Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Trematoda atau cacing daun termasuk dalam filum Platyhelminthes
dan hidup sebagai parasit. Banyak sekali macam hewan yang dapat berperan sebagai
hospes definitif bagi cacing trematoda, sebut saja kucing, anjing, sapi ,babi,
tikus, burung, dan harimau. Tidak ketinggalan manusiapun merupakan hospes
utama bagi cacing trematoda. Trematoda menuruttempat hidupnya dibagi
menjadi empat yaitu trematoda hati, trematoda paru, trematoda usus, dan
trematoda darah.
Trematoda terdiri dari Trematoda darah dan jaringan (Trematoda paru
dan trematoda hati). Pada trematoda darah akan terdapat tiga spesies
pentingnya yaitu Schistosoma mansoni, Schistosoma japonicum dan
Schistosoma haematobium.
Tiga spesies Schistosoma tersebut berparasit pada orang, dimana
ketiganya struktur bentuknya sama, tetapi beberapa hal seperti morfologinya
sedikit berbeda dan juga lokasi berparasitnya pada tubuh hospes definitif serta
beberapa perbedaan berupa siklus hidup, penyebarannya, diagnosa lab serta
pengobatan dan pencegahannya.
Hal tersebut yang melatar belakangi pembuatan makalah ini karena
diperlukan informasi yang jelas mengenai morfologi hingga penyebaran
penyakit akibat cacing Schistosoma dan pengobatan serta pencegahannya
untuk meminimalisir meluasnya penyebaran penyakit yang dapat timbul
akibat Trematoda darah jenis ini.

1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa itu cacing Schistosoma japonicum?
1.2.2 Apa itu cacing Schistosoma mansoni?
1.2.3 Apa itu cacing Schistosoma hematodium?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui lebih lanjut tentang apa itu Schistosoma japonicum.
1.3.2 Untuk mengetahui lebih lanjut tentang apa itu Schistosoma mansoni.
1.3.3 Untuk mengetahui lebih lanjut tentang apa itu Schistosoma hematodium.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Cacing Schistosoma japonicum


Kelas : Trematoda
Subkelas : Digenea
Ordo : Strigeidida
Genus : Schistosoma
Spesies : Schistosoma japonicum

a) Morfologi

Gambar 1. Morfologi Schistosoma japonicum

3
Cacing dewasa menyerupai Schistosoma mansoni dan Schistosoma
haemotobium. Namun pada Schistosoma japonicum tidak memiliki integumentary
tuberculation.
Cacing jantan memiliki panjang 12-20 mm, diameter 0,5-0,55 mm, integument
ditutupi dengan duri-duri yang sangat halus dan lancip, lebih menonjol pada
daerah batil isap dan kanalis ginekoporik, memiliki 6-8 buah testis.
Cacing betina memilik panjang ± 26mm dan dengan diameter ± 0,3mm. letak
ovarium yaitu pada pertengahan tubuh, kelenjar vitellaria terbatas didaerah lateral
¼ bagian posterior tubuh. Uterus merupakan saluran yang panjang dan berisi 50-
100 butir telur.
Telurnya memiliki lapisan hialin, subsperis atau oval jika dilihat dari lateral,
dekat salah satu kutub terdapat daerah melekuk tempat tumbuh semacam duri
rudimenter (tombol); berukuran (70-100) x (50-65) m. telur cacing ini diletakkan
dengan memusatkan pada vena kecil pada submukosa maupun mukosa organ yang
berdekatan. Tempat telur Schistosoma japonicum biasa ada percabangan vena
mesenterika superior yang mengalirkan darah dari usus halus.
Telur-telur jenis Schistosoma japonicum lebih besar dan lebih bulat
dibanding dengan jenis lainnya, berukuran 70-100 mm dan lebarnya 55-64 mm.
Kerangka di telur Shistosoma japonicum lebih kecil dan kurang mencolok jika
dibandingkan dengan spesies lainnya.

