Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH MANAJEMEN MUTU

“Pengertian dan Sejarah Kualitas”

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1

LAODE MUH. DENING P. (A21116329)

WAHIDA HIDAYAT A.R (A21116038)

FIRZA AULIA

YOSUA KALESSA

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam era globalisasi, secara strategik kualitas didefinisikan sebagai segala sesuatu yang
mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers).
Keunggulan suatu produk terukur melalui tingkat kepuasan pelanggan. Karakteristik sistem kualitas
modern dicirikan dalam lima aspek, yaitu: berorientasi pada pelanggan, adanya partisipasi aktif yang
dipimpin oleh manajemen puncak, adanya pemahaman dari setiap orang terhadap tanggung jawab
spesifik untuk berkualitas, adanya aktivitas yang berorientasi pada tindakan pencegahan kerusakan
dan adanya suatu filosofi yang menganggap bahwa kualitas merupakan jalan hidup (way of life).
Manajemen kualitas didefinisikan sebagai suatu cara meningkatkan performansi, secara
terus menerus (continuous improvement) pada setiap level operasi atau proses, dalam setiap area
fungsional dari suatu organisasi dengan menggunakan sumber daya manusia dan modal yang
tersedia. Beberapa hal penting yang terkandung dalam definisi tersebut adalah adanya perencanaan
kualitas, pengendalian kualitas, jaminan kualitas, dan peningkatan kualitas.

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi kualitas ?

2. Mengapa kualitas itu penting ?

3. Apa saja dimensi kualitas ?

4. apa perspektif kualitas ?

5. bagaimana sejaran kualitas dan sejarah TQM ?

C. Tujuan

1. Untuk memahami definisi kualitas, pentingnya kualitas, dimensi kualitas, perspektif kualitas, dan
sejarah kualitas serta TQM.

2. Memenuhi tugas yag telah diamanahkan.

3. Menambah wawasan para pembaca.


BAB II
PENGERTIAN DAN SEJARAH KUALITAS

A. Definisi Kualitas

Josep M Juran mendefinisikan kualitas sebagai kecocokan untuk pemakaian (fitness foruse),
definisi ini menekankan orientasi pada pemenuhan harapan pelanggan. definisi mutu menurut
Philip Crosby sebagai kesesuaian terhadap persyaratan (Quality has to be defined as conformance
to requirements). Meskipun tidak ada definisi mengenai kualitas yang diterima secara universal
namun, ada 3 hal yang mencakup permasaan dari pandangan di atas yaitu :

1. Kualitas mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan konsumen

2. Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan.

3 Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah.

B. Pentingnya Kualitas

Dilihat dari perspektif manajemen operasional, kualitas produk merupakan salah satu
kebijaksanaan penting dalam meningkatkan daya saing produk yang harus member kepuasan kepada
konsumen melebihi atau paling tidaksama dengan kualitas produk pesaing. Dilihat dari
manajemenpemasaran, kualitas produk merupakan salah satu unsur utama dalam bab pemasaran
(marketing-mix), yaitu produk, harga, promosi dansaluran distribusi yang dapat meningkatkan
volume penjualan dan memperluas pangsa pasar perusahaan.

C. Dimensi Kualitas

Dimensi kualitas menurut Garvin (1987), mengidentifikasi delapan dimensi kualitas yang
dapat digunakan untuk menganalisis karakteristik kualitas barang, yaitu sebagai berikut :

a. Performa (performance), berkaitan dengan fungsi dari produk dan merupakan karakteristik
utama yang dipertimbangkan pelanggan ketika ingin membeli suatu produk.

b. Keistimewaan (features), merupakan aspek dari kedua dari performansi yang menambah
fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan dan pengembangannya.

c. Keandalan (reability), berkaitan dengan kemungkinan suatu produk berfungsi secara berhasil
dalam periode waktu tertentu di bawah kondisi tertentu. Dengan demikian keandalan
merupakan karaktersistik yang merefleksikan kemungkinan tingkat keberhasilan dalam
penggunaan suatu produk.

