Anda di halaman 1dari 197

BUKU PEDOMAN

STANDAR PELAYANAN MEDIS ( SPM )


&
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

NEUROLOGI

PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS SARAF INDONESIA


2008

1
2
EPILEPSI
ICD G40

KRITERIA DIAGNOSIS :
Klinis :
Suatu keadaan neurologik yang ditandai oleh bangkitan epilepsi yang berulang, yang
timbul tanpa provokasi. Sedangkan bangkitan epilepsi sendiri adalah suatu manifestasi
klinik yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang abnormal, berlebihan dan
sinkron, dari neuron yang (terutama) terletak pada korteks serebri. Aktifitas
paroksismal abnormal ini umumya timbul intermiten dan ‘self-limited’.

Sindroma epilepsi adalah penyakit epilepsi yang ditandai oleh sekumpulan gejala yang
timbul bersamaan (termasuk tipe bangkitan, etiologi, anatomi, faktor presipitan usia
awitan, beratnya penyakit, siklus harian dan prognosa)

Klasifikasi Epilepsi : (menurut ILAE tahun 1989)


1. Berhubungan dengan lokasi
A. Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan)
a) Benign childhood epilepsy with centro-temporal spikes
b) Childhood epilepsy with occipital paroxysmal
c) Primary reading epilepsy
B. Simptomatik (dengan etiologi yang spesifik atau non spesifik)
a) Chronic progressive epilepsia partialis continua of childhood
(Kojewnikow’s syndrome)
b) Syndromes characterized by seizures with spesific modes of precipitation
c) Epilepsi lobus Temporal/Frontal/Parietal/Ocipital
C. Kriptogenik

2. Umum
A. Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan)
a) Benign neonatal familial convulsions
b) Benign neonatal convulsions
c) Benign myoclonic epilepsy in infancy
d) Childhood absence epilepsy (pyknolepsy)
e) Juvenile absence epilepsy
f) Juvenile myoclonic epilepsy (impulsive petit mal)
g) Epilepsies with grand mal (GTCS) seizures on awakening
h) Others generalized idiopathic epilepsies not defined above
i) Epilepsies with seizures precipitated by specific modes of activation
B. Kriptogenik / Simptomatik
a) West syndrome (infantile spasms, blizt Nick-Salaam Krampfe)
b) Lennox-Gastaut syndrome
c) Epilepsy with myoclonic-astatic seizures
d) Epilepsy with myoclonic absence

3
C. Simptomatik (dengan etiologi yang spesifik atau nonspesifik)
a) Dengan etiologi yang Nonspesifik
 Early myoclonic encephalopathy
 Early infantile epileptic encephalopathy with suppression burst
 Other symptomatic generalized epilepsies not defined above
b) Sindroma spesifik
 Bangkitan epilepsi yang disebabkan oleh penyakit lain

3. Tidak dapat ditentukan apakah fokal atau umum


A. Campuran bangkitan umum dan fokal
a) Neonatal seizures
b) Severe myoclonic epilepsy in infancy
c) Epilepsy with continuous spike wave during slow-wave sleep
d) Acquired epileptic aphasia (Landau-Kleffner syndrome)
e) Other undetermined epilepsies
B. Campuran bangkitan umum atau fokal (sama banyak)

4. Sindrom khusus
Bangkitan yang berhubungan dengan situasi
a) Febrile convulsion
b) Isolated seizures atau isolated status epilepticus
c) Seizures occurring only when there is an acute metabolic or toxic event,
due to factors such as alcohol, drugs, eclampsia, nonketotic
hyperglycemia

Klasifikasi Bangkitan Epilepsi : (menurut ILAE tahun 1981)


1. Bangkitan Parsial (fokal)
A. Parsial sederhana
a) Disertai gejala motorik
b) Disertai gejala somato-sensorik
c) Disertai gejala psikis
d) Disertai gejala autonomik
B. Parsial kompleks
a) Disertai dengan gangguan kesadaran sejak awitan dengan atau tanpa
automatism
b) Parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran dengan atau tanpa
automatism
C. Parsial sederhana yang berkembang menjadi umum sekunder
a) Parsial sederhana menjadi umum tonik klonik
b) Parsial kompleks menjadi umum tonik klonik
c) Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi umum tonik klonik

2. Bangkitan Umum
A. Bangkitan Lena (absence) & atypical absence
B. Bangkitan Mioklonik
C. Bangkitan Klonik

4
D. Bangkitan Tonik
E. Bangkitan Tonik-klonik
F. Bangkitan Atonik

3. Bangkitan yang tidak terklasifikasikan

Laboratorium / Pemeriksaan Penunjang :


1. EEG
2. Laboratorium : (atas indikasi)
A. Untuk penapisan dini metabolik
Perlu selalu diperiksa :
a) Kadar glukosa darah
b) Pemeriksaan elektrolit termasuk kalsium dan magnesium
Atas indikasi :
a) Penapisan dini racun/toksik
b) Pemeriksaan serologis
c) Kadar vitamin dan nutrient lainnya
Perlu diperiksa pada sindroma tertentu
a) Asam amino
b) Asam organik
c) NH3
d) Enzim Lysosomal
e) Serum Laktat
f) Serum piruvat

B. Pada kecurigaan infeksi SSP akut


Lumbal Pungsi

Radiologi
1. Computed Tomography (CT) Scan kepala dengan kontras
2. Magnetic Resonance Imaging kepala (MRI)
3. Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS) : merupakan pilihan utama untuk
epilepsi
4. Functional Magnetic Resonance Imaging
5. Positron Emission Tomography (PET)
6. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT)

Gold Standard
1. EEG iktal dengan subdural atau depth EEG
2. Long term video EEG monitoring

Patologi Anatomi
Hanya khas pada keadaan tertentu seperti hypocampal sclerosis dan mesial temporal
sclerosis

5
DIAGNOSIS BANDING
1. Bangkitan Psychogenic
2. Gerak Involunter (Tics, headnodding, paroxysmalchoreoathethosis/dystonia,
benign sleep myoclonus, paroxysmal torticolis, startle response, jitterness, dll)
3. Hilangnya tonus atau kesadaran (sinkop, drop attacks, TIA, TGA, narkolepsi,
attention deficit)
4. Gangguan respirasi (apnea, breath holding, hiperventilasi)
5. Gangguan perilaku (night terrors, sleepwalking, nightmares, confusion,
sindroma psikotik akut)
6. Gangguan persepsi (vertigo, nyeri kepala, nyeri abdomen)
7. Keadaan episodik dari penyakit tertentu (tetralogy speels, hydrocephalic spells,
cardiac arrhythmia, hipoglikemi, hipokalsemia, periodic paralysis, migren, dll)

PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Pemilihan obat anti epilepsi (OAE) sangat tergantung pada bentuk bangkitan dan
sindroma epilepsi, selain itu juga perlu dipikirkan kemudahan pemakaiannya.
Penggunaan terapi tunggal dan dosis tunggal menjadi pilihan utama. Kepatuhan
pasien juga ditentukan oleh harga da efek samping OAE yang timbul

Antikonvulsan Utama :
1. Fenobarbital : dosis 2 – 4 mg / kgBB / hari
2. Phenitoin : 5 – 8 mg / kgBB / hari
3. Karbamasepin : 20 mg / kgBB / hari
4. Valproate : 30 – 80 mg / kgBB /hari

Keputusan pemberian pengobatan setelah bangkitan pertama dibagi dalam 3 kategori:


1. Definitely treat (pengobatan perlu dilakukan segera)
Bila terdapat lesi struktural , seperti :
a. Tumor otak
b. AVM
c. Infeksi : seperti abses, ensefalitis herpes
Tanpa lesi struktural :
a. Terdapatnya riwayat epilepsi pada saudara sekandung (bukan orang tua)
b. EEG dengan gambaran epileptik yang jelas
c. Riwayat bangkitan simptomatik
d. Riwayat trauma kepala, stroke, infeksi SSP
e. Status epilepstikus pada awitan kejang
2. Possibly treat (kemungkinan harus dilakukan pengobatan)
Pada bangkitan yang tidak dicetuskan (diprovokasi) atau tanpa disertai faktor
resiko diatas
3. Probably not treat (walaupun pengobatan jangka pendek mungkin diperlukan) :
a. Kecanduan alkohol
b. Ketergantungan obat – obatan
c. Bangkitan dengan penyakit akut (demam tinggi, dehidrasi, hipoglikemia)
d. Bangkitan segera setelah benturan di kepala

