Anda di halaman 1dari 25

BAB II.

KINETIKA REAKSI KIMIA I

BAB II
KINETIKA REAKSI KIMIA I

Pada bab ini, akan dipelajari bagaimana menentukan kecepatan suatu proses reaksi
kimia. Istilah-istilah yang akan digunakan adalah:
Laju reaksi : adalah perubahan konsentrasi {∆(mol/L)}per satuan waktu.
Hukum laju : adalah hubungan antara laju reaksi dan konsentrasi pereaksi.
Orde reaksi : adalah tingkat reaksi atau jumlah eksponen konsentrasi pereaksi dalam
hukum laju
Reaktan : adalah pereaksi sedangkan produk adalah hasil reaksi.
Koefisien laju : adalah koefisien kecepatan (k).

1. Laju Dan Hukum Laju


a. Definisi
Ketika reaktan, A bereaksi membentuk produk (hasil) B, maka: A  B.
Konsentrasi [A] lambat laun berkurang, sedangkan [B] bertambah. Beberapa reaksi
dengan kecepatan nanodetik, juga beberapa reaksi sangat lambat. Juga laju reaksi kita
dapat ungkapkan sebagai laju konsumsi A atau laju pembentukan B:

d  A d  B
Laju     ; satuannya adalah mol .L1 .s 1 ( untuk kasus yang umum )
dt dt
Karena konsentrasi A berkurang, sedangkan d[A]/dt juga negatif, maka nilai laju reaksi
adalah positif. Laju reaksi akan selalu didefenisikan sebagai suatu nilai yang positif.
Sekarang, bagaimana dengan kasus reaksi :
A  2B
Laju konsumsi A= d[A]/dt; laju produksi B=  d[B]/dt, tetapi d[B] = 2d[A].
Artinya untuk tiap 1 mol A yang dikonsumsi maka akan terbentuk 2 mol B. Oleh karena
itu d[B] = 2d[A].
Secara umum, didefenisikan sebagai :
Reaktan  Produk

Handout Kimia Fisika 2 (edisi revisi 2006) 14


BAB II. KINETIKA REAKSI KIMIA I

aA + bB + ….  pP + rR + …

Untuk persamaan di atas, laju reaksi didefinisikan sebagai :

1 d  A 1 d  B 1 d  P 1 d  R
V      ....      ....
a dt b dt p dt r dt

Meskipun dalam prinsip perbedaan satuan dapat digunakan, untuk fasa larutan
(cair) kosentrasi adalah mol/L sehingga satuan kecepatan mol.L-1.S-1. Untuk gas,
konsentrasi diganti dengan tekanan (misalnya: atm).Sedangkan untuk enzim digunakan
satuan aktivas.

Contoh : Jawab:
Untuk reaksi : 2NOBr(g)  2NO(g) + Br2(g) d [ Br2 ] d [ NO ] d [ NOBr ]
Laju pembentukan Br2 didapatkan 1,6 x 104 v   11   12   12
dt dt dt
mol.L1.s1 pada kondisi tertentu.
d [ NO ] d [ Br2 ]
Hitung laju pembentukan NO, laju  2  2 ( 1,6 x 10  4 )  3,2 x 10  4 mol( Ls ) 1
penguraian NOBr serta laju reaksi !
dt dt
d [ NO ] d [ Br2 ]
2  3,2 x 10  4 mol.L1.s 1
dt dt
d [ Br2 ]
v    1,6 x 10  4 mol .L1 .s 1
dt

Ungkapan umum untuk kecepatan yang normal adalah :


1 d i
V  (1)
vi dt
Dimana v adalah koefisien reaksi reaktan atau produk “i”, ν adalah positif untuk
produk, dan negatif untuk reaktan (pereaksi). Hukum laju mengungkapkan hubungan
antara laju dan konsentrasi pereaksi (reaktan). Misalnya untuk reaksi :
aA + bB + ……  Hasil
maka laju reaksi untuk persamaan reaksi di atas dapat ditulis sebagai berikut:
v = k [A]α [B]β (2)
k disebut sebagai konstanta laju, α + β + …. adalah orde atau tingkat reaksi. α≠a dan
β≠b, tidak ada hubungan antara orde reaksi dengan koefisien reaksi, karena orde
reaksi didefinisikan atau ditentukan dengan mekanisme reaksi yang mungkin terdiri dari
beberapa reaksi-reaksi elementer. Orde reaksi dapat ditentukan dengan hasil pengamatan
kuantitatif pada percobaan. Nilai orde reaksi secara prinsip tidak bernilai negatif dan

Handout Kimia Fisika 2 (edisi revisi 2006) 15


BAB II. KINETIKA REAKSI KIMIA I

merupakan bilangan bulat, kecuali untuk reaksi kompleks. Contoh reaksi yang sangat
sederhana:
Sukrosa H
 Glukosa + Fruktosa atau, S H
 G + F
Hasil eksperimen diperoleh :

d S

dt
 k1  S  H   
Reaksi di atas disebut reaksi orde pertama sukrosa dan juga orde pertama ion H + dan orde
dua untuk keseluruhannya (orde raksi). Untuk mendapatkan variasi percobaan kita
pertahankan konsentrasi [H+] atau konstan, seperti yang di tuliskan sebagai berikut:

d S
 
K 1 H   k1 ; dan 
'

dt
 k1  S 
'

Dengan mengatur [H]+ pada nilai yang diberikan, maka kita dapat membuat orde reaksi
pertama samaran (pseudo). Suatu metode percobaan yang sangat umum antara lain :
2N2O5  4NO2 + O2 V = k [N2O5] (orde satu)
2 NO + O2  2NO2 V = k [NO]2[O2] (orde tiga)
2HI  H 2 + I2 V = k [HI]2 (orde dua)
2O3  3O2 V = k [O3] (orde satu)
Reaksi dapat juga berupa reaksi rumit, misalnya :

diperoleh  V  k  H 2   Br2 
1 / 2
H2 + Br2  2HBr;  ini adalah
hukum laju yang bersifat empiris artinya diperoleh dari hasil eksperimen.
Reaksi juga dapat berupa reaksi orde nol, pada kasus ini laju reaksi tergantung
pada konsentrsai: v = k (reaksi orde nol). Reaksi ini kadang didapatkan pada reaksi-
reaksi enzimatik ketika konsentrasi substrat (pereaksi) tinggi

b. Penentuan Laju dan Orde Reaksi


Laju suatu reaksi adalah ditentukan dengan mengukur perubahan konsentrasi
persatuan waktu :
d  A 
  A
dt t

