Refarat Apendisitis
Refarat Apendisitis
Refarat Apendisitis
APENDISITIS
Oleh:
Pembimbing:
dr. Harry Butar Butar, Sp.B
FAKULTAS KEDOKTERAN
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
di bagian SMF Ilmu Bedah RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam dengan judul
“Apendisitis”
Refarat ini bertujuan agar penulis dapat memahami lebih dalam teori-teori
yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik SMF Ilmu Bedah RSUD
kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran yang membangun dari
semua pihak yang membaca refarat ini. Harapan penulis semoga refarat ini dapat
Penulis
ii
DAFTAR ISI
2.10 Komplikasi.............................................................................................. 19
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
per 1.000 orang per tahun. Ditemukan beberapa disposisi familial pada kondisi
ini.1
Pada negara- negara di Asia dan Afrika, insidensi dari apendisitis akut
lebih rendah, hal ini mungkin diakibatkan oleh kebiasaan diet dari populasi
masyarakat di negara- negara tersebut. Insidensi dari penyakit ini lebih rendah
pada lokasi- lokasi yang masyarakatnya memiliki kebiasaan untuk mengkonsumsi
banyak serat. Serat pada makanan disangkakan dapat menurunkan viskositas dari
feses, mengurangi waktu transit di usus, dan mencegah pembentukan fecalith,
yang merupakan faktor- faktor predisposisi dari obstruksi lumen apendiseal.2
Ada sedikit perbedaan dalam perbandingan insidensi penyakit ini pada pria
dan wanita yaitu sebanyak 3:2, pada remaja dan dewasa muda; pada dewasa,
insidensi apendisitis pada pria lebih besar 1.4 kali lipat. Insidensi apendisitis
meningkat sejak lahir, dan memuncak pada remaja akhir, dan perlahan turun pada
geriatri. Anak- anak memiliki insidensi perforasi yang lebih tinggi, yaitu sekitar
50-85%.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.1 Posisi dari usus besar. (1) sekum. (2) apendiks
vermiformis. (3) ascending colon. (4) transverse colon. (5) descending
colon. (6) sigmoid colon. (7) rektum. (8) anal canal.3
3
4
sepanjang saluran cerna termasuk apendiks ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat
efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan
apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan
limfoid disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna
dan di seluruh tubuh.6
2.4. Definisi
2.5. Etiologi
2.6. Patofisiologi
Appendiks yang obstruksi merupakan tempat yang baik bagi bakteri untuk
berkembang biak. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi
gangguan aliran limfe, terjadi oedem yang lebih hebat. Akhirnya peningkatan
tekanan menyebabkan obstruksi vena, yang mengarah pada iskemik jaringan,
infark, dan gangrene. Setelah itu, terjadi invasi bakteri ke dinding appendiks;
diikuti demam, takikardi, dan leukositosis akibat kensekuensi pelepasan mediator
inflamasi dari jaringan yang iskemik. Saat eksudat inflamasi dari dinding
appendiks berhubungan dengan peritoneum parietal, serabut saraf somatik akan
8
teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi appendiks, khususnya di
titik Mc Burney’s. Nyeri jarang timbul hanya pada kuadran kanan bawah tanpa
didahului nyeri visceral sebelumnya. Pada appendiks retrocaecal atau pelvic, nyeri
somatik biasanya tertunda karena eksudat inflamasi tidak mengenai peritoneum
parietal sampai saat terjadinya rupture dan penyebaran infeksi. Nyeri pada
appendiks retrocaecal dapat muncul di punggung atau pinggang. Appendiks pelvic
yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah testis dapat menyebabkan
peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter
atau vesical urinaria pada appendicitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih,
atau nyeri seperti terjadi retensi urine. Perforasi appendiks akan menyebabkan
terjadinya abscess lokal atau peritonitis umum. Proses ini tergantung pada
kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan kemampuan pasien berespon
terhadap adanya perforasi. Tanda perforasi appendiks mencakup peningkatan suhu
melebihi 38.6oC, leukositosis > 14.000, dan gejala peritonitis pada pemeriksaan
fisik.8
Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat
menetap hingga > 48 jam tanpa perforasi. Secara umum, semakin lama gejala
berhubungan dengan peningkatan risiko perforasi. Peritonitis difus lebih sering
dijumpai pada bayi karena tidak adanya jaringan lemak omentum. Anak yang
lebih tua atau remaja lebih memungkinkan untuk terjadinya abses yang dapat
diketahui dari adanya massa pada pemeriksaan fisik. Konstipasi jarang dijumpai
tetapi tenesmus sering dijumpai. Diare sering didapatkan pada anak-anak, dalam
jangka waktu sebentar, akibat iritasi ileum terminal atau caecum. Adanya diare
dapat mengindikasikan adanya abses pelvis.8
9
2.7. Diagnosis
2.7.1. Anamnesis
pada otot psoas kanan dan indikasi iritasi retrocaecal dan retroperitoneal
dari phlegmon atau abscess.Dasar anatomis terjadinya psoas sign adalah
appendiks yang terinflamasi yang terletak retroperitoneal akan kontak
dengan otot psoas pada saat dilakukan manuver ini.