6
e. Sindroma epilepsi spesifik yang ringan, seperti kejang demam, BECT
f. Bangkitan yang diprovokasi oleh kurang tidur

PEMILIHAN OAE BERDASARKAN TIPE BANGKITAN EPILEPSI

Tipe bangkitan OAE lini pertama OAE lini kedua

Acetozolamide, clobazam,
clonazepam, ethosuximide,
felbamate, gabapentin,
Fenitoin, karbamazepin
Bangkitan parsial lamotrigine,
(terutama untuk CPS) asam
(sederhana atau kompleks) levetiracetam,
valproat
oxcarbazepine, tiagabin,
topiramate, vigabatrin,
phenobarbital, pirimidone

Karbamazepin, fenitoin,
Bangkitan umum sekunder Idem diatas
asam valproat

Acetozolamide, clobazam,
clonazepam, ethosuximide,
felbamate, gabapentin,
Karbamazepin, fenitoin,
Bangkitan umum tonik lamotrigine,
asam valproat,
klonik levetiracetam,
phenobarbital
oxcarbazepine, tiagabin,
topiramate, vigabatrin,
pirimidone

Asam valproat, Acetozolamide, clobazam,


Bangkitan lena ethosuximide (tidak clonazepam, lamotrigine,
tersedia di Indonesia) phenoberbital, pirimidone

Clobazam, clonazepam,
ethosuximide, lamotrigine,
Bangkitan mioklonik Asam valproat
phenobarbital, pirimidone,
piracetam

Penghentian OAE : dilakukan secara bertahap setelah 2 – 5 tahun pasien bebas kejang,
tergantung dari bentuk bangkitan dan sindroma epilepsi yang di derita pasien (Dam,
1997). Penghentian OAE dilakukan secara perlahan dalam beberapa bulan

7
STATUS EPILEPTIKUS
(ICD G 41.0)
(Epilepsy Foundation of America’s Working Group on Status Epilepticus)

Adalah bangkitan yang berlangsung lebih dari 30 menit atau dua atau lebih bangkitan,
dimana diantara dua bangkitan tidak terdapat pemulihan kesadaran. Penanganan
kejang harus dimulai dalam 10 menit setelah awitan suatu kejang.

PENANGANAN STATUS EPILEPTIKUS

Stadium Penatalaksanaan
Memperbaiki fungsi kardio-respiratorik
Stadium I (0 -10 menit)
Memperbaiki jalan nafas, pemberian oksigen, resusitasi

Memasang infus pada pembuluh darah besar


Mengambil 50-100 cc darah untuk pemeriksaan Lab.
Pemberian OAE emergensi : Diazepam 10-20 mg iv
(kecepatan pemberian  2-5 mg/menit atau rectal dapat
Stadium II (0 – 60 menit)
diulang 15 menit kemudian)
Memasukkan 50 cc glukosa 40% dengan atau tanpa thiamin
250 mg intravena
Menangani asidosis

Menentukan etiologi
Bila kejang berlangsung terus 30 menit setelah pemberian
Stadium III diazepam pertama, beri phenytoin iv 15-18 mg/kgBB
(0 – 60 – 90 menit) dengan kecepatan 50 mg/menit
Memulai terapi dengan vasopresor bila diperlukan
Mengoreksi komplikasi

Bila kejang tetap tidak teratasi selama 30-40 menit,


transfer pasien ke ICU, beri Propofol (2 mg/kgBB bolus iv,
diulang bila perlu) atau Thiopentone (100-250 mg bolus iv
pemberian dalam 20 menit, dilanjutkan dengan bolus 50
Stadium IV (30 – 90 menit) mg setiap 2-3 menit), dilanjutkan sampai 12-24 jam
setelah bangkitan klinis atau bangkitan EEG terakhir, lalu
dilakukan tapering off.
Memonitori bangkitan dan EEG, tekanan intracranial,
memulai pemberian OAE dosis maintenance

8
Tindakan :
1. Operasi
▪ Indikasi operasi :
a. Fokal epilepsi yang intraktabel terhadap obat obatan
b. Sindroma epilepsi fokal dan simptomatik

▪ Kontraindikasi :
a. Penyakit neurologik yang progresif (baik metabolik maupun
degeneratif)
b. Sindroma epilepsi yang benigna, dimana diharapkan terjadi remisi
dikemudian hari

▪ Kontraindikasi relatif :
a. Ketidak patuhan terhadap pengobatan
b. Psikosis interiktal
c. Mental retardasi

▪ Jenis – jenis operasi :


a. Operasi reseksi; pada mesial temporal lobe, neokortikal
b. Diskoneksi : korpus kalosotomi, multiple supial transection
c. Hemispherektomi

2. Stimulasi Nervus vagus

PENYULIT
Prognosis pengobatan pada kasus kasus baru pada umumnya baik, pada 70-80% kasus
bangkitan kejang akan berhenti dalam beberapa tahun pertama. Setelah bangkitan
epilepsi berhenti, kemungkinan rekurensinya rendah, dan pasien dapat menghentikan
OAE.
Prognosis epilepsi akan menjadi lebih buruk bila terdapat hal-hal sebagai berikut :
a. Terdapat lesi struktural otak
b. Bangkitan epilepsi parsial
c. Sindroma epilepsi berat
d. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
e. Frekuensi bangkitan tonik-klonik yang tinggi sebelum dimulainya pengobatan
f. Terdapat kelainan neurologis maupun psikiatris

KONSULTASI
Konsultasi : (atas indikasi)
1. Bagian Psikiatri
2. Bagian Interna
3. Bagian Anak
4. Bagian Bedah Saraf
5. Bagian Anestesi (bila pasien masuk ICU)

9
JENIS PELAYANAN
1. Rawat jalan
2. Rawat inap
Indikasi rawat :
1. Status Epileptikus
2. Bangkitan berulang
3. Kasus Bangkitan Pertama
4. Epilepsi intraktabel

TENAGA
1. Spesialis saraf
2. Epileptologist
3. Electro encephalographer
4. Psycologist
5. Teknisi EEG

LAMA PERAWATAN
1. Pada kasus bukan status epileptikus : pasien dirawat sampai diagnosis
dapat ditegakkan
2. Pada status epileptikus : pasien dirawat sampai kejang dapat diatasi dan
pasien kembali ke keadaan sebelum status

10
11
STROKE

Definisi :
Stroke adalah keadan hilangnya sebagian atau seluruh fungsi neurologis (defisit
neurologik fokal atau global) yang terjadi secara mendadak, berlangsung lebih dari 24
jam atau menyebabkan kematian,yang semata-mata disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak karena berkurangnya suplai darah (stroke iskemik) atau
pecahnya pembuluh darah secara spontan (stroke perdarahan)

Pembagian Stroke
1. Etiologis :
1.1. Infark : aterotrombotik, kardioembolik, lakunar
1.2. Perdarahan : Perdarahan Intra serebral, Perdarahan Subarahnoid,
Perdarahan Intrakranial et causa AVM

2. Lokasi :
Sistem Karotis
Sistem Vertebrobasiler

Dasar Diagnosis :
1. Anamnesa dari pasien, keluarga atau pembawa pasien.
2. Pemeriksaan fisik :
 Keadaan umum
 Kesadaran ( Glasglow Coma Scale / Kwantitas/ Kwalitas )
 Tanda vital
 Status generalis
 Status neurologis
3. Alat Bantu Scoring ( Skala ) :
 Siriraj Stroke Score ( SSS )
 Algoritme Stroke Gajah Mada ( ASGM )
4. Pemeriksaan penunjang :
 Pungsi Lumbal ( Bila neuroimejing tidak bersedia )
 Neuroimejing : CT Scan, MRI, MRA, Angiografi, DSA

KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis :
• Anamnesis :
Defisit neurologis yang terjadi secara tiba – tiba, saat aktifitas/istirahat,
kesadaran baik/terganggu, nyeri kepala/tidak, muntah/tidak, riwayat hipertensi
( Faktor resiko stroke lainnya ) , lamanya (onset), serangan pertama/ulang .
• Pemeriksaan Fisik ( Neurologis dan Umum ) :
Ada defisit neurologis, hipertensi/hipotensi/normotensi .

