Anda di halaman 1dari 17

HAMA PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

Hama tanaman dapat didefenisikan sebagai binatang yang memakan tanaman dan secara
ekonomis merugikan. Dari keseluruhan hama tanaman, klas Insecta merupakan bagian yang
terbesar. Insecta merupakan hama tanaman yang sangat mudah berpindah dan mempunyai
daya adaptasi tinggi terhadap lingkungan baru. Hama tanaman dapat dikendalikan dengan
berbagai cara, antara lain penggunaan varietas resisten, kultur teknis dan pengendalian secara
kimiawi.

Prinsip-prinsip dalam pengendalian hama adalah :

 Mencegah lebih baik dari pada mengobati.


 Pengendalian secara mekanis sebagai pilihan pertama.
 Pengendaliaan terpadu dengan musuh alaminya.
 Pilihan akhir : pestisida
 Sistem yang digunakan adalah sistem pengamatan dini (Early Warning System =
EWS).
 Mengamati secara teratur tingkat serangan (sensus umum/global dan sensus efektif)
 Pemetaan tingkat serangan.
 Tindakan pengendaliaan.

HAMA ULAT
1. ULAT API (Limacodidae)

 Setora nitens
 Setothosea asigna
 Thosea bisura
 Pioneta diducta
 Dana trima

a. Fisiologi

S. asigna van Ecke termasuk ke dalam kingdom Animalia,


filum Arthropoda, kelas Insecta, ordo Lepidoptera, family
Limacodidae, genus Setothosea, dan spesies S. asigna van
Ecke (Sudharto, dkk, 2005).

Telur diletakkan berderet 3-4 baris sejajar dengan permukaan


daun sebelah bawah, biasanya pada pelepah 16-17. Satu
tumpukan telur terdiri dari 44 butir dan seekor ngengat betina
selama hidupnya mampu menghasilkan telur 300-400 butir. Telur biasanya menetas 4-8 hari
setelah diletakkan. Telur pipih dan berwarna kuning muda (Buana dan Siahaan, 2003).

Larva yang baru menetas hidup berkelompok, mengikis jaringan daun dari permukaan daun
dan meninggalkan epidermis permukaan bagian atas daun. Ulat pada instar 2-3 memakan
daun mulai dari ujung ke arah pangkal daun. Selama perkembangannya ulat berganti kulit 7-8
kali dan mampu menghabiskan helaian daun seluas 400 cm2. Ulat berwarna hijau kekuningan
dengan bercak-bercak yang khas (berbentuk pita yang menyerupai piramida) pada bagian
punggungnya.

Selain itu juga pada bagian punggungnya dijumpai duri-duri yang kokoh. Ulat instar terakhir
(instar 9) berukuran panjang 36 mm dan lebar 14 mm. Stadia ulat ini berlangsung selama 49-
53 hari (Buana dan Siahaan, 2003).

Gambar Kepompong
Kepompong berada dalam kokon yang terbuat dari air liur ulat, berbentuk bulat telur dan
berwarna cokelat gelap serta dijumpai pada bagian tanah yang gembur di sekitar piringan
tanaman kelapa sawit atau bahkan pada celah-celah kantung pelepah yang lama. Kokon
jantan atau betina masing-masing berukuran 16 x 13 mm dan 20 x 16,5 mm. Stadium
kepompong berlangung 39 hari (Buana dan Siahaan, 2003).

b. Daur Hidup Ulat Api S. asigna van Ecke


Larva dari S. asigna ini aktif merusak daun tanaman kelapa sawit pada instar 3-5. Pupa dari
S. asigna berada di tanah sekitar piringan tanaman kelapa sawit dan juga di dalam kantung-
kantung pelepah tanaman kelapa sawit. Imago yang dihasilkan dari pupa berupa ngengat
yang umumnya aktif di malam hari. Perkembangan hama ini mulai dari telur hingga menjadi
ngengat berkisar antara 92-98 hari (Buana dan Siahaan, 2003).

c. Gejala Serangan Ulat Api


Gambar Gejala Serangan Ulat Api

Ulat muda (di bawah instar 3) biasanya bergerombol di sekitar tempat peletakkan telur dan
mengikis daun mulai dari perukaan bawah daun kelapa sawit, serta meninggalkan epidermis
daun bagian atas. Bekas serangan terlihat seperti jendela-jendela memanjang pada helaian
daun. Mulai instar ketiga biasanya ulat memakan semua helaian daun dan
meninggalkan lidinya saja (Buana dan Siahaan, 2003).

Serangan ulat ini biasanya mulai dari pelepah daun yang terletak di strata tengah dari tajuk
kelapa sawit ke arah pelepah daun yang lebih muda atau lebih atas. Tetapi pada serangan
yang lebih berat daun yang tua sekalipun dimakan juga oleh S. asigna tersebut. Pada serangan
yang berat, semua helaian daun dimakan oleh S. asigna dan hanya tinggal pelepah beserta
lidinya saja. Gejala serangan ini sering disebut gejala melidi (Buana dan Siahaan, 2003).

d. Pengamatan Serangan
Sensus Umum/Global

 Pusingan atau rotasi 1 kali/bulan, 1 pohon/ha.


