Anda di halaman 1dari 35

Makalah Laporan Diskusi Kelompok

Diare & Demam Kejang

Oleh:

Kelompok 1

Dinda Erobatriek

Ika Septia N

Maftuhatin Nimah

Nurfauziyah

Putri Vidia T

Sadza Rosmawaddah

Santi Puspitasari

Sintya Desi Maharani

Siti Sarah Alawiyah

Tiara Indriani

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

SEPTEMBER 2015
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...............................................................................................................................................2
BAB I..........................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................3
A. Latar Belakang.....................................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah...............................................................................................................................3
C. Tujuan..................................................................................................................................................4
BAB II.........................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................5
I. KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT..................................................................................5
II. DIARE...............................................................................................................................................13
A. Definisi..........................................................................................................................................13
B. Etiologi..........................................................................................................................................13
C. Patofisiologi...................................................................................................................................14
D. Manifestasi klinis...........................................................................................................................15
E. Penatalaksanaan Medis..................................................................................................................15
F. Penkes Diare..................................................................................................................................17
G. Pemeriksaan Diare.........................................................................................................................18
III. DEMAM KEJANG.......................................................................................................................19
A. Definisi..........................................................................................................................................19
B. Etiologi..........................................................................................................................................20
C. Patofisiologi...................................................................................................................................20
D. Manifestasi Klinis Demam kejang.................................................................................................22
E. Penatalaksaan Medis Demam kejang.............................................................................................23
G. Asuhan keperawatan......................................................................................................................26
BAB III......................................................................................................................................................33
PENUTUP.................................................................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................34
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan
yang dimulai dari bayi hingga remaja. Di dunia terdapat kurang lebih 500 juta anak yang
menderita diare setiap tahunnya, dan 20% dari seluruh kematian yang hidup di Negara
berkembang berhubungan dengan diare serta dehidrasi. Gangguan diare dapat melibatkan
gangguan lambung dan usus (gastroenteritis), usus halus (enteritis), kolon (colitis),atau kolon dan
usus (entrokolitis). Diare biasanya diklasifikasikan sebagai diare akut dan kronis
Diare adalah suatu gejala penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan
konsistensi dari tinja yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air
besar lebih dari 3 kali dalam sehari. Diare juga merupakan penyebab penting dari gizi buruk,
akibatnya tubuh tidak dapat memanfaatkan makanan dengan efektif

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal lebih dari 380 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam adalah
kasus kejang yang sering terjadi pada anak-anak. Biasanya terjadi pada anak usia 6 bulan sampai
5 tahun. Bila terjadi pada usia kurang dari 6 bulan harus dipikirkan penyebab lain seperti infeksi
susunan saraf pusat, maupun epilepsi yang terjad bersama demam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian demam kejang dan diare ?
2. Bagaimana etiologi demam kejang dan diare?
3. Bagaimana patofisiologi dari demam kejang dan diare ?
4. Apa manifestasi klinis dari demam kejange dan diare?
5. Bagaimana penatalaksanaan medis dari demam kejang dan diare?
6. Bagaimana pemeriksaan dari demam kejang dan diare?
7. Bagaimana managemen keperawatann dari demam kejang dan diare ?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian demam kejang dan diare.
2. Mengetahui etiologi demam kejang dan diare.
3. Mengetahui patofisiologi dari demam kejang dan diare.
4. Mengetahui manifestasi klinis dari demam kejang dan diare.
5. Mengetahui penatalaksanaan medis dari demam kejang dan diare.
6. Mengetahui pemeriksaan fisik dari demam kejang dan diare.
7. Mengetahui Managemen keperawatan pada demam kejang dan diare
BAB II

PEMBAHASAN

I. KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT


 Kebutuhan Cairan dan Elektrolit

Cairan tubuh terbagi dua kompartemen yaitu intraselular dan ekstraselular. Ekstraselular
terbagi dalam interstitial dan intravaskuler. Pada fetus cairan ekstravaskuler lebih banyak dari
pada intraseluler, dan ekstraseluler menurun seiring dengan pertambahan usia. Cairan intraseluler
menurun tajam setelah lahir sebagian besar karena postnatal dieresis, disamping karena
peningkatan pertumbuhan sel dan penurunan relative rata-rata pertumbuhan kolagen terhadap
otot selama awal kehidupan (Kavanangh, 2005).

Presentasi total cairan tubuh pada anak. Cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler berdasarkan
umur. Table 1.

KOMPARTEMEN UMUR
CAIRAN TUBUH LAHIR BULAN TAHUN
0 3 6 6 16
TOTAL CAIRAN 78% 75% 70% 65% 60%
TUBUH
Cairan Intraseluler 33% 37,5% 40% 42% 40%
Cairan Ekstraseluler 45% 37,5% 30% 22,5% 20%
Sumber: Adelman, 2000. Table.1

Rata-rata Kebutuhan Cairan Tubuh Perhari. Table.2.