12
Pemeriksaan penunjang
Tergantung gejala dan tanda, usia, kondisi pre dan paska stroke, resiko pemeriksaan,
biaya, kenyamanan pemeriksaan penunjang .
Tujuan : Membantu menentukan diagnosa, diagnosa banding, faktor resiko, komplikasi,
prognosa dan pengobatan.

Laboratorium
Dilakukan pemeriksaan Darah Perifer Lengkap (DPL), Gula Darah Sewaktu (GDS),
Fungsi Ginjal ( Ureum, Kreatinin dan Asam Urat), Fungsi Hati ( SGOT dan SGPT ),
Protein darah ( Albumin, Globulin), Hemostasis, Profil Lipid ( Kolesterol, Trigliserida,
HDL, LDL), Homosistein, Analisa Gas Darah dan Eletrolit. Jika perlu pemeriksaan
cairan serebrospinal.

Radiologis
• Pemeriksaan Rongten dada untuk melihat ada tidaknya infeksi paru maupun
kelainan jantung
• Brain CT – Scan tanpa kontras ( Golden Standard )
• MRI Kepala

Pemeriksaan Penunjang lain :


• EKG
• Echocardiography (TTE dan atau TEE)
• Carotid Doppler ( USG Carotis )
• Transcranial Doppler (TCD)

Golden Standard / Baku Emas


CT – Scan kepala tanpa kontras

Diagnosis Banding
1. Ensefalopati toksik atau metabolik
2. Kelainan non neurologis / fungsional ( contoh : kelainan jiwa )
3. Bangkitan epilepsi yang disertai paresis Todd’s
4. Migren Hemiplegik
5. Lesi struktural intrakranial ( hematoma subdural, tumor otak, AVM)
6. Infeksi ensefalitis, abses otak
7. Trauma kepala
8. Ensefalopati hipertensif
9. Sklerosis multiple

13
PENATALAKSANAAN / TERAPI
Penatalaksanaan Umum
1. Umum
Ditujukan terhadap fungsi vital : paru – paru, jantung, ginjal, keseimbangan
elektrolit dan cairan, gizi, higiene
2. Khusus
▪ Pencegahan dan pengobatan komplikasi
▪ Rehabilitasi
▪ Pencegahan Stroke : tindakan promotif, primer dan sekunder

Penatalaksanaan khusus
1. Stroke Iskemik / infark :
▪ Anti agregasi platelet : Aspirin, tiklopidin, klopidogrel, dipiridamol,
cilostazol
▪ Trombolitik : rt – PA ( harus memenuhi kriteria inklusi )
▪ Antikoagulan : heparin, LMWVH, heparinoid ( untuk stroke emboli )
( Guidelines stroke 2004 )
▪ Neuroprotektan
2. Perdarahan subarakhnoid :
▪ Antivasospasme : Nimodipin
▪ Neuroprotektan
3. Perdarahan intraserebral :
 Konservatif :
▪ Memperbaiki faal hemostasis ( bila ada gangguan hemostasis )
▪ Mencegah / mengatasi vasospasme otak akibat perdarahan Nimodipine
▪ Neuroprotektan
 Operatif : Dilakukan pada kasus yang indikatif / memungkinkan :
▪ Volume perdarahan lebih dari 30 cc atau diameter > 3 cm pada fossa
posterior
▪ Letak lobar dan kortikal dengan tanda – tanda peninggian TIK akut dan
ancaman herniasi otak
▪ Perdarahan serebellum
▪ Hidrosefalus akibat perdarahan intraventrikel atau serebellum
▪ GCS > 7

Terapi komplikasi :
 Antiedema : larutan Manitol 20%
 Antibiotika, Antidepresan, Antikonvulsan : atas indikasi
 Anti trombosis vena dalam dan emboli paru

Penatalaksanaan faktor resiko :


 Antihipertensi : fase akut stroke dengan persyaratan tertentu
( Guidelines Stroke 2004 )
 Antidiabetika : fase akut stroke dengan persyaratan tertentu
( Guidelines Stroke 2004 )
 Antidislipidemia : atas indikasi

14
Terapi Nonfarmaka
 Operatif
 Philebotomi
 Neurorestorasi (dalam fase akut ) dan Rehabilitasi Medik
 Edukasi

KOMPLIKASI / PENYULIT
 Fase Akut
 Neurologis :
▪ Stroke susulan
▪ Edema Otak
▪ Infark berdarah
▪ Hidrosefalus
 Non Neurologis :
▪ Hipertensi / Hiperglikemia reaktif
▪ Edema Paru
▪ Gangguan Jantung
▪ Infeksi
▪ Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
 Fase Lanjut
 Neurologis : gangguan fungsi luhur
 Non Neurologis : Kontraktur, Dekubitus, Infeksi, Depresi

KONSULTASI
 Dokter Spesialis Penyakit Dalam( Ginjal / Hipertensi, Endokrin )
 Kardiologi, bila ada kelainan organ terkait
 Dokter Spesialis Bedah Saraf untuk kasus hemorhagis yang perlu dioperasi
( aneurisma, SVM, evakuasi hematom )
 Gizi
 Rehabilitasi medik ( setelah dilakukan prosedur Neurorestorasi dalam 3 bulan
pertama pasca onset )

JENIS PELAYANAN
 Rawat inap : Stroke Corner, Stroke Unit atau Neurologic High Care Unit pada fase
akut
 Rawat jalan pasca fase akut

TENAGA STANDAR
Dokter Spesialis Saraf, Dokter Umum, Perawat, Terapis

15
LAMA PERAWATAN
 Stroke perdarahan : rata – rata 3 – 4 minggu ( tergantung keadaan umum
penderita )
 Stroke Iskemik : 2 minggu bila tidak ada penyulit / penyakit lain

PROGNOSIS
 Ad vitam
Tergantung berat stroke dan komplikasi yang timbul
 Ad Funtionam
Penilaian dengan parameter :
 Activity Daily Living ( Barthel Index )
 NIH Stroke Scale ( NIHSS )
Resiko kecacatan dan ketergantungan fisik / kognitif setelah 1 tahun : 20 – 30 %

16
17
SEREBRITIS & ABSES OTAK
ICD G 06.0

DEFINISI / ETIOLOGI
 Penumpukan material piogenik yang teralokalisir di dalam / di antara parenkim
otak
 Etiologi :
▪ Bakteri ( yang sering ) :Staphylococcus aureus, streptococcus anaerob,
S.beta hemolitikus, S. Alfa henolotikus, E. Colo Bacteroides
▪ Jamur : N. Asteroides, Spesies candida, aspergillus
▪ Parasit ( jarang ) : E. Histolitika, Cystecircosis, schistosomiasis

Patogenesis
Mikroorganisme ( MO mencapai parenkim otak melalui :
 Hematogen :dari suatu tempat infeksi yang jauh
 Perluasan disekitar otak : sinusitis frontalis, otitis media
 Trauma tembus kepala / operasi otak
 Komplikasi dari kardiopulmoner, meningitis piogenik
 20 % kasus tak diketahui sumber infeksinya

Lokasi :
 Hematogen paling sering pada subtansia alba dan grisea
 Perkontinutatum : daerah yang dekat dengan permukaan otak
Sifat :
 Dapat soliter atau multiple. Yang multiple sering pada jantung bawaan sianotik
karena ada shunt kanan ke kiri

Tahap tahap :
 Awal : Reaksi radang yang difus pada jaringan otak ( infiltrat leukosit, edema,
perlunakan dan kongesti ) kadang disertai bintik – bintik perdarahan
 Beberapa hari – minggu : Nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga
membentuk rongga abses. Astroglia, fibroblas, makrofag mengelilingi jaringan
yang nekrotik sehingga terbentuk abses yang tidak berbatas tegas .
 Tahap lanjut : fibrosis yang progresif sehingga terbentuk kapsul dengan dinding
yang konsentris

Stadium :
 Serebritis dini ( hari I – III )
 Serebritis lanjut ( hari IV – IX )
 Serebritis kapsul dini ( hari X – XIII )
 Serebritis kapsul lanjut ( > hari XIV )

18
KRITERIA DIAGNOSIS
 Gambaran kliniknya tidak khas, kriteria terdapat tanda infeksi + TIK khas
terdapat trias : gejala infeksi + TIK + tanda neurologik fokal
 Darah rutin : 50 – 60 % didapati leukositosis 10.000 – 20.000 / cm2
70 – 95 % LED meningkat
 LP : bila tak ada kontraindikasi untuk kultur dan tes sensitifitas
 Radiologi :
 Foto polos kepala biasanya normal
 CT – Scan kepala tanpa kontras dan pakai kontras bila abses berdiameter
> 10 mm
 Angiografi

Pemeriksaan Penunjang
 Darah rutin ( leukosit, LED )
 LP : bila tak ada kontraindikasi untuk kultur dan tes sensitifitas
 Rontgen : Foto polos kepala, CT – Scan kepala tanpa kontras dan pakai kontras,
atau angiografi.

