Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH TRAINING AND DEVELOPMENT

KASUS PELATIHAN

Dosen Pengampu : M. Abdi Dzil Ikhram S.E., M.M

Kelompok 6

Daryoto Muslih Utomo 165020204111006

Farah Abidah 155020200111067

Rizqi Yoga Pratama 155020200111064

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2018
PENTINGNYA PELATIHAN BAGI ORGANISASI

Pelatihan dan pengembangan SDM pada sebuah perusahaan sangat erat


hubungannya dengan hasil kinerja dari SDM tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan
sebuah penilaian untuk mengukur kinerja dan pelatihan SDM dilaksanakan setelah ada
hasil dari penilaian tersebut. Pelatihan karyawan dilakukan dengan tujuan agar para
karyawan memiliki pengetahuan, kemampuan dan keterampilan sesuai dengan tuntutan
pekerjaan yang mereka lakukan.

1
Sumber daya manusia (SDM) atau karyawan yang menduduki suatu jabatan
tertentu dalam perusahaan kadang mempunyai level kemampuan yang berbeda dengan
karyawan lainnya. Kadang-kadang kemampuan mereka meningkat, namun kadang juga
menurun. Ada pula yang kemampuannya kurang sesuai dengan persyaratan yang
diperlukan dalam jabatan tersebut. Hal itu bisa terjadi karena seseorang menduduki
jabatan tertentu bukan karena kemampuannya. Bisa jadi karyawan tersebut mendapat
jabatan itu karena dekat dengan bos atau juga karena pihak HR terlalu buru-buru
merekrut karyawan. Oleh karena itu, karyawan baru ini perlu menambah skill dan
kemampuan mereka. Itulah arti pentingnya pelatihan karyawan.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi jelas berpengaruh pada suatu


perusahaan. Ada jabatan-jabatan baru yang dulu belum diperlukan, sekarang
diperlukan. Misalnya seorang marketing and communication senior belum punya skill
untuk memimpin marketing online karena hal itu adalah hal baru untuk dirinya. Dengan
demikian, diperlukan penambahan atau peningkatan kemampuan yang diperlukan oleh
jabatan tersebut.

Pelatihan dan pengembangan SDM yang tepat, dapat memberikan efek yang baik
kepada karyawan. Karyawan dapat mengembangkan diri dan mampu memahami seluk-
beluk pelaksanaan pekerjaan lebih mendalam, dapat memahami perkembangan
perusahaan, memahami sasaran yang akan dicapai perusahaan, mengerti akan perlunya
kerjasama dalam melaksanakan pekerjaan, dapat dengan mudah memahami Informasi
yang disampaikan perusahaan, dapat memahami setiap kesulitan-kesulitan yang
dihadapi perusahaan, mampu melakukan hubungan-hubungan dengan lingkungan,
mampu memahami kebijaksanaan dan peraturan yang berlaku dalam perusahaan,
mampu memahami sistem dan prosedur yang digunakan dalam pelaksanaan tugas
perusahaan, mampu memahami dan menerapkan perilaku yang mendukung dan dituntut
perusahaan.

2
A. Dampak Apabila Perusahaan Tidak Memberikan Pelatihan Karyawan

Apabila pelatihan karyawan tidak dilakukan dalam suatu perusahaan, maka akan
terlihat pada gejala-gejala sebagai berikut:

 Sering berbuat kesalahan dalam bekerja.


 Hasil kerjaanya tidak memenuhi standard kerja perusahaan
 Munculnya rasa tidak puas dengan perusahan dan menjelek-jelekkan perusahaan.
 Tidak mampu menggunakan teknologi yang lebih canggih dalam bekerja.
 Produktivitas kerja tidak meningkat, bahkan menurun.
 Kesinambungan perusahaan tidak bisa dijamin.
 Loyalitas yang rendah terhadap perusahaan.

B. Manfaat Pelatihan Karyawan bagi Perusahaan

Manfaat kegiatan Pelatihan Karyawan sebagai berikut:

 Perusahaan dapat menyesuaikan diri dengan kebutuhan sekarang.

3
 Perusahaan mempunyai SDM yang cakap melaksanakan pekerjaan.
 Perusahaan dapat menjawab tantangan perkembangan zaman.
 Perusahaan dapat meningkatkan produktivitas dan prestasinya.
 Mekanisme menggunakan teknologi baru dengan baik.
 Perusahaan dapat mempersiapkan karyawan-karyawan untuk menduduki jabatan
yang lebih tinggi.

Jadi, pelatihan dan pengembangan SDM di sebuah perusahaan merupakan sebuah


keharusan dalam memaksimalkan manajemen SDM di perusahaan tersebut. Peran HR
di perusahaan sangatlah penting bagi perkembangan perusahaan. Jangan biarkan HR
Anda menghabiskan waktu hanya untuk mengurusi bagian administrasi saja. Kini, tugas
admin dapat diselesaikan dengan efektif dan efisien.

