PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
Tujuan dari pengerjaan tugas khusus ini adalah untuk mengetahui kinerja
cross bar cooler dengan menghitung efisiensi panas yang hilang dan terbuang.
1.4 Manfaat
Perhitungan neraca massa dan neraca panas ini memiliki manfaat untuk
mengetahui efisiensi dan performa cross bar cooler. Dengan itu dapat diketahui
kualitas semen yang dihasilkan baik atau tidak.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
b. Planetary cooler
Planetary cooler memiliki bentuk seperti rotary cooler namun
jumlahnya banyak dan mengelilingi shell outlet kiln yang ikut berputar bersama
kiln. Bagian dalamnya dipasang lifter-lifter untuk mengangkat clinker.
Pendinginan pada planetary cooler kurang optimal serta suhu clinker keluar
masih diatas 150°C.
c. Cross bar cooler
Tipe yang baru-baru ini (tahun 1999) dikembangkan yaitu
Cross Bar Cooler. Jenis ini seluruhnya terdiri dari Static Gratedengan
transportasi clinker dipengaruhi oleh reciprocating pusher bardiatas
permukaan grate. Coolerini juga menggunakan pengatur aliran yang sangat
bagus pada masing-masing grateuntuk mempertahankan aliran udara
konstan melalui clinker bed tanpa memperhatikan porositas bed. Efisiensi
jenis Coolerini yaitu 75-78%.
4
Cross bar cooler memiliki beberapa fungsi antara lain :
a) Memberikan pendinginan yang cepat pada clincer sehingga tidak terjadi
penguraian C3S menjadi C2S.
b) Mempehalus ukuran keluaran clincer dengan menggunakan roller breaker.
c) Mendinginkan clincer yang keluaran kiln dari temperatur 1200oC menjadi <
100oC keluar cooler system, dengan cara mengalirkan udara dari cooling fan
secara proporsional.
d) Pendinginan clincer secara quenching atau secepat mungkin untuk
mendapatkan kualitas clincer yang terbaik (clincer mudah pecah).
e) Memanfaatkan udara panas hasil pendinginan clincer yang keluar dari kiln dan
diperoleh dua jenis udara, yaitu udara secondary untuk pembakaran main burner
dan udara tertiery untuk pembakaran dicalciner.
5
2.4 Neraca Massa
Perhitungan neraca massa di cross bar cooler melibatkan komponen
clinker dan udara. Di dalam cross bar cooler hanya terjadi reaksi fisika yaitu
pendinginan clinker oleh udara. Perhitungan neraca massa membutuhkan data-data
lain untuk diolah, misalnya densitas, laju alir, berat molekul, dan rasio antara
clinker dan udara.
2.5 Neraca Panas
Penyusunan neraca panas digunakan untuk mengetahui efisiensi cross bar
cooler. Panas yang terlibat adalah panas clinker yang dipindahkan melalui udara
pendingin. Udara pendingin yang telah bersuhu lebih tinggi akan dikembalikan ke
unit rotary kiln dan suspension preheater dalam bentuk udara panas, yaitu udara
sekunder (secondary air), udara tersier (tertiary air), dan udara menuju
electrostatic precipitator (EP). Pengelompokan komponen input dan output dalam
cross bar cooler disajikan pada Tabel II.1
Tabel 2.1 Komponen yang Terlibat dalam cross bar cooler
Komponen Input Komponen Output
Udara pendingin (cooling air) Panas dilepaskan clinker
Panas dibawa clinker Udara sekunder (secondary air)
Udara tersier (tertiary air)
Udara Electrostatic Precipitator
Panas debu ke EP (dust lost)
Panas yang tak terdeteksi
6
b. Panas yang dibuang
Panas yang dibuang adalah panas yang menuju ke electrostatic
precipitator (EP). panas dari clinker keluar , panas dari debu ke EP dan panas yang
tak terdeteksi panas ini merupakan faktor perhitungan efisiensi.
