SPMM
SPMM
NEUROLOGI
1
2
EPILEPSI
ICD G40
KRITERIA DIAGNOSIS :
Klinis :
Suatu keadaan neurologik yang ditandai oleh bangkitan epilepsi yang berulang, yang
timbul tanpa provokasi. Sedangkan bangkitan epilepsi sendiri adalah suatu manifestasi
klinik yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang abnormal, berlebihan dan
sinkron, dari neuron yang (terutama) terletak pada korteks serebri. Aktifitas
paroksismal abnormal ini umumya timbul intermiten dan ‘self-limited’.
Sindroma epilepsi adalah penyakit epilepsi yang ditandai oleh sekumpulan gejala yang
timbul bersamaan (termasuk tipe bangkitan, etiologi, anatomi, faktor presipitan usia
awitan, beratnya penyakit, siklus harian dan prognosa)
2. Umum
A. Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan)
a) Benign neonatal familial convulsions
b) Benign neonatal convulsions
c) Benign myoclonic epilepsy in infancy
d) Childhood absence epilepsy (pyknolepsy)
e) Juvenile absence epilepsy
f) Juvenile myoclonic epilepsy (impulsive petit mal)
g) Epilepsies with grand mal (GTCS) seizures on awakening
h) Others generalized idiopathic epilepsies not defined above
i) Epilepsies with seizures precipitated by specific modes of activation
B. Kriptogenik / Simptomatik
a) West syndrome (infantile spasms, blizt Nick-Salaam Krampfe)
b) Lennox-Gastaut syndrome
c) Epilepsy with myoclonic-astatic seizures
d) Epilepsy with myoclonic absence
3
C. Simptomatik (dengan etiologi yang spesifik atau nonspesifik)
a) Dengan etiologi yang Nonspesifik
Early myoclonic encephalopathy
Early infantile epileptic encephalopathy with suppression burst
Other symptomatic generalized epilepsies not defined above
b) Sindroma spesifik
Bangkitan epilepsi yang disebabkan oleh penyakit lain
4. Sindrom khusus
Bangkitan yang berhubungan dengan situasi
a) Febrile convulsion
b) Isolated seizures atau isolated status epilepticus
c) Seizures occurring only when there is an acute metabolic or toxic event,
due to factors such as alcohol, drugs, eclampsia, nonketotic
hyperglycemia
2. Bangkitan Umum
A. Bangkitan Lena (absence) & atypical absence
B. Bangkitan Mioklonik
C. Bangkitan Klonik
4
D. Bangkitan Tonik
E. Bangkitan Tonik-klonik
F. Bangkitan Atonik
Radiologi
1. Computed Tomography (CT) Scan kepala dengan kontras
2. Magnetic Resonance Imaging kepala (MRI)
3. Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS) : merupakan pilihan utama untuk
epilepsi
4. Functional Magnetic Resonance Imaging
5. Positron Emission Tomography (PET)
6. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT)
Gold Standard
1. EEG iktal dengan subdural atau depth EEG
2. Long term video EEG monitoring
Patologi Anatomi
Hanya khas pada keadaan tertentu seperti hypocampal sclerosis dan mesial temporal
sclerosis
5
DIAGNOSIS BANDING
1. Bangkitan Psychogenic
2. Gerak Involunter (Tics, headnodding, paroxysmalchoreoathethosis/dystonia,
benign sleep myoclonus, paroxysmal torticolis, startle response, jitterness, dll)
3. Hilangnya tonus atau kesadaran (sinkop, drop attacks, TIA, TGA, narkolepsi,
attention deficit)
4. Gangguan respirasi (apnea, breath holding, hiperventilasi)
5. Gangguan perilaku (night terrors, sleepwalking, nightmares, confusion,
sindroma psikotik akut)
6. Gangguan persepsi (vertigo, nyeri kepala, nyeri abdomen)
7. Keadaan episodik dari penyakit tertentu (tetralogy speels, hydrocephalic spells,
cardiac arrhythmia, hipoglikemi, hipokalsemia, periodic paralysis, migren, dll)
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Pemilihan obat anti epilepsi (OAE) sangat tergantung pada bentuk bangkitan dan
sindroma epilepsi, selain itu juga perlu dipikirkan kemudahan pemakaiannya.
Penggunaan terapi tunggal dan dosis tunggal menjadi pilihan utama. Kepatuhan
pasien juga ditentukan oleh harga da efek samping OAE yang timbul
Antikonvulsan Utama :
1. Fenobarbital : dosis 2 – 4 mg / kgBB / hari
2. Phenitoin : 5 – 8 mg / kgBB / hari
3. Karbamasepin : 20 mg / kgBB / hari
4. Valproate : 30 – 80 mg / kgBB /hari
6
e. Sindroma epilepsi spesifik yang ringan, seperti kejang demam, BECT
f. Bangkitan yang diprovokasi oleh kurang tidur
Acetozolamide, clobazam,
clonazepam, ethosuximide,
felbamate, gabapentin,
Fenitoin, karbamazepin
Bangkitan parsial lamotrigine,
(terutama untuk CPS) asam
(sederhana atau kompleks) levetiracetam,
valproat
oxcarbazepine, tiagabin,
topiramate, vigabatrin,
phenobarbital, pirimidone
Karbamazepin, fenitoin,
Bangkitan umum sekunder Idem diatas
asam valproat
Acetozolamide, clobazam,
clonazepam, ethosuximide,
felbamate, gabapentin,
Karbamazepin, fenitoin,
Bangkitan umum tonik lamotrigine,
asam valproat,
klonik levetiracetam,
phenobarbital
oxcarbazepine, tiagabin,
topiramate, vigabatrin,
pirimidone
Clobazam, clonazepam,
ethosuximide, lamotrigine,
Bangkitan mioklonik Asam valproat
phenobarbital, pirimidone,
piracetam
Penghentian OAE : dilakukan secara bertahap setelah 2 – 5 tahun pasien bebas kejang,
tergantung dari bentuk bangkitan dan sindroma epilepsi yang di derita pasien (Dam,
1997). Penghentian OAE dilakukan secara perlahan dalam beberapa bulan
7
STATUS EPILEPTIKUS
(ICD G 41.0)
(Epilepsy Foundation of America’s Working Group on Status Epilepticus)
Adalah bangkitan yang berlangsung lebih dari 30 menit atau dua atau lebih bangkitan,
dimana diantara dua bangkitan tidak terdapat pemulihan kesadaran. Penanganan
kejang harus dimulai dalam 10 menit setelah awitan suatu kejang.
Stadium Penatalaksanaan
Memperbaiki fungsi kardio-respiratorik
Stadium I (0 -10 menit)
Memperbaiki jalan nafas, pemberian oksigen, resusitasi
Menentukan etiologi
Bila kejang berlangsung terus 30 menit setelah pemberian
Stadium III diazepam pertama, beri phenytoin iv 15-18 mg/kgBB
(0 – 60 – 90 menit) dengan kecepatan 50 mg/menit
Memulai terapi dengan vasopresor bila diperlukan
Mengoreksi komplikasi
8
Tindakan :
1. Operasi
▪ Indikasi operasi :
a. Fokal epilepsi yang intraktabel terhadap obat obatan
b. Sindroma epilepsi fokal dan simptomatik
▪ Kontraindikasi :
a. Penyakit neurologik yang progresif (baik metabolik maupun
degeneratif)
b. Sindroma epilepsi yang benigna, dimana diharapkan terjadi remisi
dikemudian hari
▪ Kontraindikasi relatif :
a. Ketidak patuhan terhadap pengobatan
b. Psikosis interiktal
c. Mental retardasi
PENYULIT
Prognosis pengobatan pada kasus kasus baru pada umumnya baik, pada 70-80% kasus
bangkitan kejang akan berhenti dalam beberapa tahun pertama. Setelah bangkitan
epilepsi berhenti, kemungkinan rekurensinya rendah, dan pasien dapat menghentikan
OAE.
Prognosis epilepsi akan menjadi lebih buruk bila terdapat hal-hal sebagai berikut :
a. Terdapat lesi struktural otak
b. Bangkitan epilepsi parsial
c. Sindroma epilepsi berat
d. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
e. Frekuensi bangkitan tonik-klonik yang tinggi sebelum dimulainya pengobatan
f. Terdapat kelainan neurologis maupun psikiatris
KONSULTASI
Konsultasi : (atas indikasi)
1. Bagian Psikiatri
2. Bagian Interna
3. Bagian Anak
4. Bagian Bedah Saraf
5. Bagian Anestesi (bila pasien masuk ICU)
9
JENIS PELAYANAN
1. Rawat jalan
2. Rawat inap
Indikasi rawat :
1. Status Epileptikus
2. Bangkitan berulang
3. Kasus Bangkitan Pertama
4. Epilepsi intraktabel
TENAGA
1. Spesialis saraf
2. Epileptologist
3. Electro encephalographer
4. Psycologist
5. Teknisi EEG
LAMA PERAWATAN
1. Pada kasus bukan status epileptikus : pasien dirawat sampai diagnosis
dapat ditegakkan
2. Pada status epileptikus : pasien dirawat sampai kejang dapat diatasi dan
pasien kembali ke keadaan sebelum status
10
11
STROKE
Definisi :
Stroke adalah keadan hilangnya sebagian atau seluruh fungsi neurologis (defisit
neurologik fokal atau global) yang terjadi secara mendadak, berlangsung lebih dari 24
jam atau menyebabkan kematian,yang semata-mata disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak karena berkurangnya suplai darah (stroke iskemik) atau
pecahnya pembuluh darah secara spontan (stroke perdarahan)
Pembagian Stroke
1. Etiologis :
1.1. Infark : aterotrombotik, kardioembolik, lakunar
1.2. Perdarahan : Perdarahan Intra serebral, Perdarahan Subarahnoid,
Perdarahan Intrakranial et causa AVM
2. Lokasi :
Sistem Karotis
Sistem Vertebrobasiler
Dasar Diagnosis :
1. Anamnesa dari pasien, keluarga atau pembawa pasien.
2. Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum
Kesadaran ( Glasglow Coma Scale / Kwantitas/ Kwalitas )
Tanda vital
Status generalis
Status neurologis
3. Alat Bantu Scoring ( Skala ) :
Siriraj Stroke Score ( SSS )
Algoritme Stroke Gajah Mada ( ASGM )
4. Pemeriksaan penunjang :
Pungsi Lumbal ( Bila neuroimejing tidak bersedia )
Neuroimejing : CT Scan, MRI, MRA, Angiografi, DSA
KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis :
• Anamnesis :
Defisit neurologis yang terjadi secara tiba – tiba, saat aktifitas/istirahat,
kesadaran baik/terganggu, nyeri kepala/tidak, muntah/tidak, riwayat hipertensi
( Faktor resiko stroke lainnya ) , lamanya (onset), serangan pertama/ulang .
• Pemeriksaan Fisik ( Neurologis dan Umum ) :
Ada defisit neurologis, hipertensi/hipotensi/normotensi .
12
Pemeriksaan penunjang
Tergantung gejala dan tanda, usia, kondisi pre dan paska stroke, resiko pemeriksaan,
biaya, kenyamanan pemeriksaan penunjang .
Tujuan : Membantu menentukan diagnosa, diagnosa banding, faktor resiko, komplikasi,
prognosa dan pengobatan.
Laboratorium
Dilakukan pemeriksaan Darah Perifer Lengkap (DPL), Gula Darah Sewaktu (GDS),
Fungsi Ginjal ( Ureum, Kreatinin dan Asam Urat), Fungsi Hati ( SGOT dan SGPT ),
Protein darah ( Albumin, Globulin), Hemostasis, Profil Lipid ( Kolesterol, Trigliserida,
HDL, LDL), Homosistein, Analisa Gas Darah dan Eletrolit. Jika perlu pemeriksaan
cairan serebrospinal.
Radiologis
• Pemeriksaan Rongten dada untuk melihat ada tidaknya infeksi paru maupun
kelainan jantung
• Brain CT – Scan tanpa kontras ( Golden Standard )
• MRI Kepala
Diagnosis Banding
1. Ensefalopati toksik atau metabolik
2. Kelainan non neurologis / fungsional ( contoh : kelainan jiwa )
3. Bangkitan epilepsi yang disertai paresis Todd’s
4. Migren Hemiplegik
5. Lesi struktural intrakranial ( hematoma subdural, tumor otak, AVM)
6. Infeksi ensefalitis, abses otak
7. Trauma kepala
8. Ensefalopati hipertensif
9. Sklerosis multiple
13
PENATALAKSANAAN / TERAPI
Penatalaksanaan Umum
1. Umum
Ditujukan terhadap fungsi vital : paru – paru, jantung, ginjal, keseimbangan
elektrolit dan cairan, gizi, higiene
2. Khusus
▪ Pencegahan dan pengobatan komplikasi
▪ Rehabilitasi
▪ Pencegahan Stroke : tindakan promotif, primer dan sekunder
Penatalaksanaan khusus
1. Stroke Iskemik / infark :
▪ Anti agregasi platelet : Aspirin, tiklopidin, klopidogrel, dipiridamol,
cilostazol
▪ Trombolitik : rt – PA ( harus memenuhi kriteria inklusi )
▪ Antikoagulan : heparin, LMWVH, heparinoid ( untuk stroke emboli )
( Guidelines stroke 2004 )
▪ Neuroprotektan
2. Perdarahan subarakhnoid :
▪ Antivasospasme : Nimodipin
▪ Neuroprotektan
3. Perdarahan intraserebral :
Konservatif :
▪ Memperbaiki faal hemostasis ( bila ada gangguan hemostasis )
▪ Mencegah / mengatasi vasospasme otak akibat perdarahan Nimodipine
▪ Neuroprotektan
Operatif : Dilakukan pada kasus yang indikatif / memungkinkan :
▪ Volume perdarahan lebih dari 30 cc atau diameter > 3 cm pada fossa
posterior
▪ Letak lobar dan kortikal dengan tanda – tanda peninggian TIK akut dan
ancaman herniasi otak
▪ Perdarahan serebellum
▪ Hidrosefalus akibat perdarahan intraventrikel atau serebellum
▪ GCS > 7
Terapi komplikasi :
Antiedema : larutan Manitol 20%
Antibiotika, Antidepresan, Antikonvulsan : atas indikasi
Anti trombosis vena dalam dan emboli paru
14
Terapi Nonfarmaka
Operatif
Philebotomi
Neurorestorasi (dalam fase akut ) dan Rehabilitasi Medik
Edukasi
KOMPLIKASI / PENYULIT
Fase Akut
Neurologis :
▪ Stroke susulan
▪ Edema Otak
▪ Infark berdarah
▪ Hidrosefalus
Non Neurologis :
▪ Hipertensi / Hiperglikemia reaktif
▪ Edema Paru
▪ Gangguan Jantung
▪ Infeksi
▪ Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Fase Lanjut
Neurologis : gangguan fungsi luhur
Non Neurologis : Kontraktur, Dekubitus, Infeksi, Depresi
KONSULTASI
Dokter Spesialis Penyakit Dalam( Ginjal / Hipertensi, Endokrin )
Kardiologi, bila ada kelainan organ terkait
Dokter Spesialis Bedah Saraf untuk kasus hemorhagis yang perlu dioperasi
( aneurisma, SVM, evakuasi hematom )
Gizi
Rehabilitasi medik ( setelah dilakukan prosedur Neurorestorasi dalam 3 bulan
pertama pasca onset )
JENIS PELAYANAN
Rawat inap : Stroke Corner, Stroke Unit atau Neurologic High Care Unit pada fase
akut
Rawat jalan pasca fase akut
TENAGA STANDAR
Dokter Spesialis Saraf, Dokter Umum, Perawat, Terapis
15
LAMA PERAWATAN
Stroke perdarahan : rata – rata 3 – 4 minggu ( tergantung keadaan umum
penderita )
Stroke Iskemik : 2 minggu bila tidak ada penyulit / penyakit lain
PROGNOSIS
Ad vitam
Tergantung berat stroke dan komplikasi yang timbul
Ad Funtionam
Penilaian dengan parameter :
Activity Daily Living ( Barthel Index )
NIH Stroke Scale ( NIHSS )
Resiko kecacatan dan ketergantungan fisik / kognitif setelah 1 tahun : 20 – 30 %
16
17
SEREBRITIS & ABSES OTAK
ICD G 06.0
DEFINISI / ETIOLOGI
Penumpukan material piogenik yang teralokalisir di dalam / di antara parenkim
otak
Etiologi :
▪ Bakteri ( yang sering ) :Staphylococcus aureus, streptococcus anaerob,
S.beta hemolitikus, S. Alfa henolotikus, E. Colo Bacteroides
▪ Jamur : N. Asteroides, Spesies candida, aspergillus
▪ Parasit ( jarang ) : E. Histolitika, Cystecircosis, schistosomiasis
Patogenesis
Mikroorganisme ( MO mencapai parenkim otak melalui :
Hematogen :dari suatu tempat infeksi yang jauh
Perluasan disekitar otak : sinusitis frontalis, otitis media
Trauma tembus kepala / operasi otak
Komplikasi dari kardiopulmoner, meningitis piogenik
20 % kasus tak diketahui sumber infeksinya
Lokasi :
Hematogen paling sering pada subtansia alba dan grisea
Perkontinutatum : daerah yang dekat dengan permukaan otak
Sifat :
Dapat soliter atau multiple. Yang multiple sering pada jantung bawaan sianotik
karena ada shunt kanan ke kiri
Tahap tahap :
Awal : Reaksi radang yang difus pada jaringan otak ( infiltrat leukosit, edema,
perlunakan dan kongesti ) kadang disertai bintik – bintik perdarahan
Beberapa hari – minggu : Nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga
membentuk rongga abses. Astroglia, fibroblas, makrofag mengelilingi jaringan
yang nekrotik sehingga terbentuk abses yang tidak berbatas tegas .
Tahap lanjut : fibrosis yang progresif sehingga terbentuk kapsul dengan dinding
yang konsentris
Stadium :
Serebritis dini ( hari I – III )
Serebritis lanjut ( hari IV – IX )
Serebritis kapsul dini ( hari X – XIII )
Serebritis kapsul lanjut ( > hari XIV )
18
KRITERIA DIAGNOSIS
Gambaran kliniknya tidak khas, kriteria terdapat tanda infeksi + TIK khas
terdapat trias : gejala infeksi + TIK + tanda neurologik fokal
Darah rutin : 50 – 60 % didapati leukositosis 10.000 – 20.000 / cm2
70 – 95 % LED meningkat
LP : bila tak ada kontraindikasi untuk kultur dan tes sensitifitas
Radiologi :
Foto polos kepala biasanya normal
CT – Scan kepala tanpa kontras dan pakai kontras bila abses berdiameter
> 10 mm
Angiografi
Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin ( leukosit, LED )
LP : bila tak ada kontraindikasi untuk kultur dan tes sensitifitas
Rontgen : Foto polos kepala, CT – Scan kepala tanpa kontras dan pakai kontras,
atau angiografi.
Diagnosis Pembanding
Space occupying lesion lainnya ( metastase tumor, glioblastoma )
Meningitis
Tatalaksana
Prinsipnya menghilangkan fokus infeksi dan efek massa
Kausal :
Ampicillin 2 gr/6 jam iv ( 200 – 400 mg/kg BB/hari selama 2 minggu )
Kloramfenicol 1 gr/6 jam iv selama 2 minggu
Metronidazole 500 mg/8 jam iv selama 2 minggu
Antiedema : dexamethason/ manitol
Operasi bila tindakan konservatif gagal atau abses berdiameter 2 cm
PENYULIT
Herniasi
Hidrosefalus obstruktif
Koma
19
PROGNOSIS
Sembuh, sembuh + cacat, atau meninggal
Prognosis : tergantung dari : umur penderita, lokasi abses dan sifat absesnya
20
MENINGITIS TUBERKULOSA
ICD A 17.0
DEFINISI ETIOLOGI
Meningitis tuberkulosa adalah reaksi peradangan yang mengenai selaput otak yang
disebabkan oleh kuman tuberkulosa
KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis
Didahului oelh gejala prodomal berupa nyeri kepala, anoreksia, mual/muntah, demam
subfebris, disertai dengan perubahan tingkah laku dan penurunan kesadaran, onset
subakut, riwayat penderita TB atau adanya fokus infeksi sangat mendukung.
Pemeriksaan Fisik
Tanda – tanda rangsangan meningeal berupa kaku kuduk dan tanda lasegue dan
kernig
Kelumpuhan saraf otak dapat sering dijumpai
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium : pemeriksaan LCS (bila tidak ada tanda – tanda
peninggian tekanan intrakranial ), pemeriksaan darah rutin, kimia, elektrolit
Pemeriksaan sputum BTA (+)
Pemeriksaan Radiologik
Foto polos paru
CT Scan kepala atau MRI dibuat sebelum dilakukan pungsi lumbal bila
dijumpai peninggian tekanan intrakranial
Pemeriksaan penunjang lain :
IgG anti TB ( untuk mendapatkan antigen bakteri diperiksa counter –
immunoelectrophoresis, radioimmunoassay atau teknik ELISA )
PCR
21
DIAGNOSIS BANDING
Meningoensefalitis karena virus
Meningitis bakterial yang pengobatannya tidak sempurna
Meningitis oleh karena infeksi jamur / parasit ( Cryptococcus neoformans atau
Toxoplasma gondii ), Sarkoid meningitis
Tekanan selaput yang difus oleh sel ganas, termasuk karsinoma, limfoma,
leukemia, glioma, melanoma, dan medulablastoma
TATA LAKSANA
Umum
Terapi kausal : Kombinasi Obat Anti Tuberkulosa ( OAT )
▪ INH
▪ Pyrazinamida
▪ Rifampicin
▪ Etambutol
Korikosteroid
PENYULIT / KOMPLIKASI
Hidrosefalus
Kelumpuhan saraf kranial
Iskemi dan infark pada otak dan mielum
Epilepsi
SIADH
Retardasi mental
Atrofi nervus optikus
PROGNOSIS
▪ Meningitis tuberkulosis sembuh lambat dan umumnya meninggalkan sekuele
neurologis
▪ Bervariasi dari sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, meninggal
22
RABIES
ICD A 82
DEFINISI / ETIOLOGI
Rabies adalah penyakit peradangan akut SSP oleh virus rabies, bermanifestasi sebagia
kelainan neurologi yang umumnya berakhir dengan kematian
KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis
Penderita mempunyai riwayat tergigit, tercakar atau kontak dengan anjing, kucing
atau binatang lainnya yang :
Positif rabies ( hasil pemeriksaan otak hewan tersangka )
Mati dalam waktu 10 hari sejak menggigit ( bukan dibunuh )
Tak dapat diobservasi setelah menggigit ( dibunuh, lari dan sebagainya )
Tersangka rabies ( hewan berubah sifat, malas makan, dll )
Gambaran klinik :
Stadium prodromal ( 2 – 10 hari )
Sakit dan rasa kesemutan di sekitar luka gigitan ( tanda awal rabies ), sakit
kepala, lemah, anoreksia, demam, rasa takut, cemas, agitasi
Stadium kelainan neurologis ( 2 – 7 hari )
Bentuk spastik : Peka terhadap rangsangan ringan, kontraksi otot farings
dan esofagus, kejang, aerofobia, hidrofobia, kaku kuduk, delirium,
semikoma, meninggal setelah 3 – 5 hari
Bentuk demensia
Kepekaan terhadap rangsangan bertambah, gila mendadak , dapat
melakukan tindakan kekerasan, koma, mati
Bentuk paralitik ( 7 – 10 hari )
Gejala tidak khas, penderita meninggal sebelum diagnosis tegak, terdapat monoplegi
atau paraplegi flaksid, gejala bulbar, kematian karena kelumpuhan otot nafas
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium : lekosit, hemtokrit, HB, Albumin urine dan lekosit
urine, likuor serebrospinal bila perlu
Pemeriksaan Radiolgik : Dapat dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala untuk
menyingkirkan kausa lain
Pemeriksaan penunjang lain : tidak ada
23
Urine
▪ Albuminuria
▪ Sedikit Lekosit
CSF : Protein dan sel normal atau sedikit meninggi
DIAGNOSIS BANDING
Intoksikasi obat – obatan
Ensefalitis
Tetanus
Histerikal pseudorabies
Poliomielitis
TERAPI
Bila sudah timbul gejala prodromal prognosis infaust dalam 3 hari
Terapi hanya bersifat simptomatis dan supportif ( infus Dextrose, antikejang )
Vaksin antirabies / serum antirabies : tidak diperlukan
KONSULTASI : Anestesi
LAMA PERAWATAN
Dirawat di kamar isolasi 1 – 10 hari ( umumnya penderita meninggal dunia dalam 1 – 2
hari perawatan )
24
PENATALAKSANAAN PENDERITA TERGIGIT ANJING ATAU HEWAN TERSANGKA DAN
POSITIF RABIES :
Catatan :
1. Penyuntikan dilakukan secara lengkap bila :
a. Hewan atau anjing yang menggigit positif rabies
b. Hewan atau anjing liar atau gila yang tidak dapat diobservasi atau hewan
tersebut dibunuh
2. Penyuntikan VAR tidak dilanjutkan apabila hewan atau anjing yang menggigit
penderita tetap sehat selama observasi sampai dengan 10 hari
3. Petugas ( tenaga medis atau Perawat ) harus memakai sarung tangan, pakaian
dan masker
4. Dokter / Perawat harus terlebih dahulu memberikan penjelasan secukupnya
tentang jumlah kali pemberian vaksin anti Rabies (VAR) / serum anti rabies
( SAR ), termasuk manfaat maupun efek samping yang mungkin timbul
5. Sebelum dilakukan vaksinasi dengan VAR / pemberian serum anti rabies ( SAR )
terhadap penderita terlebih dahulu dimintai persetujuan dari penderita ataupun
keluarga terdekat penderita atas pemberian vaksinasi / serum tersebut . Dalam
hal ini penderita atau keluarga terdekat penderita harus menandatangani surat
persetujuan ( informed consent) disaksikan oleh dua orang saksi termasuk dokter
/ perawat
Jenis
No INDIKASI TINDAKAN Boster Keterangan
VAR+Dosis
1. Luka Gigitan 1. Dicuci dengan air ---- ---- menunda
sabun (detergent) penjahitan
5 – 10 menit luka, jika
kemudian dibilas penjahitan
dengan air bersih. diperlukan
2. Alkohol 40 – 70 % gunakan anti
3. Berikan yodium, serum lokal.
betadin solusio Bila
atau senyawa diindikasikan
amonium dapat
kuartener 0,1 % diberikan
4. Penyuntikan SAR
25
secara infiltrasi Toxoid
sekeliling luka Tetanus,
antibiotik,
anti
inflamasi dan
analgetik
Hari 21 : 1 x 0,5 ml
suntikan deltoideus
intramuskuler kiri atau
kanan
26
deltoid
kiri
atau
kanan
5. Kasus gigitan ----
ulang :
A. Kurang Berikan VAR hari 0 Imovag, 0,5 ml IM
dari 1 thn verorab deltoideus umur
SMBV < 3 thn 0.1 ml
IC flexor lengan
bawah, umur >
3 thn 0.25 ml
IC flexor lengan
bawah
27
ENSEFALITIS VIRAL
ICD G 05
DEFINISI / ETIOLOGI
Suatu penyakit demam akut dengan kerusakan jaringan parenkim sistem saraf
pusat yang menimbulkan kejang, kesadaran menurun, atau tanda – tanda
neurologis fokal
Etiologi :
▪ Virus DNA
Poxviridae : Poxvirus
Herpetoviridae : Virus Herpes simpleks, Varicella Zoster,
virus sitomegalik
▪ Virus RNA
Paramiksoviridae : Virus Parotitis, Virus morbilli ( Rubeola )
Picornaviridae : Enterovirus, Virus Poliomielitis, Echovirus
Rhabdoviridae : Virus Rabies
Togaviridae : Virus ensefalitis alpha, Flavivirus ensefalitis
Jepang B, Virus demam kuning, Virus Rubi
Bunyaviridae : Virus ensefalitis California
Arenaviridae : KhoriomeningitisLimfositaria
Retroviridae : Virus HIV
KRITERIA DIAGNOSIS
Bentuk asimtomatik :
Gejala ringan, kadang ada nyeri kepala ringan atau demam tanpa diketahui
penyebabnya. Diplopia, vertigo, parestesi berlangsung sepintas. Diagnosis
ditegakkan dengan pemeriksaan cairan serebrospinal
Bentuk abortif :
Nyeri kepala, demam yang tidak tinggi, kaku kuduk ringan.Umumnya terdapat
infeksi saluran nafas bagian atas atau gastrointestinal.
