BAB II
KINETIKA REAKSI KIMIA I
Pada bab ini, akan dipelajari bagaimana menentukan kecepatan suatu proses reaksi
kimia. Istilah-istilah yang akan digunakan adalah:
Laju reaksi : adalah perubahan konsentrasi {∆(mol/L)}per satuan waktu.
Hukum laju : adalah hubungan antara laju reaksi dan konsentrasi pereaksi.
Orde reaksi : adalah tingkat reaksi atau jumlah eksponen konsentrasi pereaksi dalam
hukum laju
Reaktan : adalah pereaksi sedangkan produk adalah hasil reaksi.
Koefisien laju : adalah koefisien kecepatan (k).
d A d B
Laju ; satuannya adalah mol .L1 .s 1 ( untuk kasus yang umum )
dt dt
Karena konsentrasi A berkurang, sedangkan d[A]/dt juga negatif, maka nilai laju reaksi
adalah positif. Laju reaksi akan selalu didefenisikan sebagai suatu nilai yang positif.
Sekarang, bagaimana dengan kasus reaksi :
A 2B
Laju konsumsi A= d[A]/dt; laju produksi B= d[B]/dt, tetapi d[B] = 2d[A].
Artinya untuk tiap 1 mol A yang dikonsumsi maka akan terbentuk 2 mol B. Oleh karena
itu d[B] = 2d[A].
Secara umum, didefenisikan sebagai :
Reaktan Produk
aA + bB + …. pP + rR + …
1 d A 1 d B 1 d P 1 d R
V .... ....
a dt b dt p dt r dt
Meskipun dalam prinsip perbedaan satuan dapat digunakan, untuk fasa larutan
(cair) kosentrasi adalah mol/L sehingga satuan kecepatan mol.L-1.S-1. Untuk gas,
konsentrasi diganti dengan tekanan (misalnya: atm).Sedangkan untuk enzim digunakan
satuan aktivas.
Contoh : Jawab:
Untuk reaksi : 2NOBr(g) 2NO(g) + Br2(g) d [ Br2 ] d [ NO ] d [ NOBr ]
Laju pembentukan Br2 didapatkan 1,6 x 104 v 11 12 12
dt dt dt
mol.L1.s1 pada kondisi tertentu.
d [ NO ] d [ Br2 ]
Hitung laju pembentukan NO, laju 2 2 ( 1,6 x 10 4 ) 3,2 x 10 4 mol( Ls ) 1
penguraian NOBr serta laju reaksi !
dt dt
d [ NO ] d [ Br2 ]
2 3,2 x 10 4 mol.L1.s 1
dt dt
d [ Br2 ]
v 1,6 x 10 4 mol .L1 .s 1
dt
merupakan bilangan bulat, kecuali untuk reaksi kompleks. Contoh reaksi yang sangat
sederhana:
Sukrosa H
Glukosa + Fruktosa atau, S H
G + F
Hasil eksperimen diperoleh :
d S
dt
k1 S H
Reaksi di atas disebut reaksi orde pertama sukrosa dan juga orde pertama ion H + dan orde
dua untuk keseluruhannya (orde raksi). Untuk mendapatkan variasi percobaan kita
pertahankan konsentrasi [H+] atau konstan, seperti yang di tuliskan sebagai berikut:
d S
K 1 H k1 ; dan
'
dt
k1 S
'
Dengan mengatur [H]+ pada nilai yang diberikan, maka kita dapat membuat orde reaksi
pertama samaran (pseudo). Suatu metode percobaan yang sangat umum antara lain :
2N2O5 4NO2 + O2 V = k [N2O5] (orde satu)
2 NO + O2 2NO2 V = k [NO]2[O2] (orde tiga)
2HI H 2 + I2 V = k [HI]2 (orde dua)
2O3 3O2 V = k [O3] (orde satu)
Reaksi dapat juga berupa reaksi rumit, misalnya :
diperoleh V k H 2 Br2
1 / 2
H2 + Br2 2HBr; ini adalah
hukum laju yang bersifat empiris artinya diperoleh dari hasil eksperimen.
