Anda di halaman 1dari 19

Nama : Ira Camelia Fitri

NPM : 1706118910
Ilmu Penyakit Dalam

Tugas Diskusi Topik HIV

Prof. DR. Dr. Zubairi Djoerban, Sp.PD, KHOM

1. Apa saja kombinasi ARV lini pertama yang ada di Indonesia?


Obat-obatan ARV yang ada di Indonesia sebagai lini pertama terdiri dari :
a. Golongan NRTI (Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor) :
 Zidovudine (AZT) : 250-300 mg setiap 12 jam, dosis 250 mg sementara belum
tersedia di Indonesia.
 Lamivudine (3TC) : 150 mg, diberikan tiap 12 jam atau 300 mg setiap 24 jam
 Stavudine (d4T) : 30 mg, diberikan tiap 12 jam
 Didanosine (ddI) : 250 mg (BB < 60 MG) dan 400 mg (BB > 60 mg), diberikan single
dose setiap 24 jam (tablet buffer atau kapsul enteric coated)
 Abacavir (ABC) : 300mg tiap 12 jam atau 600 mg tiap 24 jam
 Emtricitabine (FTC) : 200 mg tiap 24 jam

b. Golongan NNRTI (Non nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor) terdiri dari :


 Nevirapine (NVP) : 200 mg setiap 24 jam selama 14 hari, kemudian 200 mg setiap 12
jam
 Efavirenz (EFZ) : 600 mg, diberikan single dose 24 jam (malam hari)

c. Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitor (NtRTI) :


 Tenofovir (TDF) : 300 mg diberikan single dose setiap 24 jam. (Catatan : terdapat
interaksi obat dengan ddI, tidak lagi dapat dipadukan dengan ddI)

Pemerintah menetapkan paduan yang digunakan dalam pengobatan ARV dengan


berdasarkan pada 5 aspek yaitu efektivitas, efek samping/toksisitas, interaksi obat,
kepatuhan, dan harga obat. Untuk usia > 19 tahun, terapi ARV diberikan pada saat orang
tersebut terdiagnosis HIV pada stadium klinik berapapun dan berapapun jumlah CD 4 tetap
diberikan ARV. Terapi ARV lini pertama terdiri dari 2 NRTI + 1 NNRTI

 Terapi ARV lini pertama untuk anak usia 5 tahun keatas dan dewasa, termasuk ibu hamil
dan menyusui, ODHA koinfeksi hepatitis B dan ODHA dengan TB
Nama : Ira Camelia Fitri
NPM : 1706118910
Ilmu Penyakit Dalam

Paduan Pilihan TDFa + 3TC (atau FTC) + EFV dalam bentuk KDTc
Paduan AZTb + 3TC + EFV (atau NVP)
Alternatif TDFa + 3TC (atau FTC) + NVP
a
Jangan memulai TDF (Tenofovir) jika creatine clearance test (CCT) hitung < 50
ml/menit, atau pada kasus diabetes lama, hipertensi tak terkontrol dan gagal ginjal
b
Jangan memulai dengan AZT (Zidovudin) jika Hb < 10 g/dL sebelum terapi
c
Kombinasi 3 dosis tetap (KDT) yang tersedia: TDF + 3TC + EFV

 Terapi ARV lini pertama pada anak usia kurang dari 5 tahun
Pilihan NRTI ke-1 Pilihan NRTI ke-2 Pilihan NNRTI
Zidovudin (AZT) a Lamivudin (3TC) Nevirapin (NVP)
Stavudin (d4T) b Efavirenz (EFV)d
Tenofovir (TDF) c

a
Zidovudin (AZT) merupakan pilihan utama. Namun bila Hb anak < 7,5 g/dl maka
dipertimbangkan pemberian Stavudin (d4T).
b
Dengan adanya risiko efek samping pada penggunaan d4T jangka panjang, maka
dipertimbangkan mengubah d4T ke AZT (bila Hb anak > 10 gr/dl) setelah pemakaian 6
– 12 bulan. Bila terdapat efek anemia berulang maka dapat kembali ke d4T.
c
Tenofovir saat ini dapat digunakan pada anak usia di atas 2 tahun. Selain itu perlu
dipertimbangkan efek samping osteoporosis pada tulang anak yang sedang bertumbuh
karena penggunaan ARV diharapkan tidak mengganggu pertumbuhan tinggi badan.
d
EFV dapat digunakan pada anak ≥ 3 tahun atau BB ≥ 10 kg, jangan diberikan pada anak
dengan gangguan psikiatrik berat. EFV adalah pilihan pada anak dengan TB.
Jika berat badan anak memungkinkan, sebaiknya gunakan KDT.