Handout Kimia Fisika 2 (edisi revisi 2006) 16


BAB II. KINETIKA REAKSI KIMIA I

Saat pengukuran pada awal reaksi, konsentrasi A belum berubah terlalu banyak, inilah
yang disebut sebagai laju awal. Untuk reaksi A  B ; pada start awal hanya ada A,
[A]o. Pada t = 0; [A] = [A]o ; [B]o = 0. Pereaksi A akan mengalami penurunan konsentrasi
sedang hasil reaksi B akan mengalami penambahan konsentrasi. Jika tidak ada reaksi
balik, [A], [A]∞ akan  0 dan [B]∞  [A]o.

d[A]
[A], [B] v0 =
dt

[A]0
d[B]
slope =
dt

d[A]
slope =
dt

[B]0 t

 d [ A]   d [ B] 
vt      = laju pada waktu t = atau slope pada waktu, t.
 dt   dt 
 d [ A] 
laju awal : v 0    dt 
 t  0

Contoh: Jawab:
Pada oksidasi Fe+2 dengan MnO4 dalam suasana 5Fe2+ + MnO4 + 8H+  5Fe3+ + Mn+2 + 4H2O
asam. Laju ditentukan dengan menghitung
 d [ MnO4  ]   [ MnO4  ]
perubahan konsentrasi MnO4. Pada percobaan v o    dt

   t
konsentrasi awal MnO4 = 1,02 x 103 mol/L.   t 0
Setelah satu menit [MnO4] = 0,91 x 10-3 mol/L. ( 0 ,90  1,02 ) x 10 3
Hitunglah vo (laju reaksi awal)   60
6
  1,83 x 10 mol .L1 .s 1

Dari gambar sebelumnya dapat dilihat bahwa laju diferensial atau yang segera
adalah dengan laju d[ ]/dt. Pada percobaan yang aktual kita selalu harus memperkirakan-
nya dengan perubahan rata-rata di atas suatu interval waktu yang terbatas. Laju rata-rata

Handout Kimia Fisika 2 (edisi revisi 2006) 17


BAB II. KINETIKA REAKSI KIMIA I

1 [ ] t1 . Pendekatan ini sama dengan slope pada


dalam interval t = 0 ke t = t adalah t1

1 [ ] t 2 , dan lain-lain.
t=1/2 t1. Laju rata-rata pada interval t = 0 sampai t = t2 sama t2

[ ]

t=0 t1 t2

Orde reaksi dapat ditentukan dengan metode laju awal, misalnya reaksi:
A + B  product, (hasil)
laju reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut : V = k [A]α [B]β
Pada t mendekati nol, kita dapat mengukur laju awal vo pada konsentrasi awal yang
berbeda dari [A] dan [B].
Misalnya untuk percobaan 1  V1 = k[A]1α [B]1β. Sedangkan untuk:
percobaan 2  V2 = k[A]2α [B]2β.

Dimana v1 dan v2 telah diukur, [A]1, [A]2 ; [B]1, [B]2 telah diketahui dan dua orde
reaksi α dan β yang belum diketahui, dapat ditentukan jika divariasikan konsentrasi A dan
B dalam tiga percobaan yang berbeda.
Log v1 = log k + α log [A]1 + β log[B]1
Log v2 = log k + α log [A]2 + β log[B]2
Log v3 = log k + α log [A]3 + β log [B]3
Log v1 – log v2 = log v1/v2 = α log [A]1/[A]2 + β log [B]1/[B]2
Log v1/v3 = α log [A]1/[A]3 + β log [B]1/[B]3

Dengan demikian α dan β dapat ditentukan. (semua besaran telah diketahui atau
ditentukan), dan akhirnya konstanta laju k dapat dihitung dengan baik.

Handout Kimia Fisika 2 (edisi revisi 2006) 18


BAB II. KINETIKA REAKSI KIMIA I

Contoh : Jawab :
A + B  hasil Hukum laju v = k [A]m[B]n
[A] [B] vo v1 = 6,2 x 105 = k (2,1 x 103)m (1,5 x 103)n
exp 1 2,1 x 103 1,5 x 103 6,2 x 105 v2 = 1,8 x 104 = k (3,6 x 103)m (1,5 x 103)n
exp 2 3,6 x 103 1,5 x 103 1,8 x 104 maka :
exp 3 2,1 x 103 5,9 x 103 2,4 x 104 v1/v2  0,34 = (0,58)m
Log 0,34 = m log 0,58  m = 1,98 = 2
Tentukan hukum laju dan hitung konstanta laju k
Dengan cara yang sama, maka n juga dapat ditentu-
(dengan satuan yang benar).
kan :
v1/v3 = 0,25 = (0,25)n  n = 1
Exp: experiment (percobaan)
Laju reaksi dapat dituliskan sebagai berikut :
V = k [A]2[B] orde reaksi keseluruhan adalah 3, orde
reaksi 2 untuk A dan orde reaksi 1 untuk B.
Sekarang k dapat ditentukan pula dari ketiga
percobaan disebelah.
Misalnya untuk percobaan 1 : 6,2 x 105 mol/L. s = k
(2,1 x 103)2 (mol/L)2 (1,5 x 103) mol/L
 k = 9,4 x 103 L2mol3s1 (Satuan tergantung
pada orde reaksi).

2. Ketergantungan Waktu Terhadap Konsentrasi : hukum laju integrasi


Untuk beberapa kasus konsentrasi pereaksi atau hasil dapat diikuti dengan baik
tiap saatnya. Hukum laju hanya memberikan kita laju diferensial pada waktu tertentu,
tetapi untuk meramalkan konsentrasi sebagai fungsi waktu, maka kita mengintegrasi
hukum laju (mengintegrasi suatu persamaan laju diferensial). Hanya ada beberapa kasus
khusus yang dengan mudah ditentukan dengan cara integrasi ini. Kita akan melihat
integrasi pada hanya beberapa kasus orde nol (kasus yang sangat mudah), orde pertama,
dan hanya beberapa kasus orde reaksi dua.

a. Orde reaksi nol


Orde reaksi nol ini umumnya ditemukan pada reaksi katalisis enzimatik, dimana
hanya sejumlah kecil enzim yang ada untuk bereaksi, dan konsentrasi tetap konstan.
Persamaan laju untuk reaksi enzimatik : S + E  P + E ( S = substrat atau
pereaksi ; E = Enzim atau katalis.
d S
 k ( tergantung pada  S  ) (3)
dt
Kita akan menyelesaikan persamaan diferensial ini dengan memisahkan variabel :
d[S] = –k dt ( catatan satuan k adalah mol.L-1.s-1). Kemudian diintegrasi :

Handout Kimia Fisika 2 (edisi revisi 2006) 19


BAB II. KINETIKA REAKSI KIMIA I

∫ d [S] = –k ∫ dt
[S] = –kt + C
C (konstan) diperoleh dari kondisi-kondisi pada t = 0  [S] = [S]0 (konsentrasi awal) :
Pada t = 0  [S]0 = –k (0) + C  [S]0 = C
Maka persamaan integrasi untuk reaksi orde nol dapat dituliskan sebagai berikut:
[S] = -kt + [S]0 atau [S]0 – [S] = kt (4)
Artinya konsentrasi S berkurang secara linear, slope yang diperoleh adalah “ –k” dan [S]
sama dengan nol ketika –kt + [S]0 = 0 atau saat t = [S]0/k.

