Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN TUTORIAL SGD 1

Dosen Pembimbing Tutorial :


drg. Nur Indah Febriani

Disusun oleh:

1. Aprilia Fajrin (Moderator) J2A017034


2. Juliana Nursetyaningtyas (Scraber Ketik) J2A017036
3. Selma Islamiyah (Scraber Tulis) J2A017010
4. Izzaz Zayyan Listy Putri J2A017002
5. Dea Hardyana Putri J2A017003
6. Aisyah Nafa Agustin J2A017005
7. Julio Sesco Artamaulananda J2A017007
8. Thania Olivia Fahrie J2A017027
9. Febriana Sulistya Utami J2A017031
10. Annisa Husna Faadhila J2A017032
11. Muhammad Maulana Aji J2A017037
12. Shoffan Marshush J2A017038

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga
dapat menyelesaikan hasil Laporan Tutorial Skenario 3 Blok 10 ini sesuai dengan
waktu yang ditentukan.
Dalam penyusunan laporan tutorial skenario 3 blok 10 ini, penulis menyadari
sepenuhnya banyak terdapat kekurangan di dalam penyajiannya. Hal ini
disebabkan terbatasnya kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki, penulis
menyadari bahwa tanpa adanya bimbingan dan petunjuk dari semua pihak
tidaklah mungkin hasil laporan tutorial skenario 3 blok 10 dapat selesai sebagai
mestinya.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada:
1. Allah SWT berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
laporan dengan baik.
2. drg. Nur Indah Febriani selaku dosen pembimbing SGD 1, atas segala
masukan, bimbingan dan kesabaran dalam menghadapi segala
keterbatasan penulis.
3. Teman-teman sejawat yang telah memberikan masukan dalam
penyusunan laporan.
Akhir kata, segala bantuan serta amal baik yang telah diberikan kepada
penulis, mendapatkan balasan dari Allah SWT, serta Laporan Tutorial
Skenario 3 Blok 10 ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, dan para
pembaca umumnya.

Semarang, 31 Maret 2019

Tim Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………. 1
DAFTAR ISI………….………………………………………………………… 2

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………. 3
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………….. 3
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………. 4
1.3 Tujuan…………………………………………………………………….….. 4
1.4 Manfaat…………………………………………………………………….… 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………….. 5


2.1 Klasifikasi Analgesik dengan Indikasi dan Kontraindikasi ……………….... 5
2.2 Mekanisme Farmakologi (Analgesik) dan Nonfarmakologi ………………. 13
2.3 Pengertian Farmakologi dan Nonfarmakologi ……………………………... 15
2.4 Patofisiologi Analgetik dalam Mengatasi Rasa Nyeri ……………………... 15
2.5 Obat Nyeri Bagi Penderita Maag …………………………………………... 15

BAB III PEMBAHASAN……………………………………………………... 16


3.1 Skema …………………………………………………………………….… 16

BAB IV PENUTUP…………………………………………………………..... 17
4.1 Kesimpulan………………………………………………………………..... 17
4.2 Dalil……………………………………………………………………….... 17

DAFTAR PUSTAKA………………………...……………………………….. 18

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Analgesik adalah obat yang digunakan untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa sakit atau obat-obat penghilang nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran. Obat ini digunakan untuk membantu meredakan
sakit, sadar tidak sadar kita sering mengunakannya misalnya ketika kita sakit
kepala atau sakit gigi, salah satu komponen obat yang kita minum biasanya
mengandung analgesik atau pereda nyeri.
Golongan obat analgesik di bagi menjadi dua yaitu analgesik
opioid/narkotik dan analgetik non-narkotik. Analgesik opioid merupakan
kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opium atau morfin. Golongan
obat ini digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri seperti
pada fraktura dan kanker. Contoh : Metadon, Fentanil, Kodein. Obat
Analgesik Non-Narkotik dalam Ilmu Farmakologi juga sering dikenal dengan
istilah Analgetik/Analgetika/ Analgesik Perifer. Analgetika perifer (non-
narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak
bekerja sentral. Penggunaan Obat Analgetik Non-Narkotik atau Obat
Analgesik Perifer ini cenderung mampu menghilangkan atau meringankan
rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan
hingga efek menurunkan tingkat kesadaran. Obat Analgetik Non-Narkotik
/Obat Analgesik Perifer ini juga tidak mengakibatkan efek adiksi pada
penggunanya. Obat-obat golongan analgetik non opioid dibagi dalam
beberapa kelompok, yaitu: parasetamol, salisilat, (asetasol, salisilamida, dan
benorilat), penghambat Prostaglandin (NSAID) ibuprofen, derivate-derivat
antranilat (mefena-milat, asam niflumat glafenin, floktafenin, derivate-derivat
pirazolinon (aminofenazon, isoprofil penazon, isopro-filaminofenazon),
lainnya benzidamin. Obat golongan analgesic narkotik berupa, asetaminofen
dan fenasetin. Obat golongan anti-inflamasi nonsteroid berupa aspirin dan
salisilat lain, derivate asam propionate, asam indolasetat, derivate oksikam,
fenamat, fenilbutazon.

3
SKENARIO
Obat Untuk Sakit Gigi
Pasien laki-laki usia 17 tahun datang ke klinik dokter gigi mengeluhkan
gigi belakang bawah kiri yang sedanng tumbuh sakit sampai tidak bisa tidur
dan demam. Hasil anamnesa pasien mengatakan bahwa untuk mengurangi
rasa sakit yang timbul pasien berkumur dengan air garam dan dikompres
dengan air hangat. Namun rasa sakit hanya mereda sementara dan beberapa
jam kemudian gigi tersebut sakit kembali. Dari pemeriksaan intraoral terdapat
gigi 38 yang erupsi sebagian. Dokter merencanakan untuk membuat obat
analgesik yang sesuai untuk kondisi pasien tersebut. Pasien memiliki riwayat
penyakit maag.

1.2 Rumusan masalah


1. Sebutkan klasifikasi dari analgesik beserta indikasi dan kontraindikasi!
2. Bagaimana mekanisme farmakologi (analgesik) dan nonfarmakologi?
3. Apa pengertian dari farmakologi dan nonfarmakologi?
4. Bagaimana patofisiologi analgesik dalam mengatasi rasa sakit?
5. Apa obat nyeri yang digunakan untuk orang yang memiliki riwayat maag?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui klasifikasi dan mekanisme dari obat analgesik.
2. Untuk mengetahui arti dari farmakologi dan nonfarmakologi.
3. Untuk mengetahui obat analgesik yang digunakan untuk pasien yang
memiliki riwayat maag.

1.4 Manfaat
1. Menambah wawasan tentang obat analgesik.
2. Menambah wawasan tentang klasifikasi dan mekanisme dari obat
analgesik.
3. Menambah wawasan tentang obat analgesik yang diindikasikan untuk
pasien yang memiliki riwayat maag.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dari analgesik beserta indikasi dan kontraindikasi


a. Analgesik Opioid/Narkotik
Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat
seperti opium atau morfin. Golongan obat ini digunakan untuk meredakan
atau menghilangkan rasa nyeri seperti pada fraktura dan kanker. Opioid
menekan rasa sakit melalui tindakan mereka menempati sisa-sisa reseptor
nyeri yang belum ditempati oleh endorfin. Tetapi bila digunakan terus
menerus, pembentukan reseptor-reseptor baru distimulasi dan produksi
endorfin di ujung saraf otak dirintangi. Akibatnya terjadilah kebiasaan dan
ketagihan. Sifat dari analgesik opioid adalah :
a. Mengurangi kesadaran dan menimbulkan rasa nyaman.
b. Mengakibatkan toleransi dan habituasi.
c. Ketergantungan fisik dan psikis dengan gejala-gejala abstinensi
bisa penggunaan dihentikan. (abstinensi/withdrawal syndrome
adalah gejala yang selalu timbul bila penggunaan obat dihentikan
dengan mendadak dan semula dapat berupa menguap, berkeringat
hebat dan air mata mengalir, tidur gelisah dan kedinginan. Lalu
timbul muntah-muntah, diare, tachycardia, mydriasis (pupil
membesar), tremor, kejang otot, peningkatan tensi, yang dapat
disertai dengan reaksi psikis hebat (gelisah, mudah marah,
kekhawatiran mati).

Obat ini dibagi menjadi 3 golongan, yaitu :

a) Agonis opioid : dapat menghilangkan rasa nyeri dengan cara


mengikat reseptor opioid pada sistem saraf.
Contoh : alkaloida candu (morfin, kodein, heroin, nikoformin) &
zat-zat sintesis (metadon dan derivatnya; dekstromoramida,
propoksifen, bezitramida), petidin dan derivatnya (fetanil,
sufentanil), dan tramadol).

5
 Morfin
 Indikasi : khusus pada nyeri hebat akut dan
kronis, seperti pasca-bedah dan setelah infark
jantung (serangan jantung), juga pada fase
terminal dari kanker.
 Kontraindikasi : hindari pada depresi napas
akut, alkoholisme akut, dan bila terdapat risiko
ileus paralitik (otot usus mengalami
kelumpuhan, sehingga pencernaan makanan
serta fungsi lainnya terganggu); juga hindarkan
pada peningkatan tekanan kranial atau cedera
kepala (mempengaruhi respon pupil yang
penting untuk penilaian neurologis); hindari
injeksi pada feokromositoma (tumor pada
kelenjar adrenalada risiko tekanan darah naik
sebagai respons terhadap pelepasan histamin).

 Kodein
 Indikasi : penghilang rasa nyeri minor.
 Kontraindikasi : hipersensitif, penyakit hati,
gangguan ventilatori, wanita hamil.

 Metadon
 Indikasi : analgesia, antitusif.
 Kontraindikasi : abdomen akut, trauma kepala,
penyakut baru lanjut, asma akut, alkohol akut,
folitis ulseratif.

 Petidin
 Indikasi : nyeri sedang sampai berat, nyeri pasca
bedah.

6
 Kontraindikasi : depresi pernafasan akut,
alkoholisme akut, penyakit perut akut, cidera
kepala.

 Fetanil
 Indikasi : suplemen analgesik narkotik pada
anastesi regional atau general.
 Kontraindikasi : depresi pernapasan, cedera
kepala, alkoholisme akut, serangan asma akut,
intoleransi, hamil, laktasi.

 Tramadol
 Indikasi : mengobati nyeri sedang sampai berat
baik yang bersifat akut maupun kronik, nyeri
pasca bedah.
 Kontraindikasi : hipersensitif, pasien dengan
kondisi intoksikasi (keracunan) zat opioid,
alkohol, hipnotik sedatif, narkotik, psikotropika,
dan obat analgesik lain yang bekerja di sistem
saraf pusat, pasien dengan faktor risiko kejang,
riwayat epilepsi, dan pasien yang sedang
menggunakan obat antidepresan golongan
Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI)
dan Tricyclic Antidepressants (TCA), obat anti-
psikotik, obat golongan Monoamine Oxydase
(MAO) Inhibitors, dan obat lain yang
menurunkan ambang kejang akan meningkatkan
risiko terjadinya kejang saat menggunakan
tramadol, pasien dengan risiko depresi napas,
penggunaan bersama dengan alkohol atau obat
lain yang memiliki efek depresi napas dapat

7
mencetuskan atau memperberat depresi napas,
ibu hamil, ibu bersalin, dan ibu menyusui.

b) Antagonis opioid : bekerja dengan menduduki salah satu


reseptor opioid pada sistem saraf.
Contoh : nalokson, nalorfin, pentazosin, buprenofin, nabulfin.
 Nalokson
 Indikasi : dapat membalikkan efek overdosis
akibat obat-obatan opioid, kombinasi dengan
buprenofin untuk terapi suportif pasien
ketergantungan opioid.
 Kontraindikasi : hipersensitif dengan nalokson.

 Pentazosin
 Indikasi : mampu mengatasi nyeri sedang.
 Kontraindikasi : sebaiknya dihindari oleh
penderita pasca infark miokard karena obat ini
meningkatkan tekanan darah aorta dan paru-
paru; dan meningkatkan kerja jantung.

c) Kombinasi : bekerja dengan mengikat reseptor opioid, tetapi


tidak mengaktivasi kerjanya dengan sempurna.
Contoh : nalorfin, nalbufin (nubain).
 Nabulfin
 Indikasi : pasien dengan gangguan jantung.

b. Analgesik Non-Opioid/Non-Narkotik
Obat Analgesik Non-Narkotik dalam Ilmu Farmakologi juga sering
dikenal dengan istilah Analgetik/Analgetika/Analgesik Perifer. Analgetika
perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat
narkotik dan tidak bekerja sentral. Penggunaan Obat Analgetik Non-
Narkotik atau Obat Analgesik Perifer ini cenderung mampu

8
menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada
sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat
kesadaran. Obat Analgetik Non-Narkotik/Obat Analgesik Perifer ini juga
tidak mengakibatkan efek adiksi pada penggunanya.

Secara kimiawi, analgetik perifer dapat dibagi menjadi beberapa


kelompok, yakni :
a) Parasetamol : merupakan penghambat prostagladin yang lemah.
Mempunyai efek analgetik dan antipiretik. Tetapi kemampuan anti
inflamasinya sangat lemah.
Indikasi : nyeri ringan sampai sedang, nyeri sesudah operasi cabut gigi,
pireksia.
Kontraindikasi : gangguan fungsi hati berat, hipersensitif.

b) Salisilat :
- Asetosal : mempunyai efek analgetik, antipiretik, dan anti
inflamasi. Dengan efek samping utama adalah
perpanjangan masa perdarahan, hepatotoksik, dan iritasi
lambung.
Indikasi : profilaksis penyakit serebrovaskuler/infark
miokard, demam, nyeri tidak spesifik seperti sakit kepala,
nyeri otot dan sendi (arthritis rematoid).
Kontraindikasi : anak dibawah 16 tahun, ibu menyusui,
tukak peptik yang aktif, hemofilia, dan gangguan
perdarahan lain.

- Salicilamida
Indikasi : sindrom demam (pilek dan penyakit menular),
nyeri ringan sampai sedang intensitas : arthralgia, myalgia,
sakit saraf, migrain, sakit gigi dan sakit kepala,
algomenorrhea, nyeri pada trauma, luka bakar, penyakit

9
radang sendi (arthritis reaktif, osteoarthritis,
spondyloarthropathy, ankylosing spondylitis, encok).
Kontraindikasi : hipersensitif, lesi erosif dan ulseratif pada
saluran pencernaan, ulkus lambung dan ulkus duodenum,
asma bronkial, gagal jantung, pembengkakan, hipertensi
arteri, penyakit darah, gagal ginjal/hati.

- Benorilat : kombinasi dari parasetamol dan ester aspirin.


Untuk pengobatan demam pada anak obat ini bekerja lebih
baik dibanding dengan parasetamol dan aspirin dalam
penggunaan yang terpisah.

c) Derivat Propionat :
- Ibuprofen : mempunyai efek analgetik, antipiretik, dan anti
inflamasi, namun anti inflamasinya memerlukan dosis
besar.
Indikasi : nyeri ringan sampai sedang antara lain nyeri pada
penyakit gigi/pencabutan gigi, nyeri pasca bedah, sakit
kepala, gejala arthritis rheumatoid, gejala osteoarthritis,
gejala juvenile arthritis rheumatoid, menurunkan demam
pada anak.
Kontraindikasi : kehamilan trimester akhir, pasien dengan
ulkus peptikum (ulkus duodenum dan lambung),
hipersensitif, polip pada hidung, angiodema, asma, rinitis,
serta urtikaria ketika menggunakan asam asetil
salisilat/ANS lainnya.

- Ketoprofen : aktivitas anti inflamasinya serupa dengan


ibuprofen dan mempunyai efek samping yang lebih banyak.
Indikasi : nyeri dan radang pada penyakit reumatik yang
ringan dan gangguan otot skelet lainnya, dan setelah
pembedahan ortopedik, gout akut, dismenorea.

10
Kontraindikasi : ulkus lambung, ulkus duodenum,
gangguan perdarahan, penyakit hati, stomatitis, kolitis
ulserativa, risiko tinggi perdarahan gastrointestinal,
hipersensitif terhadap komponen obat ketoprofen, reaksi
hipersensitif terhadap aspirin/NSAID lain, kehamilan
trimester akhir.

d) Derivat-antranilat :
- Asam mefenamat : mempunyai efek analgetik dan anti
inflamasi, tetapi tidak memberi efek antipiretik.
Indikasi : nyeri ringan sampai sedang seperti sakit kepala,
sakit gigi, dismenore primer, termasuk nyeri karena trauma,
nyeri otot, dan nyeri pasca operasi.
Kontraindikasi : pengobatan nyeri perioperatif pada operasi
CABG, peradangan usus besar, gejala iritasi mukosa
lambung.

e) Derivat-fenilasetat
- Diklofenak : biasa diberikan untuk terapi simtomatik
jangka panjang untuk arthritis rematoid, osteoarthritis, dan
spondilitis ankilasa.
Indikasi : terapi awal dan akut untuk rematik yang disertai
inflamasi dan degeneratif (arthritis rematoid, ankylosing
spondylitis, osteoarthritis dan spondilaktitis), sindroma
nyeri dan kolumna vertebralis, rematik non-aptikular,
serangan akut dari gour, nyeri pasca bedah, inhibisi miosis
intraoperatif selama pembedahan katarak (tetapi bersifat
midriatik intrinsik), inflamasi pasca bedah pada
pembedahan katarak, rasa sakit pada epitel kornea yang
rusak setelah keratektomi fotorefrakti.
Kontraindikasi : hipersensitif pada diklofenak, ulkus,
perdarahan atau perforasi usus/lambung, trimester terakhir

11
kehamilan, gangguan fungsi hepar, ginjal, jantung,
kontraindikasi pada penggunaan intravena, penggunaan
bersamaan dengan AINI/antikoagulan, riwayat hemoragic,
diathesis, riwayat asma, hiporolemi, dehidrasi.

f) Derivat-asam asetat indol


- Indometasin : mempunyai efek antipiretik, anti inflamasi,
dan analgetik yang sebanding dengan aspirin, tetapi bersifat
lebih toksik.
Indikasi : nyeri dan peradangan sedang sampai berat pada
kasus reumatik dan gangguan muskuloskeletal akut lainnya,
gout akut, dismenorea, penutupan duktus arteriosus.

g) Derivat-piratolon
- Fenilbutazon : hanya digunakan untuk anti inflamasi,
emmpunyai efek meningkatkan ekskresi asam urat melalui
urin sehingga dapat dipakai pada arthritis gout.
Indikasi : ankilosing spondolitis jika terapi lain tidak sesuai.
Kontraindikasi : penyakit kardiovaskuler, gangguan paru,
ginjal dan hati, kehamilan, riwayat tukak lambung,
hemoragia saluran cerna, inflammatory bowel disease,
gangguan darah (gangguan koagulasi), riwayat hipersensitif
yang ditimbulkan oleh asetosal/AINS lain, porfiria, sindrom
sjorgen, penyakit tiroid, anak dibawah 14 tahun.

h) Derivat-oksikam
- Piroksikam
Indikasi : inflamasi sendi, terapi simtomatik pada rematoid
arthritis, osteoarthritis, ankilosing spondilitis, gangguan
muskuloskeletal akut dan gout akut.
Kontraindikasi : riwayat tukak lambung/perdarahan
lambung, pasien yang mengalami bronkospasme, polip

12
hidung, anglodema, atau urtikaria apabila diberikan
asetosal/obat-obatan airis yang lain.

2.2 Mekanisme Pengobatan Farmakologi (Analgesik) dan Nonfarmakologi


a. Farmakologi
Pemberian intervensi farmakologi dengan pemberian analgetik
merupakan terapi modalitas dalam memberikan sejumlah medikasi.
Pemberian dengan analgetik mampu meningkatkan ambang batas
nyeri sehingga rangsang nyeri pada pasien tidak dipersepsikan
sebagai suatu ancaman.
Asam salisilat merupakan golongan NSAID yang banyak
digunakan sebagai analgesik, antipiretik, dan anti inflamasi.
Mekanisme kerja obat golongan NSAIDs yaitu dengan
menghambat enzim siklooksigenase (COX) sehingga
menyebabkan perubahan asam arakidonat menjadi prostagladin
terganggu. Sebagai tambahan terhadap COX, 5-lipoksigenase (5-
LO) adalah enzim penting lainnya yang terlibat dalam
pembentukan asam arakidonat.
Pada turunan hidrazon mempunyai karakter farmakoforik (gugus
yang membantu obat ke reseptor) untuk inhibisi COX dan tipe
hidrazon mengandung senyawa dual inhibitor yaitu terhadap enzim
COX dan 5-LO sehingga senyawa turunan hidrazon lebih poten
sebagai bahan analgesik dan anti inflamasi.

b. Non Farmakologi
Intervensi non farmakologi merupakan terapi pelengkap dalam
mengurangi dan mengontrol nyeri. Intervensi ini dapat
mencangkup intervensi fisik dan perilaku kognitif. Mekanisme
kerja dari nonfarmakologis yaitu :
1) Penyebab nyeri yaitu rangsang kimiawi, mekanis, kalor, dan
listrik dapat melepaskan mediator nyeri.

13
2) Keluar mediator nyeri lalu ditransmisikan ke sistem saraf
pusat.
3) Pada proses perubahan transmisi nyeri di sistem saraf pusat,
terjadi interaksi antara sistem analgesik endogen yang
dihasilkan oleh tubuh dengan input nyeri yang masuk ke kornu
posterior medulla spinalis (merupakan proses asenden yang
dikontrol oleh otak).
4) Analgesik endogen (efekolin, endorfin, serotonin, noradrenalin)
dapat menekan impuls nyeri di kornu posterior medulla
spinalis. Dimana kornu posterior sebagai pintu dapat terbuka
dan tertutup untuk menyalurkan impuls nyeri untuk analgesik
endogen tersebut.

Contoh dari metode nonfarmakologi adalah teknik relaksasi yang


mencangkup relaksasi napas dalam, relaksasi otot, masase, musik,
dan aromaterapi.
Teknik relaksasi napas dalam merupakan salah satu cara untuk
mengurangi rasa nyeri pada ibu bersalin secara nonfarmakologi.
Dengan menarik napas dalam-dalam pada saat ada kontraksi
dengan menggunakan pernapasan dada melalui hidung akan
mengalirkan oksigen ke darah yang kemudian dialirkan ke seluruh
tubuh akan mengeluarkan hormon endorfin yang merupakan
penghilang rasa sakit alami didalam tubuh.
Teknik masase dan stimulus cutaneus yang dipusatkan di
punggung dilakukan selama 3-10 menit untuk menghilangkan rasa
nyeri, bekerja dengan cara melepaskan endorfin sehingga memblok
transmisi stimulasi nyeri.
Aromaterapi menggunakan ekstrak minyak esensial tumbuhan
yang digunakan untuk memperbaiki mood dan kesehatan.
Mekanisme aromaterapi di dalam tubuh berlangsung melalui dua
sistem fisiologis, yaitu sirkulasi tubuh dan sistem penciuman.

14
Ada pula teknik distraksi yaitu memfokuskan perhatian pasien
pada sesuatu selain pada nyeri. Distraksi juga dapat menurunkan
persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol desenden yang
mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan.

2.3 Pengertian Farmakologi dan Nonfarmakologi


Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hubungan obat dengan
makhluk hidup untuk kepentingan diagnosis, pencegahan, perawatan dan
pengobatan penyakit.
Nonfarmakologi adalah upaya mengatasi atau menghilangkan nyeri yang
dilakukan secara alami tanpa menggunakan obat-obatan kimiawi.

2.4 Patofisiologi Analgetik dalam Mengatasi Rasa Sakit


Mekanisme analgesik di dalam tubuh yaitu dengan cara menghalangi
pembentukan rangsang dalam reseptor nyeri, saraf sensoris, dan sistem syaraf
pusat. Analgesik yang termasuk dalam golongan NSAIDs bekerja dengan cara
menghambat enzim siklooksigenase yang akan mengubah asam arakidonat
menjadi prostaglandin di mana prostaglandin adalah mediator nyeri,
sedangkan analgesik golongan opioid bekerja di sentral menempati reseptor di
kornu dorsalis medulla spinalis yang menjaga pelepasan transmiter dan
rangsang nyeri sehingga terjadi penghambatan rasa nyeri.

2.5 Obat Analgesik untuk Pasien Penderita Maag


Obat analgesik yang bisa digunakan oleh penderita maag adalah gabungan
dari Natrium Diklofenak dengan Ranitidin. Ranitidin digunakan untuk
mencegah terjadinya kenaikan asam lambung juga dapat mempercepat kerja
Natrium Diklofenak dalam tubuh.

15
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Skema

NYERI

PENANGANAN

FARMAKOLOGI NONFARMAKOLOGI

ANALGESIK DISTRAKSI MEDITASI HYPNOTERAPY

KLASIFIKASI MEKANISME

OPIOID

NON-OPIOID

16
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Analgesik adalah obat yang digunakan untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa sakit atau obat-obat penghilang nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran. Analgesik dibagi menjadi 2 golongan yaitu
Opioid dan Non-Opioid. Golongan opioid kelompok obat yang memiliki
sifat-sifat seperti opium atau morfin dan bekerja pada sistem saraf pusat.
Sedangkan non opioid yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat
narkotik dan tidak bekerja sentral.
Pengobatan nyeri bisa dilakukan dengan 2 cara yaitu farmakologi
(menggunakan obat) dan nonfarmakologi (tanpa menggunakan obat).
Mekanisme analgesik di dalam tubuh yaitu dengan cara menghalangi
pembentukan rangsang dalam reseptor nyeri, saraf sensoris, dan sistem
syaraf pusat.

4.2 Dalil

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Anief. 1996. Penggolongan Obat : Berdasarkan Khasiat Dan


Penggunaan.

2. Angkejaya, Ony Wibriyono. 2018. OPIOID. Program Pendidikan


Dokter Fakultas Kedokteran Pattimura.

3. Arif, M. 2010. Pengantar Metodogi Penelitian Untuk Ilmu Kesehatan.


Surakarta: LPP UNS Dan UNS Press.

4. Black, J.M. 2010. Medical Surgical Nursing. 8th Edition. Singapore :


Elsevier.

5. Dipro, Joseph. 2008. Pharmacoteraphy : A Pathophysiologiic


Approach. 7th Edition. New York : MC Graw Hill Medical.

6. Ganiswarna, S. 1995. Farmakologi Dan Terapi, Edisi IV, 271-288 Dan


800-810, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta.

7. Karmena, Dendi. Ezra Oktaliansah. Eri Surahman. 2015. Perbandingan


Kombinasi Tramadol Parasetamol Intravena Dengan Tramadol
Ketorolak Intravena Terhadap Nilai Numeric Rating Scale Dan
Kebutuhan Opioid Pascahisterektomi.

8. Martono, L., Joewana, S. 2008. Peran Orang Tua Dalam Mencegah


Dan Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta: Balai Pustaka.

9. Maziyyah, Nurul. Agung Endro Nugroho. 2012. Evaluasi Pola


Penggunaan Obat Dalam Terapi Pasien Ketergantungan Narkotika di
Sebuah Rumah Sakit di DIY. Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.

10. Michael J. Kremer. Charles A. Griffis. 2018. Evidence-Based Use Of


Nonopioid Analgesics.

11. Mita, Soraya Ratnawulan. Patihul Husni. 2017. Pemberian


Pemahaman Mengenai Penggunaan Obat Analgesik Secara Rasional
pada Masyarakat di Arjasari Kabupaten Bandung.

12. Noviati, Mita. 2017. Farmakologi. Kementrian Kesehatan Republik


Indonesia Pusat Informasi Obat Nasional Badan Pengawasan Obat Dan
Makanan.

18
13. Novita, Kalalo Ribka. Sefti Rompas. Yolanda Bataha. 2017. Pengaruh
Teknik Relaksasi Nafas Dalam Trhadap Respon Nyeri Pada Ibu
Inpartu Kala I Fase Aktif Di Puskesmas Bahu Kota Manado. Program
Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi.

14. Nurussakinah. 2016. Pengaruh Pemberian Ranitidin Terhadap Profil


Farmakokinetika Natrium Diklofenak. Universitas Sumatera Utara.

15. Sari, Wulan Purnama. 2013. Efektivitas Terapi Farmakologis Dan


Nonfarmakologis Terhadap Nyeri Haid (Disminore) Pada Siswi Xi Di
Sma Negeri 1 Pemangkat. Fakultas Kedokteran Universitas
Tanjungpura.

16. Setiabudi, Rianto. 2007. Farmakologi Dann Terapi. Edisi 5. Jakarta :


Universitas Indonesia.

17. Tjay, Tan Hoan. Kirana Rahardja. 2002. Obat-Obat Penting, Khasiat,
Penggunaan Dan Efek Sampingnya, Edisi V, PT Elex Media
Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta.

18. Tjay, Tan Hoan. Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting : Khasiat,
Penggunaan, Dan Efek-Efek Sampingnya.

19

Anda mungkin juga menyukai