Corporate Governance Kasus PT Matahari
Corporate Governance Kasus PT Matahari
Tugas ini bertujuan untuk memenuhi kewajiban dalam perkuliahan Corporate Governance
Dosen: Dr. I Gusti Ayu Made Asri Dwija Putri, S.E., M.Si
Oleh Kelompok 6:
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2018
DAFTAR ISI
PENUTUP ................................................................................................................8
i
PEMBAHASAN KASUS
1
Pada tahun 2010 PT. Matahari Putra Prima (MPP) melakukan joint venture
dengan CVC Capital Partners (CVC) sebuah global private equity fund untuk
mendirikan PT. Meadow Asia Company (MAC). Struktur kepemilikan sahamnya
adalah 80% dimiliki oleh CVC dan 20% dimiliki oleh MPP. Pada tahun 2010 pula
MAC mengakuisisi 90,7% saham MDS dari MPP dan 7,24% dari PT. Pasific Asia
Holding Ltd, sehingga total kepemilikan saham MDS sebesar 98,15%.
2
sebagai orang dalam. Individu tersebut melakukan aktivitas trading dengan
memanfaatkan informasi yang sebetulnya tidak bisa diakses oleh publik. Seorang
investor dengan akses informasi dari dalam yang sebetulnya tidak dapat diakses
publik, bisa mendapatkan keuntungan yang jauh lebih besar dibandingkan investor
lain dan investor lain yang tidak memperoleh informasi tersebut tentu akan merasa
dirugikan.
Selanjutnya, indikasi kedua adanya praktek korporasi yakni praktek
“penggorengan saham” atau pengumpulan saham, guna menaikan harga saham
MDS, dapat dilihat dari adanya lonjakan kenaikan harga saham MDS yang tidak
wajar dari akhir 2009 sampai Februari 2010, sejak adanya desas-desus mengenai
penjualan saham MDS kepada MAC. Dampak dari transaksi ini, harga saham MDS
naik dari Rp. 50 per lembar ke tingkat harga Rp. 1350 per lembar pada tanggal 22
Januari 2010, beberapa hari sebelum MPP mengumumkan penjualan saham MDS
kepada MAC. Lonjakan yang sangat signifikan tersebut membuat Bursa Efek
Indonesia curiga adanya kebocoran berita mengenai penjualan saham MDS kepada
MAC.
Kemudian berkaitan pula dengan kasus penjualan saham MDS kepada MAC
tersebut, para pengamat mengindikasikan adanya perlakuan yang tidak setara untuk
setiap pemegang saham MPP, pemegang saham mayoritas dirasa yang paling
diuntungkan dalam penjualan tersebut terutama PT. Multipolar Tbk yang
memegang saham terbesar (50,01%) MPP. PT. Multipolar Tbk merupakan anak
usaha dari Lippo Group. Hasil penjualan MDS menghasilkan dana tunai sebesar Rp
5,28 triliun yang selanjutnya akan digunakan untuk melunasi hutang kepada PT.
Multipolar Tbk sebesar Rp 3,4 triliun dan sisanya sebesar Rp. 1,88 triliun akan di
gunakan untuk membayar dividen para pemegang sahamnya dimana dividen untuk
Multipolar sebesar 50,01% ( Rp 940,1 jt) dan sisanya dibagikan untuk para
pemegang saham minoritas yakni PT. Star Pasific dan juga publik.
Permasalahan yang lain adalah adanya unsur leverage buyout (pembelian
saham dengan menggunakan dana pinjaman) mengenai sumber dana tunai untuk
membeli MDS yang sebesar Rp. 3.25 triliun. Setelah dilakukan penelusuran, dana
sebesar Rp. 3.25 triliun itu ternyata berasal dari dana pinjaman pada bank CIMB
3
Niaga dan Standard Chartered yang diajukan MDS, jaminan terhadap kedua bank
tersebut adalah saham MDS sendiri sebesar 98% yang akan dibeli oleh MAC.