C. Desain Pelatihan

Setelah menentukan tujuan pelatihan, tahap selanjutnya adalah memulai desain


pelatihan. Misal dengan mempertimbangkan job specfication atau dengan
mempertimbangkan job description. Pelatihan harus dirancang untuk penilaian yang
spesifik. Apakah pekerjaan spesifik atau lebih luas di alam, pelatihan harus dirancang
untuk ditangani. Desain pelatihan yang efektif adalah pelatihan yang
mempertimbangkan konsep pembelajaran dan menggunakan berbagai macam
pendekatan yang berbeda dalam setiap pelatihan. Bekerja dalam organisasi harus
menjadi proses pembelajaran yang berkelanjutan, dan pembelajaran adalah fokus dari
semua kegiatan pelatihan. Setiap pelatihan membutuhkan pendekatan yang berbeda
karena pembelajaran adalah proses psikologis yang kompleks. Ada tiga pertimbangan
utama saat merancang pelatihan:

1. Karakteristik karyawan
2. Strategi Instruksional
3. Transfer Pelatihan

Masing-masing elemen ini harus dipertimbangkan dalam penentuan desain pelatihan


agar bisa menghasilkan pembelajaran yang efektif.

4
1. Karakteristik Karyawan

Agar pelatihan bisa sukses, maka karyawan harus siap dan mampu untuk
belajar. Kesiapan yang dimaksud adalah para karyawan memiliki kemampuan untuk
mempelajari pelatihan tersebut. Setiap individu harus memiliki motivasi untuk
mengikuti pelatihan, memiliki self-efficiency, melihat nilai yang ada dalam setiap
pelatihan dan mempunyai gaya belajar yang sesuai dengan jenis pelatihan.

Karakteristik karyawan mencakup :

1) Kemampuan untuk belajar

Kemampuan untuk belajar adalah keterampilan yang dimiliki oleh


karyawan. Misalnya seperti keterampilan dasar dan kemampuan kognitif yang
memadai. Perusahaan mungkin menemukan bahwa karyawan tidak memiliki
keterampilan yang diperlukan untuk memahami pelatihan mereka. Beberapa
telah menemukan bahwa sejumlah besar pelamar kerja dan karyawan saat ini
tidak memiliki keterampilan yang memadai untuk mempelajari pelatihan yang
diberikan.

2) Motivasi

Motivasi dipengaruhi oleh banyak faktor. Misalnya, perbedaan dalam


gender dan etnisitas dan pengalaman yang dihasilkan dapat mempengaruhi
motivasi. Tingkat motivasi juga dapat dipengaruhi oleh motivasi dan
kemampuan instruktur, dorongan rekan kerja untuk melakukan dengan baik,
tingkat motivasi rekan kerja , lingkungan kerja, dan metode pelatihan yang
digunakan.

3) Self-Efficacy

Karyawan harus memiliki self-efficacy, yang mengacu pada keyakinan


orang bahwa mereka dapat berhasil mempelajari konten program pelatihan.
Agar karyawan dapat siap dan menerima konten pelatihan, mereka harus merasa
bahwa mereka dapat mempelajarinya. Instruktur dan pelatih harus menemukan

5
cara yang tepat untuk meningkatkan kepercayaan diri karyawan yang mengikuti
pelatihan yang tidak yakin akan kemampuannya. Self-Efficacy adalah keyakinan
individu mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan tugas atau tindakan
yang diperlukan untuk mencapai hasil tertentu.

4) Gaya belajar

Setiap karyawan belajar dengan cara yang berbeda. Misalnya, pelajar


auditori belajar paling baik dengan mendengarkan orang lain memberi tahu
mereka tentang konten pelatihan. Pelajar taktil harus "mendapatkan" sumber
daya pelatihan dan menggunakannya. Pelajar visual berpikir dalam gambar dan
gambar dan perlu melihat tujuan dan proses pelatihan. Pelatih yang menangani
semua gaya ini dengan menggunakan beberapa metode pelatihan dapat
merancang pelatihan yang lebih efektif.

2. Strategi Instruksional

Bagian penting dari merancang pelatihan adalah memilih kombinasi strategi


yang tepat agar sesuai dengan karakteristik karyawan. Latihan / umpan balik,
pemelajaran yang berlebihan, pemodelan perilaku, contoh berbasis kesalahan, dan
penguatan / konfirmasi langsung adalah beberapa strategi utama yang tersedia
dalam merancang pengalaman pelatihan. Ada beberapa macam strategi
instruksional :

1. Feedback

Untuk beberapa jenis pelatihan, penting bagi para karyawan untuk


mempraktikkan apa yang telah mereka pelajari dan mendapatkan umpan balik
tentang bagaimana mereka melakukannya sehingga kinerja mereka dapat
meningkat. Praktik aktif terjadi ketika peserta pelatihan melakukan tugas terkait
pekerjaan selama pelatihan. Ini lebih efektif daripada sekadar membaca atau
mendengarkan secara pasif.

2. Overlearning

6
Overlearning adalah praktik yang berulang setelah seorang karyawan
menguasai pelatihan. Overlearning akan menghasilkan peningkatan dalam diri
karyawan.

