Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI

PERCOBAAN II
ANALISIS OBAT DALAM SEDIAAN SEMI PADAT
SALEP MATA KLORAMFENIKOL

Disusun oleh :
Khilman Husna P. (G1F011036)
Windhiana Sapti A. (G1F011038)
Gitanti Rahman (G1F011040)
Fathia Rahmi Z. (G1F011044)
Nova Amalia (G1F011046)
Asisten: Shofa

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO
2013
PERCOBAAN II
ANALISIS OBAT DALAM SEDIAAN SEMI PADAT
SALEP MATA KLORAMFENIKOL

A. TUJUAN
Dapat memilih dan menerapkan metode analisis untuk analisis
kloramfenikol dalam sediaan salep mata.

B. DASARTEORI

Struktur kimia kloramfenikol


Kloramfenikol merupakan antibiotik yang mempunyai aktifitas
bakteriostatik dan pada dosis tinggi bersifat bakterisid. Aktivitas antibakterinya
bekerja dengan menghambat sintesis protein dengan jalan meningkatkan ribosom
subunit 50S yang merupakan langkah penting dalam pembentukan ikatan peptida.
Kloramfenikol efektif terhadap bakteri aerob gram positif dan beberapa bakteri
aerob gram negatif (Andriani, 2013).
Analisis kloramfenikol dapat dilakukan dengan spektrofotometri UV karena
didalam struktur kloramfenikol terdapat kromofor dan auksokrom. Kromofor
merupakan semua gugus atau atom dalam senyawa organik yang mampu
menyerap sinar ultraviolet dan sinar tampak. Sedangkan auksokrom adalah gugus
fungsional yang mempunyai elektron bebas (Gandjar, 2007).
Prinsip dari spektrofotometri UV adalah jika suatu molekul sederhana
dikenakan radiasi elektromagnetik maka molekul tersebut akan menyerap radiasi
elektromagnetik yang energinya sesuai. Sinar yang diserap sebanding dengan
jumlah molekulnya. Sinar akan ditransmisikan menuju detektor dan data yang
dihasilkan adalah data absorbansi (Gandjar, 2007).

C. ALAT DAN BAHAN


Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah beaker glass, pipet
tetes, pipet ukur, tabung reaksi, filler, spektrofotometer UV-Vis, labu ukur,
spatula, batang pengaduk, corong pisah, dan timbangan.Bahan-bahan yang
digunakan dalam praktikum ini adalah salep mata kloramfenikol,aquades,
danheksan.

D. PROSEDUR PERCOBAAN

Preparasi Sampel

Salep Mata Kloramfenikol

- Ditimbang 10 mg di atas kaca arloji


- Diencerkan dengan 10 mL heksan
- Dimasukkan ke beaker glass
- Dimasukkan ke corong pisah
- Diadd 10 mL aquades

Corong pisah

- digojog perlahan sampai gas hilang sambil membuka


tutup
kran pada corong pisah
- Didiamkan selama 2 menit
- Diambil bagian aquades

Larutan Kloramfenikol 5000 ppm

- diambil 2 mL
- Diadd 10 mL aquades dalam labu ukur

Larutan Kloramfenikol 1000 ppm


- Diambil 1 mL
- Diadd 10 mL aquades dalam labu ukur

Larutan Kloramfenikol 100 ppm

- Diambil 3 mL
- Diadd 100 mL aquades dalam labu ukur

Larutan Kloramfenikol 30 ppm

- Diambil 5 mL
- Diadd 10 mL aquades dalam labu ukur

15 ppm

- Diukur absorbansinya dalam lamda max


- Direplikasi sebanyak 3x
- Diukur kadarnya

Data Pengamatan

1. Penentuan Larutan Induk

50 mg kloramfenikol

- di add 100 mL aquades dalam labu ukur


Larutan Kloramfenikol 500 ppm

- Diambil 5 mL
- Diadd aquades 25 mL

Larutan Kloramfenikol 100 ppm

2. Penentan lamda max

Larutan Kloramfenikol 100 ppm

- diambil 1 mL
- Diadd 10 mL aquades
- Diukur abdorbansinya
Pada rentang 250 – 350