Diagnosis Pembanding
 Space occupying lesion lainnya ( metastase tumor, glioblastoma )
 Meningitis

Tatalaksana
 Prinsipnya menghilangkan fokus infeksi dan efek massa
 Kausal :
 Ampicillin 2 gr/6 jam iv ( 200 – 400 mg/kg BB/hari selama 2 minggu )
 Kloramfenicol 1 gr/6 jam iv selama 2 minggu
 Metronidazole 500 mg/8 jam iv selama 2 minggu
 Antiedema : dexamethason/ manitol
 Operasi bila tindakan konservatif gagal atau abses berdiameter 2 cm

PENYULIT
 Herniasi
 Hidrosefalus obstruktif
 Koma

KONSULTASI : Bedah Saraf

TEMPAT PELAYANAN : Perawatan di RS A atau B

TENAGA STANDAR : Perawat, dokter umum, dokter spesialias saraf

LAMA PERAWATAN : Minimal 6 minggu

19
PROGNOSIS
Sembuh, sembuh + cacat, atau meninggal
Prognosis : tergantung dari : umur penderita, lokasi abses dan sifat absesnya

20
MENINGITIS TUBERKULOSA
ICD A 17.0

DEFINISI ETIOLOGI
Meningitis tuberkulosa adalah reaksi peradangan yang mengenai selaput otak yang
disebabkan oleh kuman tuberkulosa

KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis
Didahului oelh gejala prodomal berupa nyeri kepala, anoreksia, mual/muntah, demam
subfebris, disertai dengan perubahan tingkah laku dan penurunan kesadaran, onset
subakut, riwayat penderita TB atau adanya fokus infeksi sangat mendukung.

Pemeriksaan Fisik
 Tanda – tanda rangsangan meningeal berupa kaku kuduk dan tanda lasegue dan
kernig
 Kelumpuhan saraf otak dapat sering dijumpai

Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium : pemeriksaan LCS (bila tidak ada tanda – tanda
peninggian tekanan intrakranial ), pemeriksaan darah rutin, kimia, elektrolit
Pemeriksaan sputum BTA (+)
 Pemeriksaan Radiologik
 Foto polos paru
 CT Scan kepala atau MRI dibuat sebelum dilakukan pungsi lumbal bila
dijumpai peninggian tekanan intrakranial
 Pemeriksaan penunjang lain :
 IgG anti TB ( untuk mendapatkan antigen bakteri diperiksa counter –
immunoelectrophoresis, radioimmunoassay atau teknik ELISA )
 PCR

Pada pemeriksaan laboratorium :


Pemeriksaan LCS ( bila tidak ada tanda – tanda peninggian tekanan intrakranial )
 Pelikel (+) / Cobweb Appearance (+)
 Pleiositosis 50 – 500 /mm3, dominan sel mononuklear, protein meningkat
100 – 200 mg%, glukosa menurun <50 – 60 % dari GDS , kadar laktat, kadar
asam amino, bakteriologis Ziehl Nielsen (+), kultur BTA (+).
Pemeriksaan penunjang lain seperti IgG anti – TB atau PCR

21
DIAGNOSIS BANDING
 Meningoensefalitis karena virus
 Meningitis bakterial yang pengobatannya tidak sempurna
 Meningitis oleh karena infeksi jamur / parasit ( Cryptococcus neoformans atau
Toxoplasma gondii ), Sarkoid meningitis
 Tekanan selaput yang difus oleh sel ganas, termasuk karsinoma, limfoma,
leukemia, glioma, melanoma, dan medulablastoma

TATA LAKSANA
 Umum
 Terapi kausal : Kombinasi Obat Anti Tuberkulosa ( OAT )
▪ INH
▪ Pyrazinamida
▪ Rifampicin
▪ Etambutol
 Korikosteroid

PENYULIT / KOMPLIKASI
 Hidrosefalus
 Kelumpuhan saraf kranial
 Iskemi dan infark pada otak dan mielum
 Epilepsi
 SIADH
 Retardasi mental
 Atrofi nervus optikus

KONSULTASI : Bedah saraf

JENIS PELAYANAN : Rawat Inap

TENAGA STANDAR : Dokter spesialis saraf, dokter umum, perawat

LAMA PERAWATAN : Minimal 3 minggu, tergantung respon pengobatan

PROGNOSIS
▪ Meningitis tuberkulosis sembuh lambat dan umumnya meninggalkan sekuele
neurologis
▪ Bervariasi dari sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, meninggal

22
RABIES
ICD A 82

DEFINISI / ETIOLOGI
Rabies adalah penyakit peradangan akut SSP oleh virus rabies, bermanifestasi sebagia
kelainan neurologi yang umumnya berakhir dengan kematian

KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis
Penderita mempunyai riwayat tergigit, tercakar atau kontak dengan anjing, kucing
atau binatang lainnya yang :
 Positif rabies ( hasil pemeriksaan otak hewan tersangka )
 Mati dalam waktu 10 hari sejak menggigit ( bukan dibunuh )
 Tak dapat diobservasi setelah menggigit ( dibunuh, lari dan sebagainya )
 Tersangka rabies ( hewan berubah sifat, malas makan, dll )

Gambaran klinik :
 Stadium prodromal ( 2 – 10 hari )
Sakit dan rasa kesemutan di sekitar luka gigitan ( tanda awal rabies ), sakit
kepala, lemah, anoreksia, demam, rasa takut, cemas, agitasi
 Stadium kelainan neurologis ( 2 – 7 hari )
 Bentuk spastik : Peka terhadap rangsangan ringan, kontraksi otot farings
dan esofagus, kejang, aerofobia, hidrofobia, kaku kuduk, delirium,
semikoma, meninggal setelah 3 – 5 hari
 Bentuk demensia
 Kepekaan terhadap rangsangan bertambah, gila mendadak , dapat
melakukan tindakan kekerasan, koma, mati
 Bentuk paralitik ( 7 – 10 hari )
Gejala tidak khas, penderita meninggal sebelum diagnosis tegak, terdapat monoplegi
atau paraplegi flaksid, gejala bulbar, kematian karena kelumpuhan otot nafas

Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan laboratorium : lekosit, hemtokrit, HB, Albumin urine dan lekosit
urine, likuor serebrospinal bila perlu
 Pemeriksaan Radiolgik : Dapat dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala untuk
menyingkirkan kausa lain
 Pemeriksaan penunjang lain : tidak ada

Penunjang diagnosis bila ditemukan :


 Darah :
▪ Lekosit : 8.000 – 13.000 / mm3
▪ Hematokrit : berkurang
▪ HB : berkurang

23
 Urine
▪ Albuminuria
▪ Sedikit Lekosit
 CSF : Protein dan sel normal atau sedikit meninggi

DIAGNOSIS BANDING
 Intoksikasi obat – obatan
 Ensefalitis
 Tetanus
 Histerikal pseudorabies
 Poliomielitis

TERAPI
 Bila sudah timbul gejala prodromal prognosis infaust dalam 3 hari
 Terapi hanya bersifat simptomatis dan supportif ( infus Dextrose, antikejang )
 Vaksin antirabies / serum antirabies : tidak diperlukan

PENYULIT : Dehidrasi, gagal nafas

KONSULTASI : Anestesi

JENIS PELAYANAN : Perawatan RS diperlukan untuk menenangkan pasien

TENAGA STANDAR : Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf

LAMA PERAWATAN
Dirawat di kamar isolasi 1 – 10 hari ( umumnya penderita meninggal dunia dalam 1 – 2
hari perawatan )

PROGNOSIS : Infaust / meninggal dunia

24
PENATALAKSANAAN PENDERITA TERGIGIT ANJING ATAU HEWAN TERSANGKA DAN
POSITIF RABIES :

KRITERIA TERSANGKA RABIES SEBAGAI BERIKUT :