Reaksi juga dapat berupa reaksi orde nol, pada kasus ini laju reaksi tergantung
pada konsentrsai: v = k (reaksi orde nol). Reaksi ini kadang didapatkan pada reaksi-
reaksi enzimatik ketika konsentrasi substrat (pereaksi) tinggi
Saat pengukuran pada awal reaksi, konsentrasi A belum berubah terlalu banyak, inilah
yang disebut sebagai laju awal. Untuk reaksi A B ; pada start awal hanya ada A,
[A]o. Pada t = 0; [A] = [A]o ; [B]o = 0. Pereaksi A akan mengalami penurunan konsentrasi
sedang hasil reaksi B akan mengalami penambahan konsentrasi. Jika tidak ada reaksi
balik, [A], [A]∞ akan 0 dan [B]∞ [A]o.
d[A]
[A], [B] v0 =
dt
[A]0
d[B]
slope =
dt
d[A]
slope =
dt
[B]0 t
d [ A] d [ B]
vt = laju pada waktu t = atau slope pada waktu, t.
dt dt
d [ A]
laju awal : v 0 dt
t 0
Contoh: Jawab:
Pada oksidasi Fe+2 dengan MnO4 dalam suasana 5Fe2+ + MnO4 + 8H+ 5Fe3+ + Mn+2 + 4H2O
asam. Laju ditentukan dengan menghitung
d [ MnO4 ] [ MnO4 ]
perubahan konsentrasi MnO4. Pada percobaan v o dt
t
konsentrasi awal MnO4 = 1,02 x 103 mol/L. t 0
Setelah satu menit [MnO4] = 0,91 x 10-3 mol/L. ( 0 ,90 1,02 ) x 10 3
Hitunglah vo (laju reaksi awal) 60
6
1,83 x 10 mol .L1 .s 1
Dari gambar sebelumnya dapat dilihat bahwa laju diferensial atau yang segera
adalah dengan laju d[ ]/dt. Pada percobaan yang aktual kita selalu harus memperkirakan-
nya dengan perubahan rata-rata di atas suatu interval waktu yang terbatas. Laju rata-rata
1 [ ] t 2 , dan lain-lain.
t=1/2 t1. Laju rata-rata pada interval t = 0 sampai t = t2 sama t2
[ ]
t=0 t1 t2
Orde reaksi dapat ditentukan dengan metode laju awal, misalnya reaksi:
A + B product, (hasil)
laju reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut : V = k [A]α [B]β
Pada t mendekati nol, kita dapat mengukur laju awal vo pada konsentrasi awal yang
berbeda dari [A] dan [B].
Misalnya untuk percobaan 1 V1 = k[A]1α [B]1β. Sedangkan untuk:
percobaan 2 V2 = k[A]2α [B]2β.
Dimana v1 dan v2 telah diukur, [A]1, [A]2 ; [B]1, [B]2 telah diketahui dan dua orde
reaksi α dan β yang belum diketahui, dapat ditentukan jika divariasikan konsentrasi A dan
B dalam tiga percobaan yang berbeda.
Log v1 = log k + α log [A]1 + β log[B]1
Log v2 = log k + α log [A]2 + β log[B]2
Log v3 = log k + α log [A]3 + β log [B]3
Log v1 – log v2 = log v1/v2 = α log [A]1/[A]2 + β log [B]1/[B]2
Log v1/v3 = α log [A]1/[A]3 + β log [B]1/[B]3
Dengan demikian α dan β dapat ditentukan. (semua besaran telah diketahui atau
ditentukan), dan akhirnya konstanta laju k dapat dihitung dengan baik.