3. Pemodelan Perilaku

Pemodelan perilaku adalah pelatihan dengan menjadikan orang lain


sebagai contoh. Pemodelan perilaku digunakan secara luas sebagai sarana utama
untuk pelatihan supervisor dan manajer dalam keterampilan interpersonal.

4. Error-Based Example

Metode contoh berbasis kesalahan melibatkan berbagi dengan karyawan


mengenai kesalahan apa yang bisa terjadi ketika mereka tidak mengikuti
pelatihan. Misalkan dengan memberi pelatihan pada pekerja pabrik mengenai
K3 dengan memberikan contoh risiko kecelakaan kerja.

3. Training Transfer

Transfer pelatihan (transfer) adalah sejauh mana kompetensi yang dipelajari


dalam pelatihan dapat diaplikasikan kepekerjaan. Perpindahan ini bisa positif,
negatif, maupun netral (dalam jangka panjang bisa mengandung ketiganya). Ada
yang dikenal dengan pembelajaran tindakan, dimana partisipan belajar melalui
pengalaman dan aplikasi, ini akan membawa hasil yang positif sebagai perpindahan
dari pembelajaran ke tindakan.

D. Pengertian Manajemen Pelatihan

Pelatihan setiap personil ini dirasa semakin penting manfaatnya karena tuntutan
pekerjaan atau jabatan, sebagai akibat kemajuan teknologi dan semakin ketatnya
persaingan di antara perusahaan yang sejenis atau organisasi. Setiap orang dituntut agar
dapat bekerja efektif, efisien, kualitas, dan kuantitas pekerjaannya baik. Hal ini

7
dilakukan untuk tujuan nonkarier maupun karier bagi para karyawan (baru atau lama)
melalui latihan dan pendidikan (H. Malayu, S.P. Hasibuan, 2000). Sinkronisasi
pertumbuhan organisasi dengan perkembangan orang/ petugas/ karyawan tidak lain
adalah pengisian kesenjangan pengetahuan, keterampilan dan sikap seseorang untuk
memenuhi tuntutan jabatan tertentu. Jadi pelatihan adalah proses pengisian kesenjangan
pengetahuan, keterampilan dan sikap seseorang dengan tuntutan pekerjaannya.

Menurut Frank, P. Sherwood & Wallace, H. Best, dalam Nunu Jumena (2000),
latihan adalah proses membantu para pegawai untuk memperoleh efektivitas dalam
pekerjaan mereka baik yang sekarang ataupun yang akan datang, melalui
pengembangan kebiasaan-kebiasaan pikiran dan tindakan, pengetahuan, keterampilan,
dan sikapnya. Menurut Moekijat (1985), ada tiga syarat yang harus dipenuhi agar suatu
kegiatan dapat disebut latihan, yaitu:

1. Latihan harus membantu pegawai menambah kemampuannya.


2. Latihan harus menimbulkan perubahan dalam kebiasaan-kebiasaan bekerja dari
pegawai, termasuk sikapnya terhadap pekerjaan dalam menerapkan informasi dan
pengetahuan terhadap pekerjaan sehari-hari.
3. Latihan harus berhubungan dengan pekerjaan tertentu.

Untuk mencapai semua ketentuan tadi maka diperlukan suatu pengelolaan atau
manajemen pelatihan yang cermat mencakup perencanaan-nya, pengorganisasiannya,
pelaksanaannya, dan pengawasan/ evaluasinya. Oleh karena itu, manajemen pelatihan
dapat diartikan sebagai pengelolaan pelatihan yang mencakup perencanaan pelatihan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasinya.

E. Proses/Tahap Manajemen Pelatihan

Tahapan dalam Manajemen Pelatihan dapat diuraikan sebagai berikut;

Langkah 1: Identifikasi dan Analisis Kebutuhan Pelatihan

Langkah 2: Menguji dan Analisis Jabatan dan Tugas

8
Langkah 3: Klasifikasi dan Menentukan dan Peserta Pelatihan

Langkah 4: Rumuskan Tujuan Pelatihan

Langkah 5: Pendesainan Kurikulum dan Silabus Pelatihan

Langkah 6: Perencanaan Program Pelatihan

Langkah 7: Penyusunan dan Pengembangan Kerangka Acuan (TOR)

Langkah 8: Pelaksanaan Program Pelatihan

Langkah 9: Evaluasi Program Pelatihan

Langkah 10: Tindak Lanjut Pelatihan

Sebagai langkah awal mengelola program pelatihan adalah penjajagan dan analisis
kebutuhan pelatihan, baik kebutuhan pelatihan yang bersifat kelembagaan, kesatuan
unit dalam lembaga kebutuhan pelatihan yang bersifat individual. Kebutuhan pelatihan
ini dapat dikategorikan dalam dua jenis, yaitu kebutuhan yang ada saat ini maupun
kebutuhan pelatihan di masa yang akan datang, sebagai akibat adanya berbagai
perubahan. Di sisi lain, langkah ini disertai pula dengan identifikasi sumber daya yang
dimiliki sehingga memungkinkan permasalahan tersebut dapat dipecahkan.