UMUR KEBUTUHAN CAIRAN


Bayi 1 hari 50 ml H2O/kgBB/hari

Bayi 2 hari 75 ml H2O/kgBB/hari


Bayi >3 hari 100 ml H2O/kgBB/hari
Berat badan 10kg pertama 100 ml H2O/kgBB/hari

Berat badan 10kg kedua 1000 + 50 ml H2O/kgBB/hari


Berat Badan >20kg 1500 + 20 ml H2O/kgBB/hari

Sumber : Symons, 2006. Table.2.

 Keseimbangan Elektrolit dan Pengaruhnya

Keseimbangan elektrolit sangat penting, karena total konsentrasi elektrolit akan


mempengaruhi keseimbangan cairan dan konsentrasi elektrolit berpengaruh pada fungsi sel.
Elektrolit berperan dalam mempertahankan cairan, regulasi asam basa, memfasilitasi reaksi
enzim dan transmisi reaksi neuromuscular. Ada dua elektrolit yang sangat berpengaruh terhadap
konsentrasi cairan intrasel dan ekstrasel yaitu natrium dan kalium (Tarwoto,2009).

1. Keseimbangan natrium / sodium (Na+)

 Merupakan kation paling banyak pada cairan ekstrasel

 Sangat berperan dalam keseimbangan air, hantaran impuls saraf dan kontraksi otot

 Ion natrium didapat dari saluran pencernaan, makanan atau minuman kemudian
masuk kedalam cairan ekstrasel melalui proses difusi.

 Pengeluaran ion natrium melalui ginjal, pernapasan ,saluran pencernaan dan kulit.

 Pengaturan konsentrasi ion natrium dilakukan oleh ginjal jika konsentrasi natrium
serum menurun maka ginjal akan mengeluarkan cairan sehingga konsentrasi natrium
akan meningkat. Sebaliknya jika terjadi peningkatan konsentrasi natrium serum akan
merangsang pelepasan ADH sehingga ginjal akan menahan cairan.

 Jumlah normal 135-148 mEq/Lt.

2. Keseimbangan kalium / potassium (K+)

 Ion kalium 98% Nerada pada cairan intrasel, hanya 2 % berada pada cairan ekstrasel.

 Diperoleh melalui makanan seperti daging, buah-buahan dan sayuran.

 Dikeluarkan melalui ginjal, keringat dan saluran pencernaan


 Pengaturan konsentrasi kalium dipengaruhui oleh perubahan ion kalium dalam cairan
ekstrasel, perubahan pH dan hormone aldostreon.

 Jumlah normal 3,5-5,5 mEq/Lt.

3. Keseimbangan kalsium (Ca+)

 Merupakan ion yang paling banyak dalam tubuh, terutama berikatan dengan fosfor
membentuk mineral untuk pembentukan tulang dan gigi.

 Diperoleh dari absorpsi usus dan reabsorpsi tulang.

 Dikeluarkan melalui ginjal, sedikit melalui keringat dan disimpan dalam tulang.

 Pengaturan konsentrasi kalsium dilakukan hormone kalsitonin yang dihasilkan oleh


kelenjar tiroid dan hormone paratiroid. Jika kadar kalsium rendah maka hormone
paratiroid dilepaskan sehingga terjadi peningkatan reabsorpsi kalsium pada tulang
dan jika terjadi peningkatan kadar kalsium maka hormone kalsitinin dilepaskan untuk
menghambat reabsorpsi tulang.

 Jumlah normal 8.5-10.5 mg/dl.

4. Magnesium (Mg2+)

 Ditemukan pada cairan intrasel dan tulang, berperan dalam metabolism sel, sintesis
DNA, regulasi neuromuscular dan fungsi jantung.

 Sumbernya didapat dari makanan seperti sayuran hijau, daging dan ikan.

 Diabsorpsidari usus halus, peningkatan absorpsi dipengaruhi oleh vitamin D dan


hormone paratiroid.

5. Keseimbangan fosfor (PO4-)


 Merupakan anion utama cairan intrasel, ditemukan juga di cairan ekstrasel, tulang,
otot rangaka, dan jaringan saraf.

 Sangat berperan dalam berbagai fungsi kimia, terutama fungsi otot, sel darah merah,
metabolism protein, lemak dan karbohidrat, pembentukan tulang dan gigi, regulasi
asam basa, regulasi kadar kalsium.

 Diabsorpsi dari usus halus dan banyak ditemukan dari makanan ikan , daging dan
susu.

 Diekskresi dan direabsorpsi melalui ginjal.

 Pengaturan konsentrasi fosfor oleh hormone paratiroid dan berhubungan dengan


kadar kalsium. Jika kadar kalsium meningkat akan menurunkan kadar fosfat demikina
sebaliknya.

6. Klorida ( Cl-)

 Merupakan anion utama pada cairan ekstrasel.

 Berperan dalam pengaturan osmolalitas serum dan volume berperan bersama natrium,
regulasi asam basa, berperan dalam buffer pertukaran oksigen dan karbondioksida
dalam sel darah merah.

 Disekresi dan di reabsorpsi bersama natrium diginjal.

 Pengaturan klorida oleh hormone aldosteron.