7
BAB III
METODOLOGI
8
Gambar 3.2 Skema Neraca Panas Cross bar cooler
Keterangan gambar :
1. Input Material 6. Cross bar
2. Gas Panas ke RSP (Tertiary Air) 7. Grate plate
3. Gas Panas ke Kiln (Secondary Air) 8. Cooler fan
4. Udara Panas dan Debu ke EP 9. Heavy Duty Rooler Breaker
5. Spray water
9
3.2 Pengumpulan Data
3.2.1 Data dari Lapangan
Pengumpulan data dilakukan untuk mengetahui distribusi material-
material dalam cross bar cooler, serta untuk mengetahui panas yang terkandung
dalam material tersebut pada tanggal 2 januari 2019 pada plant indarungvi Semen
Padang. Untuk menyusun persamaan neraca massa, diperlukan data sebagai
berikut:
a. Jenis arus
b. Massa arus
c. Laju alir arus
d. Densitas udara pendingin
Sedangkan, untuk menyusun neraca panas diperlukan data sebagai berikut:
a. Kapasitas panas clinker
b. Kapasitas panas udara
c. Temperature clincer dan udara
Data yang berasal dari sumber buku/ literatur berfungsi sebagai referensi
untuk mendukung data dari lapangan . Data-data tersebut adalah sebagai berikut:
a. Panas spesifik clinker
b. Sifat fisis udara
c. Efisiensi panas
10
b. Pengolahan Neraca Energi
1. Menghitung panas yang dilepaskan clinker saat masuk dan keluar.
2. Menganalisis kapasitas panas/ heat capacity masing-masing udara.
3. Menganalisis jumlah panas yang dibawa masing-masing udara.
4. Mengidentifikasi panas yang terlibat pada komponen input dan output.
5. Menganalisis persentase panas yang tidak terdeteksi dari panas
6. Menganalisis efisiensi kerja cross bar cooler.
3.4 Metode Pengolahan Data
Data yang diperoleh digunakan untuk menghitung neraca massa, neraca
panas, dan efisiensi cross bar cooler. Selanjutnya digunakan persamaan yang ada
dalam literatur untuk mencari data yang lain. Pada clinker untuk menentukan
kapasitas panas senyawa yang terkandung pada udara dan clincer digunakan
persamaan :
𝐵𝑇 2 𝐶𝑇 3
Cp = (𝐴𝑇 + + − 𝐷𝑇 −1 ) (3.2)
2 3
Dimana :
T : suhu
A, B, C, D : konstanta
Cp : kapasitas panas
Dimana :
Q : panas reaksi (kJ)
T : suhu (K)
Tref : suhu referensi (K) = 298 K
Cp : kapasitas panas (kJ/kmol)
n : mol
11
Kemudian efisiensi cross bar cooler dicari menggunakan persamaan :
[𝐶1 −(𝑉+𝐶2 +𝑅)]
𝐸= × 100% (3.4)
𝐶1
Dimana :
E : efisiensi cross bar cooler
C1 : panas yang dibawa clinker saat masuk (Qclinker in dan Qudara pendingin)
C2 : panas yang dibawa clinker saat keluar (Qclinker out)
12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Perhitungan
1. Perhitungan Neraca Massa
Asumsi yang digunakan dalam perhitungan, yaitu :
Udara kering terdiri dari 21% O2 dan 79% N2
Gas berperilaku sebagai gas ideal
Kondisi aliran massa steady
Proses pembakaran sempurna dan tidak ada sisa bahan bakar yang tidak
terbakar, seluruh abu yang terkandung dalam bahan bakar akan menjadi
komponen clinker.
