Executive Summary PDF
Executive Summary PDF
1. PENDAHULUAN
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang
memiliki ± 18.110 pulau dengan garis pantai sepanjang 108.000 km. Berdasarkan Konvensi Hukum
Laut (UNCLOS) 1982, Indonesia memiliki kedaulatan atas wilayah perairan seluas 3,2 juta km2 yang
terdiri dari perairan kepulauan seluas 2,9 juta km2 dan laut teritorial seluas 0,3 juta km2. Selain itu,
Indonesia juga mempunyai hak eksklusif untuk memanfaatkan sumber daya kelautan dan berbagai
kepentingan terkait seluas 2,7 juta km2 pada perairan ZEE (sampai dengan 200 mil dari garis pangkal).
Sebagai negara kepulauan, wilayah maritim sangat strategis dengan berbagai keunggulan komparatif
dan kompetitif yang dimilikinya sehingga berpotensi menjadi prime mover pengembangan wilayah
nasional. Jika mampu mengoptimalkan pengembangan sektor kemaritiman atau kelautan, Indonesia
dianggap mampu mencapai pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) hingga tujuh persen.
Kemaritiman adalah nilai keekonomian dari lautan meliputi : (dari tulisan Rokhmin Dahuri, Menteri
Kelautan dan Perikanan RI ke 2 ) potensi alur pelayaran Indonesia/ruang laut yang sangat luas; sektor
perikanan; pertambangan dan energi kelautan; sumber daya manusia kelautan & kemaritiman;
pariwisata bahari; bioteknologi kelautan. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan sekitar 70%
lautan, mempunyai potensi kelautan dan kemaritiman yang sangat besar; juga garis pantai terpanjang
di dunia; Posisi Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa yang merupakan pertemuan arus panas
dan dingin, menyebabkan sumberdaya hayati kelautan Indonesia begitu beraneka ragam, juga potensi
sumber kekayaan non hayati, salah satunya seperti minyak dan gas alam. Posisi geografis yang terletak
di antara samudera hindia dan pasifik menjadikan Indonesia sebagai jalur pelayaran internasional;
Keseluruhan potensi ini masih belum tergali bahkan Indonesia masih fokus pada sektor perikanan dan
pariwisata; Total potensi kemaritiman diperkirakan sebesar 171 milyar USD, Potensi wilayah pesisir
dan bioteknologi mencapai lebih dari 56 % ; perikanan 18,71 %, minyak bumi 12,28 %;
selebihnya transportasi laut dan wisata bahari.
Kebijakan Tol Laut, sebagai salah satu kebijakan dalam pembangunan kemaritiman, adalah upaya
meningkatkan konektivitas laut nasional dari barat hingga timur dalam rangka memperkuat sistem
logistik nasional. Tol Laut, adalah konektivitas laut secara terjadwal dan frekuensi memadai dari barat
hingga timur Indonesia. Lingkup kebijakan Tol Laut berarti berbicara tentang pembenahan pelabuhan,
pelayaran, dan industri galangan kapal. Konsekuensi dari pembenahan infrastruktur kemartiman
tersebut kemudian berimplikasi pada perlunya kapasitas infrastruktur wilayah yang handal di daratan
seperti jalan dan lain-lain. Konsep jalur Tol Laut, dapat dipandang sebagai strategi memperkuat jalur
perhubungan laut barat ke timur, memperpendek jarak tempuh untuk ekspor dari pusat-pusat di
wilayah timur, juga mendukung pengembangan sektor perikanan/ kelautan dan ekspor dari wilayah
Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara.
Pemerintah dalam RPJMN 2015-2019 dengan mempercepat pembangunan kemaritiman sejalan dengan
konsep Tol Laut yang menjadi gagasan Presiden Joko Widodo sekaligus juga berupaya mempercepat
pembangunan dan pemerataan pembangunan antara wilayah barat dan wilayah timur Indonesia
melalui sektor kemaritiman. Rencana Pengembangan tol Laut dan sektor kemaritiman ini merupakan
program lintas sektor, yaitu sektor perhubungan, sektor Pariwisata, sektor kelautan perikanan dan
sektor pekerjaan umum.
Konsep Tol Laut yang diusulkan oleh Presiden ini menetapkan dibangunnya 24 pelabuhan strategis
sebagai prasarana transportasi laut yang terpenting. Standard kualitas tiap pelabuhan pun harus sesuai
dan memenuhi kebutuhan sehingga efektifitas pelayanan pengangkutan penumpang dan khususnya
barang dapat tercapai maksimal. Butuh beberapa instrumen pendukung yang selanjutnya diharapkan
dapat mengembangkan kawasan hinterland sekitar 24 pelabuhan tersebut. Sektor pekerjaan umum
dan perumahan rakyat dituntut dapat memenuhi dan mendukung kebutuhan infrastruktur dan sarana
prasarana kawasan sekitar pelabuhan, baik pelabuhan Hub maupun pelabuhan feeder/pengumpan agar
efektif dari segi pengangkutan barang untuk menampung logistik, maupun tercapai perkembangan
ekonomi dan kebutuhan wilayah sekitar pesisir pelabuhan, dan diharapkan juga dapat meningkatkan
perekonomian daerah.
Secara khusus dilakukan tinjauan di 9 pelabuhan dan wilayah hinterland, yaitu Kuala Tanjung Provinsi
Sumatera Utara, Tanjung Api Api Provinsi Sumatera Selatan, Tanjung Perak Provinsi Jawa Timur,
Sampit Provinsi Kalimantan Tengah, Bitung Provinsi Sulawesi Utara, Pantoloan Provinsi Sulawesi
Tengah, Tenau Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur, Ambon Provinsi Maluku dan Merauke Provinsi
Papua.
Adapun tujuan kegiatan ini adalah menyusun rencana aksi pembangunan infrastruktur wilayah dalam
mendukung pengembangan sektor kemaritiman. Rencana Aksi merupakan dokumen kerja yang
menyediakan landasan bagi stakeholder terkait untuk pelaksanaan berbagai kegiatan yang secara
langsung dan tidak langsung mengembangkan infrastruktur wilayah mendukung kebijakan
pembangunan Tol Laut dan sektor kemaritiman sesuai dengan target yang ditetapkan.
Maksud kegiatan ini adalah mendukung pembangunan sektor kemaritiman yang terintegrasi sebagai
upaya percepatan pembangunan sektor kemaritiman melalui peningkatan konektivitas kelautan karena
akses jalan ke dan dari pelabuhan menjadi penting dan kondisi akses jalan di banyak kawasan-kawasan
pelabuhan dinilai belum maksimal untuk mendukung aktivitas pelabuhan tersebut.
Tujuan penyusunan rencana aksi pembangunan infrastruktur wilayah dalam mendukung kebijakan
pengembangan tol laut dan sektor kemaritiman adalah menyediakan dokumen rencana aksi
pembangunan infrastruktur wilayah terutama PUPR dalam mendukung pembangunan 24 pelabuhan
strategis Tol Laut dan meningkatkan perkembangan sektor kemaritiman.
METODOLOGI
Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam Mendukung Kebijakan Pengembangan Tol
Laut dan Sektor Kemaritiman disusun dengan mengacu kepada dokumen/kebijakan nasional terutama
RPJMN 2015-2019. Penyusunan dimulai dengan melakukan kajian terhadap dokumen-dokumen sektor
terkait. mengidentifikasi kondisi eksisting sektor kemaritiman, mengidentifikasi kondisi infrastruktur
PUPR dalam mendukung kegiatan ekonomi maritim dan melakukan analisis kebutuhan pengembangan;
dalam menetapkan tujuan, sasaran, strategi, dan rencana aksi untuk percepatan pembangunan
infrastruktur wilayah dipaduserasikan dengan program strategis nasional dari Kementerian/Lembaga
(K/L) terkait.
Pendekatan dalam penyelesaian pekerjaan ini terutama terdiri dari dua hal adalah:
1) Pendekatan kewilayahan, yang spesifik terkait dengan identifikasi kondisi, isu dan potensi wilayah
terutama di wilayah belakang dari pelabuhan Tol Laut ( kajian 9 lokasi pelabuhan )
2) Pendekatan normatif melihat dari kebijakan dan arahan pembangunan dari Pemerintah berdasar
target pembangunan yang telah ditetapkan untuk periode 2015-2019
Secara umum analisis didasarkan pada aspek perekonomian termasuk kondisi, isu, dan prediksi
perekonomian nasional dan wilayah.
5
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam Mendukung
Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
Diketahui bahwa syarat perwujudan Tol Laut diantaranya adalah : a) kehandalan pelabuhan ( yang
didalamnya termasuk infrastruktur, manajemen, dan kapal ) b) Inland Akses, c) kecukupan muatan (
Sumber : Bappenas 2015 ). Yang menjadi isu kajian ini adalah kecukupan muatan, dan diharapkan
pelayanan tol laut dari barat hingga ke timur dapat seimbang. Oleh karena itu pendekatan dalam
mendukung kebijakan Tol Laut adalah pengembangan wilayah dengan mengacu pada sasaran
RPJMN; terkait dengan tujuan kajian, program pembangunan Infrastruktur wilayah dalam mendukung
kebijakan sektor kemaritiman dan Tol Laut akan menjadi fokus di akhir analisis dan dilihat secara
kawasan, mencakup pelabuhan sebagai outlet dan kawasan ekonomi yang tumbuh di sekitar
pelabuhan. Kawasan di sekitar pelabuhan adalah wilayah hinterland dengan berbagai potensi
pengembangan ekonomi, terutama sektor kemaritiman dan industri orientasi ekspor;
Oleh karena itu analisis yang dilaksanakan terdiri dari 2 bagian, yaitu analisis dalam kerangka nasional
mengingat data tersedia dalam provinsi dan nasional, dan analisis wilayah masing-masing terutama 9
wilayah yang dilakukan tinjauan lapangan. Kedua analisis saling terkait dan tidak menutup wilayah
lainnya diikutsertakan dalam analisis bila menjadi penting dan terkait.
Indikator wilayah dalam pengembangan sektor kemaritiman adalah :
1)potensi ekspor baik antar negara maupun antar pulau; 2)produksi sektor; 3)potensi
pengembangan industri; 4)sesuai kebijakan pemerintah dan kebijakan daerah dalam pengembangan
sektor;
Masing-masing wilayah dinilai berdasar indikator tersebut sejauh ketersediaan data, kemudian
disandingkan dengan program pengembangan kawasan & infrastruktur strategis, dan juga dirumuskan
dengan menganalisis isu-isu daerah; Hasil penilaian secara kualitatif deskriptif menghasilkan gambaran
kondisi dan potensi pengembangan sektor kemaritiman dan prediksi kebutuhan pengembangan sektor
serta kebutuhan dukungan infrastruktur wilayah dalam konteks pengembangan sektor kemaritiman dan
Tol Laut.
6
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam Mendukung
Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
dan KI JIIPE di Pulau Jawa; Di Pulau Kalimantan : KEK Batulicin, KI Ketapang, KI Landak, KEK
Maloy, Usulan KEK Tarakan, usulan KEK Kijing;
Di Pulau Sulawesi : KEK Bitung; KI Palu; KI Morowali; KI Bantaeng; KI Konawe. Di Kepulauan
Nusa Tenggara : KI Bolok dan KEK Mandalika ( Lombok ); Di Maluku dan Maluku Utara : KI Buli
dan KEK Morotai; Di Papua dan Papua Barat: KI Teluk Bintuni; Usulan KEK Sorong, Usulan KEK
Bintuni, Usulan KEK Merauke.