Contoh : Jawab :
A + B hasil Hukum laju v = k [A]m[B]n
[A] [B] vo v1 = 6,2 x 105 = k (2,1 x 103)m (1,5 x 103)n
exp 1 2,1 x 103 1,5 x 103 6,2 x 105 v2 = 1,8 x 104 = k (3,6 x 103)m (1,5 x 103)n
exp 2 3,6 x 103 1,5 x 103 1,8 x 104 maka :
exp 3 2,1 x 103 5,9 x 103 2,4 x 104 v1/v2 0,34 = (0,58)m
Log 0,34 = m log 0,58 m = 1,98 = 2
Tentukan hukum laju dan hitung konstanta laju k
Dengan cara yang sama, maka n juga dapat ditentu-
(dengan satuan yang benar).
kan :
v1/v3 = 0,25 = (0,25)n n = 1
Exp: experiment (percobaan)
Laju reaksi dapat dituliskan sebagai berikut :
V = k [A]2[B] orde reaksi keseluruhan adalah 3, orde
reaksi 2 untuk A dan orde reaksi 1 untuk B.
Sekarang k dapat ditentukan pula dari ketiga
percobaan disebelah.
Misalnya untuk percobaan 1 : 6,2 x 105 mol/L. s = k
(2,1 x 103)2 (mol/L)2 (1,5 x 103) mol/L
k = 9,4 x 103 L2mol3s1 (Satuan tergantung
pada orde reaksi).
∫ d [S] = –k ∫ dt
[S] = –kt + C
C (konstan) diperoleh dari kondisi-kondisi pada t = 0 [S] = [S]0 (konsentrasi awal) :
Pada t = 0 [S]0 = –k (0) + C [S]0 = C
Maka persamaan integrasi untuk reaksi orde nol dapat dituliskan sebagai berikut:
[S] = -kt + [S]0 atau [S]0 – [S] = kt (4)
Artinya konsentrasi S berkurang secara linear, slope yang diperoleh adalah “ –k” dan [S]
sama dengan nol ketika –kt + [S]0 = 0 atau saat t = [S]0/k.
[S]
0
-k
t=0 t
ln [ A ]0 k (0) C C ln [ A ] 0 , sehingga :
ln [ A ] k . t ln [ A ]0
[A] [A]
ln k t e k.t atau
[ A ]0 [ A ]0
[ A ] [ A ]0 . e k . t (6)
slope = -k
-k
0
t t
Sifat lineritas pada grafik ln[A] versus t digunakan untuk menguji laju reaksi
orde satu. Jika grafik tersebut tidak liner, maka reaksi tersebut bukan orde satu.
Beberapa reaksi orde satu yang umum :
1) peluruhan radioaktif, contoh C
14
N + e
14
131
I 131
Xe + e
2) reaksi isomerisasi, contoh
Waktu paruh
Kita mendefinisikan waktu paruh suatu reaksi adalah waktu yang dibutuhkan
untuk separuh (setengah) jumlah A yang telah bereaksi [A] = ½ [A] 0. Dari persamaan
untuk laju orde pertama.
[ A]
ln kt atau [ A] [ A]0 e kt (8)
[ A]0
dx
Secara matematika : x 2
x 1 , sehingga persamaan 10 menjadi :
1
kt C
[ A]
1 1 1 1
k t kt (11)
[ A] [ A]0 [ A]0 [ A]
Perlu dicatat bahwa dengan [A] mengalami penurunan, 1/[A] akan selalu meningkat, oleh
karena itu akan diperoleh grafik bertambah secara linear jika diplotkan antara 1/[A]
dengan t, dengan nilai slope sebagai k sedangkan intersep (pada t = 0)
1
[A]
1 k
[A]
0
1/[A] t
0
Untuk reaksi- reaksi orde dua, kita masih sering mendefinisikan waktu paruh,
tetapi untuk kasus ini waktu paruh tidak konstan tetapi akan mengalami penurunan
seiring dengan menurunnya konsentrasi.
