Anda di halaman 1dari 11

JOURNAL READING

SUSPECTED APPENDICITIS
(CLINICAL PRACTICE)
Diajukan untuk memenuhi syarat dalam mengikuti Program Pendidikan
Profesi Bagian Ilmu Bedah di RSUD Kebumen

Diajukan kepada Yth:


dr. Adi Purnomo, Sp.B

Disusun oleh:
Citra Kusuma Putri, S. Ked
NIM: 07711061

FAKUTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2012
SUSPEK APENDISITIS

Sekarang ini wanita usia 22 tahun datang ke instalasi gawat darurat dengan
nyeri abdomen akut kuadran kanan bawah pada dengan durasi 18 jam. Pada
pemeriksaan fisik, didapatkan demam, dengan nyeri saat palpasi dalam pada
kuadran kanan bawah, dan tanpa tanda peritoneal. Pemeriksaan pelvis ditemukan
nyeri adneksa kanan tanpa massa. Bagaimana seharusnya pasien ini dievaluasi?

PERMASALAHAN KLINIS
Kira-kira 3,4 juta pasien dengan nyeri abdomen datang ke instalasi gawat
darurat di Amerika Serikat setiap tahunnya. Beberapa penyebab nyeri mulai dari
proses jinak sampai kelainan akut yang mengancam jiwa. Ketepatan diagnosis
dan penatalaksanaan terhadap kondisi tersebut jika tertunda penanganannya dapat
menyebabkan konsekuensi berat.
Lebih dari 250.000 apendektomi dilakukan di Amerika Serikat setiap
tahunnya, merupakan operasi abdomen yang yang paling sering dilakukan pada
bagian emergensi. Meskipun diagnosis apendisitis pada laki-laki muda yang
mengalami nyeri abdomen biasanya langsung tegak, pertimbangan diagnosis akan
lebih luas pada wanita premenopause dengan presentasi klinis yang sama. Selain
itu, nyeri abdomen pada pasien usia lanjut sering menunjukan tantangan diagnosis
oleh karena terlambat datang ke pelayanan kesehatan atau kesulitan mendapatkan
riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang akurat. Keterlambatan diagnosis dan
penatalaksanaan apendisitis dihubungkan dengan peningkatan jumlah kasus
perforasi, dengan hasil peningkatan angka morbilitas dan mortalitas, waktu
intervensi sangatlah penting.
Untuk meminimalkan resiko perforasi akibat apendisitis ketika pasien
menunggu penanganan, spesialis bedah umumnya melakukan laparotomi awal,
meskipun tanpa diagnosis definitif. Kira-kira 20 persen pasien yang menjalani
laparotomi eksplorasi karena suspek apendisitis, memiliki apendiks normal.
Ketika pasien usia lanjut atau wanita dan ditemukan tanda dan gejala apendisitis,
angka kesalahan menangani nyeri kuadran kanan bawah mencapai 40 persen.
Dalam usaha meningkatkan akurasi terhadap diagnosis, observasi pasien,

2
laparoskopi, dan diagnosis pencitraan digunakan saat presentasi klinis masih
belum pasti.

STRATEGI DAN BUKTI


Riwayat dan Pemeriksaan Fisik
Anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan dasar diagnosis dalam
mengevaluasi nyeri abdomen kuadran kanan bawah. Meskipun tidak ada aspek
gambaran klinis yang akurat sebagai prediktor adanya penyakit, kombinasi
beberapa tanda dan gejala dapat mendukung diagnosis. Sensitifitas dan
spesifisitas tanda dan gejala umum apendisitis ditampilkan pada tabel 1. Tiga
tanda dan gejala yang paling prediktif untuk apendisitis akut adalah nyeri kuadran
kanan bawah, kekakuan abdomen, dan nyeri berpindah dari periumbilikal ke
kuadran kanan bawah. Durasi nyeri didefinisikan sebagai waktu onset munculnya
gejala, munculnya prediktor penting, sejak pasien dengan appendisitis memiliki
nyeri singkat yang signifikan dibandingkan pasien dengan kelainan lainnya.