Hasil

3. Pembuatan Kurva Baku


A.
Larutan Kloramfenikol 100 ppm

- Diambil 2 mL
- Diadd 10 mL aquades
Larutan Kloramfenikol 20 ppm

B. Larutan Kloramfenikol 100 ppm

- Diambil 1 mL
- Diadd 10 mL aquades
Larutan Kloramfenikol 10 ppm

C. Larutan Kloramfenikol 100 ppm

- Diambil 2 mL
- Diadd 25 mL aquades
Larutan Kloramfenikol 8 ppm

D.
Larutan Kloramfenikol 100 ppm

- Diambil 3 mL
- Diadd 25 mL aquades

Larutan Kloramfenikol 12 ppm

E. Larutan Kloramfenikol 100 ppm

- Diambil 3 mL
- Diadd 50 mL aquades
Larutan Kloramfenikol 6 ppm
F. Larutan Kloramfenikol 100 ppm

- Diambil 6 mL
- Diadd 25 mL aquades
Larutan Kloramfenikol 24 ppm

Larutan Kloramfenikol A, B, C, D, E, F

- Diukur absorbansinya
Pada lamda max
Hasil

E. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

 Diketahui : E 11%
𝑐𝑚
kloramfenikol dalam air = 298

𝜆 maksimal dalam literatur = 298 nm

 Batas pengukuran absorbansi = 0,2 – 0,8


0,2
 Batas bawah pengukuran = 298 x 10000ppm = 6,7 ppm
0,8
 Batas atas pengukuran = 298 x 10000ppm = 26,85 ppm

 Pengenceran kloramfenikol untuk kurva baku


50 mg kloramfenikol di ad dengan100 ml aquades = 500 ppm
- Pembuatan larutan 100 ppm
M1V1 = M2V2

500 ppm. V1 = 100 ppm . 25 ml


V1 =5 ml
- Pembuatan larutan 6 ppm
M1V1 = M2V2

100 ppm. V1 =6 ppm . 50 ml


V1 =3 ml
- Pembuatan larutan 8 ppm
M1V1 = M2V2

100 ppm. V1 =8 ppm . 25 ml


V1 =2 ml
- Pembuatan larutan 10 ppm
M1V1 = M2V2

100 ppm. V1 = 10 ppm . 10 ml


V1 =1 ml
- Pembuatan larutan 12 ppm
M1V1 = M2V2

100 ppm. V1 = 12 ppm . 25 ml


V1 =3 ml
- Pembuatan larutan 20 ppm
M1V1 = M2V2

100 ppm. V1 = 20 ppm . 10 ml


V1 =2 ml
- Pembuatan larutan 24 ppm
M1V1 = M2V2

100 ppm. V1 = 24 ppm . 25 ml


V1 =6 ml

 𝜆 larutan standar 10 ppm = 274 nm


 Larutan baku dan absorbansi
Konsentrasi ( ppm ) Absorbansi

8 0,325

10 0,394

12 0,440

20 0,688
24 0,788

 Hasil regresi linier data konsentrasi vs absorbansi didapatkan :


A = 0,096
B = 0,029
R = 0,9993
 Hasil absorbansi kloramfenikol dalam salep pada 𝜆 = 274 nm
Replikasi 1 = 0,308
Replikasi 2 = 0,306
Replikasi 3 = 0,307
 Penentuan kadar kloramfenikol dalam salep
y=a+bϰ
𝑦−𝑎 1
ϰ1 = x fp x 1000
𝑏
0,308−0,096 1
= x 333,33 x
0,029 1000

