Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

Henoch Schonlein Purpura (HSP)

Pembimbing :
dr. Hj. Rini Sulviani, Sp.A. M.Kes

Disusun oleh:
Nurjamilatunnisa (2010730152)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD R. SYAMSUDIN, SH - SUKABUMI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2014
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Data Pasien Ibu Ayah


Nama An. DR Ny. AM Tn. ZK
Tanggal Lahir 11 -03-2005 06-04-1980 04-06-1960
Umur 9 Tahun 34 Tahun 54 Tahun
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Laki-laki
Kp. Cimuncang RT 002/007 , Desa Kebon Pedes -
Alamat
Sukabumi
Agama Islam Islam Islam
Suku Bangsa Sunda Sunda Sunda
Pendidikan SD SD SD
Ibu Rumah
Pekerjaan Pelajar Wiraswasta
Tangga
Penghasilan >Rp.3.000.000/bulan
Masuk Rumah
06-06-20014
Sakit

II. ANAMNESIS
Dilakukan alloanamnesis dengan ibunya di ruang 15-26 TIM 3 pada tanggal 7
Juni 2014
A.Keluhan Utama
Nyeri perut sejak 1 minggu yang lalu
B.Keluhan Tambahan
Mual dan muntah sejak 1 minggu yang lalu, ruam-ruam merah di tangan
dan kaki 6 hari yang lalu ,bengkak di kedua tangan dan kaki sejak 5 hari
yang lalu, BAB mencret sejak 1 hari yang lalu.

C.Riwayat Penyakit Sekarang


Sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, Pasien mengeluhkan
nyeri perut, nyeri dirasakan di seluruh perut, nyeri perut hilang timbul dan
timbulnya tidak menentu, semakin lama nyeri perut makin tambah sakit
sampai tubuh tidak kuat menahan rasa sakit nya, rasa nyeri tidak terasa
seperti terbakar dan nyeri tidak menjalar ke punggung. Pasien juga
mngeluhkan adanya mual dan muntah, muntah >5x , muntah berupa cair dan
makanan, muntah tidak ada darah, muntah tidak berwarna kehitaman, tidak
berwarna hijau dan muntah tidak menyemprot. Pasien tidak mengeluhkan
adanya demam, tidak ada nyeri kepala ,tidak ada keluhan nyeri dada , tiadak
ada masalah dengan BAB/BAK, nafsu makan masih baik.
6 hari sebelum masuk rumah sakit , Pasien juga mengeluhkan muncul
ruam-ruam di kedua kaki berwarna merah kemudian menjalar ke bagian
tangan, badan, dan punggung. ruam tersebut teraba , warna merah pada
ruam tidak menghilang jika diraba , ruam tidak gatal dan tidak nyeri. Pasien
tidak mngeluhkan adanya perdarah dari hidung dan gusi, BAB tidak
berdarah. tidak ada ruam berbentuk kupu-kupu di wajah, tidak ada keluhan
sensitiv terhadap cahaya.
5 hari sebelum masuk rumah sakit , Pasien mengeluhkan adanya
bengkak di kedua tangan dan kaki . Bengkak pertama kali muncul di kedua
kaki kemudian timbul di kedua tangan. Pasien juga mengeluhkan nyeri di
seluruh badan terutama nyeri di sendi-sendi sehingga tidak bisa berjalan
karena nyeri.
1 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien juga mengeluh BAB
mencret >2x, konsistensi cair lebih banyak daripada ampas, berlendir dan
berwarna darah segar. Selain itu pasien mengeluhkan nyeri perut yang
semakin hebat di seluruh perut sampai tubuh tidak kuat menahan rasa sakit
nya, nyeri badan dan sendi yang semakin berat sehingga pasien di bawa ke
RSUD Syamsudin, SH.

D.Riwayat Penyakit dahulu


Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Riwayat
sakit cacar (+) saat pasien berusia 5 tahun. Riwayat Kejang (-).