Pada wanita dengan apendisitis, kesalahan diagnosisnya antara lain pelvic


inflamatory disease (PID), gastroenteritis, nyeri perut yang tidak diketahui
penyebabnya, infeksi saluran kemih, ruptur folikel ovarium, dan kehamilan
ektopik. Pada penelitian retrospektif tanda dan gejala yang membedakan
apendisitis dan PID pada wanita yang datang ke IGD dengan nyeri perut, temuan

3
yang paling memprediksikan PID yaitu riwayat penyakit, riwayat discharge
vagina, pemeriksaan discharge vagina, gejala saluran kemih, kelainan pada
urinalisis, nyeri diluar kuadran kanan bawah, dan nyeri goyang portio. Riwayat
anoreksi tidak mendukung dalam membedakan apendisitis dan PID.

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan sebagai evaluasi awal pada kuadran
kanan bawah untuk mengetahui atau memastikan kelainan spesifiknya. Pada
semua wanita usia repoduktif yang menunjukan nyeri abdomen akut, kadar β-
human chorionic gonadotropin serum perlu diukur untuk memastikan uterus atau
kehamilan ektopik. Walaupun kira-kira 70-90 persen pasien dengan apendisitis
akut mengalami peningkatan leukosit, leukositosis juga merupakan beberapa
karakteristik nyeri abdomen akut dan penyakit pelvis, dan keduanya memiliki
spesitifitas rendah untuk mendiagnosis apendisitis akut. Penggunaan angka
leukosit saja untuk membuat keputusan penatalaksanaan kasus suspek apendisitis
mungkin menghasilkan kesalahan diagnosis atau pembedahan yang tidak perlu.
Sekitar 10 persen pasien dengan nyeri abdomen yang datang ke IGD
memiliki penyakit saluran kemih. Urinalisis mungkin memastikan kemungkinan
penyebab urologi nyeri abdomen. Meskipun proses inflamasi apendisitis akut
mungkin menyebabkan pyuria, hematuria, atau bakteriuria sebanyak 40 persen
pasien, angka eritrosit urin mencapai 30 sel per lapangan pandang atau angka
leukosit mencapai 20 sel per lapangan pandang menunjukan kelainan saluran
kemih.

Observasi dan Laparoskopi


Saat riwayat dan pemeriksaan fisik konsisten dengan diagnosis apendisitis,
apendektomi dapat dilakukan tanpa memerlukan evaluasi lanjutan. Jika gambaran
klinis awal tidak mendukung diperlukannya pembedahan segera, pasien perlu
diobservasi 6-10 jam untuk mengklarifikasi diagnosisnya. Tindakan ini dapat
mengurangi laparotomi yang tidak perlu tanpa menyebabkan peningkatan angka
perforasi apendiks. Tetapi, dengan diagnosis akurat menggunakan CT,

4
penggunaan CT sejak awal dapat mengurangi biaya dan penggunaan sumber daya
rumah sakit dibandingkan strategi observasi.
Laparoskopi diagnostik mendukung untuk mengklarifikasi diagnosis kasus
yang belum jelas dan menunjukan penurunan angka apendektomi yang tidak
perlu. Hal ini lebih efektif untuk pasien wanita, saat penyebab nyeri ginekologi
diidentifikasi sekitar 10-20 persen dari keseluruhan pasien. Walaupun,
laparoskopi diagnosis merupakan prosedur invasif dengan angka komplikasi 5
persen, yaitu pada kasus yang menggunakan anestesi umum.

Radiografi Konvensional
Radiografi abdomen memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang rendah
untuk mendiagnosis apendisitis akut. Sama dengan, pemeriksaan kontras enema
memiliki keakuratan yang rendah. Di zaman pencitraan cross-sectional, tidak ada
pemeriksaan yang menjadi alat diagnosis utama apendisitis akut.