Mengingat adanya berbagai keterbatasan,baik keterbatasan dana maupun


keterbatasan lain, perlu pula ditempuh berbagai langkah untuk menetapkan skala
prioritas, dengan menguji "bagian atau unit manakah atau siapa saja dan posisi apa
saja" yang perlu diprioritaskan dengan jalan melakukan analisis jabatan atau analisis
posisi melalui analisis tugas, uraian tugas, dan analisis spesifikasi tugas, kemudian
dilanjutkan dengan analisis terhadap pengetahuan, ketrampilan yang dibutuhkan untuk
memenuhi "standar" yang diharapkan dalam uraian tugas yang ada. Berdasarkan hasil
analisis ini, langkah berikutnya menetapkan "siapa" atau "calon peserta" yang potensial
untuk mengikuti program pelatihan.

Dari rangkaian kegiatan tersebut, secara garis besar sudah dapat teridentifikasi
"isi” atau "materi" pelatihan yang diharapkan untuk dapat memenuhi persyaratan

9
berdasarkan dalam "uraian tugas" dan "tujuan lembaga". Kemudian langkah terperinci
dan spesifik dapat disusun dalam tahapan-tahapan perencanaan pelatihan. Dalam
mendasain kurikulum dan merencanakan program pelatihan, hendaknya dilakukan
secara partisipatif dengan melibatkan berbagai pihak terkait, terutama pihak manajemen
untuk memperoleh komitmen lebih jauh guna menciptakan situasi yang mendukung
dalam implementasi dan pasca pelatihan. Keterlibatan dan komitmen semua pihak,
terutama pihak manajemen, akan menjadi kunci keberhasilan program pelatihan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan program pelatihan, antara


lain:

1) latar belakang kegiatan,


2) tujuan pelatihan;
3) peserta pelatihan;
4) biaya/sumber dana;
5) waktu dan tempat pelatihan,
6) jadwal pelatihan (waktu, materi, dan pemateri);
7) susunan panitia pelaksana;
8) tata tertib; dan
9) narasumber.

Dalam pelaksanaannya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh


penyelenggara pelatihan yaitu:

a. Komunikasi,
b. Logistik,
c. Fasilitator,
d. Peserta dan prasarana pendukung lainnya.
e. Evaluasi pelatihan dan tindak lanjut.

Banyak pelatihan yang dilakukan hanya menyelenggarakannya saja, setelah itu


tidak ada tindak lanjutnya. Evaluasi pelatihan dan tindak lanjut sangat penting untuk
mengetahui berbagai kekurangan, kelemahan, dan kelebihan, baik penyelenggaraan

10
pelatihan maupun proses yang terjadi (Stufflebeam & Shinkfield, 1985). Objek evaluasi
adalah program yang hasilnya memiliki banyak dimensi, antara lain, kemampuan,
kreativitas, sikap, minat, dan keterampilan. Melalui evaluasi dan tindak lanjut,
pelatihan dapat diketahui manfaat dan dampaknya.

F. Strategi Pelatihan

Salah satu faktor yang ikut menentukan efektivitas pelaksanaan program pelatihan
adalah ketepatan penggunaan strategi atau teknik pelaksanaan pelatihan. Akan
tetapi, pemilihan strategi bukan pekerjaan yang mudah karena tidak ada strategi
yang tepat untuk berbagai situasi. Penggunaan strategi pelatihan bergantung waktu,
tempat, bahan, dan peserta pelatihan.

Dalam pelaksanaan pelatihan perlu diperhatikan hubungan antara pelatih dan


peserta latihan. Hubungan di antara keduanya dapat berupa hubungan interaktif,
proaktif, dan reaktif. Hubungan interaktif menunjukkan kerjasama yang harmonis
antara pelatih dan peserta, hubungan proaktif menunjukkan pelatih lebih berinisiatif,
dan hubungan reaktif menunjukkan peserta lebih responsif.

Keberhasilan pelatihan ditentukan oleh berbagai komponen, antara lain,


pelatih, peserta latihan, bahan, strategi, media, dan kondisi pelatihan. Pelatih
termasuk penentu utama keberhasilan pelatihan.

Di dalam pelaksanaan pelatihan dapat dimanfaatkan beberapa strategi, antara


lain:

1) mengkondisikan kesiapan peserta didik,


2) memanfaatkan media audio visual,
3) praktik,
4) menyajikan bahan secara proporsional,
5) dialog dan rasionalisasi,
6) bercerita,
7) perumpaaan, sketsa, dan gambar,
8) antusiasme,

11
9) gerak tubuh (kinesik)
10) argumentasi, memnacing kreativitas,
11) pengulangan,
12) pemetaan,
13) mendorong kreativitas,
14) memberi jawaban lebih,
15) menjelaskan ulang jawaban peserta didik, dan
16) sportif dalam menjawab.

