Hama tanaman dapat didefenisikan sebagai binatang yang memakan tanaman dan secara
ekonomis merugikan. Dari keseluruhan hama tanaman, klas Insecta merupakan bagian yang
terbesar. Insecta merupakan hama tanaman yang sangat mudah berpindah dan mempunyai
daya adaptasi tinggi terhadap lingkungan baru. Hama tanaman dapat dikendalikan dengan
berbagai cara, antara lain penggunaan varietas resisten, kultur teknis dan pengendalian secara
kimiawi.
HAMA ULAT
1. ULAT API (Limacodidae)
Setora nitens
Setothosea asigna
Thosea bisura
Pioneta diducta
Dana trima
a. Fisiologi
Larva yang baru menetas hidup berkelompok, mengikis jaringan daun dari permukaan daun
dan meninggalkan epidermis permukaan bagian atas daun. Ulat pada instar 2-3 memakan
daun mulai dari ujung ke arah pangkal daun. Selama perkembangannya ulat berganti kulit 7-8
kali dan mampu menghabiskan helaian daun seluas 400 cm2. Ulat berwarna hijau kekuningan
dengan bercak-bercak yang khas (berbentuk pita yang menyerupai piramida) pada bagian
punggungnya.
Selain itu juga pada bagian punggungnya dijumpai duri-duri yang kokoh. Ulat instar terakhir
(instar 9) berukuran panjang 36 mm dan lebar 14 mm. Stadia ulat ini berlangsung selama 49-
53 hari (Buana dan Siahaan, 2003).
Gambar Kepompong
Kepompong berada dalam kokon yang terbuat dari air liur ulat, berbentuk bulat telur dan
berwarna cokelat gelap serta dijumpai pada bagian tanah yang gembur di sekitar piringan
tanaman kelapa sawit atau bahkan pada celah-celah kantung pelepah yang lama. Kokon
jantan atau betina masing-masing berukuran 16 x 13 mm dan 20 x 16,5 mm. Stadium
kepompong berlangung 39 hari (Buana dan Siahaan, 2003).
Ulat muda (di bawah instar 3) biasanya bergerombol di sekitar tempat peletakkan telur dan
mengikis daun mulai dari perukaan bawah daun kelapa sawit, serta meninggalkan epidermis
daun bagian atas. Bekas serangan terlihat seperti jendela-jendela memanjang pada helaian
daun. Mulai instar ketiga biasanya ulat memakan semua helaian daun dan
meninggalkan lidinya saja (Buana dan Siahaan, 2003).
Serangan ulat ini biasanya mulai dari pelepah daun yang terletak di strata tengah dari tajuk
kelapa sawit ke arah pelepah daun yang lebih muda atau lebih atas. Tetapi pada serangan
yang lebih berat daun yang tua sekalipun dimakan juga oleh S. asigna tersebut. Pada serangan
yang berat, semua helaian daun dimakan oleh S. asigna dan hanya tinggal pelepah beserta
lidinya saja. Gejala serangan ini sering disebut gejala melidi (Buana dan Siahaan, 2003).
d. Pengamatan Serangan
Sensus Umum/Global
Sensus Efektif
Dilakukan bila tingkat serangan hama pada umumnya mencapai kelas S (sedang)
Sensus dipercepat 1 kali tiap 2 minggu.
Pohon contoh ditambah menjadi 6 pohon/ha dengan menambah titk sensus menjadi
selang baris 6 dan selang pohon 6.
Caranya seperti pada sensus global.
e. Pengendalian
Cara Mekanis
Cara Biologis
Dengan insektisida biologis seperti Bactospeine, Dipel WP, Thuricide HP, Florbac,
Xentare. 0,1 HK/ha, Dosis : 300-800 gr/400 ltr air/ha.
Dengan Predator Alami dan Parasitoid
Gambar Imago E. furcellata
Predator alami, Salah satu dari penemuan – penemuan tersebut adalah ditemukannya
predator Eocanthecona furcellata. Dari hasil penelitian di laboratorium dan di lapangan yang
dilakukan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat disimpulkan bahwa predator ini
merupakan predator ulat pemakan daun kelapa sawit yang potensial, perlu dikembangkan dan
disebarluaskan di perkebunan kelapa sawit (Purba dkk., 1986). Predator E.