Bentuk fulminan :
Berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari yang berakhir dengan
kematian . Pada stadium akut demam tinggi, nyeri kepala difus yang hebat,
apatis, kaku kuduk, disorientasi, sangat gelisah dan dalam waktu singkat masuk
ke dalam koma dalam. Kematian biasanya terjadi dalam 2 – 4 hari akibat
kelainan bulbar atau jantung
Bentuk khas ensefalitis :
Gejala awal nyeri kepala ringan, demam, gejala infeksi saluran nafas bagian
atas atau gastrointestinal selama beberapa hari. Kaku kuduk, tanda Kernig
positif, gelisah, lemah, dan sukar tidur. Defisit neurologis yang timbul
28
tergantung temapt kerusakan. Selanjutnya kesadaran menurun sampai koma,
kejang fokal atau umum, hemiparesis, gangguan koordinasi, kelainan
kepribadian, disorientasi, gangguan bicara dan gangguan mental.
Pemeriksaan Penunjang :
1. Pemeriksaan Laboratorium
▪ Pungsi lumbal ( bila tak ada kontra indikasi )
Cairan serebrospinal jernih dan tekanannya dapat normal atau
meningkat
Fase dini dapat dijumpai peningkatan sel PMN diikuti pleositosis
limfositik, umumnya kurang dari 1000/ul
Glukosa dan Klorida normal
Protein normal atau sedikit meninggi ( 80 – 200 mg/dl )
▪ Pemeriksaan darah
Lekosit : normal atau lekopeni atau lekositosis ringan
Amilase serum sering meningkat pada parotitis
Fungsi hati abnormal dijumpai pada hepatitis virus dan mononukleosis
infeksiosa
Pemeriksaan antibodi – antigen spesifik untuk HSV, cytomegalovirus
dan HIV
2. Pemeriksaan Radiologik
▪ Foto Thorax
▪ CT Scan
▪ MRI
DIAGNOSIS BANDING
Infeksi bakteri, mikrobakteri, jamur, protozoa
Meningitis tuberkulosa, meningitis karena jamur
Abses otak
Lues serebral
Intoksikasi timah hitam
Infiltrasi neoplasma ( Leukemia, Limfoma, Karsinoma )
TERAPI
Perawatan Umum
Anti udema serebri : Deksamethason dan Manitol 20 %
29
Atasi kejang : Diazepam 10 – 20 mg iv perlahan – lahan dapat diulang sampai 3
kali dengan interval 15 – 30 menit. Bila masih kejang berikan fenitoin 100 – 200
mg/ 12 jam/hari dilarutkan dalam NaCl dengan kecepatan maksimal 50 mg /
menit
Terapi kausal : Untuk HSV : Acyclovir
PENYULIT / KOMPLIKASI :
Defisit neurologis sebagai gejala sisa
Hidrosefalus
Gangguan mental
Epilepsi
SIADH
KONSULTASI :-
LAMA PERAWATAN :
Satu bulan bila tidak ada sequele neurologis
Minimal 1 ( satu ) minggu
30
MENINGITIS BAKTERIAL
ICD G 00
DEFINISI / ETIOLOGI
Meningitis bakterial (disebut juga meningitis piogenik akut atau meningitis
purulenta) adalah suatu infeksi cairan likuor serebrospinalis dengan proses
peradangan yang melibatkan piamater, arakhnoid, ruangan subarakhnoid dan
dapat meluas ke permukaan otak dan medula spinalis
Etiologi : Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis, H. Influenzae,
Staphylococci, Listeria monocytogenes, basil gram negatif
KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis
Gejala timbul dalam 24 jam setelah onset, dapat juga subakut antara 1 – 7 hari.
Gejala berupa demam tinggi, menggigil, sakit kepala, fotofobia, mialgia, mual,
muntah, kejang, perubahan status mental sampai penurunan kesadaran .
Pemeriksaan Fisik :
Tanda – tanda rangsang meningeal
Papil edema biasanya tampak beberapa jama setelah onset
Gejala neurologis fokal berupa gangguan saraf kranialis
Gejala lain : infeksi ekstrakranial misalnya sinusitis, otitis media, mastoiditis,
pneumonia, infeksi saluran kemih, arthritis ( N. Meningitidis )
Pemeriksaan Penunjang :
Laboratorium
▪ Lumbal pungsi
▪ Pemeriksaan Likuor
▪ Pemeriksaan kultur likuor dan darah
▪ Pemeriksaan darah rutin
▪ Pemeriksaan kimia darah (gula darah, fungsi ginjal, fungsi hati) dan elektrolit
darah
Radiologis
▪ Foto polos paru
▪ CT Scan kepala
Pemeriksaan penunjang lain : pemeriksaan antigen bakteri spesifik seperti C Reaktive
Protein atau PCR ( Polymerase Chain Reaction ).
31
Pemeriksaan Likuor : Tekanan meningkat > 180 mmH2O, Pleiositosis lebih dari
1.000/mm3 dapat sampai 10.000/mm3 terutama PMN, Protein meningkat lebih
dari 150 mg/dl dapat > 1.000 mg/dl, Glukosa menurun < 40 % dari GDS. Dapat
ditemukan mikroorganisme dengan pengecatan gram.
Pemeriksaan darah rutin : Lekositosis, LED meningkat
DIAGNOSIS BANDING
Meningitis Virus, Perdarahan Subarakhnoid, Meningitis khemikal, Meningitis TB,
Meningitis Leptospira, Meningoensefalitis Fungal
TATALAKSANA
Perawatan Umum
Kausal : Lama Pemberian 10 – 14 hari
32
Bila bakteri penyebab tidak dapat diketahui, maka terapi antibiotika empiris sesuai
dengan kelompok umur, harus segera dimulai
Terapi tambahan : Dianjurkan hanya pada penderita dengan resiko tinggi,
penderita dengan status mental sangat terganggu, edem otak atau TIK meninggi
yaitu dengan Deksamethason 0,15 mg / kg BB/ 6 jam / IV selama 4 hari dan
diberikan 20 menit sebelum pemberian antibiotik.
Penanganan peningkatan TIK :
Meninggikan letak kepala 30o dari tempat tidur
Cairan hiperosmoler : manitol dan gliserol
Hiperventilasi untuk mempertahankan pCO2 antara 27 – 30 mmHg
PENYULIT :
Gangguan serebrovaskuler
Edema otak
Hidrosefalus
Perdarahan otak
Shock Sepsis
ARDS ( Adult Respiratory Distress Syndrome )
Disseminated Intravascular Coagulation
Efusi subdural
SIADH
33
TETANUS
ICD X : A 35
DEFINISI
Penyakit sistem saraf yang perlangsungannya akut dengan karakteristik spasme tonik
persisten dan eksaserbasi singkat.
KRITERIA DIAGNOSIS
Hipertoni dan spasme otot
Trismus, risus sardonikus, otot leherkaku dan nyeri, opistotonis dinding
perut tegang, anggota gerak spastik.
Lain-lain : Kesukaran menelan, asfiksia dan sianosis, nyeri pada otot-otot
di sekitar luka
Kejang tonik dengan kesadaran tidak terganggu
Umumnya ada luka / riwayat luka
Retensi urine dan hiperpireksia
Tetanus lokal
Pemeriksaan Penunjang
Bila memungkinkan, periksa bakteriologik untuk menemukan C. tetani.
EKG bila ada tanda-tanda gangguan jantung.
Foto toraks bila ada tanda-tanda komplikasi paru-paru.
DIAGNOSIS BANDING
Kejang karena hipokalsemia
Reaksi distonia
Rabies
Meningitis
Abses retrofaringeal, abses gigi, subluksasi mandibula
Sindrom hiperventilasi / reaksi histeri
Epilepsi / kejang tonik klonik umum
TATA LAKSANA
IVFD dektrose 5 % : RL = 1 : 1 / 6 jam
Kausal :
▪ Antitoksin tetanus :
a. Serum anti tetanus (ATS) diberikan dengan dosis 20.000
IU/hari/i.m. selama 3 – 5 hari. TES KULIT SEBELUMNYA. Atau
b. Human Tetanus Immunoglobulin (HTIG). Dosis 500 – 3.000 IU/I.M
tergantung beratnya penyakit. Diberikan Single Dose.
34
▪ Antibiotik
a. Metronidazole 500 mg/8 jam drips i.v
b. Ampisilin dengan dosis 1 gr/8 jam i.v. (TES KULIT SEBELUMNYA)
Bila alergi terhadap Penisilin dapat diberikan :
Eritromisin 500 mg/6 jam/oral, atau
Tetrasiklin 500mg/6 jam/oral.
▪ Penanganan luka :
Dilakukan cross incision dan irigasi menggunakan H2O2
Simtomatis dan supportif
Diazepam
Setelah masuk rumah sakit, segera diberikan diazepam dengan
dosis 10 mg i.v. perlahan 2 – 3 menit. Dapat diulangi bila
diperlukan.
Dosis maintenance : 10 ampul = 100 mg/500 ml cairan dikocok
setiap 30 menit
Setiap kejang diberikan bolus diazepam 1 ampul/i.v perlahan
selama 3 – 5 menit, dapat diulangi setiap 15 menit sampai
maksimal 3 kali. Bila tak teratasi segera rawat di ICU
Bila penderita telah bebas kejang selama 48 jam maka dosis
diazepam diturunkan secara bertahap 10% setiap 1 – 3 hari
(tergantung keadaan ). Segera setelah intake peroral
memungkinkan maka diazepam diberikan peroral dengan frekuensi
pemberian setiap 3 jam
Oksigen, diberikan bila terdapat tanda – tanda hipoksia, distress
pernafasan, sianosis
Nutrisi
Diberikan TKTP dalam bentuk lunak, saring, atau cair. Bila perlu
diberikan melalui pipa nasogastrik
Menghindari tindakan/perbuatan yang bersifat merangsang termasuk
rangsangan suara dan cahaya yang intensitasnya bersifat intermitten .
Mempertahankan/membebaskan jalan nafas : pengisapan lendir
oro/nasofaring secara berkala
Posisi/letak penderita diubah ubah secara periodik
Pemasangan kateter bila terjadi retensi urin
PENYULIT :
Asfiksia akibat depresi pernapasan, spasme jalan nafas
Pneumonia aspirasi
Kardiomiopati
Fraktur kompresi
KONSULTASI :
Dokter Gigi
Dokter Ahli Bedah
Dokter Ahli Kebidanan dan Kandungan
35
Dokter Ahli THT
Dokter Ahli Anestesi
JENIS PELAYANAN :
Rawat segera, bila diperlukan, rawat di ICU
TENAGA STANDAR
Perawat, dokter umum/residen, dokter spesialis Saraf
LAMA PERAWATAN
2 minggu – 1 bulan
PROGNOSIS/ LUARAN
Angka kematian tinggi bila :
▪ Usia tua
▪ Masa inkubasi singkat
▪ Onset periode yang singkat
▪ Demam tinggi
▪ Spasme yang tidak cepat diatasi
Sebelum KRS : Tetanus Toksoid (TT1) 0,5 ml IM
TT2 dan TT3 : diberikan masing – masing dengan interval waktu 4 – 6 minggu
36
MALARIA SEREBRAL
KRITERIA DIAGNOSIS
Merupakan komplikasi dari malaria. Paling sering disebabkan oleh P.falciparum.
Diagnosis ditegakkan pada penderita malaria (terbukti dari pemeriksaan apus darah)
yang mengalami penurunan kesadaran (GCS < 7 ) disertai dengan gejala lain gangguan
serebral (ensefalopati)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan apus darah tebal : ditemukan parasit malaria
DIGANOSIS BANDING
Penurunan kesadaran sebab lain: Hipoglikemi, asidosis berat, syok karena hipotensi
TERAPI
Antimalaria : Kinin dihidroklorida IV
Terapi suportif : Antikonvulsan
Antipirektika
Penanganan hipoglikemia
Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit
Pencegahan : Anti malaria oral sejak 2 minggu sebelum perjalanan ke
daerah endemis
PENYULIT :
Hipoglikemia, Asidosis, Edema paru, Syok hemodinamik, gagal ginjal
PROGNOSIS :
Sequele jangka panjang : Ataksia, buta kortikal, kejang, hemiparesis
37
SINUS TROMBOFLEBITIS
KRITERIA DIAGNOSIS
Definisi adalah infeksi sinus venosus intrakranial yang disebabkan berbagai bakteria.
Biasanya berasal dari perjalanan infeksi sekitar wajah atas (furunkel) dan kepala (luka,
mastoiditis, dll). Gejala tergantung sinus venosus man yang terkena. Pada trombosis
sinus carvenosus, bisa didapat oftalmoplegi dan khemosis. Pada sinus sagitalis
trombosis bisa didapat paraplegi
Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin : gambaran infeksi umum dan leukositosis
Pemeriksaan penunjang lain : cari sumber infeksi wajah atau kepala
KONSULTASI :-
38
MENINGITIS KRIPTOKOKKUS / JAMUR
KRITERIA DIAGNOSIS
Definisi : adalah meningitis yang disebabkan oleh jamur kriptokokkus.
Diagnosis pasti : pemeriksaan sediaan langsung dan kultur dari CSS.
Predisposisi : gangguan imunitas berat (AIDS, penerima transplantasi jaringan atau
sedang dalam terapi keganasan)
Pemeriksaan Penunjang
Pungsi Lumbal
Profil LCS menyerupai MTB
Pengecatan Tinta India / Gram terhadap CSS
Pemeriksaan serologis
Kultur Sabauraud
TATALAKSANA :
Terapi kausal : Amfoterisin B dan 5 Floro-sitosin IV (2 minggu) dilanjutkan
Flukonazol 200 mg/hari
Terapi simtomatik / suportif : disesuaikan keadaan pasien
PENYULIT : Herniasi
KONSULTASI : Atas indikasi ke Bagian Ilmu Penyakit Dalam dan Bedah Saraf
PROGNOSIS : Buruk
39
HIV AIDS Susunan Saraf Pusat
Definisi / Etiologi
Definisi WHO untuk AIDS di Asia Tenggara adalah pasien yang memenuhi kriteria A dan
B dibawah ini :
A. Hasil positif untuk antibodi HIV dari dua kali test yang menggunakan dua antigen
yang berbeda
B. Salah satu dari kriteria di bawah ini :
1. Berat Badan menurun 10% atau lebih yang tidak diketahui sebabnya
Diare kronik selama 2 bulan terus menerus atau periodik
2. Tuberkulosis milier atau menyebar
3. Kandidiasis esofagus yang dapat didiagnosis dengan adanya kandidiasis
mulut yang disertai disfagia / odinofagia
4. Gangguan neurologis disertai gangguan aktifitas sehari hari yang tidak
diketahui sebabnya
5. Sarkoma kaposi
Infeksi HIV akan menimbulkan penyakit yang kronik dan progresif sehingga setelah
bertahun tahun tampaknya mengancam jiwa. Pengobatan yang tersedia sekarang
dapat memperpanjang masa hidup dan kualitas hidup dengan cara memperlambat
penurunan sistem imun dan mencegah infeksi oportunistik. Terdapat variasi yang luas
dari respon imun terhadap patologik HIV. Karena itu mungkin saja sebagian dari
mereka tetap hidup dan sehat dalam jangka panjang sedangkan sekitar 40 – 50 % dari
mereka menjadi AIDS dalam waktu 10 tahun.
• Etiologi : Virus RNA ( Retrovirus)
Patofisiologi dapat ditularkan melalui hubungan seksual dan non seksual. Didalam
tubuh HIV akan menginfeksi sel yang mempunyai reseptor CD4 seperti sel limfosit,
monosit dan makrofag dan beberapa sel tertentu lain, walaupun tidak mempunyai
reseptor CD4 misalnya sel – sel glia dan sel langerhans. Secara umum ada dua kelas sel
dimana HIV ber-replikasi yaitu di dalam sel T Limfosit dan di dalam sel makrofag,
karena itu disebut T-tropik atau syncytium incuding isolates dan Makrofag-tropik atau
non-syncytium incuding isolates. Isolat M-tropik lebih sering tertular, tetapi isolat T-
tropik terlihat pada 50% dari infeksi HIV stadium lanjut dan menimbulkan progresivitas
penyakit yang sangat cepat. Bahkan diketahui bahwa yang menimbulkan perbedaan
tropisme adalah kadar ko-reseptor yang penting yaitu CXCR4 dan CCR5.
40
KRITERIA DIAGNOSIS
Fase I - Infeksi HIV primer (infeksi HIV akut)
Fase II - Penurunan imunitas dini ( sel CD4 > 500 / l)
Fase III - Penurunan imunitas sedang sel ( sel CD4 500 – 200 / l)
Fase IV - Penurunan imunitas berat ( sel CD4 < 200/ l )
Pemeriksaan Penunjang :
Enzym – linked immunosorbent assay (Eliza) dan aglutinasi partikel .
Western Blot Analysis, Indirect immunofluorescence assays (IFA) dan
radioimmunoprecipitation assays (RIPA)
Biakan darah, urin dan sifilis
Antigen / antibodi HIV
Lymphosit cell CD 4 dan CD 8
Viral load
Serologi sifilis, antigen kriptokokkus
Lumbal pungsi
Pemeriksaan tinta India cairan serebrospinal
Brain CT Scan, MRI
Electromyography (EMG)
Memory test
Rontgen thorax
Mikroskopis dan biakan dahak
DIAGNOSIS BANDING
Massa intrakranial
TBC
Polineuropathy karena penyebab lain
Demensia karena penyebab lain
TATA LAKSANA
Dosis Anti retroviral untuk ODHA dewasa (Pedoman Nasional 2004)
41
Golongan / Nama Obat Dosis
Nucleoside RTI
Abacavir (ABC) 300 mg setiap 12 jam
Didanoside (ddl) 400 mg sekali sehari
250 mg@12 jam (BB < 60 kg)
Atau 250 mg sekali sehari bila diberi
bersama TDF
150 mg setiap 12 jam atau
Lamivudine (3TC)
300 mg sekali sehari
Stavudine (d4T) 30 mg@12 jam ( BB < 60 kg)
Zidovudine ( ZDV atau AZT) 300 mg@12 jam
Nucleotide RTI
Tenofovir (TDF) 300 mg sekali sehari
Non-nucleoside RTIs
Efavirenz (EFV) 600 mg sekali sehari
200 mg sekali sehari (14 hari)
Nevirapine (NVP)
kemudian 200 mg@12 jam
Protease Inhibitors
Indinavir / Ritonavir(IDV / r ) 800 mg/ 100mg@12 jam
Lopinavir / Ritonavir ( LPV / r) 400 mg / 100 mg@12 jam
Nelfinavir (NFV) 1250 mg@12 jam
1000 mg / 100 mg@12 jam atau
Squinavir / Ritonavir ( SQV / r )
1600 mg / 200 mg sekali sehari
Capsule 100 mg,
Ritonavir (RTV / r )
larutan oral 400 mg / 5 ml
Infeksi Opportunistik
1. Stiomegalovirus pada HIV : Pada fundoskopi = Retinitis sitomegalovirus
Gansiklovir 5 mg / KgBB 2x sehari parenteral selama 14 – 21 hari. Selanjutnya 5
mg / KgBB sekali sehari dianjurkan sampai CD4 lebih dari 100 sel / ml .
2. Ensefalitis Toksoplasma
Pirimetamin 50 – 75 mg per hari dengan Sulfadiazin 100 mg / KgBB / hari.
Asam Folat 10 – 20 mg perhari
Atau :
42
Fansidar 2 – 3 tablet per hari dan Klindamisin 4 x 600 mg per hari Disertai
leukovorin 10 mg per hari.
(Fansidar mengandung : Pirimetamine 25 mg + Sulfadoksin 500 mg)
Untuk mencegah kekambuhan : Kotrimoksazol 2 tablet per hari
3. Meningitis Cyrptococcus
Terapi primer fase akut : Amfoterisin B 0,7 mg / KgBB/hari iv - 2 minggu
Selanjutnya Fluconazole 400 mg per hari peroral selama 8 – 10 minggu
Terapi pencegahan kekambuhan :
Fluconazole 100 mg per hari seterusnya selama jumlah sel CD4 masih dibawah
300 sel/ ml
( Flow chart sesaui grafik gambar dibelakang )
PENYULIT / KOMPLIKASI
1. Drug toxicity
2. AIDP
3. CIDP
4. Mononeuropathy
5. Focal Brain lesions
6. Distal Symmetric Polineuropathy
7. Inflammatory demyelinating polyneuropathy
8. Progressive polyradiculopathy
9. Mononeuritis multiplex
10.Spinal Cord syndrome / vacuolar myelopathy
KONSULTASI
Pokja HIV – AIDS RS Setempat, VCT Clinic
JENIS PELAYANAN
Rawat Inap dan Rawat Jalan
TENAGA STANDAR
Spesialis Saraf, Spesialis Penyakit Dalam, Perawat terlatih
PROGNOSIS
Angka kekambuhan tinggi
Angka kematian tinggi
43
Gambar 1 : Alogaritme penatalaksanaan keluhan intraserebral pada penderita
HIV/AIDS
Keluhan Intraserebral
MRI
CT Scan
Shunt
Evaluasi CSF (kalau perlu )
44
Gambar 2 : Alogaritme penatalaksanaan lesi massa intrakranial pada penderita
HIV/AIDS
Alert-lethargic Stupor-coma
Stabil Steroid ? Perburukan cepat
Massa besar dengan
resiko herniasi
Serologi
Toksoplasma
Ancaman
Herniasi
Obat Antitoksoplasma
Perbaikan
Biopsi
Ya TIdak stereotaktik
45
46
DEMENSIA ALZHEIMER
ICD F.00
DEFINISI DEMENSIA :
Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang
menyebabkan deteriorasi kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi
sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari – hari.
KRITERIA DIAGNOSIS
Probable Demensia Alzheimer
Demensia ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinik dan tes neuropsikologi
(algoritma penanganan demensia, MMSE, CDT, ADL, IADL,FAQ, CDR, NPI, Skala
Depresi Geriatrik, Trial Making test A dan B terlampir)
Defisit meliputi dua atau lebih area kognisi terutama perburukan memori yang
disertai gangguan kognisi lain yang progresif
Tidak terdapat gangguan kesadaran
Awitan (onset) antara usia 40 – 90 tahun, sering setelah usia 65 tahun
Tidak ditemukan gangguan sistemik atau penyakit otak sebagai penyebab gangguan
memori dan fungsi kognisi yang progresif tersebut
KLINIS
Awitan penyakit perlahan – lahan
Perburukan progresif mamori (jangka pendek) disertai gangguan fungsi berbahasa
(afasia), ketrampilan motorik (apraksia), dan persepsi (agnosia) dan perubahan
perilaku penderita yang mengakibatkan gangguan aktivitas hidup sehari – hari
(ADL)
Bisa didapatkan riwayat keluarga dengan penyakit yang serupa
Kelainan neurologis lain pada tahap lanjut berupa gangguan motorik seperti
hipertonus, mioklonus, gangguan lenggang jalan (gait), atau bangkitan (seizure)
Gejala penyerta lain berupa depresi, insomnia, inkontinensia, delusi, ilusi,
halusinasi, pembicaraan katastrofik, gejolak emosional atau fisikal, gangguan
seksual dan penurunan berat badan.
47
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Radioimaging :
CT Scan : atrofi serebri terutama daerah temporal dan parietal
MRI : Atrofi serebri dan atrofi hipokampus
SPECT : Penurunan serebral blood flow terutama di kedua kortek
temporoparietal
PET : Penurunan tingkat metabolisme kedua kortek temporoparietal
Laboratorium :
Urinalisis
Elektrolit serum
Kalsium
BUN
Fungsi Hati
Hormon Tiroid
Kadar asam Folat dan Vitamin B12
Absorpsi antibodi treponemal flouresen neurosifilis dan pemeriksaan HIV pada
pasien resiko tinggi
Pemeriksaan cairan otak untuk biomarker
EEG :
Stadium awal : gambaran EEG normal atau aspesifik
Stadium lanjut : dapat ditemukan perlambatan difus dan kompleks periodik
DIAGNOSA BANDING
Demensia Vaskuler
Demensia Lewi Body
Demensia Lobus Frontal
Pseudodemensia (depresi)
PENATALAKSANAAN
Farmakologi
Simptomatik :
o Penyekat Asetilkolinesterasa :
Donepezil HCI tablet 5 mg, 1x1 tablet/hari
Rivastigmin tablet, interval titrasi 1 bulan, mulai 2x1,5 mg sampai
maksimal 2x6 mg
Galantamin tablet, interval titrasi 1 bulan mulai dari 2x4 mg sampai
maksimal 2x16 mg
Gangguan perilaku :
o Depresi :
48
Antidepresan golongan SSRI (pilihan utama) : Sertraline tablet 1x50mg,
Flouxetine tablet 1x20mg
Golongan Monoamine Oxidase (MAO) Inhibitors : Reversible MAO-A
inhibitor (RIMA) : Moclobemide
o Delusi/halusinasi/agitasi
Neuroleptik atipikal
Risperidon tablet 1x0,5 mg – 2 mg/hari
Olanzapin
Quetiapin tablet : 2x 25 mg – 100 mg
Neuroleptik tipikal
Haloperidol tablet : 1x0,5 mg – 2 mg/hari
Non Farmakologis
Untuk mempertahankan fungsi kognisi
Program adaptif dan restoratif yang dirancang individual :
Orientasi realitas
Stimulasi kognisi : memory enhancement program
Reminiscence
Olah raga Gerak Latih Otak
Edukasi pengasuh
Training dan konseling
Intervensi dan lingkungan
Keamanan dan keselamatan lingkungan rumah
Fasilitasi aktivitas
Terapi cahaya
Terapi musik
Pet therapy
Penanganan gangguan perilaku
Mendorong untuk melakukan aktivitas keluarga (menyanyi, ibadah, rekreasi
dll)
Menghindari tugas yang kompleks
Bersosialisasi
TINDAKAN
Tidak ada tindakan spesifik
PENYULIT
Infeksi saluran kemih dan pernafasan
Gangguan gerakdan jatuh pada tahap lanjut
KONSULTASI
Bila diagnosa demensia belum tegak/ragu-ragu seperti presentasi klinik spesifik atau
terdapat progresitas yang tidak khas
Bila keluarga membutuhkan pendapat kedua
Bila tidak ada perbaikan dengan terapi farmakologi spesifik
JENIS PELAYANAN
Poliklinik konsultatif
49
TENAGA
Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Saraf
LAMA PERAWATAN
Perawatan hanya dibutuhkan bila terdapat penyulit
50
DEMENSIA VASKULER
ICD F.01
DEFINISI :
Demensia Vaskuler (VaD) meliputi semua kasus demensia yang disebabkan oleh gangguan
serebrovaskuler dengan penurunan kognisi mulai dari yang ringan sampai paling berat dan
meliputi semua domain, tidak harus prominen gangguan memori.