1
t½ (12)
k [ A]0
Dengan demikian waktu paruh orde reaksi dua tidak terlalu bermanfaat seperti
reaksi orde satu. Persamaan 12 juga memperlihatkan bahwa reaksi orde kedua perlahan
berkurang dengan cepat dengan berkurangnya konsentrasi. Hal ini dipahami bahwa
tumbukan antara molekul reaksi menjadi sangat sedikit. Untuk reaksi kompleks orde dua
A + B hasil
dengan suatu alternatif prosedur matematika maka reaksi kompleks orde dua ini dapat
diselesaikan dengan mudah. Untuk kasus 2A hasil .
Dengan x = mol/L hasil yang dibentuk, maka v = dx/dt ; juga [A]0 = a0.
dx/dt = k (a0 – 2x)2
dx d ( a 0 2 x)
k dt d ( a 0 2 x) 2 x atau dx
(a0 2 x) 2 2
1 d (a0 2 x) d (a 0 2 x)
k dt ; 2 k dt
2 (a0 2 x) 2 (a 0 2 x) 2
1 1
2 kt c t 0 x 0 ; maka c
(a0 2 x) a0
2x 1 1
2 kt atau 2 kt (13)
(a0 2 x ) a0 a0 2 x a0
untuk kasus orde reaksi dua dapat diselesaikan dengan “ metode-x”. Untuk reaksi :
A + B hasil
[A]0 = a0 ; [B]0 = b0
dx
k ( a 0 x ) (b0 x )
dt
dx
( a x) (b x ) kdt (14)
0 0
Sejumlah kasus yang lain dapat dilihat pada tabel berikut (Atkins). Jika anda
menyenangi matematika anda dengan senang untuk menyelesaikan problem tersebut.
Anda hanya sangat diharapkan untuk memahami secara mendalam tentang kasus-kasus
orde nol, satu, dan dua. Untuk reaksi orde duapun dengan model v = k[A]2.
Beberapa fasa gas dan larutan reaksi-reaksi kimia merupakan orde 2, karena suatu
reaksi terjadi bila dua molekul bertumbukan. Untuk tiga molekul gas atau larutan
bertumbukan pada waktu yang sama adalah jarang, maka reaksi orde tiga ini tidak umum.
Contoh: Jawab :
Reaksi orde dua : A P memiliki V = k[A]2
konstanta laju reaksi k = 3,5 x 10-4 L. mol-
1 -1 Dari persamaan 11 :
s . Konsentrasi awal, [A]0, adalah
2,6 M. 1 1 3,5 x 10 4 x t
2,6 1 (untuk 1M)
Hitung waktu yang dibutuhkan untuk
1 A P v = k[A] ln 2
[ A] k
kt = ln [ A] 0
0 x
2 2A P v = k[A]2 1
x k[ A]0
kt = [ A]0 ([ A]0 x )
A + B P v = k[A][B]
1 [ A] ([ B ]0 x )
kt = ln 0
[ B ]0 [ A]0 [ B]0 ([ A]0 x )
A + 2B P v = k[A][B]
1 [ A] ([ B ]0 2 x)
kt = ln 0
[ B ]0 2 [ A]0 [ B ]0 ([ A]0 x )
nA P
n2 v = k[A]n
(homogen) 2 n 1 1
( n 1) k [ A]0 n 1
1 1 1
kt = n 1 n 1 n 1
([ A]0 x ) [ A]0
d ln A d (1 / T ) 1
Jika A adalah konstan 0 , juga Ea = konstan dan 2
dt dt T
sehingga:
d ln K Ea
(18)
dt RT 2
persamaan differensial jika ln k sepenuhnya tergantung pada temperatur (T). Catatan
bahwa persamaan Arhenius ini merupakan persamaan empiris. Pada pembahasan
berikutnya kita akan melihat bahwa alasan-alasan teoritis menunjukkan hubungan sedikit
berbeda. Umumnya mengungkapkan hubungan antara temperatur dengan koefisien laju
pada A dan Ea. Misalnya:
Orde satu 2N2O5 4NO2 + O2 A = 4.94 x 1013s1 Ea = 103,4 kJ/mol
Orde dua H2 + C2H4 C2H6 A = 1,24 x 106 L/mol.s Ea = 180 kJ/mol
Nila Ea selalu diungkapkan dalam kJ/mol (walaupun beberapa ahli-ahli kimia organik
masih menggunakan kkal/mol )
Dengan demikian nilai A dan Ea kita dapat menghitung k pada berbagai temperatur.