[S]
0

-k

t=0 t

b. Reaksi orde pertama


Untuk reaksi A  B. Jika reaksi ini adalah reaksi orde satu, maka persamaan
laju reaksi deferensialnya dapat dituliskan sebagai berikut :
d  A
  k  A1 (5)
dt
Laju reaksi sebanding dengan [A], artinya bahwa setiap periode satuan waktu fraksi
konstanta k dari [A] bereaksi untuk membentuk [B]. Persamaan 5 di atas diintegrasi
dengan memisahkan variabel-variabelnya :
d  A
  k dt
dt
d  A
  A   k  dt
ln  A   k .t  C

Dengan kondisi batas pada t = 0, maka [A] = [A]0 (konsentrasi awal)

Handout Kimia Fisika 2 (edisi revisi 2006) 20


BAB II. KINETIKA REAKSI KIMIA I

ln [ A ]0   k (0)  C  C ln [ A ] 0 , sehingga :
ln [ A ]   k . t  ln [ A ]0
[A] [A]
ln  k t   e k.t atau
[ A ]0 [ A ]0

[ A ]  [ A ]0 . e  k . t (6)

Persamaan 6 di atas menunjukan bahwa [A] berkurang secara eksponensial, tetapi


hanya dapat bernilai nol bila t = ∞ !. Tingkah laku ini disebut peluruhan eksponensial.
Ini adalah umum misalnya dalam peluruhan radioaktif, tetapi juga dijumpai dalam
beberapa sistem reaksi kimia.
Untuk reaksi A  B
t = 0, [B] = 0; dan [B] = [A]0 – [A]; maka :
[B] = [A]0 (1 – e –kt) (7)
dengan kata lain [B] bertambah secara eksponensial sampai pada t = ∞, maka [B] = [A]0.
Pada persamaan 6 menunjukan bahwa jika diplot [A] versus t, maka akan
diperoleh grafik pengurangan secara eksponensial, tetapi jika diplot antara ln[A] versus t,
maka akan diperoleh grafik linear.
ln [A]
[A] ln[A] 0
0

slope = -k

-k

0
t t

Pertanyaan : Mengapa grafik logaritma, ln[A] orde satu bernilai negatif ?

Sifat lineritas pada grafik ln[A] versus t digunakan untuk menguji laju reaksi
orde satu. Jika grafik tersebut tidak liner, maka reaksi tersebut bukan orde satu.
Beberapa reaksi orde satu yang umum :
1) peluruhan radioaktif, contoh  C 
14
N + e
14

 131
I  131
Xe + e
2) reaksi isomerisasi, contoh

Handout Kimia Fisika 2 (edisi revisi 2006) 21


BAB II. KINETIKA REAKSI KIMIA I

atau cis-butena  trans-butena


3) penguraian molekul-molekul yang tidak stabil seperti ozon: O3  O2 + O
Pada semua kasus-kasus ini, suatu inti tunggal atau molekul bereaksi dengan dirinya
sendiri (by itself). Ketika suatu reaksi kompleks dikatakan masih berorde satu. Artinya
bahwa di dalam mekanisme reaksi diperoleh tahap penentu lajunya adalah orde
satu.
4) penguraian N2O5
2N2O5 (g)  4NO2 (g) + O2 (g)
d [ N 2O5 ]
dt
  2 k [ N 2 O5 ]  v = k[N2O5]
berikut ini merupakan tahap penentu laju penguraian N2O5 adalah:
N2O5  N2O4 + O
Yang diikuti dengan sejumlah reaksi yang lain.
Kasus lain pada reaksi orde satu adalah ketika kita menggunakan reaksi orde kedua
bayangan orde satu dengan mempertahankan konsentrasi tinggi pada pereaksi kedua.
Sukrosa + H+  Fruktosa + glukosa atau
S + H+  F + G
Laju reaksi yang real adalah d[S]/dt = -k [S][H +], ini adalah reaksi orde dua, tetapi
ketika kita menggunakan [H+] tinggi (misalnya 0,1 M HCl), konsentrasi sukrosa relatif
rendah, [H+] akan konstan dan kita dapat tulis sebagai berikut:
d[S ]
  k [ H  ][ S ]   k ' [ S ] dimana k’ = k[H+]
dt

Waktu paruh

Kita mendefinisikan waktu paruh suatu reaksi adalah waktu yang dibutuhkan
untuk separuh (setengah) jumlah A yang telah bereaksi [A] = ½ [A] 0. Dari persamaan
untuk laju orde pertama.
[ A]
ln    kt atau [ A]  [ A]0 e kt (8)
[ A]0

Handout Kimia Fisika 2 (edisi revisi 2006) 22


BAB II. KINETIKA REAKSI KIMIA I

Waktu paruh dapat dituliskan sebagai t½ untuk persamaan 8 di atas t = t ½, maka


persamaan 8 menjadi :
1 / 2 [ A] 0 ln 2 ln 2
ln  k t1  t1  atau k (9)
[ A]0 2 2 k t1
2

Untuk soal-soal reaksi orde pertama nilai k dan t ½ mungkin diberikan.


Waktu paruh selalu setengah dari pereaksi telah bereaksi menjadi produk,
sehingga setelah waktu paruh yang diperoleh sebanyak setengah sisa
pereaksi, setelah 2 kali waktu paruh, maka yang sisa sebanyak ¼, dan
seterusnya.
Contoh : Jawab :
Konstanta laju penguraian N2O5 a. Harus berhati-hati tentang definsi k. dari persamaan
2N2O5  4NO2 + O2 adalah 3,38 x 105 s1 pada reaksi disebelah maka:
300 K. v = ½ d[N2O5]/dt = + k [N2O5] atau
Hitung : d[N2O5]/dt = 2 k [N2O5] = k' [N2O5]
a. Waktu paruh dimana k' = 2k = 6,76 x 105s1.
b. Konsentrasi N2O5 setelah 10 jam dengan kon- t½ = 10.254 s atau 170,8 menit.
sentrasi awal 2,0 mol/L b. 10 jam = 3,6 x 104 s
[N2O5] = 2 exp {k' t}
= 2 exp {(6,76 x 105) (3,6 x 104)}
= 0,18 mol/L

c. Reaksi orde Dua


Untuk kasus, ungkapan integrasi laju reaksi secara matematika tergantung pada
tipe (jenis) reaksi. Untuk reaksi:
2A  hasil
dapat dituliskan sebagai v = k’ [A]2
d [ A] d [ A]
  k [ A] 2    k dt (10)
dt [ A] 2

dx
Secara matematika : x 2
  x 1 , sehingga persamaan 10 menjadi :