KLINIS :
a. Episode gangguan lesi UMN ringan seperti drifting, refleks asimetri, dan inkoordinasi
b. Gangguan berjalan pada tahap dini demensia
c. Riwayat gangguan keseimbangan, sering jatuh tanpa sebab
51
d. Urgensi miksi yang dini yang tidak berhubungan dengan kelainan urologi
e. Disartri, disfagi dan gejala ekstrapiramidal
f. Gangguan perilaku dan psikis seperti depresi, perubahan kepribadian, emosi labil dan
retardasi psikomotor
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Darah : hematologi faktor resiko stroke
Radiologis :
Foto thorak
Radioimaging
Computed Tomography
VaD pasca stroke
o Infark (kortikal dan/atau subkortikal)
o Perdarahan Intraserebral
o Perdarahan subarachnoid
VaD subkortikal
o Lesi periventrikuler dan substansia alba luas
o Tidak ditemukan adanya : infark di kortikal dan kortiko subkortikal dan infark
watershed; perdarahan pembuluh darah besar; hidrosefalus tekanan normal
(NPH) dan penyebab spesifik substansia alba (multiple sklerosis, sarkoidosis,
radiasi otak)
Magnetic Resonance Imaging VaD subkortikal
a. Lesi luas periventrikuler dan substansia alba atau multipel lakuner (>5) di substansia
gresia dalam dan paling sedikit ditemukan lesi substansia alba moderat
b. Tidak ditemukan infark di teritori non lakuner, kortiko-subkortikal dan infark
watershed, perdarahan, tanda-tanda hidrosefalus tekanan normal dan penyebab
spesifik lesi substansia alba (mis. Multiple sklerosis, sarkoidosis, radiasi otak)
DIAGNOSIS BANDING
Demensia Alzheimer (dengan menggunakan Hachinski score/terlampir)
PENATALAKSANAAN
Farmakologi
Terapi medikamentosa terhadap faktor resiko vaskuler
Terapi simptomatik terhadap gangguan kognisi simptomatik :
o Penyekat Asetilkolinesterase :
I. Donepezil Hcl tablet 5mg, 1x1 tablet/hari
II. Rivastigmin tablet, interval titrasi 1 bulan, mulai dari 2x1,5 mg sampai
maksimal 2x6 mg
III. Galantamin tablet, interval titrasi 1 bulan mulai dari 2x4 mg sampai
maksimal 2x16 mg
Gangguan perilaku :
o Depresi :
Antidepresan golongan SSRI (pilihan utama) : Sertraline tablet 1x50mg,
Flouxetine tablet 1x20mg
Golongan Monoamine Oxidase (MAO) Inhibitors : Reversible MAO-A inhibitor
(RIMA) : Moclobemide
52
Delusi/halusinasi/agitasi
o Neuroleptik atipikal
Risperidon tablet 1x 0,5 mg – 2 mg/hari
Olanzapin
Quetiapin tablet : 2x25mg-100mg
o Neuroleptik tipikal
Haloperidol tablet : 1x 0,5mg-2mg/hari
Non Farmakologis
Untuk mempertahankan fungsi kognisi
Program adaptif dan restoratif yang dirancang individual
Orientasi realitas
Stimulasi kognisi : memory enhancement program
Reminiscence
Olah raga Gerak Latih Otak
Edukasi Pengasuh
Training dan konseling
Intervensi lingkungan
Keamanan dan keselamatan lingkungan rumah
Fasilitasi aktivitas
Terapi cahaya
Terapi musik
Pet therapy
TINDAKAN
Tidak ada tindakan spesifik
PENYULIT
Infeksi saluran kemih dan pernafasan
Gangguan gerak dan jatuh pada tahap lanjut
KONSULTASI
Bila diagnosa demensia belum tegak/ragu – ragu seperti presentasi klinik spesifik
atau terdapat progresitas yang tidak khas
Bila keluarga membutuhkan pendapat kedua
Bila tidak ada perbaikan dengan terapi farmakologi spesifik
RUJUKAN
Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Saraf
JENIS PELAYANAN
Poliklinik konsultatif
TENAGA
Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Saraf
LAMA PERAWATAN
Perawatan hanya dibutuhkan bila terdapat penyulit
53
54
TUMOR INTRAKRANIAL
ICD C 71
DEFINISI
Massa intrakranial—baik primer maupun sekunder—yang memberikan gambaran klinis
proses desak ruang dan atau gejala fokal neurologis.
KRITERIA DIAGNOSIS
Gejala tekanan intrakranial yang meningkat :
Sakit kepala kronik, tidak berkurang dengan obat analgesik
Muntah tanpa penyebab gastrointestinal
Papil edema (sembab papil = choked disc)
Kesadaran menurun/berubah
Gejala fokal :
True location sign
False location sign
Neighbouring sign
Tidak ada tanda-tanda radang sebelumnya
Pemeriksaan neuroimaging terdapat kelainan yang menunjukkan adanya massa
(SOL)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto polos tengkorak
Neurofisiologi : EEG, BAEP
CT Scanning/MRI kepala + kontras
DIAGNOSIS BANDING
Abses serebri
Subdural hematom
Tuberkuloma
Pseudotumor serebri
TATA LAKSANA
Kausal
Operatif
Radioterapi
Kemoterapi
Obat – obat dan tindakan untuk menurunkan tekanan intrakranial
Deksamethason
Manitol
Posisi kepala ditinggikan 20-30’
Simptomatik (bila diperlukan dapat dibicarakan) :
Antikonvulsan
Analgetik/antipiretik
Sedativa
Antidepresan bila perlu
Rehabilitasi Medik
55
PENYULIT/KOMPLIKASI
Herniasi Otak
Perdarahan pada Tumor
Hidrosefalus
KONSULTASI
Bedah Saraf
Radiologi
JENIS PELAYANAN
Perawatan RS bila :
Telah terdapat keluhan dan kelainan saraf yang berat
Gangguan hormonal dan metabolik
TENAGA STANDAR
Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf
LAMA PERAWATAN
Minimal 2 minggu (untuk diagnostik dan persiapan operasi)
PROGNOSIS
Tergantung jenis tumor, lokalisasi, perjalanan klinis
56
57
NEURALGIA TRIGEMINAL (TN)
ICD : G50.0
KRITERIA DIAGNOSIS
Serangan nyeri paroksismal, spontan, tiba-tiba, nyeri tajam, superfisial, seperti ditusuk,
tersetrum, terbakar pada wajah atau frontal (umumnya unilateral) beberapa detik sampai < 2
menit, berulang, terbatas pada ≥ 1 cabang N. Trigeminus (N.V).
Nyeri pada umumnya remisi dalam jangka waktu bervariasi. Intensitas nyeri berat. Presipitasi
dapat dari trigger area (plika nasolabialis dan/pipi) atau pada aktivitas harian seperti bicara,
membasuh muka, cukur jenggot, gosok gigi (triggerd factors). Bentuk serangan masing –
masing pasien sama. Diantara serangan umumnya asimtomatis. Umumnya tidak ada defisit
neurologik.
Klasifikasi TN :
1. TN idiopatik
2. TN simtomatik (lesi primer menekan N.V : tumor, sklerosis multipel)
Pemeriksaan penunjang
MRI pada TN simptomatik, MRA
DIAGNOSIS BANDING
Nyeri wajah atipikal
TERAPI
Terapi Farmakologik :
Antikonvulsan : karbamasepin, okskarbamasepin, fenitoin, gabapentin, asam valproat,
baklofen
Terapi Non-farmakologik : TENS
Bedah : bila terapi farmaka adekwat gagal
Terapi Kausal : pada TN simptomatik
Catatan : terapi simptomatik sama pada neuralgia yang lain
PENYULIT : -
KONSULTASI
Bagian Bedah Saraf (atas indikasi pada TN simptomatik)
JENIS PELAYANAN
Poliklinik rawat jalan
TENAGA
Dokter Spesialis Saraf
PROGNOSIS
TN idiopatik : baik
TN simptomatik : tergantung kausal
58
NEURALGIA PASCA HERPES
KRITERIA DIAGNOSIS
Nyeri pada area distribusi ruam setelah menderita herpes zoster. Timbul tanpa ataupun
dengan interval bebas nyeri (umumnya satu bulan). Rasa nyeri seperti panas,
kesetrum, menyentak dan timbulalodinia dan hiperestesi.
KLINIS
Pada area bekas ruam :
Anestesia dolorosa, dengan rangsang raba terasa nyeri (alodinia)
LABORATORIUM :-
RADIOLOGI :-
GOLD STANDARD :-
PATOLOGI ANATOMI
Populasi serabut saraf bergeser, banyak mengandung serabut saraf diameter kecil yang tidak
bermielin dan hilangnya serabut saraf diameter besar. Atropi kornu dorsalis medula spinalis
DIAGNOSIS BANDING :-
PENATALAKSANAAN
▪ Medikamentosa :
Antidepresan trisiklik : amitriptilin, impiramin
Antikonvulsan : gabapentinoid, karbamazepin, fenitoin, Na Valproat
Lain – lain : Meksiletin, klonidin
Topikal : krim kapsaisin, jeli lidoderm, aspirin dalam kloroform
▪ Non Medikamentosa :
TENS
Ice – pack
Terapi behaviour
▪ Pada nyeri Zoster akut :
Asetaminophen, NSAID, ketorolak, tramadol
Kombinasi amitriptilin dan flufenasin
Infiltrasi ruam : triamsinolon 0,2 % dalam NaCl 0,9 %
PENCEGAHAN NPH
Asiklovir 5 dd 800 mg / hari (dimulai dalam 72 jam awitan ruam zoster) selama 7 – 10 hari
LAMA PERAWATAN : -
59
NYERI PUNGGUNG BAWAH
ICD : M54
KRITERIA DIAGNOSIS
Nyeri punggung bawah (NPB) adalah nyeri yang dirasakan daerah punggung bawah, dapat
merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri ini terasa diantara sudut
iga terbawah dan lipat bokong bawah yaitu didaerah lumbal atau lumbo sakral dan sering
disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki. Nyeri yang berasal dari daerah
punggung bawah dapat dirujuk ke daerah lain atau sebaliknya nyeri yang berasal dari daerah
lain dirasakan di daerah punggung bawah (referred pain)
KLINIS
Pembagian klinis NPB untuk triage :
NPB dengan tanda bahaya (red flags) :
▪ Neoplasma / karsinoma
▪ Infeksi
▪ Fraktur vertebra
▪ Sindrom kauda ekwina
▪ NPB dengan kelainan neurologik berat
NPB dengan sindroma radikuler
NPB non Spesifik
Sekitar 90% NPB akut atau kronik ( > 3 bulan ) merupakan NPB non spesifik
LABORATORIUM
Atas indikasi :
▪ Laju endap darah
▪ Darah perifer lengkap
▪ C – reaktif protein (CRP)
▪ Faktor rematoid
▪ Fosfatase alkali / asam
▪ Kalsium, fosfor serum
▪ Urinanalisa
▪ Likwor serebrospinal
NEUROFISIOLOGIS
Atas indikasi, terutama pada kasus NPB dengan sindroma radikuler dan mungkin NPB dengan
tanda bahaya :
▪ Kecepatan hantar saraf (NCV) : MNCV dan SNCV
▪ Elektromiografi (EMG)
▪ Respon lambat : gelombang F dan reflek H
▪ Cetusan potensial somato – sensorik (SEP)
▪ Cetusan potensial motorik (MEP)
NEURORADIOLOGI
▪ Foto polos : tidak rutin, terutama untuk menyingkirkan kelainan tulang
▪ Mielografi
▪ Computer Tomography Scan (CT Scan)
▪ Mielogram – CT Scan
60
▪ Magnetic Resonance Imaging ( MRI)
GOLD STANDAR :-
PENATALAKSANAAN
Kausal : terutama kasus NPB dengan tanda bahaya ( red flags )
NPB AKUT :
Medikamentosa
Asetaminofen, ASA, NSAID
Relaksan otot : eperison, tizanidin, diazepam
Non medikamentosa
Edukasi :
Reassurance
Kembali aktivitas normal dini dan bertahap
Mengenal dan menangani Yellow flags (faktor biopsikososial)
Heat-wrap therapy
Tindakan : injeksi epidural (steroid, lidokain, opioid) pada sindroma radikuler
NPB KRONIK
Medikamentosa
Antidepresan, antikonvulsan
Non medikamentosa
Edukasi
Terapi Perilaku
Intensive exercise theraphy
PENYULIT
Terutama pada NPB dengan tanda bahaya (red flags) dan NPB dengan sindroma radikuler
KONSULTASI
Bag. Ortopedi
Bag. Bedah Saraf
Unit Rehabilitasi Medik
Psikologi
JENIS PELAYANAN
Rawat jalan
Rawat inap
TENAGA
Dokter umum : NPB non spesifik
Dokter spesialis saraf / konsultan
61
SINDROMA TOLOSA – HUNT
ICD : G.52.8
KRITERIA DIAGNOSIS
Nyeri sedang sampai berat di daerah orbita yang episodik disertai dengan paralisis salah satu
atau lebih dari N. III, N.IV, dan N.VI serta nyeri di daerah N.V1 dan 2. Dapat sembuh spontan
tetapi dapat relaps kembali. Dihubungkan dengan kelainan inflamasi idiopatik. Serangan
dapat berlangsung beberapa minggu atau bulan, kontinyu atau intermiten tanpa faktor
pemicu.
KLINIS
Nyeri unilateral episodik di daerah orbita dan area N.V1,2 8 minggu bila tanpa
pengobatan
Penglihatan ganda, juling
Parese N. III, N.IV, N.VI
LABORATORIUM :-
RADIOLOGI :
MRI : terutama untuk eksklusi penyebab lain
GOLD STANDARD :-
PATOLOGI ANATOMI :
Jaringan granuloma di sekeliling A.karotis interna bagian intrakavernous
DIAGNOSIS BANDING
Lesi vaskuler : aneurisma
Lesi desak ruang (SOL) / tumor di fissura orbitalis superior, area paresela, fossa
posterior
Migren optalmoplegik
Iskemik mononeuropati diabetika kranial
PENATALAKSANAAN
o Medikamentosa
Steroid : nyeri mereda setelah 72 jam
o Non medikamentosa : -
PENYULIT :-
62
NYERI NEUROPATI DIABETIKA
ICD : G63.2, G59
KRITERIA DIAGNOSIS
Nyeri Neuropati Diabetika ditandai dengan rasa terbakar, ditusuk, ditikam, kesetrum, disobek,
diikat dan alodinia. Bisa disertai gejala negatif berupa baal, kurang tangkas, sulit mengenal
barang dalam kantong, hilang keseimbangan, cedera tanpa nyeri, borok.
Diperkirakan > 50% penderita diabetes lama menderita neuropati diabetika
KLINIS
▪ Ulserasi kaki
▪ Charcot joint
▪ Deformitas claw toe
▪ Tes Laseque, Reverse Laseque, tes Tinel, tes Phalen
▪ Tes saraf otonom
LABORATORIUM
Kadar gula darah :
▪ Plasma vena sewaktu : > 200mg / dl. Puasa : > 140mg / dl. 2 jam PP : > 200mg /dl
▪ Darah kapiler : > 200mg / dl. > 120mg / dl. > 200mg / dl
▪ HbA1c
NEUROFISIOLOGI
Indikasi terutama adanya gejala dan tanda otonom murni atau hanya ada nyeri
RADIOLOGI :-
GOLD STANDARD :-
PATOLOGI ANATOMI :-
PENATALAKSANAAN :
▪ Kausal
Pengendalian optimal kadara gula darah. Kadar Hb A1c dipertahankan 7%
▪ Medikamentosa :
NSAID : nyeri muskuloskeletal, neuroartropati
Antidepresan trisiklik : amitriptilin, imipramin
Antikonvulsan : karbamasepin, gabapentinoid
Antiaritmik : meksiletin
Topikal : krim kapsain
Blok saraf lokal
▪ Non medikamentosa
Edukasi : perawatan kaki teliti
63
Splint
TENS
PENYULIT
▪ Ulserasi kaki
▪ Charcot joint
▪ Deformitas claw toe
64
SINDROMA TEROWONGAN KARPAL
ICD : G56.0
KRITERIA DIAGNOSIS
Nyeri pada sindroma terowongan karpal (STK, carpal tunnel syndrome / CTS ) berupa
kesemutan, rasa terbakar dan baal di jari tangan I,II,III dan setengah bagian lateral jari IV
terutama malam atau dini hari akibat jebakan N. Medianus di dalam terowongan karpal. Pada
keadaan berat rasa nyeri dapat menjalar kelengan atas dan atrofi otot tenar.
KLINIS
Tes Provokasi : tes Tinel, tes Phalen, tes Wormser (Reserve Phalen) positif
LABORATORIUM
Atas indikasi. Sesuai dengan penyakit medik yang mendasarinya : Laju Endap darah, Gula
darah, Rhematoid factor, Asam urat
GOLD STANDARD :-
PATOLOGI ANATOMI :-
DIAGNOSIS BANDING :-
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Suntikan lokal (steroid dan anestesi )
Analgetik ajuvan
Nonmedikamentosa
Edukasi : Hindari trauma berupa gerakan berulang pergelangan tangan
Immobilasi, splint
Bedah : Bila terapi konservatif gagal dalam 6 bulan atau nyeri membandel
STK akut dan berat
PENYULIT :-
TENAGA
Dokter Umum
Dokter spesialis saraf / konsultan
LAMA PERAWATAN :-
65
NYERI SENTRAL
ICD ; R52.1
KRITERIA DIAGNOSIS
Nyeri spontan berupa rasa panas seperti terbakar, diiris, ngilu, tersobek, ditusuk jarum,
disestesi dan hiperestesi, bisa disertai baal di area persarafan sensorik lesi susunan saraf
pusat seperti pada sklerosis multipel, pasca stroke, siringomieli, mielopati toksik, infeksi SSP,
kelainan degenerasi, Nyeri sedang sampai berat dan sering diperburuk bila melakukan
aktivitas ringan, aktivitas viseral seperti berkemih, perubahan cuaca dan stres emosional.
KLINIS
Riwayat/ ditemukan lesi di otak atau medula spinalis
Biasanya ada defisit neurologik
Nyeri umumnya spontan, kontinyu dan meningkat bertahap
LABORATORIUM
Darah rutin
Cairan likuor serebrospinalis
NEUROFISIOLOGI
Evoked Potensial
Quantitative Sensory Testing
RADIOLOGI
Foto polos
Mielografi- CT scan, CT scan
MRI, MRA
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Antidepresan trisiklik : amitriptilin, imipramin, nontriptilin
Antikonvulsan : karbamasepin, gabapentin, klonasepam
Nonmedikamentosa
Edukasi : Hidup berdampingan dengan nyeri
Terapi behavior
TENS, stimulasi elektrik lain
Bedah
PENYULIT :-
66
JENIS PELAYANAN
Instalasi rawat jalan
Instalasi rawat inap
67
68
MIGREN
KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis :
Migren tanpa aura ( G43.0 ) :
a. Sekurang – kurangnya terjadi 5 serangan nyeri kepala berulang dengan manifestasi
serangan berlangsung 4 – 72 jam, yang mempunyai sedikitnya 2 karakteristik
berikut : unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat, bertambah berat
dengan aktivitas fisik .
b. Selama nyeri kepala disertai salah satu berikut : nausea dan atau muntah, fotofobia
dan fonofobia
c. Serangan nyeri kepala tidak berkaitan dengan kelainan yang lain .
Laboratorium : darah rutin, elektrolit, kadar gula darah, dll ( atas indikasi,
untuk menyingkirkan penyebab sekunder )
Radiologi : atas indikasi ( untuk menyingkirkan penyebab sekunder )
Gold Standar : Kriteria diagnostik Nyeri Kepala Kelompok Studi Nyeri Kepala
PERDOSSI 2005 yang diadaptasi dari IHS ( International Headache
Society )
Patologi Anatomik : -
DIAGNOSIS BANDING
1. Nyeri kepala penyakit lain : THT, gigi mulut, mata, hipertensi, infeksi, toksik,
gangguan metabolik / elektrolit, anemia, gagal ginjal, gagal hati .
2. SOL ( space-occupying lesion ) misal : subdural hematom, neoplasma, dll )
3. Temporal arteritis
4. Medication-related headache
5. Trigeminal neuralgia
TATA LAKSANA
1. Hindari faktor pencetus
69
2. Terapi abortif :
Non Spesifik : analgetik / NSAIDs, Narkotik analgetik, adjunctive therapy
( mis : metoklopramide )
Obat spesifik : Triptans, DHE, obat kombinasi (mis : Aspirin dengan
asetaminophen dan kafein ), obat gol. Ergotamin
Bila tidak respon : Opiat dan analgetik yang mengandung butalbital
Status Migren
PENYULIT
Adanya penyakit penerta misalnya stroke, infark miokard, epilepsi dan ansietas, penderita
hamil ( efek teratogenik )
KONSULTASI
Tergantung kasus : interna, THT, mata, gigi mulut , psikiatri
JENIS PELAYANAN
Rawat jalan, kalau perlu rawat inap
TENAGA
Dokter spesialis Saraf, Dokter Umum, Perawat
LAMA PERAWATAN
Tergantung kondisi klinis ( lama dan intensitas nyeri, gejala penyerta dan respon terhadap
pengobatan )
70
TENSION TYOE HEADACHE ( TTH )
ICD : G44.2
KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis :
a) Sekurang – kurangnya terdapat 10 episode serangan nyeri kepala
b) Nyeri kepala berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari
c) Sedikitnya memiliki 2 karakteristik nyeri kepala berikut :
1. Lokasi bilateral
2. menekan / mengikat ( tidak berdenyut )
3. Intensitas ringan atau sedang
4. Tidak diperberat oleh aktivitas rutin seperti berjalan atau naik tangga
d) Tidak dijumpai :
1. Mual atau muntah ( bisa anoreksia )
2. Lebih dari satu keluhan : fotofobia atau fonofobia
e) Tidak berkaitan dengan kelainan lain.
Laboratorium : darah rutin, elektrolit, kadar gula darah, dll ( atas indikasi untuk
menyingkirkan penyebab sekunder )
Radiologi : atas indikasi ( untuk menyingkirkan penyebab sekunder )
Gold Standard : Kriteria diagnostik nyeri kepala Kelompok Studi Nyeri Kepala
PERDOSSI 2005 yang diadaptasi dari HIS ( International Headache
Society )
Patologi anatomik: -
DIAGNOSIS BANDING
1. Nyeri kepala penyakit lain : THT, gigi mulut, mata, hipertensi, infeksi, toksik, gangguan
metabolik/elektrolit, anemia, gagal ginjal, gagal hati )
2. Nyeri kepala servikogenik
3. Psikosomatis
TATALAKSANA
Medikamentosa :
1. Analgetik : aspirin, asetaminofen, NSAIDs
2. Caffeine 65 mg ( analgetik ajuvan )
3. Kombinasi : 325 aspirin, asetaminofen + 40 mg kafein
4. Antidepressan : amitriptilin
5. Antiansietas : gol. Benzodiazepin, butalbutal
Terapi non – farmakologi :
a) Kontrol diet
b) Hindari faktor pencetus
c) Hindari pemakaian harian obat analgetik, sedatif dan ergotamin
d) Behaviour treatment
Terapi fisik
PENYULIT
Rebound headache ( efek paradoksikal obat analgesik ), adanya penyakit penyerta seperti
ansietas, depressi yang dapat memperbera atau menyebabkan TTH .
71
KONSULTASI
Tergantung kasus : interna, THT, gigi mulut, psikiatri
JENIS PELAYANAN
Poliklinik rawat jalan.
TENAGA
Dokter Spesialis Saraf, Dokter Residen, Dokter Umum, Perawat
LAMA PERAWATAN
Tergantung kondisi klinis
PROGNOSIS
Baik
72
NYERI KEPALA KLASTER
G44.0
KRITERIA DIAGNOSIS :
Klinis :
a. Sekurang – kurangnya terdapat 5 serangan nyeri kepala hebat atau sangat hebat sekali
di orbita, supraorbita dan/ atau temporal yang unilateral, berlangsung 15 – 180 menit
bila tak diobati.
b. Nyeri kepala disertai setidak – tidaknya satu dari berikut :
1. Injeksi konjungtiva dan atau lakrimasi ipsilateral
2. Kongesti nasal dan atau rhinorrhoea ipsilateral
3. Oedema palpebra ipsilateral
4. Dahi dan wajah berkeringat ipsilateral
5. Miosis dan atau ptosis ipsilateral
6. Perasaan kegelisahan atau agitasi
c. Frekuensi serangan :
Dari 1 kali setiap dua hari sampai 8 kali per hari
d. Tidak berkaitan dengan gangguan lain
Patologi anatomik :-
DIAGNOSIS BANDING
1. Migren
2. Nyeri kepala klaster simptomatik ; meningioma paraseler, adenoma kelenjar pituitari,
aneurisma arteri karotis, kanker nasofaring
3. Neuralgia trigeminus
4. Temporal arteritis
TATALAKSANA
Medikamentosa :
Serangan akut ( terapi abortif ) :
1. Inhalasi O2 100% ( Masker muka ) 7 l / menit selama 15 menit
2. Dihydroergotamin ( DHE ) 0,5 – 1,5 mg IV
3. Sumatriptan inj. SC 6 mg. Dapat diulnag setelah 24 jam
4. Zolmitriptan 5 -10 mg per oral
5. Anestesi lokal : 1 ml lidokain intranasal 4 %
6. Indometasin ( rektal suppositoria )
7. Opioids
8. Ergotamin aerosol 0,36 – 1,08 mg ( 1 – 3 inhalasi ) efektif 80 %
9. Gabapentin atau topiramat
73
10. Methoxyflurane ( rapid acting analgesic ) : 10 – 15 tetes pada saputangan dan inhale
selama beberapa detik
PENYULIT
Self-injury, efek samping pengobatan , potensi penyalahgunaan medikamentosa ( drug abuse ),
medication overuse headache .
KONSULTASI
Bedah saraf atas indikasi
JENIS PELAYANAN
Rawat inap
TENAGA
Dokter Spesialis Saraf, Dokter Residen, Dokter Umum, Perawat.
LAMA PERAWATAN
Tergantung kondisi klinis
74
4.1. Nyeri kepala Akut Pasca Trauma
G44.880
KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis : Nyeri Kepala, tidak khas
a. Terdapat trauma kepala, dimana nyeri kepala terjadi dalam 7 hari setelah trauma
kepala atau sesudah kesadaran penderita pulih kembali.
b. Terdapat satau atau lebih keadaan di bawah ini :
1. Nyeri kepala hilang dalam 3 bulan setelah trauma kepala
2. Nyeri kepala menetap, tetapi tidak lebih dari 3 bulan sejak trauma kepala
DIAGNOSIS BANDING
1. Nyeri kepala penyakit lain : THT, gigi mulut, mata, hipertensi, infeksi, toksik, gangguan
metabolik / elektrolit, anemia, gagal ginjal, gagal hati.
2. Perdarahan intrakranial ( subdural, subarahnoid, intrakranial )
3. Psikomatis
TATA LAKSANA
Medikamentosa : tergantung jenis / tipe nyeri kepala
Tindakan : atas indikasi
75
5. NYERI KEPALA YANG BERKAITAN DENGAN
SUATU SUBSTANSI ATAU PROSES
WITHDRAWALNYA
KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis
Nyeri kepala akibat induksi Monosodium Glutamat ( G44.83 )
a. Nyeri kepala dengan paling tidak satu karakteristik di bawah :
1. bilateral
2. lokasi fronto – temporal
3. diperberat aktivis fisik
b. Mengkonsumsi MSG
c. Nyeri kepala timbul satu jam setelah mengkonsumsi MSG
d. Nyeri kepala sembuh 72 jam setelah mengkonsumsi sekali saja
DIAGNOSIS BANDING
1. Nyeri kepala penyakit lain : THT, gigi mulut, mata, hipertensi, infeksi, toksik,
gangguan metabolik / elektrolit, anemia, gagal ginjal, gagal hati
2. Migren
3. TTH
4. Psikosomatis
TATALAKSANA
Terapi nyeri kepala oleh karena MSG sama seperti nyeri kepala migren
1. Preventif : Hindari makanan yang mengandung MSG
76
2. Non Spesifik : - Analgetik : parasetamol, asam asetil salisilat, NSAIDs
- Isomethetene
- Antiemetik : domperidon, metoklopramid
3. Spesifik : Triptans
PENYULIT
Gangguan Psikiatri
KONSULTASI
Bagian psikiatri bila diperlukan
JENIS PELAYANAN
Rawat jalan
TENAGA
Dokter Spesialis Saraf, Dokter Umum, Perawat
LAMA PERAWATAN
Tergantung kondisi klinis
77
6. NYERI KEPALA YANG BERKAITAN DENGAN
KELAINAN KRANIUM, LEHER, MATA,
TELINGA, HIDUNG, SINUS, GIGI, MULUT
ATAU STRUKTUR FACIAL ATAU KRANIAL
LAINNYA
KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis
Nyeri kepala Servikogenik ( Cervicogenic Headache ) ( G44.841 )
a. Deskripsi :
1. Nyeri kepala atau muka unilateral dan menetap atau bilateral
2. Lokasi nyeri pada oksipital, frontal, temporal atau orbital
3. Intensitasi nyeri sedang atau berat
4. Serangan intermitten nyeri beberapa jam sampai beberapa hari, nyeri konstan atau
nyeri konstan yang disertai dengan serangan nyeri
5. Nyeri kepala biasanya terasa dalam dan tidak berdenyut, nyeri akan berdenyut jika
disertai serangan migren
6. Nyeri kepala dicetuskan oleh gerakan leher, poster tertentu dari leher, penekanan
dengan jari pada suboksipital, daerah C2, C3 atau C4 atau di atas daerah nervus
oksipitalis, valsava, batuk, bersin juga dapat merupakan pemicu CH.