Contoh: Jawab :
Hitung konstanta laju untuk hidrogenasi Untuk 200ºC
etena pada 200ºC dan 600ºC. R = 8,314 J/mol.K T = 473 K
k = 1,24 x 106 e180.000/8,314x473 = 1,6 x 1014 L/mol.s
reaksinya sangat lambat, dengan energi aktivasi tinggi reaksi
akan bertambah dengan bertambahnya suhu.
Untuk 600ºC
k = 1,24 x 106 e180.000/8,314x873 = 2,1 x 105 L/mol.s
reaksi sekarang kecepatannya moderat.
Dalam prakteknya, A dan Ea diperoleh dengan menentukan nilai k paling sedikit pada dua
temperatur yang berbeda.
pada T1 ln k1 = ln A – Ea/RT1
pada T2 ln k2 = ln A – Ea/RT2
k1, k2, T1, dan T2 ditentukan sedangkan A dan Ea tidak diketahui.
Contoh: Jawab:
Untuk reaksi: A P; diperoleh: 300 K ln 7,9 x 106 = ln A – Ea/(8,314 x 300)
T = 300 K, k = 7,9 x 106 s1; 600 K ln 3,2 x 108 = ln A – Ea/(8,314 x 600)
T = 600 K, k = 3,2 x 108 s1
Hitung A dan Ea
ln
7,9 x106
3, 2 x 108
Ea
8,314
300
1 1
600
Tentukan nilai k pada 800 K Ea = 18,5 kJ/mol
Pada umumnya kita memperoleh data k untuk beberapa temperatur. Untuk memperoleh
nilai Ea dan A dari data tersebut, maka buatlah grafik dengan memplot ln k dengan 1/T.
Akan diperoleh grafik linear, dimana slope persamaan garisnya –Ea/R dengan intersep
lnA pada 1/T = 0
ln A
- Ea/R
1/T
Paling banyak energi aktivasi pada rentang 50 – 200 kJ/mol. Beberapa reaksi memiliki
energi aktivasi yang tinggi (seperti reaksi-reaksi yang sangat lambat), ada juga yang
memiliki Ea yang sangat rendah. Untuk reaksi-reaksi penggabungan ulang
(recombination) radikal, secara normal Ea = 0 .
Contoh: O + O O2 ; CH3 + CH3 C2H6
Semua pembahasan ini hanyalah merupakan deskripsi secara empiris hubungan antara T
dengan nilai k. Pada bab berikutnya akan dibahas persamaan teoritis untuk k.
ini merupakan teori kualitatif yang didasari pada asumsi terbentuknya kompleks
intermedia teraktivasi yang disebut sebagai teori keadaan transisi (TST).
a. Teori tumbukan
Teori ini dapat digunakan untuk reaksi-reaksi bimolekular (orde dua), tetapi juga
untuk reaksi-reaksi unimolekular (orde satu) jika melibatkan tumbukan dengan molekular
lain. Untuk reaksi bimolekular:
A + B P v = k [A][B]
laju reaksi ditentukan oleh konsentrasi pereaksi karena laju bergantung pada jumlah
tumbukan antara A dan B. Untuk menyederhanakan, perhatikan kasus dimana B = A,
sehingga reaksi:
A + A P v = k [A]2
jika A adalah gas, maka jumlah tumbukan untuk satu molekul = 2 .. c .N/V atau:
1
c
8 RT 2
z= 2 . . c . [ A] . N Avo dan M
A
M .M
dimana AB = M A MB , disebut massa reduksi.