Potensi kemaritiman terkait sektor energi dan tambang kelautan, diketahui potensi eksplorasi
minyak bumi laut dalam diantaranya di Selat makasar dan perairan di sebelah selatan Kepulauan
Babar, dan sudah termasuk dalam agenda pengembangan nilai ekonomi kemaritiman yang
direncanakan tahun 2015-2019 oleh Kementerian ESDM.
e. Kondisi sektor kemaritiman di Indonesia hingga saat ini sudah banyak memanfaatkan kekayaan
sumber daya perikanan walaupun belum merata untuk seluruh jenis ikan / biota laut, tetapi
setidaknya 7 WPP dari 11 WPP digambarkan relatif overfishing. WPP yang masih normal
adalah WPP 716 di laut Sulawesi dan utara Pulau Halmahera. WPP tingkat eksploitasi tertinggi di
WPP 718 di Laut Aru, Laut Arafura & timur laut Timor, dan WPP 712 di Laut Jawa. Dari nilai
potensi kemaritiman perairan Indonesia diperkirakan baru diolah sebesar 20 %, dan potensi
terbesar yang belum diolah menjadi tantangan bagi bangsa ini yaitu potensi pesisir dan
bioteknologi kelautan, pertambangan dan energy kelautan, serta juga perhubungan laut
dan pariwisata bahari.
f. Selain perikanan tangkap, telah pula berkembang perikanan budidaya terutama di NTT, Sulawesi
Tengah, Jawa Timur, Maluku, Sulut, Sumut. Produksi perikanan budidaya jauh lebih tinggi dari
produksi perikanan tangkap, dengan jenis komoditi utama udang, ikan dan rumput laut. Jumlah
Rumah Tangga perikanan budidaya tercatat juga jauh lebih besar dari perikanan tangkap.
Dengan demikian dukungan bagi pembudidaya sangat diperlukan selain nelayan.
Dilihat dari share sektor perikanan pada PDB maka dapat dikatakan hingga tahun 2014 peran
sektor perikanan masih relative kecil, sedang pertumbuhan ekspor pada tahun 2014 ada
penurunan diperkirakan karena pengaruh kebijakan moratorium dari Kementerian Kelautan dan
Perikanan. Walau demikian produksi udang Vaname dan udang Windu dari wilayah potensi udang
hingga tahun 2014 masih meningkat seperti di Sulawesi Selatan, Lampung, NTB, Jawa Timur,
Jawa Barat, Jawa tengah, Gorontalo, Maluku.
g. Kondisi sektor kemaritiman dari pemanfaatan dan peningkatan nilai ekonomi potensi pariwisata
bahari di Indonesia telah dilaksanakan bersamaan dengan penetapan Rencana Induk Pariwisata
Nasional dan diselenggarakannya Program Sail di beberapa Destinasi Pariwisata prioritas nasional.
Destinasi Wisata nasional prioritas atau KSPN yang termasuk wisata bahari dan sudah masuk
kelas dunia yaitu Raja Ampat Papua, Wakatobi dan Bunaken di Sulawesi, Komodo di NTT, Kuta,
Sanur, Nusa Dua dsk di Bali, Ambon Bandaneira, Kepulauan Seribu di DKI Jakarta dll.
Data terkait perkembangan pariwisata bahari di Indonesia masih kurang memadai sehingga sulit
dilakukan analisis secara kuantitatif. Akan tetapi setidaknya kunjungan wisatawan
mancanegara di Indonesia tahun 2004-2014 melalui bandara utama di Indonesia
meningkat rata-rata 7,73% pertahun , dan pertumbuhan tahun 2013-2014 sebesar 7,19 %.
Hal ini belum termasuk data kunjungan wisatawan melalui laut.
Kini Kementerian Pariwisata berupaya meningkatkan potensi pemasukan devisa dari pariwisata
bahari. Arah pengembangan fokus pada destinasi pantai, selam dan selancar, yacht, kapal pesiar,
dengan kegiatan terkait laut serta masyarakat pesisir. Data tahun 2012 menunjukkan Rata –rata
kapal pesiar singgah di satu destinasi, ( contoh) pelabuhan Labuan Bajo ( Komodo ) sekitar 2 – 3
kapal perbulan, singgah di Bitung 4 kapal selama tahun 2012. Lama singgah di TN Komodo
sekitar 5 – 9 jam. Isu : Kapal pesiar yang singgah di kawasan destinasi wisata tidak
banyak kontribusi pada PAD daerah setempat karena hanya menikmati alam bawah laut &
terumbu karang dan tidak tinggal di daratan. Sebagian wisman menyukai tinggal di pulau-pulau
kecil hingga 7 hari, seperti di Pulau Kanawa di TN Komodo.
8
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam Mendukung
Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
h. Tantangan pengembangan sektor kemaritiman di pusat-pusat utama ( seperti Jawa Timur dan
Sulawesi Utara ) :
Peningkatan nilai ekonomi dari sektor kemaritiman terutama dengan mendorong industri sektor
perikanan, pengembangan iptek kelautan, dan peningkatan kehandalan perhubungan laut.
Dalam kerangka industrialisasi dan peningkatan pengolahan hasil perikanan serta
pengembangan bioteknologi kelautan, maka diperlukan penyediaan tenaga kerja terampil,
pengembangan pusat pendidikan & penelitian, bantuan & kerjasama dalam pengembangan
inovasi terkait bidang kelautan;
Cukup besarnya jumlah pembudidaya dan usaha kecil bidang perikanan, diperlukan dukungan
dan upaya kemitraan dan kelembagaan untuk akses modal, akses pemasaran dan informasi,
inovasi.
Peluang pengembangan sentra perikanan diintegrasikan antara pasar ikan, pelelangan ikan,
dengan wisata bahari dan atraksi budaya, industri perikanan, kuliner dan potensi lain yang
dapat menjadi pusat ekonomi maritime. Tujuan pengembangan sentra perikanan ini untuk
kepastian pemasaran dan pengumpulan produksi ikan dari wilayah sekitar, pengembangan
sentra ikan yang sudah ada, terpadu dengan kawasan wisata bahari dan terkait dengan
program peningkatan pola makan sehat dan konsumsi ikan masyarakat, juga meningkatkan
produksi dan pendapatan nelayan, pembudidaya dan pengusaha. Sentra perikanan ini dapat
ditumbuhkan tersebar di beberapa kawasan strategis terutama terpadu dengan destinasi wisata;
alternative lokasi strategis adalah di Bitung, Ambon, Sorong, Kendari atau mendukung
pengembangan kawasan perbatasan seperti di Saumlaki (Maluku), atau Wini (NTT).
i. Mengacu pada program pembangunan strategis sektoral, yaitu : Pengembangan KEK atau usulan
KEK baru, kawasan Industri prioritas, KSPN prioritas, dan pembangunan infrastruktur utama seperti
infrastruktur energi, waduk, pelabuhan utama, pelabuhan feeder, pelabuhan penyeberangan,
Bandara, Kereta Api, serta target program PUPR, maka analisis potensi pengembangan
kemaritiman adalah sebagai berikut.
Mempercepat pertumbuhan perekonomian wilayah di timur Indonesia dimulai dari sektor
unggulan masing-masing wilayah, selanjutnya diharapkan mendorong perekonomian lokal;
melalui pengembangan pariwisata bahari dapat mendorong perekonomian masyarakat pesisir
dan nelayan seperti di Maluku, Papua barat dan NTT.
Pengembangan sektor kemaritiman diprioritaskan di pusat-pusat yang ada di wilayah timur
Indonesia, dan memerlukan dukungan pembangunan pelabuhan perikanan, pembangunan
penyediaan air baku, dan terpadu dengan pengembangan kawasan destinasi wisata di lokasi
yang berdekatan, juga sangat membutuhkan pengembangan pelabuhan penyeberangan terkait
dengan akses masyarakat, pengembangan marina/pelabuhan kapal pesiar, pembangunan
infrastruktur energi, jaringan telekomunikasi dan jaringan transportasi yang mendukung akses
ke Bandara.
Mendukung kebijakan Tol Laut maka diperlukan pembangunan pelabuhan, termasuk
pembangunan jaringan akses/transportasi dari kawasan pelabuhan ke kawasan ekonomi dan ke
kota utama terdekat, juga akses ke Bandara. Program pembangunan instalasi energi,
mendukung operasi kawasan industri, kawasan pelabuhan dan kawasan hinterland secara umum;
Pengembangan industri galangan kapal dibutuhkan dalam rangka menjamin ketersediaan kapal,
kesiapan armada dan pelayanan angkutan barang/penumpang di Tol Laut.
Pulau-pulau kecil yang menarik dan strategis ditingkatkan konektivitasnya dengan perbaikan
pelabuhan penyeberangan, perbaikan akses jalan dari pelabuhan di kota, sehingga masyarakat
dapat turut berperan serta dalam usaha ekonomi lokalnya melalui simpul-simpul terkecil,
terutama bila ada potensi pengembangan wisata bahari dan budaya.
9
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam Mendukung
Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
Analisis ini diwarnai hasil analisis perkembangan perekonomian nasional, diperkaya dengan hasil
kunjungan lapangan di 9 provinsi. Hasil analisis menggambarkan kondisi perkembangan, potensi dan
permasalahan, serta memberikan gambaran provinsi yang potensi diprioritaskan/ dikembangkan
mendukung kebijakan pengembangan sektor kemaritiman. Berdasarkan pengolahan data statistik dan
dari informasi berbagai sumber di pusat dan di provinsi, serta dari diskusi yang telah dilakukan,
selanjutnya disusun analisis peluang pengembangan dan perkiraan lokasi sentra-sentra pengembangan
yang akan menjadi sasaran pengembangan wilayah, dan secara terpadu menjadi sasaran
pembangunan infrastruktur wilayah.
Analisis dipilah berdasarkan sektor kemaritiman yang termasuk sektor perikanan/kelautan, pariwisata
bahari dan perhubungan laut; Analisis dalam kerangka mendukung kebijakan Tol Laut dilakukan
dengan identifikasi kesiapan daerah dalam pengembangan kawasan hinterland, dan sinkron terhadap
program strategis dari sektor untuk tahun 2015-2019.
Analisis ini akan menjelaskan arahan rencana aksi dalam pembangunan infrastruktur wilayah dan
pengembangan sektor kemaritiman yang lebih spesifik terkait isu wilayah masing-masing dan terpadu
dengan program pembangunan kawasan ekonomi strategis.
10
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam Mendukung
Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
6. Sulawesi Utara/Bitung*
7. Maluku/Ambon
8. Jawa Tengah
9. Bali
10. Kalimantan Timur,
Minimal 10 wilayah tersebut dengan pelabuhannya adalah sentra perikanan utama pengekspor.
Dengan catatan *) adalah termasuk pelabuhan utama Tol Laut.
Sorong dan Kendari memiliki potensi perikanan tangkap relative lebih rendah dibanding potensi wilayah
lainnya, yaitu Maluku, Sumut, Jatim, Sulsel, Sulut, Papua, Sulteng, Jabar, Babel, Kalsel, Sumbar, DKI
Jakarta, Lampung, Kalbar. Akan tetapi perkembangan saat ini Sorong direncanakan KEK sebagai
usulan baru dan sudah ada investor di bidang pengolahan hasil perikanan yang berminat.
Dengan demikian arahan sentra perikanan berdasar potensi dan sebaran pelabuhan perikanan
Potensi pengembangan sentra perikanan pengolahan dan pengekspor di wilayah timur : di Sorong
dan Bitung;
Sentra perikanan sebagai pengumpul hasil perikanan dan pengolahan atau sub kluster : 1)Ambon;
2)Kendari 3)Merauke; 4)Jayapura; dan 5)Makasar;
Pelabuhan lain yang berdekatan berfungsi sebagai simpul-simpul penangkapan ikan/produsen
seperti di kepulauan selatan Maluku, NTT, Gorontalo, Sulteng, Papua barat dan Maluku Utara.