1. Anjing / hewan yang menggigit terbukti secara laboratorium adalah positif rabies
2. Anjing atau hewan yang menggigit mati dalam waktu 5 – 10 hari
3. Anjing atau hewan yang menggigit menghilang atau terbunuh
4. Anjing atau hewan yang menggigit dengan gejala rabies

Catatan :
1. Penyuntikan dilakukan secara lengkap bila :
a. Hewan atau anjing yang menggigit positif rabies
b. Hewan atau anjing liar atau gila yang tidak dapat diobservasi atau hewan
tersebut dibunuh
2. Penyuntikan VAR tidak dilanjutkan apabila hewan atau anjing yang menggigit
penderita tetap sehat selama observasi sampai dengan 10 hari
3. Petugas ( tenaga medis atau Perawat ) harus memakai sarung tangan, pakaian
dan masker
4. Dokter / Perawat harus terlebih dahulu memberikan penjelasan secukupnya
tentang jumlah kali pemberian vaksin anti Rabies (VAR) / serum anti rabies
( SAR ), termasuk manfaat maupun efek samping yang mungkin timbul
5. Sebelum dilakukan vaksinasi dengan VAR / pemberian serum anti rabies ( SAR )
terhadap penderita terlebih dahulu dimintai persetujuan dari penderita ataupun
keluarga terdekat penderita atas pemberian vaksinasi / serum tersebut . Dalam
hal ini penderita atau keluarga terdekat penderita harus menandatangani surat
persetujuan ( informed consent) disaksikan oleh dua orang saksi termasuk dokter
/ perawat

PENATALAKSANAAN PENDERITA TERGIGIT ANJING ATAU HEWAN TERSANGKA DAN


POSITIF RABIES

Jenis
No INDIKASI TINDAKAN Boster Keterangan
VAR+Dosis
1. Luka Gigitan 1. Dicuci dengan air ---- ----  menunda
sabun (detergent) penjahitan
5 – 10 menit luka, jika
kemudian dibilas penjahitan
dengan air bersih. diperlukan
2. Alkohol 40 – 70 % gunakan anti
3. Berikan yodium, serum lokal.
betadin solusio  Bila
atau senyawa diindikasikan
amonium dapat
kuartener 0,1 % diberikan
4. Penyuntikan SAR

25
secara infiltrasi Toxoid
sekeliling luka Tetanus,
antibiotik,
anti
inflamasi dan
analgetik

2. Kontak, tetapi ---- ---- ---- ----


tanpa lesi,
kontak tak
langsung, tak
ada kontak

3. Menjilat kulit, Berikan VAR Imovax ---- Dosis untuk


garukan atau  Hari 0 : 2 x atau semua umur
abrasi kulit, suntikan verorab sama
gigitan kecil intramuskuler 0,5 ml
( daerah deltoideus
tertutup), kanan
lengan badan
dan tungkai  Hari 7 : 1 x 0,5 ml
suntikan deltoideus
intramuskuler kiri atau
kanan

 Hari 21 : 1 x 0,5 ml
suntikan deltoideus
intramuskuler kiri atau
kanan

4. Menjilat Serum anti rabies


mukosa, luka (SAR) :
gigitan besar ▪ ½ dosis Imovag
atau dalam, disuntikkan secara rabies
multiple, luka infiltrasi disekitar
pada muka, luka
kepala, leher, ▪ ½ dosis yang sisa 20 IU/kg
jari tangan disuntikkan BB
dan jari kaki intramuskuler
diregio glutea.
Vaksin anti rabies
(VAR) :
▪ Sesuai poin 3A & Imovag, Hari
3B verorab 90 : 0,5
ml im
pada

26
deltoid
kiri
atau
kanan
5. Kasus gigitan ----
ulang :
A. Kurang Berikan VAR hari 0 Imovag, 0,5 ml IM
dari 1 thn verorab deltoideus umur
SMBV < 3 thn 0.1 ml
IC flexor lengan
bawah, umur >
3 thn 0.25 ml
IC flexor lengan
bawah

B. Lebih dari Berikan SAR + VAR Imovax, Sesuai poin


1 thn secara lengkap verorab, 1,3,4,5
SMBV,
Imogan
rabies

6. Bila ada reaksi Berikan anti histamin


penyuntikan : sistemik atau lokal
reaksi lokal Tidak boleh diberikan
kemerahan, kortikosteroid
gatal,
pembengkakan

Bisa timbul efek samping pemberian VAR berupa meningoensefalitis


7.
Th/ - Kortikosteroid dosis tinggi

27
ENSEFALITIS VIRAL
ICD G 05

DEFINISI / ETIOLOGI
 Suatu penyakit demam akut dengan kerusakan jaringan parenkim sistem saraf
pusat yang menimbulkan kejang, kesadaran menurun, atau tanda – tanda
neurologis fokal
 Etiologi :
▪ Virus DNA
 Poxviridae : Poxvirus
 Herpetoviridae : Virus Herpes simpleks, Varicella Zoster,
virus sitomegalik

▪ Virus RNA
 Paramiksoviridae : Virus Parotitis, Virus morbilli ( Rubeola )
 Picornaviridae : Enterovirus, Virus Poliomielitis, Echovirus
 Rhabdoviridae : Virus Rabies
 Togaviridae : Virus ensefalitis alpha, Flavivirus ensefalitis
Jepang B, Virus demam kuning, Virus Rubi
 Bunyaviridae : Virus ensefalitis California
 Arenaviridae : KhoriomeningitisLimfositaria
 Retroviridae : Virus HIV

KRITERIA DIAGNOSIS
 Bentuk asimtomatik :
Gejala ringan, kadang ada nyeri kepala ringan atau demam tanpa diketahui
penyebabnya. Diplopia, vertigo, parestesi berlangsung sepintas. Diagnosis
ditegakkan dengan pemeriksaan cairan serebrospinal
 Bentuk abortif :
Nyeri kepala, demam yang tidak tinggi, kaku kuduk ringan.Umumnya terdapat
infeksi saluran nafas bagian atas atau gastrointestinal.
 Bentuk fulminan :
Berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari yang berakhir dengan
kematian . Pada stadium akut demam tinggi, nyeri kepala difus yang hebat,
apatis, kaku kuduk, disorientasi, sangat gelisah dan dalam waktu singkat masuk
ke dalam koma dalam. Kematian biasanya terjadi dalam 2 – 4 hari akibat
kelainan bulbar atau jantung
 Bentuk khas ensefalitis :
Gejala awal nyeri kepala ringan, demam, gejala infeksi saluran nafas bagian
atas atau gastrointestinal selama beberapa hari. Kaku kuduk, tanda Kernig
positif, gelisah, lemah, dan sukar tidur. Defisit neurologis yang timbul

28
tergantung temapt kerusakan. Selanjutnya kesadaran menurun sampai koma,
kejang fokal atau umum, hemiparesis, gangguan koordinasi, kelainan
kepribadian, disorientasi, gangguan bicara dan gangguan mental.

Pemeriksaan Penunjang :
1. Pemeriksaan Laboratorium
▪ Pungsi lumbal ( bila tak ada kontra indikasi )
 Cairan serebrospinal jernih dan tekanannya dapat normal atau
meningkat
 Fase dini dapat dijumpai peningkatan sel PMN diikuti pleositosis
limfositik, umumnya kurang dari 1000/ul
 Glukosa dan Klorida normal
 Protein normal atau sedikit meninggi ( 80 – 200 mg/dl )
▪ Pemeriksaan darah
 Lekosit : normal atau lekopeni atau lekositosis ringan
 Amilase serum sering meningkat pada parotitis
 Fungsi hati abnormal dijumpai pada hepatitis virus dan mononukleosis
infeksiosa
 Pemeriksaan antibodi – antigen spesifik untuk HSV, cytomegalovirus
dan HIV

2. Pemeriksaan Radiologik
▪ Foto Thorax
▪ CT Scan
▪ MRI

3. Pemeriksaan penunjang lain


Bila tersedia fasilitis virus dapat dibiakkan dari cairan serebrospinal, tinja, urin,
apusan nasofaring, atau darah

DIAGNOSIS BANDING
 Infeksi bakteri, mikrobakteri, jamur, protozoa
 Meningitis tuberkulosa, meningitis karena jamur
 Abses otak
 Lues serebral
 Intoksikasi timah hitam
 Infiltrasi neoplasma ( Leukemia, Limfoma, Karsinoma )

