Transportasi laut menjadi urat nadi bagi sebuah negara kepulauan. Indonesia yang
memiliki jumlah pulau tersebar luas membutuhkan sarana transportasi laut memadai.Dari
aspek ekonomi, sektor transportasi laut berperan dalam menghubungkan satu pulau
dengan pulau lainnya sehingga aktivitas perekonomian dapat berjalan secara lancar.
Disamping itu, sektor transportasi laut berperan dalam merangsang pertumbuhan
ekonomi daerah-daerah tertingal (konsep transport promote the trade) dan sebagai
sarana penunjang perekonomian bagi daerah-daerah yang telah berkembang ( konsep
transport follow the trade).
Wajah transportasi laut Indonesia masih belum dalam kondisi mantap, padahal Indonesia
adalah negara dengan luas laut mencapai 5,8 juta km2. Pada Februari 2013, sudah
tercatat 12.004 kapal atau menunjukkan kenaikan signifikan sebesar 98,7 persen dari
jumlah 6.041 kapal yang tercapai pada Maret 2005. Data menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan pada sektor pengadaan armada, tetapi perlu juga diketahui bahwa kenaikan
jumlah armada tersebut tidak diiringi dengan laju pertumbuhan dari industri-industri
galangan kapal atau pelabuhan-pelabuhan yang memadai. Peringkat indeks konektivitas
Indonesia di sektor transportasi laut tahun 2014 meningkat menjadi 77 dibandingkan
tahun 2012 yang menduduki perigkat 104. Namun, peringkat tersebut masih jauh lebih
rendah dibandingkan Thailand dan Malaysia.
Tabel 3.1
Indeks Daya Saing Global (Infrastruktur)
Kurangnya sarana untuk mendukung kegiatan transportasi laut nasional dapat dilihat dari
ketersediaan pelabuhan yang bertaraf nasional yang mampu melayani ekspor dan impor,
sampai saat ini hanya terdapat 4 lokasi pelabuhan yang mampu melayani kegiatan
tersebut yaitu Pelabuhan Tanjung Priuk, Tanjung Perak, Pelabuhan Makassar, dan
Pelabuhan Belawan.
Indeks konektivitas provinsi diukur dengan faktor kapal terdaftar, kapasitas kontainer
pembawa, ukuran max.vessels, jumlah kunjungan kapal, dan pengiriman perusahaan
terdaftar. Berdasarkan indeks konektivitas transportasi laut, DKI Jakarta memiliki
konektivitas yang kuat di Indonesia. Nilai Indeksnya sangat jauh dibandingkan dengan
Kawasan Timur Indonesia. Dengan demikian diperlu pemerataan pembangunan.
Gambaran indeks konektivitas transportasi laut di Indonesia dapat dilihat pada gambar
3.1
Gambar 3.1
Indeks Konektifitas Transportasi Laut
Keterangan:
Indeks Konektivitas
Transportasi Laut Terkuat
hinggaterlem ah. Semakin
Besar LingkaranSem akinKuat
Nilai Indeksnya
Gambar 3.2
Sebaran Pelabuhan di Indonesia
TOTAL2392
PELABUHAN
PELABUHAN •111
KOMERSIL PELABUHAN
TERMINAL UNTUK
KEPENTINGAN •800 TERMINAL
SENDIRI KHUSUS
Pada tahun 2009, pelabuhan Indonesia menangani 968,4 juta ton muatan yang terdiri
atas 560,4 juta ton muatan curah kering (hampir tiga perempatnya adalah batubara),
176,1 juta ton muatan curah cair (86 persennya adalah minyak bumi atau produk minyak
bumi dan minyak kelapa sawit), 143,7 juta ton general cargo dan 88,2 muatan peti
kemas.
Perdagangan luar negeri tercatat sebesar 543,4 juta ton atau 56 % dari total volume
muatan yang ditangani melalui pelabuhan Indonesia pada tahun 2009. Muatan ekspor
sebesar 442,5 juta ton atau lebih dari 80 % perdagangan luar negeri, sementara impor
sebanyak 101,0 juta ton atau 20 % perdagangan luar negeri. Muatan ekspor lebih tinggi
karena angkutan batubara jumlahnya sangat besar yaitu 278,6 juta ton pada tahun 2009.
Tabel 3.2
Lalu Lintas Muatan melalui Pelabuhan Indonesia berdasarkan Arus
Perdagangan dan Jenis Muatan dan Komoditas Utama, pada Tahun 2009
(dalam ribu ton)
Permasalahan yang dihadapi oleh transportasi laut Indonesia dimulai dari keterpurukan
peran armada pelayaran nasional dalam mengangkut muatan. Hal ini tentu berimbas
pada pengurangan jumlah barang yang di ekspor maupun impor, sehingga secara tidak
lansung sektor perdagsangan dan perekonomian juga terus menurun. Permasalahan
lainnya adalah tidak diberlakukannya azas cabotage yang mampu meningkatkan kegiatan
transportasi laut. Kemudian biaya ekonomi yang tinggi juga menyebabkan turunnya minat
masyarakat untuk mengoptimalkan transportasi laut. Tidak kalah penting juga sarana dan
prasarana bongkar muat masih sangat terbatas sehingga menambah beban bagi
pengguna jasa transportasi laut.