 Pelepah pada pohon contoh diamati. Pada tanaman muda daunnya cukup
digantol/dikait dan pada tanaman tua pelepahnya dipotong.
 Dihitung ulat, telur dan kepongpongnya kemudian dijumlahkan.
 Pada populasi ulat tinggi, penghitungan pada sebelah pelapah kedua x2
 Tentukan kelas serangannya, TBM 0,4 HK/ha. TM 0,2 HK/ha.

Sensus Efektif

 Dilakukan bila tingkat serangan hama pada umumnya mencapai kelas S (sedang)
 Sensus dipercepat 1 kali tiap 2 minggu.
 Pohon contoh ditambah menjadi 6 pohon/ha dengan menambah titk sensus menjadi
selang baris 6 dan selang pohon 6.
 Caranya seperti pada sensus global.

Tabel Kelas serangan Ulat


Jenis Ulat TBM TM
R S B R S B
Ulat Api
Setora nitens <3 3-4 >5 <7 7-9 >10
Setothosea asigna
Thosea bisura Ploneta diducta Dama trima <7 7-9 >10 <15 15- >20
19
<15 15- >25 <35 >50
24 35-
49
Ulat Kantong :
Mahasena <3 3-4 >5 <7 7-9 >10
Metisa planaCrematopsyche pendula <25 25- >35 <50 50- >70
<30 34 >45 <65 69 >90
30- 65-
44 89

R =ringan, S = sedang, B =berat


dimana merupakan ambang batas /kritikal level.

e. Pengendalian
Cara Mekanis

 Pada tanaman muda 1-3 tahun.


 Bila luas serangan sampai 25 ha,serangan katagori ringan.
 Yang dikutip, ulat, kepompong, telur.
 Alat : galah, kantung plastik, lampu perangkap. 0,04 HK/ha

Cara Biologis

 Dengan insektisida biologis seperti Bactospeine, Dipel WP, Thuricide HP, Florbac,
Xentare. 0,1 HK/ha, Dosis : 300-800 gr/400 ltr air/ha.
 Dengan Predator Alami dan Parasitoid
Gambar Imago E. furcellata

Predator alami, Salah satu dari penemuan – penemuan tersebut adalah ditemukannya
predator Eocanthecona furcellata. Dari hasil penelitian di laboratorium dan di lapangan yang
dilakukan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat disimpulkan bahwa predator ini
merupakan predator ulat pemakan daun kelapa sawit yang potensial, perlu dikembangkan dan
disebarluaskan di perkebunan kelapa sawit (Purba dkk., 1986). Predator E.
furcellata merupakan predator yang sangat berguna bagi pengendalian hama ulat api di
perkebunan kelapa sawit. Kemampuannya dalam memangsa ulat api dilapangan, serta siklus
hidupnya yang singkat dan kemampuan reproduksi yang tinggi membuat predator ini sangat
potensial untuk diaplikasikan dalam pengendalian hama ulat api. Selain itu, pengendalian
dengan menggunakan predator ini dapat berlangsung secara berkesinambungan atau terus
menerus di alam

Imago dari predator ini mempunyai ukuran, jantan panjangnya 11,30 mm dan lebar 5,36 mm
(5,16 – 5,66 mm); betina sedikit lebih besar dengan panjang 14,65 mm (13,83 – 15,50 mm)
dan lebar 6,86 (6,50 – 7,16 mm). Imago pada umumnya tampak berwarna hitam, cukup cerah
dengan warna hijau berkilau terutama pada bagian scutellum. Imago mempunyai perbesaran
pada tibia, inilah yang membedakannya dengan genus Cantheconidea (Sipayung dkk., 1991).
Scutellum besar pada sisi kanan dan kiri pronotum terdapat suatu struktur yang menyerupai
tanduk yang disebut humeral tooth (gigi yang membujur), yang mencirikan sifat predator dari
serangga tersebut ( Miller, 1956 ; Kalshoven, 1981).

Sedangkan parasitoid ulat api adalah Trichogrammatoidea thoseae, Brachimeria


lasus, Spinaria spinator, Apanteles aluella, Chlorocryptus purpuratus, Fornicia
ceylonica, Systropus roepkei, Dolichogenidae metesae, dan Chaetexorista javana.
Parasitoid dapat diperbanyak dan dikonservasi di perkebunan kelapa sawit dengan
menyediakan makanan bagi imago parasitoid tersebut seperti Turnera subulata, Turnera
ulmifolia, Euphorbia heterophylla, Cassia tora, Boreria lata dan Elephantopus tomentosus.
Oleh karena itu, tanaman-tanaman tersebut hendaknya tetap ditanam dan jangan
dimusnahkan. Tiong (1977) juga melaporkan bahwa adanya penutup tanah dapat mengurangi
populasi ulat api karena populasi musuh alami akan meningkat.
 Dengan musuh alami : virus yang dapat menginfeksi ulat. Caranya : 50-100 ulat
terinfeksi dikumpul kan, di blender, kemudian disemprot kan ke areal. Ciri ulat
terinfeksi yaitu tubuhnya bengkak, warna tubuh pudar atau transparan seperti berisi
air terdapat lapisan warna putih susu.