Ultrasonografi
Penelitian menggunakan USG memiliki sensitifitas 75-90 persen,
spesifisitas 86-100 persen, dan nilai prediktif positifnya 89-93 persen untuk
diagnosis apendisitis akut, dengan keakuratan 90-94 persen. Selain itu, USG
dapat mengidentifikasi diagnosis alternatif, seperti pyosalpinx atau torsio
ovarium, terhadap 33 persen wanita yang dicurigai apendisitis. Meskipun
apendisitis dapat tegak jika gambaran USG apendiks normal, apendiks normal
tampak pada kurang dari 5 persen pasien. Kebanyakan dokter ragu membuat
keputusan klinis ketika apendiks tak tampak saat pencitraan. Oleh karena itu,
kegagalan melihat apendiks, apakah terjadi kelainan ataukah normal, hanyalah
keterbatasan penggunaan USG untuk diagnosis apendisitis.

5
Computed Tomografi
Dengan kemajuan CT, termasuk multislice spiral CT, seluruh bagian
abdomen dapat dipindai dengan potongan tipis resolusi tinggi selama satu periode
menahan napas. Pemindaian terbatas pada gerakan dan kesalahan artefak dan
biasanya tampak berkualitas tinggi, gambar apendiks dan jaringan periapendiks
beresolusi tinggi. Pada pasien suspek apendisitis, spiral CT memiliki sensitifitas
90-100 persen, spesifisitas 91-99 persen, dengan nilai prediktif positif 95-97
persen, dan keakuratan 94-100 persen. Review retrospektif pada 650 pasien
dewasa dengan gambaran klinis sugestif apendisitis akut, CT memiliki sensitifitas
97 persen, spesifisitas 98 persen, dan keakuratan 98 persen, dengan diagnosis
alternatif pada 66 persen pasien.
CT juga membuktikan keakuratan pada pasien yang belum jelas
diagnosisnya. Pada sebuah penelitian, 107 pasien di IGD yang mengalami nyeri
kuadran kanan bawah tetapi temuan klinis dan pemeriksaan fisik belum jelas
kemudian dievaluasi menggunakan CT scan dengan kontras. Semua pasien yang

6
menjalani apendektomi, dan pemeriksaan histologi dibandingkan dengan CT scan.
CT memiliki sensitifitas 92 persen, spesifisitas 85 persen, dan nilai prediktif
positif 95 persen, dengan keakuratan 90 persen.
Temuan CT untuk diagnosis apendisitis, seperti distensi apendiks,
penebalan dinding apendiks, inflamasi periapendiks, ada pada gambar 2. Sejak
CT dapat menampilkan gambaran abdomen dan pelvis, diagnosis alternatif dapat
diidentifikasi. Diagnosis alternatif tidak terbatas pada kolitis, diverkulitis,
obstruksi usus halus, inflammatory bowel disease, kista adneksa, kolesistitis akut,
pankreatitis akut, dan obstruksi ureter.

CT vs USG
Dua penelitian prospektif secara langsung membandingkan efektifitas CT
dengan USG pada dewasa menunjukan keutamaan CT dalam menegakakn
diagnosis apendisitis. Dalam sebuah penelitian, 100 pasien dengan suspek
apendisitis menjalani pemeriksaan radiologi, tanpa memperhatikan derajat

7
kebenaran diagnosis berdasarkan riwayat dan pemeriksaan fisik. Setelah
dibandingkan dengan USG, sensitifitas CT lebih besar (96% vs 76%), keakuratan
lebih besar (94% vs 83%), dan nilai prediktif negatif yang lebih tinggi (95% vs
76%). Terdapat sedikit perbedaan spesifisitas (89% untuk CT dan 91% untuk
USG) dan nilai prediktif positif (masing-masing 96% dan 95%). Pada pasien
yang tidak mengalami apendisitis, diagnosis alternatif lebih sering dideteksi oleh
CT daripada USG. Dalam hal ini terdapat interpretasi yang berlawanan pada
temuan CT dan USG, temuan pada CT seringnya lebih benar dibandingkan USG.
Abses dan flegmon juga dapat dideteksi dengan CT.
Temuan serupa juga dialporkan dalam penelitian prospekstif pada 120
pasien dengan gambaran klinis apendisitis yang belum jelas. CT dan USG
memiliki sensitifitas 95% dan 87%, spesifisitas 89% dan 74%, nilai prediktif
positif 97% dan 92%, nilai prediktif negatif 83% dan 63%. Pada pasien yang
tidak mengalami apendisitis akut, diagnosis alternatif yang tepat lebih sering
dideteksi menggunakan CT dibanding dengan USG. CT mendeteksi abses pada
15% pasien, dimana USG hanya mendeteksi abses pada 9% pasien. Tidak
terdapat perbedaan keakuratan diagnosis antara laki-laki dan wanita baik yang
menggunakan CT maupun USG.