12
STUDI KASUS
PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN KARYAWAN PADA BANK BCA

Sepanjang tahun 2005, BCA memfokuskan dirinya pada program pengembangan


sumber daya manusia (SDM) untuk membangun kompetensi individu dan organisasi, guna
menunjang Bank dalam mengembangkan kemampuan yang lebih baik dalam bisnis kredit
dan perbankan transaksional. Kegiatan tersebut mencakup program pelatihan,
pengembangan karir, serta revitalisasi organisasi. Seiring ekspansi yang sangat cepat di
bisnis penyaluran kredit, mencakup segmen perbankan konsumer, komersial dan UKM,
serta korporasi, BCA secara aktif merekrut kader-kader berbakat untuk posisi pemasaran
kredit, analisa kredit dan pengelolaan risiko. Saat ini, karyawan yang bekerja di bidang
pengelolaan risiko dan pemasaran kredit masing-masing berjumlah 341 dan 1.082 orang.
Secara keseluruhan, sampai dengan akhir tahun 2005, BCA (tidak termasuk anak
perusahaan) mempekerjakan 20.748 orang di seluruh unit operasinya.
Untuk mendukung pertumbuhan bisnis yang cepat, BCA melalui Divisi Pelatihan
dan Pengembangan telah melaksanakan lebih dari 101.000 hari pelatihan bagi para
karyawan BCA. Pelatihan yang dilakukan di tahun 2005 mencapai 4,87 hari pelatihan
untuk setiap karyawan. Jumlah tersebut mengalami kenaikan dari rata-rata sebelumnya
yaitu 4,11 hari pelatihan per karyawan pada tahun 2004. Secara umum, program pelatihan
diklasifkasikan dalam dua jenis program yaitu: Program Pelatihan Inti dan Program
Pelatihan Profesional. Program Pelatihan Inti merupakan program pembelajaran
berkesinambungan yang disusun untuk mengembangkan kompetensi di bidang Analisa
Kredit, Pengelolaan Risiko, Pemasaran dan Manajemen Umum. Sebagai bagian dari
program pengembangan karir, karyawan Bank diharuskan mengikuti Program Pelatihan Inti
sesuai tingkat tanggung jawabnya. Sedangkan Program Pelatihan Profesional menyediakan
program pelatihan dan sertifkasi bagi fungsi-fungsi tertentu, seperti Teller dan Account
Offcer, serta topik pelatihan tertentu seperti Service Excellence, Teamwork, dan Teknologi
Informasi. Pada tahun 2005, BCA meluncurkan program sertifkasi baru bagi Account
Offcer, sedangkan program sertifkasi untuk Teller telah dimulai sejak tahun 2003. Melalui

13
program sertifkasi ini, BCA secara konsisten terus menyediakan kualitas layanan yang
terbaik bagi para nasabah.

Pentingnya Analisis Kebutuhan Pelatihan


1) Pelatihan menjadi solusi yang kurang tepat dalam mengatasi masalah kinerja
karyawan (padahal solusi yang seharusnya dilakukan adalah dengan memberi motivasi
karyawan, desain pekerjaan yang benar, komunikasi yang lebih baik tentang kinerja
yang diharapkan perusahaan).
2) Program pelatihan bisa jadi memiliki materi, tujuan dan metode yang keliru.
3) Peserta pelatihan bisa jadi diikutsertakan mengikuti program pelatihan padahal mereka
tidak memiliki keterampilan dasar, ketrampilan yang disyaratkan atau rasa percaya diri
mengikuti pelatihan tersebut.
4) Pelatihan tidak menyampaikan pembelajaran yang diharapkan, perubahan perilaku atau
hasil keuangan yang diharapkan perusahaan.
5) Pemborosan dana untuk program pelatihan yang kurang diperlukan karena tidak
berhubungan dengan strategi bisnis perusahaan.

Analisis Organisasi
Bank BCA mengidentifikasi apakah pelatihan akan mendukung tujuan stratejik
pelayanan pada bank BCA apakah manajer-atasan-karyawan mendukung kegiatan
pelatihan, dan apakah sumber-sumber pelatihan itu tersedia. Maka dari itu bank BCA
memperhitungkan sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi persyaratan pelatihan, yaitu :
Perubahan staf, perubahan tehnologi, perubahan pekerjaan, perubahan peraturan hukum,
perkembangan ekonomi, pola baru pekerjaan, tekanan pasar, kebijakan sosial, aspirasi
pegawai, variasi kinerja, dan kesamaan dalam kesempatan

Analisis Pribadi (Individual Analysis)


Setelah dilakukan analisis organisasi maupun analisis tugas, selanjutnya ditinjau
kembali sejauh mana pelatihan itu berdampak terhadap kayyawannya. Bank BCA
melakukan survei dan wawancara terhadap karyawan yang telah mengikuti program

14
pelatihan. Bank BCA melakukan pelatihan agar dapat melihat kinerja saat ini ataupun
kinerja yang diharapkan kedepannya. Maka dari itu Bank BCA melakukan analisis pribadi
juga untuk menentukan kesiapan karyawan mengikuti pelatihan yang meliputi: (1)
Karakteristik pribadi (kemampuan, sikap, kepercayaan dan motivasi) yang dibutuhkan
untuk mempelajari materi program dan menerapkannya dalam pekerjaan, dan (2)
Lingkungan kerja yang akan memudahkan pembelajaran dan tidak menghalangi kinerja
karyawan.