furcellata merupakan predator yang sangat berguna bagi pengendalian hama ulat api di
perkebunan kelapa sawit. Kemampuannya dalam memangsa ulat api dilapangan, serta siklus
hidupnya yang singkat dan kemampuan reproduksi yang tinggi membuat predator ini sangat
potensial untuk diaplikasikan dalam pengendalian hama ulat api. Selain itu, pengendalian
dengan menggunakan predator ini dapat berlangsung secara berkesinambungan atau terus
menerus di alam
Imago dari predator ini mempunyai ukuran, jantan panjangnya 11,30 mm dan lebar 5,36 mm
(5,16 – 5,66 mm); betina sedikit lebih besar dengan panjang 14,65 mm (13,83 – 15,50 mm)
dan lebar 6,86 (6,50 – 7,16 mm). Imago pada umumnya tampak berwarna hitam, cukup cerah
dengan warna hijau berkilau terutama pada bagian scutellum. Imago mempunyai perbesaran
pada tibia, inilah yang membedakannya dengan genus Cantheconidea (Sipayung dkk., 1991).
Scutellum besar pada sisi kanan dan kiri pronotum terdapat suatu struktur yang menyerupai
tanduk yang disebut humeral tooth (gigi yang membujur), yang mencirikan sifat predator dari
serangga tersebut ( Miller, 1956 ; Kalshoven, 1981).
Tabel Insectisida
ml/gram Sifat
Jenis Ulat Nama Dagang Bhn Aktif Cara
/ha Kerja
Ulat Api
dan Ulat Decis 2,5 EC Deltametrin 100-200 P+K Semprot,kabut
Kantong Sherpa 50 EC Sipermetrin Semprot,kabut
Hostathion 40 EC Triazofos 500-750 PK Semprot
Azodrin 15 WSC Monokrotofos 10-20/pk S Infus akar
Tamaron 200 LC Metamidofos 15-20/pk Infus akar
Monitor 200 L Metamidofos Infus akar
Cara Kimia
Dengan Fogging
ULAT KANTONG
Mahasena corbetti
Metisa plana
Cremathophysche (Pteroma) pendula
a. Fisiologi
Ulat kantong termasuk dalam famili Psychidae. Tujuh spesies yang pernah ditemukan pada
tanaman kelapa sawit adalah Metisa plana, Mahasena corbetti, Cremastopsyche pendula,
Brachycyttarus griseus, Manatha albipes, Amatissa sp. dan Cryptothelea cardiophaga
(Norman et al., 1995). Jenis ulat kantong yang paling merugikan di perkebunan kelapa sawit
adalah Metisa plana dan Mahasena corbetti.
b. Daur Hidup
Ciri khas ulat kantong adalah hidupnya di dalam sebuah bangunan mirip kantong yang
berasal dari potongan-potongan daun, tangkai bunga tanaman inang, di sekitar daerah
serangan (Norman et al., 1995). Ciri khas yang lain yakni pada bagian tubuh dewasa betina
kebanyakan spesies ulat kantong mereduksi dan tidak mampu untuk terbang. Jantan memiliki
sayap dan akan mencari betina karena bau feromon yang dikeluarkan betina untuk menarik
serangga jantan.
Stadia ulat M. plana terdiri atas 4-5 instar dan berlangsung sekitar 50 hari. Pada waktu
berkepompong, kantong kelihatan halus permukaan luarnya, berukuran panjang sekitar 15
mm dan menggantung seperti kait di permukaan bawah daun. Stadia kepompong berlangsung
selama 25 hari.
Ngengat M. plana betina dapat menghasilkan telur sebanyak 100-300 butir selama hidupnya.
Telur menetas dalam waktu 18 hari. Ulat berukuran lebih kecil dibandingkan dengan M.
corbetti yakni pada akhir perkembangannya dapat mencapai panjang sekitar 12 mm, dengan
panjang kantong 15-17 mm.
Ngengat M. corbetti jantan bersayap normal dengan rentangan sayap sekitar 30 mm dan
berwarna coklat tua. Seekor ngengat M. corbetti betina mampu menghasilkan telur antara
2.000-3.000 butir (Syed, 1978). Telur menetas dalam waktu sekitar 16 hari. Ulat yang baru
menetas sangat aktif dan bergantungan dengan benang-benang liurnya, sehingga mudah
menyebar dengan bantuan angin, terbawa manusia atau binantang. Ulat sangat aktif makan
sambil membuat kantong dari potongan daun yang agak kasar atau kasar. Selanjutnya ulat
bergerak dan makan dengan hanya mengeluarkan kepala dan kaki depannya dari dalam
kantong. Ulat mula-mula berada pada permukaan atas daun, tetapi setelah kantong semakin
besar berpindah menggantung di bagian permukaan bawah daun kelapa sawit. Pada akhir
perkembangannya, ulat dapat mencapai panjang 35 mm dengan panjang kantong sekitar 30-
50 mm. Stadia ulat berlangsung sekitar 80 hari. Ulat berkepompong di dalam kantong selama
sekitar 30 hari, sehingga total siklus hidupnya adalah sekitar 126 hari.