d. Konformansi (conformance), karakteristik ini mengukur banyaknya atau presentase produk


yang gagal memenuhi sekumpulan standaryang telah ditetapkan dan karena itu perlu
dikerjakan ulang atau diperbaiki.

e. Daya tahan (durability), merupakan ukuran masa pakai suatuproduk. Karakteristik ini
berkaitan dengan daya tahan dari produk itu.

f. Kemampuan pelayanan (service ability), merupakan karakteristik yang berkaitan dengan


kecepatan atau kesopanan, kompetensi, kemudahan, serta akurasi dalam perbaikan.

g. Estetika (aesthetics), merupakan karakteristik mengenai keindahan yang bersifat subjektif


sehingga berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi atau pilihan
individual.

h. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), bersifat subjektif, berkaitan dengan perasaan
pelanggan dalam mengkonsumsi produk.

Bila dimensi-dimensi di atas lebih banyak diterapkan pada perusahaan manufaktur, maka
berdasarkan berbagai penelitian terhadap beberapa jenis jasa, Beryry dan Parasumaran berhasil
mengidentifikasi lima kelompok karakteristik yang digunakan oleh para pelanggan dalam
mengevaluasi kualitas jasa, yaitu seperti berikut:

a. Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan,pegawai dan sarana


komunikasi.

b. Keandalan (reability), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan


segera dan memuaskan.

c. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan
memberikan pelayanan dengan tanggap.

d. Jaminan (assurance), mencakup kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang
dimiliki para staf; bebas dari bahaya, risikoatau keragu-raguan.

e. Empati merupakan kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik dan
memahami kebutuhan para pelanggan.
D. Perspektif Kualitas

Perspektif kualitas yaitu pendekatan yang digunakan untuk mewujudkan kualitas suatu produk.
Menurut Garvin, mengidentifikasi adanya lima alternatif perspektif kualitas yang biasa digunakan,
yaitu :

1. Transcendental Approach

Kualitas dalam pendekatan ini dapat dirasakan atau diketahui,tetapi sullit didefinisikan dan
dioperasionalkan. Sudut pandang ini biasanya diterapkan dalam seni musik,drama,seni tari,dan
seni rupa. Selain itu perusahaan dapat mempromosikan produknya dengan pernyataan-
pernyataan seperti tempat berbelanja yang menyenangkan (supermarket), elegan (mobil),
kecantikan wajah (kosmetik), dll. Dengan demikian fungsi perencanaan,produksi,dan pelayanan
suatu perusahaan sulit sekali menggunakan definisi seperti ini sebagai dasar manajemen kualitas.

2. Product – based Approach

Pendekatan ini menganggap kualitas sebagai karakteristik atau atribut yang dapat
dikuantifikasikan dan dapat diukur. Pandangan ini sangat objektif,maka tidak dapat menjelaskan
perbedaan dalam selera, kebutuhan, dan preferensi individual.

3. User-based Approach

Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang
memandangnya,dan produk yang paling memuaskan preferensi seseorang merupakan produk
yang berkualitas tinggi. Persfektif yang subjektif dan demand-oriented ini juga menyatakan
bahwa pelanggan yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula, sehingga
kualitas bagi seseorang adalah sama dengan kepuasan maksimum yang dirasakannya.

4. Manufacturing-based Approach

Perspektif ini bersifat supply-based dan terutama memperhatikan praktik-praktik


perekayasaan dan pemanukfaturan, serta mendifinisikan kualitas sebagai sama dengan
persyaratannya. Dalam sektor jasa,dapat dikatakan bahwa kualitasnya bersifat operation-driven.
Jadi, yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan,bukan
konsumen yang menggunakannya.
5. Value-based Approach

Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Dengan mempertimbangkan
trade – off antara kinerja dan harga,kualitas didefinisikan sebagai “affordable excellence”.
Kualitas dalam perspektif ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling
tinggi belum tentu produk yang bernilai. Tetapi yang paling bernilai adalah produk/jasa yang
paling tepat dibeli(best-buy).