7. Bikarboanat (HCO3)

 Bikarbonat berada di cairan intrasel maupun di ekstrasel dengan fungsi utama adalah
regulasi keseimbangan asam basa

 Disekresi dan direabsorpsi diginjal (Potter & Perry, 2012)


 Pertukaran Cairan Tubuh Di Dalam Tubuh
Pertukaran cairan tubuh bekerja atau berpindah dari satu kompartemen ke
kompartemen lain untuk memfasilitasi proses-proses yang tejadi didalam tubuh, seperti
oksigenasi jaringan, respon terhadap penyakit, keseimbangan asam basa, dan respon
terhadap terapi obat. Cairan tubuh dan elektrolit berpindah melalui difusi, osmosis,
filtrasi, dan transport aktif. Perpindahan tersebut bergantung pada permeabilitas
membrane sel atau kemampuan membrane untuk ditembus cairan dan elektrolit.

a. Difusi

Merupakan gerakan partikel dari larutan maupun gas secara acak dari area dengan
konsentrasi tinggi ke area dengan konsentrasi rendah. Proses difusi terjadi ketika
partikel melewati lapisan yang tipis. Kecepatan difusi ditentukan oleh ukuran
molekul, konsentrasi larutan dan suhu larutan. Semakin besar molekul kecepatannya
berkurang. Meningkatnya temperature aan meningkatkan pergerakan molekul dam
mempercepat difusi. Contoh difusi pada gerakan oksigen dan alveoli paru ke darah.

Faculty.southwest.tn.edu

b. Osmosis

Merupakan gerakan air yang melewati membrane semipermeabel dari area yang
berkonsentrasi rendah ke area yang berkonsentrasi tinggi. Pergerakan cairan dalam
proses osmosis tidak terlepas adanya tekanan osmotic dan tekanan onkotik. Proses
osmosis tidak terlepas dari adanya asmolaritas cairan dan tonisitas.
Osmolaritas adalah konsentrasi larutan atau partikel terlarut perliter larutan,
diukur dalam miliosmol. Tonisitas merupakan osmolaritas yang
menyebabkanpergerakan air dari kompartemen ke kompartemen yang lain (Potter &
Perry, 2012).

www.talktalk.co.uk

c. Filtrasi

Suatu proses perpindahan air dan subtansi yang dapat larut secara bersamaan
sebagai respon terhadap adanya tekanan cairan. Proses ini bersifat aktif didalam
bantalan kapiler, tempat perbedaan tekanan hidrostatik atau gradient yang
menentukan perpindahan air, cairan kapiler dan cairan intrastisial.
Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang dihasilkan oleh suatu liquid didalam
ruangan (Potter & Perry, 2012).
d. Transport Aktif

Transport aktif memerlukan aktivitas metabolic dan pengeluaran energy untuk


menggerakan berbagai materi guna menembus membrane sel. Hal ini memungkinkan
sel menerima molekul yang lebih besar dari sel tersebut. Selain itu, sel dapat
menerima atau memindahkan molekul dari daerah berkonsentrasi rendah kedaerah
berkonsentrasi tinggi. Contoh transport aktif adalah pompa kalium dan natrium.

 Pengaruh Cairan Elektrolit Untuk Tubuh

Total konsentrasi elektrolit akan mempengaruhi keseimbanagn cairan dan konsentrasi


elektrolit berpengaruh pada fungsi sel. Elektrolit berperan dalam memperthankan keseimbangan
caiaran, regulasi asam basa, memfasilitasi reaksi enzim dan transmisi reaksi neuromuscular.
Cairan elektrolit yang berpengaruh terhadap konsentrasi cairan intrasel dan ekstrasel yaitu
natrium dan kalium, tetapi ada elektrolit lain seperti Ca+2, Mg+2, PO4-, Cl-, HCO3- (Tarwoto,
2009).

Perkiraan Kebutuhan Elektrolit perhari Didasarkan Pada Kebutuhan Metabolisme atau


Kebutuhan Cairan..Table.3.

Elektrolit Kebutuhan
Natrium 2-4 mEq/100 ml H2O/hari
Kalium 1-2 mEq/100 ml H2O/hari
Klorida 2-4 mEq/100 ml H2O/hari
Sumber :Symons, 2006. Table.3.

Nilai deficit dapat dihitung berdasarkan

BB Sebelum Dehidrasi – BB sekarang X 100% = …….. % Dehidrasi

BB Sebelum Dehidrasi
Jumlah Volume Defisit cairan = % dehidrasi X Total cairan tubuh (Usia)

Jenis-Jenis Cairan Infus


Zingarelli B. 2008. Shock and Reperfusion. Dalam: Nicholas DG, penyunting- Rogers textbook
of Pediatric Intensive Care. 4th Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Willkins.