Tabel Insectisida
ml/gram Sifat
Jenis Ulat Nama Dagang Bhn Aktif Cara
/ha Kerja

Ulat Api Cimbush 5 EC Sipermetrin 200-300 P+K Semprot,kabut


Ripcord 5 EC Sipermetrin 200-300 P+K Semprot,kabut
Matador 25 EC Sipermetrin 100-200 Semprot,kabut
Ambush 2 EC Permetrin 1000 S + K,P Semprot,kabut
Sumisidin 5 EC Fenfalerat 1000 P,K Semprot,kabut
Fostak 15 EC Alfametrin 300-400 Semprot,kabut
Bayrusil 250 EC Kuinalfos 750-1000 K Semprot,kabut
Ekalok 25 EC Kuinalfos 750-1000 K Semprot,kabut
Agrothion 50 EC Fenitrofin 1000-1500 Semprot,kabut
Sumithion 50 EC Fenitrofin 1000-1500 Semprot
Azodrin 60 WSC Monokrotos 600 S Semprot

Ulat Kantong Dipterex 95 SP Triklorfon 1000 P+K Semprot

Ulat Api
dan Ulat Decis 2,5 EC Deltametrin 100-200 P+K Semprot,kabut
Kantong Sherpa 50 EC Sipermetrin Semprot,kabut
Hostathion 40 EC Triazofos 500-750 PK Semprot
Azodrin 15 WSC Monokrotofos 10-20/pk S Infus akar
Tamaron 200 LC Metamidofos 15-20/pk Infus akar
Monitor 200 L Metamidofos Infus akar

S = Sistemik P = Racun Perut K = Racun Kontak

Cara Kimia

 Dilaksanakan bila tingkat serangan pada kelas sedang-berat.


 Daerah yang disemprot berdasarkan hasil peta serangan dari sensus global/efektif.
 Penyemprotan harus merata membasahi helaian anak-anak daun terutama permukaan
bawah.

Dengan Mist Blower

 Penyemprot berada pada piringan 1 pohon, semprotan diarahkan berkeliling


terhadap 6 pohon diseputarnya
 Penyemprot bergerak kearah pohon berikutnya mela lui pasar pikul, akhirnya
setiap pohon akan mendapat semprotan dari 6 arah.

Dengan Fogging

 Penyemprot berjalan di pasar pikul. Laras diarahkan kebelakang sambil digerakan ke


kanan/kiri
 Bila tanaman sudah tinggi penyemprot berjalan pada setiap 2 pasar pikul (1 kali jalan
untuk 4 baris tanaman, 2 kiri dan 2 kanan

ULAT KANTONG

 Mahasena corbetti
 Metisa plana
 Cremathophysche (Pteroma) pendula

a. Fisiologi
Ulat kantong termasuk dalam famili Psychidae. Tujuh spesies yang pernah ditemukan pada
tanaman kelapa sawit adalah Metisa plana, Mahasena corbetti, Cremastopsyche pendula,
Brachycyttarus griseus, Manatha albipes, Amatissa sp. dan Cryptothelea cardiophaga
(Norman et al., 1995). Jenis ulat kantong yang paling merugikan di perkebunan kelapa sawit
adalah Metisa plana dan Mahasena corbetti.

b. Daur Hidup

Gambar Ulat Kantong

Ciri khas ulat kantong adalah hidupnya di dalam sebuah bangunan mirip kantong yang
berasal dari potongan-potongan daun, tangkai bunga tanaman inang, di sekitar daerah
serangan (Norman et al., 1995). Ciri khas yang lain yakni pada bagian tubuh dewasa betina
kebanyakan spesies ulat kantong mereduksi dan tidak mampu untuk terbang. Jantan memiliki
sayap dan akan mencari betina karena bau feromon yang dikeluarkan betina untuk menarik
serangga jantan.
Stadia ulat M. plana terdiri atas 4-5 instar dan berlangsung sekitar 50 hari. Pada waktu
berkepompong, kantong kelihatan halus permukaan luarnya, berukuran panjang sekitar 15
mm dan menggantung seperti kait di permukaan bawah daun. Stadia kepompong berlangsung
selama 25 hari.
Ngengat M. plana betina dapat menghasilkan telur sebanyak 100-300 butir selama hidupnya.
Telur menetas dalam waktu 18 hari. Ulat berukuran lebih kecil dibandingkan dengan M.
corbetti yakni pada akhir perkembangannya dapat mencapai panjang sekitar 12 mm, dengan
panjang kantong 15-17 mm.