6 7
(Indarung VI,2019)
6 6
Keterangan:
1 1
1. Kiln feed
2. Umpan batu bara
3. Gas buang kiln
4. Umpan material dari SP
5. Gas hasil pembakaran
6. Udara pembakaran (udara tersier dan GHP kiln)
7. Udara pembawa batu bara
8. Debu keluar SP (Dust lost)
13
14
Tabel 4.1 Komposisi yang masuk ke suspension preheater
Komposisi %Berat
SiO2 14,52%
Al2O3 3,604%
Fe2O3 2,432%
CaO 43,52%
MgO 0,503%
H2O 0,52%
SO3 0,030%
Total 65,133087%
15
Tabel 4.2 komposisi yang masuk ke suspension preheater
16
Dust loss = 6,95 % x 554.332,40 kg/jam
= 38.528,46 kg/jam
Total umpan yang masuk ke kalsiner = 554.332,40 kg/jam – 38.528,46
kg/jam
= 515.803,95 kg/jam
79.860
% berat SiO2 = 547.140 𝑋 100% = 14,595%
17
Tabel 4.3 Massa dan Persen Berat Masing-Masing Komponen Dalam Umpan
Kalsiner
= 220.324,44 kg/jam
𝐵𝑀 𝐶𝑂2
CO2 hasil kalsinasi = 𝐵𝑀 𝐶𝑎𝐶𝑂3 𝑋 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐶𝑎𝐶𝑂3 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑎𝑙𝑠𝑖𝑛𝑎𝑠𝑖
44
= 100 𝑋 393.436,50
= 173.112,06 kg/jam
18
Jumlah CaCO3 yang tersisa = ( jumlah CaCO3 umpan – CaCO3 yang
terkalsinasi)
= 402.987,30 – 393.436,50 kg/jam
= 9.550,80 kg/jam
Reaksi 2
= 2.545,82 kg/jam
𝐵𝑀 𝐶𝑂2
CO2 yang terbentuk = 𝐵𝑀 𝑀𝑔𝐶𝑂3 𝑋 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑀𝑔𝐶𝑂3 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑎𝑙𝑠𝑖𝑛𝑎𝑠𝑖
44
= 84 𝑋 5.346,23
= 2.800,41 kg/jam
Jumlah MgCO3 yang tersisa = (jumlah MgCO3 umpan – MgCO3 yang
terkalsinasi)
= 5.476,01 – 5.346,23
= 129,78 kg/jam
Jumlah CO2 hasil kalsinasi = berat CO2 reaksi 1 + berat CO2 reaksi 2
= (173.112,06 + 2.800,41) kg/jam
= 175.912,47 kg/jam
19
Komposisi setelah kalsinasi :
Tabel 4.4 Komposisi setelah kalsinasi
Komposisi m (kg/jam)
SiO2 75.286,22
Al2O3 18.686,75
Fe2O3 12.609,92
CaCO3 sisa kalsinasi 9.550,80
MgCO3 sisa kalsinasi 129,78
Impuritis 757,75
Total 117.021,22
C 63,16 24.316,60
H 4,59 1.767,15
O 7,33 2.822,05
N 1,06 408,10
S 0,8 308,00
Ash 13,06 5.028,10
H2O 10 3.850,00
Total 100 38.500,00
(Data Laboratorium Indarung VI Semen Padang, 2 januari 2019)
20
Tabel 4.6 Komposisi Ash batu bara masuk SP
= 89.160,87 kg/jam
𝐵𝑀 𝑂2
O2 yang diperlukan = 𝑋 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐶
𝐵𝑀 𝐶
32
= 12 𝑋 24.316,60kg/jam
= 64.844,27 kg/jam
Reaksi 2
S + O2 SO2
𝐵𝑀 𝑆𝑂2
SO2 yang terbentuk = 𝑋 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆
𝐵𝑀 𝑆
64
=32 𝑋 308,00
= 616,00 kg/jam
𝐵𝑀 𝑂2
O2 yang diperlukan = 𝑋 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆
𝐵𝑀 𝑆
32
= 32 𝑋 308,00kg/jam
= 308,00 kg/jam
21
Reaksi 3
H2 + ½ O2 H2O
𝐵𝑀 𝐻2𝑂
H2O yang terbentuk = × 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐻2
𝐵𝑀 𝐻2
18
= 𝑋 1.767,15
2
= 15.904,35 kg/jam
1 32
O2 yang dibutuhkan =2 × × 1.767,15
2
= 14.137,20 kg/jam
22
Kapasitas udara = 15.400,00 m3/jam
Laju udara = 15.400,00 x 1,16
= 17.864,66 kg/jam
Udara kering = 1,00 x 17.864,66