Kinerja bongkar muat pada terminal konvensional pada tahun 2010 umumnya kurang
memenuhi standar (12 box/CC/jam), sedangkan TPK yang hanya ada di Belawan, Tg
Priok, Tg Emas, Tg. Perak, Banjarmasin dan Makassar hanya sedikit di bawah standar (25
box/CC/jam). Standar Kinerja Operasional Pelabuhan Laut No. PP 72/2/20-99 telah
menetapkan indikator kinerja operasional pelabuhan beserta tolok ukurnya untuk masing-
masing pelabuhan utama dan beberapa pelabuhan pengumpul di Indonesia
Gambar 3.2
Kinerja Bongkar Muat Peti Kemas
50%DI ATASSTANDAR
25%DI ATASSTANDAR
TEPAT STANDAR
25%DI BAWAHSTANDAR
50%DI BAWAHSTANDAR
TERMINAL KONVENSIONAL
Kebijakan pelabuhan nasional merupakan bagian dalam proses integrasi multimoda dan
lintas sektoral. Peran pelabuhan tidak dapat dipisahkan dari sistem transportasinasional
dan strategi pembangunan ekonomi. Oleh karena itu kebijakan tersebut lebih
menekankan pada perencanaan jangka panjang dalam kemitraan antar lembaga
pemerintah dan antar sektor publik dan swasta. Munculnya rantai pasok global (supply
chain management) sebagai model bisnis yang diunggulkan, merupakan faktor kunci
dalam perubahan ekonomi global.
Kelancaran, keamanan dan ketepatan waktu, dalam sistem multi moda transportasi yang
efisien merupakan kunci keberhasilan bisnis yang dapat meningkatkan daya saing
Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan keterpaduan multimoda transportasi dan sistem
logistik nasional dalam penetapan kebijakan dan pembangunan infrastruktur fisik.
Infrastruktur transportasi merupakan faktor dominan yang berkaitan dengan kebijakan
publik, peraturan, dan sistem operasi. Peran investasi swasta sangat penting, dimana
komitmen kebijakan pemerintah perlu menciptakan iklim yang kondusif sekaligus
melindungi kepentingan publik.
Meningkatkan daya saing dalam perdagangan global dan pelayanan jasa transportasi
Meningkatkan daya saing jasa kepelabuhanan, mengurangi biaya pelabuhan dan
meningkatkan pelayanan jasa kepelabuhanan
Mensinergikan pelabuhan dalam pembangunan sistem transportasi nasional, sistem
logistik nasional dan pembangunan ekonomi
Mengembangkan kapasitas pelabuhan untuk memenuhi permintaan kebutuhan jasa
transportasi
Mengembangan kapasitas SDM dalam sektor kepelabuhanan
Sesuai dengan keputusan Menteri no 414 tentang rencana Induk Kepelabuhan Nasional,
Kebijakan pelabuhan nasional diarahkan dalam upaya:
Strategi implementasi kebijakan yang dijabarkan kedalam rencana induk adalah sebagai
berikut:
Pada tahun 2020 lalu lintas peti kemas Indonesia akan meningkat lebih dari dua kali
lipat volume tahun 2009 dan akan kembali meningkat dua kali lipat pada tahun 2030;
Pengembangan terminal peti kemas sangat diperlukan di berbagai lokasi pelabuhan;
Peningkatan volume peti kemas juga akan menimbulkan kebutuhan pengembangan
pelabuhan peti kemas sebagai pelabuhan hub baru, baik di bagian barat maupun di
timur Indonesia, seperti Kuala Tanjung dan Bitung sesuai dengan Peraturan Presiden
Nomor 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional.
Namun kajian yang lebih spesifik diperlukan untuk pengembangan pelabuhan hub
tersebut.
Pertumbuhan lalu lintas curah kering dan cair yang lebih rendah menunjukkan bahwa
total tonase muatan hanya akan meningkat sampai dengan 50% pada tahun 2020 dan
50% lagi pada tahun 2030.
Berdasarkan hasil proyeksi terhadap peningkatan muatan yang memberikan implikasi
terhadap kebutuhan pelabuhan di Indonesia, maka dibuatlah suatu prediksi proyeksi
kebutuhan pelabuhan dimana jumlah pelabuhan pada Tahun 2015 akan tetap sama
dengan jumlah pelabuhan pada Tahun 2030. Namun beberapa pelabuhan hirarkinya
ditingkatkan, dimana jumlah pelabuhan utama yang pada Tahun 2015 sebanyak 35
meningkat menjadi 51 pelabuhan pada tahun 2030.
