Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS NOVEL

A. Identitas Novel
1. Judul novel : Salah Asuhan
2. Pengarang : Abdoel Moeis
3. Angkatan sastra : Angkatan 20-an
4. Penerbit : Balai Pustaka
5. Tahun terbit : Cetakan pertama, 1928
Cetakan keempat
puluh, 2015
6. Jumlah halaman : 336 halaman

B. Analisis Novel
1. Tema novel : Perbedaan adat istiadat
(“Apakah anak Belanda harus dengan
orang Melayu?”)
Cerita dalam novel ini bertemakan
cinta anak manusia yang bertentangan
dengan adat istiadat. Dimana Hanafi
berasal dari bangsa timur, sedangkan
Corrie berasal dari bangsa barat.
Dalam novel ini tergambar ambisi
seorang laki-laki yang bernama Hanafi
yang terlalu mencintai sesuatu dari luar
dan lahiriah saja.
Tanpa berpikir dewasa akan akibat-akibat yang mungkin terjadi di
kemudian hari. Dia rela mengorbankan dirinya, keluarganya,
agamanya, hingga bangsanya demi mendapatkan cintanya itu.

2. Pelaku :

UTAMA TAMBAHAN

1. Tuan Brom
2. Nyonya Brom
3. Tuan du Busse
4. Simin
5. Ibu Hanafi
6. Sutan Batuah
7. Si Buyung
8. Syafei
9. Warga kampong
10. Nyonya Belanda/ Nyonya
1. Hanafi/Christian Han Asisten Residen
2. Corrie du Bussee 11. Suze
3. Rapiah 12. Weeskamer
13. Tuan Chef
14. Tante Lien
15. Mina
16. Nyonya setangga/ Nyonya
Jansen
17. Tuan direktur
18. Nyonya pension
19. Emod
20. Piet
21. Nyonya Piet
22. Nyonya Van Dammen
23. Verpleger
24. Tuan administrator

3. Perwatakan tokoh :

a. Hanafi : Seorang pemuda Bumiputera Solok terpelajar yang


berwatak kebarat-baratan, sombong, pendendam, keras kepala, bengis,
kejam, dan tidak sabaran. Walaupun begitu, ia sangat mencintai dan
menyayangi ibunya, walaupun tidak semua keinginan ibunya ia
penuhi. Hanafi memiliki wajah yang mirip dengan orang Belanda,
perilakunya juga mencerminkan orang Belanda karena sudah terlalu
lama berada di bawah asuhan orang Belanda. Tak jarang ia menghina
orang Bumiputeranya sendiri.

(“Memang kasihan! Ah ibuku. Aku pengecut tapi kosong. Habis cita-


cita baik enyah!” – hal 259 paragraf 8)

b. Corrie du Bussee : Seorang gadis Belanda yang awalnya tinggal di


Solok bersama ayah dan pembantunya. Sama seperti Hanafi, ia juga
terpelajar, memiliki wawasan yang luas dan berasal dari kalangan atas.
Selain memiliki paras yang cantik, terkadang ia juga bersikap manja
kepada ayahnya. Corrie juga berwatak keras kepala, sabar, tulus, dan
dermawan.

(“O sigaret, tante boleh habiskan 1 dos. Sudah tentu enak, ayo coba! –
hal 164 paragraf 8)

c. Rapiah : Seorang gadis Bumiputera Solok yang dinikahkan


pertama kali dengan Hanafi. Rapiah adalah sosok istri yang sabar,
baik, murah senyum, dan dewasa. Walaupun begitu, ia memiliki rasa
malu yang tinggi.
(“Apakah ayahmu orang baik? Uuah sungguh orang baik. Kata ibuku
tidak adalah orang yang sebaik ayahmu itu” – hal 238 paragraf 5)

d. Mariam : Adalah Ibu Hanafi. Beliau adalah sosok ibu yang


rela berkorban, ia berjuang demi menghidupi anaknya. Ia berusaha
memenuhi semua biaya pendidikan anaknya, walaupun harus
meminjam kepada para saudaranya, seperti : Sutan Batuah. Beliau juga
merupakan sosok yang sangat mencintai adatnya, sabar, arif, dan
bijaksana. Tak jarang ia selalu memaafkan kesalahan yang diperbuat
oleh anaknya, Hanafi.