TERAPI
 Perawatan Umum
 Anti udema serebri : Deksamethason dan Manitol 20 %

29
 Atasi kejang : Diazepam 10 – 20 mg iv perlahan – lahan dapat diulang sampai 3
kali dengan interval 15 – 30 menit. Bila masih kejang berikan fenitoin 100 – 200
mg/ 12 jam/hari dilarutkan dalam NaCl dengan kecepatan maksimal 50 mg /
menit
 Terapi kausal : Untuk HSV : Acyclovir

PENYULIT / KOMPLIKASI :
 Defisit neurologis sebagai gejala sisa
 Hidrosefalus
 Gangguan mental
 Epilepsi
 SIADH

KONSULTASI :-

JENIS PELAYANAN : Rawat Inap, segera

TENAGA STANDAR : Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf

LAMA PERAWATAN :
 Satu bulan bila tidak ada sequele neurologis
 Minimal 1 ( satu ) minggu

PROGNOSIS : Beratnya sequele tergantung pada virus penyebab

30
MENINGITIS BAKTERIAL
ICD G 00

DEFINISI / ETIOLOGI
 Meningitis bakterial (disebut juga meningitis piogenik akut atau meningitis
purulenta) adalah suatu infeksi cairan likuor serebrospinalis dengan proses
peradangan yang melibatkan piamater, arakhnoid, ruangan subarakhnoid dan
dapat meluas ke permukaan otak dan medula spinalis
 Etiologi : Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis, H. Influenzae,
Staphylococci, Listeria monocytogenes, basil gram negatif

KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis
Gejala timbul dalam 24 jam setelah onset, dapat juga subakut antara 1 – 7 hari.
Gejala berupa demam tinggi, menggigil, sakit kepala, fotofobia, mialgia, mual,
muntah, kejang, perubahan status mental sampai penurunan kesadaran .

Pemeriksaan Fisik :
 Tanda – tanda rangsang meningeal
 Papil edema biasanya tampak beberapa jama setelah onset
 Gejala neurologis fokal berupa gangguan saraf kranialis
 Gejala lain : infeksi ekstrakranial misalnya sinusitis, otitis media, mastoiditis,
pneumonia, infeksi saluran kemih, arthritis ( N. Meningitidis )

Pemeriksaan Penunjang :
Laboratorium
▪ Lumbal pungsi
▪ Pemeriksaan Likuor
▪ Pemeriksaan kultur likuor dan darah
▪ Pemeriksaan darah rutin
▪ Pemeriksaan kimia darah (gula darah, fungsi ginjal, fungsi hati) dan elektrolit
darah

Radiologis
▪ Foto polos paru
▪ CT Scan kepala
Pemeriksaan penunjang lain : pemeriksaan antigen bakteri spesifik seperti C Reaktive
Protein atau PCR ( Polymerase Chain Reaction ).

Pemeriksaan Laboratorium diperoleh :


 Lumbal pungsi : Mutlak dilakukan bila tidak ada kontraindikasi.

31
Pemeriksaan Likuor : Tekanan meningkat > 180 mmH2O, Pleiositosis lebih dari
1.000/mm3 dapat sampai 10.000/mm3 terutama PMN, Protein meningkat lebih
dari 150 mg/dl dapat > 1.000 mg/dl, Glukosa menurun < 40 % dari GDS. Dapat
ditemukan mikroorganisme dengan pengecatan gram.
 Pemeriksaan darah rutin : Lekositosis, LED meningkat

Pemeriksaan penunjang lain


Bila hasil analisis likuor srebrospinalis mendukung, tetapi pada pengecatan gram
negatif maka untuk menentukan bekteri penyebab dapat dipertimbangkan
pemeriksaan antigen bakteri spesifik seperti C Reactive Protein atau PCR
( Polymerase Chain Reaction )

DIAGNOSIS BANDING
Meningitis Virus, Perdarahan Subarakhnoid, Meningitis khemikal, Meningitis TB,
Meningitis Leptospira, Meningoensefalitis Fungal

TATALAKSANA
 Perawatan Umum
 Kausal : Lama Pemberian 10 – 14 hari

Usia Bakteri Penyebab Antibiotika

Cefotaxime 2 gr/ 6 jam max. 12 gr/hari


 50 tahun S.Pneumoniae
atau Ceftriaxone 2 gr/ 12 jam + Ampicillin
N.Meningitidis
2 gr/ 4 jam / IV ( 200 mg/kg BB/IV/hari )
L.Monocytogenes
Chloramphenicol 1 gr/ 6 jam + Trimetoprim
/ Sulfametoxazole 20 mg/ kg BB/hari.

Bila Prevalensi S.Pneumoniae Resisten


Cephalosporin  2 % diberikan :
Cefotaxime / Ceftriaxone + Vancomycin 1
gr/ 12 jam / IV ( max. 3 gr/ hari )

 50 tahun S.Pneumoniae Cefotaxime 2 gr/ 6 jam max. 12 gr/hari


H. Influenzae atau Ceftriaxone 2 gr/ 12 jam + Ampicillin
Spesies Listeria 2 gr/ 4 jam / IV ( 200 mg/kg BB/IV/hari )
Pseudomonas aeroginosa
N. Meningitidis Bila Prevalensi S.Pneumoniae Resisten
Cephalosporin  2 % diberikan :
Cefotaxime / Ceftriaxone + Vancomycin 1
gr/ 12 jam / IV ( max. 3 gr/ hari )

Ceftadizime 2 gr / 8 jam /IV

32
Bila bakteri penyebab tidak dapat diketahui, maka terapi antibiotika empiris sesuai
dengan kelompok umur, harus segera dimulai
 Terapi tambahan : Dianjurkan hanya pada penderita dengan resiko tinggi,
penderita dengan status mental sangat terganggu, edem otak atau TIK meninggi
yaitu dengan Deksamethason 0,15 mg / kg BB/ 6 jam / IV selama 4 hari dan
diberikan 20 menit sebelum pemberian antibiotik.
 Penanganan peningkatan TIK :
 Meninggikan letak kepala 30o dari tempat tidur
 Cairan hiperosmoler : manitol dan gliserol
 Hiperventilasi untuk mempertahankan pCO2 antara 27 – 30 mmHg

PENYULIT :
 Gangguan serebrovaskuler
 Edema otak
 Hidrosefalus
 Perdarahan otak
 Shock Sepsis
 ARDS ( Adult Respiratory Distress Syndrome )
 Disseminated Intravascular Coagulation
 Efusi subdural
 SIADH

KONSULTASI : Konsultasi dengan bagian lain seuai sumber infeksi

JENIS PELAYANAN : Perawatan RS diperlukan segera

TENAGA STANDAR : Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf

LAMA PERAWATAN : 1 – 2 bulan di ruang perawatan intermediet

PROGNOSIS : Bervariasi dari sembuh sempurna, sembuh dengan cacat,


Meninggal

33
TETANUS
ICD X : A 35

DEFINISI
Penyakit sistem saraf yang perlangsungannya akut dengan karakteristik spasme tonik
persisten dan eksaserbasi singkat.

KRITERIA DIAGNOSIS
 Hipertoni dan spasme otot
 Trismus, risus sardonikus, otot leherkaku dan nyeri, opistotonis dinding
perut tegang, anggota gerak spastik.
 Lain-lain : Kesukaran menelan, asfiksia dan sianosis, nyeri pada otot-otot
di sekitar luka
 Kejang tonik dengan kesadaran tidak terganggu
 Umumnya ada luka / riwayat luka
 Retensi urine dan hiperpireksia
 Tetanus lokal

Pemeriksaan Penunjang
 Bila memungkinkan, periksa bakteriologik untuk menemukan C. tetani.
 EKG bila ada tanda-tanda gangguan jantung.
 Foto toraks bila ada tanda-tanda komplikasi paru-paru.

DIAGNOSIS BANDING
 Kejang karena hipokalsemia
 Reaksi distonia
 Rabies
 Meningitis
 Abses retrofaringeal, abses gigi, subluksasi mandibula
 Sindrom hiperventilasi / reaksi histeri
 Epilepsi / kejang tonik klonik umum

TATA LAKSANA
 IVFD dektrose 5 % : RL = 1 : 1 / 6 jam
 Kausal :
▪ Antitoksin tetanus :
a. Serum anti tetanus (ATS) diberikan dengan dosis 20.000
IU/hari/i.m. selama 3 – 5 hari. TES KULIT SEBELUMNYA. Atau
b. Human Tetanus Immunoglobulin (HTIG). Dosis 500 – 3.000 IU/I.M
tergantung beratnya penyakit. Diberikan Single Dose.