Gambar 2. Telur Schistosoma japonicum

4
b) Siklus Hidup

Gambar 3. Siklus hidup Schistosoma japonicum

Schistosoma hidup terutama didalam vena mesenterika superior, dimana


tempat ini cacing betina akan menonjolkan tubuhnya dari yang jantan atau
meninggalkan yang jantan untuk bertelur didalam venula-venula mesenterika
kecil pada dinding usus. Telur berbentuk oval hingga bulat dan memerlukan
waktu beberapa hari untuk berkembang menjadi mirasidium matang didalam
kerangka telur. Massa telur menyebabkan adanya penekanan pada dinding
venula yang tipis, yang biasanya dilemahkan oleh sekresi dari kelenjar
histolitik mirasidium yang masih berada didalam kulit telur. Dinding itu

5
kemudian sobek, dan telur menembus lumen usus yang kemudian keluar dari
tubuh. Pada infeksi berat, beribu-ribu cacing ditemukan pada pembuluh darah.
Selanjutnya jika kontak dengan siput sesuai, larva menembus jaringan lunak
dalam 5-7 minggu, membentuk generasi pertama dan kedua dari sporokista.
Pada perkembangan selanjutnya dibetuk serkaria yang bercabang. Serkaria ini
dikeluarkan jika siput berada pada atau dibawah permukaan air. Dalam waktu
24 jam, serkaria menembus kulit. Tertembusnya kulit ini sebagai hasil kerja
dari kelenjar penetrasi yang menghasilkan enzim proteolitik, menuju aliran
kapiler, ke dalam sirkulasi vena menuju jantung kanan dan paru-paru, terbawa
sampai ke jantung kiri menuju sirkulasi sistemik. Tidak sepenuhnya rute
perjalanan ini diambil oleh Schistosoma muda pada migrasi mereka dari paru-
paru ke hati. Schistosoma merayap melawan aliran darah sepanjang arteri
pulmonalis, jantung kanan dan vena cava menuju kehati melalui vena hepatica.
Infeksi dapat berlangsung dalam jangka waktu yang tidak terbatas.
Menetasnya telur berlangsung didalam air walaupun dipengaruhi kadar
garam, pH, suhu dan aspek penting lainnya. Migrasi Schistosoma japonicum
dimulai dari masuknya cacing tersebut kedalam pembuluh darah kecil,
kemudian ke jantung dan sistem peredaran darah. Cacing yang sedang
bermigrasi jarang menimbulkan kerusakan atau gejala, tetapi kadang
menimbulkan reaksi hebat pada tubuh penderita.

c) Distribusi Geografi
Cacing Schistosoma japonicum ditemukan di Asia terutama di Cina,
Filipina, Jepang yang mana merupakan penyebab Schistomiasis japonica yang
merupakan salah satu penyakit yang terutama terjadi di daerah danau dan rawa.
Sedangkan di Indonesia dapat ditemukan di beberapa lembah yang terisolasi
khususnya di pulau Sulawesi, dengan keadaan endemik tinggi salah satu
contohnya yaitu di daerah danau Lundu.

6
d) Gejala Klinis
Setelah parasit memasuki tubuh inang dan memproduksi telur, parasit
menggunakan system kekebalan inang (granuloma) untuk transportasi telur ke
dalam usus. Telur merangsang pembentukan granuloma disekitar mereka.
Granuloma yang terdiri dari sel motil membawa telur kedalam lumen usus.
Ketika didalam lumen, sel granuloma meninggalkan telur untuk dibuang
dalam feses. Sayangnya sekitar 2/3 dari telur tidak dikeluarkan, sebaliknya
mereka berkembang diusus. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya fibrosis.
Pada kasus yang kronis, Schistosoma japonicum merupakan pathogen dari
sebagian besar spesies Schistosoma yang menghasilkan 3000 telur per hari
diamana jumlah telur yang dikeluarkan ini sepuluh kali lebih besar dari
Schistosoma mansoni.
Sebagai penyakit kronis, parasit ini dapat menyebabkan demam
katayama, fibrosis hati, sirosis hati, hipertensi hati portal, spinomegali dan
ascites. Beberapa telur mungkin masuk ke dalam paru-paru, system syaraf dan
organ lain dimana mereka dapat mempengaruhi kesehatan individu yang
terinfeksi.

e) Diagnosa Laboratorium
Identifikasi telur dalam feses atau urin merupakan metode yang paling
praktis untuk diagnosis. Pemeriksaan feses harus dilakukan ketika orang
tersebut dicurigai terinfeksi Schistosoma mansoni ataupun Schistosoma
japonicum dan pemeriksaan urin dilakukan bila ada kecurigaan terinfeki
Schistosoma haematobium. Feses dapat mengandung telur dari semua spesies
Schistosoma.
Pemeriksaan dapat dilakukan pada pap sederhana (pap untuk 1 sampai 2
mg feses). Telur dapat ditularkan dalam jumlah yag sangat kecil. Dimana
pendeteksian akan ditingkatkan dengan pemeriksaan ulang atau melakukan
prosedur konsentrasi (seperti formalin – teknik etil asetat). Selain itu, untuk