7. Pengurangan gerakan leher baik aktif maupun pasif, kaku kuduk
8. Tanda dan simptom ikutan dapat menyerupai dengan migren yaitu berupa nausea,
vomitus, fotofobia, dizziness, dan penglihatan kabur ipsilateral, lakrimasi dan
kemerahan pada konjungtiva, atau nyeri tengkuk, bahu, lengan
b. Nyeri bersumber dari daerah tengkuk / leher, dapat menyebar ke depan lebih dari 1
regio kepala dan wajah
c. Terbukti secara klinik, laboratorium, dan imaging adanya gangguan atau lesi di servikal
spinal atau jaringan ikat di daerah leher yang bisa dianggap penyebab nyeri kepala
d. Adanya bukti kaitan nyeri dengan kelainan di leher atau lesi lain di leher yang paling
tidak satu kriteria di bawah ini :
1. Menunjukkan gejala klinik adanya sumber nyeri di leher
2. nyeri kepala akan menghilang setelah dilakukan blokade memakai plasebo atau zat
lainnya terhadap struktural servikal atau saraf – saraf servikal
3. nyeri akan berkurang dalam 3 bulan sesudah keberhasilan pengobatan terhadap
penyebab
78
DIAGNOSIS BANDING
1. Tumor Fossa posterior
2. Chiari malformation
3. AVM ( intrakranial atau perspinal )
4. Vasculitis ( giant cell arteritis )
5. Vertebral artery dissection
6. Cervical Spondylosis atau arthropathy
7. Herniated cervical disk
8. Spinal nerve compression atau tumor
TATALAKSANA
Medikamentosa :
Antidepressan trisiklik
Obat anti epilepsi
Relaksan otot
NSAID
Tindakan : Blokade anestesi, operasi sesuai indikasi
PENYULIT
Adanya kelainan struktural di leher
KONSULTASI
Bedah Saraf
JENIS PELAYANAN
Rawat jalan, kalau perlu rawat inap
TENAGA
Dokter Spesialis Saraf, Dokter Residen, Dokter Umum, Perawat
LAMA PERAWATAN
Tergantung kondisi klinis
79
7. NEURALGIA KRANIAL DAN PENYEBAB
SENTRAL NYERI FASIAL KRITERIA
DIAGNOSIS
Klinis
Neuralgia Trigeminal Klasik ( G44. 847 )
a. Serangan nyeri paroksismal beberapa detik sampai dua menit melibatkan satu atau
lebih cabang N. Trigeminus
b. Memenuhi paling sedikit satu karakteristik berikut :
1. Kuat, tajam, superfisial atau rasa menikam
2. Dipresipitasi dari trigger area atau oleh faktor pencetus
c. Jenis serangan stereotyped pada masing – masing individu
d. Tidak ada defisit neurologik
e. Tidak berkaitan dengan gangguan lain
DIAGNOSIS BANDING
1. Migren
2. Nyeri kepala klaster
3. Gangguan pada gigi mulut
4. Nyeri kepala servikogenik
80
TATALAKSANA
Terapi terhadap neuralgia trigeminal klasik
Medikamentosa :Karbamasepin,Okskarbasepin,Gabapentin,Fenitoin,Lamotrigin,
Baklofenn
Tindakan : Operasi pada kasus intraktabel
Terapi terhadap neuralgia trigeminal simptomatik
1. Kausal
2. Terapi farmaka : sama dengan neuralgia trigeminal idiopatik
3. Terapi bedah : menghilangkan kausal seperti angkat tumor
PENYULIT
Lesi struktural
KONSULTASI
Bedah Saraf ( atas indikasi )
JENIS PELAYANAN
Rawat jalan, kalau perlu rawat inap
TENAGA
Dokter Spesialis Saraf, Dokter Residen, Dokter Umum, Perawat
LAMA PERAWATAN
Tergantung kondisi klinis
81
8. NYERI KEPALA AKIBAT PENGGUNAAN OBAT
YANG BERLEBIH ( MEDICATION OVERUSE =
MOH )
8.1. Nyeri kepala akibat penggunaan berlebihan analgesik
KRITERIA DIAGNOSTIK
Klinis :
a) Nyeri kepala timbul > 15 hari / bulan diikuti paling sedikit satu dari geala di bawah
ini :
1. Bilateral
2. Kualitas seperti menekan / mengikat ( tidak berdenyut )
3. Intensitas ringan atau sedang
b) Pemakaian analgesik ringan > 15 hari / bulan selama 3 bulan
c) Nyeri kepala makin bertambah buruk selama penggunaan berlebihan analgesik
d) Nyeri kepala membaik atau kembali ke pola sebelumnya dalam waktu 2 bulan setelah
penghentian analgesik
DIAGNOSIS BANDING
1. TTH
2. Psikosomatis
KONSULTASI : Psikiatri
82
83
PENYAKIT PARKINSON ( ICD : G 20 )
DEFINISI :
PENYAKIT PARKINSON : adalah bagian dari parkinsonism yang patologis ditandai dengan
degenerasi ganglia basalis terutama di pars compacta substansia nigra disertai dengan inklusi
sitoplasmik eosinofilik ( Lewy’s bodies )
PARKINSONISM : adalah sindroma yang ditandai dengan tremor waktu istirahat, rigditas,
bradikinesia dan hilangnya releks postural postural akibat penurunan dopamine karena
beberapa sebab
KRITERIA DIAGNOSIS
KLINIS :
Umum :
Gejala dimulai pada satu sisi (hemiparkinson )
Tremor saat istirahat
Tidak didapatkan gejala neurologis lain
Tidak dijumpai kelainan laboratorium dan radiologis
Perkembangan penyakit lambat
Respon terhadap levodopa cepat dan dramatis
Releks postural tidak dijumpai pada awal penyakit
Khusus :
Tremor : laten, saat istirahat, bertahan saat istirahat
Rigiditas
Akinesia / bradikinesia
Kedipan mata berkurang
Wajah seperti topeng
Hipotonia
Hipersalivasi
Takikinesia
Tulisan semakin kecil kecil
Cara berjalan langkah kecil kecil
Hilangnya releks postural
Gambaran motorik lain :
Distonia
Rasa kaku
Sulit mulai bergerak
Palilalia
84
Perjalanan klinis penyakit Parkinson dilihat berdasar tahapan menurut Hoehn dan Yahr
1. Stadium I :
Gejala dan tanda pada satu sisi
Gejala ringan
Gejala yang timbul mengganggu tapi tidak menimbulkan cacat
Tremor pada satu anggota gerak
Gejala awal dapat dikenali orang terdekat
2. Stadium II :
Gejala bilateral
Terjadi kecacatan minimal
Sikap / cara berjalan terganggu
3. Stadium III :
Gerakan tubuh nyata lambat diri
Gangguan keseimbangan saat berjalan / berdiri
Disfungsi umum sedang
4. Stadium IV :
Gejala lebih berat
Keterbatasan jarak berjalan
Rigiditas dan bradikinesia
Tidak mampu mandiri
Tremor berkurang
5. Stadium V :
Stadium kakeksia
Kecacatan kompleks
Tidak mampu berdiri dan berjalan
Memerlukan perawatan tetap
DIAGNOSIS BANDING :
1. Progresif Supranuclear palsy
2. Multiple System Atrophy
3. Corticobasal degeneration
4. Huntington Disease
5. Primary Pallidal Atrophy
6. Diffuse Lewy Body Disease
7. Parkinson sekunder : Toxic, infeksi SSP, drug induced, vaskuler
85
TATALAKSANA
A. Medikamentosa :
Amantadin
Antikholinergik : Benztropin mesilat, biperidin, trihexyphenidil
Dopaminergik : Carbidopa dan levodopa
Benserazide dan levodopa
Dopamin Agonis : Bromokriptin mesilat, pergolide mesilat,
Pramipexole, rupinirol, lysuride
COMT inhibitor : Entacapone, tolcapone
MAO – B inhibitor : Selegiline, lazabemide
Anti Oksidan : Glutamat antagonis, alfa tocoferol, asam ascorbat, betacaroten
Botulinum toksin
Propanolol
B. Non Medikamentosa
Operasi : Talamotomi, palidotomi, transplantasi substansia nigra,
ablasi dan stimulasi otak
Rehabilitasi medis
Psikoterapi
PENYULIT :
▪ Fluktuasi obat ( fenomena off on )
▪ Hipotensi postural
▪ Perubahan tingkah laku : dementia, depresi, sleep disorder, psikosis
KONSULTASI :
▪ Bagian Rehabilitasi Medis
▪ Bedah Saraf
▪ Psikiater
TENAGA :
▪ Spesialis Saraf
▪ Spesialis Bedah Saraf
▪ Physiatrist
▪ Psikiater
LAMA PERAWATAN : -
86
DISTONIA
DEFINISI :
Distonia adalah sindroma neurologis yang ditandai dengan gerakan involunter, terus menerus,
dengan pola tertent akibat dari kontraksi otot antagonis yang berulang – ulang sehingga
menyebabkan gerakan / posisi tubuh abnormal .
KLASIFIKASI
1. FOKAL : Blepharospasme, Distonia Oromandibular, Distonia Spasmodik, Distonia
servikal, Writer’s Cramp
2. SEGMENTAL : Axial ( leher, tubuh ), satu lengan dan satu bahu, dua bahu, brachial
dan crural
3. MULTIFOKAL : dua atau lebih dua bagian tubuh yang berbeda
4. GENERAL : Kombinasi crural distonia dan segmen yang lain
5. HEMIDISTONIA : lengan dan tungkai sesisi
TATALAKSANA :
A. Medikamentosa :
Anticholinergic, benzodiazepine, baclofen dan tetrabenasin. Biasanya hasilnya
kurang memuaskan .
Toksin botulinum merupakan obat pilihan
B. Non medikamentosa :
Operasi myectomi atau pemotongan saraf fasial selektif
Rehabilitasi medis
87
PENYULIT : ptosis, ecchymosis, diplopia, ectropion, blurred vision, dry
eyes .
KONSULTASI :
▪ Bagian Rehabilitasi Medis
▪ Bedah Saraf
TENAGA :
Spesialis Saraf
Spesialis Bedah Saraf
Psychiatrist
LAMA PERAWATAN :-
PROGNOSIS : Sulit disembuhkan
B. DISTONIA OROMANDIBULER
KRITERIA DIAGNOSIS :
a. KLINIS :
Gerakan involunter berupa spasme pada dagu, mulut dan otot lidah sehingga dagu
menutup rapat, gigi tergigit rapat, trismus dengan akibat kerusakan gigi, sendi
temporomandibular . Adanya gerakan involuntary pada lidah menyebabkan kesulitan
mengecap, berbicara dan mencucu
b. LAB : tidak ada
c. RADIOLOGIS : tidak ada
d. GOLD STANDARD : tidak ada
e. PATOLOGI ANATOMI : tidak ada
DIAGNOSIS BANDING :
1. Hemimasticatory spasm
2. Hemifacial spasm
3. Temporomandibular syndrome
TATALAKSANA
▪ Medikamentosa : Toksin botulinum, Benzodiazepin, Anticholinergic, Baclofen
biasanya kurang bermanfaat
▪ Non medikamentosa : speech terapy, operasi
TENAGA :
Spesialis Saraf
Spesialis Bedah Saraf
88
Spesialis Kesehatan Jiwa
LAMA PERAWATAN :-
C. DISTONIA SERVIKAL
KRITERIA DIAGNOSIS :
a. KLINIS :
▪ Tortikolis, rotasi kepala ke lateral, laterokolis, retrokolis dan anterokolis
▪ Sepertiga penderita mengalami scolisis, nyeri local akibat spasme otot dan
spondilotik radikulomyelopati
▪ Dipicu oleh kondisi stress dan kelelahan
▪ Kadang disertai dengan tremor tangan dan kepala
b. LAB : tidak ada
c. RADIOLOGIS : tidak ada
d. GOLD STANDARD : tidak ada
e. PATOLOGI ANATOMI : tidak ada
TATALAKSANA :
Medikamentosa : biasanya tidak banyak bermanfaat
Obat pilihan : triheksiphenidil, injeksi toksin botulinum
Bensodiazepin bisa mengurangi nyeri
Haloperidol jangan digunakan karena dapat menyebabkan tardive dyskinesia
Non medikamentosa :
Hypnosis, biofeedback, relaksasi, psikoterapi, tusuk jarum, brace
Terapi ini tidak banyak membantu
PROGNOSIS :
20% remisi spontan, eksaserbasi terjadi beberapa bulan kemudian . Sebagian besar
mengalami distonia sepanjang hidup dan sebagian menjadi distonia generalisata
89
▪ Distonia pada laring menyebabkan 2 tipe kelainan yaitu tipe adductor oleh karena
hiperadduksi korda vokalis dan tipe abductor oleh karena kontraksi m.
krikoaritenoid posterior selama berbicara sehingga abduksi korda vokalis terganggu.
Keluhan berupa suara serak, berat, bergetar
b. LABORATORIUM : tidak ada
c. RADIOLOGIS : tidak ada
d. GOLD STANDARD : tidak ada
e. PATOLOGI ANATOMI : tidak ada
DIAGNOSIS BANDING :
Psychogenic voice disorder, tremor esensial, kelainan korda vokalis, radang korda vokalis
TATALAKSANA :
a) Medikamentosa : tidak banyak membantu . Toksin botulinum harus
digunakan secara hati – hati, oleh karena dapat menyebabkan aphonia, disfagi
b) Non medikamentosa : terapi vokal, tindakan operasi
TENAGA :
▪ Spesialis Saraf
▪ Spesialis Kesehatan Jiwa
▪ Spesialis Bedah kepala dan Leher
LAMA PERAWATAN :-
E. LIMB DISTONIA
KRITERIA DIAGNOSIS :
a) KLINIS
Ada 2 bentuk yaitu :
Idiopatik : biasanya diawali dengan aksi distonia
Sekunder :
Oleh karena lesi saraf sentral dan perifer . Gejala biasanya muncul saat
istirahat. Gejala distonia fokal berupa cramp yang berkaitan dengan
pekerjaan ( graphospam, Writer’s cramp ) pada distonia idiopatik
sedangkan pada distonia yang sekunder berupa distonia spesifik yang
muncul saat menulis, mengetik, makan, olahraga atau saat bermain musik.
Kadang kadang disertai dengan tremor esensial .
b) LABORATORIUM : tidak ada
c) RADIOLOGIS : tidak ada
d) GOLD STANDARD : tidak ada
e) PATOLOGI ANATOMI : tidak ada
90
DIAGNOSIS BANDING : Parkinson dan parkinsonism
TATALAKSANA :
a) Medikamentosa :
Trihexyphenidil, benztropin. Biasanya hasilnya kurang memuaskan
Toksin botulinum merupakan obat pilihan
b) Non Medikamentosa :
Operasi
Rehabilitasi medis
KONSULTASI :
▪ Bagian Rehabilitasi Medis
▪ Bedah Saraf
LAMA PERAWATAN :-
91
PENYAKIT HUNTINGTON
DEFINISI :
Penyakit Huntington ( PH ) adalah penyakit neurodegenerasi progresif genetik autosomal
dominan, yang muncul pada dewasa umur pertengahan. Manifestasi klinis triad adalah
Movement disorders (chorea),demensia (subkortikal demensia) dan gangguan psikiatri atau
tingkah laku.
KLINIS :
1. Manifestasi klinis onset tidak pasti ( insidious), umur 35 – 40 tahun, prevalensi 4-8 /
100.000 penduduk, diturunkan secara 100% autosomal dominal ( triplet expansi CAG
pada chromosom 4 ).
2. Chorea timbul pada 90 % PH adalah gerakan yang tidak disadari, spontan, mendadak,
berlebihan, ireguler, kasar, berubah – ubah arah, random
3. Dalam perjalanan PH Progresif dan memburuk chorea dapat berubah menjadi distonia,
gambaran Parkinson seperti rigiditas, bradikinesia, gangguan postural, myoclonus, ataxia,
gangguan gerakan mata sakadik lambat, memanjangnya respon latensi, stadium lanjut
dysphagia.
4. Subkortikal demensia pada PH dengan ciri khas bradyphrenia, gangguan atensi dan
sequencing tanpa disertai apraxia, agnosia atau aphasia. Registrasi informasi baru dan
immediate memory dan recall masih utuh, meskipun retrieval recent dan remote
memory terganggu.
5. Gangguan psikiatri dan tingkah laku, kadang psikosis, dengan halusinasi visual dan
pendengaran, mania, apatis, tingkah laku obsesif dan depresi.
LABORATORIUM :
Bila memungkinkan laboratorium genotyping khusus untuk PH ( triplet expansi CAG pada
chromosom 4).
RADIOLOGIS :
Pada CT atau MRI terlihat atropi berat pada caput cauda dan putamen, atropi sedang globus
pallidus, kortek, subtansia nigra, nucleus subthalamus, dan locus coerolus
PATOLOGI ANATOMI :
Pada PH atropi berat pada caput cauda dan putamen, atropi sedang globus pallidus, kortek,
substansia nigra, nucleus subthalamus, dan locus coerolus
92
DIAGNOSIS BANDING , Klasifikasi Chorea :
Primary chorea Secondary chorea Others
Huntington’s disease
Neuroacanthocytosis Metabolic disorders
Dentato-rubral-pallido- Sydenham’s chorea Vitamine deficiency
luysian atrophy Drug induced chorea (B1 dan B12)
Benign hereditary chorea Immune mediated chorea Exposure to toxin
Wilson’s diseases Infectious chorea Paraneoplastic
PKAN / Hallerverden-Spatz Vascular chorea syndromes
Syndrome Hormonal disorders Postpump
Senile chorea choreoathethosis
Paroxysmal choreoathetose
TATALAKSANA
A. MEDIKAMENTOSA :
Remacide dan Coenzym Q10 600 mg/hari dapat menghambat progresivitas
Untuk depresi diberikan Tricyclic antidepressan ( amitriptylin atau imipramine,
nortriptylin ), SSRI ( fluoxetine atau sertraline )
Chorea dapat diberikan :
Haloperidol 0,5 – 5 mg mg / hari
Dopamine blocking agent
Benzodiazepines seperti Clonazepam bisa dipakai
Emosi tak terkontrol, iritablel diberikan Clonazepam, Carbamazepin atau Valproic
Acid ditambah dengan antidepresan
Gangguan psikiatri seperti delusion diberikan neuroleptik, haloperidol, atau
thioridazin
Psikosis dapat diberikan Quetiapine dan Clozapine
PENYULIT :
Gangguan Psikiatri dan tingkah laku
Parkinsonism seperti rigiditas, bradikinesia, gangguan postural, dystonia, myoclonus,
ataxia,dysphagia
JENIS PELAYANAN :
Ringan rawat jalan
Berat rawat inap
LAMA PERAWATAN : -
93
SYDENHAM’ S CHOREA
KRITERIA DIAGNOSA :
Definisi :
Sydenham’s Chorea (SC) adalah komplikasi lambat dari infeksi Aβ Haemolytic streptococcal
dan merupakan kriteria mayor acute rheumatic fever, dengan ciri khas chorea, kelemahan oto
dan beberapa gejala neuropsikiatri, akibat penyakit autoimun.
KLINIS :
1. Didahului adanya infeksi Aβ Haemolytic streptococcal ( 20 – 30 % )
2. Umur 5 – 15 tahun
3. Perempuan predominan
4. Chorea general, simetris, gerakan lebih cepat dibanding chorea dari Huntington
5. Perubahan tingkah laku, gangguan obsesif – kompulsif dan iritabel
6. Sembuh sendiri 5 – 16 minggu
DIAGNOSA BANDING :
Secondary chorea
Sydenham’ s chorea
Immune mediated chorea
Vascular chorea
Hormonal disorders
Drug induced chorea
Infectious chorea :
Bacterial
Sydenham’ s ( post Streptococcal )
Sub – Acute bacterial endocarditis
Neurosyphilis
Tuberculosis
Viral
Measles
Mumps
Influenza
Cytomegalovirus
Subacute Sclerosing panencephalitis
Human immune deficiency virus
Epstein-Barr Virus (mononucleosis)
Borrelia burgdorferi ( Lyme disease)
Varicella
Prion
Creutzfeldt – Jacob disease
94
TATALAKSANA :
A. MEDIKAMENTOSA :
o Chorea dapat diberikan :
o Haloperidol 0,5 – 5 mg hari
o Benzodiazepines seperti Clonazepam bisa dipakai
o Amantandine 100 – 300 mg
B. TINDAKAN :-
KONSULTASI :
LAMA PERAWATAN : -
95
TREMOR ESENSIAL
KRITERIA DIAGNOSIS
KLINIS :
Tremor Essential (TE) berdasarkan Core And Secondary Criteria (lihat tabel)
Kriteria Inti Kriteria Sekunder
Tremor saat kerja bilateral di tangan dan
Lama > 3 tahun
lengan bawah
Tidak ada kelainan neurologis lain,
Riwayat keluarga positif
kecuali cogwheel phenomenon
Tremor kepala dengan / tanpa dystonia Ada respon terhadap alkohol
LABORATORIUM :-
RADIOLOGI :-
GOLD STANDARD :-
DIAGNOSIS BANDING
Parkinson, MS, Wilson disease, Huntington
Cerebellar degenerative disease
Efek samping obat : obat asma, anti depresan
Toksin logam berat : timah, merkuri
Thypoid disease
96
TATALAKSANA
A. Medikamentosa :
Obat Dosis awal Dosis Tx Efek samping
Kelelahan, impoten, depresi
Propanol 30 mg / hr 160 – 320 mg / hr
sesak nafas, bradycardia
Pirimidone 12,5 – 25 mg / hr 62,5 – 350 mg / hr Sedasi, nause, muntah
Drowsines,kelelahan,nausea
Gabapentine 300 mg / hr 1200 – 3600 mg / hr
dizzine, sempoyongan
Alprazolam 0,75 mg / hr 0,74 – 2,75 mg / hr Sedasi, kelelahan
Parestesia, BB menurun,
Topiramate 25 mg / hr 100 – 300 mg / hr
batu ginjal
Nimodipine 120 mg / hr 120 mg / hr Hipotensi ortostatik
Insomnia, restlessness, sakit
Theophylin 150 – 300 mg / hr 15 – 300 mg / hr
kepala
PENYULIT
Stres, kopi, alkohol
KONSULTASI :
Bedah
Rehab Medik
JENIS PELAYANAN :
Rawat jalan
TENAGA :
Dokter Spesialis Saraf
Fisioterapis
LAMA PERAWATAN : -
PROGNOSIS : Baik
97
PROGRESSIVE SUPRANUCLEAR PALSY
KRITERIA DIAGNOSIS
A. KLINIS
Usia 50 – 60 tahun
Gejala meliputi : gangguan keseimbangan ( Imbalance ), gangguan penglihatan,
disatri, disfagi, gangguan fungsi intelektual, perubahan kepribadian, atau insomnia.
Tidak semua gejala ada pada setiap pasien, tetapi sebagian besar muncul selama
perjalanan penyakit.
Biasanya dimulai dengan gangguan visual, gangguan postur dan gaya berjalan yang
tampak pada awal penyakit. Pada fase dini penderita sering tiba – tiba terjatuh
tanpa penyebab yang jelas ( paroxysmal disequilbrium ). Sebagian besar cenderung
jatuh ke belakang, tetapi bisa jatuh ke segala arah
Ciri khasnya hipokinesia dan rigiditas otot – otot axial dan anggota gerak
Gangguan gerakan ocular pursuit, khususnya ke arah bawah, biasanya tampak pada
saat pertama kali memeriksakan diri. Paresis menimbulkan pergerakan kepala pasif
mengaktifkan reflek oculocephalic (supranuclear). Pasien kesulitan apabila menuruni
tangga, membaca atau mengambil makanan dari piring
Gangguan bicara dan menelan, kadang tercekik
Ditemukan horizontal square-wave jerk, saccadic lambat dan hipometrik, dan paresis
gerakan ke atas. Paresis lateral gaze terjadi pada tahap lanjut dari penyakit
Apraxia gerakan kelopak mata dan blepharospasme sering terjadi
Tremor jarang ditemukan
Gangguan mental sering ditemukan, seringkali berupa perubahan kepribadian,
emotional incontinence, atau depresi. Demensia biasanya sama dengan Penyakit
Lobus Frontalis.
Kombinasi disartria, disfagia dan disabilitas menyebabkan kematian karena aspirasi
Respon terapi terhadap levodopa buruk
B. PENUNJANG
MRI Otak untuk menyingkirkan dementia multi-infark dan hidrosefalus
Single photon emission computed tomography (PET) scan
DIAGNOSA BANDING
Parkinson ‘s disease idiopatik. Sulit dibedakan apabila gerakan bolamata masih
normal
Degenerasi corticobasal ganglionic, multiple system atrophy.
Normal pressure hydrocephalus
Multiple cerebral infark
TATALAKSANA
A. Medikamentosa :
Terapi PSP masih belum memuaskan. Pada 1/3 pasien Levodopa memperbaiki
bradikinesia dan rigiditas. Bila tidak ditemukan perbaikan motor dengan Levodopa,
obat di stop
98
Amantadin dan amitriptilin, tetapi penggunaannya terbatas karena efek sampingnya
Zolpidem memperbaiki keseimbangan dan abnormalitas pergerakan bola mata
Terapi wicara untuk manajemen disatri dan disfagi
Blepharospasme memberi respon baik terhadap injeksi toksin botulinum. Mata kering
akibat jarang berkedip diberi lubrican topikal
B. Tindakan: -
PENYULIT :
Aspirasi pneumoni
Mata kering
KONSULTASI :-
JENIS PELAYANAN :
Rawat Jalan
Rawat Inap
TENAGA :
Spesialis Saraf
Spesialis Paru
99
MIOKLONUS
DEFINISI :
Mioklonus adalah gerakan tidak disadari tiba – tiba, sebentar, Jerky, Shock-like, akibat
kontraksi otot ( positif mioklonik ), disebabkan gangguan di CNS timbul di anggota, wajah
atau badan .
KLINIS
KLASIFIKASI : berbagai klasifikasi
Berdasarkan distribusi mioklonus : fokal, segmental, general
Berdasarkan neurofisiologi : kortikal, batang otak, spinal
Berdasarkan waktu : ireguler, ritmik, osilatori, mioklonus bisa saat istirahat atau saat
kerja
Mioklonus bisa reflektoris atau sensitif terhadap stimulus sensoris atau suara
Marsdens membagi miklonus :
Fisiologik – Esensial – Epileptik – Simptomatik
1. Fisiologik mioklonus : timbulnya gerakan mendadak sekelompok otot saat mulai tidur,
biasanya sesudah aktifitas berat, emosi atau stress Hiccup bisa dimasukkan jenis ini.
2. Essential Mioklonus : Onset dekade kedua, Laki dan perempuan sama, timbul
gerakan miklonus. Saat kerja, hilang saat tidur, meningkat saat emosi
3. Epileptik Mioklonus : adalah fenomena epilepsi terutama anak – anak, tipe progresif
multifokal atau mioklonus general, ditandai dengan timbulnya kelainan neurologis
progresif seperti ataxia, spastisitas, demensia, tuli
4. Simptomatik mioklonus : dihubungkan dengan infeksi, degenerasi, metabolik, toxic
encefalopati
Etiologi mioklonus :
1. Drug induced mioklonus :
Antikonvulsan, Levodopa, Lithium, Clozapine, Penicillin, Vigabatrin, Cyclosporin, Tricyclic
Antidepressan, MAO inihibitor.
