A. Identitas Novel
1. Judul novel : Salah Asuhan
2. Pengarang : Abdoel Moeis
3. Angkatan sastra : Angkatan 20-an
4. Penerbit : Balai Pustaka
5. Tahun terbit : Cetakan pertama, 1928
Cetakan keempat
puluh, 2015
6. Jumlah halaman : 336 halaman
B. Analisis Novel
1. Tema novel : Perbedaan adat istiadat
(“Apakah anak Belanda harus dengan
orang Melayu?”)
Cerita dalam novel ini bertemakan
cinta anak manusia yang bertentangan
dengan adat istiadat. Dimana Hanafi
berasal dari bangsa timur, sedangkan
Corrie berasal dari bangsa barat.
Dalam novel ini tergambar ambisi
seorang laki-laki yang bernama Hanafi
yang terlalu mencintai sesuatu dari luar
dan lahiriah saja.
Tanpa berpikir dewasa akan akibat-akibat yang mungkin terjadi di
kemudian hari. Dia rela mengorbankan dirinya, keluarganya,
agamanya, hingga bangsanya demi mendapatkan cintanya itu.
2. Pelaku :
UTAMA TAMBAHAN
1. Tuan Brom
2. Nyonya Brom
3. Tuan du Busse
4. Simin
5. Ibu Hanafi
6. Sutan Batuah
7. Si Buyung
8. Syafei
9. Warga kampong
10. Nyonya Belanda/ Nyonya
1. Hanafi/Christian Han Asisten Residen
2. Corrie du Bussee 11. Suze
3. Rapiah 12. Weeskamer
13. Tuan Chef
14. Tante Lien
15. Mina
16. Nyonya setangga/ Nyonya
Jansen
17. Tuan direktur
18. Nyonya pension
19. Emod
20. Piet
21. Nyonya Piet
22. Nyonya Van Dammen
23. Verpleger
24. Tuan administrator
3. Perwatakan tokoh :
(“O sigaret, tante boleh habiskan 1 dos. Sudah tentu enak, ayo coba! –
hal 164 paragraf 8)
4. Setting/Latar :
5. Alur/plot :
Novel ini beralur maju. Pengarang menceritakan kisah hidup
Hanafi mulai ia baru kenal dan bersahabat dengan gadis Eropa sampai ia
menikah dengan gadis lain bernama Rapiah yang dijodohkan oleh ibunya.
Kemudian ia bercerai dengan rapiah, dan lalu menikah dengan Corrie si
gadis Eropa yang selanjutnya meninggal. Setelah Corrie meninggal,
diceritakan juga sampai Hanafi meninggal juga karena bunuh diri.
7. Amanat novel :
Carilah ilmu setinggi mungkin.
Janganlah melupakan adat istiadat negeri sendiri.
Jangan mengambil semua kebudayaan dari bangsa lain, ambillah
yang baik dan buanglah yang buruk.
Saling menghormati antar budaya atau antar bangsa.
Harus bisa membatasi diri dalam bergaul, jangan sampai terbawa
arus dan lupa akan daratan.
Jangan memaksakan pernikahan yang tidak diinginkan oleh
pengantin tersebut karena nantinya justru akan membawa
malapetaka.
Patuhilah perintah orang tua, terutama ibu.
Jagalah lisan, karena lisan lebih tajam daripada pedang.
Lakukanlah suatu hal dengan penuh keikhlasan, agar keberkahan
bisa didapatkan. Tapi apabila kita melakukannya dengan penuh
emosi dan kekerasan, justru kehancuran dan kegagalan lah yang
akan kita dapatkan.
C. Sinopsis/Ringkasan Cerita
Hanafi adalah pemuda pribumi asal Solok. Sesungguhnya,
ia termasuk orang yang beruntung karena dapat bersekolah di
Betawi sampat tamat HBS. Ibunya yang sudah menjanda karena
ditinggal mati oleh ayah Hanafi, memang berusaha agar anak satu-
satunya tersebut bisa mendapatkan pendidikan dan kehidupan yang
layak serta bisa menjadi orang yang terpelajar. Ia tak segan-segan
menitipkan Hanafi pada keluarga Belanda, yakni keluarga du
Busse, walaupun untuk pembiayaannya ia harus bekerja keras
sampai meminta bantuan mamaknya, Sutan Batuah. Setamat HBS,
Hanafi kembali ke Solokdan bekerja sebagai klerek di kantor
Asisten Residen Solok. Tak lama kemudian, ia diangkat menjadi
komis.