(“Sekarang sudah setengah 7, sudah jauh terlampau waktu terbuka


Piah!” – hal 119 paragraf 4)

e. Tuan du Bussee : Ayah Corrie memiliki watak yang perhatian,


sangat menyayangi anak satu-satunya, tegas, dan bijaksana. Walaupun
ia berasal dari bangsa barat, ia menghormati budaya orang timur.

(“Tapi Corrie mesti sekolah yang sepatut-patutnya” – hal 10 paragraf


5)

f. Syafei : Adalah anak dari Hanafi dengan Rapiah. Syafei


adalah anak yang lugu. Ia tidak mengetahui permasalahan mengenai
kedua orang tuanya. Walaupun begitu, ia terkadang merasa takut
kepada ayahnya dan berlaku manja kepada ibunya.

(“Itulah yang kusukai bu, sekian musuh nanti kusembelih dengan


pedangku – hal 196 paragraf 8)

g. Sutan Batuah : Adalah Mamak Hanafi sekaligus orang tua Rapiah


yang memiliki sifat baik dan dermawan karena sudah mau membiayai
semua pendidikan Hanafi.
h. Simin : Adalah pembantu di rumah Corrie yang berwatak
lugu, sabar, dan patuh terhadap perintah.
i. Buyung : Adalah pembantu di rumah Hanafi yang berwatak
lugu, penurut, dan terkadang ceroboh.

(“Kau kugaji buat kesenanganku dan bukan buat bermalas-malasan.


Diam! Bawa anak itu kebelakang! – hal 80 paragraf 2)

j. Nyonya Van Dammen : Adalah yang baik dan dermawan. Ia


berbaik hati memberikan tempat persembunyian untuk Corrie, agar
dapat menghindar untuk sementara waktu dari Hanafi. Walaupun
begitu, ia juga baik terhadap Hanafi. Terbukti dari usahanya yang ingin
mempersatukan kembali Hanafi dan Corrie dan memberitahukan
keberadaan Corrie kepada Hanafi.
k. Tuan administratur : Ada sosok orang baik hati yang
menyediakan segala keperluan Hanafi saat menginap semalaman di
kuburan Corrie.
l. Nyonya Jansen : Tetangga Corrie dan Hanafi yang berwatak masam
dan licik.
m. Tukang pos : Orang yang mengantarkan surat dengan ramah.
n. Tante Lien : Tetangga Corrie dan Hanafi yang merupakan
pribumi asli Betawi yang ramah dan memiliki kebiasaan latah.
o. Tuan Direktur : Adalah direktur bank tempat Corrie bekerja setelah
berpisah dengan Hanafi karena perkara rumah tangga. Beliau berwatak
baik dan dermawan.
p. Nyonya asisten residen : Sosok wanita yang berani dan bijaksana.
q. Tuan chef : Sosok pria yang baik hati dan suka menolong.
r. Nyonya pension : Adalah sosok wanita yang baik, amanah, dan
bijaksana. Ia mau mendengarkan semua curahan hati Corrie setelah
berpisah dengan Hanafi karena perkara rumah tangga. Ia juga baik
terhadap Hanafi. Terbukti dari usahanya yang ingin menyatukan
kembali Hanafi dan Corrie. Ia juga memberitahukan alamat Corrie
kepada Hanafi.
s. Nyonya Piet : Adalah istri dari Piet, sahabat Hanafi. Ia telah
berbaik hati mau menyediakan rumahnya untuk ditumpangi oleh
Hanafi. Walau begitu, ia bersikap masam kepada Hanafi atas apa yang
telah diperbuat Hanafi kepada kedua istrinya.
t. Piet : Merupakan sahabat Hanafi yang sangat setia.
Disaaat orang lain menjauhi dan menghina Hanafi, ia justru datang
untuk membantu Hanafi. Ia memiliki watak yang baik dan bijaksana.
Nasihat-nasihatnya membuat Hanafi sadar akan kesalahan yang telah
ia perbuat.
u. Emod : Pembantu Piet dan Nyonya Piet yang patuh
terhadap majikan.