Analisis Tugas (Task Analysis)


Analisis tugas merupakan cara yang tepat untuk menentukan kebutuhan pelatihan
yang belum mengenal pekerjaannya. Terutama dalam kaitannya dengan karyawan pada
bank BCA yang dibutuhkan yaitu eselon bawah. Eselon bawah adalah merupakan hal yang
umum untuk mengangkat personalia yang tidak berpengalaman dan kemudian melatihnya,
memberikan keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas. Oleh karena
itu,biasanya bank BCA melakukan pelatihan didasarkan atas analisis tugas – yaitu suatu
studi pekerjaan yang terperinci untuk menentukan jenis keterampilan khusus yang
diperlukan.
Pada tingkat grup / pekerjaan, kebutuhan dapat ditentukan oleh analisis pekerjaan
(tugas) dan menganalisis kinerja dan produktivitas. Analisis tugas ini akan menentukan
pertanggungjawaban dan tugas-tugas dari berbagai pekerjaan tersebut. Tujuan
dilakukannya manajemen dan pelatihan kinerja pada bank BCA menentukan kriteria dan
standar kinerja dan mengidentifikasi tingkat pengetahuan, keahlian, dan pengalaman yang
diperlukan untuk memenuhi standar yang sudah ditentukan bank BCA

Memastikan Kesiapan Karyawan terhadap Pelatihan pada Bank BCA


Memastikan kesiapan karyawan dapat dilihat dari sudah selesai atau belumkah
pelatihan yang sudah dirancang untuk dapat diterapkan berdasarkan komponen tersebut
1) Karakteristik karyawan
a) pribadi

15
Setelah dilakukannya pelatihan ternyata karyawan bank BCA banyak mendapatkan
pengetahuan dan kemampuan, serta motivasi yang telah diperoleh dari pelatihan
tersebut. Kemudian mereka menerapkan perubahan baru terhadap program yang
sudah mereka rencanakan.
b) lingkungan
Setelah dilakukan pelatihan, karyawan bank BCA dapat menyesuaikan diri dengan
para karyawan lain serta lingkungan kerja. Selain itu juga dapat menyesuaikan
dengan karyawan bank BCA yang terlebih dahulu melakukan pelatihan, dan para
atasan mendukung dan menerima serta memotivasi karyawan baik yang baru di
latih maupun yang sudah dilatih untuk bekerja sama untuk meningkatkan kinerja
karyawan.
c) keyakinan diri
karyawan bank BCA harus memiliki keyakinan diri serta kepercayaan diri untuk
dapat meningkatkan kemampuan diri mereka.Dan mereka tidak pantang menyerah
dalam melakukan pekerjaannya.
d) memahami berbagai akibat dari pelatihan
dengan dilakukannya pelatihan dan pengembangan yang dilakukan para karyawan
bank BCA tersebut , karyawan bank BCA menjadi lebih terampil dan kreatif serta
berinovasi dalam menciptakan pelayanan yang baik serta dapat meningkatkan
prestasi perusahaan bank BCA.

Menciptakan Lingkungan Pembelajaran pada bank BCA


Tujuan Yang Diharapkan
1) Menambah pengetahuan dan meningkatkan kinerja para karyawan bank BCA
2) Dapat mengatasi tuntutan nasabah dan masalah yang dihadapi bank BCA
3) Dapat memberikan point plus bagi karyawan dan dapat meraih prestasi yang bagus bagi
bank BCA

Lingkungan Pembelajaran
1) Latar belakang sosial

16
Latar belakang sosial yang dimaksudkan disini adalah faktor lingkungan, baik
lingkungan keluarga. Dimana pada proses pembentukan suatu karakter manusia
pertama kali terbentuk dalam keluarga dan keluarga memiliki posisi paling penting
dalam proses terjadinya pendewasaan. Selain keluarga, Lingkungan Sekitarpun
memiliki peranan yang sangat penting dalam pembentukan karakter dan pendewasaan
manusianya. Dan pada realitanya banyak karakter terbentuk dari faktor ini.
2) Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu faktor terjadinya suatu proses pendewasaan dan
pembentukan karakter manusia seutuhnya. Karena dalam pendidikan dikenal istilah
belajar dan pembelajaran sehingga manusia menjadi lebih tau dari sebelumnya. Dimana
pendidikan itu sendiri merupakan akumulasi dari pembelajaran yang dilakukan
didalamnya.
3) Belajar dan pembelajaran
Yang dikatakan dengan belajar adalah proses pendewasaan manusia atau dengan bahasa
lain adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang kearah positif atau lebih baik. Jika
perubahan yang terjadi tidak baik atau arahnya negatif maka tidak dapat dikatakan
belajar. Dari proses inilah terjadi suatu transformasi sejumlah ilmu pengetahuan atau
informasi dari pendidik kepada si pembelajar.
4) Pengalaman
Dari faktor – faktor yang telah disebutkan diatas maka akan tercipta suatu pengalaman
dalam diri setiap individu yang dapat mempengaruhi cara individu tersebut dalam
menyelesaikan masalah.

