Anda di halaman 1dari 15

CASE REPORT

SEORANG LAKI-LAKI 42 TAHUN DENGAN ODS PRESBIOPI

Pembimbing :

dr. Ida Nugrahani, Sp.M

Disusun Oleh :
Dhanista Hastinata Sukarna Putra, S. Ked
J510 1650 32

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

RSUD KARANGANYAR

2017
LAPORAN KASUS
ILMU PENYAKIT MATA

SEORANG LAKI-LAKI 42 TAHUN DENGAN ODS PRESBIOPI

Diajukan oleh :

Dhanista Hastinata Sukarna Putra, S. Ked J510 1650 32


Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta pada

Pembimbing :

dr. Ida Nugrahani, Sp.M (..........................)

Dipresentasikan di hadapan :

dr. Ida Nugrahani, Sp.M (..........................)

Disahkan Ka. Program Profesi :

dr. Dona Dewi Nirlawati (..........................)


BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. P
Usia : 42 tahun
Jenis Kelamin : Laki- laki
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Mojoroto, Mojogedang, Karanganyar
Tanggal Masuk : 2 Desember 2017

B. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan di Poliklinik Mata RSUD Karanganyar
1. Keluhan Utama :
Pasien merasa penglihatan yang terasa kabur dan ingin mengganti kacamata.
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli Mata RSUD Karanganyar dengan keluhan penglihatan yang
terasa kabur. Pengelihatan kabur dirasakan sejak 1 tahun yang lalu. Pasien
mengeluhkan kedua mata saat melihat dekat terasa kabur dan kurang jelas. Sehingga
menganggu aktivitas sehari-hari. Sebelumnya pasien belum pernah menggunakan
kaca mata. Akhir-akhir ini pasien mengeluh penglihatan bertambah kabur. Keluhan
mata merah (-), nrocos (-), pandangan silau (-), terasa gatal (-), mata terasa
mengganjal (-), kotoran mata (-), pusing kepala (+)
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
a. Riwayat penyakit mata : Tidak Ada
b. Riwayat memakai kacamata : Tidak Ada
c. Riwayat trauma : Tidak Ada
d. Riwayat darah tinggi : Tidak Ada
e. Riwayat penyakit gula : Tidak Ada
f. Riwayat alergi : Tidak Ada
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat menggunakan kacamata : Tidak Ada
b. Riwayat penyakit gula : Tidak Ada
c. Riwayat darah tinggi : Tidak Ada

C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalisata
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6 )
Aktifitas : Normoaktif
Kooperatif : Kooperatif
Status Gizi : Cukup

Status opthalmologi
Normal
OCULUS DEXTRA OCULUS SINISTRA
OCULUS SINISTRA

No Pemeriksaan OD OS
.
1. Visus 6/6 6/6
2 Koreksi Add S+1,00 Add S+1,00

3. Palpebra Edema (-) Edema (-)


Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Nyeri Tekan (-) Nyeri Tekan (-)
Blefarospasme(-) Blefarospasme(-)
Lagoftalmus (-) Lagoftalmus (-)
Ektropion (-) Ektropion (-)
Entropion (-) Entropion (-)
Lesi Kulit (-) Lesi Kulit (-)

4. Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)


Anemis (-) Anemis (-)
Infiltrat (-) Infiltrat (-)
Injeksi siliar (-) Injeksi siliar (-)
Injeksi Konjungtiva Injeksi Konjungtiva
(-) (-)

5. Kornea :
- Kejernihan Jernih Jernih

6. COA :
- Kedalaman Cukup Cukup

7. Iris : Edema (-) Edema (-)


Warna Hitam Warna Hitam

8. Pupil :
- Bentuk Bulat Bulat
- Diameter
3 mm 3 mm
- Letak
- Reflek cahaya Ditengah Ditengah
D + / ID + D + / ID +
9. Lensa Jernih Jernih
10. Funduskopi Dilakukan Dilakukan
Papil: berbatas tegas Papil: berbatas tegas
Arteri/vena: 2 : 3 Arteri/vena: 2 : 3
C/D ratio: 0,3 C/D ratio: 0,3
Macula: reflek (+) Macula: reflek (+)
cemerlang cemerlang
Retina: darah (-), Retina: darah (-),
eksudat (-), dalam eksudat (-), dalam
batas normal batas normal