TABEL 3.3
Rencana Pengembangan Pelabuhan berdasarkan Hirarkinya
HIRARKI PELABUHAN
NO PROVINSI
2015 2020 2030
P P
PU PP PR PL JML PP PR PL JML PP PR PL JML
U U
1 ACEH 1 8 3 14 26 1 8 3 14 26 1 8 3 14 26
2 SUMATERA UTARA 2 8 13 12 35 2 8 14 11 35 2 9 13 11 35
3 SUMATERA BARAT 1 2 9 5 17 1 4 8 4 17 1 4 8 4 17
4 KEPULAUAN RIAU 3 27 31 71 132 5 28 28 71 132 5 28 28 71 132
5 RIAU 2 12 2 17 33 2 12 2 17 33 2 12 2 17 33
6 BENGKULU 1 0 2 1 4 1 1 2 0 4 1 1 2 0 4
7 JAMBI 0 4 4 6 14 1 3 4 6 14 1 3 4 6 14
8 SUMATERA SELATAN 1 7 8 1 17 2 6 8 1 17 2 6 8 1 17
9 BANGKA BELITUNG 0 7 5 7 19 0 8 6 5 19 0 8 6 5 19
10 LAMPUNG 1 6 10 5 22 1 6 10 5 22 1 6 10 5 22
11 BANTEN 1 3 2 3 9 1 3 2 3 9 1 3 2 3 9
12 JAWA BARAT 1 1 6 4 12 1 1 9 1 12 1 1 9 1 12
13 DKI JAKARTA 1 4 5 10 20 1 4 5 10 20 1 4 5 10 20
14 JAWA TENGAH 2 2 7 2 13 2 5 4 2 13 2 5 4 2 13
15 JAWA TIMUR 6 9 15 12 42 6 13 12 11 42 6 13 12 11 42
16 BALI 2 6 1 6 15 2 7 0 6 15 2 7 0 6 15
17 NUSA TENGGARA BARAT 0 5 6 8 19 0 5 6 8 19 0 5 6 8 19
HIRARKI PELABUHAN
NO PROVINSI
2015 2020 2030
P P
PU PP PR PL JML PP PR PL JML PP PR PL JML
U U
18 NUSA TENGGARA TIMUR 1 10 14 49 74 1 11 14 48 74 1 11 14 48 74
19 KALIMANTAN BARAT 1 9 3 2 15 1 9 3 2 15 1 9 3 2 15
20 KALIMANTAN TENGAH 1 7 8 3 19 1 7 8 3 19 1 7 8 3 19
21 KALIMANTAN SELATAN 1 7 4 2 14 2 6 4 2 14 2 7 3 2 14
22 KALIMANTAN TIMUR 1 16 3 2 22 1 16 3 2 22 1 16 3 2 22
23 SULAWESI UTARA 1 6 11 48 66 1 6 16 43 66 2 5 16 43 66
24 GORONTALO 0 3 2 6 11 1 4 1 5 11 1 4 1 5 11
25 SULAWESI BARAT 1 1 4 13 19 1 3 2 13 19 1 3 2 13 19
26 SULAWESI TENGAH 1 12 8 72 93 1 16 4 72 93 1 16 4 72 93
27 SULAWESI TENGGARA 0 7 7 27 41 0 8 7 26 41 0 8 7 26 41
28 SULAWESI SELATAN 1 11 11 40 63 1 13 9 40 63 1 13 9 40 63
29 MALUKU UTARA 1 5 20 125 151 3 6 18 124 151 3 6 18 124 151
30 MALUKU 1 9 9 43 62 1 10 8 43 62 1 10 8 43 62
31 PAPUA BARAT 1 13 0 31 45 1 13 3 28 45 1 13 3 28 45
32 PAPUA 2 13 2 79 96 4 12 2 78 96 5 11 2 78 96
24
TOTAL 39 235 726 1240 49 262 225 704 1240 51 262 223 704 1240
0
Sumber: KP 414 Tahun 1013
Keterangan:
PU : Pelabuhan Utama
PP : Pelabuhan Pengumpul
PR : Pelabuhan Pengumpan Regional
PR : Pelabuhan Pengumpan Lokal
Sisanya sekitar 32% diperlukan untuk penyediaan lahan, prasarana umum pelabuhan
seperti pendalaman alur pelayaran dan penahan gelombang (breakwater), penyediaan
terminal pelabuhan non-komersial, rehabilitasi dan pengembangan pelabuhan kecil baru
(feeder) yang harus disediakan oleh pemerintah.
3.2.3 Provinsi Jawa Timur
Provinsi Jawa Timur secara geografis terletak pada 111 o 0’ hingga 114o 4’ Bujur
Timur dan 7o 12’ hingga 8o 48’ Lintang Selatan. Luas wilayah Provinsi Jawa Timur
mencapai kurang lebih 4.779.975 Ha, dimana wilayah ini dapat dibagi menjadi dua
bagian besar yaitu Jawa Timur daratan dan Kepulauan Madura. Madura adalah pulau
terbesar di Jawa Timur, yang dipisahkan dengan daratan Jawa oleh Selat Madura.
Kepulauan Madura terdiri dari Pulau Madura, Pulau Bawean, Kepulauan Kangean-
Sapeken, Kepulauan Masalembu.
Luas wilayah Jawa Timur daratan hampir mencakup 90% dari seluruh luas wilayah,
sedangkan luas Kepulauan Madura hanya sekitar 10%. Sedangkan berdasarkan
pembagian wilayah administratif, Provinsi Jawa Timur terbagi atas 29 wilayah
kabupaten dan 9 kota, terbagi ke dalam empat badan koordinasi wilayah (Bakorwil),
dan 640 kecamatan dengan 8.413 desa/kelurahan.