Efek Pencitraan pada Hasil


Walaupun CT lebih menunjukan sensitifitas dan spesitifitas untuk
mendiagnosis apendisitis akut, penelitian retrospektif terhadap keputusan
managemen dan angka apendektomi yang tidak perlu memiliki hasil yang
berlawanan. Meskipun, penelitian prospektif secara langsung menjawab
pertanyaan tersebut. Sebuah penelitian prospektif mengevaluasi CT pada 100
pasien dengan suspek apendisitis dengan rencana managemen awal pembedahan
segera atau rencana observasi. Rencana awal dibandingkan dengan tindakan
setelah dilakukannya CT. Keakuratan CT mendiagnosis apendisitis 98%, dan
menyebabkan perubahan managemen pada 59 pasien, termasuk menghindari
apendektomi yang tidak perlu, mencegah dilakukannya observasi (berdasarkan
temuan CT normal), pembedahan yang tepat (berdasarkan temuan CT apendisitis)
dan identifikasi proses penyakit alternatif. Perhitungan biaya apendektomi yang

8
tidak perlu, observasi pasien satu hari, kemudian dilakukan CT, penggunaan CT
saja akan menghemat biaya kira-kira $447/ pasien.
Penelitian lain terhadap 99 pasien dengan konsultasi bedah diperoleh
karena suspek apendisitis. Setelah rencana managemen awal dilakukan, semua
pasien menjalani CT dan USG di kuadran kanan bawah. Kira-kira 2 jam setelah
itu, pasien dievaluasi ulang secara klinis, dan penatalaksanaan bedasarkan hasil
pencitraan. Tim bedah menudian menentukan keputusan akhir, menggunakan
semua informasi yang tersedia. 44 pasien yang awalnya dijadwalkan untuk
apendektomi, 49 pasien dilakukan observasi, dan 6 pasien dipulangkan. Pada 44
pasien yang awalnya akan dilakukan pembedahan, kombinasi CT dan evaluasi
klinis ulang menyebabkan 6 pasien batal dilakukan apendektomi, tidak ditemukan
apendisitis; semuanya wanita. 18 wanita yang awalnya akan dilakuakan
pembedahan, 9 (50%) diantaranya mengalami apendisitis. Enam dari 9 pasien
yang tidak mengalami apendisitis tidak melakukan pembedahan setelah
dikonfimasi dengan CT, hal ini mengurangi angka apendektomi yang tidak perlu
daro 50% (9 dari 18) menjadi 17 % (3 dari 18), dan perbedaanya secara statistik
sangat signifikan. Faktanya hanya 50% wanita yang awalnya akan menjalani
pembedahan benar-benar mengalami apendisitis menekankan sulitnya
menegakkan diagnosis yang tepat pada wanita.
Sebaliknya, 26 pasien laki-laki, yang awalnya akan menjalani
pembedahan, 24 pasien (92%) mengalami apendisitis dan 2 pasien (8%) tidak.
Hasil tambahan dari CT tidak mempengaruhi keputusan untuk mengoperasi
pasien-pasien ini. Tidak ada laki-laki atau wanita yang hanya menjalani USG
batal melakukan pembedahan.
Pada 49 pasien yang direncanakan observasi, temuan CT dikombinasi
dengan pemeriksaan fisik ulang, menyebabkan 13 pasien dipulangkan dan 10
pasien mengalami apendektomi segera. Hal ini menyebabkan biaya CT,
observasi, dan apendektomi (pada kedua pasien yang mengalami apendisitis dan
tidak) penulis menghitung bahwa hal ini dapat menghemat biaya rata-rata sampai
$206/pasien.