4. Setting/Latar :

TEMPAT WAKTU SUASANA

1. Lapangan tenis 1. Petang hari 1. Sunyi


(“Tempat (“Setiap petang 2. Santai
bermain tenis berkumpullah 3. Tegang
yang dilindungi beberapa orang (“Aku tahu betul
oleh pohon- penduduk Solok” bahwa aku
pohon kelapa hal 11 paragraf 2) hanyalah bumi
disekitarnya” hal 2. Malam hari putera saja
1 paragraf 1) (“Semalam- Corrie” hal 3
2. Kebun malaman itu paragraf 1)
3. Muka tangga Corrie tidak 4. Senang
rumah Tuan du merasa tidur “Aah..ah! burung
Bussee nyenyak” hal 33 merpati 2 sejoli!”
4. Ruang tengah paragraf 1) – hal 6 paragraf
5. Kamar Corrie 3. Senja hari 3)
6. Rumah Hanafi 4. Pagi hari 5. Romantis
7. Solok (“Pada keesokan 6. Bimbang
(“Maka tiadalah harinya di meja 7. Masygul
ia segan-segan makan” hal 49 8. Kasmaran
mengeluarkan paragraf 2) 9. Malu-malu
uang buat 5. Petang Kamis 10. Tegang
mengisi rumah di malam Jumat 11. Sedih
Solok” hal 23 6. Senja 12. Panik
paragraf 4) 7. Subuh 13. Tegang
8. Sumatera Barat 8. Fajar 14. Tegang
9. Padang 9. Siang hari 15. Suka cita
10. Rumah Corrie
16. Senang
11. Ruang makan
17. Suka cita
12. Beranda rumah
18. Penuh dendam
Hanafi
19. Sedih
13. Kamar Hanafi
20. Berduka
14. Kebun Hanafi
cita/sedih
15. Dapur Hanafi
21. Berduka
16. Betawi
cita/sedih
(“ Sekarang kita
22. Bersuka cita
ambil jalan
23. Sedih
Gunung Sari,
24. Resah
Jembatan Merah,
25. Hangat
Corrie” – hal 103
26. Penuh canda tawa
paragraf 2)
27. Rindu, nostalgia
17. Tepi tanah lapang
28. Penyesalan
18. Muka asrama
29. Sedih
19. Asrama Corrie
30. Cemas
20. Kamar Syafei
21. Kantor pos
22. Stasiun Gambir
23. Kereta api menuju
Surabaya
24. Kereta api menuju
Bandung
25. Taksi
26. Hotel Andreas
27. Beranda belakang
28. Kantor Tuan
Direktur
29. Kamar Corrie di
pansion
30. Muka jendela
kamar Rapiah
31. Kamar Rapiah
32. Semarang
33. Panti asuhan
34. Rumah sakit
Paderi
35. Kuburan Belanda
36. Kuburan Corrie
37. Tanjung Priok
38. Padang
39. Rumah makan
40. Solok
41. Koto Anau

5. Alur/plot :
Novel ini beralur maju. Pengarang menceritakan kisah hidup
Hanafi mulai ia baru kenal dan bersahabat dengan gadis Eropa sampai ia
menikah dengan gadis lain bernama Rapiah yang dijodohkan oleh ibunya.
Kemudian ia bercerai dengan rapiah, dan lalu menikah dengan Corrie si
gadis Eropa yang selanjutnya meninggal. Setelah Corrie meninggal,
diceritakan juga sampai Hanafi meninggal juga karena bunuh diri.