= 2,436 mg
𝑦−𝑎 1
ϰ2 = x fp x V x 1000
𝑏
0,306−0,096 1
= x 333,33 x 1000
0,029

= 2,414 mg
𝑦−𝑎 1
ϰ3 = 𝑏
x fp x V x 1000
0,307−0,096 1
= x 333,33 x 1000
0,029

= 2,425 mg

2,436 mg
Kadar 1 = x 100%
10𝑚𝑔

= 24,36%
2,414 mg
Kadar 2 = x 100%
10𝑚𝑔
= 24,14%
2,425 mg
Kadar 3 = x 100%
10𝑚𝑔

= 24,25%

Kadar (x) x̄ (x − x̄ ) (x − x̄ )2

24,36 0,11 0,0121

24,14 24,25 0,11 0,0121

24,25 0 0

Ʃ = 0,22 Ʃ = 0,0242

Ʃ(x−x̄ )2
SD = √ 𝑛−1

0,0242
= √ 3−1

0,0242
=√ 2

= 0,11

Kadar = x̄ ±SD
= 24,25± 0,11

F. PEMBAHASAN

Praktikum kali ini bertujuan untuk menghitung kadar kloramfenikol dalam


sediaan kapsul semisolid yaitu salep mata. Penghitungan kadar suatu obat dalam
sediaan merupakan suatu analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif suatu senyawa obat
penting dilakukan untuk mengetahui dan menjamin mutu sediaan farmasi dalam
setiap tahap pembuatannya ( Gandjar, 2007 ).
Metode yang digunakan dalam analisis kuantitatif suatu senyawa obat harus
memenuhi beberapa kriteria seperti :
1. Peka (sensitive), artinya metode harus dapat digunakan untuk menetapkan kadar
senyawa dalam kosentrasi yang kecil.
2. Tepat (precise), artinya metode tersebut menghasilkan suatu hasil analisis yang
sama atau hampir sama dalam satu seri pengukuran.
3. Teliti (accurate), artinya metode dapat menghasilkan nilai rata-rata (mean) yang
sangat dekat dengan nilai senenarnya(true value).
4. Selektif, artinya untuk menetapkan kadar tertentu, metode tersebut tidak banyak
terpengaruh oleh adanya senyawa lain.
5. Kasar (rugged), artinya adanya perubahan komposisi pelarut atau variasi
lingkungan tidak menyebabkan perubahan hasil analisis.
6. Praktis, artinya metode tersebut mudah dikerjakan serta tidak banyak memerlukan
waktu dan biaya.
Walaupun untuk memenuhi semua persyaratan di atas sulit dicapai, namun
sekurang-kurangnya metode analisis harus memenuhi syarat ketepatan, ketelitian, dan
selektivitas.
(Sudjadi, 2008)
Metode yang digunakaan dalam analisis kadar kloramfenikol dalam saediaan
salep mata kali ini adalah Spektrofotometri UV. Pemilihan spektrofotometri UV
sebagai metode analisis kuantitatif kali ini karena Spektrofotometri UV merupakan
metode yang selektif, peka, tepat, akurat dan praktis (Christian, 2003).
Spektrofotometri UV merupakan metode compendial dari analisis kuantitatif
kloramfenikol . Metode compendial diasumsikan sebagai metode analisis yang sudah
valid dan telah memenuhi beberapa nilai parameter analisis, seperti selektivitas atau
spesifisitas metode, stabilitas larutan sampel dan evaluasi presisi intermediet
(Keenan, 1989).
Spektrofotometri UV merupakan metode analisis spektroskopik yang
memakai sumber REM (radiasi elektromagnetik) ultraviolet dekat (190-380 nm)
dengan memakai instrumen spektrofotometer. Semua molekul dapat menyerap radiasi
dalam daerah UV karena mereka mengandung elektron, baik sekutu maupun
menyendiri, yang dapat dieksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi. Absorbsi
cahaya UV mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi elektron-elektron dari
orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi
lebih tinggi. Energi yang terserap kemudian terbuang sebagai cahaya atau tersalurkan
dalam reaksi kimia. Absorbsi cahaya tampak dan radiasi ultraviolet meningkatkan
energi elektronik sebuah molekul, artinya energi yang disumbangkan oleh foton-foton
memungkinkan elektron-elektron itu mengatasi kekangan inti dan pindah ke luar ke
orbital baru yag lebih tinggi energinya. Absorbsi untuk transisi elektron seharusnya
tampak pada panjang gelombang diskrit sebagai suatu spektrum garis atau peak tajam
namun ternyata berbeda ( Underwood , 1990 ).
Spektrum UV-Vis sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif.
Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorban
pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer.
Hukum Lambert-Beer menyatakan hubungan linieritas antara absorban dengan
konsentrasi larutan analit dan berbanding terbalik dengan transmitan. Hukum
Lambert-Beer dinyatakan dalam rumus sbb:

A = e.b.c
dimana :
A = absorban
e = absorptivitas molar
b = tebal kuvet (cm)
c = konsentrasi
( Gandjar, 2007 )
Dalam hukum Lambert-Beer tersebut ada beberapa pembatasan, yaitu :
- Sinar yang digunakan dianggap monokromatis,
- Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang yang sama,
- Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap yang lain
dalam larutan tersebut,
- Tidak terjadi fluorensensi atau fosforisensi,
- Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan.
(Keenan, 1989)
Adapun monografi bahan yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Kloramfenikol

Rumus molekul = C11H12Cl2N2O5.


Berat Molekul = 323,13
Pemerian = Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng
memanjang,putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan.
Kelarutan = Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etenol, dalam
propilena glikol.
Titik Lebur = Antara 1490 dan 1530 C.
Ph = Antara 4,5 dan 7,5.
( Depkes RI, 1995 )
Kloramfenikol merupakan salah satu antibiotik yang secara kimiawi
diketahui paling stabil dalam segala pemakaian. Stabilitas baik pada suhu kamar
dan kisaran pH 2-7, suhu 25oC dan pH mempunyai waktu paruh hampir 3 tahun.
Sangat tidak stabil dalam suasana basa. Kloramfenikol dalam media air adalah
pemecahan hidrofilik pada lingkungan amida. Stabil dalam basis minyak dalam
air, basis adeps lanae (Sweetman, 2009).

2. Natrium Hidroksida
Na-O-H
Nama Resmi : NATRII HYDROXIDUM
Rumus Molekul : NaOH
Berat Molekul : 40,00
Pemerian : Putih atau praktis putih, massa melebur berbentuk pellet,
serpihan atau batang atau bentuk lain. Keras, rapuh dan menunjukkan pecahan
hablur. Bila dibiarkan diudara akan cepat menyerap karbon dioksida dan lembab.
Kelarutan : Mudah larut dalam air dan dalam etanol

( Depkes RI, 1995 )


Natrium hidroksida(NaOH), juga dikenal sebagai sodakaustik atau sodium
hidroksida, adalah sejenis basa logam kaustik.Natrium Hidroksida terbentuk dari
oksida basa Natrium Oksida dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida membentuk
larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air. Natrium hidroksida
adalah basa yang paling umum digunakan dalam laboratorium kimia. Natrium
hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan,
butiran ataupun larutan jenuh 50%. Ia bersifat lembab cair dan secara spontan
menyerap karbon dioksida dari udara bebas. Ia sangat larut dalam air dan akan
melepaskan panas ketika dilarutkan. Ia juga larut dalam etanol dan metanol,
walaupun kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini lebih kecil daripada kelarutan
KOH. Ia tidak larut dalam dietil eter dan pelarut non-polar lainnya. Larutan
natrium hidroksida akan meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas. Titik
leleh 318°C serta titik didih 1390°C. Hidratnya mengandung 7; 5; 3,5; 3; 2 dan 1
molekul air (Daintith, 2005).
NaOH membentuk basa kuat bila dilarutkan dalam air, NaOH murni
merupakan padatan berwarna putih, densitas NaOH adalah 2,1. Senyawa ini
sangat mudah terionisasi membentuk ion natrium dan hidroksida (Keenan, 1989).

