Anda di halaman 1dari 11

PRAKTIK KOORDINASI DAN HASIL RISET

Manajemen Pendidikan
Oleh
Ni Putu Mayra Miranti
1813011009
npmayra@gmail.com
ABSTRAK

Koordinasi ialah proses mengintegrasikan (memadukan), menyederhanakan


pelaksanaan tugas yang terpisah-pisah secara terus-menerus untuk mencapai tujuan secara
efektif dan efisien. Karakteristik koordinasi yang efektif diantaranya tujuan berkoordinasi
tercapai dengan memuaskan semua pihak terkait, koordinator sangat proaktif dan
stakeholders kooperatif, tidak ada yang mementingkan diri sendiri atau kelompoknya
(egosektoral), tidak terjadi tumpang-tindih tugas, kornitmen semua pihak tinggi, informasi
keputusan mengalir cepat ke semua pihak yang ada dalam sistem jaringan koordinasi, tidak
merugikan pihak-pihak yang berkoordinasi, pelaksanaan tepat waktu, semua masalah
terpecahkan, tersedianya laporan tertulis yang lengkap dan rinci oleh masing- masing
stakeholders. Rendahnya koordinaasi tanpa dari gejala bahwa masing-masing yang terlibat
dengan dunia pendidikan masih berjalan sendiri-sendiri. Praktik koordinasi dibidang
pembangunan juga masih kurang baik. Hal ini dikarenakan pada jalan yang sama terjadi
bongkar pasang sehingga terjadi pemborosan. Sunaryo,dkk. (1996:25) menemukan bahwa
para pengusaha di dunia usaha dan dunia industri kurang senang koordinasi dengan Kepala
SMK dalam rangka Pendidikan Sistem Ganda (PSG) karena merasa hanya direpotkan dan
tidak memberikan keuntungan finansial bagi perusahaan atau industrinya.

Kata Kunci: Koordinasi, Praktik Koordinasi, Hasil Riset

1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai makhluk sosial manusia yang juga merupakan makhluk organisasional
tentu dalam menjalabi kehidupan tidak dapat lepas kaitannya dengan koordinasi dengan
manusia lain. (Malone, Crowston, & Herman, 2003: 2) menyatakan bahwa makna dari
koordinasi yaitu kerjasama, kolaborasi, persaingan yang dimana memiliki konotasi
sendiri. Sutisna (dalam Husaini, 2013: 488) mendefinisikan koordinasi ialah proses
mempersatukan sumbangan-sumbangan dari orang-orang, bahan, dan sumber-sumber
lain ke arah tercapainya maksud-maksud yang telah ditetapkan. Organisasi menurut
Gullick (1957) mengandung koordinasi, dengan definisinya, “Organisasi adalah alat
saling hubungan satuan-satuan kerja yang memberikan mereka kepada orang-orang
yang ditempatkan dalam struktur wewenang sehingga pekerjaan dapat dikoordinasikan
oleh perintah para atasan kepada para bawahan, yang menjangkau dari puncak sampai
ke bawah dan seluruh organisasi”. Sependapat dengan Gullick, Scott (1962)
mendefinisikan organisasi formal adalah suatu sistem mengenal kegiatan-kegiatan yang
dikoordinasikan dan sekelompok orang yang bekerja sama ke arah satu tujuan bersama
di bawah wewenang dan kepemimpinan.
Dari definisi yang telah dipaparkan diatas terutama oleh Gullick dan Scrottdapat
ditarik kesimpulan bahwa koordinasi merupakan haal yang sangat penting dan perlu
diperhtikan oleh sebuah organisasi baik itu organisasi besar maupun kecil, organisasi
sederhana maupun kompleks.
“The establishment of a coordination system for higher education was one of the
majoraims of the Government of Namibia when it created the National Council for
Higher Educatio (NCHE) in 2003” (Matengu, Likando, & Kangumu, 2014:83)
Matengu dkk menyatakan bahwa dengan adanya sistem koordinasi untuk
pendidikan tinggi salah satu tujuan pemerintah Namibia saat membuat Dewan Nasional
untuk Pendidikan Tinggi (NCHE) pada tahun 2003. Pentingnya koordinasi yang
harmonis di tingkat pendidikan dengan tujuan untuk memposisikan institusi pendidikan
saling berkoordinasi agar dapat membantu lulusannya menghadapi persaingan yang
semakin ketat.
Hal ini berarti koordinasi merupakan hal yang sangat penting dan sangat
diperlukan dalam sebuah organisasi, karena setiap kegiatan yang dilaksanakan pasti
sangat perlu melakukan sebuah koordinasi utnuk mencapai tujuan bersama. Sebagai