Dukungan dari Teknologi


BCA dapat berbangga hati atas pemakaian teknologi yang strategis, dan
penggunaan teknologi yang canggih secara tepat telah menjadi unsur penting dalam
kekuatan kompetitif kami.
Berkat adopsi teknologi yang sangat selektif, kami telah diakui baik di tingkat
nasional maupun internasional sebagai pemimpin dalam aplikasi teknologi. Keputusan
kami dalam melakukan pemilihan teknologi selalu didasarkan pada visi kami sebagai bank

17
transaksional terkemuka. Itulah sebabnya fokus kami adalah pada upaya memaksimalkan
efisiensi operasional dan menyempurnakan pelayanan kami pada nasabah.
Bank BCA juga menggunakan teknologi untuk mendukung tresuri, pengelolaan
risiko dan pengembangan saluran penghantaran yang terus-menerus kami lakukan.

Praktik
Smart Solution BCA Sebagai Konsep Pelayanan Prima Pada Nasabah
Smart solution merupakan istilah yang ada dalam konsep pelayanan prima PT. Bank
Central Asia. Tbk atau BCA kepada para nasabahnya yang merupakan bagian terpenting
dalam roda perusahaan. Nasabah BCA memiliki posisi penting, dalam hal ini nasabah
merupakan bagian dari kepemilikan saham BCA secara tidak langsung, karena tanpa
adanya nasabah maka BCA tidak dapat melakukan aktivitas perbankan dengan sempurna.
Sehingga kepercayaan nasabah sekaligus pemegang saham personal inilah yang sangat
dijaga oleh perusahaan (BCA).

Memastikan Pergantian Pelatihan


Fokus utama dari strategi manajemen diri bank BCA adalah :
1. Memfokuskan diri pada transaksi pembayaran dan penyelesaian melalui investasi di
jaringan yang kokoh sekaligus meningkatkan basis dana pihak ketiga BCA.
2. Meningkatkan aktiva produktif melalui penyaluran kredit yang menguntungkan disertai
pengelolaan resiko yang efektif.
3. Menerapkan tata kelola dan prinsip kehati-hatian di setiap aspek bisnis.
Meskipun tampaknya sangat sederhana, strategi ini ternyata sangat efektif di masa-
masa di mana industri perbankan harus beradaptasi dengan perubahan – perubahan
struktural yang mengikuti siklusnya. Strategi manajemen diri ini tetap relevan ketika bank
dituntut menyesuaikan diri pada berbagai perubahan regulasi.

Dukungan dari rekan kerja maupun Manajer bank BCA


Manajer bank BCA sangat mendukung program pelatihan dan pengembangan yang
diberikan kepada karyawannya. Guna, agar karyawan bank BCA dapat beradaptasi dengan

18
perubahan ataupun tuntutan yang dialami karyawan ketika sedang berhadapan dengan
nasabahnya. Dan begitu pula dengan dukungan dari rekan sekerja. Rekan sekerja pada bank
BCA memberikan motivasi agar karyawan yang sedang mengikuti program pelatihan
tersebut dapat menjalankan ataupun mengimplementasikan materi yang mereka dapatkan
selama program pelatihan tersebut dengan baik.

Metode Pelatihan dan Pengembangan Bank BCA


Metode pelatihan yang digunakan Bank BCA lebih banyak menerapkan metode-
metode yang melibatkan aktivitas peserta, seperti metode studi kasus, role playing,
bussiness games, dan latihan laboraturium. Sehingga diharapkan pemahaman peserta
terhadap materi pelatihan menjadi lebih baik.
 In Class Training (Pelatihan dalam kelas)
Peserta mendapat pembekalan mengenai perbankan dalam kelas dipandu oleh
instruktur-instruktur yang berpengalaman dibidang perbankan.
 Observasi Peserta
Melakukan observasi tentang flow operasional dan kredit serta marketing di cabang
cabang BCA serta disentral operasi dalam negeri dan internasional di kantor pusat.
 Mentoring
Agar perserta dapat lebih memahami tentang perbankan dan budaya kerja maka mereka
diberikan mentor mentor berkualitas yang akan membantu perserta
 Review(Ujian-ujian)
Secara berkala, ujian atau review secara tertulis maupun lisan atau persentase diadakan
untuk mengetahui pengalaman peserta tentang perbankan
 On The Job Training (Magang)
Agar perserta lebih memahami pekerjaan diperbankan mereka juga di berikan
kesempatan untuk melakukan On The Job Training (Magang) di unit kerja yang
berhubungan dengan penempatannya nanti, agar mereka dapat siap bekerja pada saat
penempatan.
On The Job Training meliputi:
 Pelatihan instruksi kerja