1
  kt  C
[ A]

Dengan harga batas : t = 0 [A] = [A]0  C = 1/[A]0, maka :

Handout Kimia Fisika 2 (edisi revisi 2006) 23


BAB II. KINETIKA REAKSI KIMIA I

1 1 1 1
k t      kt (11)
[ A] [ A]0 [ A]0 [ A]

Perlu dicatat bahwa dengan [A] mengalami penurunan, 1/[A] akan selalu meningkat, oleh
karena itu akan diperoleh grafik bertambah secara linear jika diplotkan antara 1/[A]
dengan t, dengan nilai slope sebagai k sedangkan intersep (pada t = 0)
1
[A]

1 k
[A]
0

1/[A] t
0

Untuk reaksi- reaksi orde dua, kita masih sering mendefinisikan waktu paruh,
tetapi untuk kasus ini waktu paruh tidak konstan tetapi akan mengalami penurunan
seiring dengan menurunnya konsentrasi.

Untuk t½  [A] = ½ [A]0


Jika nilai ini dimasukkan kedalam persamaan 11 di atas maka diperoleh :
2 1
 k t½ 
[ A]0 [ A]0

1
t½  (12)
k [ A]0

Dengan demikian waktu paruh orde reaksi dua tidak terlalu bermanfaat seperti
reaksi orde satu. Persamaan 12 juga memperlihatkan bahwa reaksi orde kedua perlahan
berkurang dengan cepat dengan berkurangnya konsentrasi. Hal ini dipahami bahwa
tumbukan antara molekul reaksi menjadi sangat sedikit. Untuk reaksi kompleks orde dua
A + B  hasil
dengan suatu alternatif prosedur matematika maka reaksi kompleks orde dua ini dapat
diselesaikan dengan mudah. Untuk kasus 2A  hasil .
Dengan x = mol/L hasil yang dibentuk, maka v = dx/dt ; juga [A]0 = a0.
dx/dt = k (a0 – 2x)2

Handout Kimia Fisika 2 (edisi revisi 2006) 24


BAB II. KINETIKA REAKSI KIMIA I

dx d ( a 0  2 x)
 k dt  d ( a 0  2 x)   2 x atau dx  
(a0  2 x) 2 2

1 d (a0  2 x) d (a 0  2 x)
  k dt ;   2 k dt
2 (a0  2 x) 2 (a 0  2 x) 2
1 1
   2 kt  c  t  0  x  0 ; maka c  
(a0  2 x) a0
2x 1 1
 2 kt atau   2 kt (13)
(a0  2 x ) a0 a0  2 x a0

untuk kasus orde reaksi dua dapat diselesaikan dengan “ metode-x”. Untuk reaksi :
A + B  hasil
[A]0 = a0 ; [B]0 = b0
dx
 k ( a 0  x ) (b0  x ) 
dt

dx
 ( a  x) (b  x )   kdt (14)
0 0

integral pada kiri dapat diselesaikan dengan cara :


1  1 1  1 1
    
b0  a 0  ( a 0  x ) (b0  x )  ( a 0  x ) (b0  x )
 

hasil yang diperoleh adalah :


1  a0 b0 
kt  ln  ln  (15)
(a 0  b0 )  (a 0  x) (b0  x) 

Sejumlah kasus yang lain dapat dilihat pada tabel berikut (Atkins). Jika anda
menyenangi matematika anda dengan senang untuk menyelesaikan problem tersebut.
Anda hanya sangat diharapkan untuk memahami secara mendalam tentang kasus-kasus
orde nol, satu, dan dua. Untuk reaksi orde duapun dengan model v = k[A]2.
Beberapa fasa gas dan larutan reaksi-reaksi kimia merupakan orde 2, karena suatu
reaksi terjadi bila dua molekul bertumbukan. Untuk tiga molekul gas atau larutan
bertumbukan pada waktu yang sama adalah jarang, maka reaksi orde tiga ini tidak umum.

Contoh: Jawab :
Reaksi orde dua : A  P memiliki V = k[A]2
konstanta laju reaksi k = 3,5 x 10-4 L. mol-
1 -1 Dari persamaan 11 :
s . Konsentrasi awal, [A]0, adalah
2,6 M. 1  1  3,5 x 10 4 x t
2,6 1 (untuk 1M)
Hitung waktu yang dibutuhkan untuk

Handout Kimia Fisika 2 (edisi revisi 2006) 25


BAB II. KINETIKA REAKSI KIMIA I

berkurang-nya konsentrasi A menjadi 1M, t = 1758 s atau 29,3 menit


0,01 M, dan 0,0001 M. Dengan cara yang sama untuk
[A] = 0,01 M, maka t = 4744 menit
sedangkan untuk [A] = 0,0001M diperoleh t = 4,7x105 menit.

Orde Reaksi Hukum Laju t½


0 A  P v=k [ A]0
kt = x (untuk 0  x  [A]0) 2k

1 A  P v = k[A] ln 2
[ A] k
kt = ln [ A] 0
0  x

2 2A  P v = k[A]2 1
x k[ A]0
kt = [ A]0 ([ A]0  x )

A + B  P v = k[A][B]
1 [ A] ([ B ]0  x )
kt = ln 0
[ B ]0  [ A]0 [ B]0 ([ A]0  x )

A + 2B  P v = k[A][B]
1 [ A] ([ B ]0  2 x)
kt = ln 0
[ B ]0  2 [ A]0 [ B ]0 ([ A]0  x )

nA  P
n2 v = k[A]n
(homogen) 2 n 1  1
  ( n 1) k [ A]0 n  1
1  1  1 
kt = n 1  n  1 n  1 

 ([ A]0  x ) [ A]0 

3. Ketergantungan Suhu Terhadap Konstanta Laju.


Laju reaksi kimia sangat bergantung terhadap suhu. Pendapat secara umum
mengatakan bahwa konstanta laju reaksi, k, akan meningkat dua kalinya untuk setiap
kenaikan temperatur 10oC, tetapi ini hanya satu pendekatan (tidak selamanya demikian).
Hubungan antara suhu dengan tetapan laju reaksi, k diungkapkan dengan persamaan
Arrhenius :
k = A e –Ea/RT atau (16)
ln k = lnA  Ea/RT (17)
A disebut konstanta pra eksponensial atau konstanta Arrhenius, Ea disebut dengan energi
aktivasi.