D. DIAGNOSIS KERJA
ODS Presbiopi
E. PENATALAKSANAAN
Pemberian Kacamata:
OD S Add S +1,00
OS S Add S +1,00
Dengan Distansia Papilaris dekat 64 mm
F. PROGNOSIS ODS
1. Quo ad vitam : ad bonam
2. Quo ad sanam : dubia ad bonam
3. Quo ad cosmeticam : ad bonam
4. Quo ad functionam : dubia ad bonam
G. EDUKASI
1. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa pasien mempunyai kelainan
mata presbiopi yang menyebabkan penglihatan pasien kabur saat melihat objek jarak
dekat sehingga mengakibatkan pusing disekitar mata.
2. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa pasien mempunyai kelainan
mata yang berhubungan dengan faktor usia
3. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa terapi dari kelainan mata
rabun dekat adalah dengan menggunakan kacamata yang sesuai dengan koreksi.
4. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien agar pasien rutin melakukan
pemeriksaan visus setiap 1 tahun sekali.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Gambar 1. Anatomi bola mata.

Bola mata bentuknya merupai kistik yang dipertahankan oleh adanya tekanan
didalamnya. Walaupun secara umum bola mata dikatakan bentuknya bulat atau globe
namun bentuknya tidak bulat sempurna.
Orbita adalah tulang-tulang rongga mata yang didalamnya terdapat bola mata,
otot-otot ekstraokular, nervus, lemak dan pembuluh darah. Tiap-tiap tulang orbita
berbentuk menyerupai buah pear, yang bagian posteriornya meruncing pada daerah
apeks dan optik kanal.
1. Media refraksi
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang
terdiri atas kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan kaca),
dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media
penglihatan dan panjang bola mata sedemikian seimbang sehingga bayangan benda
setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang
normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat
di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat
jauh.
2. Fisiologi Refraksi
Gambar 2. Fisiologi refraksi.