3. Air Murni (Aqua Destillata)


BM = 18,02
Air murni adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan destilasi, perlakuan
menggunakan penukar ion, osmosis balik, atau proses lain yang sesuai. Dibuat
dari air yang memenugi persyaratan air murni.1 Tidak mengandung zat
tambahan lain.
Pemerian :Cairan jernih, tidak berwarna, dan tidak berbau. Aquadest digunakan
untuk pembuatan sediaan-sediaan. Bila digunakan untuk seediaan steril air harus
memenuhi uji sterilitas .

( Depkes RI, 1995 )


4. Hexane

Heksana adalah sebuah senyawa hidrokarbon alkana dengan rumus


kimia C6H14 (isomer utama n-heksana memiliki rumus CH3(CH2)4CH3).
Awalan heks- merujuk pada enam karbon atom yang terdapat pada heksana dan
akhiran -ana berasal dari alkana, yang merujuk pada ikatan tunggal yang
menghubungkan atom-atom karbon tersebut. Seluruhisomer heksana amat tidak
reaktif, dan sering digunakan sebagai pelarut organik yanginert. Heksana juga
umum terdapat pada bensin dan lem sepatu, kulit dan tekstil. Dalam keadaan
standar senyawa ini merupakan cairan tak berwarna yang tidak larut dalam air.

Heksana diproduksi oleh kilang-kilang minyak mentah. Komposisi


dari fraksi yang mengandung heksana amat bergantung kepada sumber minyak,
maupun keadaan kilang. Produk industri biasanya memiliki 50%-berat isomer
rantai lurus, dan merupakan fraksi yang mendidih pada 65–70 °C.
( Sudjadi, 2008 ).
Penentuan kadar tetrasiklin HCl kali ini termasuk dalam Uji Assay. Penentuan
kadar dengan Uji Assay dilakukan apabila bobot zat aktif (analit) lebih dari sama
dengan 50 % dari bobot sediaan. Uji Assay dilakukan dengan cara menimbang satu
persatu sediaan, kemudian mencampur sediaan hingga homogen, dan mengambil 3
cuplikan analit sebagai replikasi pada saat pengukuran (Sudjadi, 2008).

Langkah awal dari percobaan kali ini adalah preparasi sampel. Teknik
preparasi sampel adalah bagian dari proses analisis yang sangat penting karena teknik
preparasi sampel adalah proses yang harus dilakukan untuk menyiapkan sampel
sehingga siap untuk dianalisis menggunakan instrumentasi yang sesuai. Teknik
preparasi sampel dilakukan dengan tujuan khusus untuk memisahkan analit dari
matriks sampel yang sangat komplek, memekatkan analit sehingga diperoleh analit
dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari semula, dan mengubah analit menjadi
senyawa lain yang dapat dianalisis dengan instrumentasi yang tersedia.

Sampel yang digunakan berupa salep mata kloramfenikol sehingga untuk


mengukur kuantitasnya dalam spektrofotometer perlu dilakukan preparasi sampel
kloramfenikol agar memenuhi persyaratan dalam penggunaan spektrofotometer.
Secara eksperimen hukum Lambert-beer akan terpenuhi apabila peralatan yang
digunakan memenuhi kriteria-kriteria berikut:

1. Sinar yang masuk atau sinar yang mengenai sel sampel berupa sinar dengan
dengan panjang gelombang tunggal (monokromatis).
2. Penyerapan sinar oleh suatu molekul yang ada di dalam larutan tidak
dipengaruhi oleh molekul yang lain yang ada bersama dalam satu larutan.
3. Penyerapan terjadi di dalam volume larutan yang luas penampang (tebal
kuvet) yang sama.
4. Penyerapan tidak menghasilkan pemancaran sinar pendafluor. Artinya larutan
yang diukur harus benar-benar jernih agar tidak terjadi hamburan cahaya oleh
partikel-partikel koloid atau suspensi yang ada di dalam larutan.
5. Konsentrasi analit rendah. Karena apabila konsentrasi tinggi akan menggangu
kelinearan grafik absorbansi versus konsntrasi.