2
salah satu fungsi manajemen, adanya koordinasi adalah untuk menghubungkan bagian
yang satu dengan bagian yang lain sehingga tercipta suatu kegiatan yang terpadu serta
mengarah pada tujuan umum lembaga pendidikan. Dengan adanya koordinasi dalam
suatu organisasi, diharapkan tidak ada tugas atau pekerjaan yang tumpang-tindih.
Namun skarang ini, praktik koordinasi di Indonesia masih sangat kurang, dapat
dibuktikan dari beberapa hasil riset yang akan say bahas di bawah. Oleh karena itu,
penulis akan membahas mengenai praktik koordinasasi, dan hasil risetnya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakan yang diuraikan diatas, dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimana praktik koordinasi di Indonesia ?
1.2.2 Bagaimana praktik koordinasi dalam dunia pendidikan ?
1.2.3 Bagaimana hasil risetnya ?

1.3 Tujuan Penulisan


Terkait dengan rumusan masalah di atas, maka penyusunan makalah ini
memiliki tujuan sebagai berikut:
1.3.1 Untuk mengetahui praktik koordinasi di Indonesia.
1.3.2 Untuk mengetahui praktik koordinasi dalam dunia pendidikan.
1.3.3 Untuk mengetahui hasil risetnya.

1.4 Manfaat Penulisan


Penyusunan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1.4.1 Bagi penulis, untuk menambah wawasan mengenai koordinasi, praktik
koordinasi dan hasil risetnya
1.4.2 Bagi mahasiswa, untuk menambah motivasi dan meningkatkan
kreatifitas serta minat untuk mempelajari tentang koordinasi.
1.4.3 Bagi dosen, dapat dijadikan referensi dalam penilaian mahasiswa
terhadap tugas.

3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Koordinasi


Koordinasi berasal dari kata coordination, co dan ordinare yang berarti to
regulate. Dari pendekatan empirik yang dikaitkan dengan etimologi, koordinasi
diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh berbagai pihak yang sederajat (equal in
rank or order, of the same rank or order, not subordinate) untuk saling memberi
informasi dan mengatur (menyepakati) hal tertentu
(Malone et al. 2003:2) menyatakan bahwa makna dari koordinasi yaitu
kerjasama, kolaborasi, persaingan yang dimana memiliki konotasi sendiri. Sutisna
(Husaini, 2013: 488) mendefinisikan koordinasi ialah proses mempersatukan
sumbangan-sumbangan dari orang-orang, bahan, dan sumber-sumber lain ke arah
tercapainya maksud-maksud yang telah ditetapkan. Koordinasi dapat diartikan
mengintegrasikan atau menghubungkan bersama berbagi organisasi untuk
menyelesaikan serangkaian tugas yang harus diselesaikan bersama atau tugas kolektif
(Malone et al. 2003:2). Anonim (dalam Husaini,2003: 488) mendefinisikan bahwa
koordinasi ialah suatu sistem dan proses interaksi untuk mewujudkan keterpaduan,
keserasian, dan kesederhanaan berbagai kegiatan inter dan antarinstitusi-institusi di
masyarakat melalui komunikasi dan dialog-dialog antarberbagai individu dengan

4
menggunakan sistem informasi managemen dan teknologi informasi. Malone and
Crownstone menyatakan:

“Defined coordination as a mechanism for allocating resources, structuring


informational flows, organizing activity when multiple, connected actors pursue
common goals ,and managing dependencies, such as shared resources and task
assignments, between activities” (Ito, 2012: 2).