Pengetahuan tentang siklus hidup secara utuh sangat berguna di dalam managemen
pengendalian hama ini. Dengan informasi ini, rantai terlemah dari siklus hidupnya didapat
sehingga akan membantu dalam menentukan waktu tindakan pengendalian yang tepat.
Informasi siklus hidup juga akan memberikan pemahaman biologi yang lebih baik untuk
pengelolaan hama.
c. Dampak Serangan
Serangan ulat kantong ditandai dengan kenampakan tanaman tajuk tanaman yang kering
seperti terbakar. Basri (1993) menunjukkan bahwa kehilangan daun dapat mencapai 46,6%.
Tanaman pada semua umur rentan terhadap serangan ulat kantong, tetapi lebih cenderung
berbahaya terjadi pada tanaman dengan umur lebih dari 8 tahun. Keadaan ini mungkin
ditimbulkan dari kemudahan penyebaran ulat kantong pada tanaman yang lebih tua karena
antar pelepah daun saling bersinggungan.
d. Pengandalian
Biologis
Parasitoid dan Predator memiliki potensi untuk mengendalikan hama secara biologi.
Manipulasi lingkungan yang tepat untuk mengendalikan hama ini karena tindakan ini akan
memodifikasi lingkungan untuk kelangsungan hidup dan perkembangan musuh alami.
Basri et al., (1999) menemukan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara serangga
parasitoid dan jenis tanaman. Dari percobaan diketahui bahwa Dolochogenidea
metesae menyukai tanaman Cassia cobanensis dan Asystasia intrusa. Brachiraria
carinata menyukai Cassia cobanensis, Euphorbia heterophylla dan Ageratum
conyzoides. Euphelmus catoxanthae menyukai tanaman Cassia cobanensis, Euphorbia
heterophylla dan Ageratum conyzoides. Tetrastichus sp menyukai tanaman Cassia
cobanensis, Euphorbia heterophylla dan Ageratum conyzoides. Eurytoma sp menyukai
tanaman Euphorbia heterophylla dan Ageratum conyzoides. Pediobius imbreus menyukai
tanaman Cassia cobanensis Euphorbia heterophylla, Asystasia intrusa dan Ageratum
conyzoides. Pediobius anomalus menyukai Cassia cobanensis dan Asystasia intrusa. Untuk
mengetahui tanaman inang yang efektif, perlu dilakukan penelitian jenis tanaman inang yang
paling disukai oleh predator Metisa plana.
Parasitoid primer dan sekunder, serta predator mempengaruhi populasi Metisa. plana.
Diantara parasitoid primer, Goryhus bunoh, hidup paling lama (47 hari) sedangkan
hiperparasitoid yang hidup paling lama adalah P. imbreus. Dolichogenidea metesae
merupakan parasitoid paling penting (Basri et al., 1995) yang berkembang baik pada tanaman
Cassia cobanensis, termasuk Asystasia intrusa, Crotalaria usaramoensis, dan Euphorbia
heterophylla. Kecuali A. intrusa, keberadaan tanaman ini akan bermanfaat karena
memberikan nektar untuk parasitoid.
U.kantong
M.corbetti <1 1–2 > 2 10 – 25 60 – 120 11 – 12 23 – 40 93 – 185 125
M.plana <1 - >1 15 - 21 47 - 56 4-5 21 - 30 83 - 107 94
C.Pendula Sedikit lebih singkat dari siklus M. Plana
Ket : Ulat 1 (Ulat Kecil), Ulat 2 (Ulat sedang), Ulat 3 (Ulat Besar)
HAMA KUMBANG
c. Tingkat Serangan
Hama ini pada umumnya hanya terdapat di pembibitan, bagian yang terserang yaitu tanaman
muda, baik di pembibitan maupun di lapangan, dan stadium hama yang merugikan yaitu pada
tingkatan dewasa/imago berupa kumbang.
Kumbang Adoretus sp dewasa menyerang daun dan memakan sebagian kecil dari daun
bagian tengah nya, sementara kumbang apogonia sp dewasa mulai menyerang bagian pinggir
dan menyebabkanrobekan besar pada pinggir helaian daun.
Pengamatan rutin tidak perlu dilakukan, tetapi jika ada serangan dan populasi hama
melampai tingkat populasi kritis maka perlu dilakukan tindakan pengendalian.