Obturator sign:
Dilakukan dengan posisi pasien terlentang, kemudian gerakan endorotasi
tungkai kanan dari lateral kemedial. Nyeri pada cara ini menunjukkan
peradangan pada M. obturatorius di rongga pelvis.
Dunphy sign: nyeri ketika batuk
Wahl’s sign:Nyeriperkusi di RLQ di segitiga Scherren menurun.
Baldwin test: nyeri di flank bila tungkai kanan ditekuk.
Defence musculare: bersifat lokal, lokasi bervariasi sesuai letak Appendix
c. Demam dengue, dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis dan diperoleh
hasil positif untuk Rumple Leede, trombositopeni, dan hematokrit yang
meningkat.
d. Infeksi Panggul dan salpingitis akut kanan sulit dibedakan dengan
apendisitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi dari pada apendisitis dan nyeri
perut bagian bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya
disertai keputihan dan infeksi urin.
e. Gangguan alat reproduksi wanita, folikel ovarium yang pecah dapat
memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklusmenstruasi.
Tidak ada tanda radang dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam.
f. Kehamilan ektopik, hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan
keluhan yang tidak jelas seperti ruptur tuba dan abortus. Kehamilan 18 di
luar rahim disertai pendarahan menimbulkan nyeri mendadak difus di
pelvik dan bisa terjadi syok hipovolemik.
g. Divertikulosis Meckel, gambaran klinisnya hampir sama dengan
apendisitis akut dan sering dihubungkan dengan komplikasi yang mirip
pada apendisitis akut sehingga diperlukan pengobatan serta tindakan bedah
yang sama.
h. Ulkus peptikum perforasi, sangat mirip dengan apendisitis jika isi
gastroduodenum mengendap turun ke daerah usus bagian kanan sekum.
i. Batu ureter, jika diperkirakan mengendap dekat appendiks dan menyerupai
apendisitis retrosekal. Nyeri menjalar ke labia, skrotum, penis, hematuria
dan terjadi demam atau leukositosis.11
14
2.9. Penatalaksanaan
2.9.2. Operatif
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan apendisitis maka tindakan
yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks. Penundaan appendektomi
dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses
apendiks dilakukan drainase. 7
Agen antibiotik yang efektif dalam mengurangi tingkat infeksi luka pasca
operasi dan dalam meningkatkan hasil pada pasien dengan abses apendiks atau
septicemia. Infeksi Masyarakat Bedah merekomendasikan memulai antibiotik
profilaksis sebelum operasi, menggunakan agen spektrum yang sesuai untuk
kurang dari 24 jam untuk usus buntu nonperforated dan kurang dari 5 hari untuk
perforasi usus buntu. Rejimen adalah keberhasilan kira-kira sama, sehingga
pertimbangan harus diberikan untuk fitur seperti alergi obat, kategori kehamilan
(jika ada), toksisitas, dan biaya. 7
a. Penisilin
Penisilin adalah antibiotik bakterisida yang bekerja melawan organisme sensitif
pada konsentrasi yang memadai dan menghambat biosintesis dinding sel
mucopeptide. 7
Piperasilin dan tazobactam sodium (Zosyn) Agen ini adalah kombinasi obat
beta-laktamase inhibitor dengan piperasilin. Ini memiliki aktivitas terhadap
beberapa organisme gram-positif, organisme gram-negatif, dan bakteri
16
b. Cephalosporins
Sefalosporin secara struktural dan farmakologis berkaitan dengan
penisilin. Mereka menghambat sintesis dinding sel bakteri, sehingga aktivitas
bakterisida. 7
Cefotetan (Cefotan) Cefotetan adalah sefalosporin generasi kedua yang
digunakan sebagai terapi tunggal obat untuk cakupan gram negatif anaerob
dan luas. Berikan cefotetan dengan cefoxitin untuk mencapai efektivitas dosis
tunggal. Yang setengah-hidup adalah 3,5 jam.
Cefoxitin (Mefoxin) Obat ini juga merupakan sefalosporin generasi kedua
yang diindikasikan sebagai agen tunggal untuk pengelolaan infeksi yang
disebabkan oleh rentan gram positif cocci dan batang gram-negatif. Ia
memiliki paruh 0,8 jam.