2. Kapan mengganti ARV dari lini 1 ke lini 2?


Alasan Penggantian :
a). Toksisitas terkait dengan ketidakmampuan untuk menahan efek samping obat ARV
sehingga terjadi gejala dan tanda akibat disfungsi organ.
Derajat toksisitas ARV
Nama : Ira Camelia Fitri
NPM : 1706118910
Ilmu Penyakit Dalam

 Derajat/Grade 1 : Reaksi ringan : tidak ada terapi yang diperlukan.


 Derajat/Grade 2 : Reaksi sedang : pertimbangkan melanjutkan ARV selama
memungkinkan. Jika tidak ada perbaikan dengan pengobatan simtomatik, pertimbangkan
penggantian obat tunggal (single drug substitution).
 Derajat/Grade 3 : Reaksi berat: penggantian obat lainnya terhadap obat yang menimbulkan
gejala tanpa menghentikan ARV
 Derajat/Grade 4 : Reaksi sangat berat dan mengancam jiwa : segera hentikan ARV dan
tangani gejala medis (terapi simtomatik dan suportif) dan kembali berikan ART dengan
rejimen yang dimodifikasi dengan mengganti obat-obat yang dicurigai sebagai penyebab
saat pasien telah stabil.

b). Kegagalan Terapi : kriteria gagal terapi


- Kegagalan secara klinis : Timbulnya infeksi oportunistik baru atau rekuren sesuai
dengan stadium WHO 4 setelah paling sedikit 6 bulan minum ARV. Perkecualian adalah
infeksi TB, kandidiasis esofagus dan infeksi bakteri berat yang tidak selalu menunjukkan
kegagalan ARV. Perlu melihat respon terhadap terapi pertama dan jika respon baik, tidak
perlu mengganti rejimen.
- Kegagalan virologik: Ditandai dengan kadar virus dalam darah/viral load > 1000
kopi/mL berdasarkan 2x pemerikasaaan HIV RNA dengan jarak 3-6 bulan setelah paling
sedikit 6 bulan minum ARV. Kegagalan ARV tidak hanya didiagnosis berdasarkan kriteria
klinis saja dalam 6 bulan dalam terapi ARV. Kejadian klinis yang juga terjadi selama 6
bulan terapi seringkali merupakan IRIS (Immune Reconstitution Inflammatory
Syndrome/Sindrom pulih Imun dan bukan gagal
terapi.
- Kriteria Imunologis :
Pola 1 : Hitung CD 4 < 100 sel/mm3 (beberapa ahli menyarankan < 50 sel/mm3) setelah
1 tahun terapi.
Pola 2 : Hitung CD 4 yang kembali atau turun ke hitung awal sebelum menjalani terapi
setelah 1 tahun terapi.
Pola 3 : Penurunan dari nilai CD 4 puncak (tertinggi) saat terapi sebesar 50% (jika
diketahui nilainya).

3. Apa saja kombinasi ARV lini kedua yang ada di Indonesia?


Nama : Ira Camelia Fitri
NPM : 1706118910
Ilmu Penyakit Dalam

Kombinasi ARV lini kedua terdiri dari 2 NRTI + ritonavir-boosted protease inhibitor (PI).
Golongan Protease Inhibitor (PI) :
 Lopinavir/ritonavir (LPV/r) : tablet heat stable lopinavir 200 mg + ritonavir 50 mg:
400 mg/100 mg setiap 12 jam

 Paduan ARV lini kedua pada remaja dan dewasa


Populasi Target Paduan ARV yang Paduan lini kedua pilihan
digunakan pada lini
pertama
Dewasa dan remaja Berbasis AZT atau d4T TDF + 3TC (atau FTC) + LPV/r
(≥ 10 tahun)
Berbasis TDF AZT + 3TC +LPV/r

HIV dan koinfeksi Berbasis AZT atau d4T TDF + 3TC (atau FTC) + LPV/r
TB dosis gandaa
Berbasis TDF AZT + 3TC +LPV/r dosis gandaa

HIV dan HBV Berbasis TDF AZT + TDF + 3TC (atau


koinfeksi FTC) + LPV/r
a
Rifampisin sebaiknya tidak digunakan pada pemakaian LPV/r. Paduan OAT yang
dianjurkan adalah 2SHZE, selanjutnya diteruskan dengan 4HE dengan evaluasi rutin
kelainan mata. Namun, pada infeksi meningitis TB yang perlu tetap menggunakan
rifampisin maka LPV/r dapat digunakan dengan dosis ganda LPV/r 800 mg/200 mg 2x
sehari atau 2 x 2 tablet.