6. Sudut pandang/point of view :


Dalam novel Salah Asuhan, pengarang (Abdoel Moeis)
menggunakan sudut pandang orang ketiga.

7. Amanat novel :
 Carilah ilmu setinggi mungkin.
 Janganlah melupakan adat istiadat negeri sendiri.
 Jangan mengambil semua kebudayaan dari bangsa lain, ambillah
yang baik dan buanglah yang buruk.
 Saling menghormati antar budaya atau antar bangsa.
 Harus bisa membatasi diri dalam bergaul, jangan sampai terbawa
arus dan lupa akan daratan.
 Jangan memaksakan pernikahan yang tidak diinginkan oleh
pengantin tersebut karena nantinya justru akan membawa
malapetaka.
 Patuhilah perintah orang tua, terutama ibu.
 Jagalah lisan, karena lisan lebih tajam daripada pedang.
 Lakukanlah suatu hal dengan penuh keikhlasan, agar keberkahan
bisa didapatkan. Tapi apabila kita melakukannya dengan penuh
emosi dan kekerasan, justru kehancuran dan kegagalan lah yang
akan kita dapatkan.
C. Sinopsis/Ringkasan Cerita
Hanafi adalah pemuda pribumi asal Solok. Sesungguhnya,
ia termasuk orang yang beruntung karena dapat bersekolah di
Betawi sampat tamat HBS. Ibunya yang sudah menjanda karena
ditinggal mati oleh ayah Hanafi, memang berusaha agar anak satu-
satunya tersebut bisa mendapatkan pendidikan dan kehidupan yang
layak serta bisa menjadi orang yang terpelajar. Ia tak segan-segan
menitipkan Hanafi pada keluarga Belanda, yakni keluarga du
Busse, walaupun untuk pembiayaannya ia harus bekerja keras
sampai meminta bantuan mamaknya, Sutan Batuah. Setamat HBS,
Hanafi kembali ke Solokdan bekerja sebagai klerek di kantor
Asisten Residen Solok. Tak lama kemudian, ia diangkat menjadi
komis.
Pendidikan dan pergaulan yang serba Belanda,
memungkinkan Hanafi berhubungan erat dengan Corrie du Bussee,
gadis Indo-Perancis. Hanafi kini merasa telah bebas dari
kungkungan tradisi dan adat negerinya. Sikap, pemikiran, dan cara
hidupnya juga sudah kebarat-baratan. Ia bahkan memandang
rendah kebudayaannya sendiri.
Hanafi mulai merasakan tumbuhnya perasaan asmara
kepada Corrie. Sikap Corrie terhadapnya juga dianggap sebagai
gayung bersambut kata terjawab. Sebelumnya, Corrie meminta
pendapat sang ayah mengenai perkawinan campuran. Ayahnya
sebenarnya tak mempermasalahkan tentang perkawinan campuran
tersebut. Namun belajar dari pengalaman, dimana keluarga du
Bussee dikucilkan karena perkawinan antara orang tua Corrie
(ayahnya dari bangsa barat dan ibunya dari bangsa timur), lebih
baik agar Corrie tidak melakukan hal yang sama. Apalagi bila
pihak perempuan yang berasal dari bangsa barat. Hal itu akan
dianggap sangat rendah. Pendapat dari Tuan du Bussee tersebut
membuat Corrie bertekad untuk menjauhi Hanafi.
Maka, betapa terkejutnya Hanafi ketika ia membaca surat
dari Corrie. Corrie mengingatkan bahwa perkawinan campuran
bukan hanya tidak lazim untuk ukuran waktu itu, tetapi juga akan
mendatangkan berbagai masalah. Dalam surat Corrie selanjutnya,
ia meminta agar Hanafi mau memutuskan pertalian hubungannya
itu. Surat itu tentunya membuat Hanafi patah semangat. Keadaan
semakin parah ketika Hanafi mengetahui bahwa Corrie pindah ke