II. DIARE

A. Definisi

Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang tidak biasa, lebih dari 3 kali
sehari, juga perubahan dalam jumlah dan konsistensi (Feses cair). (Brunner dan Suddarth,
2014).
Menurut World Health Organization(WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit yang
ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan
bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam
sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah. Penyakit ini paling
sering dijumpai pada anak balita, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana seorang
anak bisa mengalami 1-3 episode diare berat (Simatupang, 2004).
Di Bagian Ilmu Kesehatn Anak FKUI, diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak
normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Neonatus
dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi
berumur lebih dari 1 bulan dan anak, frekuensinya lebih dari 3 kali (Simatupang, 2004)

B. Etiologi

A. Etiologi

1. Diare infeksi

Biasanya akut dan disebabkan virus (coxsakie, polio, enchovirus) yang dapat
dipersalahkan dengan pasti. Diare pada bayi biasanya disebabkan rotravirus

2. Keracunan makanan

Kuman penyebab diare menyebar melalui mulut (orofecal) antara lain makanan atau
minuman akibat tercemar oleh feses atau kontak langsung dengan feses penderita,
akan tetapi ada beberapa perilaku khusu yang dapat menyebabkan kuman enteric
dapat menyebabkan resiko diare

3. Faktor Malabsorpsi

a. Malabsorpsi karbohidrat. Pada bayi, kepekaan terhadap lactobacillus dalam susu


formula menyebabkan diare.

b. Malabsorpsi lemak.

Dalam makanan terdapat lemak yang disebut trigliserida. Trigliserida, dengan


bantuan enzim lipase, mengubah lemak menjadi dapat diabsorpsi usus. (Hidayat,
2006)
C. Patofisiologi
Proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan faktor di antaranya

a. Faktor Infeksi

Proses ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk ke dalam
saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa
usus yang dapat menurunkan daerah permukaan usus. Selanjutnya terjadi perubahan
kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus meneyebabkan
sistem transpor aktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian
sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat.

b. Faktor Malabsorbsi

Merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang mengakibatkan tekanan


osmotik meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang
dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah diare.

c. Faktor Makanan,

Ini terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik. Sehingga
terjadi peningkatan peristaltik usus yang mengakibatkan penurunan kesempatan untuk
menyerap makanan yang kemudian menyebabkan diare. Keempat, faktor psikologis
dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik usus yang akhirnya
mempengaruhi proses penyerapan makanan yang dapat menyebabkan diare (Hidayat,
A. Aziz, 2006)

Jenis-jenis Diare

1. Diare akut

Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang
sebelumnya sehat,lebih dari 2x sehari dengan/tanpa darah dalam tinja

2. Diare kronis
Pada diare yang berlanjut lebih dari 14 hari . Dapat juga disertai keihilangan berat
badan, dapat disebut diare persisten.

3. Disentri

Disentri didefinisikan sebagai diare yang disertai darah dalam feses, menyebabkan
anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat dan kerusakan mukosa usus karena
bakteri invasif. Penyebab utama disentri yaitu shigella, penyebab lain adalah
campylobacteri yang jarang adalah salmonella (Hidayat, 2006)

D. Manifestasi klinis

 Peningkatan frekuensi dan kandungan cairan dan feses

 Kram abdomen, disentri bising usus, anoreksia, rasa haus

 Kontraksi spasmodic yang sakit dari anus dan mengejan tidak efektif (teresmus) mungkin
terjadi setiap kali defekasi

 Sifat dan awitannya dapat eksplosif dan bertahap. Gejala yang berkaitan adalah dehidrasi
dan kelemahan

 Feses yang lunak, semi padat

 Feses berwarna keabu-abuan menandakan malabsorpsi usus (Hidayat, 2006)

E. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan diare akut menurut WHO terdiri dari:

1. ORS (oral rehidration solution)

Terapi terbaik pada pasien diare yang mengalami dehidrasi adalah ORS, misalnya oralit
osmolaritas rendah. Cairan diberikan 50-200 ml/kGBB/24 jam tergantung kebutuhan dan
status hidrasi. Bila dehidrasi sedang atau berat sebaiknya cairan intravena atau infus.
Sedangkan dehidrasi ringan/atau sedang diberikan cairan per oral atau selang
nasogastrik, kecuali bila ada kontraindikasi. Pemberian per oral diberikan larutan oralit
yang hipotonik dengan komposisi 29 g glukosa , 35 g NaCL, 2,5 g Natrium bikarbonat
dan 1,5 g Kcl setiap liter.

2. Diet

Jika bayi menyusui, coba untuk meningkatkan frekuensi dsan durasi menyusuinya.
Paisen diare tidak dlanjutkan kevuali jika muntah-muntytha hebat. Hindarkan susu sapi.

3. ZINC

Zink merupakan mikronutrien yang penting untuk kesehtan dan perkembangan anak.
Melalui efeknya pada sistem imun dan fungsi intestinal. Pemserian zinc selama episode
diare akan menurunkan durasi dan parahnya diare.