7
melakukan survei dilapangan, volume pengeluaran telur dapat diukur dengan
metode Kato-Katz yang mana memerlukan 20-50 mg feses. Telur dapat
ditemukan dalam urin yang terinfeksi Schistosoma haematobium (waktu yang
disarankan untuk pengumpulan urin yaitu pada waktu siang hari maupun sore
hari). Selain itu, diperlukan adanya tindakan setrifugasi untuk melakukan
pemeriksaan sedimen.
Ukuran telur Schistosoma yang kecil, memerlukan adanya diagnosa
teknik. Dimana sebagian besar diperlukan untuk menguji Schistomiasis kronis
tanpa telur.
Tes dengan metode ELISA dapat juga dilakukan untuk menguji antibodi
spesifik untuk Schistosoma. Hasil positif menunjukkan infeksi saat ini atau
terakhir (dalam dua tahun terakhir). Pemeriksaan ultrasonografi (USG) dapat
dilakukan untuk menilai sejauh mana morbiditas hati dan limfa terkait.

f) Pengobatan
Pengobatan dapat dilakukan dengan memberikan prazikuantel. Selain itu
dapat juga digunakan natrium antimoni tartrat. Obat lainnya tidak memberikan
hasil yang memuaskan karena sebenarnya tidak ada obat khusus untuk parasit
ini. Obat-obat tersebut akan menyebabkan cacing dewasa terlepas dari
pembuluh darah, sehingga akan tersapu kedalam hati oleh sirkulasi portal.

g) Pencegahan
Kontrol infeksi Schistosoma japonicum memerlukan beberapa upaya
pencegahan penting yang terdiri dari pendidikan, menghilangkan penyakit dari
orang yang terinfeksi, pengendalian vektor dan memberikan vaksin pelindung.
Pendidikan dapat menjadi cara yang sangat efektif, tetapi sulit dengan
kurangnya sumber daya. Dilakukan juga untuk meminta orang untuk mengubah
kebiasaan, tradisi dan prilaku dapat menjadi tugas yang sulit.

8
h) Simpulan
Schistosoma japonicum merupakan termatoda darah dimana hospes
definitifnya adalah manusia. Babi, anjing, sapi, kucing dan rodensia merupakan
hospes reservoir sedangkan hospes perantaranya adalah siput air tawar. Ukuran
Schistosoma japonicum betina lebih besar dari jantan. Schistosoma mansoni
banyak di temukan di ditemukan di Asia terutama di Cina, Filipina, Jepang.
Sedangkan di Indonesia dapat ditemukan di beberapa lembah yang terisolasi di
Sulawesi Tengah. Schistosoma japonicum dapat menginfeksi dengan cara
masuknya cacing tersebut kedalam pembuluh darah kecil, kemudian ke jantung
dan sistem peredaran darah. Cacing yang sedang bermigrasi jarang
menimbulkan kerusakan atau gejala, tetapi kadang menimbulkan reaksi hebat
pada tubuh penderita. Pemeriksaan lab yang dilakukan untuk mengidentifikasi
adanya Schistosoma japonicum melalui identifikasi telur dalam urine atau feses.
Gejala terinfeksi Schistosoma japonicum yaitu demam katayama, fibrosis hati,
sirosis hati, hipertensi hati portal, spinomegali dan ascites. Penyakit ini dapat di
obati dengan obat prazikuantel dan dapat di cegah dengan cara menghilangkan
penyakit dari orang yang terinfeksi, serta pengendalian vector dari Schistosoma
japonicum.

2.2 Cacing Schistosoma mansoni


Kingdom : Animalia
Filum : Platyhelminthes
Kelas : Trematoda
Subkelas : Digenea
Ordo : Strigeidida
Genus : Schistosoma
Spesies : Schistosoma mansoni

9
a) Morfologi

Gambar 4. Morfologi Schistosoma mansoni

Morfologi cacing jantan panjangnya 6,4-12 mm, tuberkulasi jelas, duri


kasar, testis 6-9 buah, pinggir lateral saling mengunci oleh duri acuminate,
pada tempat ini lebih panjang dari tepat lain. Cacing betina panjangnya 7,2-17
mm, letak ovarium di anterior pertengahan tubuh, kelenjar vitellaria
memenuhi pinggiran lateral dan pertengahan tubuh, uterus pendek diisi
beberapa butir telur (1-4 butir).