E. Sejarah Kualitas dan Sejarah TQM

a. Sejarah Kualitas

Penelitian kualitas dimulai dari ditemukannya statistical quality control dengan diagram kontrol
oleh Shewhart pada tahun 1930 sampai dengan saat ini. Sedangkan menurut Garvin terdapat 4 era
kualitas seperti berikut.
1. Inspeksi (Inspection)
Konsep kualitas modern dimulai pada tahun 1920-an. Kelompok kualitas yang utama adalah
bagian inspeksi. Selama produksi, para inspektur mengukur hasil produksi berdasarkan
spesifikasi. Bagian inspeksi ini tidak independen, biasanya mereka melapor ke pabrik. Hal ini
menyebabkan perbedaan kepentingan. Seandainya inspeksi menolak hasil satu alur produksi yang
tidak sesuai maka bagian pabrik berusaha meloloskannya tanpa memperdulikan kualitas. Ada
beberapa orang ahli di bidang statistik antara lain Walter A. Sewhart (1924) yang menemukan
konsep statistik untuk pengendalian variabelvariabel produk, seperti panjang, lebar, berat, tinggi,
dan sebagainya. Sedang H.F. Dodge dan H.G. Romig (akhir 1920) merupakan pelopor dalam
pengambilan sampel untuk menguji penerimaan produk (acceptance sampling).

2. Pengendalian Kualitas (Quality Control)


Pada tahun 1940-an, kelompok inspeksi berkembang menjadi bagian pengendalian kualitas.
Adanya Perang Dunia II mengharuskan produk militer yang bebas cacat. Kualitas produk militer
menjadi salah satu faktor yang menentukan kemenangan dalam peperangan. Hal ini harus dapat
diantisipasi melalui pengendalian yang dilakukan selama proses produksi. Tanggung jawab
kualitas dialihkan ke bagian quality control yang independen.
Bagian ini memiliki otonomi penuh dan terpisah dari bagian pabrik. Para pemeriksa kualitas
dibekali dengan perangkat statistika seperti diagram kendali dan penarikan sampel. Pada tahap ini
dikenal seorang tokoh yaitu Feigenbaum (1983) yang merupakan pelopor Total Quality Control
(1960). Sedang pada tahun 1970 Feigenbaum memperkenalkan konsep Total Quality Control
Organizationwide. Namun pada tahun 1983 Feigenbaum memperkenalkan konsep Total Quality
System.
3. Penjaminan Kualitas (Quality Assurance)
Rekomendasi yang dihasilkan dari teknik-teknik statistik sering kali tidak dapat dilayani oleh
struktur pengambilan keputusan yang ada. Pengendalian kualitas (quality control) berkembang
menjadi penjaminan kualitas (quality assurance). Bagian penjaminan kualitas difokuskan untuk
memastikan proses dan kualitas produk melalui pelaksanaan audit operasi, pelatihan, analisis
kinerja teknis, dan petunjuk operasi untuk peningkatan kualitas. Penjaminan kualitas bekerja sama
dengan bagian-bagian lain yang bertanggung jawab penuh terhadap kualitas kinerja masing-
masing bagian.