Handout Kimia Fisika 2 (edisi revisi 2006) 26


BAB II. KINETIKA REAKSI KIMIA I

d ln A d (1 / T ) 1
Jika A adalah konstan  0 , juga Ea = konstan dan  2
dt dt T
sehingga:
d ln K Ea
 (18)
dt RT 2
persamaan differensial jika ln k sepenuhnya tergantung pada temperatur (T). Catatan
bahwa persamaan Arhenius ini merupakan persamaan empiris. Pada pembahasan
berikutnya kita akan melihat bahwa alasan-alasan teoritis menunjukkan hubungan sedikit
berbeda. Umumnya mengungkapkan hubungan antara temperatur dengan koefisien laju
pada A dan Ea. Misalnya:
Orde satu  2N2O5  4NO2 + O2 A = 4.94 x 1013s1 Ea = 103,4 kJ/mol
Orde dua  H2 + C2H4  C2H6 A = 1,24 x 106 L/mol.s Ea = 180 kJ/mol
Nila Ea selalu diungkapkan dalam kJ/mol (walaupun beberapa ahli-ahli kimia organik
masih menggunakan kkal/mol )
Dengan demikian nilai A dan Ea kita dapat menghitung k pada berbagai temperatur.

Contoh: Jawab :
Hitung konstanta laju untuk hidrogenasi Untuk 200ºC
etena pada 200ºC dan 600ºC. R = 8,314 J/mol.K T = 473 K
k = 1,24 x 106 e180.000/8,314x473 = 1,6 x 1014 L/mol.s
reaksinya sangat lambat, dengan energi aktivasi tinggi reaksi
akan bertambah dengan bertambahnya suhu.
Untuk 600ºC
k = 1,24 x 106 e180.000/8,314x873 = 2,1 x 105 L/mol.s
reaksi sekarang kecepatannya moderat.

Dalam prakteknya, A dan Ea diperoleh dengan menentukan nilai k paling sedikit pada dua
temperatur yang berbeda.
pada T1 ln k1 = ln A – Ea/RT1
pada T2 ln k2 = ln A – Ea/RT2
k1, k2, T1, dan T2 ditentukan sedangkan A dan Ea tidak diketahui.

Contoh: Jawab:
Untuk reaksi: A  P; diperoleh: 300 K  ln 7,9 x 106 = ln A – Ea/(8,314 x 300)
T = 300 K, k = 7,9 x 106 s1; 600 K  ln 3,2 x 108 = ln A – Ea/(8,314 x 600)
T = 600 K, k = 3,2 x 108 s1
Hitung A dan Ea
ln
7,9 x106
3, 2 x 108
  Ea
8,314
 300
1  1
600

Tentukan nilai k pada 800 K Ea = 18,5 kJ/mol

Handout Kimia Fisika 2 (edisi revisi 2006) 27


BAB II. KINETIKA REAKSI KIMIA I

Dengan mensubtitusi persamaan pada T1 di atas:


ln A = 23,3  A = 1,3 x 1010 s1
18,500
800 K  23,3 
8,314 x 800
 20, 4  k = 7,4 x 10 8
s1

Pada umumnya kita memperoleh data k untuk beberapa temperatur. Untuk memperoleh
nilai Ea dan A dari data tersebut, maka buatlah grafik dengan memplot ln k dengan 1/T.
Akan diperoleh grafik linear, dimana slope persamaan garisnya –Ea/R dengan intersep
lnA pada 1/T = 0

ln A

- Ea/R

1/T
Paling banyak energi aktivasi pada rentang 50 – 200 kJ/mol. Beberapa reaksi memiliki
energi aktivasi yang tinggi (seperti reaksi-reaksi yang sangat lambat), ada juga yang
memiliki Ea yang sangat rendah. Untuk reaksi-reaksi penggabungan ulang
(recombination) radikal, secara normal Ea = 0 .
Contoh: O + O  O2 ; CH3 + CH3  C2H6
Semua pembahasan ini hanyalah merupakan deskripsi secara empiris hubungan antara T
dengan nilai k. Pada bab berikutnya akan dibahas persamaan teoritis untuk k.

4. Teori Tumbukan dan Teori Keadaan Transisi


Teori tentang kinetika kimia masih dalam pertumbuhan, meskipun setelah
beberapa dekade dikembangkan. Dua model akan didiskusikan pada bagian ini yaitu
teori-teori yang lebih quantitative yang akan datang, khususnya teori-teori yang
digunakan untuk mendeskripsikan mekanika quantum spesi-spesi yang bereaksi
sebagaimana yang mereka jumpai. Tetapi saat ini, meskipun menggunakan
superkomputer yang ada, perhitungan-perhitungan yang demikian belum memungkinkan.
Ada dua teori dasar yang masih digunakan: a) perhitungan pada tumbukan yang
menguntungkan yang disebut teori tumbukan. b) semi termodinamik/semi kinetik, teori

Handout Kimia Fisika 2 (edisi revisi 2006) 28


BAB II. KINETIKA REAKSI KIMIA I

ini merupakan teori kualitatif yang didasari pada asumsi terbentuknya kompleks
intermedia teraktivasi yang disebut sebagai teori keadaan transisi (TST).

Handout Kimia Fisika 2 (edisi revisi 2006) 29


BAB II. KINETIKA REAKSI KIMIA I

a. Teori tumbukan
Teori ini dapat digunakan untuk reaksi-reaksi bimolekular (orde dua), tetapi juga
untuk reaksi-reaksi unimolekular (orde satu) jika melibatkan tumbukan dengan molekular
lain. Untuk reaksi bimolekular:
A + B  P  v = k [A][B]
laju reaksi ditentukan oleh konsentrasi pereaksi karena laju bergantung pada jumlah
tumbukan antara A dan B. Untuk menyederhanakan, perhatikan kasus dimana B = A,
sehingga reaksi:
A + A  P  v = k [A]2
jika A adalah gas, maka jumlah tumbukan untuk satu molekul = 2 .. c .N/V atau:
1
c  
8 RT  2
z= 2 .  . c . [ A] . N Avo dan  M 
 A 

dimana: [A].Navo = N/V.


Jumlah total tumbukan yang tempati pada volume V akan z x N dan jumlah total
tumbukan per bagian volum = z x N/V = z x Navo x n/V = z x Navo x [A], sehingga:
1
zAA = 2  8 RT  2 2
  M  N avo [ A]
2 (19)
 A

Untuk kasus campuran A + B, maka persamaan di atas dimodifikasi menjadi:


1
zAB = 2  AB  8 RT  2 N
 
2
avo [ A] [ B ]
 AB 

M .M
dimana AB = M A  MB , disebut massa reduksi.
A B

Catatan bahwa persamaan 19 berbentuk persamaan laju orde dua:


v = k [A]2 v = k [A][B]
Agar supaya dapat dibedakan secara langsung antara z dengan v, kita harus mengalikan z
dengan Navo karena v bersatuan mol/Ls akan tetapi z bersatuan tumbukan/Ls. Asumsi
dasar teori tumbukan adalah:
z. f
k  N avo (20)

dimana f adalah faktor probabilitas, 0 < f  1, fakta menunjukkan bahwa tidak semua
tumbukan menghasilkan reaksi. Ada dua faktor yang menyebabkan f < 1.