 Paduan ARV lini kedua pada anak


Lini pertama Lini kedua
AZT (atau d4T) + 3TC + NVP ABC (atau TDFa) + 3TC (atau FTC) +
(atau EFV) LPV/r
TDFa + 3TC (atau FTC) + NVP AZT + 3TC + LPV/r
(atau
ABC + 3TC + NVP (atau EFV)
a
TDF hanya dapat digunakan pada anak usia di atas 2 tahun
Nama : Ira Camelia Fitri
NPM : 1706118910
Ilmu Penyakit Dalam

ABC : abacavir, 3TC : lamivudine, FTC: emtricitabine, AZT: zidovudine, LPV: lopinavir

4. Pada kadar CD4 berapa Nevirapin dapat diberikan?


Tipe toksisitas Faktor Risiko Pilihan
Substitusi
Nama : Ira Camelia Fitri
Disfungsi tubulus renalis
NPM : 1706118910
- Sudah ada penyakit AZT
Ilmu Penyakit
Sindrom Dalam
Fanconi ginjal sebelumnya (Zidovudin)
- Usia lanjut atau d4T
- IMT < 18,5 atau BB <50
kg
- DM tak terkontrol
- Hipertensi tak terkontrol
- Penggunaan bersama
obat nefrotoksik lain
atau boosted PI
Menurunnya densitas - Riwayat osteomalasia
mineral tulang dan fraktur patologis
- Faktor risiko
osteoporosis atau bone-
loss lainnya
Asidosis laktat atau - Penggunaan NRTI yang
hepatomegali dengan lama
steatosis - Obesitas
Eksaserbasi hepatitis Jika TDF dihentikan Gunakan
B (hepatic flares) karena toksisitas lainnya alternatif obat
pada koinfeksi hepatitis B hepatitis lainnya
eperti entecavir
Anemia atau neutropenia - anemia atau neutropenia Dewasa: TDF
berata, miopati, lipoatrofi sebelum mulai terapi Anak: d4T atau
atau lipodistrofi - Jumlah CD4 ≤ 200 ABC
sel/mm3 (dewasa
Intoleransi saluran Dewasa: TDF
cerna beratb Anak: d4T atau
ABC
Asidosis laktat atau - IMT > 25 atau BB > 75 Dewasa: TDF
hepatomegali dengan kg (dewasa) Anak: ABC,
steatosis - Penggunaan NRTI yang atauLPV/r jika
lama ABC tak
tersediac
Nama : Ira Camelia Fitri
NPM : 1706118910
Ilmu Penyakit Dalam

Neuropati perifer, - Usia tua Dewasa: AZT


lipoatrofi atau - Jumlah CD4 ≤ 200 atau TDFd
lipodistrofi - sel/mm3 (dewasa) Anak: AZT atau
- penggunaan bersama ABC,
INH atau ddI pada asidosis
Asidosis laktat atau - IMT > 25 (atau BB > 75 laktat gunakan
hepatomegali dengan kg) (dewasa) ABC
steatosis, - Penggunaan nukleosida
pankreatitis aku analog yang lama
Toksisitas susunan saraf - Sudah ada gangguan NVP
pusat persisten (seperti mental atau depresi Jika ODHA
mimpi buruk, depresi, sebelumnya tidak dapat
kebingungan, halusinasi, - Penggunaan siang hari mentoleransi
psikosis)e NNRTI lain,
Hepatotoksisitas - Sudah ada penyakit hati gunakan LPV/rc
sebelumnya atau pada anak
- Koinfeksi HBV dan dapat juga
HCV digunakan 3
penggunaan bersama NRTIf jika
obat hepatotoksik lain LPV/rc tidak
Kejang Riwayat kejang tersedia
Hipersensitivitas obatg Faktor risiko tidak
Ginekomastia pada pria diketahui
Hepatotoksisitash, i - Sudah ada penyakit liver EFV
sebelumnya Jika ODHA
- Koinfeksi HBV dan tidak dapat
HCV mentoleransi
- penggunaan bersama NNRTI lain,
obat hepatotoksik lain gunakan LPV/rc
- CD4 >250 sel/mm3 pada atau pada anak
wanita, CD4 >400 dapat digunakan
sel/mm3 pada pria 3 NRTIf
Nama : Ira Camelia Fitri
NPM : 1706118910
Ilmu Penyakit Dalam

Hipersensitivitas Faktor risiko tidak Pada wanita


obatg, i diketahui CD4 > 250
sel/mm3 dan
pada laki-laki CD4 > 400 sel/mm3.