4. Antibiotik

Pemberian antibioti tidak dianjurkan pada semua pasien. Antibiotik pada pasien
jika merupakan indikasinya, seperti pada pasien disentri.
Beberapa antimikroba yang sering dipakai antara lain;
Kolera: tetrasiklin 50 mg.kg/hari dibagi 4 dosis (2 hari)
Furasolidon 5mg/hari dibagi 4 dosis (3 hari0
Shigella: trimetoprin 5-10 mg/kg/hari
Sulfametoksazol 25-50 mg/kg/hari dibagi 2 dosis (5 hari)
Asam nalidiksat: 55 mg/kg/hari dibagi 4 (5 hari)
Amebiasis: metronidazol 30 mg/kg/hari dibagi 4 dosis (5-10 hari)
Giardiasis : metronidazol 15mg/kg/hari dibagi 4 dosis (hari)
(MTBS, 2010)

F. Penkes Diare
Pencegahan diare dapat dilakukan dengan mengusahakan lingkungan yang bersih dan sehat

a Usahakan untuk selalu mencuci tangan sebelum menyentuh makanan. Usahakan pula
menjaga kebersihan alat-alat makan

b Sebaiknya air yang diminum memenuhi kebutuhan sanitasi standar di lingkungan tempat
tinggal

c Air dimasak dengan benar-benar mendidih, bersih, dan tidak berbau, tidak berwarna, dan
tidak berasa

d Tutup makanan dan minuman yang disediakan di meja makan

e Biasakan anak untuk makan di rumah dan tidak jajan disembarang tempat. Jika bisa
membawa makanan sendiri saat ke sekolah.

f Buatlah sarana sanitasi dasar yang sehat di lingkungan tempat tinggal, seperti air bersih dan
jamban/WC yang memadai (Purwanto, 2008)
G. Pemeriksaan Diare

1. Identitas pasien

Meliputi nama, umur, BB, jenis kelamin, alamat rumah, suku bangsa, agama dan nama orang
tua.

2. Riwayat

a. Riwayat penyakit sekarang: Lamanya keluhan, sifat keluhan, timbul keluhan,

b. Riwayat keluarga

c. Riwayat tumbuh kembang anak: hal-hal yang berhubungan dengan pertumbuhan dan
perkembangan anak sesuai dengan usia anak sekarang, yaitu meliputi motorik kasar, halus,
kognitif, bahasa dan personal sosial atau lemandirian.

d. Riwayat imunisasi
Imunisasi yang ditanyakan kepada orang tua adalah apakah anak mendapat imunisasi
secara lengkap sesuai denga usianya?

e. Kesehatan fisikmeliputi pola nutrisi, frekuensi makanan, jenis makanan, makanan yang
disukai dan tidak disukai serta keinginan untuk makan dna minum

f. Pola eliminasi seperti frekuensi buang air besar dan buang air kecil di rumah dan di rumah
sakit. Selain itu juga tanyakan konsistensi , warna dan bau dari objek eliminasi.

g. Pola istirahat

Kebiasaan tidur siang, malam dan kebiasaan sebelum dan setelah tidur.

h. Pola higiene

3. Pemeriksaan fisik

Keadaan umum klien

Pada anak terdapat keluhan dan kelainan-kelainan yang perlu mendukung perlu dikaji
adanya tanda-tanda dehidrasi seperti: mata cekung, ubun-ubun besar cekung, mukosa bibir
kering, dan turgor kulit berkurang keelastisannya, kemudian tanyakan fekuensi BAB, adanya
nyeri atau disentri abdomen, demam dan terjadinya penurunan BB.

III. DEMAM KEJANG

A. Definisi

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal lebih dari 38 0C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang terjadi akibat
lepas muatan paroksimal yang berlebihan dari suatu populasi neuron yang sangat mudah terpacu
(fokus kejang) sehingga menggangu fungsi normal otak. Namun, kejang juga terjadi dari
jaringan otak normal di bawah kondisi patologik tertentu, seperti perubahan keseimbangan asam-
basa atau elektrolit. Kejang itu sendiri, apabila berlangsung singkat, jarang menimbulkan
kerusakan, tetapi kejang dapat merupakan menifestasi dari suatu penyakit mendasar yang
membahayakan, misalnya gangguan metabolisme, infeksi intrakranium, gejala putus-
obat,intoksikasi obat,atau ensefalopati hipertensi. Bergantung pada lokasi neuron-neuron focus
kejang ini,kejang dapat bemanipestasi sebagai kombinasi perubahan tingkat kesadaran dan
gangguan dalam fungsi motorik, atau autonom. (Pusponegoro, 2006)
Istilah “kejang” bersifat generik, dan dapat digunakan penjelasan-penjelasan lain yang
spesifik sesuai karakteristik yang diamati. Kejang dapat terjadi hanya sekali atau berulang.
Kejang rekuren, sepontan, dan tidak disebabkan oleh kelainan metabolisme yang terjadi bertaun-
taun disebut epilepsy. Bangkitan motorik generalisata yang menyebabkan hilangnya kesadaran
dan kombinasi kontraksi otot tonik-klonik sering di sebut kejang. Kejang konvulasi biasanya
menimbulkan kontaksi otot rangka yang hebat dan ivolunter yang mungkin meluas dari suatu
bagian tubuh ke seluruh tubuh atau mungkin terjadi secara mendadak disertai keterlibatan
seluruh tubuh. Status epileptikus adalah suatu kejang berkepanjanagan atau serangkaian kejang
relative tanpa pemulihan kesadaran antarikus.

Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan pertolongan segera.


Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat diperlukan untuk menghindari cacat
yang lebih parah, yang diakibatkan bangkitan kejang yang sering. Untuk itu tenaga perawat
dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi keadaan tersebut serta mampu memberikan
asuhan keperawatan kepada pasien dan keluarga, yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif secara terpadu dan berkesinambungan serta memandang klien sebagai satu
kesatuan yang utuh secara bio-psiko-sosial-spiritual. Prioritas asuhan keperawatan pada kejang
demam adalah mencegah/mengendalikan aktivitas kejang, melindungi pasien dari trauma,
mempertahankan jalan napas, meningkatkan harga diri yang positif, memberikan informasi
kepada keluarga tentang proses penyakit, prognosis dan kebutuhan penanganannya (Wong,
2008).

B. Etiologi

Penyebab kejang demam yang sering ditemukan adalah :

a. Faktor predisposisi :
1) Keturunan, orang tua yang memiliki riwayat kejang sebelumnya dapat diturunkan pada
anakmya.

2) Umur, (lebih sering pada umur < 5 tahun), karena sel otak pada anak belum matang sehingga
mudah mengalami perubahan konsentrasi ketika mendapat rangsangan tiba-tiba.

b. Faktor presipitasi

1) Adanaya proses infeksi ekstrakranium oleh bakteri atau virus misalnya infeksi saluran
pernapasan atas, otitis media akut, tonsilitis, gastroenteritis, infeksitraktus urinarius dan
faringitis.

2) Ketidak seimbangan ion yang mengubah keseimbangan elektrolit sehingga mengganggu


homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron misalnya
hiponatremia, hipernatremia, hipoglikemia, hipokalsemia, dan hipomagnesemia.

3) Kejang demam yang disebabkan oleh kejadian perinatal (trauma kepala, infeksi premature,
hipoksia) yang dapat menyebabkan kerusakan otak.

C. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energi
yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah
glaukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan peraataraan fungsi
paru dan diteruskan ke otak melalui system kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah
glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu
membrane yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionic.
Dalam keadaan normal membrane sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+)
dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (NA+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-).
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar
sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan
di luar sel, maka terdapat perbedaan yang disebut potensial membrane dari sel neuron. Untuk
menjaga keseimbangan potensi membrane ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-
ATPase yang terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membrane ini dapat dirubah oleh adanya :


1). perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.

2). rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari
sekitarnya.

3). perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada keadaan demam kenaikan suhu 10C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-
15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi
otak mencapai 65% dari seluruh tubu, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi
pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion Natrium melalui
membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan ini demikian
besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan
bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai
ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seseorang
anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu.(Nugroho, 2011)

Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang terjadi pada suhu 380C sedangkan
pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 0C atau lebih.
Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi
pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada
tingkat suhu berapa penderita kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya
tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama
( lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan
energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat
disebabkan oleh metabolisme anaerob, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya
menyebabkan metabolisme otak meningkat. (Nelson, 2000)

Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron
otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah
yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema
otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus
temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” di
kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang
berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.

D. Manifestasi Klinis Demam kejang


A. Kejang parsial ( fokal, lokal )

a. Kejang parsial sederhana : Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal
berikut ini : Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi Tanda atau gejala
otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil. Gejala somatosensoris atau sensoris
khusus : mendengar musik, merasa seakan ajtuh dari udara, parestesia. Gejala psikis : dejavu,
rasa takut, visi panoramik. Kejang tubuh; umumnya gerakan setipa kejang sama.

b. Kejang Parsial kompleks Terdapat gangguankesadaran, walaupun pada awalnya sebagai


kejang parsial simpleks Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap –
ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang – ulang pada tangan dan gerakan
tangan lainnya.Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku

B. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )

a. Kejang absens: Gangguan kewaspadaan dan responsivitas Ditandai dengan tatapan terpaku
yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik. Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali
waspada dan konsentrasi penuh

b. Kejang mioklonik: Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi
secara mendadak. Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa
kedutan keduatn sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki. Umumnya berlangsung kurang
dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok Kehilangan kesadaran hanya sesaat.

c. Kejang tonik klonik. Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada
otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit. Dapat disertai
hilangnya kontrol usus dan kandung kemih. Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan
bawah. Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal

d. Kejang atonik: Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata
turun, kepala menunduk,atau jatuh ke tanah. Singkat dan terjadi tanpa peringatan. (Lindajual,
2009)

E. Penatalaksaan Medis Demam kejang

 Antipiretik

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya


kejang demam (level I, rekomendasi D), namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik
tetap dapat diberikan (level III, rekomendasi B). Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 –
15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali
,3-4 kali sehari

 Antikonvulsan

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan
risiko berulangnya kejang pada 30%-60% kasus, begitu pula dengan diazepam Obat yang paling
cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan i.v. atau intrarektal. Dosis i.v.
0,3-0,5 mg/kg diberikan perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/mnt (dosis maksimal 20 mg).
Apabila sukar mencari vena dapat diberikan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg (5 mg utk bb <
10 kg & 10 mg bila bb >10 kg). Apabila kejang belum berhenti, 5 menit kemudian dapat diulangi
lagi pemberian diazepam dengan dosis dan cara yang sama. Bila kejang tidak berhenti, diberikan
fenitoin dosis awal 10-20 mg/kgbb per drip selama 20 menit setelah dilarutkan dalam cairan
NaCl 0,9%. Dosis selanjutnya 4-8 mg/kgbb/hari, 12-24 jam stlh dosis awal Setelah kejang
berhenti harus ditentukan apakah perlu pengobatan profilaksis atau tidak, tergantung jenis kejang
demam dan faktor risiko yang ada pada anak tersebut.