Pendidikan dan pergaulan yang serba Belanda,
memungkinkan Hanafi berhubungan erat dengan Corrie du Bussee,
gadis Indo-Perancis. Hanafi kini merasa telah bebas dari
kungkungan tradisi dan adat negerinya. Sikap, pemikiran, dan cara
hidupnya juga sudah kebarat-baratan. Ia bahkan memandang
rendah kebudayaannya sendiri.
Hanafi mulai merasakan tumbuhnya perasaan asmara
kepada Corrie. Sikap Corrie terhadapnya juga dianggap sebagai
gayung bersambut kata terjawab. Sebelumnya, Corrie meminta
pendapat sang ayah mengenai perkawinan campuran. Ayahnya
sebenarnya tak mempermasalahkan tentang perkawinan campuran
tersebut. Namun belajar dari pengalaman, dimana keluarga du
Bussee dikucilkan karena perkawinan antara orang tua Corrie
(ayahnya dari bangsa barat dan ibunya dari bangsa timur), lebih
baik agar Corrie tidak melakukan hal yang sama. Apalagi bila
pihak perempuan yang berasal dari bangsa barat. Hal itu akan
dianggap sangat rendah. Pendapat dari Tuan du Bussee tersebut
membuat Corrie bertekad untuk menjauhi Hanafi.
Maka, betapa terkejutnya Hanafi ketika ia membaca surat
dari Corrie. Corrie mengingatkan bahwa perkawinan campuran
bukan hanya tidak lazim untuk ukuran waktu itu, tetapi juga akan
mendatangkan berbagai masalah. Dalam surat Corrie selanjutnya,
ia meminta agar Hanafi mau memutuskan pertalian hubungannya
itu. Surat itu tentunya membuat Hanafi patah semangat. Keadaan
semakin parah ketika Hanafi mengetahui bahwa Corrie pindah ke
Betawi tanpa berpamitan terlebih dahulu kepada Hanafi. Hanafi
pun kemudian sakit. Ia bahkan tak masuk kerja selama berminggu-
minggu. Ibunya berusaha mengobati Hanafi dengan berbagai cara,
dari mulai dokter hingga memanggil dukun. Beliau juga berusaha
untuk menghibur anak satu-satunya itu. Di saat itu pula ia
menyarankan untuk melupakan Corrie dan bersedia untuk
menikahi Rapiah, anak mamaknya, Sutan Batuah. Ibunya
menceritakan bahwa segala biaya selama Hanafi bersekolah di
Betawi tidak lain karena berkat uluran tangan mamaknya, Sutah
Batuah. Awalnya Hanafi menolak permintaan tersebut. Namun
pada akhirnya, Hanafi mengerti dan bersedia untuk menikahi
Rapiah.
Kehidupan rumah tangga Hanafi dan Rapiah rupanya tak
berjalan dengan mulus. Hanafi tidak merasa bahagia, meskipun
dari hasil perkawinannya dengan Rapiah, mereka dikaruniai
seorang anak laki-laki yang bernama Syafei. Hanafi beranggapan
bahwa penyebabnya adalah Rapiah. Oleh sebab itu, Hanafi selalu
menumpahkan segala amarahnya kepada Rapiah. Walaupun
diberlakukan tak adil oleh Hanafi, Rapiah tetap bersabar.
Suatu ketika, Hanafi menumpahkan amarahnya kepada
Rapiah di depan teman-teman Belandanya. Namun, ia malah
mendapatkan teguran dari teman-temannya tersebut dan segeralah
teman-temannya tersebut meninggalkan rumah Hanafi.
Karena merasa kesal dan malu, ia pun kembali menumpahkan
amarahnya kepada Rapiah. Setelah itu, ia pun duduk termenung
seorang diri di kebun. Ibunya menghampiri anaknya dan berusaha
menyadarkan kembali kelakukan anaknya yang sudah melewati
batas tersebut. Namun, Hanafi justru menangapinya dengan
cemoohan. Di saat yang sama, tiba-tiba seekor anjing gila
menggigit tangan Hanafi.