5. Jika ada efek samping Nevirapin diganti dengan apa obatnya?


EFV (Evafirenz), Jika ODHA tidak dapat mentoleransi NNRTI lain, gunakan LPV/r atau pada
anak dapat digunakan 3 NRTI

6.
 ARV lini pertama

a
Anemi berat adalah Hb < 7,5 g/dl (anak) atau < 8 g/dl (dewasa) dan neutropenia berat
jika hitung neutrofil < 500/mm3. Singkirkan kemungkinan malaria pada daerah endemis.
b
Batasannya adalah intoleransi saluran cerna refrakter (berulang) dan berat yang dapat
menghalangi minum obat ARV (mual dan muntah persisten).
c
Penggunaan PI dalam paduan lini pertama mengakibatkan menyempitnya pilihan obat
berikutnya bila sudah terjadi kegagalan terapi.
d
AZT dan d4T mempunyai pola resistansi yang hampir serupa, berbeda dengan TDF. Pada
substitusi setelah pemakaian lama d4T ke TDF, harus diperhatikan bagaimana supresi
virus dan riwayat kepatuhan ODHA.
e
Toksisitas SSP ini bersifat self-limiting. Karena EFV menyebabkan pusing, dianjurkan
untuk diminum saat malam hari.
f
Penggunaan triple NRTI mungkin kurang poten dibanding paduan lain
g
Ruam kecil sampai sedang dan toksisitas hati dapat diatasi dengan pemantauan, terapi
simtomatik dan perawatan suportif. Ruam yang berat didefinisikan sebagai lesi luas
dengan deskuamasi, angioedema, atau reaksi mirip serum sickness, atau lesi disertai gejala
konstitusional seperti demam, lesi oral, melepuh, edema fasial, konjungtivitis seperti
Sindrom Stevens-Johnson. Pada ruam yang berat, apalagi jika disertai peningkatan SGOT
>5 kali batas ambang normal (BAN), dapat mengancam jiwa, oleh karena itu hentikan
NVP atau EFV. Kedua obat NRTI lainnya diteruskan hingga 1-2 minggu ketika ditetapkan
paduan ARV berikutnya mengingat waktu paruh yang lebih pendek dibanding NVP atau
EFV.
Nama : Ira Camelia Fitri
NPM : 1706118910
Ilmu Penyakit Dalam

h
Hepatotoksisitas yang dihubungkan dengan pemakaian NVP jarang terjadi pada anak
terinfeksi HIV yang belum mencapai usia remaja.
I
Menaikkan secara bertahap dosis NVP atau yang disebut eskalasi dosis dapat
menurunkan risiko toksisitas

 ARV lini kedua


ARV Tipe Toksisitas Faktor Risiko Manajemen
LPV/r EKG abnormal - Gangguan konduksi DRV/r
(Lopinavir) (pemanjangan jantung Jika terdapat
interval PR dan QT, - Penggunaan bersama kontraindikasi
torsade de pointes) obat yang dapat boosted PI dan
memperpanjang ODHA gagal
interval PR lainnya terapi
Pemanjangan - Sindrom pemanjangan berbasis NNRTI
interval QT
interval QT kongenital lini pertama,
- Hipokalemia pertimbangan
- Penggunaan bersama pemakaian
obat yang dapat integrase inhibitor
memperpanjang
interval QT lainnya
Hepatotoksisitas - Sudah ada penyakit
hati sebelumnya.
- Koinfeksi HBV dan
HCV
- Penggunaan bersama
obat hepatotoksik
lainnya
Pankreatitis Stadium HIV lebih
lanjut
Risiko prematur, Faktor risiko tidak
lipoatrofi, sindrom diketahui
Nama : Ira Camelia Fitri
NPM : 1706118910
Ilmu Penyakit Dalam

metabolik,
dislipidemia, diare
TDF Disfungsi tubulus - Sudah ada penyakit ABC atau ddI
(Tenofovir) renalis ginjal sebelumnya
Sindrom Fanconi - Usia lanjut
- IMT < 18,5 atau BB<
50 kg
- DM tak terkontrol
- Hipertensi tak
terkontrol
- Penggunaan bersama
obat nefrotoksik lain
atau boosted PI
Menurunnya - Riwayat osteomalasia
densitas mineral dan fraktur patologis
tulang - Faktor risiko
osteoporosis atau
bone-loss lainnya
Asidosis laktat atau - Penggunaan
hepatomegali nukleosida analog
dengan steatosis yang lama
- Obesitas
Eksaserbasi Jika TDF dihentikan Gunakan
hepatitis B (hepatic karena toksisitas lainnya alternatif
flares pada koinfeksi hepatitis obat hepatitis
B lainnya seperti
entecavir
ABC Reaksi Gen HLA-B*5701 subtitusi dengan
(Abacavir) hipersensitivitasa TDF
AZT Anemia atau - anemia atau D4T
(Zidovudine) neutropenia berata, neutropenia sebelum
miopati, lipoatrofi mulai terapi
Nama : Ira Camelia Fitri
NPM : 1706118910
Ilmu Penyakit Dalam