4. Manajemen Kualitas (Quality Management)


Penjaminan kualitas bekerja berdasarkan status quo, sehingga upaya yang dilakukan hanyalah
memastikan pelaksanaan pengendalian kualitas, tapi sangat sedikit pengaruh untuk
meningkatkannya. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi persaingan, aspek kualitas harus selalu
dievaluasi dan direncanakan perbaikannya melalui penerapan fungsi-fungsi manajemen kualitas.

b. Sejarah Perkembangan TQM (Total Quality Management)

Dalam perkembangan manajemen kualitas, ternyata bukan hanya fungsi produksi yang
mempengaruhi kepuasan pelanggan terhadap kualitas. Dalam hal ini tanggung jawab terhadap
kualitas tidak cukup hanya dibebankan kepada suatu bagian tertentu, tetapi sudah menjadi tanggung
jawab seluruh individu di perusahaan. Pola inilah yang disebut Total Quality Management yang
berkembang kurang lebih pada tahun 1985. Sebenarnya, perkembangan konsep kualitas secara
menyeluruh atau terpadu (total quality) sudah dimulai sejak awal tahun 1990-an oleh Frederick
Taylor yang dikenal dengan sebutan father of scientific management dan terkenal dengan teorinya
time and motion studies.

Karakteristik
Tahun Perkembangan
Istilah
Frederick W. Taylor mempublikasikan bukunya “The principle of
1911 scientific management” yang melahirkan berbagai teknik seperti
studi waktu dan gerak.
Quality Control mulai di Amerika Serikat, terbatas untuk produksi
1920 QC
dan pabrik
1924 Control Chart diperkenalkan oleh W. A. Shewhart
Quality Control menggunakan metode-metode statistic, mulai
1940 diterapkan di Amerika Serikat dengan Dr. J. M. Juran sebagai SQC
pelopor
Jepang mulai menerapkan Total Quality Control. Diperkenalkan
1950 Statistik QC oleh Dr. W.E. Deming Tokoh-tokoh TQC lainnya, TQC
tercatat: Dr. A.V. Feigenbaum (1951) dan Dr. J.M. Juran (1954)
1960 Jepang mulai menerapkan Quality Control Circle QCC
Penerapan QC mulai meluas ke bidang-bidang lain, yaitu industry
non manufaktur (konstruksi dan lain-lain), serta industry jasa,
terutama setelah diperkenalkannya system manajemen dengan
pengendalianyang terpadu (TQC), yang menitikberatkan
1968 – pelaksanaan proses PDCA (Plan, Do, Check, Action) pada tahun
TQC
1986 1978. Disamping itu, penerapan QCC mulai merambah dunia
Internasional dan salah satu Negara yang mengadopsi konsep ini
adalah Indonesia (1980), melalui perusahaan swasta nasional yang
berpartner dengan perusahaan Jepang, yakni PT. United Tractors
dan Astra Group.
Motorola memperkenalkan Metode Six Sigma, suatu pendekatan
dalam Total Quality Management yang bertujuan menurunkan
tingkat cacat, sehingga level mutu (Yield) bisa mencapai:
99,99966 (lebih popular dengan istilah 6 Sigma = 3,4 DPMO –
1979 TQM & 6 Sigma
Deffect per Million Opportunity). Konsep/Metodologi ini
sedemikian popular setelah Jeck Welch dari GE (General Elektrik)
USA sejak 1995 mengumumkan sukses penerapan 6 Sigma
dengan keuntungan lebih dari $ 600 juta pada tahun 1998.
Perhimpunan Manajemen Mutu Indonesia (PMMI) berdiri atas
prakarsa Menteri Tenaga Kerja Repubilk Indonesia – Laksamana
1985 TNI (Purn.) Sudomo. Organisasi ini diharapkan menjadi “Prime GKM & TQC
Mover” Quality Movement di Indonesia. (diluar institusi
pemerintah)
Menteri Perindustrian membentuk LPMT (Lembaga Pengendalian