19
 Rotasi Jabatan
 Magang dan Coaching

Evaluasi
Dari kegiatan pelatihan dan pengembangan yang di adakan oleh BCA akan
dilakukan evaluai. Evaluasi pada umumnya masih bersifat evaluasi dari peserta pelatihan,
dengan cara mengisi kuestioner diakhir pelatihan, apakah pelatihan tersebut sesuai dengan
bidang kerjanya, apakah penyajiannya baik, apakah isi materi sesuai dengan yang
diharapkan, akomodasi baik dan sebagainya. Evaluasi sangat penting dilakukan untuk
memberikan feedback baik untuk peserta, perusahaan maupun sang trainer itu sendiri.
Evaluasi yang dilakukan bank BCA terhadap hasilnya yang mencakup evaluasi
sejauh mana materi yang diberikan itu dapat dikuasai atau diserap oleh peserta program
pelatihan tersebut. Lebih jauh lagi apakah ada peningkatan kemampuan atau keterampilan
pengetahuan, sikap para peserta pelatihan. Evaluasi ini dapat secara formal dalam arti
dengan bank BCA mengedarkan kuesioner yang harus diisi oleh para peserta pelatihan.
Tetapi juga dapat dilakukan secara informal, yakni melalui diskusi antara peserta dengan
penyelenggara pelatihan.
Dengan menciptakan karyawan yang memiliki kemampuan dan kompentensi yang
unggul, dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi para nasabah bank BCA, sehingga
menjadi point plus bagi bank BCA. Ternyata dari pelatihan dan pengembangan yang
diadakan bank BCA sangat berdampak positif terhadap kinerja karyawan dan menciptakan
prestasi para karyawan bank BCA .

Analisis biaya manfaat bank BCA


Dalam beberapa tahun terakhir pasca krisis ekonomi, strategi bisnis BCA terfokus
kepada pengembangan bidang perkreditan, karena selama ini BCA tidak banyak
menyalurkan kredit seperti dilakukan bank lain. Saat masih dimiliki Salim Group, BCA
banyak menjalankan usaha menghimpun dana masyarakat sebanyak-banyaknya dan
menjadi transactional bank. Sumber utama BCA adalah pendapatan berbasis fee (fee based
income), dan setelah krisis ditambah dengan bunga obligasi rekap.

20
Kondisi ini menyebabkan Loan to Deposit Ratio (LDR) BCA sangat rendah, dan
belakangan berdampak pula pada profitabilitas. Laba bersih BCA dengan aset yang jauh
lebih besar kalah dibandingkan dengan Bank Danamon. BCA menyadari hal ini, dan
berupaya mengembangkan bidang perkreditan tersebut secara sungguh-sungguh dalam
beberapa tahun terakhir. Tahun 1999, total kredit BCA baru sekitar Rp 3 triliun, sedangkan
dana pihak ketiganya Rp 40 triliun lebih. Per Desember 2004, outstanding kredit BCA
sudah mencapai Rp. 40,6 triliun dengan total dana pihak ketiga Rp 130 triliun lebih. LDR-
nya baru 31%, masih jauh dari ketentuan ideal 70%-75%. ”Tetapi, itu sudah merupakan
sebuah loncatan yang luar biasa cepat,” kata Michael.
Maka, program training untuk meningkatkan kompetensi perkreditan masih akan
terus dijalankan BCA dalam beberapa tahun ke depan, kendati kompetensi lainnya juga
tidak dilupakan. Sebagai contoh, tak kurang dari 26 materi training tersedia dalam Program
Reguler selama 2005 di bidang kredit dan pemasaran. Mulai dari dasar-dasar kredit hingga
manajemen risiko kredit dan pencegahan/ penyelesaian kredit bermasalah. Total 12.528
student days. Selain bidang kredit & pemasaran, training juga diselenggarakan di bidang
operasional (5.671 student days) dan manajemen/pengembangan diri (7.029 student days).
Berbeda dengan Program Reguler, dalam kategori berikutnya (Program Divisi)
fokus training malah lebih banyak dalam aspek operasional (22.256 student days)
dibandingkan aspek kredit dan pemasaran (5.904 student days), manajemen/pengembangan
diri (1.459 student days), dan servis (1.683 student days).
Training berbasis kompetensi mencakup hard/technical competencies dan soft
competencies. Soft competencies juga sangat tergantung dari nilai dan budaya perusahaan.
Kebanyakan perusahaan perbankan mengutamakan nilai-nilai kejujuran atau integritas
terutama di bank BCA.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Mathis and Jackson. 2011. Human Resource Management, 13th Edition.


USA: South Western, Cengage Learning.
2. Cindy Anggraini. 2014. Salah satu contoh kasus pelatihaan dan
pengembangan karyawan yang ada di sebuah bank swasta BCA. (online).
(http://anggrainicindy7.blogspot.co.id/2014/11/salah-satu-contoh-kasus-
pelatihaan-dan.html), diakses pada 5 April 2018.
3. Sleekr. 2016. Pentingnya Pelatihan dan Pengembangan SDM. (online).
(https://sleekr.co/blog/pentingnya-pelatihan-dan-pengembangan-sdm/),
diakses pada 25 Maret 2018
4. Yayat Sudaryat. 2017. Manajemen Pelatihan. (online).
(http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/196
302101987031-
YAYAT_SUDARYAT/MKL_BInd/MANAJEMEN_PELATIHAN.pdf),
diakses pada 2 April 2018.

22

Anda mungkin juga menyukai