Handout Kimia Fisika 2 (edisi revisi 2006) 30


BAB II. KINETIKA REAKSI KIMIA I

1) Faktor sterik, fs, karena geometri molekul, hanya ada satu fraksi yang pasti dari
tumbukan molekular yang akan bergabung secara tepat dengan molekul-molekul,
contoh:

H H + I I mungkin tidak bereaksi

H I
+ I
mungkin bereaksi
H

2) Faktor energi molekul, fE, pada bab sebelumnya telah diterangkan bahwa tidak semua
molekul memiliki kecepatan yang sama, demikian pula energi. Hanya molekul-
molekul yang memiliki energi cukup untuk mengatasi suatu energi aktivasi, Ea yang
akan dapat bereaksi selama tumbukan
Persamaan Boltzmann  N = No eEa/kT
Dapat kita katakan bahwa fraksi molekul-molekul dengan energi, Ea adalah:

f E  e Ea / kT
Jika kedua pengaruh di atas (pengaruh sterik dan energi molekul) digabungkan, maka
diperoleh:
f  f s x e  Ea / kT (21)
Dari persamaan 18 dan 20 diperoleh:

 
1
N avo e  E a / kT .[ A ]2
8 RT 2
v 2  fs  MA
(22)

 
1
N avo e  E a / kT
8 RT 2
k  2  fs  MA
(23)

Kadangkala faktor .fs digabung menjadi *:

 
1
N avo e E a / kT
8 RT 2
v 2 *  MA
(24)

Ea harus bersatuan J/mol, tetapi untuk persamaan 22 dan 23 Ea bersatuan J/molekul.


Faktor * dalam bahasa Inggris Amerika disebut “faktor fudge”. Faktor fudge dapat
digunakan untuk mengenali kemungkinan mendapatkan persesuaian antara teori
dengan pengamatan tanpa diketahui secara real. Persamaan 22 dan 23 adalah

Handout Kimia Fisika 2 (edisi revisi 2006) 31


BAB II. KINETIKA REAKSI KIMIA I

persamaan tipe Arhenius, tetapi faktor pra-eksponensial memiliki T½, yang tidak ada
dalam persamaan Arhenius.

b. Teori Keadaan Transisi (TST)


Teori ini juga disebut teori kompleks teraktivasi, tetapi kita akan menggunakan
istilah yang diungkapkan oleh buku-buku yaitu TST. Seperti beberapa teori, TST juga
adalah hasil dari pengembangan pemikiran yang lama tentang kinetika reaksi oleh ahli-
ahli kimia dan fisika, tetapi orang yang disebut sebagai peletak teori dasar dari TST
adalah Henry Eyring. Beliau lama sebagai professor pada Universitas Utah, kota salt like,
US, dan yang mengherankan karena beliau juga
TST berasumsi bahwa jika dua molekul bertemu, energi kinetik dirubah menjadi
energi potensial. Molekul-molekul menaiki (climb)/melewati energi rintangan sampai
intermediat yang tidak stabil, kompleks teraktivasi, juga disebut keadaan transisi. Saat
molekul-molekul mencapai kompleks teraktivasi, maka akan berubah menjadi produk
dengan konstanta laju, k‡. Tanda ‡
digunakan untuk semua sifat-sifat yang berhubugan
dengan kompleks teraktivasi.
Kompleks teraktivasi Model ini juga akan dijelaskan mengapa
tidak semua molekul yang bertumbukan
G dapat bereaksi. Tidak semua molekul
(kkal)
memiliki cukup energi kinetik untuk
pereaksi
mengkonversi ke energi potensial untuk
mencapai kompleks teraktivasi.
hasil

koordinat pereaksi

Asumsi-asumsi dasar teori TST adalah:


1) Konsentrasi molekul-molekul kompleks aktif diberikan dengan suatu konstanta kese-
timbangan:
Untuk reaksi bimolekular  A + B  C‡
[C‡] = K‡ [A][B] (25)
K‡ = exp {-G‡/RT} (26)

Handout Kimia Fisika 2 (edisi revisi 2006) 32


BAB II. KINETIKA REAKSI KIMIA I

Persamaan 25 dan 26 adalah valid untuk reaksi dalam larutan. Untuk reaksi
bimolekular dalam fasa gas:
Kc 
Kp = Kc (RT)n 
RT
 e G / RT (27)

2) Asumsi kedua adalah kompleks aktif berubah menjadi reaksi orde satu:
C‡  hasil
v = k‡ K‡ [A][B] (28)
kT
diperoleh dari Eyring: k‡ = h ; (29)
k adalah konstanta Boltzmann, h merupakan tetapan plank. Persamaan 29 merupakan
persamaan Eyring.
Kombinasi persamaan 26 dan 28 + 29 diperoleh; (untuk reaksi dalam larutan)
 / RT
k  kT
h
e  G (30)

demikian pula untuk 27 dan 28 + 29; untuk reaksi bimolekular pada fasa gas, karena K
dalam persamaan 25 adalah Kc = Kp x RT
 / RT
k  kT
h
RT e  G (31)
Persamaan ini juga menjelaskan mengapa diagram reaksi pada halaman 30 kita
menggunakan potensial energi dalam G (energi bebas Gibbs). Persamaan 30 dan 31
adalah hasil utama dari TST Eyring.
Dengan : G‡ = H‡  TS‡ (32)
maka dapat ditulis;
 
larutan dan semua unimolekular k  kT
h
e S /R
e  H / RT
(33a)
 /R  / RT
fasa gas dan gas bimolekular k  kT
h
RT e S e  H (33b)
Bagaimana ungkapan teoritis ini kaitannya dengan ungkapan empiris Arhenius
pada persamaan 16  k = A eEa/RT . Jelas ada perbedaan kualitatif karena konstanta pra-
eksponensial pada persamaan 33 tergantung pada T, tetapi pada persamaan 16 tidak.
Dengan demikian H‡  Ea !. Kita dapat menemukan hubungan antara Ea dengan H‡
sebagai berikut:
d (ln K ) Ea
Pers. 16  dt
 (18)
RT 2

Handout Kimia Fisika 2 (edisi revisi 2006) 33


BAB II. KINETIKA REAKSI KIMIA I

d (ln K )
 1  H 
Pers. 33a  dt T RT 2
(34a)

d (ln K )
 2  H 
Pers. 33b  dt T RT 2
(34b)

Hasil akhirnya adalah, untuk


- Reaksi larutan dan juga reaksi unimolekular  H‡ = Ea – RT (35a)
- Reaksi bimolekular fasa gas  H‡ = Ea – 2RT (35b)
Akhirnya untuk menghitung kedua macam reaksi di atas, kita dapat menghitung
H‡ dari data pengamatan Ea secara eksperimen, juga S‡ dapat hitung.

