarang kita siap menyelesaikan
perhitungan – perhitungan kesetimbangan fasa dan kesetimbangan kimia pada bab
berikutnya.

3.7 Aplikasi Hukum Pertama, dan Kedua Termodinamika


a. Beberapa turunan parsial dalam termodinamika
Untuk sistem p–V–T, seperti pada persamaan keadaan gas ideal ataupun gas Van
der Waals beberapa turunan parsial yang diperlukan dalam menyelesaikan masalah-
masalah termodinamika adalah:
 p  1
  
 V  T  V  3.37
 
 p T

 p   V   T 
        1 3.38
 V  T  T  p  p V

 T 
 
 p   V p
   3.39
 V  T  T 
 
 p V

b. Beberapa contoh aplikasi sederhana

Contoh: Jawab:
2. Tunjukkan bahwa untuk gas Dari persamaan gas ideal pV = RT (untuk 1 mol), maka:
ideal
 p  RT p
 p   V   T    =- 2 =- V ,
    
 p   1V
 T V
 V  T  T  p  V
 V  R  T  V
   , dan    , maka:
 T p p  p V R

36
 p   V   T   p  R V 
      =       
 V  T  T  p  p V  V   p   R 

= - 1 (terbukti)

Contoh: Jawab:
3. Buktikan bahwa untuk gas Dari persamaan fundamental: (pers. 3.30)
ideal pada percobaan Joule- dU = TdS – pdV, jika dU dideferensialkan terhadap V, maka:
 U 
Thomson    0  U   S 
 V  T   T   p
 V T  V  T
 S   p 
dari persamaan 3.27      , maka
 V T  T  V
 U   p 
   T   p
 V  T  T  V
Dari persamaan gas ideal pV = nRT, maka:
 p  nR
  = , dengan demikian dapat ditulis ulang
 T  V V
 U  nRT
    p = p – p = 0 (terbukti)
 V  T V

37
Soal-soal :
1. Hitung perubahan entropi bila 1 mol es dipanaskan dari 250 sampai 300 K. Diketahui
tetapan kapasitas kalor (Cp,m) air dan es adalah 75,3 dan 37,7 JK-1mol-1 dan panas
laten peleburan es 6,02 kJ mol-1.
Jawab :
Perubahan entropi bila 1 mol es dipanaskan dari 250 sampai 273,15 K
273,15 S  3,34 -1 -1
S f  37,7 ln f JK mol
250
Untuk pencarian pada 273,15 K;
H peleburan 6020 Jmol 1
S 2   =22,04 JK-1mol-1
T 273,15
Untuk perumusan dari 273,15 sampai 300 K
300
S 3  75,3 ln S 3  7,06 JK-1mol-1
273
Perubahan entropi total adalah :
S  S1  S 2  S 3
S  3,34  22,04  7,06  32,44 JK 1 mol 1

2. a. Air pada 100 C berkeseimbangan dengan uap air pada tekanan1 atm. Jika
perubahan entropi berhubungn dengan penguapan air pada 1000C adalah 40,60 kJmol-
1
Berapa G dan S ?. b. Tunjukkan bahwa air pada 1000C ada berhubungan
dengan uap air pada 0,900 atm. Hitung G dan S untuk proses penguapan.
Jawab :
a. Karena air pada 1000C berkesetimbangan dengan uap air pada
tekanan 1 atm, G  0 . Karena H = 40,60 kJmol-1, dan
G  H  TS .
H 40,60 Jmol 1
S    108,9 JK 1 mol 1
T 373,15 K
b. Entropi meningkat untuk ekspansi 1 mol gas dari tekanan 1 atm
terhadap 0,900 atm.
V2 P 1,00
S  nR ln  nR ln 1 S  8,314 ln
V1 P2 0,900
S  0,876 JK 1 mol 1
Entropi meningkat bila 1 mol air diuapkan untuk menghasilkan uap
pada tekanann 0.900 atm, jadi
S  108,9  0,876  109,7 JK 1 mol 1 .
Nilai dari TS  109,7  373,15  40,96kJmol 1
Nilai H tidak berubah dalam proses ini dan nilai perubahan
energi Gibbs adalah :
G  H  TS  40,60  40,96  0,36kJmol 1
Karena G  negatif, proses penguapan spontan.