Ngengat M. corbetti jantan bersayap normal dengan rentangan sayap sekitar 30 mm dan
berwarna coklat tua. Seekor ngengat M. corbetti betina mampu menghasilkan telur antara
2.000-3.000 butir (Syed, 1978). Telur menetas dalam waktu sekitar 16 hari. Ulat yang baru
menetas sangat aktif dan bergantungan dengan benang-benang liurnya, sehingga mudah
menyebar dengan bantuan angin, terbawa manusia atau binantang. Ulat sangat aktif makan
sambil membuat kantong dari potongan daun yang agak kasar atau kasar. Selanjutnya ulat
bergerak dan makan dengan hanya mengeluarkan kepala dan kaki depannya dari dalam
kantong. Ulat mula-mula berada pada permukaan atas daun, tetapi setelah kantong semakin
besar berpindah menggantung di bagian permukaan bawah daun kelapa sawit. Pada akhir
perkembangannya, ulat dapat mencapai panjang 35 mm dengan panjang kantong sekitar 30-
50 mm. Stadia ulat berlangsung sekitar 80 hari. Ulat berkepompong di dalam kantong selama
sekitar 30 hari, sehingga total siklus hidupnya adalah sekitar 126 hari.

Pengetahuan tentang siklus hidup secara utuh sangat berguna di dalam managemen
pengendalian hama ini. Dengan informasi ini, rantai terlemah dari siklus hidupnya didapat
sehingga akan membantu dalam menentukan waktu tindakan pengendalian yang tepat.
Informasi siklus hidup juga akan memberikan pemahaman biologi yang lebih baik untuk
pengelolaan hama.

c. Dampak Serangan
Serangan ulat kantong ditandai dengan kenampakan tanaman tajuk tanaman yang kering
seperti terbakar. Basri (1993) menunjukkan bahwa kehilangan daun dapat mencapai 46,6%.
Tanaman pada semua umur rentan terhadap serangan ulat kantong, tetapi lebih cenderung
berbahaya terjadi pada tanaman dengan umur lebih dari 8 tahun. Keadaan ini mungkin
ditimbulkan dari kemudahan penyebaran ulat kantong pada tanaman yang lebih tua karena
antar pelepah daun saling bersinggungan.
d. Pengandalian
Biologis
Parasitoid dan Predator memiliki potensi untuk mengendalikan hama secara biologi.
Manipulasi lingkungan yang tepat untuk mengendalikan hama ini karena tindakan ini akan
memodifikasi lingkungan untuk kelangsungan hidup dan perkembangan musuh alami.

Basri et al., (1999) menemukan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara serangga
parasitoid dan jenis tanaman. Dari percobaan diketahui bahwa Dolochogenidea
metesae menyukai tanaman Cassia cobanensis dan Asystasia intrusa. Brachiraria
carinata menyukai Cassia cobanensis, Euphorbia heterophylla dan Ageratum
conyzoides. Euphelmus catoxanthae menyukai tanaman Cassia cobanensis, Euphorbia
heterophylla dan Ageratum conyzoides. Tetrastichus sp menyukai tanaman Cassia
cobanensis, Euphorbia heterophylla dan Ageratum conyzoides. Eurytoma sp menyukai
tanaman Euphorbia heterophylla dan Ageratum conyzoides. Pediobius imbreus menyukai
tanaman Cassia cobanensis Euphorbia heterophylla, Asystasia intrusa dan Ageratum
conyzoides. Pediobius anomalus menyukai Cassia cobanensis dan Asystasia intrusa. Untuk
mengetahui tanaman inang yang efektif, perlu dilakukan penelitian jenis tanaman inang yang
paling disukai oleh predator Metisa plana.

Parasitoid primer dan sekunder, serta predator mempengaruhi populasi Metisa. plana.
Diantara parasitoid primer, Goryhus bunoh, hidup paling lama (47 hari) sedangkan
hiperparasitoid yang hidup paling lama adalah P. imbreus. Dolichogenidea metesae
merupakan parasitoid paling penting (Basri et al., 1995) yang berkembang baik pada tanaman
Cassia cobanensis, termasuk Asystasia intrusa, Crotalaria usaramoensis, dan Euphorbia
heterophylla. Kecuali A. intrusa, keberadaan tanaman ini akan bermanfaat karena
memberikan nektar untuk parasitoid.

Pengendalian Secara Kimiawi


Ulat kantong dapat dikendalikan dengan penyemprotan atau dengan injeksi batang
menggunakan insektisida. Untuk tanaman yang lebih muda (< umur 2 tahun), knapsack
sprayer dapat digunakan untuk penyemprotan. Untuk tanaman lebih dari 3 tahun, aplikasi
insektisida dapat menggunakan fogging atau injeksi batang. Monocrotophos dan
methamidophos merupakan dua insektisida sistemik yang direkomendasikan untuk injeksi
batang (Hutauruk dan Sipayung, 1978). Karena bahan bakunya adalah bahan kimia yang
sangat berbahaya, ijin harus diperlukan dari Komisi Pestisida untuk tujuan dan cara aplikasi
dan saat ini sudah tidak dikeluarkan lagi.