E.Riwayat Pengobatan
1 minggu yang lalu sebelum masuk ke rumah sakit, pasien berobat ke klinik
terdekat rumah. Pasien di beri obat anti mual, muntah , dan nyeri perut.

III. Riwayat Pasien


A.Riwayat Kehamilan
Perawatan Antenatal : Rutin periksa ke posyandu

B.Kelahiran
Tempat kelahiran : Rumah
Penolong persalinan : Paraji /dukun beranak
Cara persalinan : Spontan pervaginam
Keadaan Bayi
Berat badan lahir : 3500 gram
Panjang badan lahir : 49 cm
Langsung Menangis : ya

C.Riwayat tumbuh kembang


Pertumbuhan gigi pertama : 8 bulan

Psikomotor
Tengkurap : 6 bulan
Duduk : 8 bulan
Merangkak : 9 bulan
Berdiri dan berjalan : 11 bulan
Berbicara : 1 tahun
Membaca : 5 tahun

D.Riwayat makanan
0 – 4 bulan : ASI
4 – 12 bulan : ASI + bubur susu, bubur nasi, biskuit,
buah
12 bulan – sekarang : Menu keluarga

E.Riwayat imunisasi

Jenis Vaksin Jumlah pemberian Umur (bulan)


BCG 1 Kali 1 bulan
DPT 3 Kali 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan
Lahir, 2 bulan,
POLIO 4 Kali
4 bulan, 6 bulan
HEPATITIS B 3 Kali Lahir, 1 bulan, 4 bulan
CAMPAK 1 Kali 9 bulan

F.Riwayat alergi
Tidak mempunyai alergi terhadap obat ataupun makanan.

G.Riwayat keluarga
Tidak ada yang pernah mengalami seperti ini sebelumnya. Riwayat asma (-)
IV.PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis

Data Antropometri
Berat Badan : 23 kg
Tinggi Badan : 127 cm

WFA : 23/29 X 100% = 79% (80% - 100%)


Kurang
HFA : 127/134 X 100% = 94% (90%-110%)
Normal
WFH : 23/23 X 100% = 100% (90%-110%)
Status Gizi Normal
Tanda Vital
Tekanan darah : 100/60 mm/Hg
Nadi : 80x/menit
Suhu : 36,4 °C
Pernapasan : 36x/menit
Kepala : Normocephali , ubun-ubun normal,
rambut warna hitam dan tidak
mudah di cabut.
Kulit : ikterik (-), sianosis (-), turgor baik,
tampak efloresensi macula eritema
ekimosis multiple yang teraba di
region lumbalis, abdomen kuadran
3 , gluteus sinistra, ekstremitas
bawah dextra.
Mata : pupil bulat isokor, reflex cahaya +/
+, konjungtiva anemis -/-, sclera
ikterik -/-, mata tidak cekung.
Hidung : septum deviasi (-), nafas cuping
hidung (-), secret -/-.
Telinga : serumen -/- , nyeri tekan -/-
Mulut : bibir tidak kering, sianosis (-),
mukosa merah muda, trismus (-),
oral kandidiasis (-)
Tenggorokan : faring tidak hiperemis
Leher : KGB tidak teraba membesar,
kelenjar tiroid tidak teraba
membesar.

Paru-paru
Inspeksi : bentuk dada simetris, retraksi (-)
Palpasi : massa (-)
Perkusi : sonor di semua lapang paru
Auskultasi : suara napas vesikuler , ronchi -/-,
wheezing -/- .

Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di sela iga ke 5
garis mid clavicula
Perkusi : redup
Auskultasi : s1 normal, s2 normal, regular,
murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : tampak efloresensi makula eritema
ekimosis multiple yang teraba di
bagian kuadran 3 abdomen
abdomen.
Palpasi : supel, turgor baik,
hepatosplenomegali (-)
Perkusi : timpani di semua kuadaran
abdomen
Auskultasi : bising usus 4x / menit

Punggung : tidak ada deformitas , tampak


efloresensi macula eritema ekimosis
multiple yang teraba di region
lumbalis.