1,00 + 0,015
= 17.600,65 kg/jam
Laju H2O = (17.864,66 - 17.600,65) kg/jam
= 264,01 kg/jam
Laju O2 = 0,21 x 17.600,65 x 32,00
28,84
= 4.101,12 kg/jam
Laju N2 = 0,79 x 17.600,65 x 28,00
28,84
= 13.499,53 kg/jam
= 352.527,23 kg/jam
79
N2 dari udara = 100 x O2 yang sesungguhnya
79
= x 74.030,72 kg/jam
100
= 278.496,51 kg/jam
23
Tabel 4.8 Total N2 Dalam Reaksi Pembakaran
Total N2 Dalam Reaksi Pembakaran (kg/jam)
N2 dari udara 278.496,51
N2 batu bara 408,10
N2 udara pembawa batu bara 13.499,53
Total 292.404,14
24
Tabel 4.11 Umpan Kiln Total
Komposisi m(kg/jam)
SiO2 total 77.014,88
Al2O3 total 19.681,81
Fe2O3 total 12.767,30
CaO total 222.419,65
MgO total 2.597,61
Maka diperoleh komposisi umpan yang masuk ke kiln
Tabel 4.12 Umpan yang Masuk ke Kiln
Komposisi m (kg/jam)
SiO2 77.014,88
Al2O3 19.681,81
Fe2O3 12.767,30
CaCO3 kalsinasi 9.550,80
MgCO3 kalsinasi 129,78
CaO 222.419,65
MgO 2.597,61
Impurities 757,75
Total 344.919,58
25
Tabel 4.13. Neraca massa untuk suspension preheater
INPUT OUTPUT
Komponen m(kg/jam) % Komponen m(kg/jam %
Debu
Kiln feed 557230 57,67 38528,4582 3,988
keluar SP
Material
Umpan batu bara 38500 3,985 344919,580 35,701
masuk SP
Udara Gas hasil
352527,2332 36,48 582673,854 60,31
Pembakaran pembakaran
udara pembawa
17864,66032 1,849
batu bara
Total 966121,8935 100 Total 966121,8935 100
26
Neraca massa Rotary kiln
GHP
Umpan
masuk kiln Klinker
ROTARY KILN panas
Umpan
batu bara
Udara primer
Udara sekunder
Udara pembawa
batubara
P-1
(Indarung VI,2019)
Gambar 4.3 diagram alir neraca massa rotary kiln
Umpan material dari suspension preheater = 344.919,58 kg/jam
Tabel 4.14 komposisi umpan masuk ke Rotary kiln
SiO2 77.014,88
Al2O3 19.681,81
Fe2O3 12.767,30
CaCO3 sisa kalsinasi 9.550,80
MgCO3 sisa kalsinasi 129,78
CaO 222.419,65
MgO 2.597,61
Impuritis 757,75
Total 344.919,58
Di dalam umpan rotary kiln akan terjadi kalsinasi lanjutan dari komponen
CaCO3 dan MgCO3 yang belum terkalsinasi sempurna didalam suspension
preheater.
27
Reaksi kalsinasi dari CaCO3 dan MgCO3
Reaksi 1
CaCO3 CaO + CO2
CaCO3 sisa kalsinasi = 9.550,80 kg/jam
𝐵𝑀 𝐶𝑎𝑂
CaO hasil kalsinasi = 𝐵𝑀 𝐶𝑎𝐶𝑂3 𝑋 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐶𝑎𝐶𝑂3
56
= 𝑥 9.550,80
100
= 5.348,45 kg/jam
𝐵𝑀 𝐶𝑂2
CO2 hasil kalsinasi = 𝐵𝑀 𝐶𝑎𝐶𝑂3 𝑋 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐶𝑎𝐶𝑂3
44
= 100 x 9.550,80
= 4.202,35 kg/jam
Reaksi 2
MgCO3 MgO + CO2
MgCO3 sisa kalsinasi = 129,78 kg/jam
𝐵𝑀 𝑀𝑔𝑂
MgO terbentuk = 𝐵𝑀 𝑀𝑔𝐶𝑂3 𝑋 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑀𝑔𝐶𝑂3
40
= 84 x 129,78
= 61,80 kg/jam
𝐵𝑀 𝐶𝑂2
CO2 terbentuk = 𝐵𝑀 𝑀𝑔𝐶𝑂3 𝑋 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑀𝑔𝐶𝑂3
44
= 84 x 129,78
= 67,98 kg/jam
Total kalsinasi
CO2 total hasil kalsinasi = 4.202,35 kg/jam + 67,98 kg/jam
= 4.270,33 kg /jam
CaO total hasil kalsinasi = CaO dalam umpan + CaO hasil kalsinasi