Tabel Fisiologi Hama Ulat

UKURAN ULAT SIKLUS HIDUP


HAMA ULAT
Ulat 1 Ulat 2 Ulat 3 Telur Kepompong Jumlah Rata-rata
cm cm cm (hari) hari instan (hari) (hari) (hari)
U. Api
S.nitens <1 1–3 > 3 5–7 18 – 32 8–9 17 – 31 40 – 70 58
T.Asigna <1 1–2 > 2 4–8 45 – 59 8 -9 37 – 42 86 – 109 96
T.Bisura <1 - > 2 5–9 22 – 35 7 14 – 18 47 - 62 55
T.Vetusta <1 - > 2 5- 8 43 – 55 8 20 – 29 60 - 92 80
D.Trima <1 - > 2 3- 5 26 – 33 7 10 – 14 39 – 52 48
P.Didusia <1 - > 2 4- 8 30 – 37 7 11 – 14 45 – 47 46

U.kantong
M.corbetti <1 1–2 > 2 10 – 25 60 – 120 11 – 12 23 – 40 93 – 185 125
M.plana <1 - >1 15 - 21 47 - 56 4-5 21 - 30 83 - 107 94
C.Pendula Sedikit lebih singkat dari siklus M. Plana

Ket : Ulat 1 (Ulat Kecil), Ulat 2 (Ulat sedang), Ulat 3 (Ulat Besar)

Tabel Media Hidup


ULAT Tempat Berkepompong Bagian tajuk yang
diserang
S. Nitens, T. Asigna Ditanah Tajuk sebelah bawah
T. Bisura, T. Ventusta, Diketak daun Tajuk sebelah bawah
D. Trima, P. diducta
M.Corbetti, M. Plana, Dalam kantong Tajuk sebelah atas
C. Pendula

HAMA KUMBANG

1. KUMBANG MALAM Apogonia sp dan Adoretus sp


Apogonia sp. merupakan hama pemakan daun kelapa sawit dan umumnya menyerang
tanaman muda pada malam hari. Hama ini menyerang pada fase kumbang. Kumbang
menyerang daun kelapa sawit muda dengan cara naik ke bagian daun pada malam hari.
Kumbang ini memakan daun mulai dari pinggir berbeda dengan serangan hama lain. Tingkat
serangan hama ini berhubungan dengan kerapatan pohon pelindung. Pada kebun kelapa sawit
yang yang cenderung kerapatan populasinya baik , biasanya tingkat serangannya tinggi.
a. Daur Hidup
Telur berbentuk lonjong. Setelah menetas menjadi lundi / larva, hidup di dalam tanah pada
sisa-sisa tanaman yang membusuk. Setelah lundi besar, dia masuk ke dalam tanah lebih
dalam lagi dan menyerang akar tanaman serta rumput- rumputan. Kemudian membentuk
kepompong yang panjangnya ± 15 mm.
b. Fisiologi
Kumbang berwarna hitam mengkilat, kadang-kadang kilau coklat lembayung atau hijau,
panjangnya 7-10 mm. Seekor betina dapat menghasilkan telur 40 butir yang diletakkan di
bawah serasah atau di dalam tanah dengan kedalaman 2,5-5 cm.

c. Tingkat Serangan
Hama ini pada umumnya hanya terdapat di pembibitan, bagian yang terserang yaitu tanaman
muda, baik di pembibitan maupun di lapangan, dan stadium hama yang merugikan yaitu pada
tingkatan dewasa/imago berupa kumbang.
Kumbang Adoretus sp dewasa menyerang daun dan memakan sebagian kecil dari daun
bagian tengah nya, sementara kumbang apogonia sp dewasa mulai menyerang bagian pinggir
dan menyebabkanrobekan besar pada pinggir helaian daun.
Pengamatan rutin tidak perlu dilakukan, tetapi jika ada serangan dan populasi hama
melampai tingkat populasi kritis maka perlu dilakukan tindakan pengendalian.
Di pembibitan tingkat serangan kumbang Adoretus sp rata rata pada populasi kritis adalah
berkisar 5 – 10 ekor kumbang
Sementara pada kumbang Apogonia sp pada fase krits adalah 10-20 ekor.

d. Pengendalian
Pengendalian pada stadium larva sulit dilakukan sehingga pengendalian hanya di tujukan
pada kumbang nya saja, pengedalian di lakukan dengan penyemprotan larutan insektisida.
• Thiodan 35 EC (Bahan aktif Endosulfan) dengan konsentrat 0,2%
• Sevidan 70 WP (Bahan Aktif Endosulfan) dengan konsentrat 0,2%
Penyemprotan larutan insektisida dilakukan pada sore hari sampai pukul 21.00 dengan rotasi
1 – 2 kali seminggu.
• Temik 10 E (Bahan Aktif Aldikarb) Dosis 4g/polybag/bulan
• Sevidol 10 Gr per pohon
Ditabur ditepi kantong sekitar pokok dan dibenam (sebelum bibit ditanam)

Secara umum tingkat serangan kumbang adoretus sp dan Apogonia sp akan berkurang bila
tanaman kacang kacangan penutup tanah (LCC) sudah menutupi areal penanaman dengan
sempurna.