Telur : Berukuran 114-175 x 45-68 µm, berwarna coklat kekuningan,


transparan, dekat salah satu kutubnya terdapat duri lateral yang spesifik. Telur
menghasilkan enzim untuk memudahkan keluar melewati jaringan masuk ke
dalam lumen usus. Telur sudah matang, akan segera pecah setelah kontak
dengan air karena sifatnya yang menyerap air

10
b) Siklus Hidup

Gambar 5. Siklus Hidup Schistosoma mansoni

Masa terinfeksi oleh serkaria di air tawar melalui penetrasi pada kulit.
Serkaria masuk ke tubuh melalui sirkulasi vena ke jantung, paru-paru dan
sirkulasi portal. Setelah tiga minggu serkaria matang dan mencapai vena
mensenterika superior usus halus lalu tinggal disana dan berkembang biak.
Telur yang di keluarkan oleh cacing betina di dalam usus menembus jaringan
sub mukosa dan mukosa lalu masuk ke dalam lumen usus dan keluar bersama
dengan tinja. Telur yang berada dia air tawar menetasdan melepas mirasidium
yang kemudian berenang bebas mencari hospes perantaranya yaitu keong.
Dalam tubuh keong mirasidium berkembang menjadi sporokokista1 dan 2
kemudian menjadi larva serkaria yang ekornya bercabang. Serkaria
selanjutnya akan mencari hospes definitfnya dalam waktu 24 jam.

11
c) Distribusi Geografi
Parasit Schistosoma mansoni ditemukan di banyak Negara di Afrika,
Amerika Selatan (Brasil, Suriname, dan Venezuela), Karibia (termasuk Puerto
Rico, St Lucia, Guadeloupe, Martinique, republik Dominika, Antigua dan
Montserat) dan di bagian Timur Tengah.

d) Gejala Klinis
Patologi yang berhubungan dengan infeksi Schistosoma mansoni dapat di
bagi menjadi dua yaitu schistosomiasis akutbdan kronis. Schistosomiasis biasa
disebut sebagai demam katayama. Hal ini terkait dengan timbulnya parasit
betina bertelur ( sekitar 5 minggu setelah infeksi) dan pembentukan granuloma
sekitar telur terdapat di hati dan dinding usus menyerupai hepatosplenomegali
dan lekositosis dengan eusinofilia, mual, sakit kepala, batuk, dalam kasus yang
ekstrim diare disertai dengan darah, lendir dan bahan nekrotik. Gejala kronis
akan tampak beberapa tahun setelah infeksi. Gejalanya seperti peradangan pada
hati dan jarang ditemukan di organ lain (paru-paru).

e) Diagnosa Laboratorium
Diagnosis dapat ditentukan dengan menemukan telur didalam tinja.
Beberapa cara dapat di lakukan seperti sediaan hapus langsung dari tinja
(Metode Kato) maupun dengan cara sedimentasi (0,5% gliserin dalam air). Bila
dalam inja tidak ditemukan telur diagnosis dapat dilakukan dengan cara
serologi, sedangkan untuk menemukan telur yang masih segar dalam usus dan
hatidapat dilakukan dengan teknik digesti jaringan.

12
f) Pengobatan
Natrium antimonium tetrat cukup efektif untuk pengobatan penyakit yang
di sebabkan oleh parasit ini. Stiboven dapat diberikan secara intramuskuler.
Nitridasol juga efektif tapi bukan sebagai obat pilihan. Obat yang lain cukup
baik diberikan peroral adalah oksamniquinolin.

g) Pencegahan
Pengendalian schistosomiasis dengan mengontrol setiap organisme yang
memungkinkan untuk menularkan cacing. Hal ini bertujuan untuk mencegah
infeksi baru, biasanya oleh gangguan siklus hidup parasit. Pencegahan dengan
pengendalian dapat di capai dengan sejumlah metode seperti berusaha
menghilangkan hospes perantara, penghapusan parasit dari hospes definitif,
pencegahan infeksi pada inang definitif dan pencegahan infeksi pada hospes
perantara.

h) Simpulan
Schistosoma mansoni merupakan termatoda darah dimana hospes
definitifnya adalah manusia, sedangkan hospes reservoirnya adalah kera dan
hospes prantaranya adalah keong air tawar. Ukuran Schistosoma mansoni
jantan lebih kecil dari Schistosoma mansoni betina. Schistosoma mansoni
banyak di temukan di Negara Afrika. Schistosoma mansoni dapat menginfeksi
dengan cara serkaria di air tawa masuk rmelalui penetrasi pada kulit. Serkaria
masuk ke tubuh melalui sirkulasi vena ke jantung, paru-paru dan sirkulasi
portal. Gejala terinfeksi Schistosoma mansoni dapat ditadai dengan rasa mual,
sakit kepala, batuk, dalam kasus yang ekstrim diare disertai dengan darah,
lendir dan bahan nekrotik. Penyakit ini dapat di obati dengan obat Natrium
antimonium tetrat dan dapat di cegah dengan cara mengontrol setiap organisme
yang memungkinkan untuk menularkan cacing.