Ekstremitas
Ekstremitas bawah : akral hangat +/+, oedem -/- , CRT
< 2 detik, tampak efloresensi macula
eritema ekimosis multiple yang
teraba (+)
Ekstremitas atas : akral hangat +/+, oedem -/- , CRT
< 2 detik, tampak efloresensi macula
eritema ekimosis multiple yang
teraba (-).

V.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal 07 juni 2014
Lab darah
Nama Test hasil Nilai normal
Hemoglobin 11,6 L = 14-18 g/dl
Leukosit 13400 7000-17000/ul
Hematrokit 31,8 L = 40 -50%
Trombosit 361000 150000-350000
Laju Endap Darah 80/115 <15 mm/jam

Lab urin
Nama test Hasil Nilai normal
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Jernih Jernih
Ph 6 5-8
Berat jenis 1010 1005 – 1030
Albumin - Neg
Glukosa - Neg
Bilirubin - Neg
Eritosit 1-2 <2lpb
Leuksit 0-1 <5lpb

VI.RESUME
Pasien mengeluh mual,muntah, dan nyeri perut 1 minggu yang lalu
SMRS. kemudian Muncul ruam-ruam di kedua tangan dan kaki , punggung dan
bokong kiri sejak 6 hari yang lalu SMRS. pasien mengeluh bengkak di kedua
tangan dan kaki 5 hari , nyeri sampai tidak bisa berjalan sejak 5 hari yang lalu
SMRS. pasien juga mngeluhkan BAB berlendir dan bercampur darah sejak 1
hari MRS.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang,
kesadaran CM. Nadi 80x/menit , RR 36x/menit , suhu 36,4°C , tampak
efloresensi makula eritema ekimosis multiple yang teraba pada kedua kaki,
badan, dan punggung.
Pada pemeriksaan lab darah di dapatkan hemoglobin 11,8 g/dl , leukosit
13400 /ul , LED 80/115, hematokrit 31,8 % , trombosit 361000/ul .

VII.DIAGNOSIS KERJA
Henoch Schonlein Purpura (HSP)
VIII.DIAGNOSIS BANDING
-Peritonitis
-Sistemik lupus eritematosa (SLE)
-Bacterial Endocarditis
IX.PENATALAKSANAAN
Umum : terapi suportif
- Minum air putih yang cukup
- Makanan lunak
- IVFD 27A 8 tpm
Khusus : terapi simptomatis
-Methylprednisolon IV 3 x 500 mg
-Cefotaxime IV 3 X 500 mg

X.PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad function : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

Analisa Kasus

Diagnosa Kerja
Henoch Schonlein Purpura
Pada kasus ini, diagnosis di tegakan berdasarkan gejala klinis
Anamnesis : usia < 20 tahun , ruam merah yang teraba , nyeri perut , Bengkak
ekstremitas, nyeri sendi, dan BAB berlendir dan berdarah.
Pada pemeriksaan fisik di temukan : tampak efloresensi eritematosa multiple yang
teraba di region lumbalis, abdomen kuadran 3 , gluteus sinistra, dan ekstremitas
bawah dextra.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya : penurunan Hb 11,4 gr/dl yang
menunjukan adanya perdarahan gastrointestinal, penurunan hematokrit 31,8 %,
jumlah trombosit meninngkat yaitu 361.000 ul untuk membedakan purpura yang
disebabkan oleh trombositopenia. Hasil pemeriksaan lain nya dalam batas normal.

Diagnosis Banding
- Peritonitis
Karena dilihat dari awal kondisi pasien datang ke ugd dengan nyeri di seluruh region
abdomen, mual dan muntah
- Sistemik lupus eritematosa (SLE)
Karena dilihat dari anamnesis pasien mengeluhkan adanya ruam merah di kedua kaki
dan tangan dan adanya nyeri sendi serta bengkak.
-Bakterial endokarditis
Karena dilihat dari anamnesis pasien mngeluhkan adanya mual , muntah , nyeri
perut, dan ruam –ruam merah di kulit