Selanjutnya, dana hasil pinjaman yang diperoleh Matahari Department Store
direncanakan untuk dipinjamkan kepada MAC untuk membeli saham MDS pada
saat yang bersamaan.
4
3) Pasal 86 Ayat 1 yang berbunyi “RUPS dapat dilangsungkan jika dalam
RUPS lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah seluruh saham
dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali Undang-Undang
dan/atau anggaran dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih
besar”
4) Pasal 52 Ayat 1 mengenai hak-hak pemegang saham
5
kepentingan berdasarkan Peraturan Bapepam No.IX.E.1 yang berkaitan dengan
kasus Matahari:
1) Membeli saham perseroan lain dimana pemegang saham pemegang
saham utama, komisaris atau direksi menjadi pemegang saham atau
anggota direksi atau komisaris
2) Memberi pinjaman kepada perusahaan lain dimana direktur,
komisaris. Atau pemegang saham pengendali merupakan pemegang
saham, direktur atau komisaris
3) Memperoleh pinjaman dari perusahaan lain dimana pemegang saham
utama, direktur, komisaris menjadi pemegang saham, direktur, atau
komisaris
6
Selanjutnya karena hasil keterangan tersebut oleh Bapepam-LK dirasa kurang
jelas, Bapepam-LK pun meminta MPP untuk menunda pelaksanaan RUPS dan
membuat bussines plan mengenai penggunaan dana hasil penjualan tersebut dan
ditampilkan dalam bentuk public expose guna menjamin transparansi agar pihak
pemegang saham minoritas pun dapat mengetahui tujuan dari penjualan saham
tersebut.
Pada akhirnya Bapepam-LK tetap mengalami kesulitan untuk mengumpulkan
bukti-bukti penyimpangan transaksi penjualan yang dilakukan MDS. Hal tersebut
dikarenakan transaksi yang terjadi dan pihak-pihak yang melakukan hanya sedikit
jumlahnya. Walaupun analisa Bapepam-LK menemukan indikasi transaksi
mencurigakan, tetapi untuk melakukan proses hukum memerlukan bukti yang
materiil.
Dan kemudian tanggal 26 Maret 2010 dilaksanakanlah RUPS guna membahas
rencana penjualan saham MDS kepada MAC dan semua shareholder menyetujui
rencana penjualan tersebut. PT. Matahari Putra Prima pun secara resmi menjual
90,7% saham PT. Matahari Department Store kepada PT. Meadow Asia Company.
7
PENUTUP
2.1 Simpulan
Dari pembahasan kasus diatas terlihat bahwa tidak terdapat bukti yang
materiil terhadap kasus transaksi penjualan MDS oleh MPPA yang banyak menuai
protes. Namun transaksi insider trading dan praktek korporasi untuk menaikan
saham memanglah sangat jelas terlihat dalam transaksi tersebut terutama dalam dua
transaksi berikut:
1) MPPA menjual saham MDS kepada MAC pada tahun 2010 dimana MAC
juga baru dibentuk pada tahun tersebut dan MPP memiliki 20%
kepemilikan terhadap MAC. Pada saat isu penjualan saham tersebut
muncul harga saham MDS melonjak naik.
2) Dana yang digunakan untuk pembelian saham tersebut adalah dana yang
dipinjam oleh MPP kepada dua bank CIMB Niaga dan Standard Chartered
dengan jaminan 90,7% saham MDS, yang kemudian dana tersebut
dipinjamkan kepada MAC untuk membeli saham MDS.
2.2 Saran
1) Kepada BAPEPAM-LK dan Bursa Efek Indonesia diharapkan terus
mengawasi apabila terdapat tindak kecurangan yang dilakukan oleh
perusahaan dan memberi sanksi yang tegas apabila kecurangan tersebut
telah terbukti.
2) Kepada Investor agar terus mengawasi dan waspada terhadap operasi
perusahaan dan hendaknya mengajukan keberatan apabila merasa telah
terjadi perampasan hak ataupun tindak kecurangan.
8
DAFTAR PUSTAKA