Dalam konstelasi wilayah yang lebih besar, Provinsi Jawa Timur terletak di wilayah
Timur Pulau Jawa, dengan batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah utara : berbatasan dengan Laut Jawa
Sebelah timur : berbatasan dengan Selat Bali
Sebelah selatan : berbatasan dengan Samudera Indonesia
Sebelah barat : berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah
Berdasarkan kondisi topografi wilayah, wilayah Jawa Timur dengan kemiringan tanah
lebih besar dari 40% yakni sekitar 20,60% luas wilayah, yang merupakan wilayah
puncak gunung api dan perbukitan gamping. Sebagian besar wilayah Jawa Timur
mempunyai kemiringan tanah 0-15 %, yakni sekitar 65,49 % dari luas wilayah
berupa wilayah dataran aluvial antar gunung api sampai delta sungai dan wilayah
pesisir, dataran alluvial di lajur Kendeng, serta dataran aluvial di daerah gamping
lajur Rembang dan lajur Pegunungan Selatan.
Luas lahan Provinsi Jawa Timur adalah 4.779.975 Ha (Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 6 Tahun 2008) terdiri dari tutupan lahan lindung dan lahan budi daya.
Kawasan lindung memiliki luas kurang lebih 578.571,3 Ha atau sekitar 12,10%,
termasuk di dalamnya kawasan lindung mutlak di mana terdapat cagar alam yang
sudah ditetapkan sesuai dengan SK Menteri Kehutanan seluas kurang lebih 10.958
Ha,suaka margasatwa seluas kurang lebih 18.009 Ha, taman nasional seluas kurang
lebih 176.696 Ha, taman hutan raya seluas kurang lebih 27.868,3 Ha serta taman
wisata alam seluas kurang lebih 298 Ha.
Adapun, penggunaan lahan budi daya adalah seluas kurang lebih 4.201.403,70 Ha
atau 87,90% dari luas Provinsi Jawa Timur. Gambaran perubahan proporsi
penggunaan lahan di Jawa Timur menunjukkan kecenderungan menurunnya luas
wilayah pertanian. Berdasarkan data statistik luas lahan pertanian berkurang tiap
tahunnya sekitar 1.000 Ha, maka kondisi yang sekarang ada harus dipertahankan.
Bila dilihat sekarang lahan pertanian lahan basah hanya memiliki luas kurang lebih
911.863 ha atau 19,08%. Penggunaan lahan kawasan terbangun diharapkan tidak
mengkonversi luas pertanian lahan basah, terutama sawah irigasi teknis.
Tabel 3.1
Penggunaan Lahan Eksisting Provinsi Jawa Timur Tahun 2008
B. Kependudukan
Jumlah penduduk di wilayah Provinsi Jawa Timur tahun 2011 sebanyak 37.687.622
jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk 786 jiwa per km2 . Penyebaran penduduk
di Provinsi Jawa Timur masih bertumpu di Kota Surabaya yakni sebesar 7,4 persen
dan Kabupaten Malang sebesar 6,5 persen sedangkan terendah di Kota Mojokerto
0,3 persen. Sementara dilihat dari kepadatan penduduk Kabupaten/Kota yang paling
tinggi tingkat kepadatan penduduknya adalah Kota Surabaya yakni sebanyak 8.400
jiwa per Km2 dan yang paling rendah adalah Kabupaten Pacitan dengan tingkat
kepadatan penduduk sebanyak 384 jiwa per Km2 . Dilihat dari sisi laju pertumbuhan
selama sepuluh tahun terakhir (2000-2010) Provinsi Jawa Timur sebesar 0,75 persen
lebih rendah dari pertumbuhan nasional penduduk nasional (1,49%). Sementara
untuk laju pertumbuhan penduduk kabupaten/kota tertinggi terdapat di Kabupaten
Sidoarjo1,59 persen sedangkan yang terendah di Kabupaten Lamongan sebesar
minus 0,01 persen.
Penduduk Bekerja. Jumlah penduduk bekerja di Provinsi Jawa Timur pada tahun
2013 (Februari) mencapai 19.291.374 jiwa meningkat sebesar 409,097 jiwa dari
tahun 2008. Terlepas dari kualitasnya, kesempatan kerja di sebagian besar
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur lebih banyak tersedia di perdesaan
dibandingkan di perkotaan, dan sebagian besar penduduk bekerja di sektor pertanian
(39,16%) dan sektor perdagangan (20,09%). Sementara dilihat dari pendidikan yang
ditamatkan, sebagian besar penduduk bekerja merupakan tamatan sekolah dasar
dan menengah.Jumlah penduduk bekerja antar kabupaten/kota terbesar terdapat di
Kota Surabaya mencapai 1.347.680 jiwa. Pola persebaran penduduk bekerja mirip
dengan pola persebaran angkatan kerja.
Perkembangan IPM Provinsi Jawa Timur dalam kurun waktu 2004-2011 semakin
membaik, IPM Provinsi Jawa Timur tahun 2011 mencapai 72,18 masih rendah
dibandingkan rata-rata IPM nasional (72,77), dengan ranking IPM Provinsi Jawa
Timur tahun 2011 menduduki peringkat ke 17 secara nasional setelah Jawa Timur
dan peringkat ke 6 di Pulau Jawa+Bali setelah Jawa Barat. Perbandingan IPM antar
kabupaten/kota tahun 2011, IPM tertinggi adalah Kota Blitar Jawa Timur dan
menduduki peringkat ke-26 secara nasional, dan IPM terrendah adalah Kabupaten
Sampang yaitu 60,78 dan berada diperingkat ke-478 secara nasional.
PDRB Provinsi Jawa Timur menurut lapangan usaha Atas Dasar Harga Berlaku
(ADHB) dengan migas tahun tahun 2012 mencapai 1.001.720,88 miliar rupiah lebih
tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. PDRB ADHB dengan migas Provinsi Jawa
Tengah menyumbang sebesar 14,88 persen terhadap PDB nasional (33 provinsi).