A B
dimana f adalah faktor probabilitas, 0 < f 1, fakta menunjukkan bahwa tidak semua
tumbukan menghasilkan reaksi. Ada dua faktor yang menyebabkan f < 1.
1) Faktor sterik, fs, karena geometri molekul, hanya ada satu fraksi yang pasti dari
tumbukan molekular yang akan bergabung secara tepat dengan molekul-molekul,
contoh:
H I
+ I
mungkin bereaksi
H
2) Faktor energi molekul, fE, pada bab sebelumnya telah diterangkan bahwa tidak semua
molekul memiliki kecepatan yang sama, demikian pula energi. Hanya molekul-
molekul yang memiliki energi cukup untuk mengatasi suatu energi aktivasi, Ea yang
akan dapat bereaksi selama tumbukan
Persamaan Boltzmann N = No eEa/kT
Dapat kita katakan bahwa fraksi molekul-molekul dengan energi, Ea adalah:
f E e Ea / kT
Jika kedua pengaruh di atas (pengaruh sterik dan energi molekul) digabungkan, maka
diperoleh:
f f s x e Ea / kT (21)
Dari persamaan 18 dan 20 diperoleh:
1
N avo e E a / kT .[ A ]2
8 RT 2
v 2 fs MA
(22)
1
N avo e E a / kT
8 RT 2
k 2 fs MA
(23)
1
N avo e E a / kT
8 RT 2
v 2 * MA
(24)
persamaan tipe Arhenius, tetapi faktor pra-eksponensial memiliki T½, yang tidak ada
dalam persamaan Arhenius.
koordinat pereaksi
Persamaan 25 dan 26 adalah valid untuk reaksi dalam larutan. Untuk reaksi
bimolekular dalam fasa gas:
Kc
Kp = Kc (RT)n
RT
e G / RT (27)
2) Asumsi kedua adalah kompleks aktif berubah menjadi reaksi orde satu:
C‡ hasil
v = k‡ K‡ [A][B] (28)
kT
diperoleh dari Eyring: k‡ = h ; (29)
k adalah konstanta Boltzmann, h merupakan tetapan plank. Persamaan 29 merupakan
persamaan Eyring.
Kombinasi persamaan 26 dan 28 + 29 diperoleh; (untuk reaksi dalam larutan)
/ RT
k kT
h
e G (30)
demikian pula untuk 27 dan 28 + 29; untuk reaksi bimolekular pada fasa gas, karena K
dalam persamaan 25 adalah Kc = Kp x RT
/ RT
k kT
h
RT e G (31)
Persamaan ini juga menjelaskan mengapa diagram reaksi pada halaman 30 kita
menggunakan potensial energi dalam G (energi bebas Gibbs). Persamaan 30 dan 31
adalah hasil utama dari TST Eyring.
Dengan : G‡ = H‡ TS‡ (32)
maka dapat ditulis;
larutan dan semua unimolekular k kT
h
e S /R
e H / RT
(33a)
/R / RT
fasa gas dan gas bimolekular k kT
h
RT e S e H (33b)
Bagaimana ungkapan teoritis ini kaitannya dengan ungkapan empiris Arhenius
pada persamaan 16 k = A eEa/RT . Jelas ada perbedaan kualitatif karena konstanta pra-
eksponensial pada persamaan 33 tergantung pada T, tetapi pada persamaan 16 tidak.