Dokter segera memeriksa gigitan anjing gila pada tangan
Hanafi. Dokter menyarankan agar Hanafi berobat ke Betawi.
Anjuran dokter itu sangat membuat Hanafi senang. Sebab,
bagaimanapun, kepergiannya ke Betawi itu sekaligus memberi
kesempatan untuk bisa bertemu dengan Corrie. Sementara itu,
Rapiah dan Ibu Hanafi justru memiliki firasat tak enak mengenai
kepergian Hanafi ke Betawi.
Suatu peristiwa yang sangat kebetulan terjadi. Dalam suatu
kecelakaan yang dialami oleh Corrie, Hanafi yang sedang berada di
Betawi, justru menjadi penolong Corrie. Pertemuan tersebut sangat
menggembirakan kedunya. Corrie yang sudah ditinggal oleh
ayahnya, mulai menyadari bahwa sebenarnya ia memerlukan
sahabat. Mereka saling menceritakan kisah hidup masing-masing
yang begitu menyedihkan selama mereka berdua berpisah.
Pertemuan itu telah membuat Hanafi mengambil suatu keputusan.
Ia bermaksud tetap tinggal di Betawi. Untuk itu, ia akan mengurus
kepindahan pekerjaannya, lalu mengurus surat persamaan hak
sebagai bangsa Eropa. Dengan demikian, terbukalah jalan bagi
dirinya untuk segera menceraikan Rapiah, sekaligus meluruskan
jalan baginya untuk mengawini Corrie.
Semua rencana Hanafi berjalan lancar. Namun, kini justru
Corrie yang menghadapi berbagai persoalan. Tekadnya untuk
menikah dengan Hanafi mendapat antipasti dari teman-teman
sebangsanya.
Belum menikah saja, Corrie sudah mendapat cacian dari orang tua
teman-temannya. Akhirnya mereka pun melangsungkan
pernikahan dengan cara diam-diam.
Sementara itu, Rapiah yang resmi diceraikan oleh Hanafi
melalui surat, tetap tinggal di Solok bersama anaknya, Syafei, dan
Ibu Hanafi. Walaupun merasa sedih dan sakit yang teramat dalam,
namun Rapiah menerimannya dengan penuh kesabaran dan
ketabahan.
Adapun kehidupan rumah tangga Hanafi dan Corrie
tidaklah seindah yang mereka bayangkan. Teman-teman mereka
yang mengetahui perkawinan itu, mulai menjauhi dan mengucilkan
mereka. Corrie yang semula merupakan sosok gadis yang ceria,
lincah, dan supel, kini menjadi nyonya pendiam. Kemudian Hanafi,
kembali menjadi suami yang kasar dan bengis, bahkan Hanafi
selalu diluputi perasaan curiga dan selalu berprasangka buruk,
terlebih lagi Corrie sering dikunjungi oleh Tante Lien, seorang
mucikari.
Puncak bara itu pun terjadi. Tanpa diselidiki terlebih
dahulu, Hanafi menuduh istrinya berbuat zina dan ia pun mengusir
Corrie dari rumah mereka. Tentu saja Corrie tidak terima dituduh
dan diperlakukan seenaknya oleh Hanafi. Maka, dengan ketepatan
hati, Corria minta diceraikan dan ia pun meninggalkan rumahnya.
Walaupun awalnya ia kebingungan mencari tempat tinggal,
namun pada akhirnya ia berhasil menemukan sebuah pension, dan
beruntungnya, pemilik pension tersebut sangatlah baik
terhadapnya. Setelah tempat tinggal, kini ia kebingungan mencari
pekerjaan karena rumor mengenai ia yang telah berbuat serong
telah tersebar luas. Di saat ia merasa putus asa, ibu pemilik pension
pun berusaha untuk menghibur dan bahkan ia menawarkan sebuah
pekerjaan yakni bekerja di sebuah panti asuhan milik saudaranya di
Semarang. Dan Corrie pun menerima tawaran tersebut.
Hanafi sangat menyesal begitu mengetahui kebenaran
bahwa Corrie tidak melakukan apa yang dituduhnya dari tetangga
mereka. Begitu Hanafi mengetahui bahwa Corrie tinggal di sebuah
pension, ia terlambat, karena Corrie telah pergi ke Semarang.