1986 Mutu Terpadu) yang secara khusus menjadi lembaga TQM sector
industri.
ISO-9000 Standar Manajemen Mutu Internasional mulai
1987 ISO 9000
diperkenalkan di dunia oleh Badan ISO (International
Organization for Standarization). ISO-9000 ini sangat menyita
perhatian dunia industry karena melalui Sertifikat ISO-9000,
perusahaan penerimanya seolah-olah memiliki “Passport“ Mutu
Internasional untuk bisa merambah keseluruhan pelosok karena
diakui memiliki Standar Mutu Internasional.
Di Amerika Serikat mulai didirikan The Center of Quality
Management, diprakarsai oleh 7 perusahaan besar Boston, yang
bertujuan mengakselerasikan penerapan TQM di masing-masing
perusahaan.
Dalam perkembangannya, melalui pengalaman penerapan TQM,
1989 perusahaan-perusahaan anggota organisasi ini diperkenalkan buku TQM
dengan judul “A New American TQM”
Di Indonesia, sejumlah menteri menyatakan tahun 1989 sebagai
tahun kebangkitan Mutu dengan ditanda tanganinya Pernyataan
Bersama, seiring dengan pergantian pengurus PMMI yang
kemudian dijabat SUDOMO selaku Chairman.
Presiden Republik Indonesia Soeharto mencanangkan Bulan
Mutu, Standarisasi dan Produktivitas Nasional. PMMI resmi
ditunjuk sebagai Badan Penyelenggara Bulan Mutu hingga saat ini
dengan menamakan Kegiatannya dengan KMI (Konvensi Mutu
1991 IQC & ICQCC
Indonesia) atau IQC (Indonesian Quality Convention).
Bersamaan dengan ini, PMMI menjadi tuan rumah penyelenggara
ICQCC-Bali (International Convention on Quality Control
Circle), Konvensi Tingkat
Indonesia resmi mengadopsi ISO-9000 sebagai Standar Nasional
dengan nama SNI-19-9000. Diawali dengan berangkatnya 6 orang
Tim-PMMI “Round The World” ke Negara Eropa (Belanda,
Belgia, Jerman dan Swiss) mengunjungi kantor pusat ISO di
Geneve-Swiss. Dan ke Amerika Serikat dengan mengunjungi
kantor pusat ASQ (American Society for Quality) dan berakhir di ISO-9000 & SNI-
1992
Jepang (JUSE). Misi Tim ini untuk melihat seberapa jauh Negara 19-9000
lain menyambut ISO-9000, dan strategi masing-masing Negara
dalam mensosialisasikannya hasil TIM 6 bersama-sama beberapa
orang lain departemen perindustrian dan DSN adalah terjemahan
ISO-9000 kedalam bahasa Indonesia yang kemudian sebagai cikal
bakal SNI-19-9000.
Januari, Prof. Shoji Shiba dari Jepang memberikan 6 hari Seminar
TQM atas prakarsa dan pembiayaan Laksamana TNI (Purn.)
Sudomo. Pesertanya 35 orang, 5 orang diantaranya Pengurus
1995 PMMI yang kemudian mengembangkan dan menyebarluaskan
konsep-konsep Shiba di Indonesia, antara lain 4 Revolutions in
Management Thinking dan WV-Model Problem Solving
Approach.
JUSE (Japanese Union for Scientist and Engineers), Organisasi
yang selama ini mengembangkan system manjemen mutu di
1996 TQM
Jepang, telah memutuskan untuk merubah istilah TQC menjadi
TQM.
Indonesia mengenal PDCA-TULTA (Tujuh Langkah dan Tujuh
Alat Pengendalian Mutu). Pendekatan Quality Problem Solving
1997
yang dikembangkan berdasarkan “Gaya” dan “Kebiasaan” pekerja
di Indonesia.
TULTA memperoleh pengakuan hokum atas HAKI (Hak atas
Kekayaan Intelektual) semacam Patent.
2000 Penerapan PDCA TULTA ini meluas, hingga saat ini ratusan TULTA
perusahaan penerap TQM/QCC sudah mengadopsinya sebagai
“Problem Solving”.
PMMI resmi memperkenalkan “Six Sigma” Quality melalui