atau lipodistrofi - Jumlah CD4 ≤ 200


sel/mm3 (dewasa
Asidosis laktat atau - IMT > 25 atau BB >
Hepatomegaly 75 kg (dewasa)
dengan steatosis - Penggunaan
nukleosida analog
yang lama
d4T Neuropati perifer, - Usia tua AZT
(Stavudine) lipoatrofi atau - Jumlah CD4 ≤ 200
lipodistrofi sel/mm3 (dewasa)
- Penggunaan bersama
INH atau dDI
Asidosis laktat atau - IMT > 25 atau BB >
hepatomegali 75 kg (dewasa)
dengan steatosis, - Penggunaan
pankreatitis akut nukleosida analog
yang lama

a
Hipersensitivitas ABC biasanya terjadi dalam 6 minggu pertama dan dapat
mengancam jiwa. Segera hentikan obat dan jangan pernah menggunakan lagi.

 ARV lini ketiga


ARV Tipe toksisitas
Etravirin (ETR) - Mual
- Ruam, reaksi hipersensitivitas,
termasuk sindrom Stevens-Johnson,
kadang disertai disfungsi organ seperti
gagal hati
Raltegravir (RAL) - Ruam, reaksi hipersensitivitas,
termasuk sindrom Stevens-Johnson dan
toxic epidermal necrolysis,
Nama : Ira Camelia Fitri
NPM : 1706118910
Ilmu Penyakit Dalam

- Mual, diare, nyeri kepala, insomnia,


demam
- Kelemahan otot dan rabdomiolisis
Darunavir/Ritonavir - Ruam, reaksi hipersensitivitas,
(DRV/r) termasuk sindrom Stevens-Johnson dan
eritema multiformis
- Hepatotoksisitas
- Diare, mual, nyeri kepala
- Perdarahan pada hemofilia
- Hiperlipidemia, peningkatan
transaminase, hiperglikemia,
maldistribusi lemak
Catatan :ARV lini ketiga belum disediakan program nasional

7. Apa saja yang termasuk virus DNA dan virus RNA?


Virus DNA Virus RNA
Adenoviridae : Adenovirus 1-49 Picornaviridae : enterovirus (poliovirus,
hepatitis A virus), rhinovirus
Herpesviridae : Virus herpes simplex 1-2, Flaviviridae : Virus dengue 1-4, virus JE
Virus Epstein-Barr, Cytomegalovirus, Virus Virus demam kuning, Virus SLE, Virus
Varicella-zoster TBE, Virus MVE, Virus WN
Hepadnaviridae : Virus hepatitis B Togaviridae : Virus Chikungunya
Virus rubella
Papovaviridae : Parvovirus B 19, Calicivirdae

Parvoviridae : Papilloma virus manusia, Bunyaviridae : Virus Bunyawera


Virus JC, Virus BK, Virus SV40 Virus encephalitis California, Virus Guama
Poxviridae : Virus variola, virus vaccinia Arenaviridae : Virus Machupo (demam
Virus Cacar monyet, Virus cacar sapi, Virus berdarah Bolivia), Virus Junin (demam
orf, virus moluscum contagiosum berdarah argentina), Virus lymphotic
choriomeningitis, Virus Lassa
Nama : Ira Camelia Fitri
NPM : 1706118910
Ilmu Penyakit Dalam

Coronaviridae : Coronavirus manusia 229-E


dan OC43
Rhabdoviridae : Virus stomatitis vesicularis,
Virus Rabies, Virus Piry, Virus Isfahan
Filoviridae : Virus Ebola, Virus Marburg
Paramyxoviridae : Parainfluenza 1-4,
virus parotitis
Orthomyxoviridae : Virus Influenza A, B, C
Reoviridae : Rotavirus manusia, Virus
Orungo, Virus Kemerevo, Reovirus 1-3
Retroviridae : HTLV 1-2, HIV 1-2
Virus Hepatitis C
Virus Hepatitis delta
Atrovirus