2. Opsoklonus – mioklonus sindrome :
Viral, Ca Ovaril, Melanoma, Lymphoma, Hipoglikemi
3. Asterixis : MetabolikEcefalopati (misal hepatik), lesi Thalamus, putamen, lobus parietal
4. Kortikal mioklonus : Tumor, Angioma, encefalitis
5. Palatal mioklonus : idopathic, Stroke, MS, Neurodegenerasi
100
6. Spinal mioklonus : mielopati inflamasi, Cervikal Spondilosis, Tumor, Ischemik
7. Post Anoxic encefalopati
8. Progressive Myoclonic Ataxia ( Ramsay Hunt Syndrome )
9. Trauma
10. Metal Toxic : Mangan, besi
11. MPTP
ELEKTROFISIOLOGI :
1. EMG : untuk menentukan aktivitas otot segmental
2. SSEP
3. MRI Otak, Spinal
4. Elektron mikroskop pada kulit, konjungtiva dan otot
RADIOLOGIS :-
GOLD STANDARD :-
PATOLOGI ANATOMI :-
DIAGNOSIS BANDING :
Chorea
Tics
TATALAKSANA
A. Medikamentosa :
Cari faktor etiologi dan diobati
Klonazepam : 4 – 10 mg / hr
Sodium Valproat: 250 – 4500 mg / hr
Lisirude
Asetasolamide ( Sindrome Ramsay Hunt )
Karbamazepin
Pada post hipoksi mioklonus bisa ditambahkan 5-hidroksi-tryptophan dan carbidopa
Asteriksis ( negative-mioklonus ) bisa dipakai ethosuximide dan koreksi metabolit
B. Tindakan :-
PENYULIT :-
KONSULTASI :-
LAMA PERAWATAN :-
101
SINDROMA TOURETTE
KRITERIA DIAGNOSIS
DEFINISI :
Sindroma Tourette (ST) adalah sindroma waxing, waning tik motorik baik simpel atau komplek,
disertai minimal satu vokal tics (phonic tics), disertai obsesive-compulsive disorders tetapi
gangguan tingkah laku bukan kriteria untuk diagnosis, tetapi penting untuk pasien
KLINIS
Onset Sindroma Tourette pada umur antara 5 – 20 tahun, dengan ratio laki – laki : perempuan
=4:1
1. TICS
a. Singkat, mendadak, timbul regular dan berulang dari gerakan maupun suara. Dua
bentuk tiks adalah motor dan fokal selanjutnya masing – masing dibagi dalam bentuk
simpel dan kompleks
b. Simpel motor Tics muncul tiba – tiba, tidak bertujuan, mengenai kelompok – kelompok
otot, misalnya angkat bahu, kedipan mata, jerking kepala
c. Simpel motor Tics sering tampak lebih lambat, terus menerus dan gerakan gerakan
tonik yang menyerupai distonia ( disebut distonic tics )
d. Complex motor Tics : gerakan koordinatif dan berurutan yang menyerupai gerakan
motorik normal atau gerakan badan yang kurang tepat dalam intensitas dan waktunya.
Gerakan menyentuh, melempar, memukul dan melompat lompat. Contoh lain Complex
motor Tics adalah menunjukkan alat genitalia atau echopraxia
e. Tics suara dihasilkan dari mulut, tenggorakan maupun hidung
f. Tics suara sederhana suara yang tidak terartikulasi, sedangkan yang komplek antara
lain, kata, elemen musik
g. Kata kata kotor ( Koprolalia )
h. Tics motor dan Phonik bisa muncul salama tidur
102
PATOLOGI ANATOMI : tidak spesifik, lesi di ganglia basalis terutama nuclues caudatus,
Kortek inferior parietal
DIFERENTIAL DIAGNOSA
1. TICS : Distonia, korea, mioklonus, hiperefleksia
2. Kelainan TICS sesaat : serangan pada anak
3. Kelainan TICS motorik primer
4. Kelainan TICS multiple kronis
5. TICS pada Huntington disease, parkinson
6. Kelainan pertumbuhan anak
7. Rheumatoid Heart Disease
TATALAKSANA
a. Medikamentosa : Starting dose
Dopamine – receptor blockers : (mg / day )
Fluphenazine 1.0
Pimozide 2.0
Haloperidol 0.5
Risperidone 0.5
Ziprasidone 20.0
Trifluperazine 1.0
Molindone 1.0
CNS Stimulants for ADHD
Methylphnidate 5.0
Pemoline 18.7
Dextroamphetamine 5.0
Noradrenaline drugs for impuls control and ADHD
Clonidine 0.1
Guanfacine 1.0
Serotenergic drugs for OCD
Flouxetin 20 – 60
Sertralin 50 – 200
Paroxetin 20 – 60
Clomipramin 25
Fluvoxamin 50
Venlafazin 25
Tripthopan
MAOI, mianserin, benzodiazepin
b. Tindakan :
TICS : Psiko terapi
Hipnotis
Kelainan tingkah laku operasi bedah :
Thalamotomy, tracheotomy, cingulotomy
103
PENYULIT :-
KONSULTASI :
▪ Spesialis saraf
▪ Spesialis Jiwa
▪ Psikolog
TENAGA :
▪ Dokter Spesialis Saraf
▪ Dokter Spesialis Jiwa
▪ Psikolog
PROGNOSIS : Baik
104
105
CEDERA KEPALA (CEDERA OTAK)
Definisi
Cedera otak (CO) adalah cedera yang mengenai kepala dan otak baik yang terjadi secara
langsung (kerusakan sekunder / secondary effect). Cedera otak yang terjadi sebagian besar
adalah cedera otak tertutup, akibat kekerasan (rudapaksa), karena kecelakaan lalu lintas, dan
sebagian besar (84%) menjalani terapi konservatif dan sisanya sebanyak 16% yang
membutuhkan tindakan operatif
KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis
Tergantung berat ringannya cedera otak yang terjadi, dibagi dalam :
1) Minimal = Simple Head Injury (SHI)
Nilai skala Koma Glasgow 15 (normal)
Kesadaran baik
Tidak ada amnesia
2) Cedera Otak Ringan (COR)
Nilai skala Koma Glasgow 14 atau
Nilai skala Koma Glasgow 15 dengan :
▪ Amnesia pasca cedera < 24 jam, atau
▪ Hilang kesadaran > 10 menit
Dapat disertai gejala klinik lainnya, misalnya : mual, muntah, sakit kepala atau
vertigo
3) Cedera Otak Sedang (COS)
Nilai skala Koma Glasgow 9 – 13
Hilang kesadaran > 10 menit tetapi kurang dari 6 jam
Dapat atau tidak ditemukan adanya defisit neurologis
Amnesia pasca cedera selama kurang lebih 7 hari ( bisa positif atau negatif )
4) Cedera Otak Berat (COB)
Nilai skala Koma Glasgow 5 – 8
Hilang kesadaran > 6 jam
Ditemukan defisit neurologis
Amnesia pasca cedera > 7 hari
5) Kondisi Kritis
Nilai skala Koma Glasgow 3 – 4
Hilang kesadaran > 6 jam
Ditemukan defisit neurologis
Perdarahan epidural
Lusid interval
Anisokori pupil
Hemiparesis yang terjadi kemudian
Refleks babinski yang terjadi kemudia
106
LABORATORIUM
Darah Perifer lengkap
Gula Darah sewaktu
Ureum / Kreatinin
Analisa Gas Darah (ASTRUP)
Elektrolit
RADIOLOGI
Foto kepala polos, Posisi AP/ Lat / Tangensial (sesuai indikasi)
Skening Kepala, gambaran bisa normal, kontusio, perdarahan, edema, fraktur
tulang kepala
STANDAR BAKU
Skening Kepala (CT Scan kepala)
PATOLOGI ANATOMI
Normal, tidak ada kerusakan hanya gangguan fungsional (Simple Head Injury (SHI)
dan Komosio)
Kontusio
Perdarahan
Edema
Iskemia
Infark
Fraktur tulang tengkorak
TATALAKSANA
Tergantung derajat beratnya cedera
1. Minimal
Tirah baring, kepala ditinggikan sekitar 30 derajat
Istirahat dirumah
Diberi nasehat agar kembali ke rumah sakit bila ada tanda – tanda perdarahan
epidural, seperti orangnya mulai terlihat mengantuk (kesadaran mulai turun gejala
lucid interval)
107
Bebaskan jalan nafas (Airway), jaga fungsi pernafasan (Breathing), Circulation
(tidak boleh terjadi hipotensi, sistolik sama dengan atau lebih dari 90 mmHg),
nadi, suhu (tidak boleh sampai terjadi pireksia)
Keseimbangan cairan dan elektrolit dan nutrisi yang cukup, dengan kalori 50%
lebih dari normal
Jaga keseimbangan gas darah
Jaga kebersihan kandung kemih, kalau perlu pasang kateter
Jaga kebersihan dan kelancaran jalur intravena
Rubah – rubah posisi untuk cegah dekubitus
Posisi kepala ditinggikan 30 derajat
Pasang selang nasogastrik pada hari ke 2, kecuali kontra indikasi yaitu pada
fraktur basis kranii
Infus cairan isotonis
Berikan Oksigen sesuai indikasi
b) Terapi Khusus
1. Medikamentosa
Mengatasi tekanan tinggi intrakranial, berikan Manitol 20%
Simptomatis : analgetik, anti emetik, antipiretik
Antiepilepsi diberikan bila terjadi bangkitan epilepsi pasca cedera
Antibiotika diberikan atas indikasi
Anti stress ulcer diberikan bila ada perdarahan lambung
2. Operasi bila terdapat indikasi
c) Rehabilitasi
Mobilisasi bertahap dilakukan secepatnya setelah keadaan klinik stabil
Neurorestorasi dan Neurorehabilitasi diberikan sesuai dengan kebutuhan
PENYULIT
Perawatan dan konsistensi neurorehabilitasi yang kurang cermat dapat menimbulkan gejala
sisa yang sangat variatif tergantung berat dan lokasi kerusakan otak
KONSULTASI
Bedah Saraf / Bedah lainnya sesuai indikasi
Neuroemergensi
Neurobehavior
Neurorestorasi / Neurorehabilitasi
JENIS PELAYANAN
Rawat Jalan
Rawat inap
LAMA PERAWATAN
Tergantung beratnya, dari 2 hari sampai 1 bulan
Terkadang penyembuhan tidak sempurna, ada gejala sisa dari membutuhkan
perawatan khusus karena kecacatan yang cukup berat
108
CEDERA MEDULA SPINALIS
Definisi
Cedera Medula Spinalis (CMS) atau cedera spinal adalah cedera pada tulang belakang yang
menyebabkan penekanan pada medula spinalis sehingga menimbulkan myelopati dan
merupakan keadaan darurat neurologi yang memerlukan tindakan yang cepat, tepat dan
cermat untuk mengurangi kecacatan. Prognosis penyembuhan tergantung pada 2 faktor yaitu :
a) Beratnya defisit neurologis yang timbul dan
b) Lamanya defisit neurologis sebelum dilakukan tindakan dekompresi
CMS merupakan kasus emergensi neurologi dan perlu mendapat perhatian lebih, oleh karena
satu kali medulla spinalis rusak, sebagian besar fungsinya tidak dapat kemabli normal .
109
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Darah perifer lengkap
b. Gula darah sewaktu, Ureum dan Kreatinin
2. Radiologi
a. Foto vertebra posisi AP / LAT dengan sentrasi sesuai dengan letak lesi
b. CT Scan atau MRI jika diperlukan tindakan operasi
3. Neurofisiolgi klinik – EMG, NCV, SSEP
PENATALAKSANAAN
1. Umum
a) Jika ada fraktur atau dislokasi kolumna vertebralis servikalis, segera pasang kerah
fiksasi leher, jangan gerakkan kepala atau leher
b) Jika ada fraktur kolumna verterbralis torakalis, angkut pasien dalam keadaan
tertelungkup, lakukan fiksasi torakal (pakai korset)
c) Fraktur daerah lumbal, fiksasi dengan korset lumbal
d) Kerusakan medula spinalis dapat menyebabkan tonus pembuluh darah menurun karena
paralisis fungsi sistem saraf ortosimpatik dengan akibat menurunnya tekanan darah.
Beri Infus, bila mungkin plasma atau darah, dextran-40 atau ekspafusin. Sebaiknya
jangan diber cairan isotonik seperti NaCl 0,9% atau glukosa 5%. Bila perlu diberikan 0,2
mg adrenalin s.k, boleh diulang 1 jam kemudian. Bila denyut nadi < 44 kali / menit,
berikan sulfas atropin 0,25 mg i.v.
e) Gangguan pernafasan, kalau perlu beri bantuan dengan respirator atau cara lain. Jaga
jalan nafas tetap lapang.
f) Jika lesi diatas C-8, termoregulasi tidak ada, mungkin terjadi hiperhidrosis, usahakan
suhu badan tetap normal
g) Jika ada gangguan miksi pasang kondom kateter atau dauer kateter dan jika ada
gangguan defekasi, berikan laksan / klisma.
2. Medikamentosa
a) Berikan metil – prenisolon 30 mg / kgBB, i.v, perlahan – lahan selama 15 menit. 45
menit kemudian per infus 5 mg / kgBB selama 24 jam. Kortikosteroid mencegah
peroksidasi lipid dan peningkatan sekunder asam arakidonat
b) Bila terjadi spastisitas otot :
Diazepam 3 x 5 – 10 mg / hari
Baklofen 3 x 5 – 10 mg hingga 3 x 20 mg / hari
c) Bila ada rasa nyeri dapat diberikan :
Analgetika
Antidepresan : amitriptilin 3 x 10 mg / hari
Antikonvulsan : neurontin 3 x 300 mg / hari
d) Bila terjadi hipertensi akibat gangguan saraf otonom (tensi > 180/100 mmHg),
pertimbangkan pemberian obat antihipertensi.
3. Operasi
Tindakan operatif dilakukan bila :
Ada fraktur, pencegahan tulang menekan medulla spinalis
Gambaran neurologis progresif memburuk
Fraktur, dislokasi yang labil
Terjadi herniasi diskus intervertebralis yang menekan medulla spinalis
110
PENYULIT
Tergantung beratnya dan waktu datang ke rumah sakit (lewat ‘waktu emas’), tidak dapat
sembuh sempurna
KONSULTASI
Bedah Saraf / Bedah lainnya tergantung indikasi
Neuroemergensi
Neurorestorasi / Neurorehabilitasi
JENIS PELAYANAN
Rawat Inap
Rawat Jalan
TENAGA
Perawat, Dokter Umum, Dokter Spesialis Saraf, Terapis
LAMA PERAWATAN
Sampai masa akut lewat dan selesainya tindakan yang diperlukan biasanya 7 hari
sampai 1 bulan
Terkadang penyembuhan tidak sempurna, ada gejala sisa dan membutuhkan
perawatan khusus karena kecacatan yang cukup berat
111
112
NEUROPATI
Definisi
Proses patologi yang mengenai susunan saraf perifer, berupa proses demielinisasi atau
degenerasi aksonal atau kedua – duanya . Susunan saraf perifer mencakup saraf otak, saraf
spinal dengan akar saraf serta cabang – cabangnya, saraf tepi dan bagian – bagian tepi dari
susunan saraf otonom .
Etiologi
1. Metabolik
Neuropati diabetik
Polineuropati : komplikasi diabetes melitus yang paling sering terjadi
Gejala dan tanda :
~ gangguan motorik tungkai lebih sering terkena daripada tangan
~ gangguan sensorik kaos kaki dan sarung tangan berupa gangguan rasa nyeri &
suhu, vibrasi serta posisi.
Otonom neuropati:
Gejala dan tanda : keringat berkurang, hipotensi ortostatik, nokturnal diare,
inkontinensi alvi, konstipasi, inkontinensi & retensio urin, gastroparesis dan
impotensi
Mononeuropati :
Gejala dan tanda : terutama mengenai nervi kranialis (terutama nervi untuk
pergerakan bola mata) dan saraf tepi besar dengan gejala nyeri
Polineuropati uremikum
Terjadi pada pasien uremia kronis (gagal ginjal kronis)
Gejala & tanda :
Gangguan sensorimotor simetris pada tungkai & tangan
Rasa gatal, geli & rasa merayap pada tungkai dan paha memberat pada malam hari,
membaik bila kaki digerakkan (restless leg syndrome)
2. Nutrisional
Polineuropati defisiensi
a. Piridoksin : pada penggunaan Izoniazid (INH)
Gejala dan tanda : neuropati sensorimotor dan neuropati optika
b. Asam folat : sering pada penggunaan fenitoin &
intake asam folat yang kurang
c. Niasin : pada pasien defisiensi multipel
Polineuropati alkoholik : Neuropati karena defisiensi multivitamin dan thiamin
Gejala dan tanda : gangguan sensorimotor simetris terutama tungkai tahap lanjut
mengenai tangan
3. Toksik
Arsenik: keracunan arsen secara kronik (akumulasi kronik)
Gejala dan tanda :
Gangguan sensoris berupa nyeri dan gangguan motorik yang berkembang lambat
Gangguan GIT mendahului gangguan neuropati oleh karena intake arsen
113
Merkuri :
Gejala dan tanda : menyerupai keracunan arsen
4. Drug Induced
Obat antineoplasma : (Cisplastin, carboplastin, vincristin)
Gejala dan tanda :
Banyak sebagai gangguan sensorik polineuropati setelah beberapa minggu terapi
seperti parestesia
Gangguan Propioseptif, vibrasi sering terganggu sampai mengenai kolum
posterior
Gangguan motorik terutama tungkai bawah
Antimikrobial
INH : simetrikal polineuropati
Kloramfenikol dan metronidazole :
Gangguan sensoris ringan / akral parestesia, kadang optik neuropati
KRITERIA DIAGNOSIS
▪ Klinis
Gangguan sensorik : parestesia, nyeri, terbakar, penurunan rasa raba, vibrasi
dan posisi
Gangguan motorik : kelemahan otot – otot
Reflek tendon menurun
fasikulasi
▪ Laboratorium
Gula darah puasa, fungsi ginjal, kadar vitamin B1, B6, B12 darah, kadar logam
berat, fungsi hormon tiroid
Lumbal pungsi : sesuai indikasi
▪ Gold Standard
ENMG : degenerasi aksonal dan demielinisasi
Biopsi saraf
DIAGNOSIS BANDING
▪ Miopati
▪ Motor neuron disease
▪ Multiple sklerosis
TATALAKSANA
▪ Terapi kausa
▪ Simptomatis : analgetik. Antiepileptik
114
▪ Neurotropik vitamin : B1, B6, B12, asam folat
▪ Fisioterapi
PENYULIT
▪ Penyakit dasar : progresifitas dan komplikasinya
▪ Perawatan dan fisioterapi yang kurang cermat menimbulkan : atropi, dekubitus,
infeksi saluran kencing dan kontraktur
KONSULTASI
▪ Penyakit dalam (sesuai penyakit dasar)
▪ Bedah saraf / bedah lainnya (sesuai kausa)
▪ Fisioterapi
JENIS PELAYANAN
▪ Rawat jalan
▪ Rawat inap : sesuai penyakit dasar
TENAGA
▪ Perawat, dokter umum dan dokter spesialis saraf
LAMA PERAWATAN
▪ Antara 2 minggu s/d 1 bulan bila dirawat
▪ Kadang – kadang penyembuhan tidak sempurna
115
SINDROM TEROWONGAN KARPAL
Definisi : Jebakan n. Medianus di dalam terowongan karpal
Etiologi :
Penyempitan ruangan di dalam terowongan
Peningkatan sensibilitasi saraf terhadap tekanan
Gangguan endokrin
Gerakan berulang ulang pada pergelangan tangan
Idiopatik
KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis :
Parestesia dan nyeri pada pergelangan, tangan dan bagian volar 3 jari sering
kali hanya pada ujung jari, terutama pada malam hari
Tanda Tinnel +
Tes Phallen +
Laboratorium :
Hematologi rutin, gula darah puasa, fungsi ginjal, tiroid
Radiologi :
Rongent pergelangan tangan (osteofit, deposit kalsium)
Golden standard :
ENMG
DIAGNOSIS BANDING
Radikulopati servikal
Rematik non artrikuler
TATALAKSANA
Medikamentosa : antiinflamasi, analgetik
Tindakan : - release n. Medianus
- splint
Terapi kausa
PENYULIT
Penyakit dasar
Komplikasi atrofi otot thenar penekanan jangka panjang
KONSULTASI
Penyakit dalam : penyakit sistemik yang mendasari
Fisioterapi
Ortopedi : release n.medianus
116
NEUROPATI ULNAR
NEUROPATI ULNAR PADA SIKU
Definisi :
Jebakan n.ulnaris pada berbagai sisi di siku akibat berbagai macam etiologi
Etiologi :
Deformitas siku Metabolik
Trauma Leprosi
Penekanan eksternal Idiopatik
Tumor
KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis :
Gangguan sensoris jari ke 5 dan ½ lateral jari ke 4 bagian dorsal dan palmar
Kelemahan pada fleksor karpi ulnaris, abduktor digiti minim
Tahap lanjut atrofi m.Hipothenar, clow Hand (jari 4,5)
Tes fleksi siku +
Laboratorium : hematologi rutin, gula darah puasa, fungsi tiroid
Radiologi : Rongent artikulus kubiti (osteofit, deposit kalsium)
Golden Standard : ENMG
DIAGNOSIS BANDING
Gangguan radik
Gangguan pleksus brakialis
ALS
Syringomieli
TATALAKSANA
Terapi kausa
Medikamentosa : analgetik, antiinflamasi
Tindakan : Cubital tunnel decompression
KONSULTASI
Penyakit dalam : sesuai kausa
Bedah ortopedi
Kulit : leprosy
Fisioterapi
117
SINDROM KANALIS GUYON
Definisi: Jebakan n.ulnaris di dalam kanalis Guyon
Etiologi :
Tumor (ganglion, lipoma dll)
Artritis rematoid
Tekanan eksternal
Gerakan berulang pada pergelangan tangan
KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis
Gangguan sensoris pada jari 5 dan ½ lateral jari ke 4 bagian dorsal dan palmar
Kelemahan otot intrinsik ulnaris
Claw Hand (jari ke 4 & 5)
Laboratorium
Hematologi rutin, gula darah puasa
Radiologi
Rongent pergelangan tangan : artritis, fraktur
CT Scanning pergelangan tangan : ganglion, tumor
Gold Standard
ENMG
DIAGNOSA BANDING
Gangguan radik
Gangguan pleksus brakialis
ALS
Syringomyeli
TATALAKSANA
Terapi kausa
Medikamentosa : antiinflamasi, analgetik
Tindakan pembedahan
PENYULIT
Penyakit dasar : progresifitas penyakit
Perawatan fisioterapis yang tidak tepat menimbulkan : atrofi dan kontraktur
KONSULTASI
Bedah ortopedi / bedah onyeri kepalaologi
Penyakit dalam
Fisioterapi
118
CERVICAL SYNDROME
Definisi
Sekumpulan gejala berupa nyeri tengkuk, nyeri yang menjalar, rasa kesemutan yang menjalar,
spasme otot yang disebabkan karena perubahan struktural kolumna vertebra servikalis akibat
perubahan degeneratif pada diskus intervertebralis, pada ligamentum flavum, ‘facet joints’
Kausa antara lain :
Spondylosis cervicalis :
Myelopathy
Mekanik :
Neck Strain
Herniasi diskus
Infeksi :
Osteomyelitis
Meningitis
Referred :
Thoracic Outlet Syndrome
Pancoast ‘ s tumor
Neurologik :
Brachialis plexitis
Jebakan saraf perifer
Rheumatologik :
Rheumatoid arthritis
Fibromyalgia
Neoplasma :
Multiple myeloma
Syringomyelia
KRITERIA DIAGNOSIS
Nyeri leher, bahu, dan menjalar ke lengan
Nyeri leher sering didahului spasme otot – otot tengkuk, bahu yang berlangsung sampai
beberapa hari dan diperburuk oleh ekstensi yang disertai oleh rotasi lateral leher
secara bersamaan (Spurling manuver)
Nyeri leher dapat diperburuk oleh keadaan yang meninggikan tekanan intradiskal
seperti batuk, bersin, mengedan, atau manuver valsava
Pemeriksaan Penunjang
Intermitted test
Foto cervikal AP / lateral dan oblik
ENMG
Myelografi
CT – Myelo
DIAGNOSIS BANDING
HNP
Meningitis TBC Servikal
119
TATALAKSANA
Konservatif 3 – 6 minggu, berupa :
Istirahat servikal → Neck Collar bila perlu
NSAID
Suntikan lokal
Fisioterapi
Operatif bila ada penyulit
PENYULIT
Nyeri neuropatik
Kelumpuhan anggota gerak
KONSULTASI
Internist bila ada penyakit sistemik sebagai penyebab ataupun penyerta penyakit
Psikiater bila tidak dietmukan kelainan lain
Fisioterapi
JENIS PELAYANAN
Rawat jalan
Rawat inap bila nyeri tidak tertahan nyeri kepalang (obat tak menolong) bila diduga
ada penyebab lain
TENAGA
Dokter Spesialis Saraf, Dokter Spesialis Bedah Saraf / Ortopedi
LAMA PERAWATAN
Minimal 1 (satu) Minggu
PROGNOSIS
Umumnya baik, biasanya diperlukan fisioterapi lanjutan
120
STRAIN LUMBO-SACRAL
Definisi
Merupakan Nyeri Punggung Bawah (NPB) tanpa perjalanan nyeri ke tungkai, hanya menjalar ke
bokong serta paha belakang
Kausa
Nyeri timbul akibat peregangan atau trauma pada ligamen, otot – tendon tanpa adanya ruptur
atau avulsii pada cedera ringan. Sedangkan pada cedera berat dapat terjadi robekan pada
otot. Merupakan 60 – 70 % penyebab NPB.
KRITERIA DIAGNOSIS
Pada Strain akut dijumpai riwayat trauma seperti mengangkat benda berat atau dalam
posisi yang salah mencabut tanaman, trauma langsung atau terjatuh
Terasa nyeri setempat, mula – mula tidak begitu hebat dan pinggang kaku
Nyeri bertambah hebat bila spasme otot bertambah, bahkan dapat menimbulkan skoliosis
Pemeriksaan motorik, sensorik, refleks fisiologi dan otonom normal
Foto lumbosakral mungkin dijumpai kurva lurus atau skoliosis
Pada Strain kronik dijumpai akibat sikap tubuh yang salah dan otot kurang adekuat.
Dijumpai pada pekerja kasar, buruh, sering mengangkat beban, duduk bungkuk seharian
Terasa pegal difus yang bertambah saat bermulti para aktifitas dan berkurang atau
menetap pada saat berbaring
Pemeriksaan Penunjang
Foto lumbosakral
ENMG
DIAGNOSIS BANDING
Ischialgia : kelainan – kelainan organ abdomen, organ rongga pelvis
Spondillolistesis
TATALAKSANA
NSAID
Relaksan otot
Suntikan anestesi lokal + steroid pada nyeri lokal hebat
Fisioterapi : pasif (masase es) atau panas (mandi hangat) dapat mengurangi nyeri spasme.
Untuk strain akut, tirah baring cukup 2 hari lalu diikui latihan fisik aktif yang
terprogram
Untuk strain kronik, pengaturan sikap tubuh dalam aktifitas harian serta latihan
yang terprogram untuk memperkuat otot batang tubuh. Perubahan sikap tubuh
memerlukan waktu minimal enam bulan sampai gejala berkurang
PENYULIT :-
KONSULTASI :
Obgin, internist, bila ada penyakit sistemik sebagai penyebab ataupun penyerta penyakit
Psikiater
121
JENIS PELAYANAN :
Rawat jalan
Rawat inap bila nyeri tidak tertahankan (obat tak menolong) di rumah, diduga ada
penyebab lain, yang harus dieksplorasi
TENAGA STANDAR
Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf
LAMA PERAWATAN
Minimal 1 minggu
PROGNOSIS
Perbaikan fase akut terjadi dalam 2 minggu. Pada umumnya 90% pasien akan sembuh dalam 2
bulan. 10% menjadi kronik dan mungkin diperlukan dukungan psikiatrik atau rehabilitasi
vokasional
122
MIOPATI
ICD 359
Definisi / Etiologi
Suatu kelainan yang ditandai oleh abnormalnya fungsi otot (merupakan perubahan patologik
primer) tanpa adanya denervasi pada pemeriksaan klinik, histolik atau neurofisiologi.
KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis :
Kelelahan, kelemahan, atrofi, dan lembeknya otot skelet
Kedutan otot, kram otot, nyeri dan pegal pada otot – otot
Dapat disertai gejala sistemik atau gejala lain
Pemeriksaan fisik :
Pemeriksaan sistem motoris meliputi bentuk otot, tonus otot, kekuatan otot dan cara
berdiri / berjalan
Pemeriksaan refleks tendon
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium : Kadar enzim creatinin kinase (CK) lactic dehydorogenase
(LDH), SGOT & SGPT, Kadar kalium plasma
Pemeriksaan EMG
Pemeriksaan biopsi otot
123
C. DISTROFI MUSKULER TIPE ” LIMB GIRGLE ”
Diturunkan secara autosomal resesif atau dominan atau sporadik
Onset umur 10 – 30 tahun
Distribusi kelemahan otot bermula otot – otot pinggang atau gelang bahu kemudia
meluas pada otot – otot yang lain
Progresifitas penyakit lambat, mungkin memerlukan kursi roda setelah 40 tahun
E. MOTONIA
Ditemukan secara autosomal dominan
Kontraksi otot berkepanjangan mengikuti kontraksi volunter, pukulan (mekanik) atau
pacuan elektrik pada otot tersebut
Onset umur 20 – 40 tahun
Distribusi pada otot – otot wajah dan sternokleidomastoideus dan otot – otot
ekstremitas distal
G. PARALISIS PERIODIK
Diturunkan secara autosomal dominan
Onset umur 10 – 25 tahun
Berhubungan dengan kadar kalium dalam plasma darah terdapat 3 tipe : hipokalemi,
hiperkalemi dan normokalemi
Penderita terserang setelah periode istirahat sehabis latihan otot berat setelah bangun
tidur pagi hari
Tanda awal berupa nyeri otot, sangat haus disusul kelemahan otot, dimulai pada
ekstremitas bawah lalu ekstremitas atas, badan, dan leher
DIAGNOSIS BANDING
Poliomielitis
Motor neuron disease
124
TATALAKSANA
Pencegahan : ’genetic counseling’
Pengobatan
Sesuai kausa
Rehabilitasi medik
Terapi suportif : Pemberian prednison
Distrofi muskuler : 1 mg / kgBB / hr selama 6 bulan
Poliomistis : 1 mg / kgBB / hr selama 3 bulan
Dapat diberikan ”continuosly” atau ”alternatif”
Obat sitostatika misalnya metotreksat, siklofosfamid, azatioprin,
klorambusil
Penggantian plasma
Bedah
KONSULTASI :
Bagian PA
Bagian Bedah
125
MIELOPATI
ICD 95.9
Definisi / Etiologi
Merupakan suatu gangguan fungsi atau struktur dari medula spinalis oleh adanya lesi komplit
atau inkomplit
Etiologi
Vaskuler
Obat – obatan
Radiasi
Degenerasi
Tumor
Demielinisasi
Trauma
Tidak diketahui
KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis : lemah/ lumpuh anggota gerak, gangguan buang air kecil dan buang air besar,
gangguan sensibilitas
Fisis : parese/plegi tipe UMN (tergantung lokalisasi lesi, dapat dijumpai gejala UMN atau
UMN dan LMN), hipestesi/anestesi segmental, gangguan fungsi otonom
Kejadiannya dapat akut, subakut, kronik progresif
Tidak ditemukan tanda – tanda radang atau penyebabnya tidak diketahui
Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan laboratorium :
Darah rutin, kimia darah, urin lengkap, dan bila perlu tes kadar obat :
kokain, heroin
Likuor serebrospinalis
Pemeriksaan radiologik :
Foto polos vertebra AP / Lateral / Oblik
Mielografi
CT – mielografi
Pemeriksaan penunjang lain
ENMG
Tes Keringat
Bila perlu dan fasilitas tersedia
SSEP / VEP
Bone Scanning
MRI
126
TATALAKSANA
Kausal
Simptomatik
Suportif
Rehabilitatif : Fisioterapi ekstremitas dan latihan buli – buli
PENYULIT
Bronkopneumoni, dekubitus, kontraktur sendi, atrofi otot, infeksi saluran kemih
KONSULTASI
Bedah Saraf
Bedah Ortopedi
Bagian lain yang terkait
LAMA PERAWATAN
Tergantung etiologi dan berat penyakit, perawatan dapat berlangsung dalam hitungan minggu
hingga bulan
PROGNOSIS
Tergantung etiologi dan berat penyakit
127
BELL’S PALSY
KRITERIA DIAGNOSIS
Definisi : Penyakit lower motor neuron yang mengenai nervus fasialis (N.VII) perifer
Etiologi idiopatik. Gejala kelumpuhan wajah atas dan bawah unilateral. Terjadinya akut
(dalam 48 jam). Sering disertai nyeri aurikuler posterior, penurunan sekresi air mata,
gangguan rasa kecap, hiperakusi.
Pemeriksaan Penunjang
EMG, bila curiga parese N VII simptomatik seperti :
Darah tepi : jumlah lekosit, Kadar Gula darah
Foto mastoid
DIAGNOSIS BANDING
Parese N.VII perifer simptomatik
TERAPI
Terapi Farmaka : Prednison 1 mg / kgBB (5hari), diturunkan 2 tab/hari sampai
10 hari (stadium akut)
Mecobalamin 3 dd 500 ug
Analgetik bila nyeri
KOMPLIKASI
Infeksi mata ( keratitis, konjuktivitis )
Tick Fasialis
KONSULTASI
Bila curiga parese N.VII Simptomatik seperti Bag. THT
JENIS PELAYANAN
Rawat jalan
TENAGA
Dokter Spesialis Saraf
PROGNOSA
85% sembuh dalam 3 minggu. 15% sembuh dalam 3 – 6 bulan .
128
PERIODIK PARALISIS
KRITERIA DIAGNOSTIK
Familial periodik paralisis hipokalemi adalah penyakit otosomal dominan. Disebabkan
gangguan pada gen yang mengatur saluran ion kalsium ditandai dengan : awitan akut dengan
gejala kelumpuhan anggota gerak
Otot respirasi dan otot menelan jarang terkena. Refleks tendon mungkin menurun. Tidak ada
gangguan sensoris. Serangan terutama pada pagi hari, dan bila tidak diterapi dapat menetap
sampai 36 jam.
Faktor presipitasi : makan banyak karbohidrat, terlalu lelah, cuaca dingin, kadar kalium darah
2 – 3 mEq. Laboratorium lain dalam batas normal, Pria lebih banyak daripada wanita
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : kalium darah
EMG : Gambaran lesi miogen
EKG
DIAGNOSIS BANDING
Hipokalemi karena gastroenteritis, tirotoksikosis atau sebab lain
TERAPI
Terapi Farmaka :
Fase akut : pemberian K secara peroral atau parenteral
Profilaksis : Diet tinggi Kalium, rendah Na, rendah Karbohidrat
Aldakton 100 mg po / hari
Tiamin HCl 50 mg / hari
Terapi hipertiroidsm
PENYULIT
Gangguan jantung
KONSULTASI
Ilmu Penyakit Dalam
JENIS PELAYANAN
Rawat inap pada fase akut sampai kelumpuhan hilang
PROGNOSIS
Ad bonam
129
130
DEKOMPRESI
Definisi / Etiologi
Penyakit dekompresi adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pelepasan dan
pengembangan gelembung – gelembung gas dari fase larut dalam darah / jaringan akibat
penurunan tekanan sekitar
KRITERIA DIAGNOSIS
Gejala klinis muncul setelah melakukan penyelaman, dapat berupa :
1. Tipe I (Pain only bends, Joint bends, Decompression arthralgia)
2. Tipe II (Serious decompression sickness)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium : Darah rutin, urine rutin, kimia darah
Pemeriksaan radiologik : Foto thoraks, CT Scan bila diperlukan
Pemeriksaan penunjang lain : EKG, EEG bila diperlukan
DIAGNOSIS BANDING
Stroke, Trauma SSP, Infeksi SSP
TATALAKSANA
Kausal : Segera terapi oksigen hiperbarik setelah diagnosis ditegakkan
Medikamentosa
Koreksi cairan dan elektrolit
Antiplatelet : ASA 2 x 80 mg
Kortikosteroid : Dexametasone 2 ampul / IV kemudian 1 ampul / 6 jam / IV
Gliserol (bila kontraindikasi dengan kortikosteroid)
Digitalis (bila ada indikasi)
Diazepam (bila ada indikasi)
KOMPLIKASI
Osteonekrosis disbarik (Divers bone disease, Avascular necrosis of Bone, Aseptic bone
necrosis, Bone necrosis, Bone rot, Caisson disease of Bone)
Keracunan oksigen
KONSULTASI :-
JENIS PELAYANAN :
5 hari (rawat inap)
Follow up : untuk mencegah delayed form of DCS (Dysbaric Osteonecrosis) dianjurkan :
Screening x-ray 2 – 4 minggu setelah menderita penyakit dekompresi
Penyelam beresiko tinggi dianjurkan screening X-ray interval 5 tahun
131
TENAGA : Perawat, Dokter Umum, Dokter Spesialis
PROGNOSIS
Tergantung cepatnya mendapat terapi OHB :
Sembuh sempurna
Cacat fisik
Meninggal
132
133
KESADARAN MENURUN dan COMA
ICD R40
DEFINISI :
Sadar : disebut sadar bila sadar akan diri dan lingkungannya
Gangguan kesadaran : Ketidakmampuan untuk berkomunikasi dengan sekitarnya
Ketidakmampuan :
Ringan → berat : ada derajat / tahapan :
Obtundity
Stupor
Semi Koma
Koma
→ Obtundity : dalam keadaan biasa ingin tidur, baru terbangun dan mengikuti perintah bila
ada rangsangan
→ Stupor :
Penderita tidur terus
Ada gerakan spontan
Ada respon dengan rangsang
Dengan rangsang berurutan ada waktu bebas respon
ETIOLOGI
1. Lesi struktural
a. Lesi Supratentorial :
Radang
Trauma
SOP : Stroke, tumor, Abses serebri
Status konvulsivus / Epilepsi
b. Lesi infratentorial :
Radang
Trauma
SOP : Stroke, tumor, Abses serebri
134
Penurunan kadar oksigen darah namun tekanan normal : anemia, keracunan CO
Iskemia :
Penurunan CBF karena kardiac out put menurun : cardiac arrest, aritmia kordis, Adam
Stokes Syndrom, infark miokard, gagal jantung kongestif
Penurunan CBF karena tahanan perifer dalam sirkulasi sistemik menurun :
sinkop, ortostatik hipotensi, vasofagal refleks
Penurunan CBF karena peningkatan tahanan vaskuler :
encephalopati hipertensi, sindroma hiperventilasi, polisitemia
Hipo / Hiperglikemia
Defisiensi kofaktor : Defisiensi tiamin
Gangguan Fungsi Ginjal
Gangguan Fungsi Hati
Gangguan Elektrolit : K, Na, Ca, Mg
Bahan Toksik : Alkohol
Obat – obatan : Barbiturat, Opiat
Enzim Inhibitor : Logam berat
Toksin : Meningitis, encephalitis
Kelainan regulasi suhu : hipotermia
KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis / Alloanamnesis
1. Riwayat penyakit sebelumnya : hipertensi, diabetes, gagal ginjal, gangguan fungsi hati,
penggunaan obat – obat narkotik
2. Keluhan sebelum terjadi gangguan kesadaran : nyeri kepala, muntah – muntah
3. Menggunakan obat – obat sebelum terjadi gangguan kesadaran : obat diabet, narkotik
Pemeriksaan Neurologi
1. Pemeriksaan neurologi umum : tanda – tanda rangsangan meningeal, pemeriksaan
motorik, pemeriksaan fungsi luhur, pemeriksaan nervi kranialis
2. Pemeriksaan Glassgow Coma Scale : pemeriksaan yang bersifat kwantitatif dan
kwalitatif pada gangguan kesadaran
3. Pemeriksaan untuk mengetahui fungsi batang otak meliputi :
a. Gerakan bola mata
b. Refleks kornea
c. Refleks mata boneka / refleks kalori :
d. Reaksi pupil terhadap cahaya
e. Refleks muntah / batuk
4. Pola pernafasan : Hubungan pola pernafasan dengan letak lesi
a. Eupnea : diencephalons atas
b. Cheyne stokes : lesi diencephalon bawah
c. Hiperventilasi neurogenik sentral lesi di mesenphalon
135
d. Ataxic breathing : lesi di pons
e. Apneutic breathing : lesi di pons bawah / medulla oblongata
f. Apnea : lesi di medulla oblongata
5. Pupil : hubungan reaksi pupil terhadap letak lesi :
a. Pupil kecil reaktif terhadap cahaya : korteks / diencephalons
b. Pupil besar normal ditengah mesenphalon
c. Pupil kecil di tengah pons
d. Pupil sedikit melebar di tengah tectum
e. Isokor :
Pint point : lesi pons, overdosis morphin
Kecil reaktif : ensefalopati metabolik
Sedang reaktif : ensefalopati metabolik, tidak reaktif terhadap cahaya, lesi
thalamus
Besar / Midriasis : antidepressan, ekstasi, cholinesterase inhibitor
f. Anisokor :
Besar / tidak reaktif : N.III parese
Kecil reaktif : Horner Syndrome
6. Kedudukan bola mata : Hubungan kedudukan bola mata dengan letak lesi
a. Deviasi Conjugee : lesi hemispherium serebri besar
b. Strabismus konvergen dan pupil kecil : thalamus
c. Pupil kecil di tengah : lesi di pons
d. Pupil besar di tengah kesulitan melihat ke samping : lesi di cerebellum
e. Pupil anisokor refleks cahaya (-) : herniasi tentorial
7. Refleks sephalic batang oatk termasuk di sini adalah :
a. Refleks pupil
b. Doll’s eye movement
c. Oculo auditory refleks
d. Oculo vestibulo refleks
e. Refleks Kornea
f. Refleks muntah
8. Reaksi Motorik
a. Reaksi Abduksi dan fleksi terhadap rangsang nyeri, lesi pada hemispherium cerebri
b. Reaksi Adduksi dan ekstensi terhadap rangsang nyeri, lesi pada batang otak
c. Postur Dekortikasi / hiperekstensi ekstermitas bawah dan fleksi ekstermitas atas,
lesi di korteks cerebri
d. Postur Decerebrasi hiperekstensi ekstremitas atas dan bawah, lesi di batang otak
9. Observasi umum lainnya
Ada gerakan automatisme sperti menguap, membasahi bibir, berarti fungsi batang
otak masih baik.
Ada gerakan mioklonik jerk berarti ada lesi hemispherium cerebri yang diffus.
DIAGNOSIS BANDING
1. Tidur : keadaan non patologis dimana ada penurunan kesadaran yang dengan mudah
dibangunkan
2. Akinetik mutisme : penderita dalam keadaan bangun, mata terbuka, tapi sangat
lamban berespon terhadap pertanyaan yang diajukan
3. Sindroma locked-in : Penderita dengan mata terbuka / sadar dengan komunikasi
terganggu, ada sedikit gerakan terutama gerakan mata melirik ke atas ke bawah
4. Status katatonik : sadar penuh fungsi motorik normal tapi tidak bisa berkomunikasi
dengan baik
136
TATALAKSANA
Gangguan kesadaran sampai koma adalah keadaan darurat medis untuk itu perlu penanganan
yang cepat, tepat dan akurat mulai dari ruang unit gawat darurat sampai ke ruang perawatan
intensif. Penanganan terbagi atas dua bagian besar yaitu :
A. Supportif
Penderita kesadaran menurun dilihat / dinilai
Jalan Nafas
Pernafasan
Tekanan Darah
Cairan tubuh (asam basa, elektrolit)
Posisi tubuh
Pasang Naso Gastrik Tube
Katheter Urine
1. Jalan Nafas
Dilihat
Agitasi : Kesan hipoksemia
Gerakan nafas : dada
Retraksi sel iga, dinding perut, sub kosta klavikula
Didengar suara tambahan berupa dengkuran, kumuran, siulan : ada sumbatan
Diraba
Getaran ekspirasi
Getaran di leher
Fraktur mandibuler
Yang menyebabkan gangguan jalan nafas
Lidah / epiglotis
Muntahan, darah, sekret benda asing
Trauma mandibula / maksila
Alat yang dipakai
Jalan nafas orofaringeal
Jalan nafas definitif
Intubasi
Pembedahan
Pola pernafasan
Lesi sentral : Pola Nafas
Eupnea
Cheyne Stoke
Sentral Neurogenik Hiperventilasi
Apnea
Lesi Perifer
Nafas interkostal
Nafas diagfragma (dinding perut)
137
Nadi : Ritme, Rate, Pengisian
Tekanan Darah
Diusahakan :
Hemodinamik stabil (tidak naik turun)
Kondisi tensi normal
Dihindari : Hipertensi / meninggi, shock
Jenis Shock :
Hipovolemik
Kardiogenik
Sepsis
Penimbunan vena perifer (polling)
3. Cairan Tubuh
Cegah hidrasi berlebihan
Cairan Hipotonik, Hipoprotein dan lama pakai ventilator mudah terjadi hidrasi
Tekanan osmotik dipertahankan dengan albumin
Hindari Hiponatremia
6. Posisi
Hindari posisi Trendelemberg
Posisi kepala 30o lebih tinggi
Pada Koma yang lama hindari :
Dekubitus : sering alih posisi
Vena dalam Thrombosis : pakai stocking
7. Katheter Urine
Untuk memudahkan penghitungan balans cairan
Mencegah kebocoran urin
Berguna pada gangguan kencing
138
3. Gangguan kesadaran dengan didapatkan gejala neurologis fokal (hemiparesis,
heminervikranial palsy) penyebabnya lesi intrakranial
4. Gangguan kesadaran disertai tanda – tanda tekanan intrakranial meninggi : (muntah –
muntah proyektil, parese N.III, kaku kuduk, penglihatan kabur secepatnya diberi
manitol, dexamethason, dibuat hiperventilasi
5. Gangguan kesadaran tanpa disertai kaku kuduk atau/dan gejala neurologis fokal,
bradikardi sangat mungkin penyebabnya metabolik
6. Gangguan kesadaran dengan tanda herniasi intrakranial (anisokor, isokor
miosis/midrasis dengan tetraparesis) termasuk gawat darurat secepatnya perlu
tindakan
7. Gangguan kesadaran dengan penyebab yang sudah jelas, dapat diterapi spesifik untuk
penyebab :
Hipoglikemi : Glukosa
Overdosis Opiat : Nalokson
Overdosis Benzodiazepin : Flumazenil
Wernicke Ensephalopaty : Thiamin
PENYULIT
Tenaga kurang Profesional
Peralatan kurang lengkap
Ruang perawatan intensif belum memadai
KONSULTASI
Bagian bedah Saraf
Bagian Penyakit Dalam
Bagian Anestesi
Bagian Kardiologi
Bagian Pulmonologi
TENAGA
Perawat, Dokter Umum, Dokter Spesialis Saraf
JENIS PELAYANAN
Jenis pelayanan termasuk keadaan darurat neurologis perlu tindakan cepat, tepat dan akurat
dan perlu dirawat di ruang pelayanan intensif
139
140
SINDROMA GUILLAIN BARRE
KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis :
Kelemahan ascenden dan simetris
Anggota gerak bawah terjadi lebih dulu dari anggota gerak atas. Kelemahan otot
proksimal lebih dulu terjadi dari otot distal kelemahan otot trunkal, bulbar dan otot
pernafasan juga terjadi.
Kelemahan terjadi akut dan progresif bisa ringan sampai tetraplegi dan gangguan nafas
Puncak defisit dicapai 4 minggu
Recovery biasanya dimulai 2 – 4 minggu
Gangguan sensorik biasanya ringan
Gangguan sensorik bisa parasthesi, baal atau sensasi sejenis
Gangguan N. Cranialis bisa terjadi : facial drop, diplopia, disartria, disfagi
Banyak pasien mengeluh nyeri punggung dan tungkai
Gangguan otonom dari takikardi, bradikardi, flushing paroxysmal, hipertensi ortostatik
dan anhidrosis
Retensio urin dan ileus paralitik
Gangguan pernafasan :
Dyspnoe
Nafas pendek
Sulit menelan
Bicara serak
Gagal nafas
Pemeriksaan Fisik
Kelemahan N.cranialis VII, VI, III, V, IX, X
Kelemahan ekstremitas bawah, asenden, asimetris upper extremitas facial
Reflex : absen atau hiporefleksi
Reflex patologi :-
Penunjang :
Laboratorium :
LCS :
Disosiasi sitoalbumin
Pada fase akut terjadi peningkatan protein LCS > 0,55 g / l, tanpa peningkatan dari
sel < 10 lymposit / mm3
Hitung jenis dan panel metabolik tidak begitu bernilai
Peningkatan titer dari agent seperti CMV, EBV / micoplasma membantu penegakan
etiologi. Untuk manfaat epidemiologi Antibodi glycolipid
Antibodi GMI
Ro : CT / MRI untuk mengeksklusi diagnosa lain seperti myelopati
EMG
141
DIAGNOSIS BANDING
Polineuropati terutama karena defisiensi metabolik
Tetraparesis penyebab lain
Hipokalemi
Miasthenia gravis
TATALAKSANA
Tidak ada drug of choice
Waspadai memburuknya perjalanan klinis dan gangguan pernafasan
Bila ada gangguan pernafasan rawat ICU
Roboransia saraf parenteral
Perlu NGT bila kesulitan mengunyah / menelan
Kortikosteroid masih kontroversial, bila terjadi paralisis otot berat maka perlu
kortikosteroid dosis tinggi
Plasmafaresis beberapa pasien memberi manfaat yang besar terutama kasus akut
Plasma 200 – 250 ml / kgBB dalam 4 – 6 x pemberian sehingga waktu sehari diganti
cairan kombinasi garam + 5 % albumin
Imunoglobulin intravena (expert consensus) : IVIG direkomendasikan untuk terapi GBS
0,4 g / kgBB / tiap hari untuk 5 hari berturut – turut ternyata sama efektifnya dengan
penggantian plasma. Expert consensus merekomendasi IVIG sebagai pengobatan GBS
PENYULIT
Gangguan otot pernafasan → respiratory failure
Konsultasi : IPD, Anestesi, Paru
Jenis Pelayanan : Urgent & emergency
Lama perawatan : 2 – 4 minggu
142
MIASTHENIA GRAVIS
ICD G 70.7
KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis:
Kelemahan / kelumpuhan otot yang tidak berhubungan dengan kelemahan secara umum
2/3 pasien : Gangguan gerak bola mata, ptosis, diplopia
1/6 pasien : Kelemahan otot farings, kesulitan mengunyah, menelan dan berbicara
10% :
Kelemahan ekstremitas
Kelemahan otot ringan pagi hari dan memberat jika siang, seiring aktivitas
Kelemahan bersifat progressif
Setelah 15 – 20 tahun kelumpuhan menetap
Faktor yang memperparah gejala :
Emosi, infeksi viral, hypothyreodenasi, kehamilan, panas, obat transmisi
neuromuscular
Pemeriksaan pita suara
Penunjang:
Laborat :
Pemeriksaan edrophonium cloride (Tensilon)
Antibodi terhadap acetylcholin receptor (AchR)
Penunjang :
1. Repetitive Nerve Stimulation
2. Simple filter EMG
Gold Standard : -
Radiologis :-
DIAGNOSIS BANDING
Histeria
Multiple sclerosis
Symptomatic miasthenia
Syndroma moebius
Cholinergic crisis
TATALAKSANA
Cholinesterase (CHE) inhibitor menurunkan hidrólisis enzim Ach, pada sinap cholinergik
ChE, kemungkinan menyembuhkan pasien miastenia gravis lebih besar dari yang lain.
Pyrido stigmuno bromide (Mestinon) dan Neustigramin Bromide (Progstigmin). Tidak
ada penetapan dosis tertentu, kebutuhan CHE inhibitor sangat bervariatif
Thymectomy : Pasien MG dianjurkan thymectomy. Respon yang diharapkan muncul 2 –
5 tahun post OP. Thymectomy pada usia > 60 tahun jarang menunjukkan kesembuhan
Kortikosteroid : Prednison 1,5 – 2 mg / kg / BB
143
MULTIPLE SCLEROSIS
KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis :
Gejala dan tanda obyektif penyakit tersebar
Memiliki fase remisi dan eksaserbasi
Neuritis optik, neuritis retro bulbar
Skotoma sentral, kepucatan fundus bitemporal, strabismus
Hilangnya refleks kulit dan abdomen
Meningginya refleks fisiologi pada tungkai
Tanda – tanda spastisitas, klonus & Babinsky sign
Tremor nistagmus, ataksia
Gangguan bicara
Kelainan emosional
Penunjang
Laboratorium
LCS : LP harus dikerjakan pada setiap pasien yang dicurigai MS
Jumlah Sel : Limfositosis pleiositik ( > 5 sel per mm3 ) umumnya sel mono
nuklear jarang polimorfonuklear. Semakin awal diperiksa
semakin tinggi jumlah sel
Kadar protein : dengan sistem pandy positif, kwantitatif kadar gamma globulin
meningkat
Fundus : kepucatan fundus bitemporal
EEG : pemeriksaan EEG tidak menunjukkan kelainan spesifik
Elektro okulo / nistagmograf : mendeteksi nistagmus yang tidak terlihat mata telanjang
Bila CT Scan : Positif pada MS bila Lesi ½ - 2 cm
MRI
DIAGNOSIS BANDING
Hereditary ataxic
Familial spastic paraplegia
Vit. B12 defisiensi
Tropical spastic paralysis
SLE
Sjogren syndrome
Bekcet disease
Acute diseminated encephalomalasia
Lyme disease
Adreno leukodistrophy
TATALAKSANA
Kortikosteroid kontinyu sebagai standar pengobatan
Stabilisasi Blood Brain Barrier
Mengurangi inflamasi dan oedem
Meningkatkan nerve conduction
Menghambat sistem Imune
INF ↓ , IL 2 ↓ , Antibody immunosupresan, NK cell ↓
144
AMYOTROPIC LATERAL SCLEROSIS
KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis : Progressive
Kelemahan otot asimetrik, atropi otot, fasikulasi, hiperrefleksia.
Ekstremitas bawah gejala awal kram, kaku bila berjalan / lari
Ekstremitas atas kesulitan beraktifitas mengancingkan baju, mengangkat benda ringan, bicara
parau atau penurunan volume fasikulasi anggota gerak dan lidah, nyeri sendi, gangguan
menelan siallorhea ( salivasi berlebih )
Ketakutan, kecemasan dan depresi. Gangguan emosi berlebih, tertawa dan menangis
bergantian, kakhexia yang sulit dijelaskan, atropi otot atau faktor nutrisi
DIAGNOSIS :
Atropi, fasikulasi. Kelemahan progresif, hiperrefleksia.
Pemeriksaan perlu diulang – ulang untuk membuktikan perkembangan hiperefleksi, fasikulasi
dan keterlibatan upper & lower motor neuron
LABORATORIUM
▪ Tak ada test yang pathognomonic
▪ Serum protein, logam berat pada tiroid dan paratiroid
▪ High titer anti CN, antibodies
DIAGNOSIS BANDING
▪ Spinal Cord Lesion
▪ Spinal Bone Lesion
▪ Infection
▪ Gg. Endokrin
▪ Toksin
▪ Post –polio Syndrom, Huntington disease, Freiderich Ataxia, Multiple Sclerosis,
Polimyositis, Myasthenia Gravis, Muscular Distrohyi
TATALAKSANA
Medikamentosa
Simpotomatik
Spastisitas dikurangi dengan Baclofen (Lioneral) 10 – 25 gram 3x sehari
Valium 2 – 15 mg 3 x 1
Diazepam, Dextrolena (Dentrium) 50 – 100 gram 4x sehari
Pain
NSAID & Antikonvulsi
Karbamazepin 200 g 3 x 1
Amytriptilin 50 – 150 malam
Obat terbaru untuk ALS
Riluzole (Rilutek) : terbukti menurunkan pelepasan glutamate 100 mg / hari
145
Adverse reaction : Asthenia, nausea, dizziness, elevation of liver enzyme,
granulocytopenia
Suportive therapy (Fisioterapi)
Physical terapi dimulai awal, exercise meningkatkan kekuatan range of motion
dan endurance
Diatermi, Massage, TENS
Occupational terapi
Speech terapi
146
147
VERTIGO
Definisi :
Vertigo adalah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya
dengan gejala lain yang timbul, terutama dari jaringan otonomik yang disebabkan oleh
gangguan alat keseimbangan tubuh oleh berbagai keadaan atau penyakit.