= 222.419,65 kg/jam + 5.348,45 kg/jam
= 227.768,09 kg/jam
MgO total hasil kalsinasi = MgO dalam umpan + MgO hasil kalsinasi
= 2.597,61 kg/jam + 61,80 kg/jam
= 2.659,41 kg/jam
28
Kebutuhan batu bara di rotary kiln
Jumlah batu bara masuk ke rotary kiln = 23.500 kg/jam
((Data CCR Indarung VI Semen Padang, 2 januari 2019)
Tabel 4.15 Komposisi batu bara masuk ke kiln
Komposisi %berat m (kg/jam)
C 63,16 14.842,60
H 4,59 1.078,65
O 7,33 1.722,55
N 1,06 249,10
S 0,8 188,00
Ash 13,06 3.069,10
H2O 10 2.350,00
Total 100 23.500
29
= 54.422,87 kg/jam
𝐵𝑀 𝑂2
O2 yang diperlukan = 𝐵𝑀 𝐶 𝑋 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐶
32
=12 𝑋 14.842,60
= 39.580,27 kg/jam
Reaksi 2
S + O2 SO2
𝐵𝑀 𝑆𝑂2
SO2 yang terbentuk = 𝑋 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆
𝐵𝑀 𝑆
64
= 32 𝑋 188,00
= 376,00 kg/jam
𝐵𝑀 𝑂2
O2 yang diperlukan = 𝑋 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆
𝐵𝑀 𝑆
32
= 32 𝑋 188,00
= 188,00 kg/jam
Reaksi 3
H2 + ½ O2 H2O
𝐵𝑀 𝐻2𝑂
H2O yang terbentuk = 𝑋 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐻
𝐵𝑀 𝐻2
18
= 𝑋 1.078,65
2
= 9.707,85 kg/jam
𝐵𝑀 𝐻2𝑂
O2 yang dibutuhkan = 0,5 𝑋 𝑋 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐻
𝐵𝑀 𝐻2
32
= 0,5 X 𝑋 1.078,65
2
= 8.629,20 kg/jam
30
Udara pembawa batu bara ke kiln
Kapasitas = 9.400,00 m3/jam
Laju udara = 9.400,00 x 1,16
= 10.904,40 kg/jam
Udara kering = 1,00 x 10.904,40
1,00 + 0,015
= 10.743,25 kg/jam
Laju H2O = (10.904,40 - 10.743,25 ) kg/jam
= 161,15 kg/jam
Laju O2 = 0,21 x 10.743,25 x 32,00
28,84
= 2.503,28 kg/jam
Laju N2 = 0,79 x 10.743,25 x 28,00
28,84
= 8.239,97 kg/jam
= 215.178,96 kg/jam
31
Pada proses clincerisasi udara yang digunakan berasal dari udara primer dan
udara sisa pendinginan clincer (udara sekunder). Untuk mengetahui jumlah udara
yang primer dan sekunder pada proses clincerisasi adalah :
Data ambien Semen Padang
Temperatur = 30,00 C
Tekanan = 1,00 atm
R = 0,08
Dari psychometric chart
Humidity = 0,015 kg H2O/ kg udara kering
(Perry,1973)
Komposisi udara kering
O2 = 0,21
N2 = 0,79
BM udara = 28,84 kg/kmol
Densitas udara = P/R x BM / T
= 1,00 x 28,84
0,08 303,00
= 1,16 kg/m3
32
= 4.074,49 kg/jam
Laju N2 = 0,79 x 17.486,36 x 28,00
28,84
= 13.411,87 kg/jam
= 169.991,38 kg/jam
33
Tabel 4.18 Total N2 dari batu bara dan udara
Total N2 (kg/jam)
N2 dari batu bara 249,10
N2 dari udara 169.991,38
N2 dari udara pembawa batu
8.239,97
bara
Total 178.480,45
34
Neraca massa Rotary Kiln
35
2. Neraca massa Cross bar cooler
Udara sekunder
Udara tersier
Gas ke EP
Klinker
CROSS BAR COOLER dingin
Udara
pendingin
(Indarung VI,2019)
Gambar 4.4 diagram alir neraca massa di cross bar cooler
36
Densitas udara pendinginan = 1,16 kg/m3
Tabel 4.22 Laju alir udara 11 fan
Fan m3/min kg/jam
K11 935 65078,40546
K12 923,5 64277,97588
K13 563,5 39221,04971