Sementara untuk PDRB ADHK tahun 2000 dengan migas sebesar 393.675 miliar
rupiah, sementara tanpa migas sebesar 391.897 miliar rupiah.
Jika dilihat perbandingan nilai PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dengan migas
2011 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur, menunjukan adanya kesenjangan
pendapatan yang cukup tinggi, dimana PDRB tertinggi mencapai 235.034 miliar
rupiah (Kota Surabaya) dan PDRB terendah sebesar 2.273 miliar rupiah (Kota Blitar).
Perkembangan ekonomi Jawa Timur dalam tiga tahun terakhir mengalami
percepatan, laju pertumbuhan ekonomi tahun 2012 mencapai 6,50% lebih rendah
dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara untuk pertumbuhan sektor, seluruh
sektor tumbuh positif pada tahun 2011 dan sektor dengan laju pertumbuhan
ekonomi tertinggi serta sekaligus pendorong pertumbuhan ekonomi Jawa Timur
adalah: sektor pengangkutan dan komunikasi (11,44%), perdagangan (9,81%), dan
sektor bangunan (9,12%).
Jawa Timur berada pada posisi kedua dalam memberikan kontribusi ekspor nasional.
Pesatnya pertumbuhan ekspor ini didukung oleh 10 komoditas utama Jawa Timur,
yaitu pengolahan tembaga, timah; kimia dasar; pengolahan kayu; besi baja; pulp
dan kertas; makanan dan minuman; tekstil; pengolahan karet; udang dan alat-alat
listrik. Kesepuluh komoditas tersebut memberikan kontribusi terbesar terhadap
ekspor Jawa Timur, yaitu sebesar 78,10%. Di sisi lain, Jawa Timur masih memiliki
kebutuhan terhadap komoditas-komoditas yang belum dapat memenuhi kebutuhan
domestik atau kualitas berada di bawah kebutuhan domestik, sehingga diperlukan
impor terhadap komoditas tersebut. Adapun 10 komoditas utama impor non-migas
Jawa Timur adalah besi baja, kimia dasar, makanan dan minuman, makanan ternak,
pulp dan kertas, hasil pertanian, pengolahan aluminium, barang-barang kimia, tekstil
dan biji lainnya. Potensi ekonomi wilayah tersebar secara merata di Jawa Timur.
Namun demikian, ada yang potensi itu bernilai besar secara ekonomi, atau
sebaliknya.
D. Kondisi Infrastruktur
Dari segi kualitas pembangunan prasarana transportasi terdapat kurangnya
penyediaan pelayanan infrastruktur transportasi wilayah serta masih kurang
terintegrasinya secara maksimal pembangunan antar wilayah. Kota Surabaya
memiliki semua kelengkapan infrastruktur meliputi jaringan jalan tol, jaringan jalan
arteri, jaringan kereta api, terminal tipe A, pelabuhan, dan bandara. Persebaran
infrastruktur Kota Surabaya sekitar 8% dari kepadatan infrastruktur Jawa Timur,
Kabupaten Malang, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Gresik dan Kabupaten
Sumenep memiliki proporsi sekitar 4-5%, kabupaten/kota lainnya memiliki proporsi
rata-rata antara 1 – 3%.
1. JARINGAN JALAN
Pada Tahun 2013 panjang jalan nasional adalah sebesar 2.027,01 km. Adapun
kondisi jalan nasional di Provinsi Jawa Timur dalam kondisi baik sebesar 16.20%,
Kondisi Sedang sebesar 71.83%, Kondisi rusak ringan sebesar 8.14% dan Kondisi
Rusak berat sebesar 3,82%.
Jaringan jalan bebas hambatan yang sudah ada di wilayah Provinsi Jawa Timur
meliputi ruas-ruas jalan sebagai berikut:
1. Surabaya – Gempol
2. Surabaya – Gresik
3. Simpang Susun (SS) Waru – Bandara Juanda
4. Jembatan Surabaya – Madura (Jembatan Suramadu)
Jalan nasional sebagai jalan arteri primer primer di Jawa Timur meliputi ruas-
ruas jalan sebagai berikut:
a. Surabaya – Malang
b. Surabaya – Mojokerto – Jombang – Kertosono – Nganjuk – Caruban – Ngawi
– Mantingan
c. Surabaya – Lamongan – Widang – Tuban – Glondong – Bulu (Batas Jateng)
d. Surabaya – Sidoarjo – Gempol – Pasuruan – Probolinggo – Situbondo –
Banyuwangi
e. Kamal – Bangkalan – Sampang – Pamekasan – Sumenep – Kalianget
f. Tanjung Bulupandan – Tanjung Bumi – Ketapang – Sumenep
2. PELABUHAN PENYEBERANGAN
Jawa Timur merupakan bagian dari Negara kepulauan Indonesia, di samping itu
Provinsi Jawa Timur sendiri juga mempunyai wilayah kepulauan yang penting. Oleh
karena itu, transportasi penyeberangan merupakan moda transportasi yang penting
untuk wilayah Jawa Timur.