Artinya:
Koordinasi didefinisikan sebagai mekanisme untuk mengalokasikan sumber daya,
menyusun informasi yang diperlukan , mengatur aktivitas organisasi atau pihak-pihak
yang terkait untuk mencapai tujuan suatu organisasi tersebut dengan baik dan
mengelola sumber daya yang ada dan tugas-tugas.
Koordinasi menurut Chung & Megginson (1981) dapat didefinisikan sebagai
proses motivasi, memimpin, dan mengomunikasikan bawahan untuk mencapai tujuan
organisasi. Sutisna (1989) mendefinisikan koordinasi ialah proses mempersatukan
sumbangan-sumbangan dari orang-orang, bahan, dan sumber-sumber lain ke arah
tercapainya maksud-maksud yang telah ditetapkan. Anonim (2003) mendefinisikan
koordinasi ialah suatu sistem dan proses interaksi untuk mewujudkan keterpaduan,
keserasian, dan kesederhnaan berbagai kegiatan inter dan antar institusi-institusi di
masyarakat melalui komunikasi dan dialog-dialog antar berbagai individu dengan
menggunakan sistem informasi manajemen dan teknologi informasi. Koordinasi ialah
rangkuman dari keseluruhan kemampuan yang berkaitan dengan reaksi terhadap
gerakan dan keterampilan yang menantang dan rumit, yang kemudian ditunjukkan
dalam bentuk perilaku, dan mampu belajar atau mengajar.(Altinkök 2016:1050).
Berdasarkan pendapat para ahli-ahli diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksudkan
dengan koordinasi ialah proses mengintegrasikan (memadukan), menyederhanakan
pelaksanaan tugas yang terpisah-pisah secara terus-menerus untuk mencapai tujuan
secara efektif dan efisien.
2.2 Tujuan dan Manfaat Koordinasi
Adapun manfaat koordinasi adalah sebagai berikut:
1. Mewujudkan KISS (Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi, dan Simplifikasi) agar
tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien.
2. Manager pendidikan mampu mengintegrasikan dan mensinkronkan
pelaksanaan tugas-tugasnya dengan stakeholders pendidikan yang saling

5
bergantungan, semakin besar ketergantungan dari unit-unit, semakin besar pula
kebutuhan akan pengorganisasian.
3. Agar manager pendidikan mampu mengintegrasikan kegiatan fungsional dinas
pendidikan dan tujuan-tujuan dari unit organisasi yang terpisah-pisah untuk
mencapai tujuan bersama dengan sumber daya yang terbatas secara efektif dan
efisien.
4. Adanya pembagian kerja di mana semakin besar pembagian kerja, semakin
diperlukan pengkoordinasian sehingga tidak terjadi tumpang-tindih pekerjaan yang
menyebabkan pemborosan.
5. Mengembangkan dan memelihara hubungan yang baik dan harmonis di antara
kegiatan-kegiatan, baik fisik maupun nonfisik dengan stakeholder.
Tujuan koordinasi yaitu sebagai berikut :
1. Untuk mengarahkan dan menyatukan semua tindakan serta pemikiran
kea rah tercapainya sasaran perusahaan
2. Untuk menjuruskan keterampilan spesialis kea rah sasaran perusahaan
3. Untuk menghindari kekosongan dan tumpang tindih pekerjaan
4. Untuk menghindari kekacauan dan penyimpangan tugas dari sasaran
5. Untuk mengintegrasikan tindakan kea rah sasaran organisasi atau
perusahaan
6. Untuk menghindari tindakan overlapping fari sasaran perusahaan
2.3 Jenis Koordinasi
Jenis-jenis koordinasi yaitu:
1. Koordinasi vertikal.
Koordinasi vertical ialah koordinasi yang dilakukan oleh kepala sekolah kepada
atasannya atau dengan bawahannya.
2. Koordinasi fungsional.
Koordinasi fungsional ialah koordinasi yang dilakukan oleh kepala sekolah dengan
kepala sekolah lainnya yang tugasnya saling berkaitan berdasarkan asas fungsional.
Koordinasi fungsional dibedakan atas koordinasi fungsional horizontal, koordinasi
fungsional diagonal, koordinasi fungsional teritorial.
3. Koordinasi institusional.
Koordinasi ini dilakukan oleh kepala sekolah dengan beberapa instansi yang
menangani satu urusan tertentu yang bersangkutan.