Potensi perikanan di wilayah barat sebagai sentra perikanan, pusat pengolahan dan pengekspor :
di Belawan-Sumut , DKI Jakarta dan Tg Perak-Jatim;
Sentra perikanan sebagai pengumpul hasil perikanan dan pengolah atau sub kluster di : Lampulo
(Aceh), Bungus (Sumbar), Sungai Liat ( Babel), Pelabuhan Ratu (Jabar), Pekalongan ( Jateng),
Brondong ( Jatim), Pemangkat (Kalbar); Pelabuhan lain sebagai simpul penangkapan
ikan/produsen antara lain di Bengkulu, Lampung, Kalimantan Selatan, NTB dll.
Pengembangan sentra perikanan terpadu dengan pasar modern dan pariwisata potensi
dikembangkan dengan alteratif lokasi di Sorong, Bitung, Ambon, Wakatobi atau untuk
pengembangan kawasan perbatasan seperti di Saumlaki, dan Wini.
Pelabuhan perikanan yang cukup banyak jumlahnya dan dikategorikan sesuai potensinya seperti
tersebut diatas, maka dapat diintegrasikan dengan konsep Tol Laut; keseluruhan pelabuhan perikanan
dikembangkan sesuai fungsinya dan dikembangkan dalam sistem keterkaitan antar pelabuhan; sentra
perikanan dan pengolahan hasil perikanan diintegrasikan dengan pelabuhan utama Tol Laut dan
rencana pengembangan pusat pengolahan ikan seperti di Bitung dan Sorong.
Potensi perikanan budidaya sangat potensial untuk dikembangkan dimana 80% ekonomi kemaritiman
disumbang oleh perikanan budidaya laut; potensi produksi perikanan budidaya secara berurutan ( thn
2013) di Sulawesi selatan, NTT, Sulawesi tengah, Sultra, Jawa timur, Jawa barat, NTB dan Maluku.
Sektor kemaritiman terkait dengan luasnya sumberdaya kelautan masih belum optimal tergali,
terutama untuk pengolahan bidang bioteknologi kelautan. Pengolahan tersebut sudah dimulai antara
lain di Bitung dengan pengembangan ekstraksi bioaktif omega 3, squalene dll. Tantangan kedepan
adalah mendorong pengembangan Iptek kelutan terutama di kota-kota besar seperti di Bitung,
Makasar, Surabaya, Jakarta dll.
11
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam Mendukung
Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
Ekspor ke
TIMUR
TENGAH dan
EROPA
12
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam Mendukung
Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
Apabila diperbandingkan dengan Queensland di Australia, dengan pantai sepanjang 2.100 km mampu
meraup sekitar 3 milyar USD pertahun, dan Indonesia dengan garis pantai 95.100 km hanya
mendatangkan sekitar 1 milyar USD di tahun 2015 ( sumber: Menteri Pariwisata ).
Kementerian Pariwisata sejak tahun 2010 telah menetapkan 50 Destinasi prioritas secara nasional,
dimana ke 50 destinasi tampak tersebar masih banyak di Indonesia barat mengingat akses pencapaian,
rincian obyek daya tarik dan fasilitas pendukung sudah lebih banyak di Jawa Sumatera dan Nusa
Tenggara. Dalam kajian ini dalam kerangka mendukung sasaran RPJMN diantaranya peningkatan
perekonomian dan perkuatan ekonomi maritim maka salah satu diantaranya adalah sektor
pariwisata/wisata bahari. Dengan demikian prioritas pengembangannya bukan karena akses dan
fasilitas, akan tetapi dari sudut dukungan percepatan pertumbuhan perekonomian wilayah timur
Indonesia. Diupayakan pembangunan lintas sektor dan dengan keterpaduan antar sektor untuk
mengembangkan destinasi wisata bahari di wilayah timur Indonesia.
Prioritas pengembangan tahap I di 16 KSPN mencakup diantaranya 6 KSPN wisata bahari. Ke 16 KSPN
tersebut adalah :
1. Danau Toba, dskt
2. Kep. Seribu, dskt
3. Kota Tua – Sunda Kelapa, dskt
4. Borobudur, dskt
5. Bromo – Tengger – Semeru, dskt
6. Tanjung Puting, dskt
7. Toraja, dskt
8. Bunaken, dskt
9. Wakatobi, dskt
10. Kintamani-Danau Batur, dskt
11. Menjangan-Pemuteran, dskt
12. Kuta-Sanur-Nusa Dua, dskt
13. Rinjani, dskt
14. Pulau Komodo, dskt
15. Ende-Kelimutu, dskt
16. Raja Ampat, dskt
13
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam Mendukung
Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
Dukungan lanjutan atas 16 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional prioritas tersebut melalui proyek
strategis antara lain:
Di Sumatera : jaringan jalan Rantauprapat - Gunung Tua - Padang Sidempuan- Sibolga, dan Jalan Tol
Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi.
Di Pulau Jawa : Reaktivasi jalur KA antara Yogyakarta – Magelang & Magelang – Ambarawa;
Pembangunan Bandara Internasional di DI Yogyakarta; Pembangunan Jalan Lingkar Probolinggo.
Di Pulau Kalimantan : Pelebaran Jalan Sp. Meluang - Pelabuhan Derawan.
Di Pulau Sulawesi : pembangunan jalan Toraja. Pembangunan jalur KA antara Manado – Bitung;
Di Kep. Nusa tenggara : pelebaran jalan Lingkar Luar Kota Labuhan Bajo; Bandara Internasional
Lombok Pembangunan dermaga kapal pesiar di Labuan Bajo, Pelabuhan Laut Pulau Komodo,
Pengembangan Dermaga Wisata di Rinca, Pengembangan Dermaga Wisata di Maumere,
Pengembangan Dermaga Wisata di Ende; Di Papua dan Papua Barat: Pengembangan Pelabuhan di
Sorong dan Faspel Laut Arar.
Disamping itu untuk 5 tahun kedepan ditetapkan prioritas tahap II pengembangan pariwisata sesuai
50 Destinasi Wisata Nasional, diantaranya destinasi wisata bahari yaitu : Pulau Weh, Kepulauan
Mentawai, Bangka Belitung, Derawan, Suramadu, Makasar, Wakatobi, Alor, Bandanaera, Biak;
Dalam rangka pengembangan potensi kemaritiman, terpadu dengan potensi dan kekayaan budaya
bangsa yang memiliki budaya kapal rakyat dan pelayaran rakyat dengan ciri khas kapal dan tradisional
sederhana, erat terkait dengan tradisi masyarakat pesisir, maka disusun rencana pengembangan jalur
pariwisata khusus bagi keterpaduan masyarakat pesisir, potensi wisata pesisir dan keberadaan
pelabuhan rakyat juga kapal rakyat. Jalur wisata bahari seperti pada gambar berikut .
14
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam Mendukung
Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
15
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam Mendukung
Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
Dari beberapa bahan tersebut dapat disimpulkan bahwa potensi pengembangan obyek wisata di
seluruh wilayah Indonesia sangat kaya. Akan tetapi dalam mendukung kebijakan pengembangan sektor
kemaritiman dan mendukung percepatan pertumbuhan perekonomian wilayah di timur Indonesia maka
pengembangan destinasi wisata difokuskan pada destinasi wisata bahari dan yang memiliki potensi
multiplier efek pengembangan ekonomi lokal.
Kriteria pertama adalah kekayaan obyek wisata atau beragam seperti area selam, pulau-pulau kecil,
taman laut, potensi budaya pesisir sehingga dapat menjadi kesatuan walaupun tidak tepat di satu
lokasi berdekatan. Kriteria kedua adalah dekat dengan alur pelayaran rakyat menurut konsep dari
Kementerian Perhubungan yang akan menghidupkan kembali pelayaran rakyat. Kriteria ketiga, dapat
menyatu dengan sentra perikanan sebagai pelengkap atraksi kawasan dan sumber pasokan bahan
makanan bagi pusat akomodasi wisata; Sentra tersebut pada dasarnya sudah terlihat cikal bakalnya
seperti simpul-simpul kegiatan di pesisir atau sudah berkembang kota pesisir dan bukan
pengembangan kota baru.
Analisis tersebut direkomendasikan untuk dilakukan secara khusus; pada kajian ini dengan beberapa
gambaran data yang ada dan hasil kunjungan lapangan maka akan menjadi indikasi kebutuhan
pengembangan. Oleh karena itu pada kajian ini akan diusulkan lokasi yang sudah menunjukkan
adanya potensi pengembangan sentra terpadu ini. Sentra terpadu akan terlihat sebagai sentra yang
strategis didukung pusat permukiman atau perkotaan terdekat sebagai pusat pasar, akomodasi,
pekerja, fasilitas dan pusat informasi dan didukung adanya program strstegis.
Kriteria Penilaian wilayah dalam pengembangan kemaritiman adalah keragaman potensi kemaritiman;
isu kemaritiman; kebutuhan pengembangan kemaritiman, dengan penilaian terintegrasi scra kualitatif
deskriptif. Beberapa kota utama sebagai pusat strategis kemaritiman di wilayah timur Indonesia
diantaranya adalah : Bitung, Kendari, Ambon, Makasar, Sorong.
16
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam Mendukung
Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
pengembangan potensinya. Menyangkut potensinya sudah diyakini luasnya, maka dalam hal ini akan
dibahas masalah kondisi dan kebutuhan pengembangannya terait dengan kebijakan Tol Laut;
Indikator perkembangan sektor transportasi/perhubungan laut di Indonesia dapat dilihat dari
kunjungan kapal dan bongkar muat. Data kunjungan kapal di Indonesia dari BPS terutama di 25
pelabuhan strategis tahun 2004 hingga tahun 2013 tumbuh pesat dari 204.623 unit menjadi 311.555
unit secara fluktuatif dengan angka tertinggi di tahun 2008 yaitu 352.043 unit sehingga rata-rata
pertumbuhan sekitar 8,21 % pertahun. Data kunjungan kapal di seluruh pelabuhan Indonesia
sebanyak 531.250 unit ( 2004) dan 832.559 unit ( 2013), jumlah kunjungan tertinggi dicapai tahun
2012 sebanyak 872.706 unit. Dari gambaran ini maka kunjungan kapal di 25 pelabuhan strategis
terhadap total keseluruhan pelabuhan tahun 2013 sekitar 37,4%.
Dilihat dari bobot kapal maka data menunjukkan hingga tahun 2013 kunjungan kapal di 25 pelabuhan
strategis mencapai 816.166 ribu GT atau sebesar 52,6 % dari bobot kapal di seluruh pelabuhan di
Indonesia. Pertumbuhan rata-rata kunjungan kapal berdasar bobot kotor kapal untuk seluruh
pelabuhan sekitar 9,33% pertahun.
Analisis terhadap kondisi saat ini bahwa sebagai negara kepulauan sudah selayaknya Indonesia
mengembangkan transportasi laut dengan memanfaatkan luasnya perairan, untuk menghubungkan
pulau-pulau. Dilihat dari sebagian besar kota di Indonesia tumbuh dari adanya pelabuhan dan dimulai
dari lokasi yang strategis sebagai pusat perdagangan, maka hingga kini menurut BPS 51 kota dan 243
kabupaten di Indonesia termasuk di pesisir, dari total 440 kabupaten/kota tahun 2005 berarti sekitar
66,8 %.
Dari keseluruhan pelabuhan yaitu 2.154 pelabuhan, hanya 111 termasuk pelabuhan komersial, dan 25
pelabuhan dinilai sebagai pelabuhan strategis terkait Tol Laut. Panjang garis pantai 95.181 km
terhadap jumlah pelabuhan, berarti setiap 44 km garis pantai rata-rata terdapat 1 pelabuhan. Dengan
demikian tampak betapa pentingnya pengembangan perhubungan laut di Indonesia, untuk
menghubungkan kota-kota, pulau-pulau; dan baru sedikit pelabuhan yang akan dikembangkan sesuai
konsep Tol Laut. Diharapkan pelabuhan lain sebagai pendukung 24 pelabuhan strategis juga
dikembangkan, dan juga diperlukan pengembangan pelabuhan perikanan yang tersebar dan sangat
besar potensi dalam pengumpulan produksi sumberdaya laut.