34
▪ Antibiotik
a. Metronidazole 500 mg/8 jam drips i.v
b. Ampisilin dengan dosis 1 gr/8 jam i.v. (TES KULIT SEBELUMNYA)
Bila alergi terhadap Penisilin dapat diberikan :
 Eritromisin 500 mg/6 jam/oral, atau
 Tetrasiklin 500mg/6 jam/oral.
▪ Penanganan luka :
Dilakukan cross incision dan irigasi menggunakan H2O2
 Simtomatis dan supportif
 Diazepam
 Setelah masuk rumah sakit, segera diberikan diazepam dengan
dosis 10 mg i.v. perlahan 2 – 3 menit. Dapat diulangi bila
diperlukan.
 Dosis maintenance : 10 ampul = 100 mg/500 ml cairan dikocok
setiap 30 menit
 Setiap kejang diberikan bolus diazepam 1 ampul/i.v perlahan
selama 3 – 5 menit, dapat diulangi setiap 15 menit sampai
maksimal 3 kali. Bila tak teratasi segera rawat di ICU
 Bila penderita telah bebas kejang selama  48 jam maka dosis
diazepam diturunkan secara bertahap  10% setiap 1 – 3 hari
(tergantung keadaan ). Segera setelah intake peroral
memungkinkan maka diazepam diberikan peroral dengan frekuensi
pemberian setiap 3 jam
 Oksigen, diberikan bila terdapat tanda – tanda hipoksia, distress
pernafasan, sianosis
 Nutrisi
Diberikan TKTP dalam bentuk lunak, saring, atau cair. Bila perlu
diberikan melalui pipa nasogastrik
 Menghindari tindakan/perbuatan yang bersifat merangsang termasuk
rangsangan suara dan cahaya yang intensitasnya bersifat intermitten .
 Mempertahankan/membebaskan jalan nafas : pengisapan lendir
oro/nasofaring secara berkala
 Posisi/letak penderita diubah ubah secara periodik
 Pemasangan kateter bila terjadi retensi urin

PENYULIT :
 Asfiksia akibat depresi pernapasan, spasme jalan nafas
 Pneumonia aspirasi
 Kardiomiopati
 Fraktur kompresi

KONSULTASI :
 Dokter Gigi
 Dokter Ahli Bedah
 Dokter Ahli Kebidanan dan Kandungan

35
 Dokter Ahli THT
 Dokter Ahli Anestesi

JENIS PELAYANAN :
Rawat segera, bila diperlukan, rawat di ICU

TENAGA STANDAR
Perawat, dokter umum/residen, dokter spesialis Saraf

LAMA PERAWATAN
2 minggu – 1 bulan

PROGNOSIS/ LUARAN
 Angka kematian tinggi bila :
▪ Usia tua
▪ Masa inkubasi singkat
▪ Onset periode yang singkat
▪ Demam tinggi
▪ Spasme yang tidak cepat diatasi
 Sebelum KRS : Tetanus Toksoid (TT1) 0,5 ml IM
TT2 dan TT3 : diberikan masing – masing dengan interval waktu 4 – 6 minggu

36
MALARIA SEREBRAL

KRITERIA DIAGNOSIS
Merupakan komplikasi dari malaria. Paling sering disebabkan oleh P.falciparum.
Diagnosis ditegakkan pada penderita malaria (terbukti dari pemeriksaan apus darah)
yang mengalami penurunan kesadaran (GCS < 7 ) disertai dengan gejala lain gangguan
serebral (ensefalopati)

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan apus darah tebal : ditemukan parasit malaria

DIGANOSIS BANDING
Penurunan kesadaran sebab lain: Hipoglikemi, asidosis berat, syok karena hipotensi

TERAPI
 Antimalaria : Kinin dihidroklorida IV
 Terapi suportif : Antikonvulsan
Antipirektika
Penanganan hipoglikemia
Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit
 Pencegahan : Anti malaria oral sejak 2 minggu sebelum perjalanan ke
daerah endemis

PENYULIT :
Hipoglikemia, Asidosis, Edema paru, Syok hemodinamik, gagal ginjal

KONSULTASI : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

JENIS PELAYANAN : Rawat Inap

TENAGA : Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf

LAMA PERAWATAN : tergantung klinis

PROGNOSIS :
Sequele jangka panjang : Ataksia, buta kortikal, kejang, hemiparesis

37
SINUS TROMBOFLEBITIS

KRITERIA DIAGNOSIS
Definisi adalah infeksi sinus venosus intrakranial yang disebabkan berbagai bakteria.
Biasanya berasal dari perjalanan infeksi sekitar wajah atas (furunkel) dan kepala (luka,
mastoiditis, dll). Gejala tergantung sinus venosus man yang terkena. Pada trombosis
sinus carvenosus, bisa didapat oftalmoplegi dan khemosis. Pada sinus sagitalis
trombosis bisa didapat paraplegi

Pemeriksaan Penunjang
 Darah rutin : gambaran infeksi umum dan leukositosis
 Pemeriksaan penunjang lain : cari sumber infeksi wajah atau kepala

DIAGNOSIS Banding : Pseudotumor serebri

TATA LAKSANA : Terapi farmaka : Antibiotika seperti meningitis purulenta

KOMPLIKASI / PENYULIT : Meningitis purulenta, Abses Otak

KONSULTASI :-

JENIS PELAYANAN : Rawat Inap

TENAGA : Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf

PROGNOSIS : Tergantung stadium pengobatan

38
MENINGITIS KRIPTOKOKKUS / JAMUR

KRITERIA DIAGNOSIS
Definisi : adalah meningitis yang disebabkan oleh jamur kriptokokkus.
Diagnosis pasti : pemeriksaan sediaan langsung dan kultur dari CSS.
Predisposisi : gangguan imunitas berat (AIDS, penerima transplantasi jaringan atau
sedang dalam terapi keganasan)

Pemeriksaan Penunjang
 Pungsi Lumbal
 Profil LCS menyerupai MTB
 Pengecatan Tinta India / Gram terhadap CSS
 Pemeriksaan serologis
 Kultur Sabauraud

DIAGNOSIS BANDING : Meningitis serosa sebab lain

TATALAKSANA :
 Terapi kausal : Amfoterisin B dan 5 Floro-sitosin IV (2 minggu) dilanjutkan
Flukonazol 200 mg/hari
 Terapi simtomatik / suportif : disesuaikan keadaan pasien

PENYULIT : Herniasi

KONSULTASI : Atas indikasi ke Bagian Ilmu Penyakit Dalam dan Bedah Saraf

JENIS PELAYANAN : Rawat Inap di ruang perawatan khusus

TENAGA : Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf

PROGNOSIS : Buruk

39
HIV AIDS Susunan Saraf Pusat

Definisi / Etiologi
Definisi WHO untuk AIDS di Asia Tenggara adalah pasien yang memenuhi kriteria A dan
B dibawah ini :
A. Hasil positif untuk antibodi HIV dari dua kali test yang menggunakan dua antigen
yang berbeda
B. Salah satu dari kriteria di bawah ini :
1. Berat Badan menurun 10% atau lebih yang tidak diketahui sebabnya
Diare kronik selama 2 bulan terus menerus atau periodik
2. Tuberkulosis milier atau menyebar
3. Kandidiasis esofagus yang dapat didiagnosis dengan adanya kandidiasis
mulut yang disertai disfagia / odinofagia
4. Gangguan neurologis disertai gangguan aktifitas sehari hari yang tidak
diketahui sebabnya
5. Sarkoma kaposi

Infeksi HIV akan menimbulkan penyakit yang kronik dan progresif sehingga setelah
bertahun tahun tampaknya mengancam jiwa. Pengobatan yang tersedia sekarang
dapat memperpanjang masa hidup dan kualitas hidup dengan cara memperlambat
penurunan sistem imun dan mencegah infeksi oportunistik. Terdapat variasi yang luas
dari respon imun terhadap patologik HIV. Karena itu mungkin saja sebagian dari
mereka tetap hidup dan sehat dalam jangka panjang sedangkan sekitar 40 – 50 % dari
mereka menjadi AIDS dalam waktu 10 tahun.
• Etiologi : Virus RNA ( Retrovirus)

Patofisiologi dapat ditularkan melalui hubungan seksual dan non seksual. Didalam
tubuh HIV akan menginfeksi sel yang mempunyai reseptor CD4 seperti sel limfosit,
monosit dan makrofag dan beberapa sel tertentu lain, walaupun tidak mempunyai
reseptor CD4 misalnya sel – sel glia dan sel langerhans. Secara umum ada dua kelas sel
dimana HIV ber-replikasi yaitu di dalam sel T Limfosit dan di dalam sel makrofag,
karena itu disebut T-tropik atau syncytium incuding isolates dan Makrofag-tropik atau
non-syncytium incuding isolates. Isolat M-tropik lebih sering tertular, tetapi isolat T-
tropik terlihat pada 50% dari infeksi HIV stadium lanjut dan menimbulkan progresivitas
penyakit yang sangat cepat. Bahkan diketahui bahwa yang menimbulkan perbedaan
tropisme adalah kadar ko-reseptor yang penting yaitu CXCR4 dan CCR5.