Pada awalnya ia ingin langsung menyusul istrinya tersebut ke
Semarang. Namun pemilik pension tersebut melarang, ia meminta
agar Hanafi memberikan sedikit waktu bagi Corrie untuk
menenangkan diri. Pemilik pension tersebut juga berusaha untuk
menyatukan kembali Hanafi dan Corrie melalui surat-surat yang ia
kirimkan kepada Corrie. Perasaan berdosa semakin menambah
beban penderitaan Hanafi. Ditambah lagi, teman-temannya
semakin menjauhi, dia dipandang sebagai sosok suami yang kejam
dan tidak bertanggung jawab. Dalam keadaan demikian, barulah ia
menyesal sejadi-jadinya. Ia juga teringat kepada ibu, Rapiah, dan
Syafei di Solok.
Akibat tekanan batin yang berkelanjutan, Hanafi pun jatuh
sakit. Pada saat itu datang Piet, sahabatnya, yang menasihati dan
menerangkan tentang pandangan orang terhadapnya. Akhirnya
Hanafi pun sadar dan sangat menyesal. Ia kembali bermaksud
meminta maaf kepada Corrie dan mengajaknya rujuk kembali. Ia
pun memutuskan untuk pergi ke Semarang. Namun sesampainya di
panti asuhan, ia harus mendengarkan kabar yang mengejutkan
yakni bahwa Corrie sedang dirawat di Rumah Sakit Paderi karena
terserang penyakit kolera yang kronis. Hanafi pun segera pergi ke
tempat Corrie dirawat. Meskipun pada awalnya Hanafi tidak
diperbolehkan untuk mengunjungi Corrie, karena khawatir kutu-
kutu kolera tersebut menyebar, namun atas usaha kerasnya,
akhirnya ia diperbolehkan untuk mengunjungi Corrie walaupun
dengan syarat ia harus melakukan pengobatan ini itu agar penyakit
kolera tidak menular kepada Hanafi.
Ternyata, pertemuan tersebut merupakan pertemuan terakhir
Hanafi dengan Corrie. Sebelum menghembuskan nafas
terakhirnya, Corrie bersedia memaafkan kesalahan Hanafi.
Perasaan menyesal dan berdosa membuat Hanafi sangat menderita.
Batinnya tergoncang, ia pun jatuh sakit dan dirawat di rumah sakit
tersebut.
Setelah sembuh dan diperbolehkan untuk keluar dari rumah
sakit, ia pun memutuskan untuk pulang ke kampungnya.
Sebelumnya, ia ke kuburan Corrie dan panti asuhan terlebih dahulu
untuk berpamitan.
Setelah itu, ia pun segera pergi ke tanah kelahirannya.
Sesampainya disana, ia begitu terkejut mendapati mamaknya,
Sutan Batuah yang akan membawa pergi Rapiah beserta anaknya,
Syafei. Sutan Batuah memberikan penawaran kepada Hanafi
apabila ia ingin kembali rujuk dengan Rapiah.
Namun, karena masih tidak memiliki perasaan apapun kepada
Rapiah, maka Hanafi menolak penawaran tersebut. Ia pun hanya
tinggal berdua saja dengan ibunya. Setiap hari Hanafi hanya
melamun dan melamun saja, hingga orang-orang kampung
menjulukinya sebagai orang gila. Karena merasa lelah, suatu hari,
Hanafi menghabisi dirinya dengan meminum racun. Ibunya sangat
panic. Ia pun meminta bantuan dukun dan para warga warga. Tak
hanya itu, ia pun memberanikan diri untuk meminta bantuan
kepada dokter Belanda. Sesampainya di kamar Hanafi, dokter itu
pun segera tahu bahwa Hanafi dengan sengaja meminum racun
tersebut dan ingin segera menghabisi nyawanya. Hanafi
mengiyakan, ia berasalan ingin segera menyusul Corrie, istri
tercintanya. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, Hanafi
meminta maaf kepada ibunya dan ia pun menitipkan Syafei agar
tidak mengikuti jejaknya tersebut.
BIOGRAFI PENYUSUN