Betawi tanpa berpamitan terlebih dahulu kepada Hanafi. Hanafi
pun kemudian sakit. Ia bahkan tak masuk kerja selama berminggu-
minggu. Ibunya berusaha mengobati Hanafi dengan berbagai cara,
dari mulai dokter hingga memanggil dukun. Beliau juga berusaha
untuk menghibur anak satu-satunya itu. Di saat itu pula ia
menyarankan untuk melupakan Corrie dan bersedia untuk
menikahi Rapiah, anak mamaknya, Sutan Batuah. Ibunya
menceritakan bahwa segala biaya selama Hanafi bersekolah di
Betawi tidak lain karena berkat uluran tangan mamaknya, Sutah
Batuah. Awalnya Hanafi menolak permintaan tersebut. Namun
pada akhirnya, Hanafi mengerti dan bersedia untuk menikahi
Rapiah.
Kehidupan rumah tangga Hanafi dan Rapiah rupanya tak
berjalan dengan mulus. Hanafi tidak merasa bahagia, meskipun
dari hasil perkawinannya dengan Rapiah, mereka dikaruniai
seorang anak laki-laki yang bernama Syafei. Hanafi beranggapan
bahwa penyebabnya adalah Rapiah. Oleh sebab itu, Hanafi selalu
menumpahkan segala amarahnya kepada Rapiah. Walaupun
diberlakukan tak adil oleh Hanafi, Rapiah tetap bersabar.
Suatu ketika, Hanafi menumpahkan amarahnya kepada
Rapiah di depan teman-teman Belandanya. Namun, ia malah
mendapatkan teguran dari teman-temannya tersebut dan segeralah
teman-temannya tersebut meninggalkan rumah Hanafi.
Karena merasa kesal dan malu, ia pun kembali menumpahkan
amarahnya kepada Rapiah. Setelah itu, ia pun duduk termenung
seorang diri di kebun. Ibunya menghampiri anaknya dan berusaha
menyadarkan kembali kelakukan anaknya yang sudah melewati
batas tersebut. Namun, Hanafi justru menangapinya dengan
cemoohan. Di saat yang sama, tiba-tiba seekor anjing gila
menggigit tangan Hanafi.
Dokter segera memeriksa gigitan anjing gila pada tangan
Hanafi. Dokter menyarankan agar Hanafi berobat ke Betawi.
Anjuran dokter itu sangat membuat Hanafi senang. Sebab,
bagaimanapun, kepergiannya ke Betawi itu sekaligus memberi
kesempatan untuk bisa bertemu dengan Corrie. Sementara itu,
Rapiah dan Ibu Hanafi justru memiliki firasat tak enak mengenai
kepergian Hanafi ke Betawi.
Suatu peristiwa yang sangat kebetulan terjadi. Dalam suatu
kecelakaan yang dialami oleh Corrie, Hanafi yang sedang berada di
Betawi, justru menjadi penolong Corrie. Pertemuan tersebut sangat
menggembirakan kedunya. Corrie yang sudah ditinggal oleh
ayahnya, mulai menyadari bahwa sebenarnya ia memerlukan
sahabat. Mereka saling menceritakan kisah hidup masing-masing
yang begitu menyedihkan selama mereka berdua berpisah.
Pertemuan itu telah membuat Hanafi mengambil suatu keputusan.
Ia bermaksud tetap tinggal di Betawi. Untuk itu, ia akan mengurus
kepindahan pekerjaannya, lalu mengurus surat persamaan hak
sebagai bangsa Eropa. Dengan demikian, terbukalah jalan bagi
dirinya untuk segera menceraikan Rapiah, sekaligus meluruskan
jalan baginya untuk mengawini Corrie.
Semua rencana Hanafi berjalan lancar. Namun, kini justru
Corrie yang menghadapi berbagai persoalan. Tekadnya untuk
menikah dengan Hanafi mendapat antipasti dari teman-teman
sebangsanya.
Belum menikah saja, Corrie sudah mendapat cacian dari orang tua