BAB III

6
PEMBAHASAN

3.1 Praktik Koordinasi di Indonesia


Koordinasi adalah sebuah kata yang mudah diucapkan tetapi sulit dilaksanakan,
didalam bukunya, Husaini menyatakan bahwa masalah rendahnya koordinasi tampak
dari adanya gejala bahwa masing-masing yang terlibat dengan dunia pendidikan masih
berjalan sendiri-sendiri. Jika ditinjau dari sudut sejarah, nenek moyang kita sejak dahulu
kala senang mengadakan rapat koordinasi (rakor) dengan mewariskan paguyuban,
keke1uargaan, gotong royong dan bhinneka tunggal ika, dan bersatu kita teguh bercerai
kita runtuh. Akan tetapi, mengapa warisan itu mulai luntur? Yang ditandai dengan masih
lemahnya koordinasi kerja di antara kita. Dahulu para nenek moyang kita selalu
melakukan pengkoordinasasian yang baik. Tetapi dengan berkembangnya zaman dan
tingkat ego individu yang semakin tinggi menyebabkan dalam organisasi sekarang,
praktik koordinasi yang dilakukan semakin rendah.
Adapun beberapa contohnya praktik koordinasi yang rendah dilakukan di
Indonesia contohnya bidang pembangunan. Koordinasi di bidang pembangunan juga
belum baik. Hal ini dibuktinya terjadi pada jalan yang baru saja diselesaikan Dinas
Pekerjaan Umum, dibongkar kembali oleh Telkorm untuk memasang kabel. Setelah
permasangan kabel selesai, jalan tersebut diperbaiki sehingga keadaannya baik
kembali. Selanjutnya, dibongkar kembali oleh PDAM untuk memasang instalasi air
minum. Setelah pemasangan instalasi air minum selesai, jalan tersebut diperbaiki
sehingga keadaan baik kembali. Selanjutnya, dibongkar kembali oleh PLN untuk
memasang instalasi listriknya. Setelah pemasangan instalasi listrik selesai, jalan tersebut
diperbaiki sehingga keadaannya baik kembali. Selanjutnya, dibongkar kembali oleh
Dinas Pekerjaan Umum untuk rnemasang instalasi pembuangan air kotor. Setelah
pemasangan instalasi air kotor selesai, jalan tersebut diperbaiki sehingga keadaannya
baik kembali. Selanjutnya, dibongkar kembali oleh Dinas Pertamanan untuk menanam
pohon dan atau rnembuat taman. Setelah penanaman pohon dan pernbuatan taman
selesai, jalan tersebut diperbaiki sehingga keadaannya baik kembali. Selanjutnya,
dibongkar kembali oleh Kepolisian untuk memasang lampu pengatur lalu lintas. Setelah
pemasangan pengatur lampu lalu lintas selesai, jalan tersebut diperbaiki sehingga
keadaannya baik kembali. Jadi, pada jalan yang sama sampai terjadi bongkar pasang.
Setiap bongkar dan pasang membutuhkan waktu, tenaga, dana dari rakyat yang tidak

7
sedikit (Usman 2013). Itu membuktikan bahwa praktik koordinasi si Indonesia masih
kurang
3.3 Praktik Koordinasi Dalam Dunia Pendidikan
Koordinasi adalah bagian penting di antara anggota-anggota atau unit-unit
organisasi yang pekerjaannya saling bergantung. Orang-orang yang berkoordinasi di
lingkungan sekolah adalah mereka yang termasuk dalam sumber daya pendidikan.
Sumber daya pendidikan meliputi :

1. Sumber daya manusia (kepala sekolah, guru, pegawai TU, siswa,


pengawas termasuk aparat Dinas Pendidikan, lainnya).

2. Sumber daya lain. Seperti peralatan, perlengkapan, uang dan bahan,


perangkat lunak (struktur organisasi, peraturan perundang-undangan, deskripsi
tugas, rencana, program), dan harapan-harapan (visi, misi, tujuan, dan sasaran
yang ingin dicapai pendidikan).

Koordinasi di bidang pendidikan terutama penggunaan fasilitas bersama yang


masih belum berjalan baik. Misalnya, setiap jurusan punya laboratorium komputer.
Penggunaannya jarang memperhitungkan use factor. Ada kecenderungan lebih banyak
menganggurnya daripada dipakai sehingga terjadilah pemborosan. Koordinasi data
pendidikan juga belum baik, buktinya, data pendidikan penduduk yang ada di BKKBN
berbeda dengan yang ada di Badan Pusat Statistik, dan keduanya berbeda pula dengan
data yang ada di Depdiknas.
Demikian pula dalam perencanaan ketenagakerjaan, tampaknya belum ada
koordinasi antara kebutuhan tenaga kerja terdidik dari Kementerian Ketenagakerjaan
Indonesia, Dinas Tenaga Kerja di daerah, dengan Kementerian Pendidikan, dan
Kebudayaan dan Dinas Pendidikan di daerah. Contohnya, tidak ada data yang pasti
tentang jumlah sarjana yang dibutuhkan (demand) di Indonesia untuk 5 sampai 10 atau
20 tahun ke depan dari Kementerian Ketenagakerjaan Indonesia dan Dinas Tenaga
Kerja di daerah.