K14 873,11 60770,70224
K15 1462,5 101793,7626
K16 1372,5 95529,53102
K17 1351,5 94067,87699
K18 1264,5 88012,45316
K19 1134,5 78964,11872
K20 1156,75 80512,77596
K21 984,5 68523,73281
Total 12021,86 836752,3845
(Data CCR Indarung VI Semen Padang, 2 januari 2019)
Total dari keseluruhan laju alir udara fan diatas merupakan laju alir udara
pendingin yang masuk ke cooler yaitu = 836752,3845 kg/jam
Udara tersier = udara pembakaran dikalsiner – udara excess di kiln
= 352527,2332 kg/jam - 4.949,12 kg/jam
= 347.578,12 kg/jam
Udarake EP = udara pendinginan - udara tersier – udara sekunder
= (836752,3845 - 347.578,12 - 197.692,60) kg/jam
= 291.481,67 kg/jam
dust lost = 20,13 mg/m3
(Data CCR Indarung VI Semen Padang, 2 januari 2019)
= dust emission x Udara EP
densitas udara
= 0,00002013 x 291.481,67
1,16
= 5,06 kg/jam
37
Clincer dingin = clincer panas masuk cooler – dust loss
= (343.718,35 – 5,06) kg/jam
= 343.713,29 kg/jam
38
b. Perhitungan Neraca Panas
Hasil perhitungan panas yang dibawa clinker disajikan dalam Tabel 4.24.
Tabel 4.24 Panas Clinker Masuk cross bar cooler
Cp rata-
Laju alir T awal Panas
Jenis Panas rata,
(kg/jam) (°C) (kJ/jam)
(kJ/kg°C)
343.718,34
Panas sensibel solid 1.200 1,045 470.606.679,68
8
(Pyroprocesing, ISBI)
Perhitungan panas yang dilepaskan clinker disajikan dalam Tabel 4.3 berikut:
Tabel 4.25 Panas Clinker Keluar Cross bar cooler
Cp rata-
Laju alir T awal
Jenis Panas rata, Panas (kJ/jam)
(kg/jam) (°C)
(kJ/kg°C)
343.713,29
Panas sensibel solid 60,02 0,789 8.949.063,093
0
((Pyroprocesing, ISBI)
Panas yang dibawa masing-masing udara yang masuk dan keluar cross bar
cooler dihitung melalui kapasitas panasnya. Rekapitulasi perhitungan disajikan
pada Tabel 4.4.
Tabel 4.26 Panas yang Dibawa oleh Masing-Masing Udara
Cp rata-
Rentan
Laju alir rata, Panas, Q
Jenis Udara g suhu
(kg/jam) (kJ/kg°C (kJ.jam)
(°C)
)
836.752,3 1.612.934,17
Udara pendingin 27 – 32 0,643
8 1
197.692,6 27 - 144.611.316,
Udara sekunder 0,729
0 1.030 746
347.578,1 27 – 209.759.402,
Udara tersier 0,716
2 870 363
291.481,6 27 – 44.084.469,6
Udara ke EP 0,663
7 255 30
27 –
Debu terbuang 5,06 0,663 764,989
255
(Smith, J.M., and VanNess, 1975)
39
Rekapitulasi perhitungan neraca panas keseluruhan disajikan dalam Tabel 4.27
Tabel 4.27 Neraca Panas Material di cross bar cooler
INPUT OUTPUT
Panas Panas
Arus % Arus %
(kJ/jam) (kJ/jam)
Clinker Clinker
421.324.795,2
99,62% 8.949.063,093 2,12%
masuk 13 keluar
Udara Udara
144.611.316,7
1.612.934,171 0,38% 34%
pendingin sekunder 46
Udara
209.759.402,3
50%
tersier 63
Udara
44.084.469,63
10%
ke EP 0
Debu
0,0001
764,989
terbuang 8%
Undetect
15.532.712,56
3,67%
ed heat 3
Terdapat selisih panas antara input dan output. Selisih ini merupakan panas yang
tidak terdeteksi/ undetected heat. Panas ini hilang secara alamiah dan di luar
kalkulasi.