13
2.3 Cacing Schistosoma haematobium

Kingdom : Animalia
Filum : Platyhelminthes
Kelas : Trematoda
Subkelas : Digenea
Ordo : Strigeidida
Genus : Schistosoma
Spesies : Schistosoma haematobium

a) Morfologi

Gambar 6. Morfologi Schistosoma haematobium

14
Cacing dewasa jantan gemuk berukuran 10-15 x 0,8-1 mm. Ditutupi
integumen tuberkulasi kecil, memiliki dua batil isap berotot, yang ventral
lebih besar. Di sebelah belakang batil isap ventral, melipat ke arah ventral
sampai ekstremitas kaudal, membentuk kanalis ginekoporik. Di belakang batil
isap ventral terdapat 4-5 buah testis besar. Porus genitalis tepat di bawah batil
isap ventral. Cacing betina panjang silindris, ukuran 20x0,25 mm. Batil isap
kecil, ovarium terletak posterior dari pertengahan tubuh. Uterus panjang,
sekitar 20-30 telur berkembang pada saat dalam uterus. Kerusakan dinding
pembuluh darah oleh telur mungkin disebabkan oleh tekanan dalam venule,
tertusuk oleh duri telur dan mungkin karena zat lisis yang keluar melalui pori
kulit telur sehingga telur dapat merusak dan menembus dinding pembuluh
darah.

b) Siklus Hidup

Gambar 7. Siklus Hidup Schistosoma haematobium

15
Orang yang terinfeksi buang air kecil atau buang air besar di air, air
kencing atau kotoran mengandung telur cacing. Telur cacing menetas dan
cacing pindah ke keong, cacing muda pindah dari keong ke manusia. Dengan
demikian, orang yang mencuci atau berenang di air di mana orang yang terinfeksi
pernah buang air kecil atau buang air besar, maka ia akan terinfeksi. Cacing
atau serkaria (bentuk infektif dari Schistosoma haematobium) menginfeksi
dengan cara menembus kulit pada waktu manusia masuk kedalam air
yangmengandung serkaria. Waktu yang diperlukan untuk infeksi adalah 5-10
menit. Setelah serkaria menembus kulit, larva ini kemudian masuk ke dalam
kapiler darah, mengalir dengan aliran darah masuk ke jantung kanan, lalu paru
dan kembali ke jantung kiri, kemudian masuk ke system peredaran darah
besar, ke cabang-cabang vena portae dan menjadi dewasa di hati. Setelah
dewasa, cacing ini kembali ke vena portae dan vena usus atau vena kandung
kemih dan kemudian betina bertelur setelah berkopulasi. Cacing betina
meletakkan telur di pembuluh darah. Telur dapat menembus keluar dari
pembuluh darah, bermigrasi di jaringan dan akhirnya masuk ke lumen usus
atau kendung kemih untuk kemudian ditemukan di dalam tinja atau urine.
Telur menetas di dalam air, dan larva yang keluar disebut mirasidium.
Mirasidium ini kemudian masuk ke tubuh keong air dan berkembang menjadi
serkaria.

16
c) Distribusi Geografi
Distribusi Schistosoma haematobium ini sebagian besar diSub-Sahara, di lembah
Sungai Nil, Afrika, Negara utara lainnya, dandi Timur Tengah.

d) Gejala Klinis
Setelah kontak dengan kulit manusia, serkaria masuk kedalam pembuluh
darah kulit. Lebih kurang 5 hari setelah infeksi, cacing muda mulai menjangkau
vena portae dan hati. Kira-kira tiga minggu setelah infeksi pematangan cacing
dimulai sejak keluarnya dari vena portae. Setelah infeksi 10-12 minggu, cacing
betina mulai meletakan telur pada venule. Efek pathogen terdiri atas:
 Reaksi lokal dan umum terhadap metabolit cacing yang sedang
tumbuh dan matang
 Trauma dengan perdarahan akibat telur keluar dari venule.
 Pembentukan pseudoabses dan pseudotuberkel mengelilingi telur
terbatas pada jaringan perivaskuler
Penyakit ini seringkali tidak memperlihatkan tanda-tanda awal. Di
beberapa tempat tanda-tanda umum yang sering terliha tadalah adanya darah di
dalam air kencing atau kotoran. Pada wanita, tanda ini bisa juga disebabkan
oleh adanya luka pada alat kelaminnya.
Di daerah di mana penyakit ini banyak terjadi, orang yang
memperlihatkan sekedar gejala-gejala yang tidak parah atau hanya sekedar sakit
perut saja, patut diperiksa.