Berkas-berkas cahaya mencapai mata harus dibelokkan ke arah dalam untuk


difokuskan kembali ke sebuah titik peka-cahaya di retina agar dihasilkan suatu
bayangan yang akurat mengenai sumber cahaya. Pembelokan suatu berkas cahaya
(refraksi) terjadi ketika berkas berpindah dari satu medium dengankepadatan
(densitas) tertentu ke medium dengan kepadatan yang berbeda.
Cahaya bergerak lebih cepat melalui udara daripada melalui media transparan
lainnya misalnya : kaca, air. Ketika suatu berkas cahaya masuk ke medium dengan
densitas yang lebih tinggi, cahaya tersebut melambat (sebaliknya juga berlaku).
Berkas cahaya mengubah arah perjalanannya jika mengenai medium baru pada tiap
sudut selain tegak lurus.
Dua faktor penting dalam refraksi : densitas komparatif antara 2 media
(semakin besar perbedaan densitas, semakin besar derajat pembelokan) dan sudut
jatuhnya berkas cahaya di medium kedua (semakin besar sudut, semakin
besar pembiasan). Dua struktur yang paling penting dalam kemampuan refraktif mata
adalah kornea dan lensa. Permukaan kornea, struktur pertama yang dilalui cahaya
sewaktu masuk mata, yang melengkung berperan besar dalam reftraktif total karena
perbedaan densitas pertemuan udara/kornea jauh lebih besar dari pada perbedaan
densitas antara lensa dan cairan yang mengelilinginya. Kemampuan refraksi kornea
seseorang tetap konstan karena kelengkungan kornea tidak pernah berubah.
Sebaliknya kemampuan refraksi lensa dapat disesuaikan dengan mengubah
kelengkungannya sesuai keperluan untuk melihat dekat/jauh.
Struktur-struktur refraksi pada mata harus membawa bayangan cahaya
terfokus diretina agara penglihatan jelas. Apabila bayangan sudah terfokus sebelum
bayangan mencapai retina atau belum terfokus sebelum mencapai retina ,bayangan
tersebut tampak kabur. Berkas-berkas cahaya yang berasal dari benda dekat lebih
divergen sewaktu mencapai mata daripada berkas-berkas dari sumber jauh. Berkas
dari sumber cahaya yang terletak lebih dari 6 meter (20 kaki) dianggap sejajar saat
mencapai mata.
Untuk kekuatan refraktif mata tertentu, sumber cahaya dekat memerlukan
jarak yang lebih besar di belakang lensa agar dapat memfokuskan daripada sumber
cahaya jauh, karena berkas dari sumber cahaya dekat masih berdivergensi sewaktu
mencapai mata. Untuk mata tertentu, jarak antara lensa dan retina selalu sama. Untuk
membawa sumber cahaya jauhdan dekat terfokus di retina (dalam jarak yang sama),
harus dipergunakan lensa yang lebih kuat untuks umber dekat. Kekuatan lensa dapat
disesuaikan melalui proses akomodasi.
B. Presbiopi
1. Definisi
Presbiopi merupakan kondisi mata dimana lensa kristalin kehilangan
fleksibilitasnya sehingga membuatnya tidak dapat fokus pada benda yang dekat.
Presbiopi adalah suatu bentuk gangguan refraksi, dimana makin berkurangnya
kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya umur.Presbiopi
merupakan bagian alami dari penuaan mata. Presbiopi ini bukan merupakan
penyakit dan tidak dapat dicegah. Presbiopi atau mata tua yang disebabkan karena
daya akomodasi lensa mata tidak bekerja dengan baik akibatnya lensa mata tidak
dapat menmfokuskan cahaya ke titik kuning dengan tepat sehingga mata tidak bisa
melihat yang dekat.
Presbiopi adalah suatu bentuk gangguan refraksi, dimana makin berkurangnya
kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya umur. Adanya
kekakuan yang terjadi pada lensa seiring dengan bertambahnya usia, sehingga
kemampuan lensa untuk memfokuskan bayangan saat melihat dekat. Hal tersebut
menyebabkan pandangan kabur saat melihat dekat.
2. Epidemiologi
Prevalensi presbiopi lebih tinggi pada populasi dengan usia harapan hidup
yang tinggi. Karena presbiopi berhubungan dengan usia, prevalensinya
berhubungan langsung dengan orang-orang lanjut usia dalam populasinya.
Walaupun sulit untuk melakukan perkiraan insiden presbiopi karena
onsetnya yang lambat, tetapi bisa dilihat bahwa insiden tertinggi presbiopi terjadi
pada usia 42 hingga 44 tahun. Studi di Amerika pada tahun 1955 menunjukkan 106
juta orang di Amerika mempunyai kelainan presbiopi. Faktor resiko utama bagi
presbiopi adalah usia, walaupun kondisi lain seperti trauma, penyakit sistemik,
penyakit kardiovaskular, dan efek samping obat juga bisa menyebabkan presbiopi
dini.
3. Etiologi
a. Terjadi gangguan akomodasi lensa pada usia lanjut
b. Kelemahan otot-otot akomodasi
c. Lensa mata menjadi tidak kenyal, atau berkurang elastisitasnya akibat kekakuan
(sklerosis) lensa
4. Klasifikasi
a. Presbiopi Insipien
Tahap awal perkembangan presbiopi, dari anamnesa didapati pasien
memerlukan kaca mata untuk membaca dekat, tapi tidak tampak kelainan bila
dilakukan tes, dan pasien biasanya akan menolak preskripsi kaca mata baca
b. Presbiopi Fungsional
Amplitudo akomodasi yang semakin menurun dan akan didapatkan kelainan
ketika diperiksa
c. Presbiopi Absolut
Peningkatan derajat presbiopi dari presbiopi fungsional, dimana proses
akomodasi sudah tidak terjadi sama sekali
d. Presbiopi Prematur
Presbiopia yang terjadi dini sebelum usia 40 tahun dan biasanya berhungan
dengan lingkungan, nutrisi, penyakit, atau obat-obatan
e. Presbiopi Nokturnal
Kesulitan untuk membaca jarak dekat pada kondisi gelap disebabkan oleh
peningkatan diameter pupil.