8. Mengapa virus hepatitis C dapat diusir dari tubuh, sedangkan HIV tidak bisa?
Virus Hepatitis C (VHC) merupakan virus RNA untai tunggal, positif sepanjang
kira-kira 10000 pasang basa dengan daerah open reading frame (ORF) pada masing-masing
ujung 5’ dan 3’. Setelah berada di sitoplasma sel hati, VHC akan melepaskan selubung
virusnya dan RNA virus siap melakukan translasi. Daerah ORF akan menghasilkan suatu
polyprotein :
- protein-protein structural dari core (E1 dan E2) dan envelope
- protein-protein regulator dari region non structural (NS2, NS3, p7, NS4b, NS5a, dan
NS5b)

Regio E2 memuat tempat sequence yang identic dengan tempat fosforilasi protein
kinase interferon (PKR) dan Regio NS5a merupakan interferon sensitivity determining
region (ISDR) yang mungkin berperan dengan kerentanan VHC terhadar terapi interferon.
Melalui 2 regio ini, Interferon melakukan fungsinya dengan menghambat replikasi virus
Hepatitis C sehingga virus hepatitis C tidak akan berkembang dalam tubuh pasien dan
akhirnya mati. Selain itu, target utama VHC adalah sel-sel hati dan mungkin juga limfosit
sel B melalui reseptor yang mungkin serupa dengan CD81. Ketika terjadi infeksi oleh VHC,
Nama : Ira Camelia Fitri
NPM : 1706118910
Ilmu Penyakit Dalam

reaksi cytotoxic T-Lymphocytes (CTLs) spesifik kuat diperlukan untuk terjadinya eliminasi
menyeluruh VHC. Reaksi imunitas yang kuat ditambah dengan adanya terapi interferon,
ribavirin dan sofasbuvir bisa mengeliminasi VHC dari tubuh.
Pada HIV yang diinfeksi adalah limfosit CD4 atau T helper (Th) sehingga dari waktu
ke waktu jumlah dan fungsinya semakin menurun. HIV dapat bertahan dalam tubuh karena
HIV mempunyai kemampuan untuk tetap dalam limfosit CD4 dan mempunyai kemampuan
untuk replikasi, adanya variabilitas genetik HIV dan trapping HIV pada permukaan sel
folikuler dendritik. Pooling tersebut mengandung DNA provirus dengan daya replikasi.
Perusakan sel limfosit CD4 yang membawa provirus ini terjadi sangat lambat sekali dan
prosesnya tidak dipengaruhi HAART (highly active anti retroviral therapy) sehingga
menghambat eradikasi HIV. Trapping oleh sel folikuler dendritic sebenarnya merupakan
fungsi fisiologis untuk melakukan klirens terhadap pathogen, akan tetapi pada HIV justru
menjadi reservoir kronik yang stabil (karena HIV terbebas dari serangan CTLs spesifik) dan
merupakan sumber infeksi bagi limfosit CD4, sehingga terjadi inflamasi kronik yang
mengakibatkan terjadi destruksi jaringan limfosit pada stadium lanjut. HIV dapat bertahan
dan berada dalam organ atau sel tertentu pada manusia, sehingga merupakan sumber HIV
secara kronik.

9. Mengapa prevalensi Ebola lebih sedikit dibandingkan HIV AIDS?


Penyakit virus Ebola merupakan kasus yang jarang tetapi mematikan. Namun, di bagian
dunia lain seperti sub Sahara Afrika, kasus Ebola merupakan kasus yang endemic. Seseorang
dapat terinfeksi Ebola melalui kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi (kelelawar,
primate) atau kontak langsung dengan orang yang sakit. Virus Ebola tidak dapat ditransmisikan
ke orang lain, ketika orang tersebut tidak menunjukkan gejala dan tanda penyakit Ebola.

Berbeda dengan HIV AIDS, seseorang yang sudah terinfeksi HIV walau tidak
menunjukkan tanda dan gejala menderita HIV AIDS bisa menularkan virus HIV ke orang lain
melalui kontak langsung dengan cairan tubuh (misalnya darah dari orang yang menderita HIV
mengenai anggota tubuh yang luka). Oleh karena itu, prevalensi penderita HIV AIDS lebih
banyak dibandingkan Ebola.

10. Berapa jumlah korban flu burung di Indonesia dan di dunia?


Nama : Ira Camelia Fitri
NPM : 1706118910
Ilmu Penyakit Dalam

Kasus flu burung pada unggas pertama kali dilaporkan tahun 2003. Untuk kasus flu
burung pada manusia pertama kali dilaporkan tahun 2005. WHO menempatkan Indonesia
sebagai negara dengan jumlah korban H5N1 tertinggi di dunia. Sejak Juli tahun 2005, kasus
flu burung ini menyebabkan kematian. Data dari CDC (Central for Disease Control and
Prevention) Sampai Maret tahun 2016, kasus H5NI secara global dilaporkan 816 orang
menderita Avian Influenza, yang mana 53% kasus berakibat fatal. H5NI endemic di Mesir,
India, Cina, Bangladesh, Vietnam.