Di pembibitan tingkat serangan kumbang Adoretus sp rata rata pada populasi kritis adalah
berkisar 5 – 10 ekor kumbang
Sementara pada kumbang Apogonia sp pada fase krits adalah 10-20 ekor.
d. Pengendalian
Pengendalian pada stadium larva sulit dilakukan sehingga pengendalian hanya di tujukan
pada kumbang nya saja, pengedalian di lakukan dengan penyemprotan larutan insektisida.
• Thiodan 35 EC (Bahan aktif Endosulfan) dengan konsentrat 0,2%
• Sevidan 70 WP (Bahan Aktif Endosulfan) dengan konsentrat 0,2%
Penyemprotan larutan insektisida dilakukan pada sore hari sampai pukul 21.00 dengan rotasi
1 – 2 kali seminggu.
• Temik 10 E (Bahan Aktif Aldikarb) Dosis 4g/polybag/bulan
• Sevidol 10 Gr per pohon
Ditabur ditepi kantong sekitar pokok dan dibenam (sebelum bibit ditanam)
Secara umum tingkat serangan kumbang adoretus sp dan Apogonia sp akan berkurang bila
tanaman kacang kacangan penutup tanah (LCC) sudah menutupi areal penanaman dengan
sempurna.
b. Habitat
Tanaman Replanting yang tidak di bakar (zero burning) sangat rawan terhadap serangan
hama Oryctes rhinoceros, karena tumpukan dari batang sawit yang di tumbang merupkan
media yang baik untuk berkembangbiaknya hama kumbang Oryctes sp
c. Serangan
Kumbang ini menggerek jaringan pucuk melalui salah satu ketiak pelepah, setelah masuk
merusak pelepah daun yang belum terbuka (bila daunnya muncul bentuknya seperti digunting
menyerupai kipas). Seekor kumbang mampu tinggal 1 minggu dan merusak 4 pelepah. Pada
tanaman < 2 tahun sangat bahaya karena dapat merusak titik tumbuh.
Kelas Serangan
d. Pengendalian
Mekanis
Dosis Aplikasi
No Umur Dosis/Pohon/Aplikasi
10-15 – 7,5 gram
2 2 7,5 – 10 gram
3 > 3 10 – 12,5 gram
Insektisida golongan lain yang dapat digunakan jika insektisida tersebut dalam 3. 1. a. tidak
tersedia, adalah Basudi 3-G, Sevidol 4/4 G, Cytrolene 2-G. Dosis dan pemakaian sama
dengan furadan 3-G, hanya penaburannya pada ketiak daun jangan langsung mengenai daun
pupus.
Lubang bekas gerakan oryctes pada pokok-pokok yang sempat diserang supaya disumbat
agar pucuk tetap tumbuh normal keatas dan tidak menerobos kesamping mengikuti lubang
tersebut.
- Insektisida Semprot
TIKUS
1. Batasan Serangan
2. Pengamatan serangan
Sensus serangan tikus harus dilakukan jika tampak ada serangan berat, areal harus
dibagi menjadi blok-blok dengan luas 20 ha, intensitas sensus adalah satu baris untuk
tiap 10 baris, dan hanya serangan baru baik pada buah masak maupun mentah
Pelaksanaan pengendalian harus dilakukan jika “serangan baru” lebih besar 15% atau
20 pohon per ha
3. Strategi Pengendalian
a. Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)
Jika tingkat serangan melebihi ambang yang ditetapkan pada blok-blok tertentu, harus
dilakukan pengendalian
Satu umpan diletakkan di setiap piringan di daerah yang bermasalah
Gantilah setiap umpan yang hilang setiap 3-4 hari, sampai jumlah yang harus diganti
menjadi 20% dan tidak ada lagi serangan baru.
Daerah yang harus diberi umpan adalah daerah dan areal terserang ditambah sedikit
perluasan
Jika jumlah umpan yang hilang tinggi dan jumlah serangan baru juga tinggi maka
pengumpanan harus dilanjutkan sampai jumlah umpan yang dimakan lebih kecil dari
20%
Pengendalian harus dilakukan secara tuntas, pelaksanaan yang setengah setengah
hanya akan membuang waktu dan uang.
Disaat pemberian umpan dilarang memegang umpan langsung dengan tangan sebab
bau tangan akan membuat tikus enggan memakan umpan (gunakan sarung tangan).
b. Bahan Pencampur/Pengisi
Bahan pengisi terdiri dari 3 macam yaitu :
Hidrat arang ( seperti jagung, beras pecah, dedak, minyak sawit, minyk kelapa, kepala
ikan asin, hancuran udang. )
Bahan perangsang ( ajinomoto, vanili, syrup ). dan,
Bahan perekat ( lilin ).
c. Pengadonan.