5. Patofisologi
Gambar 5. Kelainan refraksi

Gambar 6. Presbiopi

6. Tanda Dan Gejala


Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40 tahun,
akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair dan
sering terasa pedas.Karena daya akomodasi berkurang maka titik dekat mata
makin menjauh dan pada awalnya akan kesulitan pada waktu membaca dekat
huruf dengan cetakan kecil.
Dalam upayanya untuk membaca lebih jelas maka penderita cenderung
menegakkan punggungnya atau menjauhkan obyek yang dibacanya sehingga
mencapai titik dekatnya dengan demikian obyek dapat dibaca lebih jelas.
Presbiopia timbul pada umur 45 tahun untuk ras Kaukasia dan 35 tahun untuk ras
lainnya.
7. Nilai Koreksi
Ukuran lensa yang memberikan ketajaman penglihatan sempurna merupakan
ukuran lensa yang diperlukan untuk adisi kacamata baca. Hubungan lensa adisi
dan umur biasanya:

Usia Adisi (Add)


40 – 45 tahun 1,0 dioptri
45- 50 tahun 1,5 dioptri
50 – 55 tahun 2,0 dioptri
55 – 60 tahun 2,5 dioptri
60 – 65 tahun 3,0 dioptri
Tabel 1. Adisi berdasarkan umur
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan pin hole
Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya tajam
penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media
penglihatan, atau kelainan retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan bertambah
setelah dilakukan pin hole berarti pada pasien tersebut terdapat kelainan refraksi
yang belum dikoreksi baik. Bila ketajaman penglihatan berkurang berarti pada
pasien terdapat kekeruhan media penglihatan atau pun retina yang menggangu
penglihatan.

b. Uji refraksi
1) Subjektif (Optotipe dari Snellen & Trial lens)
Metode yang digunakan adalah dengan Metoda ‘trial and error’ Jarak pemeriksaan
6 meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata
penderita, Mata diperiksa satu persatu dibiasakan mata kanan terlebih dahulu
Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-masing mata. Bila visus tidak 6/6
dikoreksi dengan lensa sferis positif, bila dengan lensa sferis positif tajam
penglihatan membaik atau mencapai 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien dikatakan
menderita hipermetropi, apabila dengan pemberian lensa sferis positif menambah
kabur penglihatan kemudian diganti dengan lensa sferis negatif memberikan tajam
penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien menderita miopia. Bila setelah
pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak tercapai tajam penglihatan maksimal
mungkin pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat. Pada keadaan ini lakukan
uji pengaburan (fogging technique).
2) Objektif (Autorefraktometer)
Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan menggunakan
komputer. Penderita duduk di depan autorefractor, cahaya dihasilkan oleh alat dan
respon mata terhadap cahaya diukur. Alat ini mengukur berapa besar kelainan
refraksi yang harus dikoreksi dan pengukurannya hanya memerlukan waktu
beberapa detik.
9. Tatalaksana
Diberikan penambahan lensa sferis positif sesuai pedoman umur yaitu umur
40 tahun (umur rata – rata) diberikan tambahan sferis + 1.00 dan setiap 5 tahun
diatasnya ditambahkan lagi sferis + 0.50
Lensa sferis (+) yang ditambahkan dapat diberikan dalam berbagai cara:
1. Kacamata baca untuk melihat dekat saja
2. Kacamata bifokal untuk sekaligus mengoreksi kelainan yang lain
3. Kacamata trifokus mengoreksi penglihatan jauh di segmen atas,
penglihatan sedang di segmen tengah, dan penglihatan dekat di segmen
bawah
4. Kacamata progressive mengoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh,
tetapi dengan perubahan daya lensa yang progresif dan bukan bertingkat.