Pada saat ini terdapat beberapa pelabuhan penyeberangan di Provinsi Jawa Timur
meliputi:
Saat ini, volume lalu lintas pengguna lintas pelabuhan penyeberangan Ujung – Kamal
telah turun secara drastis setelah Jembatan Suramadu dioperasikan.
Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) yang berada di paling ujung utara Nusantara terletak
di bagian paling utara dari semenanjung Pulau Sulawesi, yaitu antara Lintang Utara
00o15’51” - 05o34’06”dan antara Bujur Timur 123o07’00” - 127o10’30” . Luas darat
wilayah semenanjung ini adalah ± 13.851,64 km2 yang terbagi dalam 15 (lima belas)
Kabupaten/Kota, yakni Kota Manado, Kota Bitung, Kota Tomohon, Kota Kotamobagu,
Kabupaten Minahasa, Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten Minahasa Selatan,
Kabupaten Minahasa Tenggara, Kabupaten Bolaang Mongondow, Kabupaten Bolaang
Mongondow Timur, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Kabupaten Kepulauan Talaud,
Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro.
Sulawesi Utara merupakan salah satu dari tujuh provinsi kepulauan, yang terdiri dari
258 Pulau dan sebelas diantaranya berbatasan langsung dengan negara tetangga
Philipina dan laut Pasifik. Adapun secara administratif, pulau-pulau yang masuk
wilayah Provinsi Sulawesi Utara dapat dilihat pada bagan berikut:
Tabel 3.1
Rekapitulasi Jumlah Pulau Di Provinsi Sulawesi Utara
Jml Tidak
Kabupaten/Kota Berpenghuni
Pulau Berpenghuni
Kota Manado 3 3 -
Kota Bitung 17 1 16
Kab. Bolaang Mongondow 17 4 13
Kab. Bolmong Utara 6 - 6
Kab. Minahas Utara 19 7 12
Kab. Minahasa Tenggara 24 3 21
Kab. Minahasa Selatan 4 - 4
Kab. Kep. Talaud 16 7 9
Kab. Kep. Sangihe 105 27 78
Kab. Kep. Sitaro 47 7 40
Jumlah 258 59 199
Propinsi Sulawesi Utara merupakan wilayah dataran tinggi dan pegunungan, dan
berada pada ketinggian antara 100-1.000 meter di atas permukaan laut, serta terdiri
atas wilayah daratan utama dan wilayah kepulauan yang tersebar di bagian utara.
Wilayah ini memiliki danau, sungai, dan waduk dengan luas perairan umum
keseluruhannya kurang lebih 40.000 hektare. Iklim daerah Sulawesi Utara termasuk
tropis basah yang dipengaruhi angin muson sehingga curah hujan cukup merata
setiap tahunnya beragam antara 2.500-3.000 milimeter. Suhu udara beragam antara
21° Celsius - 31° Celcius. Gunung api juga terdapat di daratan Sulawesi Utara dan
ada beberapa yang masih aktif, yang secara geologis membentuk tanah permukaan
yang cukup tebal dengan tingkat kesuburan yang tinggi. Sebagai wilayah
semenanjung dan kepulauan, beberapa kawasan di wilayah Sulawesi Utara tergolong
pada kawasan yang rawan bencana alam, antara lain gempa bumi, letusan gunung
berapi, gerakan tanah, erosi tanah, banjir, dan kekeringan.
B. Kependudukan
Jumlah penduduk Provinsi Sulawesi Utara tahun 2006 ± 2.121.017 jiwa, yang
menyebar pada setiap kota dan kabupaten yang terdiri dari tiga kota dan enam
Kabupaten. Pertumbuhan penduduk di Sulawesi Utara per tahun adalah ± 140
jiwa/km² (data BPS Sulawesi Utara tahun 2005) dengan laju rata-rata pertumbuhan
tiap tahun (2003 – 2005) adalah sebesar 2.34%. Wilayah dengan penduduk
terbanyak adalah Kabupaten Bolaang Mangondow (474.908 jiwa) dan yang terkecil
adalah Kota Tomohon (60.649 jiwa). Sedangkan pada 2007, jumlah penduduk
Provinsi Sulawesi Utara adalah ± 2.217.290 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk
sebesar 144.20 jiwa/km2. Jumlah penduduk Provinsi Sulawesi Utara pada tahun 2010
sebanyak kurang lebih 2.270.596 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,28
persen/tahun, dan pada tahun 2014 jumlah penduduk Sulawesi utara adalah
2.343.527 jiwa.