Dengan demikian H‡ Ea !. Kita dapat menemukan hubungan antara Ea dengan H‡
sebagai berikut:
d (ln K ) Ea
Pers. 16 dt
(18)
RT 2
d (ln K )
1 H
Pers. 33a dt T RT 2
(34a)
d (ln K )
2 H
Pers. 33b dt T RT 2
(34b)
Contoh: Jawab:
Reaksi C2H4(g) + H2(g) C2H6(g) Reaksi ini adalah reaksi bimolekular fasa gas
dengan Ea = 180 kJ/mol, A = 1,24 x H‡ = Ea – 2RT
106 Lmol1s1. = 180.000 – 2 x (8,314 x 673) = 168,8 kJ/mol
Hitung H‡, G‡ dan S‡ pada k = A eEa/RT = kT RT e S
/R
e H
/ RT
h
400ºC. 180.000/8,314 x 673
= 1,24 x 106 e =
(8,314) 2 ( 673) 2
e S / 8,314 e 168.800 / 8,314 x 673
6, 02.1023 x 6.626 .10 34
S‡ = 223 Jmol1K1 , dan akhirnya:
G‡ = H‡ TS‡ = 320 kJ/mol
Nilai H‡ dan S‡ tengantung pada T reaksi, meskipun kita berasumsi bahwa S‡
tidak tergantung pada T. Catatan bahwa entropi aktivasi S‡ adalah negatif dan besar,
terkhusus untuk reaksi bimolekular A + B C‡ (2 molekul sekali kompleks
teraktivasi).
Khususnya reaksi-reaksi organik dalam larutan, nilai H‡, S‡, dan G‡ sangat
sering digunakan. Di dalam reaksi kimia organik, ln k sering ada korelasi dengan Go
(agak lebih baik daripada G‡) suatu asumsi bahwa ada hubungan linear (korelasi) antara
G‡ dan Go. Ahli-ahli kimia organik menyebutnya hubungan linear energi bebas atau
LFER (linear free energy relation).
reaksi dalam larutan, kita menggunakan persamaan TST 28, 30, 33a, dan 35a. Kasus
reaksi ionik adalah khusus dan akan diterangkan secara singkat. Untuk reaksi
bimolekular, biionik:
A + B C‡ hasil
[C ]
Dengan K‡ = dan v = kT
h
[C ] kT
h
K [ A ][B]
[ A ] [ B]
dimana ai = [ i ], maka:
[C ]
K‡ = C
(37)
A . B [ A ][B]
kT A . B
Akhirnya: k = h K‡ (38)
C
kT
ko = h K‡ (39)
Kita dapat tulis ulang menjadi:
kT A . B
k= h ko , dengan i 1 (tergantung pada konsentrasi)
C
untuk pereaksi ionik A dan B, nilai faktor korelasinya tergantung pada tanda ion-ionnya.
Misalnya :
1) Untuk reaksi berion sama A+ + B+ C‡2+ atau A + B C‡2 , maka :
A .B
> 1, dan k > ko dan nilainya bertambah seiring bertambahnya kekuatan ion
C
Soal - Soal
1. Tuliskan persamaan-persamaan laju diferensial dari reaksi-reaksi berikut :
a. 2A + B P
b. A + 2B + 2C P
c. 3A + B P
2. Waktu paruh dari suatu reaksi kimia berorde satu A B adalah 10 menit. Berapa
persen A yang masih ada setelah 1 jam (DA ; 15,1)
Jawab: 1,56 %
3. Tunjukkan bahwa dalam reaksi orde satu dengan dn/dt = -kn, umur rata-rata, yaitu
umur rata-rata yang diharapkan dari molekul sama dengan 1/k ?. (DA ; 15,4)
4. Emisi fosforesense dari aseton 0,05 M (orde satu) dalam asetonitril pada 20 oC diukur
pada λ = 450 nm. Hitung konstanta; a). Konstanta laju untuk emisi tersebut dan b).
Umur rata-rata hidup dari keadaan triplet aseton dari data berikut (SD) :
t (u s) 20 32 40 60 80 100 120 140
I (Intensitas) 5,5 4,6 4,0 2,9 2,1 1,5 1,05 0,75
Jawab: 1,66 x 104, b. 6 x 105 s.