Cefepime Cefepime adalah sefalosporin generasi keempat. Ini memiliki
cakupan gram negatif sebanding dengan ceftazidime tetapi memiliki cakupan
gram positif yang lebih baik. Cefepime adalah ion zwitter yang cepat
menembus sel-sel gram negatif. 7
17
c. Aminoglikosida
Aminoglikosida memiliki aktivitas bakterisida tergantung konsentrasi. Agen-
agen ini bekerja dengan mengikat ribosom 30S, menghambat sintesis protein
bakteri. 7
Gentamisin (Gentacidin, Garamycin) Gentamisin adalah antibiotik
aminoglikosida digunakan untuk cakupan gram-negatif, serta dalam
kombinasi dengan agen terhadap organisme gram-positif dan satu lagi
terhadap anaerob. Gentamisin bukanlah obat pilihan, tetapi
mempertimbangkan menggunakan obat ini jika penisilin atau obat yang
kurang beracun lainnya kontraindikasi, ketika terindikasi secara klinis, dan
infeksi campuran yang disebabkan oleh stafilokokus rentan dan organisme
gram-negatif. Agen ini dapat diberikan secara intravena atau intramuskular
dan memiliki banyak rejimen; dosis harus disesuaikan untuk kreatinin dan
perubahan volume distribusi. 7
d. Carbapenems
Carbapenems secara struktural terkait dengan penisilin dan memiliki
spektrum luas aktivitas bakterisida. The carbapenems mengerahkan efek mereka
dengan menghambat sintesis dinding sel, yang menyebabkan kematian
sel. Mereka aktif melawan organisme gram-positif, dan anaerob gram-negatif. 7
Meropenem (Merrem) Meropenem adalah spektrum luas carbapenem
antibiotik bakterisida yang menghambat sintesis dinding sel. Hal ini
digunakan sebagai agen tunggal dan efektif terhadap sebagian besar bakteri
gram positif dan gram negatif.
Ertapenem Ertapenem memiliki aktivitas bakterisida yang dihasilkan dari
penghambatan sintesis dinding sel dan dimediasi melalui ertapenem mengikat
protein penisilin-mengikat. Hal ini stabil terhadap hidrolisis oleh berbagai
beta-laktamase, termasuk penisilinase, cephalosporinase, dan extended-
spectrum beta-laktamase. 7
18
e. Fluoroquinolones
Obat ini dapat digunakan untuk meredakan sakit perut dibedakan akut pada
pasien yang datang. 7
Ciprofloxacin (Cipro) Ciprofloxacin merupakan fluorokuinolon yang
menghambat sintesis DNA bakteri dan, akibatnya, pertumbuhan, dengan
menghambat girase DNA dan topoisomerase, yang diperlukan untuk
replikasi, transkripsi, dan translasi bahan genetik. Kuinolon memiliki aktivitas
yang luas terhadap organisme aerobik gram positif dan gram negatif.
Levofloxacin (Levaquin) Levofloxacin digunakan untuk infeksi yang
disebabkan oleh berbagai organisme gram negatif, infeksi antipseudomonal
karena organisme gram-negatif resisten multidrug
Moksifloksasin (Avelox) Moksifloksasin adalah fluorokuinolon yang
menghambat subunit A dari girase DNA, menghambat replikasi DNA bakteri
dan transkripsi. 7
g. Analgesik
Agen-agen ini dapat digunakan untuk meredakan sakit perut dibedakan akut
pada pasien yang datang ke UGD. 7
19
2.11. Prognosis
KESIMPULAN
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Berger, D.H. Schawrtz Principle of Surgery: The appendix. 9th ed. United
States of America: The Mc Graw-Hill Companies. 2010.
2. Sulu, B., Gunerhan, Y., Palanci, Y., Isler, B., dan Caglayan, K.
Epidemiological and demographic features of appendicitis and influences of
several environmental factors. Turki: Ulus Travma Acll Cerrahi Derg. 2010;
16(1): 38-42.
3. Ellis, H. Clinical Anatomy Applied Anatomy for Students and Junior
Doctors: The abdomen and pelvis. 11th ed. United States of America:
Blackwell. 2006.
4. Fritsch, H. Color Atlas of Human Anatomy Internal Organs: The appendix.
5th ed, vol 2. Germany: Georg Thieme Verlag. 2008.
5. Mescher, A.L. Histologi Dasar Junqueira Teks & Atlas: Saluran cerna. Edisi
12. Alih bahasa oleh Dany, F. Jakarta: EGC. 2009.
6. Sherwood, L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem: Pertahanan tubuh. Edisi
6. Alih bahasa oleh Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC. 2007.
7. Sjamsuhidajat, R., dan De Jong, W. Buku Ajar Ilmu Bedah SjamsuhidajatDe
Jong: Usus halus, apendiks, kolon dan anorektum. Edisi 3. Jakarta: EGC.
2007.
8. Maa. J. Sabiston Textbook of Surgery: The appendix. 18th ed. United States
of America: Saunders Elsevier. 2007.
9. Itskowiz, M.S., Jones, S.M.,. Appendicitis. Emerg Med. 2004; 36 (10): 10-15.
10. Brant, W.E., Helms, C.A.. Fundamentals of Diagnostic Radiology:
Gastrointestinal Tract. 3rd ed. United States of America: Lippincott Williams
& Wilkins. 2007.
11. Wibisno, E., dan Jeo, W.S. Kapita Selekta Kedokteran: Apendisitis. Edisi 4,
vol 1. Jakarta: Media Aesculapius. 2014.
12. O’Connell, P.R. Bailey & Love’s Short Pratice of Surgery: The vermiform
appendix. 25th ed. United Kingdom: Hodder Arnold. 2008.