Pelabuhan Tol Laut direncanakan dikembangkan kapasitas dan berbagai fasilitasnya agar dapat
memberikan pelayanan yang memadai, dan dapat menjadi poros utama arus barang dari barat ke
timur wilayah Indonesia, dan demikian memberi kesempatan bagi wilayah-wilayah untuk meningkatkan
perekonomiannya, produksinya dan ekspor hasil produksinya sesuai potensi wilayahnya. Pemerintah
dalam hal ini memberikan bantuan dalam pembangunan kemaritiman dan dengan kemudahan yang
ditawarkan maka swasta akan masuk pula membangun wilayah-wilayah terutama di timur Indonesia.
Konsep pengembangan Tol Laut diintegrasikan dengan pembangunan akses di darat yang bukan hanya
jaringan jalan atau Tol di darat tetapi juga dengan pembangunan rel Kereta Api dan pembangunan
Bandara. Hal ini dinilai sangat tepat dan dapat dimulai dari kota-kota utama dengan pelabuhan besar
seperti Belawan, Kuala Tanjung di Sumatera Utara, Bitung, Pantoloan, Makasar, dsk di Sulawesi sisi
barat, dan di Jawa.
Dukungan yang tidak kalah penting bahkan prioritas adalah pengembangan infrastruktur energi dan
sumber daya air sebagai faktor kunci dalam pembangunan kawasan ekonomi selain akses.
Salah satu pelengkap dari Tol Laut dengan 24 pelabuhan utama adalah pelabuhan penyeberangan,
lintasan penyeberangan, penyediaan kapal, kemudian koneksi antara pelabuhan penyeberangan
dengan jaringan jalan di darat. Hingga saat ini masih ada kendala di daerah yang disebabkan masalah
konektivitas seperti ini, dimana pelabuhan penyeberangan, dermaga, kapal dan jaringan jalan
penghubung ke pusat-pusat tidak terpadu seperti dirasakan di pulau-pulau di Provinsi Maluku.
Ditinjau dari kepadatan lalu lintas angkutan laut dapat digambarkan perairan Indonesia mempunyai
potensi hubungan laut yang tinggi karena posisi geografisnya, dan pertumbuhan kota-kota utama di
pesisir telah berkembang menjadi pusat perdagangan internasional. Akan tetapi tampak masih ada
17
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam Mendukung
Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
pemusatan hubungan arus lalu lintas di wilayah barat Indonesia. Tantangan kedepan adalah
meningkatkan peran wilayah-wilayah secara merata sehingga lalu lintas barang tidak menumpuk di
beberapa kota di wilayah Indonesia bagian barat. Pusat utama di wilayah timur yang dikembangkan
adalah Sorong dan Bitung sebagai pusat industri pengolahan dan pusat logistik.
Beberapa isu umum terkait pengembangan kemaritiman di Indonesia :
1. Kondisi infrastruktur pelabuhan sebagai penopang transportasi laut belum optimal. Kondisi
pelabuhan yang perlu dibenahi, terbukti saat ini hampir seluruh pelabuhan menyusun ulang
rencana induknya atau bahkan baru menyusun. Fasilitas pelabuhan sangat terbatas, dan kondisi
kedalaman lat yang kurang memadai untuk kapal besar.
2. Kemampuan daya angkut armada nasional masih sangat kurang, baik untuk muatan dalam negeri
maupun luar negeri. Armada kapal nasional memiliki kapasitas pelayanan dalam negeri sekitar 54,5
% selebihnya dengan armada asing ( Laporan Indec, 2015 ).
3. Kondisi alat utama sistem pertahanan atau alutsista TNI AL sebagian besar telah umur 25 tahun –
40 tahun dengan kualitas dibawah standar;
4. Tingkat kecelakaan kapal masih cukup besar;
5. Kedalaman laut menjadi kendala bagi kapal besar
6. Kendala alam, gelombang dan musim angin sebagai kendala dalam pelayaran
18
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam Mendukung
Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
Angkutan Penyeberangan SUMMARY
Lintasan Perintis
Lintasan Rencana
Lintasan Komersial
Kebutuhan pembangunan di Maluku bagian selatan antar pulau-pulau direncanakan tahun 2016
pelabuhan Adault-Tanimbar; tahun 2017 di pelabuhan Leti-MBD dan Geser-Seram. Termasuk
pembangunan di tahun 2017 pelabuhan penyeberangan Gangga-Minahasa di Sulawesi Utara; Tahun
2018 pembangunan pelabuhan Talise-Palu, juga beberapa pelabuhan di Sultra dan Papua.
Kebutuhan pembangunan transportasi laut di daerah banyak dirasakan terutama di provinsi kepulauan
di timur Indonesia, seperti dapat digambarkan di Provinsi Maluku, kebutuhan pengembangan sektor
perhubungan di Provinsi Maluku diantaranya :
1. Penyelenggaraan perhubungan laut komersial untuk perdagangan – melalui Pelabuhan Ambon; dan
dirasakan ada kendala pengembangan pelabuhan Ambon karena sulitnya penyediaan ruang di sisi
darat bagi pengembangan kapasitas, dan juga ada keterbatasan sarana prasarana keselamatan
/sarana bantu navigasi. Masih dibutuhkan 50 pelabuhan di pulau-pulau terutama bagi
penyelenggaraan angkutan penumpang dan barang di seluruh provinsi.
2. Penyelengaraan perhubungan laut khusus perikanan memerlukan 7 pelabuhan Perikanan (sedang
proses pembangunan 6 pelabuhan perikanan);
3. Penyelengaraan perhubungan penyeberangan : kebutuhan 26 dermaga feri yang belum tersedia,
dan armada yang memadai.
4. Jaringan jalan di daratan/pulau perlu ditingkatkan dan terhubung ke pusat-pusat dan ke dermaga
penyeberangan.
5. Penyelenggaraan perhubungan udara melalui Bandara Patimura di Kota Ambon melayani hubungan
antar pusat-pusat di Provinsi Maluku sendiri dengan angkutan komersial dan perintis.
Kebutuhan yang sama juga bagi provinsi lain seperti Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur dan
lainnya.
19
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam Mendukung
Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
Secara keseluruhan analisis makro dan kewilayahan, dapat dirumuskan prediksi kebutuhan
pengembangan sektor kemaritiman:
1. Berdasarkan berbagai pertimbangan, diantaranya kondisi perekonomian nasional yang cenderung
menurun, bahkan hampir di seluruh wilayah terjadi perlambatan, dan kondisi sektor perikanan kelautan
yang menggambarkan potensi tumbuh positip serta mempertimbangkan potensi kelautan wilayah
Indonesia yang demikian besar dan belum tergali, sehingga sektor perikanan dan kelautan sangat
strategis untuk mempertahankan pertumbuhan perekonomian nasional.
2. Berdasarkan isu utama pengembangan kewilayahan Indonesia yaitu kesenjangan wilayah timur dan
barat, dan telah sekian lama PDB Indonesia masih didominasi Jawa dan Sumatera, akan tetapi kondisi
saat ini ada kecenderungan pertumbuhan ekonomi wilayah di Indonesia timur yang lebih tinggi serta
semakin besar peran wilayah Sulawesi dan Maluku, maka dapat dikatakan wilayah timur terutama
Maluku dan Sulawesi dapat didorong menjadi pusat-pusat baru pertumbuhan ekonomi.
3. Gambaran tersebut diatas adalah potensi dan peluang pengembangan wilayah dan sangat strategis
untuk meningkatkan perekonomian secara merata di wilayah timur serta meningkatkan ekonomi
kemaritiman dalam arti sektor perikanan/ kelautan secara luas. Selain perikanan tangkap, diketahui
bahwa perikanan budidaya sangat potensi dikembangkan dengan nilai produksi lebih tinggi. Seperti di
NTT, Sulteng, Jatim, Maluku dan Sulut, Sumut.
4. Untuk mendukung kebijakan Tol Laut maka isu utama kecukupan muatan dapat diatasi dengan
peningkatan produksi sektor perikanan dan industri pengolahan sebagai salah satu sektor unggulan;
Disamping itu seiring dikembangkan pula sektor industri pengolahan berbasis keunggulan daerah
lainnya mengacu pada rencana strategis.
20
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam Mendukung
Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
5. Menyangkut isu utama yang dirasakan masyarakat wilayah kepulauan di KTI, salah satu langkah
strategis pembangunan wilayah timur adalah peningkatan konektivitas antar wilayah, antar pulau.
6. Sektor kemaritiman yang menjadi potensi utama KTI adalah pesisir, pulau-pulau kecil, pantai,
perikanan, terumbu/taman laut, dan sejumlah objek bagi pengembangan pariwisata bahari.
Analisis prediksi kebutuhan pengembangan sektor kemaritiman berdasarkan isu di daerah, dan
kesiapan pembangunan tiap daerah maka dapat dilihat matriks berikut.
21
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam Mendukung
Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
22
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam Mendukung
Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
2.Tanjung Carat/ TAA Sebagian besar industri tumbuh Belum ada. Tidak ada yang Tidak masuk jalur Jalur Sabuk Tengah:
di Kota Palembang, komoditi diunggulkan; wisata bahari;
SUMSEL Pelabuhan Tanjung
karet dan sawit, batubara.
Kelian dengan rute
Palembang(35 Ilir)-
Destinasi Wisata
Peran dalam Tol Laut sebagai Muntok dan Sadai-
Rencana KEK Tanjung Api-Api Nasional prioritas
Pelabuhan Pengumpul; Tanjung Rhu
tahap 2 di Palembang-
Bangka Belitung (
wisata pantai di
Peran sebagai Pusat Logistik Pangkal Pinang dan
Nasional. Belinyu )
Unggulan/ Komoditi :
pertambangan batubara,
perkebunan sawit, karet di
sekitar Tanjung Api-Api.
Isu : Pengembangan KEK TAA 1.Potensi dan isu kemaritiman terkait dengan pelabuhan laut dan pemanfaatan perairan antara lain di Tanjung Api Kesiapan Kawasan
dan Pelabuhan TAA masih Api/ TAA dan Boom Baru Palembang; Alur kapal dari/ke pelabuhan TAA dan Boom Baru kurang lancar, banyak Hinterland dan
menghadapi banyak kendala, terkendala dengan pasang surut sungai Musi; Pelabuhan TAA-
antara lain pasang surut dan Carat masih dalam
Kawasan industri dan fasilitas pelabuhan direncanakan di kawasan reklamasi Tanjung Carat dan masih ada kendala
sedimentasi sungai; perencanaan
karena akses dari sumber bahan baku akan melalui Hutan Lindung dan sungai.
terutama
2.Sektor perikanan kurang dikembangkan. menyangkut HL dan
memerlukan sumber
wisata bahari : memanfaatkan alur sungai Musi dan berorientasi ke Belitung; pendanaan yang
3.Dukungan perwujudan Tol Laut yang sedang berjalan : belum ada, atau masih rencana; matang;
Kegiatan lalu lintas barang masih berjalan seperti saat ini, dengan terpengaruh pasang surut dan pendangkalan
sungai Musi.
23
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam Mendukung
Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
Isu : pengembangan Pelabuhan 1.Potensi dan isu kemaritiman : memanfaatkan alur sungai sebagai penghubung ke wilayah lain/pulau Jawa; Kesiapan Kawasan
terkendala pengendapan sehingga muncul beberapa pelabuhan sungai di Kalimantan Tengah, yang umumnya berperan sebagai pelabuhan Hinterland dan
sungai, dan akses jalan dari pengumpul hasil-hasil perkebunan, kehutanan dan pertambangan dari wilayah pedalaman, seperti juga pelabuhan Pelabuhan Sampit
Sampit-Bagendang yang rusak; sampit. dalam mendukung
Tol laut belum ada.