KEJANG
Diazepam i.v. 0,3 - 0,5 mg/kgBB (maks 20 mg) perlahan-lahan, atau rektal: 5 mg (BB <10 kg),
10 mg (BB>10 kg)
Tunggu 5 menit+oksigenasi
MASIH KEJANG
Diazepam iv atau rektal (dosis sama)
Tunggu 5 menit+oksigenasi
MASIH KEJANG
Fenitoin iv 10-20 mg/kgBB (maks 200 mg) dlm NaCl 0,9% drip selama 20 mnt
Tunggu 10 menit + oksigenasi
MASIH KEJANG
Masuk ICU - anestesi umum
Midazolam

F. Pendidikan Kesehatan

Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang mungkin
dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus di perhatikan adalah sebagai berikut

1. Anak harus di baringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping, bukan
terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak.

2. Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut sianak seperti sendok atau penggaris,
karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan nafas.

3. Jangan memegangi anak untuk melawan kejang.

4. Sebagian besar kejang berlangsung singkat & dan tidak memerlukan penanganan khusus.

5. Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera di bawa ke fasilitas
kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk di bawa ke fasilitas kesehatan
jika kejang masih berlanjut setelah 5 menit. Ada pula sumber yang menyatakan bahwa
penanganan lebih baik di lakukan secepat mungkin tanpa menyatakan batasan menit.

6. Setelah kejang berakhir ( jika < 10 menit ), anak perlu di bawa menemui dokteruntuk
meneliti sumber demam, terutama jika ada kakakuan leher, muntah-muntah yang
berat,atau anak terus tampak lemas
Edukasi pada orang tua

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang
sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus
dikurangi dengan cara yang diantaranya:

1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.

2. Memberitahukan cara penanganan kejang

3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali

4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya
efek samping

Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang

1. Tetap tenang dan tidak panic

2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher

3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan
atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan
memasukkan sesuatu kedalam mulut.

4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.

5. Tetap bersama pasien selama kejang

6. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.

7. Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih

(Pusponegoro, 2006)
G. Asuhan keperawatan
Data fokus:
Data Fokus
DS:
- Sudah Diare selama 6 hari
- Bab Cair 6x/hari
- Kejang selama 10 menit
DO
- TD 130/80 mmHg
- Nadi 110x/menit
- Suhu 40 ° C
- Mata Cekung
- Cubitan pada kulit <3 detik
Diagnosa : Kekurangan volume cairan
Definisi: penurunan cairan intravaskuler intersisial dan atau intraseluler yang mengacu pada
dehidrasi, kehilangan cairan saja tanpa perubahan pada Natrium.
Patient goal: Kebutuhan cairan terpenuhi salah satunya ditandai dengan mukosa bibir lembab
setelah 3x24 jam perawatan
NOC NIC
Fluid balance Fluid management

- TD 110x/menit
- Mukosa membran baik - Pertahankan masukan dan pengeluaran cairan
- Intake dan output normal secara teliti dan catat
- Monitor TTV
- Kolaborasi cairan IV
- Monitor nutrisi atau cairan yang dicerna dan
menghitung masukan kalori setiap hari .
(1000kal/hari)
- Monitor status nutrisi
- Berikan cairan (2500ml/hari)
- Tingkatkan asupan nutrisi melalui mulut
Fluid monitoring
- Monitor BB
- Monitor TTV
- Menjaga masukan dan haluaran secara teliti
- Monitor membran mukosa

Data fokus:
DS:
- Sudah Diare selama 6 hari
- Bab Cair 6x/hari
- Kejang selama 10 menit
DO
- Nadi 110x/menit
- Suhu 40 ° C
- Mata Cekung
- Cubitan pada kulit <3 detik
Diagnosa : Diare
Definisi: Pasase feses lunak yang tidak berbentuk
Patient goal: Eleminasi fekal normal kembali setelah 3x24 jam perawatan
NOC NIC
(Bowel elemination) (Diarhea management)
- Pola eleminasi 3x/hari - Tentukan riwayat diare sebelumnya serta
- Pengendalian BAB normal karakteristik BAB
- Diare teratasi - Evaluasi pengobatan pada efek samping
gastrointestinal
- Intruksikan pasien dan keluarga untuk mencatat
volume, warna, dan frekuensi feses
- Identifikasi faktor penyebab dari diare
- Catat masukan nutrisi
- Monitor tanda dan gejala diare
- Observasi turgor kulit secara rutin
- Intruksikan pasien untuk makan rendah serat,
tinggi protein dan tinggi kalori jika
memungkinkan
- Intruksikan untuk menghindari laksative
- Monitor persiapan makan yang aman
- Monitor kulit pada perianal area untuk iritasi