TINJAUAN PUSTAKA
HENOCH-SCHONLEN PURPURA

Purpura Henoch-Schonlein (PHS) yang dinamakan juga purpura anafilaktoid atau


purpura nontrombositopenik adalah sindrom klinis yang disebabkan oleh vaskulitis
pembuluh darah kecil sistemik yang ditandai dengan lesi kulit spesifik berupa purpura
nontrombositopenik, artritis atau artralgia, nyeri abdomen atau perdarahan
gastrointestinalis, dan kadang-kadang nefritis atau hematuria. Nama lain yang diberikan
untuk kelainan ini adalah purpura anafilaktoid, purpura alergik, dan vaskulitis alergik.
Penggunaan istilah purpura anafilaktoid digunakan karena adanya kasus yang terjadi
setelah gigitan serangga dan paparan terhadap obat dan alergen makanan.

PHS terutama terdapat pada anak umur 2-15 tahun (usia anak sekolah) dengan
puncaknya pada umur 4-7 tahun. Terdapat lebih banyak pada anak laki-laki dibanding anak
perempuan (1,5:1).

Heberden pertama kali mendeskripsikan penyakit ini pada tahun 1801 pada anak
umur 5 tahun dengan nyeri perut, hematuria, hematoskezia, dan purpura di kaki. Pada
tahun 1837, Johann Schönlein mendeskripsikan sindrom purpura yang dikaitkan dengan
nyeri sendi dan presipitasi urine pada anak-anak. Eduard Henoch, murid dari Schönlein’s,
lebih jauh mengkaitkan nyeri abdomen dan keterlibatan ginjal dalam sindrom ini. Frank
mengajukan penggunaan “anaphylactoid purpura” pada tahun 1915. Hal ini diikuti dengan
asumsi bahwa pathogenesis seringkali terlibat dengan reaksi hipersensitivitas untuk agen
penyebab.

ETIOLOGI

Sampai sekarang penyebab penyakit ini belum diketahui. Diduga beberapa faktor
memegang peranan, antara lain faktor genetik, infeksi traktus respiratorius bagian atas,
makanan, imunisasi (vaksin varisela, rubella, rubeola, hepatitis A dan B) dan obat-obatan
(ampisilin, eritromisin, kina). Infeksi bisa berasal dari bakteri (spesies Haemophilus,
Mycoplasma, Parainfluenza, Legionella, Yersinia, Salmonella dan Shigella) ataupun virus
(adenovirus, varisela).Vaskulitis juga dapat berkembang setelah terapi antireumatik,
termasuk penggunaan metroteksat dan agen anti TNF (Tumor Necrosis Factor). Namun
IgA jelas mempunyai peranan penting, ditandai dengan peningkatan konsentrasi IgA
serum, kompleks imun dan deposit IgA di dinding pembuluh darah dan mesangium renal.

Penyebab
 Infeksi : Mononucleosis , Group A streptococcal infection (most common) ,
Hepatitis, Mycoplasma, EBV, Varicella-zoster viral , Parvovirus B19,
Campylobacter enteritis , Hepatitis C–related liver cirrhosis Subacute bacterial
endocarditis , Yersinia, Shigellosis, Salmonellosis.
 Vaksin : tifoid, campak, kolera, demam kuning.
 Alergen : obat ( ampisillin,eritromisin,penisilin,kuinidin,kuinin), makanan, gigitan
serangga, paparan terhadap dingin.
 Penyakit idiopatik : glomerulocystic kidney disease

PATOFISIOLOGI

Dari biopsi lesi pada kulit atau ginjal, diketahui adanya deposit kompleks imun yang
mengandung IgA. Aktivasi komplemen jalur alternatif. Deposit kompleks imun dan
aktivasi komplemen mengakibatkan aktivasi mediator inflamasi termasuk prostaglandin
vaskular seperti protasiklin, sehingga terjadi inflamasi pada pembuluh darah kecil di kulit,
ginjal, sendi dan abdomen dan terjadi purpura di kulit, nefritis, artritis dan perdarahan
gastrointestinalis.
Beberapa faktor imunologis juga berperan dalam patogenesis PHS, seperti perubahan
produksi interleukin dan faktor pertumbuhan yang berperan daam mediator inflamasi. TNF,
IL-1, dan IL-6 bisa memediasi proses inflamasi pada HSP.