Pelabuhan Sampit dikhususkan Pelabuhan Sampit adalah pelabuhan sungai dan terkendala dengan kondisi pengendapan sungai sehingga
bagi angkutan penumpang. mengganggu kelancaran pergerakan kapal.
Berperan sebagai pengumpul hasil perkebunan dan pertambangan untuk dibawa ke Surabaya;
25
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam Mendukung
Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
26
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam Mendukung
Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
27
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam Mendukung
Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
Isu : Kendala bagi investor 1.Potensi dan isu kemaritiman Pantoloan dsk : Potensi kemaritiman yang menonjol adalah luasnya pantai, perairan Kesiapan Kawasan
antara lain pasokan energi dan pulau-pulau; sehingga mendukung ragam objek wisata, diantaranya kepulauan Togean dan Kepulauan Industri Palu masih
listrik; Akses pantoloan ke Banggai. Pengembangan potensi sektor perhubungan laut terutama perdagangan antar pulau dan ekspor di
tahap perencanaan
Bitung relative memutar; pelabuhan Pantoloan, dan Luwuk.
terkait akses
Hinterland sebagai pemasok 2.Sektor perikanan : perikanan tangkap dan budidaya rumput laut potensi dikembangkan; pelabuhan Pantoloan
bahan baku tersebar, dan arus ke Bitung relative
Sektor wisata bahari : Potensi dikembangkan dalam kesatuan destinasi dengan Sulawesi Utara dan jalur 5 wisata
barang tersebar ke beberapa jauh;
bahari;
pelabuhan.
3.Dukungan perwujudan Tol Laut yang sedang berjalan : Dimulainya pembangunan jalur KA lintas Sulawesi
sebagai solusi angkutan komoditi dan hasil industri ke Bitung;
4.Kebutuhan Dukungan Program perwujudan Tol Laut : Pembangunan jalan baru akses antara Palu-Parigi untuk
integrasi fungsi pengumpulan, pengolahan dan ekspor produk ( disamping adanya rencana jalur KA);
Dukungan Sektor Perikanan : Peningkatan akses antara simpul-simpul perikanan diTeluk Tomini, PPI Ogotua- Kab.
Toli Toli dan PPI Donggala, ke rencana jalur KA. Pengembangan pusat pengolahan perikanan di PPI Pagimana-
Banggai. Dukungan Sektor Pariwisata: Peningkatan akses Bandara ke pelabuhan penyeberangan
28
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam Mendukung
Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
Isu : Kaws perbatasan dan 1.Potensi dan isu kemaritiman : Transportasi laut berkembang terutama menghubungkan Kupang – Surabaya; Pelabuhan Tenau –
Pelabuhan Wini, masih belum antar pulau-pulau masih banyak dilayani dengan kapal perintis; Rencana pengembangan rute kapal Pelni antara Kupang sedang
dibangun sebagai beranda Kupang-ke pulau-pulau di selatan Maluku; dalam proses
depan Negara; pembangunan
2.Sektor perikanan : Pelabuhan Wini sebagai pelabuhan pengumpul dan sentra perikanan, belum berkembang.
Dermaga, Terminal
Perkembangan perikanan relatif kurang karena kendala sarana prasarana, terutama armada kapal.
dan perluasan CY.
Rencana Jalan Tol Kupang- Sektor wisata bahari : Keindahan pantai dan alam masih belum diolah; Wisata pantai Wini dan Tanjung Bastian
Atambua; terintegrasi dengan atraksi pacuan kuda di Wini salah satu peluang yang belum dikembangkan;
Pengembangan
3.Dukungan perwujudan Tol Laut yang sedang berjalan : Pembangunan pelabuhan sedang berjalan;
kawasan industri
Kurangnya pasokan energi 4.Kebutuhan Program Mendukung Tol Laut pengolahan belum
listrik; ada.
Peningkatan akses jalan penghubung kawasan produksi ke jalan nasional, mendukung pengembangan kawasan
produksi tanaman pangan, peternakan dan agropolitan . Pengembangan jaringan irigasi sekunder dan tersier dari
Waduk Raeknamo di Oesao. Pemeliharaan jalan nasional Kupang – Atambua, mendukung akses bagi angkutan
Tertinggal dan kemiskinan di
hasil produksi ke Kupang.
pulau-pulau kecil;
Program dukungan sektor perikanan : Pengadaan bantuan armada kapal perikanan;
29
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam Mendukung
Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
Isu : 1. Potensi dan Isu Kemaritiman : Potensi kemaritiman belum dikembangkan yaitu potensi perikanan, pariwisata Kesiapan Kawasan
pulau-pulau, pantai, bahari; Potensi pengembangan pulau-pulau sisi selatan sebagai satu kesatuan dari P.Wetar – Hinterland dan
konektivitas antar pulau;
P.Kisar- P.Moa- P.Yamdena- Kep. Kai, didukung adanya jalur sabuk selatan dan rencana pengembangan Rute kapal Pelabuhan masih
kendala alam/ gelombang laut Pelni di Jalur selatan tsb. tahap perencanaan.
pada bulan tertentu;
2.Potensi pengembangan pulau-pulau sisi utara dari Ambon – Seram sebagai sentra kemaritiman;
Armada perikanan kurang;
Sektor Perikanan : Potensi pengembangan dapat terus ditingkatkan terutama dengan kebijakan moratorium dari
Kondisi jalan tidak mantap; kementerian KKP;
Sektor Pariwisata Bahari : Peluang pengembangan kawasan wisata bahari dan pulau-pulau kecil masih besar;.
3.Dukungan Perwujudan Tol laut yang sedang berjalan : Rencana penambahan jalur kapal Pelni di sisi selatan
Maluku.
4.Kebutuhan Program : Pembangunan pelabuhan penyeberangan antar pulau-pulau, dan Pembangunan dermaga
kapal; pembangunan jalan akses penghubung pelabuhan penyeberangan;
Pembangunan pelabuhan perikanan.
Pengembangan angkutan udara seiring dengan pengembangan pariwisata.
30
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam Mendukung
Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
Unggulan : sektor penggalian, Food estate baru ada 1 investor Tatui 4 Mw, -
kehutanan, perikanan dan garap 200 ha lebih; PPN Kimaan
Amai, 1.4 Mw
pertanian padi.
Isu : Akses dan pelayanan 1.Potensi dan isu kemaritiman : pengembangan transportasi sungai, penyeberangan, sangat diperlukan sebagai Kesiapan Kawasan
transportasi darat, sungai, hubungan interaksi sosial ekonomi antar wilayah; Hinterland dan
masih jauh dari teratur; Pelabuhan masih
2.Sektor perikanan dapat ditingkatkan sebagai pemasok/produksi.
dalam tahap
3.Dukungan perwujudan Tol Laut yang sedang berjalan : belum ada. perencanaan.
Rencana Kawasan Ha Anim
4.Kebutuhan Dukungan Program :
belum ada industri beroperasi;
Dalam rangka peningkatan produktivitas wilayah Merauke, dan ekspor komoditi unggulan diperlukan Program
Peningkatan kehandalan pelabuhan Merauke dan akses jalan ke Pelabuhan;
Pengembangan pelabuhan perikanan;
Percepatan pengembangan pasokan listrik;
Pengembangan prasarana penyimpanan / pendingin
Penyediaan bantuan armada kapal perikanan.
Pengembangan kawasan permukiman dan prasarana sarana permukiman;
Sumber : analisis, 2015
31
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam Mendukung
Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
Sejauh ketersediaan data kondisi kemaritiman, baik kualitatif dan kuantitatif berdasar data statistik
dilengkapi dengan gambaran dari dokumen lain, meliputi gambaran makro nasional dan juga
gambaran provinsi; Beberapa wilayah provinsi akan dilengkapi dengan gambaran dari kunjungan
lapangan. Gambaran kondisi sudah dijelaskan pada bab sebelumnya.
Analisis mencakup kondisi : 1) Pelabuhan perikanan; 2) produksi hasil perikanan; 3) Pelabuhan
penyeberangan; 4) wisatawan mancanegara; Analisis dimaksudkan untuk menilai kebutuhan
pembangunan berdasarkan adanya kekurangan hingga tahun 2019; Menyangkut analisis yang
diperlukan untuk mencapai target produksi hasil perikanan diarahkan pada strategi atau cara
pencapaian dan kebutuhan infrastrukturnya.
Pelabuhan Perikanan dengan berbagai kelas terdapat 669 yang sudah beroperasi, dan sekitar 6
pelabuhan adalah pelabuhan Samudera dikelola pusat; PPN atau pelabuhan nusantara ada 15, dan
PPP sekitar 46. Terbanyak jumlahnya adalah PPI atau Pangkalan Pendaratan Ikan. PPS diantaranya
Bitung, dengan kriteria penetapan produksi rata rata 50 ton perhari dan sebagian untuk ekspor,
dengan fasilitas labuh untuk kapal besar lebih besar dari 60 GT.
32
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam
Mendukung Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
Kondisi tahun 2014 ada 21 pelabuhan dan target 24 lokasi tersebar sesuai RPJMN berarti termasuk
jumlah pelabuhan besar yang dikelola pusat yaitu PPS dan PPN dengan ada 1 pelabuhan dikelola
pusat. Kebutuhan pengembangan sejumlah 3 pelabuhan. Untuk pembangunan pelabuhan perikanan
dibutuhkan dukungan infrastruktur bagi pelayanan kapal, bongkar muat muatan ikan, tempat proses
dan industri dan gudang pendingin. Akses pencapaian, dan prasarana lain di daratan diperlukan
sebagai jaringan pendukung operasi pengelolaan produk hasil perikanan.
Produksi hasil perikanan berdasar data tahun 2014 sebesar 22,4 juta tahun 2014 adalah termasuk
perikanan tangkap dan budidaya. Target hingga 40-50 juta ton pertahun adalah sangat tinggi dan
terkendala dengan batas jumlah tangkap di masing masing WPP. Dengan demikian maka target
tersebut harus juga ditingkatkan dengan perikanan budidaya dan pengolahan iptek kelautan yang
masih sangat besar peluang untuk dikembangkan.
Pelabuhan penyeberangan Tahun 2014 sejumlah 210 dan target 270 lokasi tersebar. Dengan demikian
kebutuhan pembangunan sejumlah 60 pelabuhan penyeberangan selama than 2015-2019 dengan
catatan pembangunan baru tahun 2016 sejumlah 48 pelabuhan. Data tahun 2014-2015 dari
Kementerian Perhubungan bahwa lokasi pelabuhan penyeberangan ditetapkan oleh Menteri
Perhubungan serta rekomendasi Kepala Daerah Provinsi/Kabupaten/kota. Keseluruhan pelabuhan
penyeberangan terdata sebanyak 245 pelabuhan ( bahkan data lain menyebut sekitar 156 yang
beroperasi ) tersebar sebagian besar di wilayah timur dengan perbandingan, di NTT terdapat 26, di
Maluku 24, Papua 18 dan Maluku Utara 16 pelabuhan. Provinsi lain bervariasi antara 1 sampai 15
pelabuhan.
Sebagian besar pelabuhan penyeberangan sekitar 76,3% dikelola oleh pamerintah daerah, dan
sisanya sekitar 33 pelabuhan atau 21,2 % dikelola ASDP dan sekitar 2,5 % atau 4 pelabuhan dibawah
pengelolaan pusat.
Lintasan penyeberangan sejak tahun 1993 dikembangkan mengikuti konsep sabuk, terdiri dari sabuk
utara, sabuk tengah dan sabuk selatan. Menyangkut lintasan yang sifatnya perintis pemerintah
sangat berperan dalam penyelenggaraannya untuk pelayanan masyarakat. Dari jumlah lintasan
penyeberangan 225, terdapat 181 lintasan perintis. Jumlah kapal yang melayani angkutan sekitar
306 kapal melayani 225 lintasan. Kapal milik swasta sekitar 50 %
33
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam
Mendukung Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
Pengembangan pelabuhan penyeberangan ini tersebar di seluruh provinsi kecuali Yogyakarta dan
Kalimantan Utara, Program tahun 2017 di wilayah timur antara lain pelabuhan penyeberangan Gangga
– Kab Minahasa, Kaledupa – Wakatobi, Binongko-Manggarai Barat, Bakalang – Alor, Sabu Seba – Sabu
Raijua, Leti-MBD, Geser-Maluku Tengah, Numfor di Papua.