Data fokus:
DO:
- Suhu 40 ° C
- Nadi 110x/menit
- RR 40x/menit
DS:
- Sedang Demam
Diagnosa : Hipertermi
Definisi: peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal
Patient goal: suhu tubuh tubuh pasien kembali normal setelah 1x24 jam perawatan
NOC NIC
(Termoregulation)
- Peningkatan suhu kulit (3-5) Fever treatment
- Nadi (4-5) - Pastikan jalan napas tetap
- Pusing (4-5) - Monitor TTV
- Perubahan warna kulit (3-5) - Monitor warna dan suhu kulit
- Hipertermi (1-5) - Monitor penurunan kesadaran
- Berikan cairan elektrolit
- Monitor intake dan output
- Monitor haluaran urin
- Kolaborasi pemberian anti piretik
- Selimuti pasien
- Kompres pasien pada lipatan paha dan aksila
- Ajarkan pasien mengetahui tanda dan resiko
demam
Temperature regulation
- Monitor suhu minimal tiap 2 jam sekali
- Monitor TTV
- Monitor tanda – tanda hipertermi dan hipotermi
- Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

Data subjektif Data objektif

- Kejang -

Diagnose keperawatan: Tujuan:

Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi Setelah dilakukan tindakan keperawatan cedera
sensorik (kejang) pada anak tidak terjadi

Noc : risk control Nic : environment management

Criteria hasil - Sediakan lingkungan yang nyaman dan


aman untuk pasien
- Klien terbebas dari cedera
- Identifikasi kebutuhan keamanan
- Klien dapat memodifkasi gaya hidup
pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan
untuk mencegah terjadinya cedera
fungsi kognitif pasien dari riwayat
penyakit terdahulu pasien

- Hindarkan lingkungan yang berbahaya


(contohnya: memindahkan barang yang
berbahaya)

- Sediakan tempat tidur dengan nyaman


dan aman
- Kolaborasi dengan tenaga medis dalam
pemberian obat : diazepam (0,2mg/kg
per infuse)
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer
dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air
besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak,
frekuensinya lebih dari 3 kali. Anak (3 th) mengalami diare dehidrasi berat. Gejala diare dengan
dehidrasi berat seperti yang dialami anak dalam pemicu adalah mata cekung, cubitan kulit
lambat, rewel, gelisah.

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal lebih dari 38 0C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang terjadi akibat
lepas muatan paroksimal yang berlebihan dari suatu populasi neuron yang sangat mudah terpacu
(fokus kejang) sehingga menggangu fungsi normal otak. Jadi dari penyakit yang dialami anak (3
th) di pemicuu, diagnose keperawatan yang dapat di tegakkan adalah kekurangan volume cairan,
diare, hipertermi, dan resiko cedera.
DAFTAR PUSTAKA

1. Alimul Hidayat. (2008). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Salemba Medika

2. Bare & Suzanne. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

3. Bulcheck. (2012). NIC. USA: Elsevier

4. Corwin Elizabeth. (2012). Buku Saku Patofisiologi: Jakarta: EGC


5. Gill, H, Prasad J. (2008). Probiotic immunodulation, and helah benefits. ADV exp Medial
BIOL).

6. Herman. (2012). Nanda 2012-2014. Jakarta: EGC

7. Huang JS. Bousvaros A.Loe JW, et al. (2009). Efficacy of probiotik use in acute diarrhea
in children a meta-analysis. Dig Dig Sci; 47:2625-34.

8. Jhanson Mario. (2006). NOC , NIC & Linkages. USA: Elsevier

9. Juffrie, et al. (2010). Buku Gastroenterologi. Jakarta: IDAI

10. Marload, Jue, et al. (2004). NOC. USA: Elsevier

11. Nugroho, Taufah. (2011). Askep Maternitas Anak, Bedah Penyakait Dalam. Yogyakarta:
Nuha Medika

12. Poerwanto, dwi. (2008). Pengembangan Rehidrasi Parenteral pada Tatalaksana Diare
Akut. . Jakarta: Kongres Nasional II BKGAI
13. Potter, Patricia A. & Annie Griffin Perry. (2012). Buku Ajar Fundamental Keperawatan
Konsep, Proses, Praktik Voleme 2. Edisi 4. Jakarta : EGC.

14. Pusponegorol, Hardiono D,Dkk. (2006). Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam.


Unit Kerja Koordinasi Neurologi. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia
15. Symons,.Alison Twycross,. Stephanie Sowden. (2006). Managing Pain in Children: A
Clinical Guide for Nurse and Healthcare. USA: John Willey & Sons.Inc
16. Tarwoto, S.kep. dkk. (2009). Anatomi & Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan .
Jakarta : Trans Info Media (TIM).

17. Zingarelli B. (2008). Shock and Reperfusion. Dalam: Nicholas DG, penyunting- Rogers
textbook of Pediatric Intensive Care. 4th Edition. Philadelphia: Lippincott Williams &
Willkins.

Anda mungkin juga menyukai