Secara histologis terlihat berupa vaskulitis leukositoklastik. Pada kelainan ini terdapat
infiltrasi leukosit polimorfonuklear di pembuluh darah yang menyebabkan nekrosis.
Perubahan produksi interleukin dan faktor pertumbuhan yang berperan dalam mediator
inflamasi. Peningkatan faktor pertumbuhan hepatosit selama fase akut PHS dapat
menunjukkan kerusakan atau disfungsi sel endotel, demikian pula dengan faktor
pertumbuhan endotel vaskular.

MANIFESTASI KLINIK

 Mula-mula berupa ruam makula eritematosa pada kulit yang berlanjut menjadi
palpable purpura tanpa adanya trombositopenia. Purpura dapat timbul dalam 12-24
jam. Purpura terutama terdapat pada kulit yang sering terkena tekanan (pressure-
bearing surfaces), yaitu bokong dan ekstremitas bagian bawah. Kelainan kulit ini
ditemukan pada 100% kasus dan merupakan 50% keluhan penderita pada waktu
berobat.
 Kelainan kulit dapat pula ditemukan pada muka dan tubuh serta dapat pula berupa
lesi petekia atau ekimotik. Lesi ekimotik yang besar dapat mengalami ulserasi.
Warna purpura mula-mula merah, lambat laun berubah menjadi ungu, kemudian
coklat kekuning-kuningan lalu menghilang. Kelainan kulit yang baru dapat timbul
kembali.
 Bentuk yang tidak klasik berupa vesikel hingga menyerupai eritema multiform.
Kelainan akut pada kulit ini dapat berlangsung beberapa minggu dan menghilang,
tetapi dapat pula rekuren.
 Angioedema pada muka (kelopak mata, bibir) dan ekstremitas (punggung tangan
dan kaki) ditemukan berturut-turut pada 20% dan 40% kasus.
 Edema skrotum juga dapat terjadi pada awal penyakit.
 Gejala prodormal dapat terdiri dari demam, nyeri kepala dan anoreksia.
 Gejala artralgia atau artritis yang cenderung bersifat migran dan mengenai sendi
besar ekstremitas bawah seperti lutut dan pergelangan kaki, namun dapat pula
mengenai pergelangan tangan, siku dan persendian di jari tangan.. Kelainan ini
timbul lebih dahulu (1-2 hari) dari kelainan pada kulit. Sendi yang terkena dapat
menjadi bengkak, nyeri dan sakit bila digerakkan, biasanya tanpa efusi, kemerahan
ataupun panas. Kelainan terutama periartikular dan bersifat sementara, dapat pula
rekuren pada masa penyakit aktif tetapi tidak menimbulkan deformitas yang
menetap.
 Nyeri abdomen atau perdarahan gastrointestinalis. Keluhan abdomen ditemukan
pada 35-85% kasus dan biasanya timbul setelah timbul kelainan pada kulit (1-4
minggu setelah onset). Nyeri abdomen dapat berupa kolik abdomen yang berat,
lokasi di periumbilikal dan disertai muntah, kadang-kadang terdapat perforasi usus
dan intususepsi ileoileal atau ileokolonal yang ditemukan pada 2-3% kasus.
Intususepsi atau perforasi disebabkan oleh vaskulitis dinding usus yang
menyebabkan edema dan perdarahan submukosa dan intramural.
 Kelainan ginjal, meliputi hematuria, proteinuria, sindrom nefrotik atau nefritis.
Penyakit pada ginjal juga biasanya muncul 1 bulan setelah onset ruam kulit.
Kelainan ginjal dapat ditemukan pada 20-50% kasus dan yang persisten pada 1%
kasus, yang progresif sampai mengalami gagal ginjal pada <1%. Adanya kelainan
kulit yang persisten sampai 2-3 bulan, biasanya berhubungan dengan nefropati atau
penyakit ginjal yang berat. Risiko nefritis meningkat pada usia onset diatas 7 tahun,
lesi purpura persisten, keluhan abdomen yang berat dan penurunan aktivitas faktor
XIII. Gangguan ginjal biasanya ringan, meskipun beberapa ada yang menjadi
kronik.