2. KUMBANG KELAPA /Kumbang Tanduk Oryctes rhinoceros


a. Daur Hidup
Daur hidup Oryctes sp rata-rata pada stadia telur 9-14 hari larva 74-160 hari pupa 17-23 hari,
Imago tidak aktif 13-23 hari dan imago aktif sampai mati 86-139 hari (PPM,1985). Daur
hidup yang panjang merupakan hama yang sangat potensial dapat merugikan tanaman Kelapa
Sawit. Hama Oryctes sp merupakan hama utama pada areal replanting tanaman Kelapa Sawit
kumbang Orites sp umumnya menyerang tanaman. Kelapa Sawit yang berumur <2 th
(Research PSM1,1991).

b. Habitat
Tanaman Replanting yang tidak di bakar (zero burning) sangat rawan terhadap serangan
hama Oryctes rhinoceros, karena tumpukan dari batang sawit yang di tumbang merupkan
media yang baik untuk berkembangbiaknya hama kumbang Oryctes sp

c. Serangan
Kumbang ini menggerek jaringan pucuk melalui salah satu ketiak pelepah, setelah masuk
merusak pelepah daun yang belum terbuka (bila daunnya muncul bentuknya seperti digunting
menyerupai kipas). Seekor kumbang mampu tinggal 1 minggu dan merusak 4 pelepah. Pada
tanaman < 2 tahun sangat bahaya karena dapat merusak titik tumbuh.
Kelas Serangan

 Ringan (R) : digerek, pucuk belum rusak


 Sedang (S) : digerek, pucuk rusak tapi tumbuh lagi
 Berat (B) : digerek, pucuk tidak tumbuh

d. Pengendalian
Mekanis

 Mengutip/mengambil kumbang dengan kawat kait seperti pancing. 1 hari/3 hari. 2


HK/ha.
 Sarang yang ada disekitarnya dibersihkan dan bila ada larva dihancurkan.
Pengendalian Kimiawi
Insektisida Tabur

 Dengan insektisida golongan carbofuran yaitu Furadan 3 – G ( curater 3- G ) yang


ditaburkan merata pada ketiak-ketiak daun yang langsung mengelilingi daun pupus.
Pusingan aplikasi 3 x sebelum ditetapkan setiap tanggal 5, 15 dan 25 (jika kebetulan
hari libur supaya digeser).

Dosis Aplikasi
No Umur Dosis/Pohon/Aplikasi
10-15 – 7,5 gram
2 2 7,5 – 10 gram
3 > 3 10 – 12,5 gram

Insektisida golongan lain yang dapat digunakan jika insektisida tersebut dalam 3. 1. a. tidak
tersedia, adalah Basudi 3-G, Sevidol 4/4 G, Cytrolene 2-G. Dosis dan pemakaian sama
dengan furadan 3-G, hanya penaburannya pada ketiak daun jangan langsung mengenai daun
pupus.

Lubang bekas gerakan oryctes pada pokok-pokok yang sempat diserang supaya disumbat
agar pucuk tetap tumbuh normal keatas dan tidak menerobos kesamping mengikuti lubang
tersebut.

- Insektisida Semprot

Untuk menghindari munculnya serangan, di lakukan langkah pencegahan secara chemis


dengan penyemprotan Sipermetrin (Ripcord) dengan kosentrasi 1,4 % terhadap semua pokok.
Pelaksanaanya yaitu dengan melarutkan 210 cc ke dalam 15 liter air (1 keep) kemudian
larutan di semprotkan sebanyak lebih kurang 100 cc per pokok dengan menggunakan nozle
cone, penyemprotan di lakukan pada pucuk tanaman sehingga larutan tersebut dapat mengalir
turun ke pupus kelapa sawit. Ini di lakukan karena hama Oryctes umumnya menyerang dan
bersarang pada pupus tanaman kelapa sawit. Penyemprotan dengan Sipermetrin (Ripcord)
pada tahap pertama di lakukan sebanyak 2 (dua) rotasi penyemprotan selanjutnya apabila
terjadi serangan hama Oryctes sp

TIKUS
1. Batasan Serangan

 Diareal belum menghasilkan, tikus memakan pelepah terbawah tanaman sehingga


menunjukkan karakteristik yaitu, pelepahnya terkulai ditanah kadang kala tikus juga
memakan tunas muda sehingga mengakibatkan matinya tanaman.
 Kerusakan disebabkan oleh tikus sangat berpengaruh di tanaman yang menghasilkan,
baik buah mentah maupun masak dimakan, brondolan dibawah pergi dan dimakan
sebagian.
 Tikus juga dapat menyebabkan kerusakan yang berarti pada daun dengan mencabik
daun untuk sarangnya
 Jika tidak dikendalikan tikus dapat meningkat dari tingkat yang dapat ditoleransi yaitu
60 ekor meningkat menjadi 300 per ha dalam waktu 6 bulan. Pada tingkat serangan
seperti ini 5 – 15% produksi hilang pada daerah yang diserang. Pada keadaan ini
populasi bertambah semakin cepat menjadi 600-1500 per ha dan kehilangan hasil
mencapai 30% atau lebih.

