Anda di halaman 1dari 6

Nama : Nina Karina Br Sembiring

Nim : 4173121034

Kelas : Fisika Dik C 2017

Matkul : Fisika SMA

Contoh miskonsepsi siswa tentang pengukuran dan meminimalisirnya

Pada dasamya, dalam suatu pengukuran terdapat dua jenis kesalahan, yaitu kesalahan
sistematis dan kesalahan random (acak). Sebelum membahas kedua jenis kesalahan ini, akan dibahas
lebih dulu sumber-sumber kesalahan.

1. Kesalahan alami . Biasanya, suatu pengukuran dilakukan di lingkungan yang tidak dapat
dikontrol. Efek suhu, tekanan atmosfer, angin, gravitasi bumi pada alat ukur akan
menimbulkan kesalahan-kesalahan pada hasil pengukuran.
2. Kesalahan alat : Pengukuran, baik yang dilakukan dengan alat ukur yang sederhana maupun
alat ukur yang canggih, tetap saja memungkinkan terjadinya kesalahan, misalnya karena
ketidaksampumaan pembuatan alat ukumya di pabrik atau kesalahan kalibrasi.

3. Kesalahan manusia : Karena manusia secara langsung terlibat dalam pengukuran, dan cukup
banyak unsur subjektif dalam diri manusia, maka kesalahan yang diakibatkan oleh manusia
sangat mungkin terjadi dalam pengukuran. Sistem otomatisasi dan digitalisasi telah
mengurangi sumber kesalahan yang berasal dari manusia ini. Contoh kesalahan yang
ditimbulkan oleh manusia adalah kesalahan paralaks.

4. Kesalahan hitung : Kesalahan hitung meliputi cukup banyak hal, misalnya tentang jumlah
angka penting yang berbeda-beda dari beberapa hasil pengukuran, kesalahan pembulatan hasil
pengukuran, dan penggunaan faktor konversi satuan.

Contoh kesalahan sistematik adalah ketika meteran plastik yang digunakan tukang bangunan
untuk mengukur jarak antara dua titik memanjang karena panas, diameter ban mobil bukan diameter
sebenamya yang akan menghasilkan bacaan jarak tempuh pada odometer mobil, dan lain sebagainya.
Karena kesalahan sistematik bisa dilacak sumbemya, maka kesalahan sistematik bias dikoreksi atau
dikurangi.

Cara untuk mengurangi kesalahan sistematik adalah dengan mendesain pengukuran secara
teliti, termasuk misalnya mengisolasi lingkungan di mana percobaan atau pengukuran dilakukan.
Tentu saja, kemungkinan terjadinya kesalahan sistematik tetap ada, walaupun percobaan telah
dirancang dengan sangat teliti. Cara lain untuk mengurangi kesalahan sistematis adalah dengan
melakukan kalibrasi pada alat ukur. Kalibrasi berarti bahwa kita menggunakan alat ukur yang kita
miliki untuk mengukur beberapa nilai besaran yang sudah diketahui, kemudian membandingkan
hasilnya.

Untuk lebih jelas mengenai kesalahan sistematis ini, simak dengan seksama bagaimana
kesalahan sistematis yang timbul dalam pengukuran berat badan dengan timbangan digital berikut ini.
Seseorang mungkin menganggap bahwa sebuah neraca digital yang digunakan untuk mengukur berat
benda menunjukkan hasil yang sangat eksak karena teknologinya yang sudah digital.

Pada saat belum ada beban, temyata neraca tersebut menunjukkan an: -1,1 gram. Ketika
empat buah koin 25-gram ditambahkan satu per sebagai beban, diperoleh hasil pengukuran berturut-
turut 24,2, 49,5, 74. dan 100,1 gram. Angka -1,1 gram merupakan kesalahan dari alat yang disel juga
sebagai kesalahan tetap. Kita harus menambahkan 1,1 gram untuk seti; hasil penimbangan beban,
sehingga hasil penimbangan yang dilakukan h; dikoreksi oleh kesalahan tetap ini, yaitu 25,3, 50,6,
76,0, dan 101,2 gr;

Sampai di sini, kita harus mulai menginterpretasikan data yang peroleh agar bisa kita
manfaatkan dengan tepat. Jika kita bagi 50,6 deng; 2, kita peroleh 25,3, angka yang sama dengan hasil
penimbangan satu beh Jika kita bagi 76,0 dengan 3, kita peroleh 25,33, hampir sama dengan untuk
satu dan dua beban. Dan jika kita bagi 101,2 dengan 4, kita perol 25,3 juga. Jika koin-koin ini dibuat
di pabrik dengan ukuran masing-masii 25 gram, maka kita peroleh kesalahan sistematik +0,3 gram,
atau +1,2 gr; untuk tiap 100 gram. Kesalahan ini disebut kesalahan sistematik karei mengikuti suatu
“sistem” atau “aturan”. Kesalahan ini dapat diprediksi, d; mengikuti suatu aturan matematis, yaitu
suatu hubungan linear antara beb; dan kesalahannya. Dalam kasus ini, kesalahan alat sama dengan
1,2/100 = 0,1 per hasil yang ditunjukkan.