Kriteria purpura Henoch-Schonlein menurut American College of Rheumatology 1990

Kriteria Definisi
Purpura non trombositopenia Lesi kulit hemoragik yang dapat
(Palpable purpura) diraba, terdapat elevasi kulit, tidak
berhubungan dengan trombositopenia
Usia onset < 20 tahun Onset gejala pertama < 20 tahun
Gejala abdominal / gangguan saluran Nyeri abdominal difus, memberat
cerna (Bowel angina) setelah makan, atau diagnosis iskemia
usus, biasanya termasuk BAB
berdarah
Granulosit dinding pada biopsi Perubahan histologi menunjukkan
granulosit pada dinding arteriol atau
venula

Untuk kepentingan klasifikasi, pasien dikatakan mempunyai PHS bila memenuhi


setidaknya 2 dari kriteria yang ada (sensitivitas 87,1% dan spesifisitas 87,7%) (Dikutip
dari JT Cassidy dan RE Petty,1990)

 Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang spesifik, yaitu ruam purpurik
pada kulit terutama di bokong dan ekstremitas bagian bawah dengan satu atau lebih
gejala berikut: nyeri abdomen atau perdarahan gastrointestinalis, artralgia atau
artritis, dan hematuria atau nefritis

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik menyeluruh diindikasikan , sejak HSP dapat mengenai banyak dari
sistem organ lain.

 Lesi kulit primer


 Erupsi dapat dimulai dengan makular eritematosus atau lesi urticarial, berkembang
menjadi papul, dan kemudian, menjadi purpura yang bisa dipalpasi, biasanya
berdiameter 2-100 mm.
 Bullae, vesicles, petechiae, dan ecchymotic, necrotic, ulcerative, atau lesi lain dapat
timbul.
 Edema subkutan sering pada anak-anak usia kurang dari 3 tahun.
 Distribusi Kulit
Lesi biasanya simetris dan cenderung terdistribusi di area tubuh tergantung, seperti
ankle dan kaki bawah pada anak yang lebih tua dan dewasa, dipunggung, lipatan
lemak, ekstremitas atas, sejak regio ini cenderung untuk menjadi tergantung dalam
beberapa kelompok. Wajah, tangan, dan membran mukus biasanya terpisah, kecuali
pada bayi, dimana keterlibatan wajah menjadi tidak biasa. Edema subcutaneus
prominent pada anak yang lebih muda melibatkan scalp, regio periorbital, tangan,
kaki dan area skrotum.
 Lesi biasanya timbul dan memudar lewat beberapa hari. Rekurensi cenderung
untuk timbul pada sisi yang sama pada lesi sebelumnya.
 Kulit : warna yang terlihat pada purpura berkembang dari merah ke ungu,
kemudian menjadi coklat sebelum memudar.
 Jantung : tamponade cardial dan infark miokard jarang telah dilaporkan dengan
HSP.
 Paru : meskipun jarang manifestasi dari HSP, perdarahan pulmonal telah
dilaporkan. Ketika timbul, merupakan tanda prognostik yang buruk dengan 50%
angka kematian. Satu studi pediatric menunjukkan bahwa 95% pasien dengan
penyakit aktif mempunyai terganggunya kapasitas difusi dari karbonmonoksida,
dimana biasanya reversibel ketika sindrom teratasi.
 Abdomen: Nyeri sekunder terhadap keterlibatan vaskulitis dari mesenterikum kecil
atau pembuluh mukosa usus lebih sering. Pemeriksaan abdomen untuk massa yang
dapat diraba, dimana dapat mengindikasikan intususepsi. Pancreatitis, gallbladder
hydrops, appendicitis, dan perdarahan gaster massive juga telah dilaporkan.
 Scrotum/testicles: keterlibatan testis bervariasi dalam laporan 4-38%. Nyeri testis
dapat menjadi begitu intense yang terlihat torsi.
 Ekstremitas : Arthralgia dan arthritis sering, secara primer mengenai ankle dan lutut
, meskipun sambungan tulang lain dapat terlibat. Inflamasi periarticular juga sering.
 Neurologis : nyeri kepala, kejangm dan mononeuropati jarangkali dilaporkan
dengan HSP. Lakukan pemeriksaan neurologis untuk defisit lokal.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada pemeriksaan laboratorium tidak terlihat adanya kelainan spesifik.