38
3. Nilai H dan S untuk reaksi kimia berturut-turut adalah – 85,12 kJmol-1 dan
-170, 21 K-1mol-1, dan nilai tak tergantun pada T. Hitung G reaksi pada (a) 300 K,
(b) 600 K, (c) 1000 K.
Jawab : (a) –34,1kJmol-1, (b) 16,9kJmol-1, (c) 85,0kJmol-1
4. Satu mol gas ideal dengan Cv.m = 1,5 R, dipanaskan
(a) pada tekanan konstan, dan (b) pada volume konstan dari 298 sampai 253 K.
Hitung S untuk sistem dalam masing-masing kasus.
Jawab : (a) 3,52JK-1mol-1 , (b) 2,11 JK-1mol-1
 H   1  V   H 
5. Jika diketahui  p   V ( 1  T ) dan      , hitunglah   untuk 1
 T  V  T  P  p  T
mol gas ideal.
 H 
Jawab :    0
 p T

6. Jika 1 mol gas ideal dikompresi secara reversibel dan isotermal dari 1 atm sampai 10
atm pada 0C hitunglah : q, W, U, H, S, A, dan G
Jawab :
Untuk gas ideal pada proses isotermal ; U  H  0 , q = -w
W = +5,23 kJ; q = -5,23 kJ; S = -19,14JK-1
Untuk kerja reversibel dan isotermal dA = dW max = + 5,23 kJ; G
=+5,23 kJ

7. Gunakan nilai G 0 f dan H 0 f untuk menghitung  S pada 298 K bagi reaksi :

2SO2 + O2  2SO3
Jawab : - 188JK-1

8. Nilai (U / V ) T untuk gas ideal adalah nol, tetapi berapakah nilai tersebut untuk gas
van der Waals ?
RT a  U  a
Jawab : Ingat : p =  2 , sehingga    2
V b V  V  T V

9. Heksan, C6H14 memiliki titik didih 69oC, entalpi molar penguapan, Hvap. = +28,8
kJ/mol. 1 mol heksan diuapkan pada 69oC dan tekanan 1 atm. Hitung q, w, U, H,
S, dan G untuk proses ini.

10. Hitung perubahan entropi ketika 1 mol es pada –10 oC dipanaskan sampai + 10 oC.
Cp(H2O,s) = 37,4 J/mol.K; Cp(H2O,l) = 75,2 J/mol.K; Hpeleburan (H2O,s) = 6,02 kJ/mol.

39
11. Dengan menggunakan nilai kapasitan panas Cp,m(H2O,l) = 75,2 J/mol.K; Cp,m(H2O,g)
= 35,0 J/mol.K, hitung perubahan entropi total jika 100 g H 2O dipanaskan dari 298K,
1 atm sampai mendidih pada 1 atm, dan uap kemudian dipanaskan dan dikompresi
sampai 500K, 20 atm. Hvap.(H2O,l) = +44,0 kJ.mol.

12. Menurut reaksi : (NH4)2S(s)  2NH3(g) + H2S(s)


Hfo -450 -46,1 -20,1 kJ/mol
So 165 192 205 J/K.mol
a. Hitung Go reaksi ini (T = 298)
b. Hitung pula Go reaksi ini pada 800K

13. Suatu wadah tertutup 5L diisi dengan 0,300 mol H2, 0,200 mol HI. Pada suhu 600K
semua komponen berupa gas dan konstanta kesetimbangan H 2 + I2  2HI adalah
12,4. Hitung konsentrasi kesetimbangan, fraksi mol dan tekanan partial masing-
masing komponen

14. Diketahui bahwa dS = (Cp/T)dT - Vdp. Tunjukkan bahwa : a) (S/p)V = Cv/T; b)


(S/V)p = Cp/TV {=1/V(V/T)p; = - 1/V(V/p)T} (C; 10.28)

15. Tunjukkan bahwa : (U/V)T,n = - p + {(H/p)T,n – V}(p/V)T,n

16. Dengan menggunakan pendekatan nilai faktor kompresibitas, tunjukkan bahwa untuk
gas van der Waals: a) Cp – Cv = R + 2ap/RT 2; b) (U/p)T = - a/RT; dan c) (U/T)p
= Cv + ap/RT2

40

Anda mungkin juga menyukai