17
e) Diagnosa Laboratorium
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur di dalam tinja atau
jaringan biopsi hati dan biopsi rektum. Reaksi serologi dapat dipakai untuk
membantu menegakkan diagnosis. Reaksi serologi dapat dipakai adalah COPT
(Circumoval precipitin test), IHT (Indirect Haemagglutation test), CFT
(Complement fixationtest), FAT (Fluorescent antibody test) dan ELISA
(Enzyme linkedimmuno sorbent assay).

f) Pengobatan
Obat yang biasa digunakan adalah Metrifonate, organoposforus
cholinesterase inhibitor. Dosisnya 5-15 mg/ kg berat badan diberikan dengan
interval 2 minggu.

g) Pencegahan
Penyakit cacing dalam darah tidak ditularkan secara langsung dari satu ke
orang lain. Sebagian hidup cacing harus dihabiskan dengan hidup di dalam
keong air jenis tertentu. Program masyarakat dapat diadakan untuk membasmi
keong-keong tersebut pada lingkungan pemukiman agar mencegah penularan
penyakit cacing pada manusia.

h) Simpulan
Schistosoma haematobium merupakan trematoda darah yang hospes
definitifnya manusia, kera dan baboon dan hospes perantaranya adalah keong air tawar
bergenus Bulinus sp, Physopsis sp, dan Biomphalaria sp. Ukuran Schistosoma
haematobium jantan lebih kecil dari yang betina. Schistosoma haematobium
banyak di temukan di sebagian besar di Sub-Sahara, di lembah Sungai Nil,
Afrika, Negara utara lainnya, dan di Timur Tengah. Schistosoma haematobium
menginfeksi melalui system peredaran darah besar, ke cabang-cabang vena
portae dan menjadi dewasa di hati. tanda-tanda umum yang sering terlihat

18
akibat infeksi adalah adanya darah di dalam air kencing atau kotoran. Diagnosis
dilakukan dengan identifikasi telur di dalam tinja atau jaringan biopsi hati dan
biopsi rectum. Obat yang biasa digunakan untuk infeksi Schistosoma adalah
Metrifonate, organoposforus cholinesterase inhibitor. Cara pencegahannya
adalah dengan cara membasmi hospes perantara berupa keong-keong air agar
meminimalisir penularan penyakit cacing pada manusia.

19
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Genus Schistosoma merupakan trematoda darah yang terbagi atas tiga spesies
yaitu Schistosoma japonicum, Schistosoma mansoni dan Schistosoma
haematobium yang ketiga spesies tersebut memiliki bentuk tubuh pipih seperti
daun, memiliki hospes definitif manusia dengan perantara yang berupa keong
atau siput air tawar, memiliki perkembangan atau pertumbuhan yang sama dan
selalu tergantung oleh hospes perantaranya. Schistosoma tersebar di daerah-
daerah endemik dimana merupakan daerah ideal untuk pertumbuhan hospes
perantara.

3.2 Saran
Schistosoma dapat menyebabkan infeksi penyakit tingkat berat dari diare
hingga pembengkakan pada limpa serta berbagai gangguan organ lainnya. Oleh
karena itu, maka penanggulangan dari penyakit akibat Schistosoma harus
dilakukan agar meminimalisir penyebaran parasit jenis Trematoda darah
tersebut.

20
DAFTAR PUSTAKA

Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI, 1998. Parasitologi Kedokteran Edisi


Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Irianto, Koes. 2009. Parasitologi, Berbagai Penyakit yang Mempengaruhi Kesehatan


Manusia. Bandung : CV. Yrama Widya

Irianto, Koes. 2009. Panduan Parasitologi Dasar. Bandung : CV. Yrama Widya

https://www.academia.edu/4092737/TREMATODA_DARAH_SCHISTOSOMA
(diakses Sabtu, 31 Mei 2014)

21

Anda mungkin juga menyukai