5. Turunkan persamaan laju yang sudah diintegrasi untuk suatu reaksi dengan orde 1/2.
Turunkan waktu paruh untuk reaksi ini !. (DA ; 15, 10)
Jawab: t1/2 = √2/k (√2-1) [A]01/2
6. Dari data berikut untuk reaksi antara A dan B. Hitung : orde terhadap [A] dan [B],
konstanta laju, hitung laju reaksi jika [A] = 1M dan [B] = 1M. (C; 32, 19)
[A]/mol.L1 2,3 x 104 4,6 x 104 9,2 x 104
[B]/mol.L1 3,1 x 105 6,2 x 105 6,2 x 105
Laju (mol.L1s1) 5,2 x 104 4,2 x 103 1,7 x 102
Jawa : orde [A] = 2 dan [B] = 1, k = 3,2 x 108 L2/mol2. s.
7. Data berikut adalah pembentukan urea dari amonium sianat
NH4CNO NH2 CONH2.
Mula-mula 22,9 gram amonium sianat dilarutkan kedalam air sampai volume 1 L
larutan. Hitung : orde reaksi, konstanta laju, massa amonium sianat setelah 300 menit.
(A ; 25,1).
t/menit 0 20 50 65 150
m(urea)/g 0 7 12,1 13,8 17,7
Jawab: orde = 2, k = 59 mLmol1, m = 2,94 gram.
8. Pada temperatur mendekati 300K, dengan menggunakan kaidah Thumb bahwa pada
suhu kamar, dengan penambahan suhu 10C maka laju reaksi akan menjadi dua
kalinya. Hitung Ea. (C ; 32,25).
Jawab: Ea = 50,1 kJ. mol1
10. Reaksi 2HI H2 + I2 berlangsung pada suhu 508 oC . Pada saat tekanan awal
0,1 atm waktu paruhnya adalah 135 menit dan pada saat tekanan 1 atm, waktu
paruhnya menjadi 13,5 menit. Tunjukkan bahwa reaksi di atas adalah berorde dua.
Tentukan tetapan nilai K dalam L1mols1. Tentukan pula nilai K dalam atm1s1.
Jawab: K = 7,91 . 102 mol L1s1, K = 1,23 . 103 atm1s1
20. Buktikan bahwa t1/2 1/[A0]n-1 untuk reaksi yang mempunyai orde ke-n terhadap A.
21. Konstanta laju orde 2 dari suatu reaksi adalah 2,25 x 10 7 L/mol.s dan konsentrasi awal
dari jenis-jenis yang bereaksi adalah 6 x 10 4 mol/L. Berapakah laju awal dalam
mol/L.s dan dalam molekul/cc.s. (D.A)
Jawab: 8,1 x 103 mol/L.s dan 4,876 x 1021molekul/cc.s
f
22. Harga k yang diamati untuk reaksi 2HI
H2 + I2 pada 356C dan 443C masing-
r
masing adalah 3,02 x 105 L/mol.s dan 2,53 x 103 L/mol.s. Hitung Eaf untuk reaksi ke
depan dan Ear untuk reaksi sebaliknya jika H = 16.32 kJ/mol
Jawab: Eaf = 190,58 kJ/mol; Ear = 174,26 kJ/mol
23. Data dari suatu reaksi kimia diplot sebagai 1/[C] terhadap waktu, dan plot tersebut
merupakan suatu garis lurus. Jika intersepnya 2 x 10 3mol/L dan kemiringannya 2 x
102 L/mol.s. Hitung waktu paruh dari reaksi tersebut.
Jawab: 0,1s
24. Laju reaksi tertentu pada 50C adalah tiga kali laju pada 15C. Hitung energi pengak-
tivasi, jika panas reaksi adalah 50 kJ/mol, dan gambarkan koordinat energi terhadap
reaksi.
Jawab: 24,47 kJ/mol