Contoh: Jawab:
Reaksi C2H4(g) + H2(g)  C2H6(g) Reaksi ini adalah reaksi bimolekular fasa gas
dengan Ea = 180 kJ/mol, A = 1,24 x H‡ = Ea – 2RT
106 Lmol1s1. = 180.000 – 2 x (8,314 x 673) = 168,8 kJ/mol
Hitung H‡, G‡ dan S‡ pada k = A eEa/RT = kT RT e S

/R
e  H

/ RT
h
400ºC. 180.000/8,314 x 673
= 1,24 x 106 e =

(8,314) 2 ( 673) 2 
e S / 8,314 e 168.800 / 8,314 x 673
6, 02.1023 x 6.626 .10 34
S‡ = 223 Jmol1K1 , dan akhirnya:
G‡ = H‡  TS‡ = 320 kJ/mol

Nilai H‡ dan S‡ tengantung pada T reaksi, meskipun kita berasumsi bahwa S‡
tidak tergantung pada T. Catatan bahwa entropi aktivasi S‡ adalah negatif dan besar,
terkhusus untuk reaksi bimolekular A + B  C‡ (2 molekul sekali kompleks
teraktivasi).
Khususnya reaksi-reaksi organik dalam larutan, nilai H‡, S‡, dan G‡ sangat
sering digunakan. Di dalam reaksi kimia organik, ln k sering ada korelasi dengan Go
(agak lebih baik daripada G‡) suatu asumsi bahwa ada hubungan linear (korelasi) antara
G‡ dan Go. Ahli-ahli kimia organik menyebutnya hubungan linear energi bebas atau
LFER (linear free energy relation).

5. Laju Reaksi Dalam Larutan


Laju reaksi dalam larutan ditentukan melalui beberapa persamaan laju dan
ketergantungan temperatur (pers. 16 – 18) sebagai reaksi dalam fasa gas. Mekanisme
reaksi dalam larutan sering lebih kompleks disebabkan oleh pengaruh pelarutan. Untuk

Handout Kimia Fisika 2 (edisi revisi 2006) 34


BAB II. KINETIKA REAKSI KIMIA I

reaksi dalam larutan, kita menggunakan persamaan TST 28, 30, 33a, dan 35a. Kasus
reaksi ionik adalah khusus dan akan diterangkan secara singkat. Untuk reaksi
bimolekular, biionik:
A + B  C‡  hasil
[C  ]
Dengan K‡ = dan v = kT
h
[C  ]  kT
h
K  [ A ][B]
[ A ] [ B]

Kita telah memiliki perhitungan bahwa K‡ harus dituliskan sebagai berikut:


a C
K‡ = (36)
aA . aB

dimana ai =  [ i ], maka:
 
[C  ]
K‡ = C
(37)
A . B [ A ][B]

kT  A .  B
Akhirnya:  k = h   K‡ (38)
C

kT
 ko = h K‡ (39)
Kita dapat tulis ulang menjadi:
kT  A .  B
k= h   ko , dengan i  1 (tergantung pada konsentrasi)
C

untuk pereaksi ionik A dan B, nilai faktor korelasinya tergantung pada tanda ion-ionnya.
Misalnya :
1) Untuk reaksi berion sama  A+ + B+  C‡2+ atau A + B  C‡2 , maka :
 A .B
  > 1, dan k > ko dan nilainya bertambah seiring bertambahnya kekuatan ion
C

2) Untuk reaksi berion beda  A+ + B atau A + B+  C‡, maka:


 A .B
  < 1, dan k < ko dan nilainya berkurang dengan berkurangnya kekuatan ion
C

Handout Kimia Fisika 2 (edisi revisi 2006) 35


BAB II. KINETIKA REAKSI KIMIA I

Soal - Soal
1. Tuliskan persamaan-persamaan laju diferensial dari reaksi-reaksi berikut :
a. 2A + B  P
b. A + 2B + 2C  P
c. 3A + B  P
2. Waktu paruh dari suatu reaksi kimia berorde satu A  B adalah 10 menit. Berapa
persen A yang masih ada setelah 1 jam (DA ; 15,1)
Jawab: 1,56 %
3. Tunjukkan bahwa dalam reaksi orde satu dengan dn/dt = -kn, umur rata-rata, yaitu
umur rata-rata yang diharapkan dari molekul sama dengan 1/k ?. (DA ; 15,4)
4. Emisi fosforesense dari aseton 0,05 M (orde satu) dalam asetonitril pada 20 oC diukur
pada λ = 450 nm. Hitung konstanta; a). Konstanta laju untuk emisi tersebut dan b).
Umur rata-rata hidup dari keadaan triplet aseton dari data berikut (SD) :
t (u s) 20 32 40 60 80 100 120 140
I (Intensitas) 5,5 4,6 4,0 2,9 2,1 1,5 1,05 0,75
Jawab: 1,66 x 104, b. 6 x 105 s.
5. Turunkan persamaan laju yang sudah diintegrasi untuk suatu reaksi dengan orde 1/2.
Turunkan waktu paruh untuk reaksi ini !. (DA ; 15, 10)
Jawab: t1/2 = √2/k (√2-1) [A]01/2
6. Dari data berikut untuk reaksi antara A dan B. Hitung : orde terhadap [A] dan [B],
konstanta laju, hitung laju reaksi jika [A] = 1M dan [B] = 1M. (C; 32, 19)
[A]/mol.L1 2,3 x 104 4,6 x 104 9,2 x 104
[B]/mol.L1 3,1 x 105 6,2 x 105 6,2 x 105
Laju (mol.L1s1) 5,2 x 104 4,2 x 103 1,7 x 102
Jawa : orde [A] = 2 dan [B] = 1, k = 3,2 x 108 L2/mol2. s.
7. Data berikut adalah pembentukan urea dari amonium sianat
NH4CNO  NH2 CONH2.
Mula-mula 22,9 gram amonium sianat dilarutkan kedalam air sampai volume 1 L
larutan. Hitung : orde reaksi, konstanta laju, massa amonium sianat setelah 300 menit.
(A ; 25,1).
t/menit 0 20 50 65 150
m(urea)/g 0 7 12,1 13,8 17,7
Jawab: orde = 2, k = 59 mLmol1, m = 2,94 gram.
8. Pada temperatur mendekati 300K, dengan menggunakan kaidah Thumb bahwa pada
suhu kamar, dengan penambahan suhu 10C maka laju reaksi akan menjadi dua
kalinya. Hitung Ea. (C ; 32,25).
Jawab: Ea = 50,1 kJ. mol1