Seminar Eksekutif pada KMI-2000 di Malang. Secara perlahan
2000 namun pasti, Six Sigma ini mulai dipakai sebagai salah satu
Metoda Problem Solving untuk meningkatkan Mutu secara
Proaktif.
Di Indonesia mulai dirancang National Quality Award – melalui
pendekatan ISO-9000 Excellence Award. Salah satu penerimanya
2001
adalah Phillips Ralin-Surabaya yang juga penerima: European
Quality Award (tahun 2002).
10 negara praktisi mutu di Asia – memprakarsai pendirian “ASIA
NETWORK FOR QUALITY” (ANQ) dengan tujuan menggalang
Negara se-Asia dalam mengembangkan pendekatan Quality-
2002 Management berbasis “ASIA-VIEW”. ANQ
Perhimpunan Manajemen Mutu Indonesia (PMMI) mewakili
Indonesia.
Berikut ini organisasi-organisasi pendiri ANQ sebagai berikut:
1. China Association for Quality (CAQ)
2. Chinese Society for Quality (Chinese Taipei)
3. Hongkong Society for Quality (HKSQ)
4. Indian Society for Quality (ISQ)
5. Indonesian Quality Management Association (IQMA)
Perhimpunan Manajemen Mutu Indonesia (PMMI)
6. Iranian Society for Quality (ISQ)
7. Japanese Society for Quality Control (JSQC)
8. Korean Society for Quality Management (KSQM)
9. The Standards and Quality Association of Thailand (SQA)
10. Director for Standards and Quality, Vietnam (STAMEC)
JUSE (Japanese Union for Scientist and Engineers)
memperkenalkan e-QCC yakni pengembangan trasisional – QCC
melalui pemanfaatan Internet atau Intranet dalam memutar
2003 PDCA-Cycle. Terutama media ini ditunjukkan kepada kelompok- e-QCC
kelompok: Sales, Marketing, R&D yang cenderung sulit bertemu,
karena ditunjuk kegiatan Indonesia memperkenalkan e-QCC pada
KMI 2003-Batam.
Indonesia memperluas forum Society-Networking Quality
Improvement Team dengan menggagas Forum Gugus Mutu dan
Sistem Saran yang digelar dalam Konvensi Mutu Indonesia. Oleh
sebab itu, di Indonesia paling tidak sudah dikenal 3 tipe
pendekatan :
1. QCC – dengan PDCA TULTA
TM2
2. FGM (Forum Gugus Mutu) dengan PDCA Non-Tulta
2004 Tim Manajemen
3. PSS (Perbaikan melalui Sistem Saran) dengan PDCA
Mutu
Individual
Untuk Level Manajemen menengah dikenal Quality Improvement
Team dengan nama “TM2” (Tim Manajemen Mutu) – yang sudah
dipatenkan oleh PMMI. Dan tahun 2004 resmi dipromosikan ke
Hongkong melalui program kerjasama HKPC (Hongkong
Productivity Center)
Perhimpunan Manajemen Mutu Indonesia (PMMI) resmi
2012 meluncurkan SQM (Sudomo Quality Medal) pada IQC 2012 di
Manado.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembuatan makalah ini kami dapat mengambil kesimpulan antara lain: Kualitas
merupakan kemampuan suatu produk atau jasa untuk memenuhi kebutuhan pelanggannya. Total
Quality Management (TQM) mengacu pada penekanan kualitas yang meliputi organisasi keseluruhan,
mulai dari pemasok hingga pelanggan.

B. Saran

Sekiranya proses pembelajaran dengan sistem SCL sangat membantu mahasiswa dalam memahami
setiap materi karena dibekali sumber informasi yang sangat luas dan terjangkau. Perlunya peningkatan
kualitas proses diskusi sangat diperlukan serta sikap proaktif baik itu pihak pemateri dan peserta diskusi
masih perlu ditigkatkan.

Daftar Pustaka

Naution M.N, Manajemen Mutu Terpadu : Total quality management. 2001, GHALIA INDONESIA,
Jakarta.

Ariani Wahyu, Modul Manajemen Kualitas.

www.scibd.com
-

Anda mungkin juga menyukai