3.1 Hasil Riset


Sunaryo, dkk (dalam Husaini, 2003:499) menemukan bahwa para pengusaha di
DUDI (Dunia Usaha dan Dunia Industri) kurang senang koordinasi dengan Kepala
SMK dalam rangka Pendidikan Sistem Ganda (PSG). Dalam mengatasi kurang baiknya

8
koordinasi antara kepala SMK dengan para pengusaha di dunia usaha dan industri,
penelitian Mutaqin,dkk. (dalam Husaini, 2003:499) menemukan bahwa para pengusaha
di dunia usaha dan industri dan para kepala SMK mengharapkan adanya peraturan
perundang-undangan yang mengatur koordinasi antara SMK dengan dunia usaha dan
dunia industri. Sedangkan penelitian Herminarto,dkk. Menemukan bahwa secara formal
belum ada koordinasi antara para kepala SMK dengan para pengusaha dunia usaha dan
dunia industri.
Sunaryo,dkk. dalam (Usman 2003) menemukan bahwa para pengusaha di dunia
usaha dan dunia industri kurang senang koordinasi dengan Kepala SMK dalam rangka
Pendidikan Sistem Ganda (PSG) karena merasa hanya direpotkan dan tidak
memberikan keuntungan finansial bagi perusahaan atau industrinya. Menurut I.W.
Djatmiko menunjukkan bahwa kondisi pengajaran di Sekolah Menengah Kejuruan
dalam melaksanakan Pendidikan Sistem Ganda masih kurang memuaskan segala pihak
yang terkait karena masih kurangnya koordinasi antara pihak SMK dengan dunia usaha
dan dunia industri.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dalam pembahasan diatas adalah :
1. Praktik koordinasi di Indonesia masih rendah, dapat dilihat dalam
bisang pembangunan di Indonesia seperti pembangunan jaan dimana jalan
dibongkar pasang beberapa kali mulai dari keperluan PDAM, PLN dan
kepolisian. Hal ini dikarenakan pada jalan yang sama terjadi bongkar pasang
sehingga terjadi pemborosan.

9
2. Rendahnya koordinaasi tanpa dari gejala bahwa masing-masing yang
terlibat dengan dunia pendidikan masih berjalan sendiri-sendiri.
3. Sunaryo, dkk dalam (Usman 2003) menemukan bahwa para pengusaha
di DUDI (Dunia Usaha dan Dunia Industri) kurang senang koordinasi dengan
Kepala SMK dalam rangka Pendidikan Sistem Ganda (PSG)
4.2 Saran
Koordinasi merupakan sebuah aspek penting karena didalamnya terdapat sebuah
komunikasi untuk memberikan wewenang dari atasan kepada bawahan agar kegiatan-
kegiatan didalam organisasi tersebut berjalan dengan baik. Maka dari itu, diharapkan
bagi semua pihak, melakukan koordinasi atau pemberian wewenang terhadap masing-
masing pihak lainnya dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Altinkök, Mustafa. 2016. “The Effects of Coordination and Movement Education on Pre
School Children’s Basic Motor Skills Improvement.” Universal Journal of
Educational Research 4(5):1050–58.

Ito, Hiroshi. 2012. “Jomtien to Jomtien: The Evolving Coordination Process of Education for
All 1990-2011.” International Education Studies 5(5).

Malone, Thomas W., Kevin Crowston, and George A. Herman, eds. 2003. Organizing
Business Knowledge: The MIT Process Handbook. Cambridge, Mass: MIT Press.

Matengu, Kenneth, Gilbert Likando, and Bennett Kangumu. 2014. “Governance and
Coordination of the Higher Education System in Namibia: Challenges and Prospects.”
P. 4 in FIRE: Forum for International Research in Education. Vol. 1.

10
Usman, Husaini. 2003. Manajemen: Teori, Praktik, Dan Riset Pendidikan. 4th ed. jakarta:
bumi aksara.

Usman, Husaini. 2013. Manajemen: Teori, Praktik, Dan Riset Pendidikan. 4th ed. jakarta:
bumi aksara.

11

Anda mungkin juga menyukai