2. Pengamatan serangan

 Sensus serangan tikus harus dilakukan jika tampak ada serangan berat, areal harus
dibagi menjadi blok-blok dengan luas 20 ha, intensitas sensus adalah satu baris untuk
tiap 10 baris, dan hanya serangan baru baik pada buah masak maupun mentah
 Pelaksanaan pengendalian harus dilakukan jika “serangan baru” lebih besar 15% atau
20 pohon per ha

3. Strategi Pengendalian
a. Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)

 Jika dijumpai kerusakan di pembibitan pemberian umpan hanya dibatasi sekeliling


areal diserang, dengan interval 3 -5 hari dalam barisan polibag dengan umpan
antikoagulan.
 Untuk areal penanaman baru, dengan meletakkan umpan antikoagulan pada setiap
titik tanam ke tiga kira kira 1 bulan sebelum penanaman, dan umpan yang dimakan
harus diamati dan di catat
 Jika umpan yang dimakan menunjukan populasi jumlah tikus, maka program
pemasangan umpan lanjutan di areal yang menghasilkan harus dimulai
 Dapat juga dipasang kawat ayam pada leher bibit

b. Tanaman Menghasilkan (TM)

 Jika tingkat serangan melebihi ambang yang ditetapkan pada blok-blok tertentu, harus
dilakukan pengendalian
 Satu umpan diletakkan di setiap piringan di daerah yang bermasalah
 Gantilah setiap umpan yang hilang setiap 3-4 hari, sampai jumlah yang harus diganti
menjadi 20% dan tidak ada lagi serangan baru.
 Daerah yang harus diberi umpan adalah daerah dan areal terserang ditambah sedikit
perluasan
 Jika jumlah umpan yang hilang tinggi dan jumlah serangan baru juga tinggi maka
pengumpanan harus dilanjutkan sampai jumlah umpan yang dimakan lebih kecil dari
20%
 Pengendalian harus dilakukan secara tuntas, pelaksanaan yang setengah setengah
hanya akan membuang waktu dan uang.
 Disaat pemberian umpan dilarang memegang umpan langsung dengan tangan sebab
bau tangan akan membuat tikus enggan memakan umpan (gunakan sarung tangan).

4. Pemberantasan dengan Umpan Beracun


a. Bahan Bahan Racun
Terdiri dari rodentisida yang bersifat kronis (beberapa kali dimakan baru mati) seperti
Racumin, Warfarin, Tomorin, pemakaian secara silih berganti. Golongan lain adalah Zine
Phosphide, Parathion, Silmurin terutama digunakan untuk kampanye penyisipan terakhir saja
karena sifatnya akut (sekali makan terus mati).

b. Bahan Pencampur/Pengisi
Bahan pengisi terdiri dari 3 macam yaitu :
 Hidrat arang ( seperti jagung, beras pecah, dedak, minyak sawit, minyk kelapa, kepala
ikan asin, hancuran udang. )
 Bahan perangsang ( ajinomoto, vanili, syrup ). dan,
 Bahan perekat ( lilin ).

Tabel Standard Pencampuran Racun


No Ramuan Bahan Berat/Kg Keterangan
1 Pengisi 95% Parafin/Lilin 24,0 100 kg
Minyak Sawit 21.0 campuran
Tepung 45,0 cukup untuk 30
Jagung Ha daerah
Gula 4,0 serangan,
Ajinomoto 0,2 pemasangan dan
Vanili 0,5 penyisipan
untuk 1 kali
2 Racun 5% Racumin 5,0
pusingan
Jumlah 100

 Pembuatan resep harus berpedoman kepada komposisi standard, misalnya jagung


diganti beras, minyak sawit dengan kelapa, gula dengan kepala ikan asin, vanili
dengan hancuran udang pukul dan sebagainya. Demikian pula pemakaian racunnya
harus diganti, namun % dalam komposisi harus tetap 5 %.

c. Pengadonan.
Urutan pekerjaan pembuatan umpan adalah sebagai berikut :

 Pertama, parafin dipanaskan ditempat terpisah sampai mencair, setelah itu baru
dituangkan ketempat pengadonan.
 Masukan bahan minyak sawit ke tempat pengdonan sambil diaduk.
 Masukan pula bahan pengisi lainnya dan aduk rata.
 Tunggu suhu adonan turun sampai 55 derajat celsius. (ukur dengan Thermometer).
 Setelah itu suhu adonan 55 derajat celsius, masukan racun (rodentisida) sedikit demi
sedikit sambil diaduk, sehingga diperoleh adonan yang homogen, siap di cetak.

d. Cara Pemasangan Umpan

 Pasang perangkap/lem ditempat tikus biasa lewat


 Pasang umpan beracun tiap pohon. Bila umpan yang hilang kurang dari 15%
pemasang dihentikan
 Bongkar dan hancurkan sarang tikus

5. Pemberantasan Dengan Predator Alami


Tikus punya predator alam yakni antara lain :
 Ular
 Burung Hantu

BABI
Babi hutan digolongkan sebagai hama karena merusak tanaman perkebunan dan pertanian.
Biasanya, hama ini memakan tanaman yang muda atau membuat lubang besar di batang
pohon utama sehingga pohon lama-kelamaan akan mati.