Klasifikasi :
Vestibulogenik:
a. Primer : motion sickness, benign paroxysmal positional vertigo, Meniere
disease, neuronitis vestibuler, drug-induced
b. Sekunder : migren vertebrobasiler, insufisiensi vertebrobasiler, neuroma
akustik
Nonvestibuler : Gangguan serebellar, hiperventilasi, psikogenik, dll
KRITERIA DIAGNOSIS
Vertigo merupakan suatu sindroma atau kumpulan gejala subjektif (symptoms) dan objektif
(signs) dari gangguan alat keseimbangan tubuh.
Gejala subjektif
Pusing, rasa kepala ringan
Rasa terapung, terayun
Mual
Gejala objektif
Keringat dingin
Pucat
Muntah
Sempoyongan waktu berdiri atau berjalan
Nistagmus
Gejala tersebut di atas dapat diperhebat / diprovokasi perubahan posisi kepala
Dapat disertai gejala berikut :
Kelainan THT
Kelainan Mata
Kelainan Saraf
Kelainan Kardiovaskular
Kelainan Penyakit Dalam lainnya
Kelainan Psikis
Konsumsi Obat – obat ototoksik
A. Anamnesis
▪ Bentuk vertigo : melayang, goyang berputar, dsb
▪ Keadaan yang memprovokasi : perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan,
ketegangan
▪ Profil waktu : Akut, paroksismal, kronik
▪ Adanya gangguan pendengaran yang menyertai
▪ Penggunaan obat – obatan misalnya : streptomisin, kanamisin, salisilat
▪ Adanya penyakit sistemik seperti anemia, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi,
penyakit paru.
▪ Adanya nyeri kepala
▪ Adanya kelemahan anggota gerak
148
B. Pemeriksaan Fisik
Umum : keadaan umum, anemia, tekanan darah berbaring dan tegak, nadi, jantung, paru,
abdomen. Pemeriksaan neurologis umum :
▪ Kesadaran
▪ Saraf – saraf otak : visus, kampus, okulomotor, sensori di muka, otot wajah,
pendengaran, dan menelan
TATA LAKSANA
Terapi kausal : sesuai dengan penyebab
Terapi simptomatik :
pengobatan simptomatik vertigo :
o Ca-entry blocker (mengurangi aktivitas eksitatori SSP dengan menekan
pelepasan glutamat, menekan aktivitas NMDA spesial channel, bekerja langsung
sebagai depresor labirin):
Flunarisin (Sibelium) 3x 5-10 mg/hr
o Antihistamin (efek antikolinergik dan merangsang inhibitory-monoaminergik
dengan akibat inhibisi n. Vestibularis)
Cinnarizine 3x 25 mg/hr, Dimenhidrinat (Dramamine) 3x 50 mg/hr.
o Histaminik (inhibisi neuron polisipnatik pada n. Vestibularis lateralis):
Betahistine (Merislon) 3 x 8 mg.
o Fenotiazine (pada kemoreseptor trigger zone dan pusat muntah di M.
Oblongata): Chlorpromazine (largaktil) : 3 x 25 mg/hr
o Benzodiazepine
Terapi rehabilitasi
PENYULIT
Dehidrasi
Gangguan elektrolit
149
KONSULTASI
THT dan unit pelayanan lain yang terkait sesuai indikasi.
JENIS PELAYANAN
Rawat jalan
Rawat inap, terutama bila disertai muntah hebat
TENAGA STANDAR
Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf
LAMA PERAWATAN
Minimal 1 minggu
PROGNOSIS
Tergantung penyebab
150
MANUVER NYLEN BARANY
(HALLPIKE MANOUVER)
Ialah pemeriksaan untuk mencari adanya vertigo / nistagmus posisional paroksismal dan
membedakan vertigo sentral dan perifer.
Cara :
1. Penderita duduk di meja periksa kemudian disuruh cepat – cepat berbaring terlentang
dengan kepala tergantung (disanggah dengan tangan pemeriksa) di ujung meja dan
cepat – cepat kepala disuruh menengok ke kiri (10º -20º ), pertahankan sampai 10 – 15
detik, lihat adanya nistagmus
2. Kemudian kembali ke posisi duduk dan lihat adanya nistagmus (10 – 15 detik)
3. Ulangi pemeriksaan dengan kepala menengok ke kanan
Hasil :
Orang normal dengan manuver tersebut tidak timbul vertigo atau nistagmus
151
152
HIPERSOMNIA
INSUFFICIENT SLEEP ( Sleep Restriction / Deprivation )
Hipersomnia karena kurang tidur, atau pembatasan tidur
KRITERIA DIAGNOSIS
a. Klinis :
1. Adanya pembatasan jumlah waktu tidur dalam sehari kurang dari 7 jam (6 jam
atau kurang)
2. Mengantuk di siang harinya disertai perubahan mood dan psikomotor
b. Laboratorium :
Tidak diperlukan
c. Radiologis :
Tidak diperlukan
TATALAKSANA
a. Non Medikamentosa :
Meningkatkan waktu tidur total sampai 8 jam atau lebih.
Kadang kadang dibutuhkan perubahan pola hidup dan pekerjaan
b. Medikamentosa :
Cara non medikamentosa biasanya berhasil, tetapi bila diperlukan obat stimulan
jangka pendek (Methylphenidate, Ritalin® 5 – 20 mg pagi dan atau siang hari)
PENYULIT :
Pembatasan tidur parsial (4 – 6 jam per malam), jangka pendek (kurang dari 2 minggu)
menyebabkan perubahan mood dan psikomotor serta perubahan endokrin seperti
peningkatan kadar kortisol dan resistensi insulin yang ringan
Pembatasan tidur parsial yang kronis menyebabkan peningkatan angka kematian
karena penyakit jantung dan kematian pada umumnya
153
SEDATING MEDICATION
(Hipersomnia karena Obat Sedatif)
KRITERIA DIAGNOSIS
a. Adanya pemakaian obat –obat yang mempunyai efek sedatif seperti obat hipnotik, anti
psikotik (Chlorpromazine, Thioridozine), anti depresan golongan trisiklik (amitriptyline,
doxepine), anti konvulsan, anxiolytics (Benzodiazepine), anti histamin
(Chlorpheniramine, Dyphenhidramine), anti hipertensi (Alpha agonist, Alpha blokers),
melatonin, putus obat golongan amphetamine.
b. Laboratroium :-
c. Radiologis :-
TATALAKSANA
a. Non Medikamentosa :
Menghentikan obat atau ganti dengan golongan lain yang kurang mempunyai efek sedatif
b. Medikamentosa :
Jika obat tidak dapat dihentikan dicoba dengan pemberian terapi stimulan antara lain
Methylphenidate (Ritalin) 5 – 80 mg dosis terbagi, Dextroamphetamine (Adderall) 5 – 60
mg dosis terbagi, Modafinil (Provigil) 100 – 400 mg (sekali atau dua kali sehari)
PROGNOSIS : Baik
154
NARKOLEPSI
KRITERIA DIAGNOSIS
a. KLINIS
1. Gejala biasanya mulai dekade ke -2 (umur 20 – 30 tahun) walaupun kadang terjadi
sebelum usia 10 tahun atau sesudah 50 tahun.
2. Ada 4 gambaran klasik (Classic tetrad) :
a. Hipersomnia : merupakan gejala utama yaitu mengantuk berlebihan pada
siang hari yang segera membaik dan kembali segar setelah tidur singkat kurang
dari 30 menit
b. Cataplexy : mendadak kehilangan tonus otot dan berlangsung sebentar yang
khas terjadi pada saat sedang emosi kuat, misalnya tertawa terbahak – bahak
atau marah berlebihan. Kelumpuhan dapat komplit atau parsial dan biasanya
singkat (detik – menit) . Terjadi kira – kira 70% penderita narkolepsi
c. Sleep paralysis (Jawa : Tindihen) yaitu ketidakmampuan untuk bergerak atau
bicara yang terjadi awal (hipnagogic) atau akhir tidur (hipnopompic)
d. Hipnagogic hallucination yaitu halusinasi penglihatan atau pendengaran yang
muncul sebagai representasi mimpi dan terjadi segera pada awal tidur, kadang
– kadang terjadi pada saat bangun pagi (hipnopompic) . Halusinasi dapat
berupa bayangan orang yang mengancam, binatang atau biasanya hantu /
monster disertai rasa takut yang hebat dengan atau tanpa sleep paralisis
3. Gejala penyerta :
a. Automatic behaviour dan amnesia : yaitu saat penderita mangantuk dan
berusaha mengatasinya tiba – tiba muncul aktifitas yang terjadi dibawah alam
sadar. Ia dapat melanjutkan tugasnya dengan benar tetapi tidak dapat
menjawab pertanyaan yang komplek. Kadang keluar kata – kata yang tidak
mengandung arti dan tidak relevan dengan pembicaraan dan hal ini mengakhiri
serangan disertai amnesia terhadap apa yang diperbuat tadi.
Serangan berlangsung beberapa detik tetapi kadang sampai beberapa jam,
biasanya saat mengerjakan aktifitas monoton seperti mengendarai mobil,
sehingga sering terjadi kecelakaan. Karena itu kalau mengantuk sebaiknya
berhenti dan tidur singkat (10 – 30 menit) sudah bisa segar kembali. Dapat
terjadi pada orang normal yang sangat mengantuk seperti dokter yang praktek
sampai jauh malam.
b. Disrupted sleep yaitu terbangun beberapa kali semalam
c. Sleep apneu : 20% penderita laki - laki
4. Polisomnografi menunjukkan 1 atau lebih sebab :
a. Sleep latency < 10 menit
b. REM sleep latency < 20 menit
c. MSLT yang menunjukkan rata – rata sleep latency < 5 menit
d. Sleep-onset REM period (SOREM) < 15 menit, paling sedikit pada 2 dari 5
kesempatan tidur kecil selama rekaman Polysomnography
e. HLA trapto type-DQB1 0602 dan DR2 positif (terdapat pada 90 – 100% penderita
narkolepsi tergantung ras-nya)
155
b. LABORATORIUM
Polisomnografi (PSG)
Khas : Pemendekan ’sleep onset’ dan REM latency. Gangguan kerangka tidur,
sering terbangun singkat. Penting untuk menyingkirkan gangguan tidur yang dapat
menyebabkan hipersomnia
MSLT : Rata – rata sleep latency < 5 menit.
Khas : muncul sleep onset REM (SOREM) kurang dari 15 menit paling sedikit 2
dari 5 kesempatan tidur kecil. Pada orang normal MSLT > 10 menit (8 – 10 menit
masih dianggap abnormal)
Onset tidur adalah jangka waktu antara lampu dimatikan dan munculnya gambaran
tidur tahap pertama yaitu NREM. Pergantian NREM dan REM rata – rata antara 60 –
90 menit. Dianggap normal bila REM terjadi kurang dari 15 menit . Dianggap
abnormal bila REM terjadi < 15 menit (SOREM)
c. RADIOLOGIS
Neuroimaging dilakukan terutama bila hipersomnia dan cataplexy mulai pada usia < 5
tahun atau sesudah usia 50 tahun
e. Patologi Anatomi :-
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
1. DD NARKOLEPSI DG CATAPLEXY
Narkolepsi sekunder (symptomatic)
Epilepsy
TATALAKSANA
a. Medikamentosa :
1. Obat stimulan
156
2. Obat Cataplexy
b. Non medikamentosa :
1. Informasi
Narkolepsi adalah ’kelainan/penyakit’ seumur hidup. Pasien harus mendapat
informasi yang adekuat tentang penyakitnya
Akan lebih baik lagi apabila informasi disampaikan kepada anggota keluarga,
teman, guru, dokter keluarga, dll yang berhubungan dekat dengan penderita
Beberapa penderita sangat tertolong apabila berkomunikasi dengan sesama
penderita
2. Tidur malam dan tidur siang sebentar
Tidur malam yang cukup, dilakukan pada jam yang teratur untuk mencegah
terjadinya ngantuk siang hari
Tidur siang yang terencana atau tidur singkat di siang hari untuk mengurangi
hipersomnia
3. Pendidikan dan Pekerjaan
Meskipun narkolepsi tidak mengganggu intelektualitas, hipersomnia dapat
mengganggu konsentrasi dan penampilan di sekolah dan tempat bekerja
Guru harus diberi informasi tentang keadaan penderita sehingga kesulitan anak –
anak penderita narkolepsi dapat dilakukan pendekatan dengan simpatik, diberi
jadwal aktifitas yang sesuai dan dapat tidur siang sejenak apabila memungkinkan
Pasien memilih pekerjaan tertentu sehingga terhindar dari bahaya untuk pasien
maupun orang lain
Diperlukan aturan hukum yang relevan untuk penderita narkolepsi misalnya
dalam hal mengemudi kendaraan bermotor
4. Terapi psikologis
Keluhan psikologis, terutama depresi sering terjadi pada narkolepsi sehingga
perlu diberi support psikologis
PENYULIT :-
KONSULTASI :
Untuk diagnosa Awal : Dokter Spesialis Saraf
Terapi Psikologis Awal : Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa
Kondisi tidak membaik / memburuk : Dokter Spesialis Saraf
157
JENIS PELAYANAN : Rawat Jalan
TENAGA :
Untuk penatalaksanaan lanjutan : Dokter Umum atau Dokter Spesialis Saraf
LAMA PERAWATAN :
Untuk mengikuti perkembangan : kontrol secara berkala seumur hidup
PROGNOSIS
Penyakit seumur hidup, sulit disembuhkan
Kadang – kadang pada beberapa kasus serangan cataplexia dapat menurun
Dapat disertai gangguan tidur yang lain seperti OSA, PLMS, dan REM sleep / Behaviour
Disease
158
IDOPATHIC CENTRAL NERVOUS SYSTEM
HYPERSOMNOLENCE
Kriteria Diagnosis
a. Klinis :
1. Hipersomnia dan episode tidur malam yang memanjang, sulit bangun dari tidur
2. Tidur kecil – kecil di siang hari yang tidak membuat segar kembali
3. Kesulitan bangun dari tidur
4. Tidak ada manifestasi dan fenomena REM abnormal
b. Laboratorium :
PSG : yan khas menunjukkan tidur yang memanjang dan efisiensi tidur yang
tinggi dengan proporsi stadium tidur yang normal
MSLT : pemendekan sleep latency (< 10 menit, tetapi lebih lama dari narkolepsi )
tanpa ada periode SOREM
Sulit dibedakan dengan narkolepsi tanpa cataplexy
c. Radiologis :-
d. Gold Standard : PSG dan MSLT
e. Patologi Anatomi : -
Tata laksana
a. Non medikamentosa
Sulit diobati dengan hasil memuaskan
Modifikasi gaya hidup, membatasi pembatasan tidur, dan hygiene tidur yang baik
Tidur kecil – kecilan biasanya tidak berhasil ( tidak seperti narkolepsi )
b. Medikamentosa
Modafinil adalah terapi awal pilihan
Bila perlu dapat ditambah amphetamine dan methylphenidate
Kombinasi obat long dan short acting sering memberikan efek terbaik
PENYULIT :-
159
SLEEP DISORDERED BREATHING
(Hipersomnia karena gangguan Pernafasan)
Slepp Disordered breathing merupakan penyebab terbanyak dari Hipersomnia di Klinis
Terdapat 3 subtipe :
1. Obstructive sleep apnoea (OSA) : ditandai oleh serangan berulang kolaps dari farings
selama tidur
2. Central Sleep Apnea (CSA) ditandai oleh periode hilangnya usaha respirasi yang dapat
terjadi secara sporadis atau dalam bentuk tertentu seperti cheyne stokes respiration
3. Sleep related hypoventilation : periode penurunan ventilasi dengan hiperkapnea yang
berlebihan, terbanyak disertai dengan kelemahan neuromuskular atau abnormalitas
dinding dada
B. Laboratorium :
Pemeriksaan fungsi tiroid, bila ada kecurigaan hipotiroid
Blood gas analisa
Kadar hemoglobin
Pemeriksaan elektrokardiografi dan ekokardiografi
Foto polos dada / toraks
Pemeriksaan Respiratory Funtion Test dan Polysomnography
TATALAKSANA :
Menghilangkan simtom dan memperbaiki kwalitas hidup
Mengurangi faktor – faktor resiko kejadian fatal
Mencegah komplikasi hipertensi, infark miokard, stroke, mati mendadak
PENYULIT :-
160
JENIS PELAYANAN : Rawat Jalan
PROGNOSIS :
OSA dapat disertai dengan peningkatan resiko hipertensi, kecelakaan mobil, dan penurunan
kualitas hidup
Berhubungan secara independen dengan penyakit kardiovaskuler (IMA, CHF) dan Stroke
161
SNORING (Ngorok)
Kriteria Diagnosis :
a. Klinis :
Suara gaduh / riuh timbul waktu tidur, saat inspirasi
Ngorok biasanya timbul secara reguler, jika terputus – putus kemungkinan OSA
atau UARS
Daytime sleepiness
Mengganggu pasangan tidur
b. Laboratorium :
c. Radiologis :
Foto X-ray lateral cephalometry, CT scan dan MRI, ini semua untuk menilai
bentuk dan ukuran saluran nafas bagian atas dan level obstruksinya
Endoskopi / nasendoskopi, dilakukan dalam keadaan bangun dan tidur
TATALAKSANA :
Tujuannya membuat pasangan tidurnya dapat tidur nyenyak
Sebaiknya pasangan / partner disarankan tidur lebih dahulu dari penderita
Untuk penderita pemasangan mandibular advancement devices cukup efektif jika
snooring semakin memburuk pada posisi supine
Dilakukan tindakan pada Upper Airway Surgery :
▪ Nasal Surgery
▪ Palatal Surgery
▪ Tonsilectomy / Adenoidectomy
▪ Linguoplasty
▪ Excision of Obstructif mass dan orthognatic Surgery
PENYULIT :-
KONSULTASI : Bagian Saraf, THT, Bedah Head and Neck, dan Bedah Gigi dan Mulut
JENIS PELAYANAN : Rawat jalan dan rawat inap bila memerlukan tindakan operasi
162
INSOMNIA
INSOMNIA AKUT / TRANSIENT INSOMNIA
Insomnia akut adalah kesulitan tidur yang dialami < 3 minggu, bersifat temporer, dipicu oleh
kecemasan terhadap sesuatu yang diketahui oleh penderita.
Kriteria Diagnosis :
A. Anamnesa :
1. Riwayat kurang tidur, sering terbangun terutama bila ambang emosinya turun
2. Dipengaruhi oleh hal – hal sebagai berikut :
a) Lingkungan tidur yang kurang nyaman seperti suara – suara keras, cahaya
yang terlalu terang, gerakan dan suara mendengkur dari teman tidurnya
b) Situasi stress misalnya saat akan menghadapi ujian, memikirkan kondisi kerja
yang tak nyaman, menderita sakit atau nyeri
c) Higiene tidur yang jelek misalnya : sering minum kopi, alkohol terutama pada
malam hari, pemakaian obat – obat stimulant
d) Sering kumat – kumatan
B. Pemeriksaan fisik biasanya normal, status psikiatri biasanya cemas / depresi
Diagnosis Banding :
1. Insomnia sekunder oleh karena gangguan psikiatrik
2. Insomnia sekunder oleh karena faktor organik
3. Insomnia primer
Penatalaksanaan
1. Perbaikan gaya hidup
2. Perubahan hygiene tidur yang optimal
Misalnya : - menghindari minum kopi dan alkohol
- menghindari obat – obat stimulan
- menghindari pemakaian diuretik malam hari
3. Terapi penyebab yang mendasari
4. Insomnia yang lebih dari beberapa hari dapat di obati dengan obat hipnotik sesuai
indikasi :
a. DIS (Difficulty in Initiating Sleep)
Terapi :
Triazolam Zolpidem
Flunitrazepam Zopiclon
Zoliplon
b. DMS (Difficulty in Monitoring Sleep)
Terapi :
Temazepam Zolpidem
Lormetazepam Zopiclon
Oxazepam
c. EWM (Early Morning Awakening)
Terapi :
Temazepam Flunazepam
Lormetazepam Nitrazepam
d. EWM + Anxiety
163
Terapi :
Nitrazepam Clorazepam
Diazepam Oxazepam
Clonazepam
PROGNOSIS : Biasanya berlangsung tidak lama tapi bila berulang – ulang dapat
menyebabkan insomnia kronis (insomnia kondisional)
164
ALGORITMA PENATALAKSANAAN
If Insomnia persist
Revised of Diagnosis
165
INSOMNIA SEKUNDER OLEH KARENA
GANGGUAN PSIKIATRIK
KEADAAN KECEMASAN (ANXIETY STATES)
Kriteria Diagnosis :
1. Anamnesa : kesulitan tidur akibat rasa khawatir, was – was cemas dan ketakutan yang
tidak rasional.
2. Pemeriksaan fisik : otot – otot tegang, berdebar – debar, sesak nafas, kelelahan,
keringat dingin, sulit konsentrasi
3. Polysomnografi : jarang membantu jika ada terdapat gambaran : total sleep time singkat,
peningkatan latensi tidur, efisiensi tidur menurun, peningkatan jumlah terbangun dari
tidur dan NREM / REM : Normal
Diagnosis Banding : -
Penatalaksanaan :
A. Medikamentosa : Long acting benzodiazepin
B. Tindakan: -
PENYULIT : - Depresi
- Percobaan bunuh diri
166
GANGGUAN DEPRESI
Kriteria Diagnosis :
a. Anamnesa :
b. Pemeriksaan Fisik : Depresi
c. Polysomnografi :
Pada pubertas : Normal
Pada dewasa muda : Abnormal ringan
Pada usia lanjut :
▪ TST ↓ 1 & 2 NREM Sleep ↑
▪ Awakening ↑ 3 & 4 N REM Sleep ↓
▪ EWM (+) REM Sleep Latency ↓
▪ Sleep Latency ↑ REM Sleep ↑, Daytime nap
TATALAKSANA :
A. Medikamentosa
Anti Depressant Trisiklik
SSRIs
MAOIs
B. Tindakan
Light therapy
PROGNOSIS : baik
167
INSOMNIA PRIMER
PSYCHOPHYSIOLOGICAL INSOMNIA (CONDITIONED INSOMNIA)
Kriteria Diagnosis :
a. Anamnesa :
Kesulitan mengawali tidur yang terjadi karena perasaan khawatir tidak bisa
tidur
Penderita berusaha menekan kekhawatiran tersebut
Sulit tidur nyenyak sepanjang hari
Mudah capai, lemas, gangguan memori, gangguan konsentrasi
Gangguan tidur berlangsung lama dan membaik saat liburan
b. Pemeriksaan Fisik : tension headache & Dizzines
c. Polysonografi :
TST ↓
SL ↑
1 & 2 REM ↑
Alpha Intrusion (+)
Awakening ↓
Multiple Sleep Latency : Normal
DIAGNOSIS BANDING :
1. Gangguan Psikiatrik
2. Circadian rhytm disorders
3. Poor Sleep hygiene
4. Anxiety states
5. Chronic Fatigue syndrome
6. Fibromyalgia
TATALAKSANA :
▪ Hypnotic therapy
▪ Perbaikan sleep hygiene
▪ Terapi tingkah laku
▪ Relaksasi
▪ Retriksi tidur
▪ Kontrol rangsangan
PROGNOSIS : Baik
168
CHRONIC FATIGUE SYNDROME
Kriteria diagnosis :
a. Anamnesa : Sulit tidur/kurang tidur nyenyak & kelelahan tiap hari yang
berlangsung 6 bulan. Lemas, gangguan konsentrasi & memori.
b. Pemeriksaan Fisik : nyeri pada seluruh otot-otot
c. Polysomnografi :
TST ↓
SL ↑
1 & 2 REM ?
Alpha intrusion (+)
Awakening : ?
Diagnosis banding :
1. Psychophysiological insomnia
2. Anxiety states
3. Fibromyalgia
Tatalaksana
▪ Anti depresan & anti ansietas
▪ Perbaikan sleep hygiene
▪ Mengurangi cahaya saat tidur
▪ Pembatasan gerak
▪ Cognitive Therapy
169
SLEEP MISPERCEPTION (PSEUDO INSOMNIA)
Kriteria diagnosis :
a. Anamnesa :
Sulit tidur ditandai dengan adanya kesulitan menyebutkan berapa lam tidurnya, atau
penyebab patologis dari gangguan tidur tersebut. Gangguan tidur biasanya saat tengah
malam berupa : DIS & DMS dan kadang-kadang tidak tidur sama sekali, biasanya
disertai dengan kelelahan, perubahan mood.