teman-temannya. Akhirnya mereka pun melangsungkan
pernikahan dengan cara diam-diam.
Sementara itu, Rapiah yang resmi diceraikan oleh Hanafi
melalui surat, tetap tinggal di Solok bersama anaknya, Syafei, dan
Ibu Hanafi. Walaupun merasa sedih dan sakit yang teramat dalam,
namun Rapiah menerimannya dengan penuh kesabaran dan
ketabahan.
Adapun kehidupan rumah tangga Hanafi dan Corrie
tidaklah seindah yang mereka bayangkan. Teman-teman mereka
yang mengetahui perkawinan itu, mulai menjauhi dan mengucilkan
mereka. Corrie yang semula merupakan sosok gadis yang ceria,
lincah, dan supel, kini menjadi nyonya pendiam. Kemudian Hanafi,
kembali menjadi suami yang kasar dan bengis, bahkan Hanafi
selalu diluputi perasaan curiga dan selalu berprasangka buruk,
terlebih lagi Corrie sering dikunjungi oleh Tante Lien, seorang
mucikari.
Puncak bara itu pun terjadi. Tanpa diselidiki terlebih
dahulu, Hanafi menuduh istrinya berbuat zina dan ia pun mengusir
Corrie dari rumah mereka. Tentu saja Corrie tidak terima dituduh
dan diperlakukan seenaknya oleh Hanafi. Maka, dengan ketepatan
hati, Corria minta diceraikan dan ia pun meninggalkan rumahnya.
Walaupun awalnya ia kebingungan mencari tempat tinggal,
namun pada akhirnya ia berhasil menemukan sebuah pension, dan
beruntungnya, pemilik pension tersebut sangatlah baik
terhadapnya. Setelah tempat tinggal, kini ia kebingungan mencari
pekerjaan karena rumor mengenai ia yang telah berbuat serong
telah tersebar luas. Di saat ia merasa putus asa, ibu pemilik pension
pun berusaha untuk menghibur dan bahkan ia menawarkan sebuah
pekerjaan yakni bekerja di sebuah panti asuhan milik saudaranya di
Semarang. Dan Corrie pun menerima tawaran tersebut.
Hanafi sangat menyesal begitu mengetahui kebenaran
bahwa Corrie tidak melakukan apa yang dituduhnya dari tetangga
mereka. Begitu Hanafi mengetahui bahwa Corrie tinggal di sebuah
pension, ia terlambat, karena Corrie telah pergi ke Semarang.
Pada awalnya ia ingin langsung menyusul istrinya tersebut ke
Semarang. Namun pemilik pension tersebut melarang, ia meminta
agar Hanafi memberikan sedikit waktu bagi Corrie untuk
menenangkan diri. Pemilik pension tersebut juga berusaha untuk
menyatukan kembali Hanafi dan Corrie melalui surat-surat yang ia
kirimkan kepada Corrie. Perasaan berdosa semakin menambah
beban penderitaan Hanafi. Ditambah lagi, teman-temannya
semakin menjauhi, dia dipandang sebagai sosok suami yang kejam
dan tidak bertanggung jawab. Dalam keadaan demikian, barulah ia
menyesal sejadi-jadinya. Ia juga teringat kepada ibu, Rapiah, dan
Syafei di Solok.
Akibat tekanan batin yang berkelanjutan, Hanafi pun jatuh
sakit. Pada saat itu datang Piet, sahabatnya, yang menasihati dan
menerangkan tentang pandangan orang terhadapnya. Akhirnya
Hanafi pun sadar dan sangat menyesal. Ia kembali bermaksud
meminta maaf kepada Corrie dan mengajaknya rujuk kembali. Ia
pun memutuskan untuk pergi ke Semarang. Namun sesampainya di
panti asuhan, ia harus mendengarkan kabar yang mengejutkan
yakni bahwa Corrie sedang dirawat di Rumah Sakit Paderi karena