Jumlah Kasus Kumulatif Flu Burung pada Manusia di Indonesia, Vietnam dan Thailand
sejak Juli 2005 hingga Januari 2007

Periode Waktu Indonesia Vietnam Thailand


K M K M K M
Juli 2005 1 1 87 38 17 12
Agustus 2005 1 1 90 40 17 12
September 2005 4 3 91 41 17 12
Oktober 2005 7 4 91 41 19 13
November 2005 12 7 93 42 21 13
Desember 2005 16 11 93 42 22 14
Januari 2006 19 14 93 42 22 14
Februari 2006 27 20 93 42 22 14
Maret 2006 29 22 93 42 22 14
April 2006 32 24 93 42 22 14
Mei 2006 42 36 93 42 22 14
Juni 2006 51 39 93 42 22 14
Juli 2006 54 42 93 42 23 15
Agustus 2006 60 46 93 42 24 16
September 2006 68 52 93 42 25 17
Oktober 2006 69 55 93 42 25 17
November 2006 74 57 93 42 25 17
Desember 2006 75 58 93 42 25 17
Januari 2007 81 63 93 42 25 17

Catatan :
K = Kasus konirmasi positif flu burung (termasuk kasus meninggal dunia di dalamnya)
M = Jumlah kasus meninggal dunia akibat flu burung
Nama : Ira Camelia Fitri
NPM : 1706118910
Ilmu Penyakit Dalam

11. Apa yang dimaksud dengan flu unta? Berapa data penderitanya di Indonesia dan didunia?

FLU UNTA

Flu Unta yang disebabkan oleh Virus Corona Middle East Respiratory Syndrome
(MERS) adalah merupakan salah satu jenis virus yang menyerang organ pernafasan orang yang
mengidapnya yang merupakan jenis penyakit saluran pernafasan yang bisa mengakibatkan
kematian. MERS – Cov adalah merupakan singkatan dari Middle East Respiratory Syndrome
Corona Virus. Virus ini merupakan jenis baru dari kelompok Corona virus (Novel Corona
Virus).

Virus ini pertama kali dilaporkan pada bulan September 2012 di Arab Saudi, virus
SARS tahun 2003 juga merupakan kelompok virus Corona dan dapat menimbulkan pneumonia
berat akan tetapi berbeda dari virus MERS Cov. Informasi yang diperoleh dari website
Kementrian Kesehatan RI www.depkes.go.id memberitakan bahwasannya virus ini berbeda
dengan coronavirus lain yang telah ditemukan sebelumnya.
Nama : Ira Camelia Fitri
NPM : 1706118910
Ilmu Penyakit Dalam

Sehingga kelompok studi corona virus dari Komite Internasional untuk Taksonomi
Virus memutuskan bahwa novel corona virus tersebut dinamakan sebagai MERS-Cov, virus
ini tidak sama dengan corona virus penyebab Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS),
namun mirip dengan corona virus yang terdapat pada kelelawar. Virus yang menjadi penyebab
flu unta dapat menyebar dari unta ke manusia, maupun dari manusia ke manusia. Badan
Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, virus ini telah menyebar pada unta dromedaris yang
hidup di beberapa negara Timur Tengah, termasuk Mesir, Oman, Qatar, dan Arab Saudi.

Tercatat 27 Negara telah melaporkan kasus MERS. Dikawasan Timur Tengah terdapat
di Iran, Yordania, Kuwait, Lebanon, Oman, Qatar, Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Yaman.
Untuk Kawasan Eropa terdapat di negara Austria, Prancis, Jerman, Yunani, Italia, Belanda,
Turki, dan Inggris. Sedangkan untuk kawasan lainnya adalah Aljazair, Tunisia, Mesir, Cina,
Malaysia, Korea, Filipina dan Amerika Serikat. Untuk lokasi terjadinya kasus , Arab Saudi
merupakan negara dengan jumlah terbanyak. Data dari WHO sampai 7 Juni 2018 menyebutkan
MERS CoV telah terjadi sebanyak 2220 kasus dengan 790 kasus berujung pada kematian (case
fatality rate 35,6%). Di Indonesia, sampai saat ini belum terdapat kasus MERS.