Pengendalian Hama Babi


1. Pengendalian Langsung
a. Jerat.
Pemasangan jerat harus lebih giat dilakukan pada saat anak babi hutan sudah berhenti
menyusu. Kelahiran anak babi terbesar terjadi sekitar bulan Januari-Februari, sehingga
diperkirakan anak babi hutan akan berhenti menyusu sekitar bulan Juli.
Jumlah jerat yang dipasang untuk 1 ha sebanyak 2-5 buah dan apabila dipasang pada jalan-
jalan babi, setiap 500 m dipasang 1 jerat.

 Di sekitar lokasi pemasangan jerat dipasang tanda bahaya


 Untuk menghilangkan bau manusia, jerat dilumuri dengan lumpur
 Jerat yang lokasinya dekat diperiksa setiap hari dan apabila lokasi pemasangan jauh
diperiksa setiap 2 (dua) hari sekali.

b. Berburu
Perburuan bisa dilaksanakan 1 (satu) kali sebulan, yaitu pada bulan yang diperkirakan dapat
membunuh sebanyak mungkin babi hutan betina yang sedang bunting atau sedang menyusui,
dan babi hutan muda. Gunakan tanda-tanda adanya kegiatan babi hutan misalnya congkelan
tanah, jejak, kotoran babi hutan serta sisa-sisa tanaman yang rusak sebagai petunjuk bahwa di
sekitar daerah tersebut kemungkinan besar sebagai tempat tinggal babi hutan dan sesuai
untuk berburu.

c. Racun
Penggunaan racun disarankan merupakan pilihan terakhir, mengingat efek samping yang
ditimbulkan oleh racun yang digunakan.
Bahan Aktif Aldicarb Nama Dagang Temik konsentrat 2 gr termik dan 10 G/potong umpan
ubi kayu, ubi jalar.

2. Pengendalian Tidak Langsung


a. Pembuatan Parit border dengan ukuran minimal dalam 1,5 m dan lebar 1,5 m
b. Pembuatan Pagar Individu paa tanaman muda (kawat berduri ataupun seng)

LANDAK
Landak merupakan salah satu hama perkebunan kelapa sawit khususnya di daerah
pengembangan. Pakan dari landak adalah umbi-umbian, kangkung, dan beberapa tanaman
yang berbatang lunak lainnya termasuk kelapa sawit muda.
Hama ini merusak tanaman kelapa sawit muda dengan cara mengerat pangkal batang dan
memakan jaringan umbut kelapa sawit tersebut. Apabila bagian tanaman kelapa sawit yang
terserang sangat berat dapat mengakibatkan kematian tanaman.Landak aktif pada malam hari
dan bersembunyi di dalam lorong-lorong di dalam tanah. Pengendalian hama ini dilakukan
seperti mengendalikan babi hutan sekaligus yaitu dengan pemagaran tanaman kelapa sawit
secara individual misalnya dengan pelepah kelapa sawit sebanyak tiga tingkat.
E. RAYAP TANAH Coptotermes curvignathus.
1. Habitat
Tanah gambut merupakan salah satu habitat utama rayap tanah Coptotermes curvignathus.
Jenis rayap lain yang banyak ditemukan di tanah gambut adalah Macrotermes gilvus.
Karena lahan gambut merupakan habitat utama Coptotermes curvignathus maka tanaman
kelapa sawit yang di tanam di daerah tersebut sangat beresiko terserang hama tersebut.
Serangan C. curvignathus merusak kedalam jaringan hidup tanaman dan akan
mengakibatkan kematian tanaman jika rayap mencapai titik tumbuh tanaman. Sedangkan
Macrotermes gilvus hanya berpengaruh terhadap tanaman jika membangun koloni didekat
batang karena mengganggu perakaran dan dapat mengakibatkan pohon tumbang. Jika koloni
M. gilvus jauh dari pohon maka keberadaannya tidak perlu dikhawatirkan karena jenis rayap
ini hanya memakan jaringan yang mati.

2. Pengendalian
a. Mekanis

 Mengumpulkan/menyingkirkan eks batang dan akar kayu


 Membongkar sarang rayap di tanah dan tanaman mati

b. Biologis

 Predator (semut, kecoa, capung,labah2, ikan, kodok, ular)


 Parasit dari jenis tungau (Cosmogilvus, Histiotoma, Lemaniella)
 Patogen (NPV, Nematode, Bakteri, Jamur)

c. Kimiawi
Penggunaan Termisida/Insektisida Kimia (fipronil 1 x per tahun dan khlopirifos 2 x per
tahun).
Tenaga sensus siap dengan larutan termisida menggunakan alat knapsack sprayer atau
gembor. jika ditemukan pohon terserang rayap, langsung diaplikasi setelah disanitasi terlebih
dahulu. pohon aplikasi diberi tanda silang dengan cat warna putih selanjutnya dicatat dalam
lembar formulir sensus, hal ini untuk memudahkan evaluasi dan penentuan rotasi sensus
aplikasi dengan sistem barrier, yaitu dengan cara menyemprot atau menyiram secara merata
pada pangkal batang dan piringan pohon terserang zona aplikasi pada piringan adalah radius
50 cm, dan pada pangkal batang sampai tinggi 50 cm dari tanah

Anda mungkin juga menyukai