Handout Kimia Fisika 2 (edisi revisi 2006) 36


BAB II. KINETIKA REAKSI KIMIA I

9. Diketahui data dari laju hidrolisa sukrosa 17 % adalah :


t (menit) : 9,82 59,60 93,18 142,9 294,8 589,14
sisa sukrosa (%) : 96,5 80,30 71,00 59,1 32,8 11,10
Tentukan : a). Orde reaksi
b). Tetapan nilai K
Jawab: a). Reaksi orde dua b). K = 6,155 . 10-5 s

10. Reaksi 2HI  H2 + I2 berlangsung pada suhu 508 oC . Pada saat tekanan awal
0,1 atm waktu paruhnya adalah 135 menit dan pada saat tekanan 1 atm, waktu
paruhnya menjadi 13,5 menit. Tunjukkan bahwa reaksi di atas adalah berorde dua.
Tentukan tetapan nilai K dalam L1mols1. Tentukan pula nilai K dalam atm1s1.
Jawab: K = 7,91 . 102 mol L1s1, K = 1,23 . 103 atm1s1

11. Reaksi OCl + I  OI + Cl. Data eksperimen menunjukkan :


[OCl] [I] [OI] d [OI]/dt (104)
(mol L1) (mol L1s1)
0,0017 0,0017 1,00 1,75
0,0034 0,0017 1,00 3,50
0,0017 0,0034 1,00 3,50
0,0017 0,0017 0,5 3,50
Tentukan tetapan nilai K dari reaksi di atas.
Jawab: 60,55 s1
12. Laju konsumsi radikal CH3 dalam reaksi 2CH3(g) → CH3CH3(g) adalah d[CH3]/dt = 1,2
Ms1 pada kondisi tertentu dalam bejana 5,0 liter. Berapakah : (a) laju reaksi dan (b)
laju pembentukan CH3CH3.
Jawab: (a). 0,6 Ms1 (b). 0,6 Ms1
13. Laju awal reaksi bergantung pada konsentrasi zat J sebagai berikut :
[J]0/(103 M) 5,0 8,2 17 30
3
v0/(10 M) 3,6 9,6 41 130
Carilah orde reaksi terhadap J dan konstanta lainnya.
Jawab: orde =2 ;v= 1,4 . 102 Ms1
14. Buktikanlah bahwa untuk reaksi yang berlangsung secara berurutan, maka konstanta
kesetimbangan keseluruhan, merupakan hasil kali dari perbandingan konstanta
lajunya.
15. Hidrolisa dari (CH2)6CClCH3 dalam 80% etanol mengikuti persamaan laju orde satu.
Nilai laju reaksi spesifik yang ditentukan oleh H C Brown dan M Borkowski adalah
sebagai berikut:
T/oC 0 25 35 45
-1 -5 -4 -4 -3
K/s 1,6.10 3,19.10 9,86.10 2,92.10
a) gambarkan grafik log K terhadat 1/T

Handout Kimia Fisika 2 (edisi revisi 2006) 37


BAB II. KINETIKA REAKSI KIMIA I

b) hitung energi pengaktifan (Ea)


c) hitung faktor praeksponensial
Jawab: a). – b). Ea = 80,965 kJmol-1 c). A = 4,9 . 1016 s-1
16. Tetapan laju orde dua dari seuatu reaksi gas adalah 10 -3 Lmol-1s-1 pada 25oC Hitung
nilai tetapan laju bila persamaan laju dinyatakan sebagai tekanan dalam atmosfer.
Jawab: K= 40,89 atm-1s-1
17. Konsentrasi N2O5 dalam brom cair, bervariasi terhadap waktu sebagai berikut :
t/s 0 200 400 600 1000
[N2O5]/M 0,110 0,073 0,048 0,032 0,014
Tentukanlah orde dan konstanta lajunya.
Jawab: orde = 1, V = 2,1 . 10-3 s-1
18. Larutan A dicampur dengan larutan B dalam suatu volume yang sama, dan jumlah
mol yang sama pula. Reaksi : A + B → C , sesudah 1 jam 75 % A telah bereaksi.
Berapa jumlah A yang belum bereaksi setelah 2 jam jika (a) orde satu terhadap A dan
orde nol terhadap B, (b) A dan B berorde satu, (c) A dan B berorde nol.
Jawab: (a). 6,25 % , (b). 14,3 %, (c). A dan B tidak bereaksi
19. Hitunglah A dan Ea dari data berikut ini :
T/K 300 350 400 450 500
k/(M-1s-1) 7,9.106 3.107 7,9.107 1,7.108 3,2.108
Jawab: A= 8 . 1010 M-1, Ea = 23 kJmol-1

20. Buktikan bahwa t1/2  1/[A0]n-1 untuk reaksi yang mempunyai orde ke-n terhadap A.
21. Konstanta laju orde 2 dari suatu reaksi adalah 2,25 x 10 7 L/mol.s dan konsentrasi awal
dari jenis-jenis yang bereaksi adalah 6 x 10 4 mol/L. Berapakah laju awal dalam
mol/L.s dan dalam molekul/cc.s. (D.A)
Jawab: 8,1 x 103 mol/L.s dan 4,876 x 1021molekul/cc.s
f
22. Harga k yang diamati untuk reaksi 2HI 
 H2 + I2 pada 356C dan 443C masing-
r
masing adalah 3,02 x 105 L/mol.s dan 2,53 x 103 L/mol.s. Hitung Eaf untuk reaksi ke
depan dan Ear untuk reaksi sebaliknya jika H = 16.32 kJ/mol
Jawab: Eaf = 190,58 kJ/mol; Ear = 174,26 kJ/mol
23. Data dari suatu reaksi kimia diplot sebagai 1/[C] terhadap waktu, dan plot tersebut
merupakan suatu garis lurus. Jika intersepnya 2 x 10 3mol/L dan kemiringannya 2 x
102 L/mol.s. Hitung waktu paruh dari reaksi tersebut.
Jawab: 0,1s

24. Laju reaksi tertentu pada 50C adalah tiga kali laju pada 15C. Hitung energi pengak-
tivasi, jika panas reaksi adalah 50 kJ/mol, dan gambarkan koordinat energi terhadap
reaksi.
Jawab: 24,47 kJ/mol

Handout Kimia Fisika 2 (edisi revisi 2006) 38

Anda mungkin juga menyukai