Urutan pekerjaan pembuatan umpan adalah sebagai berikut :
Pertama, parafin dipanaskan ditempat terpisah sampai mencair, setelah itu baru
dituangkan ketempat pengadonan.
Masukan bahan minyak sawit ke tempat pengdonan sambil diaduk.
Masukan pula bahan pengisi lainnya dan aduk rata.
Tunggu suhu adonan turun sampai 55 derajat celsius. (ukur dengan Thermometer).
Setelah itu suhu adonan 55 derajat celsius, masukan racun (rodentisida) sedikit demi
sedikit sambil diaduk, sehingga diperoleh adonan yang homogen, siap di cetak.
BABI
Babi hutan digolongkan sebagai hama karena merusak tanaman perkebunan dan pertanian.
Biasanya, hama ini memakan tanaman yang muda atau membuat lubang besar di batang
pohon utama sehingga pohon lama-kelamaan akan mati.
b. Berburu
Perburuan bisa dilaksanakan 1 (satu) kali sebulan, yaitu pada bulan yang diperkirakan dapat
membunuh sebanyak mungkin babi hutan betina yang sedang bunting atau sedang menyusui,
dan babi hutan muda. Gunakan tanda-tanda adanya kegiatan babi hutan misalnya congkelan
tanah, jejak, kotoran babi hutan serta sisa-sisa tanaman yang rusak sebagai petunjuk bahwa di
sekitar daerah tersebut kemungkinan besar sebagai tempat tinggal babi hutan dan sesuai
untuk berburu.
c. Racun
Penggunaan racun disarankan merupakan pilihan terakhir, mengingat efek samping yang
ditimbulkan oleh racun yang digunakan.
Bahan Aktif Aldicarb Nama Dagang Temik konsentrat 2 gr termik dan 10 G/potong umpan
ubi kayu, ubi jalar.
LANDAK
Landak merupakan salah satu hama perkebunan kelapa sawit khususnya di daerah
pengembangan. Pakan dari landak adalah umbi-umbian, kangkung, dan beberapa tanaman
yang berbatang lunak lainnya termasuk kelapa sawit muda.
Hama ini merusak tanaman kelapa sawit muda dengan cara mengerat pangkal batang dan
memakan jaringan umbut kelapa sawit tersebut. Apabila bagian tanaman kelapa sawit yang
terserang sangat berat dapat mengakibatkan kematian tanaman.Landak aktif pada malam hari
dan bersembunyi di dalam lorong-lorong di dalam tanah. Pengendalian hama ini dilakukan
seperti mengendalikan babi hutan sekaligus yaitu dengan pemagaran tanaman kelapa sawit
secara individual misalnya dengan pelepah kelapa sawit sebanyak tiga tingkat.
E. RAYAP TANAH Coptotermes curvignathus.
1. Habitat
Tanah gambut merupakan salah satu habitat utama rayap tanah Coptotermes curvignathus.
Jenis rayap lain yang banyak ditemukan di tanah gambut adalah Macrotermes gilvus.
Karena lahan gambut merupakan habitat utama Coptotermes curvignathus maka tanaman
kelapa sawit yang di tanam di daerah tersebut sangat beresiko terserang hama tersebut.
Serangan C. curvignathus merusak kedalam jaringan hidup tanaman dan akan
mengakibatkan kematian tanaman jika rayap mencapai titik tumbuh tanaman. Sedangkan
Macrotermes gilvus hanya berpengaruh terhadap tanaman jika membangun koloni didekat
batang karena mengganggu perakaran dan dapat mengakibatkan pohon tumbang. Jika koloni
M. gilvus jauh dari pohon maka keberadaannya tidak perlu dikhawatirkan karena jenis rayap
ini hanya memakan jaringan yang mati.
2. Pengendalian
a. Mekanis
b. Biologis
c. Kimiawi
Penggunaan Termisida/Insektisida Kimia (fipronil 1 x per tahun dan khlopirifos 2 x per
tahun).
Tenaga sensus siap dengan larutan termisida menggunakan alat knapsack sprayer atau
gembor. jika ditemukan pohon terserang rayap, langsung diaplikasi setelah disanitasi terlebih
dahulu. pohon aplikasi diberi tanda silang dengan cat warna putih selanjutnya dicatat dalam
lembar formulir sensus, hal ini untuk memudahkan evaluasi dan penentuan rotasi sensus
aplikasi dengan sistem barrier, yaitu dengan cara menyemprot atau menyiram secara merata
pada pangkal batang dan piringan pohon terserang zona aplikasi pada piringan adalah radius
50 cm, dan pada pangkal batang sampai tinggi 50 cm dari tanah