Tahun 2018 di pelabuhan penyeberangan Maritaing – Alor, Weda – Halmahera, Silagang – Waropen,
Kaonda – Asmat dan Agats – Asmat.
Tahun 2019 pembangunan pelabuhan penyeberangan di wilayah timur Indonesia yaitu : Sinjai- Sulsel,
Kabanga – Papua Barat, Kaimana- Papua Barat.
Berdasarkan analisis makro dan analisis integrasi per wilayah yang telah dilakukan, maka telah
diprediksi kebutuhan pengembangan sentra-sentra potensial, erat terkait dalam lingkup
pengembangan sektor kemaritiman dari beberapa kepentingan.
Rangkuman dari analisis kondisi dan analisis prediksi kebutuhan pengembangan sektor kemaritiman &
dukungan terhadap kebijakan Tol Laut, dalam waktu 5 tahun kedepan diprioritaskan pencapaian
percepatan pertumbuhan perekonomian wilayah timur Indonesia, dan peningkatan peran sektor
kemaritiman. Langkah strategis bagi KTI sebagai wilayah kepulauan adalah :
1) Peningkatan konektivitas antar pulau antar kota secara merata dan terintegrasi antar moda
melalui laut, darat, udara.
2) Pengembangan kawasan utama sebagai pusat pertumbuhan /pusat strategis kemaritiman yang
mengintegrasikan potensi strategis yang ada.
Terdapat dua karakter pusat strategis kemaritiman, yaitu tipe a) sebagai pusat industri pengolahan,
pusat pengembangan inovasi, iptek, sosial –budaya kemaritiman dan juga potensi pengembangan
wisata bahari. Lokasi yang strategis adalah Bitung, Surabaya, Sorong; Kebutuhan pengembangan
meliputi : Pengembangan infrastruktur perhubungan, yang memperlancar arus barang dan
penumpang ke pelabuhan, ke bandara, dan ke kawasan produksi. Selain itu kebutuhan lain adalah
pengembangan kawasan hinterland pelabuhan terutama kawasan permukiman, yang umumnya
tumbuh berkembang sebagai kawasan pendukung pelabuhan, dan dibutuhkan pengembangan
kualitas permukiman.
Tipe b) sebagai pusat kemaritiman dengan potensi perikanan yang terintegrasi dengan potensi
sebagai destinasi wisata bahari. Lokasi prioritas di Ambon, Manado, Kupang, juga peluang di
Kendari, Makasar, Lombok; Kebutuhan dukungan terutama pengembangan pelabuhan perikanan,
dermaga wisata, keterhubungan dengan pusat sekitarnya, kehandalan infrastruktur jalan, akses ke
bandara, penyediaan air baku, infrastruktur sanitasi lingkungan, energi, telekomunikasi, dan
pengembangan pusat jasa pendukungnya; Infrastruktur tersebut berfungsi sekaligus bagi aktivitas
perikanan dan juga pariwisata.
Langkah 3) Pengembangan pusat perikanan lain yang termasuk sub kluster perikanan maupun
simpul perikanan , baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya, membutuhkan
keterhubungan yang lebih baik ke pusat utama yang dikembangkan. Sebagai pusat pengumpul
perikanan sangat membutuhkan peningkatan kondisi pelabuhan perikanan dan prasarana sarana
sosial ekonomi masyarakat pesisir.
Langkah 4) Pengembangan pusat-pusat kegiatan industri pengolahan termasuk kegiatan diluar sektor
perikanan/kelautan , di seluruh wilayah, sesuai dengan program strategis nasional seperti kawasan
ekonomi khusus dan kawasan industri.
Berdasarkan keseluruhan hasil analisis maka kebutuhan dukungan pembangunan infrastruktur
prioritas adalah 5 hal berikut.
1.Pembangunan infrastruktur perhubungan laut, darat dan udara di wilayah kepulauan terutama di
Provinsi Maluku, Sulawesi Utara, NTT sebagai langkah strategis membangun sosial ekonomi
34
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam
Mendukung Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
masyarakat. Dalam hal ini PUPR mendukung infrastruktur darat yaitu jaringan jalan utama
pendukung kelancaran perhubungan di wilayah kepulauan dari setiap pelabuhan laut/pelabuhan
penyeberangan ke pusat-pusat ekonomi, ke kota-kota utama yang ada di pulau-pulau, atau dengan
jalan lingkar pulau-pulau.
2.Pembangunan infrastruktur pengembangan pusat strategis kemaritiman – pengolahan perikanan
dan ekspor, di Bitung, Surabaya, Sorong. Termasuk pengembangan kawasan hinterland pelabuhan
dan kawasan industri. PUPR mendukung akses utama dari kawasan/ pusat strategis kemaritiman ke
pelabuhan maupun ke bandara; juga menyediakan infrastruktur sumber air baku bagi kebutuhan
kawasan industri.
3.Pembangunan infrastruktur pengembangan pusat strategis kemaritiman – pusat wisata bahari dan
perikanan yang terintegrasi, di Manado dsk, Ambon dsk, Kupang dsk, Kendari dsk, Makasar, dan
Lombok; PUPR mendukung pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan kawasan yang
dikembangkan di Manado, Ambon, Kupang, juga Kendari dan Makasar, Lombok termasuk infrastruktur
jalan utama penghubung kawasan wisata maupun kawasan perkotaan ke bandara dan pelabuhan/
dermaga wisata, serta jalan akses utama bagi kawasan pelabuhan perikanan ke kawasan perkotaan.
PUPR juga mendukung penataan kawasan permukiman masyarakat pesisir, dan pengembangan
destinasi wisata bahari lain.
4.Pembangunan infrastruktur pengembangan pusat produksi perikanan baik perikanan tangkap
maupun budidaya, yang termasuk subkluster perikanan dan simpul perikanan untuk dapat
meningkatkan aktivitas sosial ekonominya, termasuk pembangunan permukiman masyarakat pesisir,
di Palu, Tual, Dobo, Merauke, dan pelabuhan perikanan pantai ( PPP) lain di KTI. PUPR mendukung
pembangunan akses utama pelabuhan perikanan ke pusat/perkotaan terdekat, dan akses ke pusat
pengolahan ikan, juga menyediakan infrastruktur sumber air baku bagi kawasan persisir.
5.Pembangunan Infrastruktur pengembangan pusat kegiatan industri pengolahan dan kawasan
pendukung di sekitarnya yang berfungsi sebagai hinterland pelabuhan strategis Tol Laut; kegiatan
industri ini termasuk pengolahan selain perikanan, sesuai dengan program strategis nasional seperti
KEK dan KI di seluruh wilayah Indonesia. PUPR mendukung akses utama menghubungkan pelabuhan
Tol Laut ke kota-kota utama, dan e kawasan ekonomi yang dikembangkan serta akses ke bandara.
Analisis keterpaduan mengacu pada pemahaman bahwa “terpadu” erat terkait dengan tujuan
efisiensi, dan analisis keterpaduan ditujukan pada pencapaian pembangunan infrastruktur wilayah
mendukung beberapa kawasan strategis prioritas sebagai “sasaran atau fokus” pembangunan lintas
sektor yang akan mendorong pertumbuhan perekonomian wilayah.
Dalam pembangunan infrastruktur wilayah mendorong pertumbuhan perekonomian wilayah timur
sebagai prioritas maka sasaran wilayahnya adalah : pusat strategis kemaritiman di Bitung, Sorong,
Surabaya, dan pusat destinasi wisata bahari terintegrasi dengan perikanan di Manado, Ambon,
Kupang, Kendari, Makasar, Lombok. Sasaran pembangunan infrastruktur wilayah di sektor
kemaritiman adalah peningkatan akses , dan peningkatan produksi. Sasaran pembangunan
infrastruktur wilayah mendukung Tol Laut adalah peningkatan arus lalu lintas barang/orang di
kawasan daratan sekitar pelabuhan, dan kawasan sekitar pusat kegiatan industri, serta di koridor
antara Bandara - kota-kota utama - pelabuhan secara kesatuan.
Keterpaduan dalam hal ini adalah kesatuan lokasi, lintas sektor dan integrasi moda transport dalam
pelayanan kawasan strategis bagi lintas sektor di bidang kemaritiman.
35
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam
Mendukung Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
Sebagai prioritas pengembangan utama yaitu di wilayah timur Indonesia maka kawasan pesisir/ kota
pesisir yang disebut diatas menjadi sasaran wilayah dalam arti program pembangunan lintas sektor
fokus pada sasaran wilayah tersebut.
Prioritas program ditetapkan berdasarkan kriteria pemilihan :
1.Potensi mendorong pertumbuhan perekonomian masyarakat, mendorong produksi wilayah
2.Memperhatikan isu wilayah dan kebutuhan masyarakat
3.Kesesuaian dengan kebijakan pemerintah dan serasi dengan program strategis nasional
Secara makro, analisis perekonomian dan kewilayahan yang telah dilakukan mengarah pada
kebutuhan perbaikan konektivitas, prioritas di wilayah Kepulauan Maluku, NTT, berkaitan dengan
Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Maluku Utara.
Konektivitas dalam arti luas bukan hanya menyangkut 24 pelabuhan Tol Laut, akan tetapi sangat
terkait dengan sistem konektivitas pendukungnya dengan sistem angkutan penyeberangan
mendukung pertumbuhan di beberapa pusat kemaritiman di pesisir.
Untuk mendorong peningkatan ekonomi kemaritiman selain konektivitas juga diperlukan dukungan
prasarana sarana lain baik dari ke-PU-an dan diluar PU seperti pelabuhan perikanan, fasilitas terkait
proses pengolahan, penelitian, pemasaran, gudang dsb.
Salah prioritas untuk dikembangkan adalah Pusat kemaritiman dengan pengembangan destinasi
wisata yang terintegrasi dengan perikanan, mengingat sektor pariwisata sangat potensial menarik
devisa. Konsep pengembangan masih terbuka untuk dicari alternatifnya akan tetapi yang dibahas
dalam kajian ini adalah pentingnya dukungan dari PUPR. Diperlukan dukungan infrastruktur yang
terpadu sehingga kawasan wisata dan kawasan perikanan menjadi satu kesatuan; PUPR dalam hal ini
mendukung dengan infrastruktur jaringan jalan penghubung yang meningkatkan kelancaran arus baik
untuk kegiatan perikanan/kelautan dan kegiatan terkait wisata. Akses utama adalah antara Bandara -
kota utama terdekat- pelabuhan wisata - pusat akomodasi - fasilitas wisata, dan antara kota utama
terdekat - pusat pengolahan perikanan - pelabuhan perikanan.
Sebagai salah satu alasan pemilihan prioritas pembangunan infrastruktur umumnya karena adanya
keterbatasan pendanaan. Menyangkut hal ini akan dibahas secara khusus dibagian terakhir laporan.
Hasil analisis ini menjadi Konsep Rencana Aksi mendukung kebijakan Tol Laut dan Sektor
Kemaritiman, selanjutnya penjabaran program pembangunan infrastruktur PUPR dapat dilihat pada
tabel.