1. Menganalisis panas yang tidak terdeteksi Terhadap panas keseluruhan system
Terhadap panas keseluruhan system Persentase panas yang hilang (panas
tidak terdeteksi)
= 15.532.712,563/422.937.729,385 x100 %
= 3,67%
2. Menganalisis efisiensi cross bar cooler
Efisiensi cross bar cooler
[C1 −(V+C2 +R)]
= x100 %
C1
40
[Q𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡 − (Q𝑡𝑎𝑘𝑡𝑒𝑟𝑑𝑒𝑡𝑒𝑘𝑠𝑖 + Q𝑐𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟 out + Qudarake EP + Qdebu ke EP )]
= x100 %
Q𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡
[422.937.729,385 − (15.532.712,563 + 8.949.063,093 + 44.084.469,630 + 764,989)]
= x100 %
422.937.729,385
= 83,79 %
4.2 Pembahasan
Pendinginan clinker merupakan hal wajib dalam industri semen. Clinker
akan didinginkan secara mendadak dari suhu 1200°C menjadi 60,020°C. Tujuan
dari pendinginan ini adalah menghasilkan clinker yang mudah digiling cement mill.
Sistem pendinginan clinker ini tidak bisa dilepaskan dari unit pembakaran di rotary
kiln.
Dalam perhitungan neraca massa, clinker masuk dan keluar sistem
memiliki massa yang sama. Ini dikarenakan di dalam cross bar tidak terjadi reaksi
kimia, melainkan hanya reaksi fisika, yaitu berupa pendinginan (quenching).
Penentuan laju alir udara pendingin bervariasi tergantung massa clinker yang akan
didinginkan. Semakin bertambah massa clinker, maka jumlah udara pendingin yang
diperlukan juga semakin besar.
Clinker keluar rotary kiln bersuhu 1200°C membawa panas yang besar,
yaitu 421.324.795,213 kJ/jam. Panas ini berupa panas sensibel Panas yang
dilepaskan clinker ini akan dibawa udara untuk didistribusikan menjadi udara
sekunder di rotary kiln serta udara tersier di calciner pada suspension preheater.
Besarnya panas yang dibawa udara adalah fungsi suhu. Semakin tinggi suhu
udara, maka panas yang dibawa akan semakin besar. Udara panas yang menuju kiln
(udara sekunder) adalah 144.611.316,746 kJ/jam, sedangkan udara menuju
suspension preheater (udara tersier) adalah sebesar 209.759.402,363 kJ/jam.
Udara sekunder adalah udara tambahan untuk pembakaran material di rotary kiln.
Sedangkan, udara tersier adalah udara tambahan untuk mengkalsinasi material
sebelum masuk rotary kiln. Panas ini sangat bermanfaat sebagai udara pembakaran
material di calciner. Sisa udara yang tidak termanfaatkan dibuang ke electrostatic
precipitator. Udara ini memang harus dibuang, karena masih membawa banyak
41
partikel – partikel kecil clinker, sehingga perlu dilakukan penyaringan. Debu yang
dibawa udara akan kembali ke silo clinker. Selain itu, jumlah panas yang dibawa
udara ini akan dimanfaatkan untuk proses pemanasan yaitu di cement mill.
Panas yang tidak terdeteksi sebesar 15.532.712,563 kJ/jam atau 3,67%
dari sistem. Panas ini tidak dapat dideteksi karena hilang dari sistem itu sendiri.
Persentase ini cukup besar untuk sebuah sistem pendinginan clinker. Penggantian
isolasi dinding cross bar cooler yang berkala akan mengurangi jumlah panas yang
hilang.
Efisiensi cross bar cooler adalah 83,79 %. Seperti disebutkan di atas,
bahwa efisiensi jenis pendingin cross bar cooler lebih baik daripada pendingin jenis
rotary cooler dan planetary cooler.