 Jumlah trombosit normal atau meningkat, membedakan purpura yang disebabkan
oleh trombositopenia.
 Dapat terjadi leukositosis moderat dan anemia normokromik, biasanya
berhubungan dengan perdarahan di gastrointestinal.
 Biasanya juga terdapat eosinofilia.
 Laju endap darah dapat meningkat.
 Kadar komplemen seperti C1q, C3 dan C4 dapat normal.
 Pemeriksaan kadar IgA dalam darah mungkin meningkat, demikian pula limfosit
yang mengandung IgA.
 Analisis urin dapat menunjukkan hematuria, proteinuria maupun penurunan
kreatinin klirens, demikian pula pada feses dapat ditemukan darah.
 Biopsi pada lesi kulit menunjukkan adanya vaskulitis leukositoklastik.
 Imunofluoresensi menunjukkan adanya deposit IgA dan komplemen pada dinding
pembuluh darah.
 Pemeriksaan radiologi dapat ditemukan penurunan motilitas usus yang ditandai
dengan pelebaran lumen usus ataupun intususepsi melalui pemeriksaan barium.

PENGOBATAN
Pengobatan adalah suportif dan simtomatis, meliputi pemeliharaan hidrasi, nutrisi,
keseimbangan elektrolit dan mengatasi nyeri dengan analgesik. Artritis ringan dan demam
dapat digunakan antiinflamasi non steroid, seperti ibuprofen atau parasetamol. Edema
dapat diatasi dengan elevasi tungkai. Selama ada keluhan muntah dan nyeri perut, diet
diberikan dalam bentuk makanan lunak. Penggunaan asam asetil salisilat harus
dihindarkan, karena dapat menyebabkan gangguan fungsi trombosit yaitu petekia dan
perdarahan saluran cerna. Bila ada gejala abdomen akut, dilakukan operasi. Bila terdapat
kelainan ginjal progresif dapat diberi kortikosteroid yang dapat dikombinasi dengan
imunosupresan. Metilprednisolon intravena dapat mencegah perburukan penyakit ginjal
bila diberikan secara dini. Metilprednisolon dengan dosis 250-750 mg/hari intravena
selama 3-7 hari dikombinasikan dengan sikofosfamid 100-200 mg/hari untuk fase akut
PHS yang berat. Dilanjutkan dengan pemberian kortikosteroid (prednison 100-200 mg
oral) selang sehari dan siklofosfamid 100-200 mg/hari selama 30-75 hari, sebelum
akhirnya siklofosfamid dihentikan langsung, dan tappering-off steroid hingga 6 bulan.
Terapi prednison dapat diberikan dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari secara oral, terbagi
dalam 3-4 dosis selama 5-7 hari. Kortikosteroid diberikan dalam keadaan penyakit dengan
gejala sangat berat, artritis, manifestasi vaskulitis pada sistem saraf pusat, paru dan testis,
nyeri abdomen berat, perdarahan saluran cerna, edema dan sindrom nefrotik persisten.
Pemberian dini pada fase akut dapat mencegah perdarahan, obstruksi, intususepsi dan
perforasi saluran cerna.Vasculitis pada myocardia Perdarahan paru severe bilateral
pulmonary hemorrhage. Urinary manifestations: Vasculitis : stenosing ureteritis, priapism,
penile edema, or orchitis. Bilateral subperiosteal orbital hematomas. Adrenal hematomas
Pancreatitis Akut Pengobatan simptomatik, termasuk diet dan kontrol nyeri dengan
asetaminofen, disediakan untuk masalah sendiri yang terbatas dari arthritis, edema, demam
dan malaise. Menjauhi aktivitas kompetitif dan menjaga ekstremitas bawah pada
ketergantungan persistent dapat menurunkan edema lokal. Jika edema melibatkan skrotum,
peningkatan skrotum dan pendinginan lokal, sebagaimana toleransi, dapat menurunkan
ketidaknyamanan.

PROGNOSIS
HSP adalah penyakit vaskulitis yang sembuh sendiri dengan prognosis semuanya yang
sempurna. Penyakit ginjal kronis dapat menghasilkan morbiditas : studi dasar populasi
mengindikasikan bahwa kebih sedikit dari 1% pasien dengan HSP menjadi penyakit ginjal
persisten dan kurang dari 0.1% menimbulkan penyakit ginjal yang serius. Jarangnya,
kematian dapat timbul selama fase akut penyakit sebagai hasil dari infark usus, keterlibatan
CNS, atau penyakit ginjal. Sesuai keadaan, anak-anak yang menampakkan sindrom seperti
HSP membawa karakteristik dari penyakit jaringan ikat lain
Pada umumnya prognosis adalah baik, dapat sembuh secara spontan dalam beberapa hari
atau minggu (biasanya dalam 4 minggu setelah onset).
Rekurensi dapat tejadi pada 50% kasus.
Pada beberapa kasus terjadi nefritis kronik, bahkan pada 2% kasus menderita gagal ginjal.
Bila manifestasi awalnya berupa kelainan ginjal yang berat, maka perlu dilakukan
pemantauan fungsi ginjal setiap 6 bulan hingga 2 tahun pasca-sakit.
Sepertiga sampai setengah anak-anak dapat mengalami setidaknya satu kali rekurensi yang
terdiri dari ruam merah atau nyeri abdomen, namun lebih ringan dan lebih pendek
dibandingkan episode sebelumnya. Eksaserbasi umumnya dapat terjadi antara 6 minggu
sampai 2 tahun setelah onset pertama, dan dapat berhubungan dengan infeksi saluran nafas
berulang.
Prognosis buruk ditandai dengan penyakit ginjal dalam 3 minggu setelah onset, eksaserbasi
yang dikaitkan dengan nefropati, penurunan aktivitas faktor XIII, hipertensi, adanya gagal
ginjal dan pada biosi ginjal ditemukan badan kresens pada glomeruli, infiltrasi makrofag
dan penyakit tubulointerstisial.
DAFTAR PUSTAKA

Soylemezoglu O, Ozkaya O, Erbas D, et al. Nitric oxide in Henoch-Schonlein purpura.


Scand J Rheumatol. 2002;31(5):271-4.
Sugiyama H, Watanabe N, Onoda T, et al. Successful treatment of progressive Henoch-
Schonlein purpura nephritis withtonsillectomy and steroid pulse therapy. Intern Med. Jun
2005;44(6):611-5.
Szer IS. Gastrointestinal and renal involvement in vasculitis: management strategies in
Henoch-Schonlein purpura. Cleve Clin J Med. May 1999;66(5):312-7.
Szer IS. Henoch-Schonlein purpura. Curr Opin Rheumatol. Jan 1994;6(1):25-31.
Szer IS. Henoch-Schonlein purpura: when and how to treat. J Rheumatol. Sep
1996;23(9):1661-5.
Tizard EJ. Henoch-Schonlein purpura. Arch Dis Child. Apr 1999;80(4):380-3.
Vila Cots J, Gimenez Llort A, Camacho Diaz JA, Vila Santandreu A. [Nephropathy in
Schonlein-Henoch purpura: a retrospective study of the last 25 years]. An Pediatr (Barc).
Mar 2007;66(3):290-3.

Anda mungkin juga menyukai