9
Area yang Belum Pasti
Walaupun CT dapat dilakukan menggunakan kontras iodinat intravena
atau kontras enterik ini masih menjadi kontroversial. Penelitian terbaru
menunjukan bahwa kontras intravena dapat menggambarkan penebalan dinding
apendiks sama baiknya seperti mendeteksi inflamasi didalam dan sekitar
apendiks, meningkatkan kakuratan diagnosis. Tujuan utama penggunaan kontras
enterik untuk mengidentifikasi dengan pasti ileum terminal dan caecum, ileitis
terminal hampir menyerupai apendisitis baik secara klinis maupun radiologi.
Kontras enterik dapat dilakukan secara oral maupun rektal. Beberapa pencitraan
yang mendukung pada regio apendiks; pencitraan yang lainnya mendukung
seluruh abdomen dan pelvis. Teknik spiral CT dengan ketebalan potongan tidak
lebih dari 5 mm merupakan gambaran yang akurat untuk apendisitis akut. Selain
itu, teknik pencitraan, keterampilan dan pengalaman radiolog mempengaruhi
kegunaan pemeriksaan.

Guidelines
Untuk pengetahuan kami, tidak ada organisasi medis mayor memiliki
guideline spesifik untuk mengevaluasi pasien dengan nyeri akut kuadran kanan
bawah.

Kesimpulan dan Saran


Untuk mengevaluasi nyeri akut kuadran kanan bawah merupakan
permasalahn klinis yang sering terjadi. Diagnosis menitikberatkan pada
keakuratan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Gambar 3 menunjukan hasil
temuan kami. Pasien, laki-laki maupun wanita, dengan nyeri abdomen akut yang
berpindah dari umbilikal ke kuadran kanan bawah dan dihubungkan dengan nyeri
tekan kuadran kanan bawah harus segera dibawa ke ruang operasi untuk dilakukan
apendektomi. Keakuratan diagnosis yang diharapkan kenyataannya mencapai
95% dan mungkin tidak diperlukannya pemeriksaan radiologis. Jika gambaran
klinis belum jelas atau jika tidak terdapat suspek massa atau perforasi dengan
pembentukan abses, kami menyarankan CT untuk membantu menegakkan
diagnosis pada pasien dengan deskripsi klinis seperti diatas. CT menunjukan

10
keunggulannya dibanding USG transabdominal untuk mengidentifikasi
apendisitis, berhubungan dengan abses dan diagnosis alternatif. Kami
menyarankan penggunaan USG untuk mengevaluasi pasien wanita hamil dan
wanita dengan suspek penyakit ginekologi.

Hasil pencitraan secara luas menggolongkan hasil positif, yang tidak


menentukan, atau negatifuntuk apendisitis. Jika gambaran menunjukan adanya
apendisitis, kami menyarankan untuk tidak menunda apendektomi. Jika apendiks
tidak tampak atau hasil tidak menentukan hasilnya, kami menyarankan observasi
klinis dan pemeriksaan fisik ulang atau laparoskopi, dengan intervensi yang tepat.
Pada kahirnya, jika CT tidak menunjukan kelainan lain atau tidak adanya
abnormalitas lainnya, maka tidak diperlukan apendektomi, dan penatalaksanaan
suprotif, atau penatalaksanaan alternatif yang tepat dapat dilakukan. Strategi ini
dapat mengurangi biaya observasi, sejak CT normal dapt menyingkirkan
apendisitis dengan tingkat akurasi yang tinggi. Kami percaya dengan mengikuti
guideline ini dapat meningkatkan keakuratan diagnosis, intervensi tepat waktu,
mengurangi apendektomi yang tidak perlu, dan secara besar mengurangi biaya
pencitraan yang tidak perlu atau observasi.

11

Anda mungkin juga menyukai