36
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam
Mendukung Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
Analisis yang telah dilakukan berdasarkan sektor kemaritiman ( termasuk sektor perikanan/kelautan,
pariwisata bahari dan perhubungan laut) dan analisis dalam kerangka mendukung kebijakan Tol Laut (
dilakukan dengan identifikasi kesiapan daerah dalam pengembangan kawasan ekonomi di hinterland,
dan sinkron terhadap program strategis dari sektor untuk tahun 2015-2019) menggambarkan
beberapa hal penting yang menjadi bahan perumusan Konsep Rencana Aksi. Hal tersebut
menggambarkan prioritas, kebutuhan pengembangan dan keterkaitan/keterpaduan;
Program Pembangunan Infrastruktur Wilayah di kawasan-kawasan pengembangan pelabuhan Tol Laut
dimaksudkan untuk mendukung pengembangan nilai ekonomi dari potensi kemaritiman yang dimiliki
wilayah-wilayah, terutama sektor perikanan/kelautan, sektor pariwisata bahari, dan mendukung
terwujudnya Tol Laut. Ketiga sektor utama ini dikembangkan berupa pusat-pusat atau kawasan-
kawasan strategis di beberapa wilayah. Kawasan perikanan dikembangkan berupa kluster pelabuhan
ekspor, sub kluster dan simpul perikanan mengikuti sebaran pelabuhan perikanan. Kawasan strategis
pariwisata bahari dikembangkan berupa Destinasi Wisata Nasional, dan KSPN atau kawasan strategis
pariwisata nasional yang telah diidentifikasi mengikuti Rencana Induk Pariwisata Nasional.
Hasil dari analisis tersebut dapat dibagi menjadi 2 kelompok : 1)mendukung percepatan
pertumbuhan perekonomian dan produktivitas wilayah dengan prioritas di wilayah timur Indonesia
sehingga aliran barang seimbang, perkembangan perekonomian merata, kesenjangan menurun,
perbedaan harga dapat turun, terwujudnya Tol Laut sejalan dengan tujuannya. Termasuk dalam
tujuan ini adalah sasaran pembangunan hinterland pelabuhan Tol Laut; Kelompok
2)pengembangan sektor kemaritiman sehingga potensi kemaritiman dapat tergali, dengan
pengembangan di pusat-pusat utama sebagai prioritas dan didukung infrastruktur yang diperlukan.
Termasuk dalam tujuan itu sasaran pengembangan konektivitas pulau-pulau kecil.
37
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam
Mendukung Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
Hal penting dalam perencanaan program adalah penetapan sasaran wilayah yang menjadi fokus
pembangunan.
Infrastruktur Wilayah mendukung kebijakan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman, dapat dilihat dari 2 hal,
yaitu :
1. Meningkatkan kehandalan 24 pelabuhan strategis Tol Laut agar dapat meningkatkan
kelancaran arus peti kemas dan kapal bongkar muat termasuk fungsi pelabuhan sebagai pelabuhan
utama maupun sebagai pengumpul. Kementerian PU menyediakan infrastruktur PU dalam konteks
kelancaran arus barang di wilayah hinterland. Diperlukan akses dari hinterland/sentra produksi/
kawasan ekonomi ke Pelabuhan, dari pelabuhan ke Kota atau kawasan ekonomi; dan dari pelabuhan
ke Bandara. Selain itu diperlukan peningkatan produksi wilayah, terutama dengan pembangunan
kawasan industri, atau produksi lahan, dalam kerangka peningkatan muatan barang perdagangan
antar wilayah dan ekspor ke luar negeri. Kawasan industri terbagi menjadi kawasan industri komoditi
terkait potensi kemaritiman dan yang bukan sektor kemaritiman. Fokus pembangunan infrastruktur
diarahkan pada pengembangan kawasan industri atau kawasan ekonomi khusus terkait dengan
sumber daya alam dan potensi unggulan daerah sekitar. Maka secara umum diperlukan dukungan
infrastruktur untuk kawasan industri yang dikembangkan, selain akses, yaitu energi dan air baku,
termasuk infrstruktur dasar bagi perkembangan penduduk dan tenaga kerja yang tumbuh di kawasan
industri dan kawasan perkotaan di sekitar/hinterland pelabuhan.
2. Mendukung pengembangan sektor kemaritiman, terutama dalam hal ini sektor perikanan, dan
sektor pariwisata, maka diprioritaskan bagi pengembangan potensi kemaritiman di pusat-pusat yang
potensi tumbuh berperan menjadi pusat pertumbuhan di sektor kemaritiman; selain itu juga
pengembangan perikanan dan pariwisata bahari, sehingga meningkat produksinya dan memberi
kesempatan kerja yang luas.
Dirumuskan Konsep Rencana Aksi bagi pembangunan Infrastruktur wilayah yaitu dengan menetapkan
kebijakan dan tujuan-tujuan utama. Dengan tujuan mendukung kebijakan Tol Laut maka kebijakan
Rencana Aksi adalah 1) percepatan pertumbuhan perekonomian wilayah timur terutama di kawasan –
kawasan ekonomi yang menjadi kawasan strategis. 2) pembangunan hinterland mengakomodir
38
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam
Mendukung Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
39
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam
Mendukung Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
40
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam
Mendukung Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
Tabel 6 PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR WILAYAH MENDUKUNG KEBIJAKAN TOL LAUT & SEKTOR KEMARITIMAN
41
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam
Mendukung Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
42
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam
Mendukung Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
43
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam
Mendukung Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
44
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam
Mendukung Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
45
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam
Mendukung Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
Umum
Pembangunan SPAM Banjar Bakula Kalteng Kementerian APBN
pekerjaan
Umum
CK SPAM Perdesaan Kab. Kapuas Kalteng Kementerian APBN
pekerjaan
Umum
Pembangunan Air Baku Banjar Bakula Kalteng Kementerian APBN
pekerjaan
Umum
46
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam
Mendukung Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
47
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam
Mendukung Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
48
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam
Mendukung Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
Bitung,
Ambon, Bali,
Cirebon,
Pekalongan,
Tanjung
Pandan,
Ternate, Tual,
Bitung, dan
Merauke
49
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam
Mendukung Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
Banggai di
Sulteng; Alor
di NTT ,
Sangir Talaud
di Sulut
di Sulut
Pusat Peningkatan BM Peningkatan jalan akses ke pelabuhan Palu; Tual; Kementerian APBN
Produksi perikanan. Dobo; Pekerjaan
Perikanan
perikanan Merauke; Umum
CK Pengembangan kawasan permukiman Palu; Tual; Kementerian APBN
dan prasarana sarana permukiman Dobo; Pekerjaan
Merauke; Umum
SDA Penyediaan sumber air baku ke Palu; Tual; Kementerian APBN
kawasan pelabuhan dan industri Dobo; Pekerjaan
pengolahan ikan Merauke; Umum
Destinasi Peningkatan daya BM Peningkatan jalan akses ke pelabuhan Manado; Kementerian APBN
tarik kawasan laut / dermaga wisata yang ada Pekerjaan
Wisata Ambon;
Umum
Bahari Kupang;
Saumlaki,
Ilwaki, Tual,
Dobo,
Bandanaera;
Palu;
Merauke;
51
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam
Mendukung Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
52
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam
Mendukung Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
Tabel di atas memperlihatkan bahwa gap antara realisasi investasi infrastruktur dengan kebutuhan
infrastruktur sebesar 7% dari PDB untuk periode 2009 s/d 2013 berkisar antara Rp 173,83 Triliun s/d
Rp 211,78 Triliun.
Pada tahun 2015 Total Anggaran Infrastruktur dari APBN sebesar Rp 123.324 Triliun, sedangkan
kebutuhan total dana infrastruktur sebesar Rp 236.636,2 Triliuan. Dengan demikian terjadi gap
sebesar Rp 85.720,9 Triliun. ( Bappenas )
Total anggaran infrastruktur pada periode 2011 s/d 2015 sebagian besar untuk investasi infrastruktur
PUPR, yaitu dengan kisaran antara 54,1% s/d 58,2%. Gap anggaran infrastruktur dari APBN pada
53
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam
Mendukung Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
tahun 2015 untuk Infrastruktur Pekerjaan umum dan Infrastruktur Perumahan Rakyat masing-masing
sebesar Rp 41.985,8 Triliun dan Rp 7.541,5 Triliun.
Hasil proyeksi terhadap kebutuhan investasi infrastruktur tahun 2015 s/d 2015 yang disajikan pada
tabel di atas menunjukkan bahwa :
Untuk skenario kebutuhan investasi minimal 5% PDB, maka kebutuhan investasi infrastruktur
pada tahun 2015 sebesar Rp 559,84 Triliun dan angka tersebut terus melaju hingga pada
tahun 2019 mencapai Rp 738,61 Triliun
Untuk skenario kebutuhan investasi minimal 7% PDB, maka kebutuhan investasi infrastruktur
pada tahun 2015 sebesar Rp 783,78 Triliun dan angka tersebut terus melaju hingga pada
tahun 2019 mencapai Rp 1.034,05 Triliun
Total Belanja Modal APBN pada tahun 2014 sebesar Rp 145,80 Triliun atau 8,26% dari Total
belanja APBN, dan jika dibandingkan dengan Kebutuhan Investasi Infrastruktur Tahun 2014
untuk skenario 5% PDB maka persentasenya sebesar 27,55%. Artinya bahwa gap antara
Belanja Modal dengan Kebutuhan Infrastruktur minimal 5% PDB adalah sebesar 72,45%.
54
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam
Mendukung Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
Sumber : RPJMN 2015-2019, DPJK dan BAKK Sumut, Statistik Indonesia 2015, diolah
Hasil perhitungan terhadap Kebutuhan Investasi Infrastruktur di Provinsi Sumatra Utara menunjukkan:
Kebutuhan investasi minimal 5% PDRB pada tahun 2015 sebesar Rp 29.881,17 Milyar dan
angka tersebut terus melaju hingga pada tahun 2019 mencapai Rp 55.507,30 Milyar
Belanja Modal APBD Provinsi pada tahun 2014 sebesar Rp 1.474,20 Milyar atau 17,29% dari
Total Belanja APBD Provinsi, dan dibandingkan dengan Kebutuhan Investasi Infrastruktur
Tahun 2014 untuk skenario 5% PDRB maka persentasenya sebesar 5,63%. Artinya gap antara
Belanja Modal dengan Kebutuhan Infrastruktur minimal 5% PDRB adalah sebesar 94,37%.
Sumber : RPJMN 2015-2019, Biro Keuangan Sumsel, Statistik Indonesia 2015, diolah
55
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam
Mendukung Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
Sumber : RPJMN 2015-2019, Biro Keuangan Jatim, Statistik Indonesia 2015, diolah
Hasil perhitungan terhadap Kebutuhan Investasi Infrastruktur di Provinsi Jawa Timur menunjukkan
bahwa :
Kebutuhan investasi minimal 5% PDRB pada tahun 2015 sebesar Rp 88.410,19 Milyar dan
angka tersebut terus melaju hingga pada tahun 2019 mencapai Rp 164.230,87 Milyar
Belanja Modal APBD Provinsi pada tahun 2014 sebesar Rp 1.413,34 Milyar atau 6,88% dari
Total Belanja APBD Provinsi, dan jika dibandingkan dengan Kebutuhan Investasi Infrastruktur
Tahun 2014 untuk skenario 5% PRDB maka persentasenya sebesar 1,82%. Artinya bahwa
gap antara Belanja Modal dengan Kebutuhan Infrastruktur minimal 5% PDRB adalah sebesar
98,18%.
56
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam
Mendukung Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
Kebutuhan Infrastruktur
5% PDRB 4.493,59 5.127,18 5.896,26 6.880,93 8.091,98 9.524,26
57
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam
Mendukung Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
Sumber : RPJMN 2015-2019, Badan Pengelola Aset dan keuangan Daerah Prov Sulteng, Statistik
Indonesia 2015, diolah
Hasil perhitungan Kebutuhan Investasi Infrastruktur di Provinsi Sulawesi Tengah menunjukka :
Kebutuhan investasi minimal 5% PDRB pada tahun 2015 sebesar Rp 5.149,09 Milyar dan
angka tersebut terus melaju hingga pada tahun 2019 mencapai Rp 9.564,95 Milyar
Belanja Modal APBD Provinsi pada tahun 2014 sebesar Rp 276,80 Milyar atau 11,35% dari
Total Belanja APBD Provinsi, dan jika dibandingkan dengan Kebutuhan Investasi Infrastruktur
Tahun 2014 untuk skenario 5% PRDB maka persentasenya sebesar 6,13%. Artinya bahwa
gap antara Belanja Modal dengan Kebutuhan Infrastruktur minimal 5% PDRB adalah sebesar
87,43%.