Efisiensi yang tidak mencapai harga maksimal ini disebabkan oleh adanya
panas yang hilang ke lingkungan. Kehilangan panas disebabkan oleh Adanya
perpindahan panas konduksi dimana terjadi perpindahan panas dari dalam cooler
menembus isolasi sampai dinding cooler dan perpindahan panas konveksi yaitu
perpindahan panas dari dinding cooler ke lingkungan. Adanya kebocoran atau
kemungkinan masuknya udara luar ke dalam cooler yang kemudian membawa
panas dari dalam cooler. Selain itu castable yang berfungsi sebagai isolasi akan
terkikis seiring dengan waktu sehingga sebagian panas akan hilang.
Dengan menganggap efisiensi ini sebagai patokan, jika suatu saat
efisiensinya di bawah standar, maka performa cross bar cooler perlu ditingkatkan
lagi. Peningkatan performa misalnya dengan mengecek kesesuaian laju alir udara
berbanding dengan massa clinker, laju alir udara yang dibuang melalui electrostatic
precipitator, dan pengaturan suhu pembakaran material di rotary kiln.
42
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Efisiensi cross bar cooler ditentukan dengan menghitung
distribusi neraca massa dan neraca panas yang ada pada sistem kiln. Pada
perhitungan neraca massa danneraca panas didapat distribusi udara yang
meninggalkan cross bar cooler yaitu udara sekunder sebesar 197.692,60
kg/jam dengan panas yang dibawa keluar sistem 144.611.316,746 kJ/jam,
udara tersier 347.578,12 kg/jam dengan panas yang panas yang dibawa
keluar sistem 209.759.402,363 kJ/jam , udara yang menuju ke
electrostatic precipitator sebesar 291.481,67 kg/jam dengan panas yang
panas yang dibawa keluar sistem 44.084.469,630 kJ/ jam dan debu
terbuang sebesar 5,058 kg/jam dengan panas yang dibawa keluar sistem
764,989 kJ/jam. Sedangkan massa cooler feed yang masuk ke dalam
cross bar cooler sebesar 343.718,35 kg/jam dengan panas yangd ibawa
masuk sistem sebesar 421.324.795,213 kJ/jam. Pada neraca panas didapat
panas yang tidak terdeteksi sebesar 15.532.712,563 kJ/jam. Dari
perhitungan neraca panas didapat efisiensi cross bar cooler sebesar
83,79%. Dengan menganggap efisiensi ini sebagai patokan, jika suatu saat
efisiensinya di bawah standar, maka performa cross bar cooler perlu
ditingkatkan lagi. Peningkatan performa misalnya dengan mengecek
kesesuaian laju alir udara berbanding dengan massa clinker, laju alir udara
yang dibuang melalui electrostatic precipitator, dan pengaturan suhu
pembakaran material di rotary kiln.
5.2 Saran
Beberapa saran agar performa cross bar cooler semakin meningkat adalah:
1. Agar performa cross bar cooler tetap terjaga, perlu dilakukan pengecekan
berkala khususnya dalam laju alir udara pendingin dan suhu pembakaran
material penyusun clinker.
43
2. Pengambilan data untuk neraca massa dan neraca panas harus dilakukan
secara komprehensif dan menyeluruh dalam unit tersebut demi
mengetahui efisiensi alat.
44
DAFTAR PUSTAKA
Duda, W.H., 1980, Cement Data Book, 3rd Edition, Vol I, Vol II, Vol III, Banverlag
GMBH, Wesbeden and Berlin.
Hewlett, C. Peter, 2004, Lea’s Chemistry of Cement and Concrete, Elsevier Science
and Technology Books, Elsevier, New York.
Labahn, O., Kohlhaas, B., 1983, Cement Engineers Handbuch, Bauverlag Gmbh,
Wiesbaden and Berlin.
Peray, E. Kurt, 1979, Cement Manufacture’s Handbook, Chemical Published
Co.Inc., New York.
Smith, J.M., and VanNess,.H.C., 1975, “Introduction Chemeical Engineering
Thermodinamics”.3rdEd Mc Graw Hill Kogakusha Tokyo
Yaws,C.L, 1999, Chemical Properties Hand Book, MC Graw Hill Book Company,
New York
45