Sekarang, berapakah berat (sebenamya massa) yang sesungguhnya dari hasil penimbangan
sebuah benda, yang ketika ditimbang menunjukkan ang 144,5 gram? Pertama, kita tambahkan hasil
ini dengan kesalahan konst; 1,1 gram, sehingga menjadi 145,6 gram. Hasil ini harus kita kurangi
dengan kesalahan sistematisnya yaitu 0,012 x 144,5 = 1,734 gram, sehingga ber; (atau massa) yang
sesungguhnya adalah 145,6 – 1,734 = 143,9 gra (dibulatkan).
NAMA : MONARISA NAPITUPULU

NIM : 4173121030

KELAS : FISIKA DIK C 2017

MATKUL : FISIKA SMA

Contoh Miskonsepsi Siswa Pada Pengukuran

1. Contohnya pada mikrometer sekrup

Cara membaca mikrometer sekrup


1. Yang pertama silahkan letakkan mikrometer sekrup satu arah sehingga bisa dilihat dengan
jelas.
2. Baca skala utama dari mikrometer sekrup tersebut, dibagian atas garis menunjukkan angka
bulat mm seperti 1 mm dan seterusnya, sedangkan pada garis skala bawah menunjukkan
bilangan 0.5 mm.

Dari gambar diatas, garis skala atas menunjukan angka 5 mm dan garis skala bagian bawah
menunjukan 0,5 mm, Jumlahkan kedua hasil diatas maka skala utama pada mikrometer diatas
menunjukan angka 5,5 mm.
3. Selanjutnya baca skala nonius atau skala putarnya yaitu garis yang berada tepat segaris
dengan garis pembagi pada skala utama. Pada gambar di atas, skala nonius menunjukan
angka 30 dikalikan dengan 0,01 mm sehingga skala noniusnya menunjukan 0,30 mm.
4. Kemudian jumlahkan hasil pengukuran dari skala utama dengan hasil pengukuran dari
skala nonius misalnya 5,5 mm + 0,3 mm = 5,8 mm.

Miskonsepsi yang terjadi :

Siswa sulit memahami cara pembacaan hasil pengukuran pada mikrometer sekrup, terutama
cara pembacaan skala nonius dan skala utamanya dan cara menghitung hasil akhirnya.

a. Bentuk atau cara meminimalisir miskonsepsi pada mikrometer sekrup yaitu dengan cara
mendemostrasikan secara langsung bagai mana pengunaan dan bagaimana cama
membaca hasil pengukuran menggunakan mikrometer sekrup kepada sisswa.
b. Bentuk yang kedua yaitu dengan membaca langsung sumber referensi yang benar-benar
sesuai dengan pengunaan mikrometersekrup yang sebenarnya.

2. Gambarkan mikrometer sekrup yang memperlihatkan hasil pengukuran 5,03


Jawab :
NAMA : REGINA YESGIA PURBA

NIM : 4173321042

KELAS : FISIKA DIK C 2017

MATKUL : FISIKA SMA

1. Contoh Miskonsepsi Siswa Pada Pengukuran

Pada Jangka Sorong

Cara membaca jangka sorong

Cara menghitung :

4,7 cm + 0,4 mm = 4,74 cm

Misalnya bingung menjumlahkannya ya tinggal di konfersikan dahulu ke satuan mm. 4,7 cm


= 47 mm. Kemudian 47 mm + 0,4 mm = 47,4 mm.

Nah nilai 47,4 mm = 4,74 cm. Kan kalau mm menjadi cm adalah dibagi dengan 10.

Miskonsepsi yang sering terjadi adalah saat melakukan kesalahan mengkalibrasi, kesalahan
mengunci sekrup pengunci pada rahang geser, kesalahan membaca skala utama dan skala nonius
dengan posisi mata tegak lurus, beberapa siswa salah dalam menuliskan hasil pengukuran, kesalahan
menuliskan skala utama, dan beberapa siswa salah menuliskan skala nonius . Dari situ dapat
disimpulkan adanya miskonsepsi karena kurangnya pemahaman siswa untuk mengunakan dan
melihat hasil dari jangka sorong.
2. Gambarkan mikrometer sekrup yang memperlihatkan hasil pengukuran 5,03

Anda mungkin juga menyukai