( Seran, 2011 )

Penyiapan sampel dilakukan dengan metode ekstraksi cair-cair. Secara umum


definisi ekstraksi pelarut/cair-cair adalah proses pemisahan suatu komponen/solut
dari larutan fase air menggunakan pelarut organik tertentu. Dalam proses ekstraksi
dihasilkan dua jenis larutan yaitu larutan fase organik dan fase air. Larutan fase
organik yang dihasilkan dari proses ekstraksi adalah larutan yang kaya dengan solut
yang diinginkan dan sering disebut ekstrak sedangkan larutan fase air adalah larutan
yang miskin dengan solut disebut rafinat.

Tiga metode dasar pada ekstraksi cair-cair adalah ekstraksi bertahap, ekstraksi
kontinyu, dan ekstraksi counter current. Ekstraksi bertahap merupakan cara yang
paling sederhana. Caranya cukup dengan menambahkan pelarut pengekstraksi yang
tidak bercampur dengan pelarut semula kemudian dilakukan pengocokan sehingga
terjadi kesetimbangan konsentrasi yang akan diekstraksi pada kedua lapisan, setelah
ini tercapai lapisan didiamkan dan dipisahkan ( Underwood, 1990 ).

Kesempurnaan ekstraksi tergantung pada pada banyaknya ekstraksi yang


dilakukan. Hasil yang baik diperoleh jika jumlah ekstraksi yang dilakukan berulang
kali dengan jumlah pelarut sedikit-sedikit. Perbandingan antara konsentrasi solut
dalam fase organik terhadap solut dalam fase air disebut koefisien distribusi (Kd).
Efisiensi proses ekstraksi atau dapat dinyatakan dengan persen solut yang terekstrak
ke dalam fase organic ( Khopkar, 1990 ).
Praktikum kali ini menggunakan heksan sebagai fase organik. Sebanyak 10
mg sampel dilarutkan dalam 10 ml heksan kemudian dimasukkan ke dalam corong
pisah. Selanjutnya ditambahkan 10 ml air dan corong pisah tersebut ditutup. Ekstraksi
dilakukan dengan mengojok campuran sampel, heksan, dan air secara bertahap
dengan diselingi pembukaan tutup corong pisah agar udara dalam corong pisah tidak
jenuh.

Setelah melakukan beberapa pengojokkan, campuran tersebut didiamkan dua


menit untuk memastikan dua pelarut telah terpisah. Kemudian kita ambil fase air
yang mengandung kloramfenikol untuk dilakukan pengukuran absorbansi. Fase air
yang mengandung kloramfenikol tersebut dilakukan beberapa kali pengenceran
sesuai perhitungan hingga masuk dalam batas pengukuran absorbansi sinar uv.

Langkah selanjutnnya adalah pembuatan larutan induk kloramfenikol dari serbuk


kloramfenikol standar. 50 mg kloramfenikol standar ditimbang dengan seksama dan
dilarutkan dalam akuadest hingga mencapai volume 1000 ml sehingga diperoleh
larutan dengan konsentrasi 500 ppm. Kemudian diambil 5 ml dilarutkan dalam 25 ml
akuadest sehingga larutan induk yang dimiliki 100 ppm. Dari larutan baku induk
tersebut kemudian dibuat larutan baku dengan rentang konsentrasi 6,7 ppm-26,85
ppm. Rentang konsentrasi tersebut merupakan konsentrasi yang dapat terukur dalam
batas pengukuran absorbansi 0,2-0,8. Rentang konsentrasi tersebut diketahui dengan
perhitungan nilai E tetrasiklin kloramfenikol dalam akuadest pada hukum lambert
beer (Christian, 2003). Larutan baku yang dibuat memiliki konsentrasi 6 ppm, 8 ppm,
10 ppm, 12 ppm, 20 ppm, dan 24 ppm. Larutan baku tersebut dibuat dari pengenceran
bertingkat larutan baku induk 100 ppm. Pengenceran bertingkat dilakukan untuk
menghemat pelarut yang digunakan yaitu akuadest (Sudjadi, 2008).