Tabel 3.2
Rekapitulasi Jumlah Penduduk Di Provinsi Sulawesi Utara
Kabupaten/Kota
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Regency/City
1 5 2 3 4 5 6
01. Bolaang Mongondow 302 393 196 263 213 484 215 904 220 093 224 400
02. Minahasa 298 179 300 226 310 384 313 892 316 884 319 945
03. Kepulauan Sangihe 130 290 130 449 126 100 127 520 128 732 129 008
04. Kepulauan Talaud 74 892 74 997 83 434 84 378 85 171 85 984
05. Minahasa Selatan 182 292 182 818 195 553 197 755 198 901 200 072
06. Minahasa Utara 174 455 176 480 188 904 191 036 193 906 196 842
07. Bolaang Mongondow 80 134 80 508 70 693 71 564 71 530 71 570
Utara
08. Kepulauan Sitaro 61 652 61 781 63 801 64 516 64 575 64 744
09. Minahasa Tenggara 95 145 95 525 100 443 101 575 101 761 102 226
Kabupaten/Kota
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Regency/City
10. Bolaang Mongondow - 52 122 57 001 57 648 58 762 59 908
Selatan
11. Bolaang Mongondow - 59 401 63 654 64 370 65 511 66 677
Timur
71. Manado 429 149 434 845 410 481 415 417 483 419 596
114
72. Bitung 178 266 180 618 187 652 189 193 956 198 257
920
73. Tomohon 83 200 83 718 91 553 92 93 857 95 157
583
74. Kotamobagu 117 965 119 105 107 459 108 108 794 109 141
891
Sulawesi Utara 2 208 2 228 2 270 2 296 2 319 2 343
012 856 596 666 916 527
Sumber: BPS
Potensi paling besar di Sulawesi Utara bila dilihat dari aspek kemiringan tanah dan
jenis tanah kompleks (meliputi ± 76,5% dari total luas seluruh provinsi) adalah
pengembangan pertanian pangan, tanaman perkebunan, hijauan pakan ternak sapi
dan kambing, dan pengembangan hutan produktif. Hal ini semakin mengukuhkan
sumber penghidupan sebagian besar masyarakat Sulawesi Utara di sektor pertanian
dan perkebunan.
Nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan dalam setahun oleh para
pelaku ekonomi di Sulawesi Utara tercermin dari PDRB (Produk Domestik Regional
Bruto) untuk tahun 2004 mencapai Rp 14,13 triliun (HB) dan Rp 3,88 triliun (Harga
HK). Nilai tersebut telah mengalami perkembangan hampir 6,5 kali untuk harga
berlaku (HB) dan untuk harga konstan (HK) mengalami perkembangan lebih dari 1,5
kali dari tahun 1993. Lokomotif pertumbuhan PDRB Sulawesi Utara terutama
disumbangkan oleh sektor pertanian sebesar 26,45%, kemudian diikuti oleh sektor
angkutan dan komunikasi sebesar 17,14%, sektor jasa-jasa 13,98%, sektor
perdagangan, hotel, dan restoran 13,39%, sektor bangunan 10,62%. Selanjutnya
untuk sektor industri pengolahan, pertambangan, dan penggalian, listrik, gas, dan air,
serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan semuanya hanya berperan di
bawah 10%.
Kinerja pertumbuhan ekonomi daerah yang diukur dari besarnya PDRB per kapita di
Sulawesi Utara selama kurun waktu 2006-2012 cenderung meningkat walaupun masih
berada di bawah angka nasional. Hal ini menunjukkan kesejahteraan di Provinsi
Sulawesi Utara juga meningkat meskipun relatif tidak baik secara nasional. Jika pada
tahun 2006 rasio antara PDRB perkapita Sulawesi Utara dan PDB nasional sebesar
65,85 persen, maka pada tahun 2012 rasionya mengecil menjadi 60,28 (Gambar 2).
Tantangan yang dihadapi pemerintah daerah adalah meningkatkan laju pertumbuhan
ekonomi dan meningkatkan landasan ekonomi daerah yang memperluas kesempatan
kerja dan mempercepat peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat.
Gambar
Struktur perekonomian Sulut menurut lapangan usaha tahun 2014 masih didominasi
oleh tiga lapangan usaha utama yaitu: Pertanian, Kehutanan dan Perikanan (22,08
persen), Perdagangan Besar Dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor (12,29
persen) dan konstruksi (11,46 persen). Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
menurut pengeluaran ditahun 2014, pertumbuhan tertinggi terjadi pada komponen
impor luar negeri, yakni sebesar 114,74 person, diikuti oleh komponen ekspor luar
negeri yang tumbuh sebesar 27,74 persen, dan komponen pengeluaran konsumsi
pemerintah yang tumbuh sebesar 7,44 persen.
D. Kondisi Infrastruktur
Infrastruktur jalan menjadi unsur sentral dalam pengembangan wilayah serta
peningkatan kegiatan perekonomian masyarakat. Jaringan transportasi yang baik
akan membawa dampak pada peningkatan kegiatan ekonomi suatu wilayah.
Pembangunan, pemeliharaan dan peningkatan infrastruktur jalan, jembatan,
pelabuhan, Bandar udara seharusnya mendapt perhatian lebih mengingat adanya
prioritas kegiatan bengembangan tol laut dan kemaritiman.
1. JARINGAN JALAN
Jaringan jalan di Provinsi Sulawesi Utara terdiri atas jaringan jalan primer, kolektor
primer dan tol. Pada Tahun 2013 kondisi jalan nasional di Provinsi Sulawesi Utara
dalam kondisi baik sebesar 39,66%, Kondisi Sedang sebesar 52,37%, Kondisi rusak
ringan sebesar 2,16% dan Kondisi Rusak berat sebesar 5,81%.
Jalan Arteri Primer adalah jalan nasional yang menghubungkan antar provinsi,
panjang 372,92 km meliputi : Batas Kota Bitung (Air Tembaga)-Kauditan; Jalan
Sompotan Bitung; Jalan Mohammad Hatta Bitung; Jalan Yos Sudarso Bitung; Jalan
Walanda Maramis Bitung; Jalan Wolter Monginsidi Bitung; Kauditan By Pass-
Airmadidi; Kairagi-Mapanget; Jalan Yos Sudarso Manado; Jalan R.E. Martadinata
Manado; Jalan Jenderal Sudirman Manado; Kairagi-Batas Kota Manado; Airmadidi-
Kairagi; Batas Kota Manado-Tomohon; Jalan Suprapto Manado; Jalan Sam Ratulangi
Manado; Tomohon-Kawangkoan; Kawangkoan-Worotican; Worotican-Poigar; Poigar-
Kaiya; Kaiya-Maelang; Maelang-Biontong; dan Biontong-Atinggola (batas Provinsi
Gorontalo).
Jalan kolektor primer adalah jalan nasional yang menghubungkan antar ibukota
provinsi terdapat 52 ruas, panjang 946,32 km, meliputi : Jalan Monginsidi (Manado);
Jalan Achmad Yani (Manado); Girian (Bitung) - Likupang; Likupang - Wori; Wori -
Batas Kota Manado; Jalan Hasanudin (Manado); Jalan Ks. Tubun (Manado); Jalan D.I.
Panjaitan (Manado); Jln. Lembong (Jln. Pogidon) (Manado); Jalan Lingkar I, II, III
dan IV (Manado); Girian - Kema (Makalisung); Kema - Rumbia; Rumbia - Buyat;
Buyat - Molobog; Molobog - Onggunoi; Onggunoi - Pinolosian; Pinolosian - Molibagu;
Molibagu - Mamalia; Mamalia - Taludaa (Batas Provinsi Gorontalo); Airmadidi - Batas
Kota Tondano; Jalan W. Maramis (Tondano); Jalan Imam Bonjol (Tondano); Batas
Kota Tondano - Tomohon; Jalan Sam Ratulangi (Tondano); Jalan Boulevard
(Tondano);
Worotican - Poopo; Poopo - Sinisir; bSinisir - Batas Kota Kotamobagu; Jalan Gatot
Subroto (Kotamobagu); dJalan Adampe Dolof (Kotamobagu); Jalan A. Yani
(Kotamobagu); Jln. Diponegoro (Kotamobagu); Batas Kota Kotamobagu - Doloduo;
Jalan Kotamobagu - Doloduo (Kotamobagu); Doloduo – Molibagu;. Batas Kota Tahuna
- Enemawira;. Jalan Imam Bonjol (Tahuna); Jalan Jend. Sudirman (Tahuna);. Akhir
Jalan Jend. Sudirman - Batas Kota Tahuna; Jalan Larenggam (Tahuna);. Batas Kota
Tahuna - RSU Tahuna; Enemawira-Naha; Naha - Batas Kota Tahuna (Tahuna); Jalan
Rara Manusa (Tahuna); Jalan Apeng Sembeka (Tahuna); Batas Kota Tahuna -
Tamako; Jalan Makaampo (Tahuna);. Jalan Tidore (Tahuna);. Melongguane - Beo;
Beo - Esang; Rainis – Melongguane; Beo – Rainis.
Jalan bebas hambatan (tol) meliputi: Bebas Hambatan (Tol) Manado - Bitung;Bebas
Hambatan (Tol) Manado - Tomohon; Bebas Hambatan (Tol) Tomohon - Amurang;
Bebas Hambatan (Tol) Amurang - Kaiya; Bebas Hambatan (Tol) Kairagi – Mapanget.
2. PELABUHAN PENYEBERANGAN
Pelabuhan sungai, pelabuhan danau dan pelabuhan penyeberangan yang berada di
wilayah provinsi meliputi:
Pelabuhan penyeberangan antarnegara, terdiri dari : 1. Bitung di Kota Bitung; 2.
Miangas di Kepulauan Talaud; - General Santos (Philipina); 3. Marore di
Kepulauan Sangihe; - Davao City (Philipina); 4. Tahuna di Kepulauan Sangihe;
dan 5. Petta di Kepulauan Sangihe.
Pelabuhan penyeberangan lintas provinsi, terdiri dari : Bitung di Kota Bitung; -
Ternate (Provinsi Maluku Utara); Bitung – Luwuk (Provinsi Sulawesi Utara);
Melonguane–Morotai(ProvinsiSulawesiUtara); Molibagu/ Torosik - Gorontalo
(Provinsi Gorontalo); Munte - Likupang di Minahasa Utara; Pananaru di Kepulauan
Sangihe; Biaro di Kabupaten Kepulauan Sitaro; Tagulandang di Kabupaten
Kepulauan Sitaro; Siau di Kabupaten Kepulauan Sitaro; Amurang - Mobongo di
Minahasa Selatan; Labuan Uki di Bolaang Mongondow.
lintas penyeberangan Kabupaten/Kota: Likupang (Minahasa Utara) – Tagulandang
– Siau (Kepulauan Sitaro) – Pananaru (Kepulauan Sangihe) – Melonguane –
Lirung – Masaraang (Kepulauan Talaud); Manado (Kota Manado) – Tahuna
(Kepulauan Sangihe); Manado (Kota Manado) – Melonguane (Kepulauan Talaud);
Manado (Kota Manado) – Ulu Siau (Kepulauan Sitaro).
4. BANDAR UDARA
Tatanan kebandarudaraanProvinsi Sulawesi Utara Terdiri dari:
1. Bandar udara pengumpul skala primer Sam Ratulangi di Manado, meliputi:
Perluasan bandara Sam Ratulangi; Penambahan landasan pacu penerbangan
bandara Sam Ratulangi.