12. Bagaimana Pengobatan HIV dengan TB?


Berdasarkan International Standar for Tuberculosis Care (ISTC) prinsip tata laksana
pengobatan TB pada ODHA sama seperti pasien TB umumnya. Obat TB pada ODHA sama
efektifnya dengan pasien TB umumnya. ODHA dengan TB mempunyai sistem imunitas yang
rendah dan sering ditemukan adanya infeksi hepatitis kronis dan lainnya, sehingga sering
timbul efek samping dan interaksi obat yang berakibat memperburuk kondisi. Pada keadaan
tersebut sebagian obat harus dihentikan atau dikurangi dosisnya. Kondisi tersebut
menyebabkan pengobatan menjadi lebih panjang serta kepatuhan ODHA sering terganggu.
Semua pasien TB (termasuk mereka yang terinfeksi HIV) yang belum pernah diobati
harus diberi paduan OAT lini pertama kategori 1 yang disepakati secara internasional, hal ini
sesuai ISTC standar 8. Dosis OAT yang diberikan dianjurkan untuk mengikuti anjuran
internasional dan sangat dianjurkan dalam kombinasi dosis tetap (KDT).

Dosis OAT lini pertama pada ODHA dewasa dengan TB


Nama : Ira Camelia Fitri
NPM : 1706118910
Ilmu Penyakit Dalam

Panduan OAT pada ODHA dengan TB paru

a
Pemberian INH dan EMB selama 6 bulan untuk fase lanjutan tidak direkomendasi untuk
ODHA dengan TB karena mudah terjadi kegagalan pengobatan atau kambuh.

Pada ODHA dengan TB ekstra paru, paduan OAT diberikan paling sedikit 9 bulan (2
bulan RHZE diikuti dengan 7 bulan RH). Pada TB ekstra paru pada sistem saraf pusat
(tuberkuloma atau meningitis) dan TB tulang/sendi, direkomendasikan paling sedikit selama
12 bulan. Terapi ajuvan kortikosteroid sebaiknya ditambahkan pada TB meningitis dan
perikardial. Terapi kortikosteroid dimulai secara IV secepatnya, lalu diubah ke bentuk oral
tergantung perbaikan klinis. Rekomendasi kortikosteroid yang digunakan adalah
deksametason 0,3-0,4 mg/kg di tapering-off selama 6-8 minggu atau prednison 1 mg/kg
selama 3 minggu, lalu tapering-off selama 3-5 minggu.
Untuk ODHA dengan TB ekstra paru, pemantauan kondisi klinis merupakan cara
menilai kemajuan hasil pengobatan. Sebagaimana pada kasus TB BTA negatif, perbaikan
kondisi klinis antara lain peningkatan berat badan ODHA merupakan indikator yang
bermanfaat. Manajemen untuk meningitis TB akan dibicarakan lebih detail di bagian
NeuroAIDS. Prinsip pengobatan ODHA dengan TB adalah mendahulukan awal
pemberian pengobatan TB, dan pengobatan ARV dimulai sesegera mungkin dalam waktu 2
– 8 minggu setelah kondisi baik tidak timbul efek samping dari OAT, diberikan tanpa menilai
jumlah CD4 atau berapapun jumlah CD4. Pada ISTC dinyatakan apabila jumlah CD4 kurang
dari 50 sel/mm3 maka ARV diberikan dalam 2 minggu pertama pengobatan OAT, sedangkan
pada TB meningitis pemberian ARV diberikan setelah fase intensif selesai.
Nama : Ira Camelia Fitri
NPM : 1706118910
Ilmu Penyakit Dalam

Pada pengobatan ODHA dengan TB perlu diperhatikan kemungkinan interaksi antar


obat-obat yang digunakan, tumpang tindih (overlap) efek samping obat, sindrom pulih imun
atau Immune-Reconstitution Inflammatory Syndrome (IRIS), dan masalah kepatuhan
pengobatan.
Efavirenz (EFV) merupakan golongan NNRTI yang baik digunakan untuk paduan
ARV pada ODHA dalam terapi OAT. Efavirenz direkomendasikan karena mempunyai
interaksi dengan rifampisin yang lebih ringan dibanding nevirapin. Sedangkan obat LPV/r
yang digunakan pada paduan ARV lini kedua mempunyai interaksi sangat kuat dengan
rifampisin, karena Rifampisin mengaktifkan enzim yang meningkatkan metabolisme LPV/r
sehingga menurunkan kadar plasma LPV/r dari Minimum Inhibitory Concentration (MIC).
Jika rifampisin tetap akan digunakan bersama LPV/r, terutama pada meningitis TB, maka
dianjurkan untuk meningkatkan dosis LPV/r menjadi 2 kali dari dosis normal. Namun karena
keduanya bersifat hepatotoksik, maka perlu dipantau fungsi hati dengan lebih intensif.
Apabila ODHA mempunyai kelainan hati kronis maka pemberian kombinasi tersebut tidak
direkomendasi.

Anda mungkin juga menyukai