b. Pemeriksaan fisik : Normal
c. Polysomnografi :
1. Durasi tidur : N
2. Sleep latensi : N
3. Sedikit terbangun
4. MSLTs :N
Diagnosis Banding :
a. Short sleeprs
b. DSPS
c. Psycophysiological insomnia
d. Malingering
Tatalaksana :
Anti depressant
Anti anxiety
170
RESTLESS LEGS SYNDROME (RLS) / PERIODIC
LEG MOVEMENT SLEEP (PLMS)
Kriteria Diagnosis
a. Klinis
Terutama dari anamnesis
Dysesthesia dan restlesness di tungkai yang membaik dengan gerakan
Gejala timbul dan memburuk di waktu sore dan mala
b. Polysomnography
80 % mempunyai PLMS yaitu dorsofleksi ibu jari kaki dan kadang – kadang fleksi lutut
dan panggul yang ritmik (tiap 15 – 30 detik)
c. Laboratorium
Level ferritin menurun (normal > 40 mg/L)
Diagnosis Banding : -
Tatalaksana :
a. Dopaminergic agent, merupakan first line therapy dan sangat efektif pada RLS dan
PLMS
Pramipexol : dosis efektif (0,25 – 1 mg/hari diberikan 3 x sehari) atau
Ropinirole (0,25 – 2 mg) dua jam sebelum onset gejala jam 18.00 – 20.00
L-dopa atau Carbidopa (25/100 – 100/400 mg) diberikan satu jam sebelum
onset atau dapat diberikan tiap 4 – 6 jam
Sering memerlukan tambahan obat sedativ ( seperti Gabapentine,
benzodiazepin, Trazodone) bila disertai insomnia
b. Opioid dan Gabapentin (second line agent)
c. Benzodiazepin (third line agent)
PENYULIT :-
PROGNOSIS :
a. Kebanyakan kasus adalah kronis dan sulit sembuh
b. RLS dan PMS merupakan prediksi mortality pada penderita dengan stadium akhir
penyakit ginjal
171
PARASOMNIA
Adalah gejala motorik atau pengalaman sensorik yang abnormal dan komplek yang muncul
waktu tidur
Lebih sering terjadi pada anak – anak (5 – 15 %) dari pada dewasa (1%)
Biasanya jinak tapi kadang – kadang disertai luka trauma, rasa malu atau aspek legal
b. Laboratorium :
Pada anak : tidak diperlukan karena biasanya jinak dan terbatas waktunya
Pada dewasa : onset baru dan serangan berulang, membutuhkan evaluasi klinis dan
Polysomnography
Diagnosis Banding
1. Confusional arousal
2. Sleep walking
3. Sleep talking
4. Epilepsi
5. Episodic Nocturnal wandering
172
6. REM Sleep behaviour disorder
7. Nightmares
8. Nocturnal Panic Attacks
9. Post Traumatic Stress disorder
TATALAKSANA
1. Perawatan umum
a. Reassurance dan penjelasan tentang penyakitnya. Hal ini cukup bila serangannya
jarang
b. Nasehat Hygiene tidur, regulasi tidur – bangun yang cukup, hindari pembatasan
tidur
c. Penjadualan bangun 15 – 30 menit sebelum biasanya terjadi Sleep terror
d. Hindari perlukaan pada anak seperti pindahkan barang – barang yang mudah pecah
dan bila perlu kunci pintu dan jendela
e. Gali penyebab psikologis anxietas dan stress yang mungkin mencetuskan serangan
f. Terapi behaviour penting pada penderita dewasa
2. Medikamentosa
a. Benzodiazepin (lorazepam 1 – 3 mg, clonazepam 0,5 – 2 mg, triazolam 0,125 – 0,25
mg sebelum tidur) di indikasikan pada penderita dewasa bila sering terjadi
serangan dan disertai akibat yang membahayakan
b. Beta blockers seperti propanolol untuk mengurangi gejal – gejala autonom
PENYULIT :
1. Gangguan tidur dan anxietas pada orangtuanya
2. Rasa malu untuk anak – anak
3. Dapat menyebabkan cedera pada anak – anak atau orang lain
PROGNOSIS :
1. Pada anak – anak biasanya intermiten, jinak, dan terbatas waktunya (terbanyak 4 – 12
tahun)
2. Kejadian pada dewasa kadang – kadang dapat menyebabkan tingkah laku seksual dan
tindak kekerasan atau terluka
173
SLEEP WALKING (SOMNABULISME)
Kriteria Diagnosis
1. Klinis :
Biasanya terjadi pada 1/3 pertama waktu tidur (NREM stadium 3 – 4)
Penderita bangun duduk ditempat tidur, membuka mata, membuka selimut,
bergerak berputar seperti bertujuan, dan berusaha meninggalkan tempat tidur
Anak dapat berjalan ke kamar tidur orang tua dan memberikan respon sederhana
terhadap pertanyaan dan perintah. Kadang – kadang kencing
Penderita mencoba berpakaian, kemudian berjalan mengelilingi tempat tidur tapi
menolak rintangan. Mengucapkan beberapa kata, dapat naik tangga, memakai alat –
alat dapur dan berusaha menyiapkan makanan
Membuka pintu depan rumah, berjalan beberapa jauh, dan bahkan mengendarai
mobil
Kecelakaan dapat terjadi akibat jatuh dari tangga, jendela, atau sesudah berjalan di
luar rumah. Penderita biasanya mau diajak kembali ke tempat tidur tanpa
perlawanan
Usaha untuk menghalang – halangi atau membangunkan harus di hindari karena
menyebabkan kebingungan, kecemasan, dengan keingingan melarikan diri yang dapat
mencetuskan kekerasan mendadak
Tidak ada mimpi, tidak ingat apa yang terjadi dan sesudahnya segera tidur lagi
2. Laboratorium :
Polysomnography untuk membedakan dengan gangguan tidur yang lain
Rekaman video sangat membantu melihat pola serangan
4. Gold Standar :
Polysomnography :
Tampak gelombang delta voltase tinggi pada stage 1 dan 2 NREM selama beberapa detik
sebelum terjadinya sleep walking tanpa ada gambaran klinis epilepsi. Sering terbangun
langsung dari stadium 1 – 2 NREM disertai sleep walking. Atau dapat juga tanpa sleep
walking. Rekaman video dapat menunjukkan pola aktifitas serangan
Diagnosis Banding
1. Sleep terrors
2. Epilepsi
3. Episodic nocturnal wandering
4. Malingering
5. REM Sleep behaviour disorder
6. Psychogenic fugues
7. Confusional arousal
174
Tatalaksana
1. Medikamentosa
a. Benzodiazepin (klonazepam 0,25 – 0,2 mg, atau diazepam)
b. Antidepresan kadang – kadang bermanfaat
2. Non medikamentosa
a. Hygiene tidur
b. Pengurangan stress dan pembatasan tidur
c. Dibangunkan secara terjadwal 15 – 30 menit sebelum waktu biasanya terjadi sleep
walking
d. Proteksi lingkungan seperti tutup dan kunci jendela, tutup tangga, pasang bel pada
pintu kamar tidur, singkirkan benda – benda tajam dan mudah pecah
e. Psikoterapi pada penderita dewasa yang potensial berbahaya
PENYULIT :
1. Rasa malu
2. Resiko cedera
PROGNOSIS :
1. Kemungkinan bisa membaik sangat besar
2. Mengganggu prestasi belajar
3. Pada orang dewasa dilaporkan mempunyai resiko gangguan psikiatri, gangguan tidur
lainnya
175
REM BEHAVIOR DISORDER (RBD)
(Gangguan tingkah laku saat fase tidur Rem)
Kriteria Diagnosis
a. Klinis :
Usianya biasanya > 50 tahun, laki – laki lebih banyak daripada wanita, kadang –
kadang ditemukan riwayat keluarga
Terjadinya 1/3 awal tidur pada stadium REM, biasanya 30 menit setelah onset tidur
dan dapat berulang setiap interval 10 menit
Serangan berupa mimpi yang menyeramkan atau agresif disertai gerakan – gerakan
abnormal dan tingkah laku yang kompleks dan sering berupa tindak kekerasan
sehingga dapat melukai penderita atau pasangannya
Penderita menolak dikendalikan dan bisa marah dan melakukan tindak kekerasan
tetapi tidak sampai pada tindakan seksual
Mimpi dapat diingat kembali tetapi gerakan dan tingkah laku abnormal tidak
diingat
Penyebabnya :
Tidak diketahui (40%)
Intoksikasi obat akut (alkohol) atau penghentian mendadak obat supresan
tidur fase REM seperti amphetamine dan cocain, anti-cholinergic, MAO
inhibitor, anti-depressant tricyclic, SSRI, dan terutama venlafaxine
Parkinson : 1/3 kasus parkinson didahului RBD 10 – 15 tahun sebelumnya
Multiple system atrophy : 90% disertai RBD
Lewy body disease : ¼ kasus disertai RBD
Alzheimer’s disease : kadang – kadang disertai RBD
Narkolepsi : sering disertai RBD
OSA berat
Periodic limb movements pada fase tidur N-REM
b. Laboratorium :
Pemeriksaan polysomnography sangat penting dalam menegakkan diagnosis dan
menyingkirkan diagnosa lain
Hasil PSG menunjukkan kerangka tidur normal kecuali adanya peningkatan durasi
dan densitas tidur REM dan sedikit pemanjangan stadium 3 – 4 N-REM, tonus otot
tetap ada, periodic limb movements dapat terlihat pada tidur REM maupun N-REM
Rekaman video penting untuk menunjukkan bentuk gerakan – gerakan
e. Patologi Anatomi : -
176
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
1. Nightmare
2. Confusional arousals
3. Sleep terrors
4. Sleep walking
5. Post – traumatic stress disorders
6. Epilepsi terutama epilepsi lobus temporalis
7. Episodic nocturnal wanderings
8. Bangun mendadak dari tidur REM pada OSA
9. Serangan panik
10. Malingering
TATALAKSANA :
a. Non medikamentosa :
1. Proteksi penderita dan pasangannya, bila disertai tindak kekerasan, pindahkan
benda – benda yang dapat digunakan untuk kekerasan, letakkan kasur dilantai
dengan bantal – bantal disekelilingnya
2. Hindari halangan fisik karena dapat menyebabkan resiko luka
b. Medikamentosa :
Turunkan pelan – pelan obat – obat penyebab seperti venlafaxine dan anti depresi
SSRI
Benzodiazepine seperti clonazepam 0,5 – 4 mg : efektif segera pada 90% kasus
Melatonin 3 – 15 mg malam hari sebelum tidur
Buproprion adalah satu – satunya anti depresan yang tidak menimbulkan RBD,
sehingga dapat diberikan sebagai pengganti anti depresan lain
LAMA PERAWATAN : untuk mengikuti perkembangan : kontrol secara berkala seumur hidup
PROGNOSIS :
Penyakit seumur hidup, sulit disembuhkan
Dapat menjadi petanda akan timbulnya penyakit parkinson 4 – 10 tahun sebelumnya
177
NIGHTMARE
Kriteria Diagnosis
a. Klinis :
Biasanya onset terjadi pada usia balita usia 3 – 6 tahun, laki – laki dan wanita
sama saja, tetapi pada usia dewasa wanita lebih sering terjadi pada 1/3 akhir
malam
Isi mimpi panjang dan komplek serta menakutkan dan menyebabkan kecemasan
serta ketakutan hebat sewaktu akan bangun tidur. Mimpi dapat diingat kemabli
dengan baik, dan sering sulit tidur kembali
Jarang terjadi gerakan motorik dan tingkah laku kecuali sesudah bangun
Gejala otonomnya sedikit, seperti peningkatan detak jantung.
Penyebabnya :
Pembatasan tidur yang menyebabkan rebound tidur REM
Narkolepsi
RBD
Schizoprenia
Anxietas
Obat – obatan seperti L-dopa, beta blocker
Penghentian obat mendadak seperti anti depresan, alkohol
b. Laboratorium :-
c. Radiologis :-
d. Gold Standard : PSG jarang dibutuhkan, dapat menunjukkan peningkatan densitas
REM ± 10 menit sebelum terbangun dari nightmare
e. Patologi anatomi : -
Differential Diagnosis
RBD
Serangan panik pada malam hari
Narkolepsi
Sleep terror
TATALAKSANA
a. Non Medikamentosa :
Hentikan obat – obat penyebab seperti L-dopa, beta blocker
Kurangi stres dan perbaiki hygiene tidur
Terapi kognitif tingkah laku
178
PENYULIT :
Nightmare menakutkan penderita dan menyebabkan kecemasan untuk tidur
Menyebabkan bangun malam hari dan sulit kembali tidur
PROGNOSIS : Baik
179
180
RETARDASI MENTAL (MR)
KRITERIA DIAGNOSIS
American Association in Mental Deficiency
IQ < 70 = retardasi mental sangat ringan
IQ 55 – 69 = retardasi mental ringan
IQ 40 – 54 = retardasi mental sedang
IQ 25 – 39 = retardasi mental berat
IQ < 24 = retardasi mental sangat berat
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tes psikometri / Test intelegensi :
Bayi : Developmental Quotient (DQ)
Anak usia belum sekolah :
Standford Binet Scale
Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelligense (WPPSI)
Anak usia sekolah :
Wechsler Intelligence Scale for Children (Revised) (WISC-R)
Anak dengan kemampuan fungsi yang sangat rendah :
The Leiter international Performance Scale
Foto polos kepala
Audiometri
EEG
CT Scan
Darah dan Urine : mencari gangguan kimia / metabolik
Serologi darah dan titer antibodi TORCH
Pemeriksaan kromosom
Pemeriksaan hormonal (kelenjar tiroid)
DIAGNOSIS BANDING
Variasi perkembangan normal
CP dengan gangguan motorik dan bicara
Epilepsi
Gangguan THT
Gangguan mata
Depresi
Gangguan belajar spesifik
TATALAKSANA
Terapi Farmaka : Antikonvulsan bila kejang
Metilfenidat bila hiperaktif
Hormon tiroid pada gangguan tiroid
Terapi Non Farmaka : Fisioterapi
Terapi okupasi
Terapi wicara
Sekolah Pendidikan Luar Biasa (SPLB) tipe C
181
KONSULTASI : Anak, Psikiatri, THT, Mata
PROGNOSIS :
IQ 50 – 70, MR ringan, Slow learner, dapat dididik
IQ < 50, MR sedang dan berat, dapat dilatih kemampuan sederhana tertentu
IQ < 20, MR sangat berat, tidak dapat dilatih, sangat tergantung pada orang lain
182
ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY
DISORDER
KRITERIA DIAGNOSTIK
Adalah suatu gangguan neuropsikiatri yang umum, khas dan dapat ditangani. Terjadi pada
3 – 9 % anak usia sekolah
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tes psikologik : Profil tes psikometrik mencari mental retardasi, learning
disability
and ADHD
CT Scan / MRI kepala : mencari lesi
TATALAKSANA :
Terapi farmaka : Stimulan (Metilfenidat)
Terapi non farmaka : Terapi keluarga oleh psikolog
PROGNOSIS : Ad bonam
183
CEREBRAL PALSY (CP)
KRITERIA DIAGNOSTIK
CP adalah keadaan pada anak dengan kelainan motorik dini yang disebabkan suatu cacat otak
atau kerusakan otak non progresif pada usia muda. Ditandai dengan paresis, gerakan
involunter atau gangguan koordinasi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tes psikologik : Profil tes psikometrik mencari mental retardasi,
learning disability & ADHD
EEG mencari epilepsi
CT Scan / MRI kepala : mencari lesi
Pemeriksaan mata : mencari strabismus, gangguan refraksi, gangguan lapang
pandang dan buta sentral
Pemeriksaan THT : mencari tuli sentral
Pemeriksaan Ortopedi : mencari kontraktur sendi,skoliosis,
small stotur,subluksasi sendi
DIAGNOSIS BANDING
Neuromuskuler :
Spinal muscle artrophy
Distrofia muskuler
Degeneratif
Friedriech’s ataxia
Penyakit Chorea Huntington masa anak
Metabolik
Penyakit Wilson
Kelainan Tulang dan sendi
Arthero gryphosis multiplex kongenital
Penyakit gangguan gerak involunter
Sindrom Tourette
Chorea Sydenham
Spasmus nutans
Penyakit metabolik
Tumor atau AVM medulla spinalis
Spinal dystrophia
TATALAKSANA
Terapi Farmaka : Antikonvulsan bila epilepsi
Diazepam, Dantrolen, Baklofen untuk spastisitas
Terapi Non Farmaka :
Fisioterapi
Pelatihan okupasi
Sekolah SPLB
Kaca mata bila gangguan refraksi
Operasi mata bila strabismus
Alat bantu dengar bila gangguan dengar
184
Ortopedi
Terapi keluarga oleh psikolog
KOMPLIKASI
Epilepsi
Gangguan kognisi
Gangguan lihat / dengar
Gangguan makan – minum
Gangguan bicara
Gangguan orthopedik : kontraktur, small stature
KONSULTASI
Psikologi anak
Neurofisiologi
Neuroradiologi
Mata
THT
Ortopedi
URM
JENIS PELAYANAN
Rawat jalan
Tidak perlu perawatan, kecuali timbul komplikasi status konvulsivus dan aspirasi
pneumonia atau gangguan traktus respiratorius
TENAGA
Psikolog, Dokter Spesialis saraf, Spesialis anak, terapis
PROGNOSIS
Tipe tetraplegi : ad vitamin & ad functionam : ad malam
Tipe hemiparesis atau diparesis ringan : ad bonam
Bila ada retardasi mental, epilepsi, gangguan lihat / dengar : prognosis kurang baik
185
DUCHENE MUSCULAR DYSTROPHY (DMP)
Definisi : Kelainan otot herediter yang progresif, timbul sebelum usia 5 tahun, biasanya pad
anak laki – laki. Kelemahan otot tampak di proksimal.
KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis :
Anamnesis : Anak usia 2 – 4 tahun, kelemahan otot leher menetap sampai periode
infancy, perkembangan motorik yang lambat, sukar menaiki tangga atau bangun dari
lantai, perkembangan motorik yang lambat dan gangguan kognitif
Pemeriksaan fisik dan neurologi : Tanda Gowers, berjalan seperti bebek (waddling
gait). Atrofi pada otot, lordosis pada punggung. Pseudohipertrofi di otot
gastroknemius, vastus lateralis, infraspinosus, deltoid, yang agak jarang terdapat di
otot gluteus maksimus, masseter dan trisep akibat timbunan lemak dan hialin.
Kelemahan otot bersifat simetris dan progresif sehingga pada usia 6 – 12 tahun sudah
tidak dapat menggerakkan kedua tungkainya dan harus menggunakan kursi roda.
50 – 80% pasien terdapat gangguan jantung. Retardasi mental ditemukan 30%.
Radiologi :-
Laboratorium :
Kadar Kreatinin Kinase (CK) sangat tinggi (10.000 – 30.000)
Elektrodiagnostik : gambaran miogenik
Biospsi otot
DIAGNOSIS BANDING :-
PENATALAKSANAAN :
Tidak ada penatalaksanaan khusus, pengobatan hanya bersifat simtomatik dan suportif
untuk mencegah deformitas yang lebih berat
Keluarga perlu mengetahui mengenal progresifitas penyakit dan perkiraan mengenai
harapan hidup pasien yang seringkali hanya sampai pada dekade kedua
PENYULIT
Kelemahan yang bertambah berat
Gangguan respirasi (infeksi paru)
Gangguan jantung (kardiomiopati, gagal jantung)
Kontraktur, skoliosis
Gangguan emosi dan tingkah laku
KONSULTASI
Psychiatrist, orthopedists, geneticist, cardiologist, pulmonologist, physical therapist,
occupational therapist, psychologist, nutritionist
186
MENINGITIS
Adalah salah satu infeksi pada susunan saraf pusat yang berat dan dapat menimbulkan gejala
sisa yang permanen. Penyebab infeksi adalah bakteri, virus atau organisme yang lain.
Merupakan salah satu komplikasi dari penyakit tuberkulosis, mempunyai morbiditas dan
mortalitas yang tinggi dengan prognosis yang buruk.
KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis
Gejala klasik adalah panas badan, nyeri kepala, kaku kuduk. Pada anak usia muda (< 2 tahun)
gejala ini sulit terlihat. Pada anak yang lebih tua gejala seperti panas badan, nyeri kepala,
kaku kuduk atau nyeri pada leher, penurunan kesadaran, muntah, defisit neurologi fokal,
kejang. Pada meningitis yang disebabkan oleh bakteri gejala ini berlangsung sangat cepat dan
dapat terjadi perburukan dalam beberapa jam sampai beberapa hari.
Radiologi :
Foto thoraks
CT Scan dengan kontras : terdapat penyangatan di daerah basal
Laboratorium :
LED, PPD 5 TU
Pemeriksaan pungsi lumbal
187
PENATALAKSANAAN :
MENINGITIS BAKTERI : tergantung penyebabnya
Suportif
Monitoring tanda vital
Evaluasi status neurologi setiap hari
Monitoring intake dan output, elektrolit
Pengukuran lingkar kepala
Antikonvulsan bila ada kejang
Nutrisi yang baik
Deksametason diberikan pada anak usia > 2 bulan dengan dosis 0,15 mg/kgBB/kali 15
menit sebelum atau bersamaan dengan antibiotika salam 4 hari. Pemberian
188
kortikosteroid ditunda apabila terdapat tanda perdarahan atau bila ada kemungkinan
meningitis TBC belum dapat disingkirkan.
MENINGITIS TBC
Medikamentosa
Dosis harian
Obat Lama pengobatan
( mg / kgBB / hari )
INH 10 12 bulan
Rifampisin 5 12 bulan
Pirazinamid 15 – 40 2 bulan
Streptomisin 15 – 40 1 – 3 bulan
Prednison 1-2 4 – 8 minggu, tap off 2 – 4 minggu
PENYULIT :
▪ Meningitis bakterialis : Oedem otak, hidrosefalus, SIADH
▪ Meningitis TBC : Oedem otak, hidrosefalus, SIADH, arteritis, penjeratan
saraf otak
189
ENSEFALITIS HERPES SIMPLEKS
Merupakan infeksi pada parenkhim otak yang berat dan seringkali berakibat fatal.
KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis
Gejal akut, nyeri kepala, panas badan, kejang, penurunan kesadaran, defisit neurologis
fokal, gangguan tingkah laku
Laboratorium
Pemeriksaan lumbal pungsi : warna jernih, kadang – kadang kemerahan, sel normal atau
sedikit meningkat, protein sedikit meningkat, glukosa normal.
Radiologi
MRI terdapat kelainan di lobus temporal
EEG
Abnormal di daerah temporal
Gold Standar
PCR, IgM dan IgG HSV 1 (pada anak dan dewasa) dan HSV 2 (pada neonatus) → tidak dapat
dilakukan segera, karena baru + setelah minggu pertama
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Asiklovir 10 mg/kgBB/kali iv diberikan setiap 8 jam selama 10 hari. Diberikan sedini
mungkin dan boleh diberikan bila terdapat kecurigaan terhadap ensefalitis herpes
simpleks dan dihentikan bila terbukti bukan ensefalitis herpes simpleks.
Manitol bila terdapat eodem otak atau tekanan intrakranial yang meningkat
Antikonvulsan bila ada kejang
Antipiretik
Antibiotika untuk infeksi sekunder
Suportif
Monitoring tanda vital
Evaluasi status neurologi setiap hari
Mengatasi gangguan nafas
Monitoring intake dan output, elektrolit
Pengukuran lingkar kepala
Nutrisi yang baik
190
TICS
KRITERIA DIAGNOSIS
Gerakan involunter sederhana berupa kedipan mata, menyeringai, menjulurkan lidah, gerakan
kepala, gerakan jari kaki, gerakan wajah (twitching), gerakan leher, gerakan mengangkat
bahu, batuk, suara mendengkur, sedangkan gerakan yang kompleks dapat berupa gerakan
menggosok, melompat, berjongkok, mencium objek atau bagian tubuh, copropraxia dan
echopraxia, berkata – kata, atau gerakan berurutan yang stereotipik yang bertambah saat
anak stres. Keluhan ini menetap atau menurun bahkan dapat menghilang. Biasanya
berhubungan dengan gangguan kompulsif dan ADD.
PENATALAKSANAAN
Tujuan : meningkatkan kualitas hidup pasien dengan tics, dan bukan untuk menghilangkan
tics. Bila anak terganggu saat sekolah, obat hanya diberikan saat sekolah saja.
Non farmakologi
Situasi kelas / lingkungan sekolah yang tidak menimbulkan stress
Terapi behaviour
Farmakologi
Prinsip terapi :
1. Mulai dengan dosis rendah dan tingkatkan secara bertahap
2. Evaluasi efektivitas obat dan efek samping yang terjadi
3. Gunakan monoterapi
4. Gunakan Tier 1 terutama pada tics yang ringan
5. Pemeriksaan EKG sebelum menggunakan obat Tier 2
6. Turunkan dosis obat secara bertahap
Tier 1 :
Klonidin → dosis permulaan 0,05 mg, dapat ditingkatkan menjadi 2 x 0,05 mg. Dosis
dapat ditingkatkan setiap 5 – 7 hari dan dapat diberikan sampai 0,1 – 0,4 mg /hari
Guanfasin → dosis permulaan 0,5 mg malam hari dan dapat ditingkatkan secara
bertahap sampai 3 mg/hari dibagi dalam dua dosis
Klonazepam → digunakan sebagai terapi ajuvan pada pasien dengan kecemasan. Efek
samping berupa mengantuk, dizziness, fatigue.
Tier 2 :
Apabila pengobatan pertama dengan Tier 1 tidak berhasil dapat diberikan neuroleptik yang
klasik maupun neuroleptik yang atipik.
Neuroleptik klasik :
191
Pimozid → 2 – 6 mg/hari, mulai dengan dosis 0,5 – 1 mg/hari sebelum tidur, dinaikkan
secara bertahap
Flufenazin → 2 – 4 mg/hari, mulai dengan dosis 1 mg/hari sebelum tidur, dinaikkan
secara bertahap
Haloperidol → 1 - 5 mg/hari dalam dosis terbagi, mulai dengan 0,5 mg/hari, dinaikkan
secara bertahap
Obat lain :
Dopaminergik → dopamin antagonis (tetrabenazin 25 – 100 mg/hari), dopamin agonis
(Pergolid 0,1 – 0,3 mg/hari, dosis terbagi).
Botulinum toxin (Botox)
192
CHOREA PADA ANAK
KRITERIA DIAGNOSIS
Gangguan gerakan yang disebabkan karena disfungsi basal ganglia.
Gerakan menyentak, cepat, ireguler, tidak dapat diprediksikan dapat terjadi pada satu bagian
tubuh yang kemudian dapat mengenai bagian tubuh yang lain, dapat disertai dengan
kesulitan untuk makan, gangguan gait, clumsiness.
Chorea yang banyak terjadi pada anak adalah Sydenham’s chorea (SC, rheumatic chorea,
chorea minor, St.Vitus’ dance). Penyebabnya dapat bermacam – macam, antara lain :
paroxysmal dyskinesias, penyakit imunologi (SC,SLE,antifosfolipid antibodies), gangguan yang
diturunkan (ataxiateleangiectasia, benignfamilial), gangguan metabolic (hipertiroid,
mitochondrial abnormalities, congenital disorders of glycosylation), infeksi, neoplasma,
gangguan vaskuler dan kelainan degeneratif.
Laboratorium
Elektrolit termasuk Ca
Pemeriksaan darah lengkap dan apus darah tepi
LED
ASO dan titer Dnase B
Antibodi antikardiolipin
Antinuclear antibody
TSH
Ceruloplasmin dan level copper
Skrining toksikologi
MRI kepala
PENATALAKSANAAN
Terapi bila memungkinkan ditujukan pada kelainan yang mendasarinya. Untuk gejala kliniknya
hanya sebagai simtomatik saja. Mekanisme obat yang dipakai bertujuan untuk mengkoreksi
gangguan neurotransmiter seperti meningkatkan GABA dan acetylcholine dan atau
menurunkan reseptor dopamin
Asam valproat ( 10 – 20 mg/kgBB/hari )
Clonazepam ( 1 – 5 mg/kgBB/hari )
Haloperidol ( 0,5 – 2 mg, 2x/hari )
KONSULTASI
Kardiologi anak untuk terapi preventif sekunder terhadap kelainan jantung dan A beta-
hemolytic streptococcus agar tidak terjadi rheumatic fever dan chorea yang berulang.
193
DISTONIA
KRITERIA DIAGNOSIS
Kontraksi simultan otot agonis dan antagonis yang transien sehingga postur tubuh menjadi
tidak biasa. Bila kontraksi otot agonis dan antagonis seimbang maka gerakan tidak tampak,
hanya berupa ketegangan otot. Gerakan biasanya perlahan, mengenai satu bagian tubuh,
sampai maksimal kemudian bertahan selama satu menit atau lebih, tetapi kadang – kadang
bisa lebih cepat.
Manifestasi distonia yang sering adalah spasmodik torticollis, spasmodik retrocollis, inversi
intermitten sehingga postur menjadi equinovarus, otot – otot lidah, blepharospasm, writer’s
cramp dystonia, spasmodic dysphonia.
DIAGNOSIS BANDING
Ataxia-teleangiectasia
Focal dystonia
Hallervorden-Spatz syndrome
Hemidystonia
Kelainan degeneratif dan penyebab tak Idiopatic torsion dystonia
diketahui Leber disease
Myoclonic dystonia
Segawa dystonia with diurnal fluctuation
Subacute necrotizing encephalomyelopathy
Dystonia Parkinson syndrome
Ensefalitis virus
GM2 gangliosidosis
Penyakit infeksi
PKU
Gangguan metabolik
Triosephosphate isomerase deficiency
Wilson’
194
PENATALAKSANAAN
Distonia primer :
Triheksyphenidyl :
Dosis 6 – 60 mg/hari dalam dosis terbagi, mulai dengan 0,5 mg/hari pada anak 4 tahun
sedangkan anak yang lebih besar dapat dimulai dengan dosis 1 mg/hari malam hari dan
dinaikkan 1 mg setiap 1 minggu
Carbidopa / levodopa :
Dosis 4 – 5 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi, mulai dengan 1 mg/kgBB/hari
Baclofen :
Dosis 10 – 60 mg/hari dalam dosis terbagi, mulai dari 5 mg malam hari
BOTOX
Distonia sekunder :
Reserpin 20 /kg, dinaikkan bertahap sampai 0,25 mg/hari dibagi dalam dua dosis
Difenhidramin 1 – 1,25 mg/kgBB IM atau IV (maks 50 mg), kemudian dilanjutkan
dengan 1 – 1,25 mg/kg PO (maks 50 mg) setiap 6 – 8 jam selama 1 – 3 hari
195
TUMOR OTAK
Tumor otak pada anak berbeda dengan tumor otak pada orang dewasa dalam tipe sel yang
terlibat maupun terapinya.
KRITERIA DIAGNOSIS
KLINIS : Gejala sering berhubungan dengan adanya tekanan tinggi intrakranial yaitu nyeri
kepala, muntah (pagi hari), mual, perubahan kepribadian, iritabel, penurunan kesadaran,
penurunan fungsi jantung dan pernafasan.
Menurut lokasi :
Tumor serebri : kejang, gangguan visus, disatria, hemiparesis disertai parese saraf
otak, TTIK, perubahan kepribadian, penurunan kesadaran
Tumor di batang otak : Kejang, gangguan endokrin, perubahan visus atau penglihatan
ganda, nyeri kepala, parese saraf otak dan heniparese motorik, perubahan pernafasan,
TTIK
Tumor di serebelum : TTIK, muntah (pagi hari tanpa mual), nyeri kepala, gangguan
koordinasi, gangguan berjalan (ataksia).
Gejala – gejala ini dapat bercampur.
Pemeriksaan Neurologis
Penurunan kesadaran, parese saraf otak, hemiparese motorik, gangguan koordinasi, ataksia,
refleks fisiologi meningkat, refleks patologis positif .
PENATALAKSANAAN :
Medikamentosa : steroid untuk oedem otak (loading : deksametason 1 – 2 mg/kgBB
sampai 10 mg, kemudian 1 – 1,5 mg/kgBB/hari, maksimum 16 mg/hari dibagi dalam 4
dosis )
Tindakan :
Operasi
VP shunt
Radiasi
196
PENYULIT : Kejang, hidrosefalus
197