terserang penyakit kolera yang kronis. Hanafi pun segera pergi ke
tempat Corrie dirawat. Meskipun pada awalnya Hanafi tidak
diperbolehkan untuk mengunjungi Corrie, karena khawatir kutu-
kutu kolera tersebut menyebar, namun atas usaha kerasnya,
akhirnya ia diperbolehkan untuk mengunjungi Corrie walaupun
dengan syarat ia harus melakukan pengobatan ini itu agar penyakit
kolera tidak menular kepada Hanafi.
Ternyata, pertemuan tersebut merupakan pertemuan terakhir
Hanafi dengan Corrie. Sebelum menghembuskan nafas
terakhirnya, Corrie bersedia memaafkan kesalahan Hanafi.
Perasaan menyesal dan berdosa membuat Hanafi sangat menderita.
Batinnya tergoncang, ia pun jatuh sakit dan dirawat di rumah sakit
tersebut.
Setelah sembuh dan diperbolehkan untuk keluar dari rumah
sakit, ia pun memutuskan untuk pulang ke kampungnya.
Sebelumnya, ia ke kuburan Corrie dan panti asuhan terlebih dahulu
untuk berpamitan.
Setelah itu, ia pun segera pergi ke tanah kelahirannya.
Sesampainya disana, ia begitu terkejut mendapati mamaknya,
Sutan Batuah yang akan membawa pergi Rapiah beserta anaknya,
Syafei. Sutan Batuah memberikan penawaran kepada Hanafi
apabila ia ingin kembali rujuk dengan Rapiah.
Namun, karena masih tidak memiliki perasaan apapun kepada
Rapiah, maka Hanafi menolak penawaran tersebut. Ia pun hanya
tinggal berdua saja dengan ibunya. Setiap hari Hanafi hanya
melamun dan melamun saja, hingga orang-orang kampung
menjulukinya sebagai orang gila. Karena merasa lelah, suatu hari,
Hanafi menghabisi dirinya dengan meminum racun. Ibunya sangat
panic. Ia pun meminta bantuan dukun dan para warga warga. Tak
hanya itu, ia pun memberanikan diri untuk meminta bantuan
kepada dokter Belanda. Sesampainya di kamar Hanafi, dokter itu
pun segera tahu bahwa Hanafi dengan sengaja meminum racun
tersebut dan ingin segera menghabisi nyawanya. Hanafi
mengiyakan, ia berasalan ingin segera menyusul Corrie, istri
tercintanya. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, Hanafi
meminta maaf kepada ibunya dan ia pun menitipkan Syafei agar
tidak mengikuti jejaknya tersebut.
BIOGRAFI PENYUSUN

Fetty Fauziyah Hidayat lahir di Bogor pada tanggal


12 Juni 1999. Ia merupakan anak sulung dari
pasangan Ade Hidayat dan Penti Indriyani. Sejak
kecil ia tinggal bersama keluarganya di Kampung
Kebon Kopi RT 06/04, Ciampea, Bogor. Penyusun
yang akrab dipanggil Fetty pernah mengenyam
pendidikan formal di SD Negeri Ciampea 01 selama
enam tahun dan SMP Negeri 4 Bogor selama tiga
tahun. Saat ini penyusun masih duduk di kelas XII
MIPA 7 SMA Negeri 1 Bogor. Ia mempunyai hobi membaca, menulis cerpen, dan
mendengarkan musik. Penyusun sangat tertarik dengan dunia kedokteran dan
perbisnisan. Waktu luangnya, ia habiskan bersama keluarga atau teman-temannya,
membaca buku, menulis cerpen, merajut, dan menonton film. Penyusun ini
berharap karya tulis yang disusunnya dapat berguna bagi segenap pembaca,
terutama bagi para pelajar dan mahasiswa. Selain itu, tentu saja penyusun
mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun karya tulis ini.

Anda mungkin juga menyukai