Langkah selanjutnya adalah penentuan 𝜆 maks atau scanning 𝜆 maks.


Penetuan 𝜆 maks penting untuk dilakukan karena pada panjang gelombang maksimal,
kepekaannya juga maksimal karena pada panjang gelombang tersebut, perubahan
absorbansi untuk tiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar. Panjang
gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang yang
mempunyai absorbansi maksimal. Ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan
panjang gelombang maksimal, yaitu :
 Pada panjang gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal karena pada
panjang gelombang maksimal tersebut, perubahan absorbansi untuk setiap
satuan konsentrasi adalah yang paling besar.
 Disekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar dan
pada kondisi tersebut hukum lambert-beer akan terpenuhi.
 ika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh
pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika digunakan
panjang gelombang maksimal (Gandjar, 2007).

Konsentrasi larutan baku yang digunakan dalam scanning 𝜆 maks adalah


konsentrasi 10 ppm. Dari hasil percobaan, diperoleh nilai 𝜆 maks kloramfenikol
dalam akuadest adalah 274 nm. Nilai 𝜆 maks kloramfenikol dalam akuadest secara
teoritis adalah 278 nm. Perbedaan nilai 𝜆 maks praktis dan teoritis disebabkan oleh
beberap faktor seperti jarak yang diarungi radiasi melewati larutan itu, panjang
gelombang radiasi, sifat dasar spesies molekul dalam larutan (Christian, 2003). Selain
itu, tetrasiklin HCl megandung gugus auksokrom yang terikat pada kromofor seperti
NO2 dan OH. Gugus kromofor tersebut mengakibatkan efek hipokromik. Pergeseran
biru atau efek hipokromik merupakan pergeseran ke panjang gelombang lebih
pendek. Hal ini disebabkan oleh perubahan pelarut atau adanya konjugasi dari
electron pasangan bebas pada atom nitrogen anilia dengan system ikatan π cincin
benzene dihilankan dengan adanya protonasi (Sudjadi, 2008).

Analisis kuantitatif zat tunggal dilakukan dengan pengukuran harga A pada


panjang gelombang maksimum atau dilakukan pengukuran %T pada panjang
gelombang minimum. Dilakukan pengukuran pada panjang gelombang maksimum
karena perubahan absorban untuk setiap satuan konsentrasi adalah paling besar pada
panjang gelombang maksimal, sehingga akan diperoleh kepekaan analisis yang
maksimal. Selain itu pita serapan di sekitar panjang gelombang maksimal datar dan
pengukuran ulang dengan kesalahan yang kecil dengan demikian akan memenuhi
hokum Lambert-Beer. Ada 4 cara pelaksanaan analisis kuantitatif zat tunggal yaitu:
 Pertama dengan membandingkan absorban atau persen transmitan zat yang
dianalisis dengan reference standard pada panjang maksimal.
A(S) . C(S) = A(R.S) . C(R.S)
A(S) = absorban larutan sample
C(S) = konsentrasi larutan sample
A(R.S) = absorban reference standard
C(R.S) = kosentrasi larutan reference standard
 Kedua dengan memakai kurva baku dari larutan refence standard dengan pelarut
tertentu pada panjang gelombang maksimum. Dibuat grafik system koordinat
Cartesian di mana sebagai ordinat adalah absorban dan sebagai absis adalah
konsentrasi.
 Ketiga dengan cara menghitung harga absorbansi larutan sample pada pelarut
tertentu dan dibandingkan denga absorbansi zat yang dianalisis yang tertera pada
buku resmi.
 Keempat dengan memakai perhitungan nilai ekstingsi molar (absorbansi molar ε)
sama dengan cara yang ketiga hanya saja pada perhitungan absorbansi molar lebih
tepat karena melibatkan massa molekul relative (Mr).
(Christian, 2003)
Pada praktikum kali ini, analisis kuantitatif dilakukan dengan memakai
kurva baku dari larutan refence standard dengan pelarut tertentu pada panjang
gelombang maksimum sebagai pembanding. Larutan baku yang digunakan untuk
pembuatan kurva baku memiliki konsentrasi 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm, 12 ppm, 20 ppm,
dan 24 ppm. Berikut hasil absorbansi dan persamaan garis yang diperoleh dari
pengukuran absorbansi larutan baku.
Konsentrasi ( ppm ) Absorbansi