58
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam
Mendukung Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
Sumber : RPJMN 2015-2019, Kanwil Ditjen Perbendaharaan Biro Keuangan Prov NTT, Statistik
Indonesia 2015, diolah
Hasil perhitungan terhadap Kebutuhan Investasi Infrastruktur di Provinsi Nusa Tenggara Timur (lihat
tabel) menunjukkan bahwa :
Kebutuhan investasi minimal 5% PDRB pada tahun 2015 sebesar Rp 3.913,78 Milyar dan
angka tersebut terus melaju hingga pada tahun 2019 mencapai Rp 7.270,24 Milyar
Belanja Modal APBD Provinsi pada tahun 2014 sebesar Rp 479,70 Milyar atau 16,39% dari
Total Belanja APBD Provinsi, dan jika dibandingkan dengan Kebutuhan Investasi Infrastruktur
Tahun 2014 untuk skenario 5% PRDB maka persentasenya sebesar 13,98%. Artinya bahwa
gap antara Belanja Modal dengan Kebutuhan Infrastruktur minimal 5% PDRB adalah sebesar
86,02%.
Sumber : RPJMN 2015-2019, Biro Keuangan Prov Maluku, Statistik Indonesia 2015, diolah
59
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam
Mendukung Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
Sumber : RPJMN 2015-2019, Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Prov Papua, Statistik
Indonesia 2015, diolah
Hasil perhitungan terhadap Kebutuhan Investasi Infrastruktur di Provinsi Papua menunjukkan :
Kebutuhan investasi minimal 5% PDRB pada tahun 2015 sebesar Rp 7.027,40 Milyar dan
angka tersebut terus melaju hingga pada tahun 2019 mencapai Rp 13.054,11 Milyar
Belanja Modal APBD Provinsi pada tahun 2014 sebesar Rp 1.689,25 Milyar atau 16,40% dari
Total Belanja APBD Provinsi, dan jika dibandingkan dengan Kebutuhan Investasi Infrastruktur
Tahun 2014 untuk skenario 5% PRDB maka persentasenya sebesar 27,43%. Artinya bahwa
gap antara Belanja Modal dengan Kebutuhan Infrastruktur minimal 5% PDRB adalah sebesar
72,57%.
60
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam
Mendukung Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
Rasio antara Belanja Modal dengan Total Belanja APBD Provinsi bervariasi antara paling rendah 6,88%
yaitu Provinsi Jawa Timur dan tertinggi Klimantan Tengah. Gambaran lebih lengkap tentang rasio
antara Belanja Modal dengan Total Belanja APBD Provinsi bisa diamati pada Gambar berikut ini.
Gambar di atas memperlihatkan bahwa Rerata Rasio Belanja Modal terhadap Belanja Daerah
Pemerintah Provinsi adalah sebesar 19,56%, dimana rasio tertinggi adalah DKI Jakarta dengan rasio
sebesar 44,75% dan rasio terendah DIY yaitu 6,56%.
Dari 34 provinsi, 20 provinsi memiliki rasio di atas rata-rata dan 14 provinsi rasionya di bawah rata-
rata. Sementara dari 9 lokasi provinsi yang di survey, 6 provinsi rasionya di bawah rata-rata yaitu
Jawa Timur, Sulawesi Tengah, Sumatra Selatan, Nusa Tenggara Timur, Sumatra Utara dan Maluku,
sedangkan 3 provinsi lainnya di atas rata-rata yaitu Papua, Sulawesi Utara dan Kalimantan
Tengah.
61
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam
Mendukung Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
Gambar di atas memperlihatkan bahwa Rerata Rasio Belanja Modal terhadap Belanja Daerah
Pemerintah Kabupaten/Kota adalah sebesar 26,14%, dimana rasio tertinggi adalah Kalimantan Utara
dengan rasio sebesar 45,82% dan rasio terendah DIY yaitu 15,73%.
Dari 33 provinsi, 14 provinsi memiliki rasio di atas rata-rata dan 19 provinsi rasionya di bawah rata-
rata. Dari 9 lokasi provinsi yang di survey, 6 provinsi rasionya di bawah rata-rata yaitu Jawa Timur,
Sulawesi Tengah, Sumatra Utara, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara dan Maluku.
62
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam
Mendukung Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
Gambar di atas memperlihatkan bahwa Rerata Rasio Belanja Modal terhadap Belanja Daerah
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota adalah sebesar 25,86%, dimana rasio tertinggi adalah DKI
Jakarta dengan rasio sebesar 44,75% dan rasio terendah DIY yaitu 6,56%. Dari 34 provinsi, 16
provinsi memiliki rasio di atas rata-rata dan 18 provinsi rasionya di bawah rata-rata. Sementara dari 9
lokasi provinsi yang di survey, 6 provinsi rasionya di bawah rata-rata yaitu Jawa Timur, Sulawesi
Tengah, Nusa Tenggara Timur, Sumatra Utara, Sulawesi Utara dan Maluku, sedangkan 3 provinsi
lainnya di atas rata-rata yaitu Papua, Sulawesi Utara dan Kalimantan Tengah.
Untuk melihat kondisi Rasio Belanja Modal terhadap Belanja Daerah per Wilayah, maka berikut ini
disajikan gambar mengenai Rasio Belanja Modal terhadap Belanja Daerah per Wilayah.
Sumber pembiayaan lain untuk membiayai investasi infrastruktur adalah dari Belanja Modal APBN.
Data APBN 2014 menunjukkan bahwa Belanja Nasional APBN adalah sebesar Rp 1.764.600 Milyar,
sedangkan Belanja Modal Nasional APBN sebesar Rp 145.800 Triliun. Selanjutnya jika dikompilasi
dengan data Belanja Modal APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota maka diperoleh perhitungan
sebagaimana yang disajikan pada gambar di bawah ini.
63
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam
Mendukung Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
Berdasarkan hasil perhitungan yang disajikan pada gambar di atas dapat diketahui bahwa sumber
pembiayaan investasi infrastruktur berasal dari APBN sebesar Rp 145.800 Milyar atau 27,55% dari
total kebutuhan investasi, pembiayaan dari APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota sebesar Rp
213.669,585 Milyar atau 40,38% dari total kebutuhan investasi.
Dengan demikian total pembiayaan investasi yang bersumber dari APBN dan APBD adalah sebesar
67,93%, sehingga masih ada gap sebesar Rp 169.680,415 Milyar atau 32,07% dari total kebutuhan
investasi.
Dalam rangka menutup gap biaya investasi infrastruktur maka dibutuhkan pembiayaan yang
bersumber di luar APBN maupun APBD. Dalam hal ini Pemerintah telah menetapkan Peraturan
Presiden Repuplik Indonesia No 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan
Usaha Dalam penyediaan Infrastruktur. Pasal 1 ayat 6 dan 7 peraturan pemerintah tersebut
menyebutkan bahwa :
Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha yang selanjutnya disebut sebagai KPBU adalah
kerjasama antara Pemerintah dan Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur untuk
kepentingan umum dengan mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh
Menteri/Kepala Lembaga/Kepala daerah/Badan usaha Milik Negara/Badan Usaha milik Daerah,
yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan Usaha dengan
memperhatikan pembagian risiko di antara para pihak
Badan Usaha adalah Badan Usaha milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Badan Usaha
Swasta yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT), Badan Hukum Asing atau koperasi.
Berdasarkan Perpres No 38 Tahun 2015 tersebut maka sumber pembiayaan investasi selain APBN dan
APBD adalah dari KPBU, yaitu Badan Usaha Milik Pemerintah, Badan Usaha milik Daerah, Badan Usaha
Milik Swasta yang berbentuk PT, Badan hukum Asing atau Koperasi. Selanjutnya untuk jenis
infrastruktur yang bisa dikerjasamakan adalah infrastruktur ekonomi dan infrastruktur sosial.
Pertumbuhan (%)
Wilayah
2015 2016 2017 2018 2019
Sumatra 5,7 6,2 6,5 7,0 7,6
Jawa Bali 5,7 6,5 7,1 7,4 7,8
Nusa Tenggara 4,6 7,3 7,6 8,2 9,2
Kalimantan 5,0 5,9 6,1 6,9 7,6
Sulawesi 7,4 7,6 8,2 8,9 9,1
Maluku 6,5 6,9 7,8 8,0 8,2
Papua 11,7 13,2 16,0 17,2 17,3
Sumber : RPJMN 2015-2019
Untuk menentukan arah investasi, sudah barang tentu terdapat berbagai pertimbangan, seperti
melihat sasaran peran PDRB per wilayah, sasaran pertumbuhan ekonomi, kemampuan finansial
wilayah, Rasio Belanja Modal terhadap Total Belanja APBD/APBN. Gambaran mengenai kemampuan
finansial daerah per wilayah dapat dilihat dari Rasio Pendapatan Daerah APBD Per Wilayah.
65
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam
Mendukung Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman
SUMMARY
Gambar di atas memperlihatkan bahwa wilayah yang memiliki Rasio PAD/Total Pendapatan tertinggi
adalah Wilayah Jawa Bali yaitu sebesar 37,36%, sedangkan Wilayah Nusa Tenggara, Maluku, Papua
memiliki Rasio PAD/Total Pendapatan nya paling rendah yaitu 7,08%.
Jika dilihat dari Rasio Dana Perimbangan/Total Pendapatan Wilayah Sulawesi adalah yang tertinggi
yaitu sebesar 74,55%, kemudian diikuti Kalimantan 73,51% dan Nusa Tenggara, Maluku dan Papua
73,14%. Kekuatan Wilayah Nusa Tenggara, Maluku, Papua terletak pada Rasio Lain-Lain Pendapatan
daerah yang sah/Total Pendapatan yaitu sebesar 19,78%.
Mengacu pada beberapa faktor di atas, yaitu Hasil Perhitungan Gap Kebutuhan Investasi, Rasio
Belanja Modal terhadap Total Belanja APBD/APBN, Rasio Pendapatan Daerah, Sasaran Peran PDRB per
Wilayah dan Sasaran Pertumbuhan Ekonomi per Wilayah, maka arah pembangunan investasi per
wilayah untuk periode 2015-2019 dapat disusun dalam matrix di bawah ini.
Tabel 21 Arah Investasi Wilayah Tahun 2015 s/d 2019
Target Rasio
Rasio Belanja
Wialayah Pertumbuhan Pendapatan Kebutuhan Investasi
Modal (%)
(%) (%)
6,6 (Sangat 15,66 Minimal 5% dan Perbaiki
Sumatra Rendah) (Rendah) 26,56 (Rendah) Struktur Biaya Modal
6,9 (Sangat 37,36 (Sangat 23,86 (Sangat Minimal 5% dan Perbaiki
Jawa-Bali Rendah) Tinggi) Rendah) Struktur Biaya Modal
18,83 35,19 (Sangat 5%-7% PDRB dan Pertahan
Kalimantan 7,6 (Sedang) (Rendah) Tinggi) Struktur Biaya Modal
14,14 22,77 (Sangat 5% - 7% PDRB dan Perbaiki
Sulawesi 8,24 (Sedang) (Rendah) Rendah) Struktur Belanja Modal
Maluku- 9,98 (Sangat 7,08 (Sangat > 7% PDRB dan Perbaiki
NTT-Papua Tinggi) Rendah) 25,6 (Rendah) Struktur Belanja Modal
Sumber : Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu RI, 2014, RPJMN 2015-2019, diolah
66
Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dalam
Mendukung Kebijakan Pengembangan Tol Laut dan Sektor Kemaritiman