BAB III
PEMBAHASAN
Diagnosis pada pasien ini adalah ODS Presbiopi yang berdasarkan pada anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang mengarah pada diagnosis tersebut.
Anamnesis didapatkan pasien mengeluhkan penglihatan kedua matanya kabur saat
membaca jarak dekat dan lebih jelas bila agak dijauhkan. Keluhan mata merah (-), nrocos
(-), pandangan silau (-), terasa gatal (-), mata terasa mengganjal (-), kotoran mata (-).
Pemeriksaan status oftamologis tidak didapakan adanya kekeruhan media refrakta
dan didapatkan visus awal OD 6/6 dan OS 6/6. Selanjutnya saat melihat objek pada jarak
30 cm pandangan kabur dilakukan koreksi visus OD dengan lensa sferis positif Add
S+1,00 dan OS dengan lensa sferis positif Add S+1,00, sehingga saat melihat objek dari
jarak 30 cm terlihat jelas.
Pada pasien ini diberikan terapi kacamata dengan lensa sesuai hasil koreksi, pasien
menderita ODS Presbiopi yang dapat diakibatkan adanya penurunan keelastisitasan lensa
untuk mencembung sehingga pasien merasa kabur melihat jauh.
Pemberian terapi kacamata sesuai koreksi dilakukan untuk memperbaiki
penglihatan pasien. Pemeriksaan visus tiap 1 tahun disarankan untuk memantau
progresifitas dari kelainan refraksi yang diderita pasien. Edukasi yang diberikan kepada
pasien bertujuan untuk mencegah progresifitas secara cepat dan dipertahankan keadaan
penglihatan sebaik mungkin.

DAFTAR PUSTAKA
1. Despopoulos A. and Silbernagi S, Color Atlas of Physiology 3 rd Edition. London: Thieme,
2003; 344-346.
2. Olver J and Cassidy L, Basic Optics and Refraction. In Olver J and Cassidy L,
Ophtalmology at a Glance. New York: Blackwell Science, 2005; 22-23.
3. James B, Chew C and Bron A, Lecture Notes on Ophtalmology. New York: Blackwell
Publishing, 2003; 20-26.
4. Whitcher J P and Eva P R, Low Vision. In Whitcher J P and Eva P R, Vaughan &
Asbury’s General Ophtalmology. New York: Mc Graw Hill, 2007.
5. Ilyas S, Mailangkay H, Taim H, Saman R dan Simarmata M, 2003. Ilmu Penyakit Mata
Untuk Dokter Umum dan mahasiswa Kedokteran Edisi Ke-2. Jakarta.
6. A. K. Khurana, Comprehensive Ophtalmology Fourth Edition: Optics and Refraction,
New Age International (P) limited Publishers, 12: 36-38, 2007.
7. Gerhard K. Lang, Ophthalmology A Short Textbook :Optics and Refractive Errors,
Thieme, p. 127-136, 2000.
8. Deborah, Pavan-Langston,Manual of Ocular Diagnosis and Therapy, 6th
Edition:Refractive Surgery, Lippincott Williams and Wilkins, 5:73-100,2008.
9. Roque M., 2009. Astigmatism, PRK. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1220845-overview#a0101

10. Harvey M. E., 2009. Development and Treatment of Presbiopi. Optom Vis Sci 86(6): 634-
639. Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2706277/pdf/nihms114434.pdf??
tool=pmcentrez

Anda mungkin juga menyukai