8 0,325

10 0,394
12 0,440

20 0,688

24 0,788

0.8
y = 0.0291x + 0.0963
0.6
R² = 0.9986
0.4

0.2

0
0 5 10 15 20 25 30

Hasil regresi linier data konsentrasi vs absorbansi didapatkan :


A = 0,096
B = 0,029
R = 0,9993

Y= A+BX  Y = 0,029X + 0,096


Y merupakan nilai dari absorbansi dan X merupakan nilai dari konsentrasi.
Dari persamaan linear grafik di atas dapat diketahui bahwa nilai R mendekati 1. Nilai
R menggambarkan tingkat presisitas pengukuran. Semakin baik presisi suatu
pengukuran maka nilai R nya semakin mendekati 1 (Sudjadi, 2008). Maka, dapat
disimpulkan pengukuran absorbansi kurva baku ini cukup presisi.
Setelah didapatkan kurva baku, langkah selanjutnya adalah pengukuran
absorbansi sampel pada lamda maks 274 nm. Hasil absorbansi tetrasiklin dalam
kapsul generik pada 𝜆 = 274 nm adalah replikasi 1 = 0,308 ; replikasi 2 = 0,306 ;
replikasi 3 = 0,307. Dengan perhitungan matematis seperti terlampir dalam bab
perhitungan, diperoleh nilai konsentrasi tetrasiklin HCl adalah 2,425 mg atau 24,25±
0,11 %. Secara teoritis, kadar kloramfenikol dalam salep adalah 1% per gram.
Perbedaan kadar tertrasiklin HCl yang diperoleh dengan kadar teoritis disebabkan
oleh beberapa faktor yang dapat mempengaruhi absorbansi seperti:
-Jarak yang diarungi radiasi melewati larutan itu
-Panjang gelombang radiasi
-Sifat dasar spesies molekul dalam larutan (Christian, 2003).
Selain itu perbedan hasil dengan teoritis ini dapat dipengaruhi oleh human
error, keterbatasan alat, kesalahan kalibrasi, dan faktor noise (Sudjadi, 2008).

G. KESIMPULAN
Kloramfenikol merupakan antibiotik yang mempunyai aktifitas bakteriostatik dan
pada dosis tinggi bersifat bakterisid. Analisis kloramfenikol dapat dilakukan dengan
spektrofotometri UV karena didalam struktur kloramfenikol terdapat kromofor dan
auksokrom. Kadar Kloramfenikol yang diperoleh dari praktikum kali ini adalah
24,25± 0,11 %.

H. DAFTAR PUSTAKA
Andriani, Lusy. 2013. Kloramfenikol.
http://andrianilusy.blogspot.com/2013/03/kloramfenikol.html. Diakses
pada tanggal 10 November 2013.
Anonim, 1995,Farmakope Indonesia Edisi IV,Departemen Kesehatan
RI,Jakarta.
Christian, G. D., 2003, Analytical Chemistry, Sixth Edition, John Wiley & Sons
Ltd, New York.
Daintith, J. 2005. Kamus Lengkap Kimia. Erlangga. Jakarta.
Gandjar,I.G. dan Abdul Rohman, 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta
Ganjar,I.G. dan Abdul Rohman, 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta
Keenan, C. 1989. Kimia Untuk Universitas. Erlangga. Jakarta.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia
Press. Jakarta.
Sudjadi. 2008. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka pelajar
Yogyakarta
Sweetman, S.C.,2009. Martindale The Complete Drug Reference 36.
Pharmaceutical Press : London Chicago.
Underwood, A. L dan Day A. R. 1990. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima.
Penerbit Erlangga. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai