Anda di halaman 1dari 29

Bab 3

GAMBARAN UMUM WILAYAH

Kondisi & Rencana Pengembangan Pelabuhan


Kondisi Nasional
Wilayah
3.1 Kondisi dan Rencana Pengembangan Pelabuhan Nasional

1. Kondisi Transportasi Laut dan Kepelabuhan Nasional


Indonesia dengan letak geografis yang sangat strategis memiliki bentangan laut yang
luas hingga 2/3 wilayah dari keseluruhan wilayah NKRI. Indonesia perlu menempatkan
diri sebagai leader, dan menciptakan kebijakan nasional yang berdasarkan pada kondisi
geografis yang dimiliki. Dengan kondisi geografis yang demikian, maka peranan
transportasi laut bagi Indonesia adalah sangat strategis dan vital, tidak hanya dari aspek
ekonomi, tetapi juga dari aspek ideologi, politik, sosial dan budaya serta pertahanan dan
keamanan.

Transportasi laut menjadi urat nadi bagi sebuah negara kepulauan. Indonesia yang
memiliki jumlah pulau tersebar luas membutuhkan sarana transportasi laut memadai.Dari
aspek ekonomi, sektor transportasi laut berperan dalam menghubungkan satu pulau
dengan pulau lainnya sehingga aktivitas perekonomian dapat berjalan secara lancar.
Disamping itu, sektor transportasi laut berperan dalam merangsang pertumbuhan
ekonomi daerah-daerah tertingal (konsep transport promote the trade) dan sebagai
sarana penunjang perekonomian bagi daerah-daerah yang telah berkembang ( konsep
transport follow the trade).

Wajah transportasi laut Indonesia masih belum dalam kondisi mantap, padahal Indonesia
adalah negara dengan luas laut mencapai 5,8 juta km2. Pada Februari 2013, sudah
tercatat 12.004 kapal atau menunjukkan kenaikan signifikan sebesar 98,7 persen dari
jumlah 6.041 kapal yang tercapai pada Maret 2005. Data menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan pada sektor pengadaan armada, tetapi perlu juga diketahui bahwa kenaikan
jumlah armada tersebut tidak diiringi dengan laju pertumbuhan dari industri-industri
galangan kapal atau pelabuhan-pelabuhan yang memadai. Peringkat indeks konektivitas
Indonesia di sektor transportasi laut tahun 2014 meningkat menjadi 77 dibandingkan
tahun 2012 yang menduduki perigkat 104. Namun, peringkat tersebut masih jauh lebih
rendah dibandingkan Thailand dan Malaysia.
Tabel 3.1
Indeks Daya Saing Global (Infrastruktur)

Sumber: Bappenas, World Economic Forum 2012-2014

Kurangnya sarana untuk mendukung kegiatan transportasi laut nasional dapat dilihat dari
ketersediaan pelabuhan yang bertaraf nasional yang mampu melayani ekspor dan impor,
sampai saat ini hanya terdapat 4 lokasi pelabuhan yang mampu melayani kegiatan
tersebut yaitu Pelabuhan Tanjung Priuk, Tanjung Perak, Pelabuhan Makassar, dan
Pelabuhan Belawan.

Indeks konektivitas provinsi diukur dengan faktor kapal terdaftar, kapasitas kontainer
pembawa, ukuran max.vessels, jumlah kunjungan kapal, dan pengiriman perusahaan
terdaftar. Berdasarkan indeks konektivitas transportasi laut, DKI Jakarta memiliki
konektivitas yang kuat di Indonesia. Nilai Indeksnya sangat jauh dibandingkan dengan
Kawasan Timur Indonesia. Dengan demikian diperlu pemerataan pembangunan.
Gambaran indeks konektivitas transportasi laut di Indonesia dapat dilihat pada gambar
3.1
Gambar 3.1
Indeks Konektifitas Transportasi Laut

Keterangan:
Indeks Konektivitas
Transportasi Laut Terkuat
hinggaterlem ah. Semakin
Besar LingkaranSem akinKuat
Nilai Indeksnya

Sumber: Diolah dari Bappenas, 2015

Saat ini Transportasi laut di Indonesia didominasi oleh angkutan barang. Sebesar 80


persen angkutan laut yang mendominasi adalah angkutan batubara, angkutan kelapa
sawit, angkutan BDN dan gas, dan angkutan peti kemas. Sementara angkutan
penumpang dan pelayaran tradisional kondisinya makin ditinggalkan karena tidak menjadi
kebijakan prioritas pemerintah. Saat ini pemerintah memiliki kebijakan angkutan
penumpang melalui transportasi udara melalui insentif-insentif dalam bidang
penerbangan berbiaya murah.

Peran pelabuhan di Indonesia sebagai negara maritim sangat dominan dalam


pembangunan nasional. Hal tersebut tercermin dalam kegiatan pelabuhan untuk
menunjang perdagangan internasional dan domestik secara nasional pada skala sangat
besar. Berdasarkan Keputusan Menteri No 53 Tahun 2002 di Indonesia ditetapkan 725
pelabuhan, dengan 2 pelabuhan internasional Hub, 18 Pelabuhan Internasional, 245
Pelabuhan Nasional, 139 Pelabuhan Regional dan 321 Pelabuhan Lokal. Namun
berdasarkan PP 61 Tahun 2009 pelabuhan dikelompokan berdasarkan tingkatannya, yaitu
pelabuhan utama sebanyak 33 pelabuhan, 231 pelabuhan pengumpul, dan 560
pelabuhan pengumpan. Jumlah tersebut belum termasuk pelabuhan khusus (terminal
atau dermaga untuk kepentingan sendiri) yang diperkirakan mencapai 800 pelabuhan.

Gambar 3.2
Sebaran Pelabuhan di Indonesia

TOTAL2392
PELABUHAN

PELABUHAN •111
KOMERSIL PELABUHAN

PELABUHAN NON •1481


KOMERSIL PELABUHAN

TERMINAL UNTUK
KEPENTINGAN •800 TERMINAL
SENDIRI KHUSUS

Sumber: Background Study Renstra Kemenhub 2014-2019

Pada tahun 2009, pelabuhan Indonesia menangani 968,4 juta ton muatan yang terdiri
atas 560,4 juta ton muatan curah kering (hampir tiga perempatnya adalah batubara),
176,1 juta ton muatan curah cair (86 persennya adalah minyak bumi atau produk minyak
bumi dan minyak kelapa sawit), 143,7 juta ton general cargo dan 88,2 muatan peti
kemas.

Perdagangan luar negeri tercatat sebesar 543,4 juta ton atau 56 % dari total volume
muatan yang ditangani melalui pelabuhan Indonesia pada tahun 2009. Muatan ekspor
sebesar 442,5 juta ton atau lebih dari 80 % perdagangan luar negeri, sementara impor
sebanyak 101,0 juta ton atau 20 % perdagangan luar negeri. Muatan ekspor lebih tinggi
karena angkutan batubara jumlahnya sangat besar yaitu 278,6 juta ton pada tahun 2009.

Pertumbuhan lalu-lintas barang melalui pelabuhan Indonesia dalam kurun waktu 10


tahun dari tahun 1999 sampai dengan 2009 yang meningkat rata-rata 11,0 %. Namun
demikian, penyebaran pertumbuhannya sangatlah beragam, sebagai contoh, lalu lintas
curah kering meningkat lebih dari lima kali lipat dari 95,2 juta ton pada tahun 1999
menjadi 560,4 juta ton pada tahun 2009. Muatan peti kemas juga meningkat rata-rata
12,3 %, yaitu dari 27,7 juta ton pada tahun 1999 menjadi 88,2 juta ton pada tahun 2009.
General cargo meningkat rata-rata 7,3 %, sementara komoditas curah cair memiliki
pertumbuhan yang lebih rendah, yaitu 1,7% selama perioda ini.

Tabel 3.2
Lalu Lintas Muatan melalui Pelabuhan Indonesia berdasarkan Arus
Perdagangan dan Jenis Muatan dan Komoditas Utama, pada Tahun 2009
(dalam ribu ton)

internasional domestik Total


Jenis Muatan
Impor Ekspor Subtotal Bongkar Muat Subtotal
general cargo 18,628 14,212 32,840 55,430 55,430 110,859 143,699
peti kemas 30,658 30,342 61,000 13,613 13,610 27,223 88,222
curah kering 9,719 303,133 312,852 123,743 123,771 247,514 560,366
curah cair 41,954 94,769 136,723 19,675 19,675 39,350 176,072
total 100,959 442,456 543,415 212,461 212,486 424,946 968,359
Sumber: KP 414 Tahun 1013

Permasalahan yang dihadapi oleh transportasi laut Indonesia dimulai dari keterpurukan
peran armada pelayaran nasional dalam mengangkut muatan. Hal ini tentu berimbas
pada pengurangan jumlah barang yang di ekspor maupun impor, sehingga secara tidak
lansung sektor perdagsangan dan perekonomian juga terus menurun. Permasalahan
lainnya adalah tidak diberlakukannya azas cabotage yang mampu meningkatkan kegiatan
transportasi laut. Kemudian biaya ekonomi yang tinggi juga menyebabkan turunnya minat
masyarakat untuk mengoptimalkan transportasi laut. Tidak kalah penting juga sarana dan
prasarana bongkar muat masih sangat terbatas sehingga menambah beban bagi
pengguna jasa transportasi laut.

Kinerja bongkar muat pada terminal konvensional pada tahun 2010 umumnya kurang
memenuhi standar (12 box/CC/jam), sedangkan TPK yang hanya ada di Belawan, Tg
Priok, Tg Emas, Tg. Perak, Banjarmasin dan Makassar hanya sedikit di bawah standar (25
box/CC/jam). Standar Kinerja Operasional Pelabuhan Laut No. PP 72/2/20-99 telah
menetapkan indikator kinerja operasional pelabuhan beserta tolok ukurnya untuk masing-
masing pelabuhan utama dan beberapa pelabuhan pengumpul di Indonesia
Gambar 3.2
Kinerja Bongkar Muat Peti Kemas

50%DI ATASSTANDAR

25%DI ATASSTANDAR

TEPAT STANDAR

25%DI BAWAHSTANDAR

50%DI BAWAHSTANDAR

TERMINAL PETI KEMAS

TERMINAL KONVENSIONAL

Sumber: Background Study Renstra Kemenhub 2014-2019

Kondisi kepelabuhanan dinilai berdasarkan lamanya kapal di pelabuhan. Jika


proses dwelling time yang singkat dikategorikan sebagai pelabuhan yang bagus, tetapi
jika memakan waktu berhari-hari maka sebaliknya pelabuhan tersebut dikategorikan tidak
bagus. Waiting time yang dibawah standar (lebih tinggi dari waktu standar yang berkisar
1 – 2 jam) umumnya terjadi pada pelabuhan yang relatif masih rendah demand-nya.
Sementara itu, effective time-berthing time pelabuhan-pelabuhan di Indonesia umumnya
lebih rendah dari 70- 80%.

Sumber: KP 414 Tahun 1013

2. Rencana Pengembangan Pelabuhan Nasional

Kebijakan pelabuhan nasional merupakan bagian dalam proses integrasi multimoda dan
lintas sektoral. Peran pelabuhan tidak dapat dipisahkan dari sistem transportasinasional
dan strategi pembangunan ekonomi. Oleh karena itu kebijakan tersebut lebih
menekankan pada perencanaan jangka panjang dalam kemitraan antar lembaga
pemerintah dan antar sektor publik dan swasta. Munculnya rantai pasok global (supply
chain management) sebagai model bisnis yang diunggulkan, merupakan faktor kunci
dalam perubahan ekonomi global.

Kelancaran, keamanan dan ketepatan waktu, dalam sistem multi moda transportasi yang
efisien merupakan kunci keberhasilan bisnis yang dapat meningkatkan daya saing
Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan keterpaduan multimoda transportasi dan sistem
logistik nasional dalam penetapan kebijakan dan pembangunan infrastruktur fisik.
Infrastruktur transportasi merupakan faktor dominan yang berkaitan dengan kebijakan
publik, peraturan, dan sistem operasi. Peran investasi swasta sangat penting, dimana
komitmen kebijakan pemerintah perlu menciptakan iklim yang kondusif sekaligus
melindungi kepentingan publik.

Untuk menciptakan suatu industri transportasi laut nasional yang kuat, yang dapat


berperan sebagai penggerak pembangunan nasional, menjangkau seluruh wilayah
perairan nasional dan internasional sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat
dan mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa, maka kebijakan Pemerintah di bidang
transportasi laut tidak hanya terbatas pada kegiatan angkutan laut saja, namun juga
meliputi aspek kepelabuhanan, keselamatan pelayaran serta bidang kelembagaan dan
sumber daya manusia.

Visi pembangunan di bidang kepelabuhanan Keputusan Menteri Perhubungan No KP


414/2013 tentang Penetapan Rencana Induk Pelabuhan Nasional adalah Terwujudnya
sistem Kepelabuhanan yang efisien, kompetitif dan responsif yang mendukung
perdagangan internasional dan domestik serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan wilayah. Sedangkan Tujuan pembangunan di bidang kepelabuhanan
adalah sebagai berikut:

 Meningkatkan daya saing dalam perdagangan global dan pelayanan jasa transportasi
 Meningkatkan daya saing jasa kepelabuhanan, mengurangi biaya pelabuhan dan
meningkatkan pelayanan jasa kepelabuhanan
 Mensinergikan pelabuhan dalam pembangunan sistem transportasi nasional, sistem
logistik nasional dan pembangunan ekonomi
 Mengembangkan kapasitas pelabuhan untuk memenuhi permintaan kebutuhan jasa
transportasi
 Mengembangan kapasitas SDM dalam sektor kepelabuhanan
Sesuai dengan keputusan Menteri no 414 tentang rencana Induk Kepelabuhan Nasional,
Kebijakan pelabuhan nasional diarahkan dalam upaya:

 Mendorong Investasi Swasta Untuk mendukung rencana MP3EI, partisipasi sektor


swasta merupakan kunci keberhasilan dalam percepatan pembangunan sarana dan
prasarana pelabuhan Indonesia, karena kemampuan finansial sektor publik terbatas.
 Mendorong PersainganMewujudkan iklim persaingan yang sehat dalam kegiatan usaha
kepelabuhanan yang diharapkan dapat menghasilkan jasa kepelabuhanan yang efektif
dan efisien.
 Pemberdayaan Peran Penyelenggara Pelabuhan Upaya perwujudan peran
Penyelenggara Pelabuhan sebagai pemegang hak pengelolaan lahan daratan dan
perairan (landlord port authority) dapat dilaksanakan secara bertahap. Upaya tersebut
mencerminkan penyelenggara pelabuhan yang lebih fleksibel dan otonom.
 Terwujudnya Integrasi Perencanaan Perencanaan pelabuhan harus mampu
mengantisipasi dinamika pertumbuhan kegiatan ekonomi dan terintegrasi kedalam
penyusunan rencana induk pelabuhan khususnya dikaitkan dengan MP3EI/koridor
ekonomi, sistem transportasi nasional, sistem logistik nasional, rencana tata ruang
wilayah serta keterlibatan masyarakat setempat.
 Menciptakan kerangka kerja hukum dan peraturan yang tepat dan fleksibel Peraturan
pelaksanaan yang menunjang implementasi yang lebih operasional akan dikeluarkan
untuk meningkatkan keterpaduan perencanaan, mengatur prosedur penetapan tarif
jasa kepelabuhanan yang lebih efisien, dan mengatasi kemungkinan kegagalan pasar.
 Mewujudkan sistem operasi pelabuhan yang aman dan terjamin Sektor pelabuhan
harus memiliki tingkat keselamatan kapal dan keamanan fasilitas pelabuhan yang baik
serta mempunyai aset dan sumber daya manusia yang andal. Keandalan teknis
minimal diperlukan untuk memenuhi standar keselamatan kapal dan keamanan
fasilitas pelabuhan yang berlaku di seluruh pelabuhan. Secara bertahap diperlukan
penambahan kapasitas untuk memenuhi standar yang sesuai dengan ketentuan
internasional.
 Meningkatkan perlindungan lingkungan maritim Pengembangan pelabuhan akan
memperluas penggunaan wilayah perairan yang akan meningkatkan dampak terhadap
lingkungan maritim. Penyelenggara Pelabuhan harus lebih cermat dalam mitigasi
lingkungan, guna memperkecil kemungkinan dampak pencemaran lingkungan maritim.
Mekanisme pengawasan yang efektif akan diterapkan melalui kerja sama dengan
instansi terkait, termasuk program tanggap darurat.
 Mengembangkan sumber daya manusia
 Pengembangan sumber daya manusia diarahkan untuk meningkatkan profesionalisme
dan kompetensi dalam upaya meningkatkan produktivitas dan tingkat efisiensi,
termasuk memperhatikan jaminan kesejahteraan dan perlindungan terhadap tenaga
kerja bongkar muat di pelabuhan. Lembaga pelatihan, kejuruan dan perguruan tinggi
akan dilibatkan dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerja sektor pelabuhan,
untuk memenuhi standar internasional.

Strategi implementasi kebijakan yang dijabarkan kedalam rencana induk adalah sebagai
berikut:

 Pedoman kebijakan pelabuhan nasional dan strategi bisnis yang komprehensif


 Perencanaan terpadu, hierarki pelabuhan, dan pemantauan kinerja
 Pengaturan tarif
 Mondorong persaingan di sektor pelabuhan
 Meningkatkan kompetensi SDM di pelabuhan
 Meningkatkan keselamatan kapal dan keamanan fasilitas pelabuhan secara efektif
 Meningkatkan perlindungan lingkungan maritim secara efektif

Hasil proyeksi lalu-lintas muatan melalui pelabuhan di Indonesia mempunyai implikasi


yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan sistem pelabuhan nasional, yaitu
diantaranya:

 Pada tahun 2020 lalu lintas peti kemas Indonesia akan meningkat lebih dari dua kali
lipat volume tahun 2009 dan akan kembali meningkat dua kali lipat pada tahun 2030;
 Pengembangan terminal peti kemas sangat diperlukan di berbagai lokasi pelabuhan;
 Peningkatan volume peti kemas juga akan menimbulkan kebutuhan pengembangan
pelabuhan peti kemas sebagai pelabuhan hub baru, baik di bagian barat maupun di
timur Indonesia, seperti Kuala Tanjung dan Bitung sesuai dengan Peraturan Presiden
Nomor 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional.
Namun kajian yang lebih spesifik diperlukan untuk pengembangan pelabuhan hub
tersebut.

 Pertumbuhan lalu lintas curah kering dan cair yang lebih rendah menunjukkan bahwa
total tonase muatan hanya akan meningkat sampai dengan 50% pada tahun 2020 dan
50% lagi pada tahun 2030.
Berdasarkan hasil proyeksi terhadap peningkatan muatan yang memberikan implikasi
terhadap kebutuhan pelabuhan di Indonesia, maka dibuatlah suatu prediksi proyeksi
kebutuhan pelabuhan dimana jumlah pelabuhan pada Tahun 2015 akan tetap sama
dengan jumlah pelabuhan pada Tahun 2030. Namun beberapa pelabuhan hirarkinya
ditingkatkan, dimana jumlah pelabuhan utama yang pada Tahun 2015 sebanyak 35
meningkat menjadi 51 pelabuhan pada tahun 2030.

Sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 tentang


Kepelabuhanan, pelabuhan laut di Indonesia dapat dikelompokkan berdasarkan hierarki
yang terdiri atas:

1. Pelabuhan Utama (yang berfungsi sebagai Pelabuhan Internasional dan Pelabuhan


Hub Internasional);
2. Pelabuhan Pengumpul; dan
3. Pelabuhan Pengumpan, yang terdiri atas:  Pelabuhan Pengumpan Regional;
Pelabuhan Pengumpan Lokal.

Berikut (Tabel 3.3) rencana pengembangan pelabuhan di Indonesia berdasarkan


hirarkinya yang ditetapkamn didalam Rencana Induk pelabuhan nasional.

TABEL 3.3
Rencana Pengembangan Pelabuhan berdasarkan Hirarkinya
HIRARKI PELABUHAN
NO PROVINSI
2015 2020 2030
P P
PU PP PR PL JML PP PR PL JML PP PR PL JML
U U
1 ACEH 1 8 3 14 26 1 8 3 14 26 1 8 3 14 26
2 SUMATERA UTARA 2 8 13 12 35 2 8 14 11 35 2 9 13 11 35
3 SUMATERA BARAT 1 2 9 5 17 1 4 8 4 17 1 4 8 4 17
4 KEPULAUAN RIAU 3 27 31 71 132 5 28 28 71 132 5 28 28 71 132
5 RIAU 2 12 2 17 33 2 12 2 17 33 2 12 2 17 33
6 BENGKULU 1 0 2 1 4 1 1 2 0 4 1 1 2 0 4
7 JAMBI 0 4 4 6 14 1 3 4 6 14 1 3 4 6 14
8 SUMATERA SELATAN 1 7 8 1 17 2 6 8 1 17 2 6 8 1 17
9 BANGKA BELITUNG 0 7 5 7 19 0 8 6 5 19 0 8 6 5 19
10 LAMPUNG 1 6 10 5 22 1 6 10 5 22 1 6 10 5 22
11 BANTEN 1 3 2 3 9 1 3 2 3 9 1 3 2 3 9
12 JAWA BARAT 1 1 6 4 12 1 1 9 1 12 1 1 9 1 12
13 DKI JAKARTA 1 4 5 10 20 1 4 5 10 20 1 4 5 10 20
14 JAWA TENGAH 2 2 7 2 13 2 5 4 2 13 2 5 4 2 13
15 JAWA TIMUR 6 9 15 12 42 6 13 12 11 42 6 13 12 11 42
16 BALI 2 6 1 6 15 2 7 0 6 15 2 7 0 6 15
17 NUSA TENGGARA BARAT 0 5 6 8 19 0 5 6 8 19 0 5 6 8 19
HIRARKI PELABUHAN
NO PROVINSI
2015 2020 2030
P P
PU PP PR PL JML PP PR PL JML PP PR PL JML
U U
18 NUSA TENGGARA TIMUR 1 10 14 49 74 1 11 14 48 74 1 11 14 48 74
19 KALIMANTAN BARAT 1 9 3 2 15 1 9 3 2 15 1 9 3 2 15
20 KALIMANTAN TENGAH 1 7 8 3 19 1 7 8 3 19 1 7 8 3 19
21 KALIMANTAN SELATAN 1 7 4 2 14 2 6 4 2 14 2 7 3 2 14
22 KALIMANTAN TIMUR 1 16 3 2 22 1 16 3 2 22 1 16 3 2 22
23 SULAWESI UTARA 1 6 11 48 66 1 6 16 43 66 2 5 16 43 66
24 GORONTALO 0 3 2 6 11 1 4 1 5 11 1 4 1 5 11
25 SULAWESI BARAT 1 1 4 13 19 1 3 2 13 19 1 3 2 13 19
26 SULAWESI TENGAH 1 12 8 72 93 1 16 4 72 93 1 16 4 72 93
27 SULAWESI TENGGARA 0 7 7 27 41 0 8 7 26 41 0 8 7 26 41
28 SULAWESI SELATAN 1 11 11 40 63 1 13 9 40 63 1 13 9 40 63
29 MALUKU UTARA 1 5 20 125 151 3 6 18 124 151 3 6 18 124 151
30 MALUKU 1 9 9 43 62 1 10 8 43 62 1 10 8 43 62
31 PAPUA BARAT 1 13 0 31 45 1 13 3 28 45 1 13 3 28 45
32 PAPUA 2 13 2 79 96 4 12 2 78 96 5 11 2 78 96
24
TOTAL 39 235 726 1240 49 262 225 704 1240 51 262 223 704 1240
0
Sumber: KP 414 Tahun 1013

Keterangan:
PU : Pelabuhan Utama
PP : Pelabuhan Pengumpul
PR : Pelabuhan Pengumpan Regional
PR : Pelabuhan Pengumpan Lokal

Berdasarkan Rencana Induk Kepelabuhan, diperkirakan Sampai dengan tahun 2030


Indonesia harus menyediakan anggaran sebesar US$ 45-50 milyar untuk pembiayaan
pembangunan dan pengembangan kapasitas pelabuhan.Diperkirakan sekitar 68% dari
seluruh total investasi pengembangan pelabuhan baru di Indonesia memerlukan
pendanaan dari pihak swasta, terutama berdasarkan skema kerjasama pemerintah dan
swasta (KPS) melalui pemberian konsesi untuk jangka panjang, terutama untuk
pelabuhan komersial seperti terminal peti kemas, terminal curah, dan fasilitas pelabuhan
komersial lainnya.

Sisanya sekitar 32% diperlukan untuk penyediaan lahan, prasarana umum pelabuhan
seperti pendalaman alur pelayaran dan penahan gelombang (breakwater), penyediaan
terminal pelabuhan non-komersial, rehabilitasi dan pengembangan pelabuhan kecil baru
(feeder) yang harus disediakan oleh pemerintah.
3.2.3 Provinsi Jawa Timur

A. Kondisi Fisik wilayah

Provinsi Jawa Timur secara geografis terletak pada 111 o 0’ hingga 114o 4’ Bujur
Timur dan 7o 12’ hingga 8o 48’ Lintang Selatan. Luas wilayah Provinsi Jawa Timur
mencapai kurang lebih 4.779.975 Ha, dimana wilayah ini dapat dibagi menjadi dua
bagian besar yaitu Jawa Timur daratan dan Kepulauan Madura. Madura adalah pulau
terbesar di Jawa Timur, yang dipisahkan dengan daratan Jawa oleh Selat Madura.
Kepulauan Madura terdiri dari Pulau Madura, Pulau Bawean, Kepulauan Kangean-
Sapeken, Kepulauan Masalembu.

Luas wilayah Jawa Timur daratan hampir mencakup 90% dari seluruh luas wilayah,
sedangkan luas Kepulauan Madura hanya sekitar 10%. Sedangkan berdasarkan
pembagian wilayah administratif, Provinsi Jawa Timur terbagi atas 29 wilayah
kabupaten dan 9 kota, terbagi ke dalam empat badan koordinasi wilayah (Bakorwil),
dan 640 kecamatan dengan 8.413 desa/kelurahan.

Dalam konstelasi wilayah yang lebih besar, Provinsi Jawa Timur terletak di wilayah
Timur Pulau Jawa, dengan batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah utara : berbatasan dengan Laut Jawa
Sebelah timur : berbatasan dengan Selat Bali
Sebelah selatan : berbatasan dengan Samudera Indonesia
Sebelah barat : berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah

Berdasarkan kondisi topografi wilayah, wilayah Jawa Timur dengan kemiringan tanah
lebih besar dari 40% yakni sekitar 20,60% luas wilayah, yang merupakan wilayah
puncak gunung api dan perbukitan gamping. Sebagian besar wilayah Jawa Timur
mempunyai kemiringan tanah 0-15 %, yakni sekitar 65,49 % dari luas wilayah
berupa wilayah dataran aluvial antar gunung api sampai delta sungai dan wilayah
pesisir, dataran alluvial di lajur Kendeng, serta dataran aluvial di daerah gamping
lajur Rembang dan lajur Pegunungan Selatan.
Luas lahan Provinsi Jawa Timur adalah 4.779.975 Ha (Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 6 Tahun 2008) terdiri dari tutupan lahan lindung dan lahan budi daya.
Kawasan lindung memiliki luas kurang lebih 578.571,3 Ha atau sekitar 12,10%,
termasuk di dalamnya kawasan lindung mutlak di mana terdapat cagar alam yang
sudah ditetapkan sesuai dengan SK Menteri Kehutanan seluas kurang lebih 10.958
Ha,suaka margasatwa seluas kurang lebih 18.009 Ha, taman nasional seluas kurang
lebih 176.696 Ha, taman hutan raya seluas kurang lebih 27.868,3 Ha serta taman
wisata alam seluas kurang lebih 298 Ha.

Adapun, penggunaan lahan budi daya adalah seluas kurang lebih 4.201.403,70 Ha
atau 87,90% dari luas Provinsi Jawa Timur. Gambaran perubahan proporsi
penggunaan lahan di Jawa Timur menunjukkan kecenderungan menurunnya luas
wilayah pertanian. Berdasarkan data statistik luas lahan pertanian berkurang tiap
tahunnya sekitar 1.000 Ha, maka kondisi yang sekarang ada harus dipertahankan.
Bila dilihat sekarang lahan pertanian lahan basah hanya memiliki luas kurang lebih
911.863 ha atau 19,08%. Penggunaan lahan kawasan terbangun diharapkan tidak
mengkonversi luas pertanian lahan basah, terutama sawah irigasi teknis.

Tabel 3.1
Penggunaan Lahan Eksisting Provinsi Jawa Timur Tahun 2008

No. Penggunaan Lahan Eksisting Prosentase


(Ha)
A. KAWASAN LINDUNG
1. Hutan Lindung 344.742,00 7,21
2. Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam
Suaka Margasatwa 18.009,00 0,38
Cagar Alam 10.958,00 0,23
Taman Nasional 176.696,00 3,70
Taman Hutan Raya 27.868,30 0,58
Taman Wisata Alam 298,00 0,01
B. KAWASAN BUDIDAYA
1. Kawasan Hutan Produksi 815.850,61 17,07
2. Kawasan Hutan Rakyat 361.570,30 7,56
3. Kawasan Pertanian
Pertanian Lahan Basah 911.863,00 19,08
Pertanian lahan kering/ tegalan/kebun 1.108.627,71 23,19
campur
4. Kawasan Perkebunan 359.481,00 7,52
5. Kawasan Industri 7.403,80 0,15
6. Kawasan Pemukiman 595.255,00 12,45
7. Lainnya 41.352,28 0,87
TOTAL 4.779.975,00 100,00
Sumber: RTRWP Jawa Timur, Pemprov Jawa Timur

B. Kependudukan

Jumlah penduduk di wilayah Provinsi Jawa Timur tahun 2011 sebanyak 37.687.622
jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk 786 jiwa per km2 . Penyebaran penduduk
di Provinsi Jawa Timur masih bertumpu di Kota Surabaya yakni sebesar 7,4 persen
dan Kabupaten Malang sebesar 6,5 persen sedangkan terendah di Kota Mojokerto
0,3 persen. Sementara dilihat dari kepadatan penduduk Kabupaten/Kota yang paling
tinggi tingkat kepadatan penduduknya adalah Kota Surabaya yakni sebanyak 8.400
jiwa per Km2 dan yang paling rendah adalah Kabupaten Pacitan dengan tingkat
kepadatan penduduk sebanyak 384 jiwa per Km2 . Dilihat dari sisi laju pertumbuhan
selama sepuluh tahun terakhir (2000-2010) Provinsi Jawa Timur sebesar 0,75 persen
lebih rendah dari pertumbuhan nasional penduduk nasional (1,49%). Sementara
untuk laju pertumbuhan penduduk kabupaten/kota tertinggi terdapat di Kabupaten
Sidoarjo1,59 persen sedangkan yang terendah di Kabupaten Lamongan sebesar
minus 0,01 persen.

Perkembangan ketenagakerjaan di Provinsi Jawa Timur dalam 5 tahun terakhir


menurut jumlah penduduk usia kerja, angkatan kerja, penduduk bekerja, dan jumlah
pengangguran terbuka. Perkembangan penduduk usia kerja, penduduk bekerja
secara absolute menunjukkan peningkatan. Namun jumlah pengangguran terbuka
cenderung meningkat. Penduduk Usia Kerja, Perkembangan jumlah penduduk usia
kerja dalam lima tahun terakhir meningkat, jumlah penduduk usia kerja tahun 2012
mencapai 28.586.928 jiwa lebih besar dari tahun 2008, dengan jumlah angkatan
kerja mencapai 19.901.558 jiwa dan bukan angkatan kerja 8.685.370 jiwa.
Penyebaran penduduk usia kerja paling banyak terdapat di Kota Surabaya yaitu
sebanyak 2.147.116 jiwa.

Penduduk Bekerja. Jumlah penduduk bekerja di Provinsi Jawa Timur pada tahun
2013 (Februari) mencapai 19.291.374 jiwa meningkat sebesar 409,097 jiwa dari
tahun 2008. Terlepas dari kualitasnya, kesempatan kerja di sebagian besar
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur lebih banyak tersedia di perdesaan
dibandingkan di perkotaan, dan sebagian besar penduduk bekerja di sektor pertanian
(39,16%) dan sektor perdagangan (20,09%). Sementara dilihat dari pendidikan yang
ditamatkan, sebagian besar penduduk bekerja merupakan tamatan sekolah dasar
dan menengah.Jumlah penduduk bekerja antar kabupaten/kota terbesar terdapat di
Kota Surabaya mencapai 1.347.680 jiwa. Pola persebaran penduduk bekerja mirip
dengan pola persebaran angkatan kerja.

Perkembangan IPM Provinsi Jawa Timur dalam kurun waktu 2004-2011 semakin
membaik, IPM Provinsi Jawa Timur tahun 2011 mencapai 72,18 masih rendah
dibandingkan rata-rata IPM nasional (72,77), dengan ranking IPM Provinsi Jawa
Timur tahun 2011 menduduki peringkat ke 17 secara nasional setelah Jawa Timur
dan peringkat ke 6 di Pulau Jawa+Bali setelah Jawa Barat. Perbandingan IPM antar
kabupaten/kota tahun 2011, IPM tertinggi adalah Kota Blitar Jawa Timur dan
menduduki peringkat ke-26 secara nasional, dan IPM terrendah adalah Kabupaten
Sampang yaitu 60,78 dan berada diperingkat ke-478 secara nasional.

C. Kondisi perekonomian ( sektor unggulan, pertumbuhan dll)

PDRB Provinsi Jawa Timur menurut lapangan usaha Atas Dasar Harga Berlaku
(ADHB) dengan migas tahun tahun 2012 mencapai 1.001.720,88 miliar rupiah lebih
tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. PDRB ADHB dengan migas Provinsi Jawa
Tengah menyumbang sebesar 14,88 persen terhadap PDB nasional (33 provinsi).
Sementara untuk PDRB ADHK tahun 2000 dengan migas sebesar 393.675 miliar
rupiah, sementara tanpa migas sebesar 391.897 miliar rupiah.

Struktur perekonomian Provinsi Timur tahun 2011, didominasi bersarnya kontribusi


sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 30,00 %, sektor industri pengolahan
(27,13%), dan sektor pertanian (15,39%). Selain ketiga sektor diatas, sektor lainnya
yang memiliki kontribusi cukup besar adalah sektor jasa (8,55%), dan sektor
pengangkutan dan komunikasi (5,66%)

Jika dilihat perbandingan nilai PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dengan migas
2011 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur, menunjukan adanya kesenjangan
pendapatan yang cukup tinggi, dimana PDRB tertinggi mencapai 235.034 miliar
rupiah (Kota Surabaya) dan PDRB terendah sebesar 2.273 miliar rupiah (Kota Blitar).
Perkembangan ekonomi Jawa Timur dalam tiga tahun terakhir mengalami
percepatan, laju pertumbuhan ekonomi tahun 2012 mencapai 6,50% lebih rendah
dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara untuk pertumbuhan sektor, seluruh
sektor tumbuh positif pada tahun 2011 dan sektor dengan laju pertumbuhan
ekonomi tertinggi serta sekaligus pendorong pertumbuhan ekonomi Jawa Timur
adalah: sektor pengangkutan dan komunikasi (11,44%), perdagangan (9,81%), dan
sektor bangunan (9,12%).

Jawa Timur berada pada posisi kedua dalam memberikan kontribusi ekspor nasional.
Pesatnya pertumbuhan ekspor ini didukung oleh 10 komoditas utama Jawa Timur,
yaitu pengolahan tembaga, timah; kimia dasar; pengolahan kayu; besi baja; pulp
dan kertas; makanan dan minuman; tekstil; pengolahan karet; udang dan alat-alat
listrik. Kesepuluh komoditas tersebut memberikan kontribusi terbesar terhadap
ekspor Jawa Timur, yaitu sebesar 78,10%. Di sisi lain, Jawa Timur masih memiliki
kebutuhan terhadap komoditas-komoditas yang belum dapat memenuhi kebutuhan
domestik atau kualitas berada di bawah kebutuhan domestik, sehingga diperlukan
impor terhadap komoditas tersebut. Adapun 10 komoditas utama impor non-migas
Jawa Timur adalah besi baja, kimia dasar, makanan dan minuman, makanan ternak,
pulp dan kertas, hasil pertanian, pengolahan aluminium, barang-barang kimia, tekstil
dan biji lainnya. Potensi ekonomi wilayah tersebar secara merata di Jawa Timur.
Namun demikian, ada yang potensi itu bernilai besar secara ekonomi, atau
sebaliknya.

Potensi-potensi ekonomi utama yang menjadi cikal bakal penetapan kawasan


andalan, kawasan budi daya utama, maupun kawasan strategis ekonomi di Jawa
Timur antara lain meliputi:

1. Kawasan pengeboran minyak di Kabupaten Tuban dan Kabupaten Bojonegoro,


2. Kawasan pengeboran minyak di Kabupaten Gresik,
3. Kawasan komersial di Kawasan Kaki Jembatan Suramadu (KKJS),
4. Kawasan berikat di Kabupaten Lamongan,
5. Pusat wisata alam di Kota Batu,
6. Kawasan wisata alam di Prigen, Kabupaten Pasuruan,
7. PIA Jemundo di Kabupaten Sidoarjo,
8. Kawasan Ekonomi Unggulan di Kabupaten Gresik dan Kabupaten Bangkalan,
9. Kawasan East Java Industrial Integreted Zone (EJIIZ) terdapat di Kabupaten
Tuban, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Gresik, Kota Surabaya, Kabupaten
Sidoarjo, Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Bangkalan,
10. Kawasan Pelabuhan dan Industri di Sendang Biru, Kabupaten Malang,
11. Kawasan-kawasan industri besar yang meliputi Surabaya Industrial Estate
Rungkut (SIER) di Kota Surabaya, Pasuruan Industrial Estate,
12. Rembang (PIER) di Kabupaten Pasuruan, Ngoro Industrial Park (NIP) di
Kabupaten Mojokerto, Lamongan Integreted Shorebase (LIS) di Kabupaten
Lamongan, Kawasan Industri di Kabupaten Gresik, Kawasan Industri di
Kabupaten Tuban, Kawasan Industri di Kabupaten Bojonegoro, Kawasan
Industri Gerbang Mas di Kabupaten Probolinggo, Kawasan Industri Paiton di
Kabupaten Probolinggo, Kawasan Industri di Kabupaten Bangkalan,
13. Percepatan pembangunan di Kepulauan Madura dengan strategi menjadikan
Kepulauan Madura terutama Kabupaten Bangkalan sebagai pusat
pembangunan industri, pembanguan agropolitan Kepulauan Madura, serta
pembangunan pelabuhan internasional.

D. Kondisi Infrastruktur
Dari segi kualitas pembangunan prasarana transportasi terdapat kurangnya
penyediaan pelayanan infrastruktur transportasi wilayah serta masih kurang
terintegrasinya secara maksimal pembangunan antar wilayah. Kota Surabaya
memiliki semua kelengkapan infrastruktur meliputi jaringan jalan tol, jaringan jalan
arteri, jaringan kereta api, terminal tipe A, pelabuhan, dan bandara. Persebaran
infrastruktur Kota Surabaya sekitar 8% dari kepadatan infrastruktur Jawa Timur,
Kabupaten Malang, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Gresik dan Kabupaten
Sumenep memiliki proporsi sekitar 4-5%, kabupaten/kota lainnya memiliki proporsi
rata-rata antara 1 – 3%.

Informasi tersebut menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan pembangunan yang


cukup signifikan, serta inefisiensi pelayanan sarana dan prasarana. Sekitar 67,08%
fasilitas dan pembangunan Jawa Timur terkonsentrasi di koridor Surabaya-Malang.

1. JARINGAN JALAN
Pada Tahun 2013 panjang jalan nasional adalah sebesar 2.027,01 km. Adapun
kondisi jalan nasional di Provinsi Jawa Timur dalam kondisi baik sebesar 16.20%,
Kondisi Sedang sebesar 71.83%, Kondisi rusak ringan sebesar 8.14% dan Kondisi
Rusak berat sebesar 3,82%.

 Jaringan jalan bebas hambatan yang sudah ada di wilayah Provinsi Jawa Timur
meliputi ruas-ruas jalan sebagai berikut:
1. Surabaya – Gempol
2. Surabaya – Gresik
3. Simpang Susun (SS) Waru – Bandara Juanda
4. Jembatan Surabaya – Madura (Jembatan Suramadu)

 Jalan nasional sebagai jalan arteri primer primer di Jawa Timur meliputi ruas-
ruas jalan sebagai berikut:

a. Surabaya – Malang
b. Surabaya – Mojokerto – Jombang – Kertosono – Nganjuk – Caruban – Ngawi
– Mantingan
c. Surabaya – Lamongan – Widang – Tuban – Glondong – Bulu (Batas Jateng)
d. Surabaya – Sidoarjo – Gempol – Pasuruan – Probolinggo – Situbondo –
Banyuwangi
e. Kamal – Bangkalan – Sampang – Pamekasan – Sumenep – Kalianget
f. Tanjung Bulupandan – Tanjung Bumi – Ketapang – Sumenep

2. PELABUHAN PENYEBERANGAN
Jawa Timur merupakan bagian dari Negara kepulauan Indonesia, di samping itu
Provinsi Jawa Timur sendiri juga mempunyai wilayah kepulauan yang penting. Oleh
karena itu, transportasi penyeberangan merupakan moda transportasi yang penting
untuk wilayah Jawa Timur.

Uraian mengenai arahan pengembangan pelabuhan penyeberangan meliputi uraian


mengenai pelabuhan penyeberangan yang sudah ada dan arahan pengembangan
pelabuhan penyeberangan baik yang sudah ada maupun yang baru.

Pada saat ini terdapat beberapa pelabuhan penyeberangan di Provinsi Jawa Timur
meliputi:

a. Pelabuhan penyeberangan Ujung di Kota Surabaya


b. Pelabuhan penyeberangan Kamal di Kabupaten Bangkalan
c. Pelabuhan penyeberangan Ketapang di Kabupaten Banyuwangi
d. Pelabuhan penyeberangan Jangkar di Kabupaten Situbondo
e. Pelabuhan penyeberangan Kalianget di Kabupaten Sumenep
f. Pelabuhan penyeberangan Kangean di Kabupaten Sumenep
g. Pelabuhan penyeberangan Sapudi di Kabupaten Sumenep
h. Pelabuhan penyeberangan Bawean di Kabupaten Gresik

Saat ini, volume lalu lintas pengguna lintas pelabuhan penyeberangan Ujung – Kamal
telah turun secara drastis setelah Jembatan Suramadu dioperasikan.

Transportasi penyeberangan di Provinsi Jawa Timur terdapat di Tanjung Perak –


Kamal, Jangkar – Wilayah Sumenep, Kalianget – Ketapang, Gresik – Bawean, dan
masih terdapat pelabuhan lainnya yang digunakan sebagai transportasi
penyeberangan. Penyeberangan dari Jawa Timur ke arah Indonesia bagian Timur
dilakukan dari penyeberangan Ketapang - Gili Manuk – diteruskan Padang Bay (di
Bali) – Lembar (di Lombok). Mengingat kepadatan arus di Bali sangat padat,
sementara wilayah Bali sebagai salah satu tujuan utama wisata Indonesia, maka
akan dikembangkan Pelabuhan penyeberangan Jangkar (di Situbondo) yang akan
langsung berhubungan dengan Lembar atau Ende (di Flores).

3. SISTEM JARINGAN TRANSPORTASI LAUT


Pelabuhan yang sudah dikembangkan di wilayah Provinsi Jawa Timur adalah sebagai
berikut:

1. Pelabuhan umum, yaitu pelabuhan yang digunakan untuk melayani kepentingan


umum. Lokasi pelabuhan beserta klasifikasi hierarki di Provinsi Jawa Timur
meliputi:

a. Pelabuhan Internasional Hub yaitu pelabuhan Tanjung Perak di Kota


Surabaya.

b. Pelabuhan Nasional meliputi Pelabuhan Gresik di Kabupaten Gresik,


Tanjung Wangi di Kabupaten Banyuwangi, Probolinggo di Kota
Probolinggo, Pasuruan di Kota Pasuruan, Sapudi di Kabupaten Sumenep,
Kalbut di Kabupaten Situbondo, Sapeken di Kabupaten Sumenep, Bawean
di Kabupaten Gresik, dan Kangean di Kabupaten Sumenep.
c. Pelabuhan Regional meliputi Pelabuhan Banyuwangi di Kabupaten
Banyuwangi, Panarukan di Kabupaten Situbondo, Branta di Kabupaten
Pamekasan, Telaga Biru di Kabupaten Bangkalan, dan Kalianget di
Kabupaten Sumenep.

d. Pelabuhan Lokal meliputi Pelabuhan Masalembu di Kabupaten Sumenep,


Taddan Camplong di Kabupaten Sampang, Besuki di Kabupaten Situbondo,
Jangkar di Kabupaten Situbondo, Gayam di Kabupaten Sumenep, P. Raas
di Kabupaten Sumenep, dan Sepulu di Kabupaten Bangkalan.

2. Pelabuhan khusus, yaitu pelabuhan yang hanya digunakan untuk melayani


kepentingan sendiri untuk menunjang pengembangan kegiatan atau fungsi
tertentu. Lokasi pelabuhan khusus yang sudah dikembangkan antara lain
pelabuhan khusus di Kabupaten Tuban, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten
Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Gresik, Kabupaten Sampang, dan
Kabupaten Sumenep.

Pelabuhan khusus dapat dialihkan fungsinya menjadi pelabuhan umum dengan


memperhatikan sistem transportasi laut dan ketentuan peraturan perundangan
yang berlaku.

3.2.6 Provinsi Sulawesi Utara

A. Kondisi Fisik wilayah ( termasuk penggunan lahan )

Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) yang berada di paling ujung utara Nusantara terletak
di bagian paling utara dari semenanjung Pulau Sulawesi, yaitu antara Lintang Utara
00o15’51” - 05o34’06”dan antara Bujur Timur 123o07’00” - 127o10’30” . Luas darat
wilayah semenanjung ini adalah ± 13.851,64 km2 yang terbagi dalam 15 (lima belas)
Kabupaten/Kota, yakni Kota Manado, Kota Bitung, Kota Tomohon, Kota Kotamobagu,
Kabupaten Minahasa, Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten Minahasa Selatan,
Kabupaten Minahasa Tenggara, Kabupaten Bolaang Mongondow, Kabupaten Bolaang
Mongondow Timur, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Kabupaten Kepulauan Talaud,
Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro.

Batas wilayah Provinsi Sulawesi Utara, meliputi :


 sebelah utara Provinsi Sulawesi Utara berbatasan dengan Laut Sulawesi dan
Republik Filipina;
 sebelah timur berbatasan dengan laut Maluku;
 sebelah selatan berbatasan dengan teluk Tomini; dan
 sebelah barat berbatasan dengan provinsi Gorontalo.

Sulawesi Utara merupakan salah satu dari tujuh provinsi kepulauan, yang terdiri dari
258 Pulau dan sebelas diantaranya berbatasan langsung dengan negara tetangga
Philipina dan laut Pasifik. Adapun secara administratif, pulau-pulau yang masuk
wilayah Provinsi Sulawesi Utara dapat dilihat pada bagan berikut:

Tabel 3.1
Rekapitulasi Jumlah Pulau Di Provinsi Sulawesi Utara

Jml Tidak
Kabupaten/Kota Berpenghuni
Pulau Berpenghuni
 Kota Manado 3 3 -
 Kota Bitung 17 1 16
 Kab. Bolaang Mongondow 17 4 13
 Kab. Bolmong Utara 6 - 6
 Kab. Minahas Utara 19 7 12
 Kab. Minahasa Tenggara 24 3 21
 Kab. Minahasa Selatan 4 - 4
 Kab. Kep. Talaud 16 7 9
 Kab. Kep. Sangihe 105 27 78
 Kab. Kep. Sitaro 47 7 40
Jumlah 258 59 199

Propinsi Sulawesi Utara merupakan wilayah dataran tinggi dan pegunungan, dan
berada pada ketinggian antara 100-1.000 meter di atas permukaan laut, serta terdiri
atas wilayah daratan utama dan wilayah kepulauan yang tersebar di bagian utara.
Wilayah ini memiliki danau, sungai, dan waduk dengan luas perairan umum
keseluruhannya kurang lebih 40.000 hektare. Iklim daerah Sulawesi Utara termasuk
tropis basah yang dipengaruhi angin muson sehingga curah hujan cukup merata
setiap tahunnya beragam antara 2.500-3.000 milimeter. Suhu udara beragam antara
21° Celsius - 31° Celcius. Gunung api juga terdapat di daratan Sulawesi Utara dan
ada beberapa yang masih aktif, yang secara geologis membentuk tanah permukaan
yang cukup tebal dengan tingkat kesuburan yang tinggi. Sebagai wilayah
semenanjung dan kepulauan, beberapa kawasan di wilayah Sulawesi Utara tergolong
pada kawasan yang rawan bencana alam, antara lain gempa bumi, letusan gunung
berapi, gerakan tanah, erosi tanah, banjir, dan kekeringan.

B. Kependudukan
Jumlah penduduk Provinsi Sulawesi Utara tahun 2006 ± 2.121.017 jiwa, yang
menyebar pada setiap kota dan kabupaten yang terdiri dari tiga kota dan enam
Kabupaten. Pertumbuhan penduduk di Sulawesi Utara per tahun adalah ± 140
jiwa/km² (data BPS Sulawesi Utara tahun 2005) dengan laju rata-rata pertumbuhan
tiap tahun (2003 – 2005) adalah sebesar 2.34%. Wilayah dengan penduduk
terbanyak adalah Kabupaten Bolaang Mangondow (474.908 jiwa) dan yang terkecil
adalah Kota Tomohon (60.649 jiwa). Sedangkan pada 2007, jumlah penduduk
Provinsi Sulawesi Utara adalah ± 2.217.290 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk
sebesar 144.20 jiwa/km2. Jumlah penduduk Provinsi Sulawesi Utara pada tahun 2010
sebanyak kurang lebih 2.270.596 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,28
persen/tahun, dan pada tahun 2014 jumlah penduduk Sulawesi utara adalah
2.343.527 jiwa.

Tabel 3.2
Rekapitulasi Jumlah Penduduk Di Provinsi Sulawesi Utara

Kabupaten/Kota
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Regency/City
1 5 2 3 4 5 6
01. Bolaang Mongondow 302 393 196 263 213 484 215 904 220 093 224 400
02. Minahasa 298 179 300 226 310 384 313 892 316 884 319 945
03. Kepulauan Sangihe 130 290 130 449 126 100 127 520 128 732 129 008
04. Kepulauan Talaud 74 892 74 997 83 434 84 378 85 171 85 984
05. Minahasa Selatan 182 292 182 818 195 553 197 755 198 901 200 072
06. Minahasa Utara 174 455 176 480 188 904 191 036 193 906 196 842
07. Bolaang Mongondow 80 134 80 508 70 693 71 564 71 530 71 570
Utara
08. Kepulauan Sitaro 61 652 61 781 63 801 64 516 64 575 64 744
09. Minahasa Tenggara 95 145 95 525 100 443 101 575 101 761 102 226
Kabupaten/Kota
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Regency/City
10. Bolaang Mongondow - 52 122 57 001 57 648 58 762 59 908
Selatan
11. Bolaang Mongondow - 59 401 63 654 64 370 65 511 66 677
Timur
71. Manado 429 149 434 845 410 481 415 417 483 419 596
114
72. Bitung 178 266 180 618 187 652 189 193 956 198 257
920
73. Tomohon 83 200 83 718 91 553 92 93 857 95 157
583
74. Kotamobagu 117 965 119 105 107 459 108 108 794 109 141
891
Sulawesi Utara 2 208 2 228 2 270 2 296 2 319 2 343
012 856 596 666 916 527
Sumber: BPS

C. Kondisi perekonomian ( sektor unggulan, pertumbuhan dll)


Provinsi Sulawesi utara berada pada posisi strategis karena terletak di Pasifik Rim
yang secara langsung berhadapan dengan negara-negara Asia Timur dan negara-
negara Pasifik. Posisi strategis ini menjadikan Sulawesi Utara sebagai pintu gerbang
Indonesia ke Pasifik dan memiliki potensi untuk menjadi pusat pertumbuhan ekonomi.
Provinsi ini juga turut mendukung peran Pulau Sulawesi sebagai pusat produksi dan
pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan serta pertambangan nikel di
tingkat nasional. Kinerja perekonomian Sulawesi Utara periode 2006-2013 terus
mengalami peningkatan dengan laju pertumbuhan rata-rata 7,60, lebih tinggi dari laju
pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 5,90 persen pada periode yang sama
(Gambar 1). Kontribusi Provinsi Sulawesi Utara terhadap pembentukan PDRB Sulawesi
adalah sebesar 14,79 persen, sementara itu kontribusi terhadap pembentukan PDB
nasional sebesar 0,70 persen.

Potensi paling besar di Sulawesi Utara bila dilihat dari aspek kemiringan tanah dan
jenis tanah kompleks (meliputi ± 76,5% dari total luas seluruh provinsi) adalah
pengembangan pertanian pangan, tanaman perkebunan, hijauan pakan ternak sapi
dan kambing, dan pengembangan hutan produktif. Hal ini semakin mengukuhkan
sumber penghidupan sebagian besar masyarakat Sulawesi Utara di sektor pertanian
dan perkebunan.

Nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan dalam setahun oleh para
pelaku ekonomi di Sulawesi Utara tercermin dari PDRB (Produk Domestik Regional
Bruto) untuk tahun 2004 mencapai Rp 14,13 triliun (HB) dan Rp 3,88 triliun (Harga
HK). Nilai tersebut telah mengalami perkembangan hampir 6,5 kali untuk harga
berlaku (HB) dan untuk harga konstan (HK) mengalami perkembangan lebih dari 1,5
kali dari tahun 1993. Lokomotif pertumbuhan PDRB Sulawesi Utara terutama
disumbangkan oleh sektor pertanian sebesar 26,45%, kemudian diikuti oleh sektor
angkutan dan komunikasi sebesar 17,14%, sektor jasa-jasa 13,98%, sektor
perdagangan, hotel, dan restoran 13,39%, sektor bangunan 10,62%. Selanjutnya
untuk sektor industri pengolahan, pertambangan, dan penggalian, listrik, gas, dan air,
serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan semuanya hanya berperan di
bawah 10%.

Kinerja pertumbuhan ekonomi daerah yang diukur dari besarnya PDRB per kapita di
Sulawesi Utara selama kurun waktu 2006-2012 cenderung meningkat walaupun masih
berada di bawah angka nasional. Hal ini menunjukkan kesejahteraan di Provinsi
Sulawesi Utara juga meningkat meskipun relatif tidak baik secara nasional. Jika pada
tahun 2006 rasio antara PDRB perkapita Sulawesi Utara dan PDB nasional sebesar
65,85 persen, maka pada tahun 2012 rasionya mengecil menjadi 60,28 (Gambar 2).
Tantangan yang dihadapi pemerintah daerah adalah meningkatkan laju pertumbuhan
ekonomi dan meningkatkan landasan ekonomi daerah yang memperluas kesempatan
kerja dan mempercepat peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat.

Gambar

PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga BErlaku


Perekonomian Sulawesi Utara (Sulut) tahun 2014 yang diukur berdasarkan Produk
Domestik Bruto (PDB) menurut lapangan usaha,  tumbuh sebesar 6,31 persen.
Pertumbuhan terjadi pada seluruh lapangan usaha. Penyediaan akomodasi dan Makan
Minum merupakan lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar
10,86 persen, diikuti Oleh Pengadaan Listrik, Gas Dan Produksi Es sebesar 10,47
persen dan Transportasi dan Pergudangan sebesar 10,40 persen.

Struktur perekonomian Sulut menurut lapangan usaha tahun 2014 masih didominasi
oleh tiga lapangan usaha utama yaitu: Pertanian, Kehutanan dan Perikanan (22,08
persen), Perdagangan Besar Dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor (12,29
persen) dan konstruksi (11,46 persen). Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
menurut pengeluaran ditahun 2014, pertumbuhan tertinggi terjadi pada komponen
impor luar negeri, yakni sebesar 114,74 person, diikuti oleh komponen ekspor luar
negeri yang tumbuh sebesar 27,74 persen, dan komponen pengeluaran konsumsi
pemerintah yang tumbuh sebesar 7,44 persen.

D. Kondisi Infrastruktur
Infrastruktur jalan menjadi unsur sentral dalam pengembangan wilayah serta
peningkatan kegiatan perekonomian masyarakat. Jaringan transportasi yang baik
akan membawa dampak pada peningkatan kegiatan ekonomi suatu wilayah.
Pembangunan, pemeliharaan dan peningkatan infrastruktur jalan, jembatan,
pelabuhan, Bandar udara seharusnya mendapt perhatian lebih mengingat adanya
prioritas kegiatan bengembangan tol laut dan kemaritiman.

1. JARINGAN JALAN

Jaringan jalan di Provinsi Sulawesi Utara terdiri atas jaringan jalan primer, kolektor
primer dan tol. Pada Tahun 2013 kondisi jalan nasional di Provinsi Sulawesi Utara
dalam kondisi baik sebesar 39,66%, Kondisi Sedang sebesar 52,37%, Kondisi rusak
ringan sebesar 2,16% dan Kondisi Rusak berat sebesar 5,81%.

Jalan Arteri Primer adalah jalan nasional yang menghubungkan antar provinsi,
panjang 372,92 km meliputi : Batas Kota Bitung (Air Tembaga)-Kauditan; Jalan
Sompotan Bitung; Jalan Mohammad Hatta Bitung; Jalan Yos Sudarso Bitung; Jalan
Walanda Maramis Bitung; Jalan Wolter Monginsidi Bitung; Kauditan By Pass-
Airmadidi; Kairagi-Mapanget; Jalan Yos Sudarso Manado; Jalan R.E. Martadinata
Manado; Jalan Jenderal Sudirman Manado; Kairagi-Batas Kota Manado; Airmadidi-
Kairagi; Batas Kota Manado-Tomohon; Jalan Suprapto Manado; Jalan Sam Ratulangi
Manado; Tomohon-Kawangkoan; Kawangkoan-Worotican; Worotican-Poigar; Poigar-
Kaiya; Kaiya-Maelang; Maelang-Biontong; dan Biontong-Atinggola (batas Provinsi
Gorontalo).

Jalan kolektor primer adalah jalan nasional yang menghubungkan antar ibukota
provinsi terdapat 52 ruas, panjang 946,32 km, meliputi : Jalan Monginsidi (Manado);
Jalan Achmad Yani (Manado); Girian (Bitung) - Likupang; Likupang - Wori; Wori -
Batas Kota Manado; Jalan Hasanudin (Manado); Jalan Ks. Tubun (Manado); Jalan D.I.
Panjaitan (Manado); Jln. Lembong (Jln. Pogidon) (Manado); Jalan Lingkar I, II, III
dan IV (Manado); Girian - Kema (Makalisung); Kema - Rumbia; Rumbia - Buyat;
Buyat - Molobog; Molobog - Onggunoi; Onggunoi - Pinolosian; Pinolosian - Molibagu;
Molibagu - Mamalia; Mamalia - Taludaa (Batas Provinsi Gorontalo); Airmadidi - Batas
Kota Tondano; Jalan W. Maramis (Tondano); Jalan Imam Bonjol (Tondano); Batas
Kota Tondano - Tomohon; Jalan Sam Ratulangi (Tondano); Jalan Boulevard
(Tondano);
Worotican - Poopo; Poopo - Sinisir; bSinisir - Batas Kota Kotamobagu; Jalan Gatot
Subroto (Kotamobagu); dJalan Adampe Dolof (Kotamobagu); Jalan A. Yani
(Kotamobagu); Jln. Diponegoro (Kotamobagu); Batas Kota Kotamobagu - Doloduo;
Jalan Kotamobagu - Doloduo (Kotamobagu); Doloduo – Molibagu;. Batas Kota Tahuna
- Enemawira;. Jalan Imam Bonjol (Tahuna); Jalan Jend. Sudirman (Tahuna);. Akhir
Jalan Jend. Sudirman - Batas Kota Tahuna; Jalan Larenggam (Tahuna);. Batas Kota
Tahuna - RSU Tahuna; Enemawira-Naha; Naha - Batas Kota Tahuna (Tahuna); Jalan
Rara Manusa (Tahuna); Jalan Apeng Sembeka (Tahuna); Batas Kota Tahuna -
Tamako; Jalan Makaampo (Tahuna);. Jalan Tidore (Tahuna);. Melongguane - Beo;
Beo - Esang; Rainis – Melongguane; Beo – Rainis.

Jalan bebas hambatan (tol) meliputi: Bebas Hambatan (Tol) Manado - Bitung;Bebas
Hambatan (Tol) Manado - Tomohon; Bebas Hambatan (Tol) Tomohon - Amurang;
Bebas Hambatan (Tol) Amurang - Kaiya; Bebas Hambatan (Tol) Kairagi – Mapanget.

2. PELABUHAN PENYEBERANGAN
Pelabuhan sungai, pelabuhan danau dan pelabuhan penyeberangan yang berada di
wilayah provinsi meliputi:
 Pelabuhan penyeberangan antarnegara, terdiri dari : 1. Bitung di Kota Bitung; 2.
Miangas di Kepulauan Talaud; - General Santos (Philipina); 3. Marore di
Kepulauan Sangihe; - Davao City (Philipina); 4. Tahuna di Kepulauan Sangihe;
dan 5. Petta di Kepulauan Sangihe.
 Pelabuhan penyeberangan lintas provinsi, terdiri dari : Bitung di Kota Bitung; -
Ternate (Provinsi Maluku Utara); Bitung – Luwuk (Provinsi Sulawesi Utara);
Melonguane–Morotai(ProvinsiSulawesiUtara); Molibagu/ Torosik - Gorontalo
(Provinsi Gorontalo); Munte - Likupang di Minahasa Utara; Pananaru di Kepulauan
Sangihe; Biaro di Kabupaten Kepulauan Sitaro; Tagulandang di Kabupaten
Kepulauan Sitaro; Siau di Kabupaten Kepulauan Sitaro; Amurang - Mobongo di
Minahasa Selatan; Labuan Uki di Bolaang Mongondow.
 lintas penyeberangan Kabupaten/Kota: Likupang (Minahasa Utara) – Tagulandang
– Siau (Kepulauan Sitaro) – Pananaru (Kepulauan Sangihe) – Melonguane –
Lirung – Masaraang (Kepulauan Talaud); Manado (Kota Manado) – Tahuna
(Kepulauan Sangihe); Manado (Kota Manado) – Melonguane (Kepulauan Talaud);
Manado (Kota Manado) – Ulu Siau (Kepulauan Sitaro).

3. SISTEM JARINGAN TRANSPORTASI LAUT


Sistem jaringan transportasi laut berada di Kota Bitung dengan fungsi sebagai
pelabuhan utama. Sedangkan untuk Pelabuhan Pengumpan Lokal, meliputi:

 Kalama, Bentung, Beng Darat, Beng Laut, Bebalang di Kabupaten Kepulauan


Sangihe;
 Damau, Gemeh, Intata di Kabupaten Kepulauan Talaud;
 Pahepa, Salangka, Ruang di Kabupaten Kepulauan Sitaro;
 Kora-kora, Tanawangko, di Kabupaten Minahasa;
 Mantehage, Naen, Gangga, Talise, di Kabupaten Minahasa Utara;
 Manado Tua, Bunaken, Siladen, di Kota Manado;

4. BANDAR UDARA
Tatanan kebandarudaraanProvinsi Sulawesi Utara Terdiri dari:
1. Bandar udara pengumpul skala primer Sam Ratulangi di Manado, meliputi:
Perluasan bandara Sam Ratulangi; Penambahan landasan pacu penerbangan
bandara Sam Ratulangi.

2. Bandar udara pengumpul skala tersier Melongguane di Kepulauan Talaud;


3. Bandar udara pengumpan Naha-Tahuna di Kepulauan Sangihe;

Anda mungkin juga menyukai