Sebagai akibat akan terjadinya dua kelompok gejala utama yaitu :


1. Akibat penekanan pada sistim kekebalan tubuh, sehinggga mudah terjadi
infeksi, kanyeri kepalaer yang spesifik dan penurunan berat badan yang
drastis
2. Disfungsi neurologik baik susunan saraf pusat maupun susunan saraf
perifer

40
KRITERIA DIAGNOSIS
 Fase I - Infeksi HIV primer (infeksi HIV akut)
 Fase II - Penurunan imunitas dini ( sel CD4 > 500 / l)
 Fase III - Penurunan imunitas sedang sel ( sel CD4 500 – 200 / l)
 Fase IV - Penurunan imunitas berat ( sel CD4 < 200/ l )

Kriteria diagnosis presumtif untuk indikator AIDS :


a. Kandidiiasis Esofagus : nyeri retrosternal saaat menelan dan bercak putih di atas
dasar kemerahan
b. Retinitis virus sitomegalo
c. Mikobakteriosis
d. Sarkoma kaposi : bercak merah atau ungu pada kulit atau selaput mukosa
e. Pnemonia Pnemosistis karini : Riwayat sesak nafas / batuk non produktif dalam 3
bulan terakhir
f. Toksoplasmosis otak

Pemeriksaan Penunjang :
 Enzym – linked immunosorbent assay (Eliza) dan aglutinasi partikel .
 Western Blot Analysis, Indirect immunofluorescence assays (IFA) dan
radioimmunoprecipitation assays (RIPA)
 Biakan darah, urin dan sifilis
 Antigen / antibodi HIV
 Lymphosit cell CD 4 dan CD 8
 Viral load
 Serologi sifilis, antigen kriptokokkus
 Lumbal pungsi
 Pemeriksaan tinta India cairan serebrospinal
 Brain CT Scan, MRI
 Electromyography (EMG)
 Memory test
 Rontgen thorax
 Mikroskopis dan biakan dahak

DIAGNOSIS BANDING
 Massa intrakranial
 TBC
 Polineuropathy karena penyebab lain
 Demensia karena penyebab lain

TATA LAKSANA
Dosis Anti retroviral untuk ODHA dewasa (Pedoman Nasional 2004)

41
Golongan / Nama Obat Dosis

Nucleoside RTI
Abacavir (ABC) 300 mg setiap 12 jam
Didanoside (ddl) 400 mg sekali sehari
250 mg@12 jam (BB < 60 kg)
Atau 250 mg sekali sehari bila diberi
bersama TDF
150 mg setiap 12 jam atau
Lamivudine (3TC)
300 mg sekali sehari
Stavudine (d4T) 30 mg@12 jam ( BB < 60 kg)
Zidovudine ( ZDV atau AZT) 300 mg@12 jam
Nucleotide RTI
Tenofovir (TDF) 300 mg sekali sehari
Non-nucleoside RTIs
Efavirenz (EFV) 600 mg sekali sehari
200 mg sekali sehari (14 hari)
Nevirapine (NVP)
kemudian 200 mg@12 jam
Protease Inhibitors
Indinavir / Ritonavir(IDV / r ) 800 mg/ 100mg@12 jam
Lopinavir / Ritonavir ( LPV / r) 400 mg / 100 mg@12 jam
Nelfinavir (NFV) 1250 mg@12 jam
1000 mg / 100 mg@12 jam atau
Squinavir / Ritonavir ( SQV / r )
1600 mg / 200 mg sekali sehari
Capsule 100 mg,
Ritonavir (RTV / r )
larutan oral 400 mg / 5 ml

Infeksi Opportunistik
1. Stiomegalovirus pada HIV : Pada fundoskopi = Retinitis sitomegalovirus
Gansiklovir 5 mg / KgBB 2x sehari parenteral selama 14 – 21 hari. Selanjutnya 5
mg / KgBB sekali sehari dianjurkan sampai CD4 lebih dari 100 sel / ml .

2. Ensefalitis Toksoplasma
Pirimetamin 50 – 75 mg per hari dengan Sulfadiazin 100 mg / KgBB / hari.
Asam Folat 10 – 20 mg perhari
Atau :

42
Fansidar 2 – 3 tablet per hari dan Klindamisin 4 x 600 mg per hari Disertai
leukovorin 10 mg per hari.
(Fansidar mengandung : Pirimetamine 25 mg + Sulfadoksin 500 mg)
Untuk mencegah kekambuhan : Kotrimoksazol 2 tablet per hari

3. Meningitis Cyrptococcus
Terapi primer fase akut : Amfoterisin B 0,7 mg / KgBB/hari iv - 2 minggu
Selanjutnya Fluconazole 400 mg per hari peroral selama 8 – 10 minggu
Terapi pencegahan kekambuhan :
Fluconazole 100 mg per hari seterusnya selama jumlah sel CD4 masih dibawah
300 sel/ ml
( Flow chart sesaui grafik gambar dibelakang )

Antirettroviral rekomendasi WHO 2004


ARV first line :
 d4T/3TC/NVP ( Stavudin/Lamifudin/Nevirapin )
 d4T/3TC/EFV ( Stavudin/Lamifudin/Efavirens )
 AZT/3TC/NVP ( Zidovudin/Lamifudin/Nevirapin )
 AZT/3TC/EFV ( Zidovudin/Lamifudin/Efavirens )

PENYULIT / KOMPLIKASI
1. Drug toxicity
2. AIDP
3. CIDP
4. Mononeuropathy
5. Focal Brain lesions
6. Distal Symmetric Polineuropathy
7. Inflammatory demyelinating polyneuropathy
8. Progressive polyradiculopathy
9. Mononeuritis multiplex
10.Spinal Cord syndrome / vacuolar myelopathy

KONSULTASI
Pokja HIV – AIDS RS Setempat, VCT Clinic

JENIS PELAYANAN
Rawat Inap dan Rawat Jalan

TENAGA STANDAR
Spesialis Saraf, Spesialis Penyakit Dalam, Perawat terlatih

PROGNOSIS
Angka kekambuhan tinggi
Angka kematian tinggi

43
Gambar 1 : Alogaritme penatalaksanaan keluhan intraserebral pada penderita
HIV/AIDS

Keluhan Intraserebral

MRI

CT Scan

Normal Atrofi Meningeal Hidrosefalus Lesi desak


enchanceme ruang

Shunt
Evaluasi CSF (kalau perlu )

Positif Negatif Efek massa (-) Lesi massa

Terapi Observasi Gambar 2*


sesuai

44
Gambar 2 : Alogaritme penatalaksanaan lesi massa intrakranial pada penderita
HIV/AIDS

Lesi Masa Intrakranial

 Alert-lethargic  Stupor-coma
 Stabil Steroid ?  Perburukan cepat
 Massa besar dengan
resiko herniasi

Lesi multiple Lesi tunggal

Serologi
Toksoplasma

 

Ancaman
Herniasi
Obat Antitoksoplasma

Perbaikan

Biopsi
Ya TIdak stereotaktik

Obat Terapi sesuai Dekompresi


Antitoksoplasma etiologi biopsi
seumur hidup terbuka

45
46
DEMENSIA ALZHEIMER
ICD F.00

DEFINISI DEMENSIA :
Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang
menyebabkan deteriorasi kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi
sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari – hari.

KRITERIA DIAGNOSIS
Probable Demensia Alzheimer
 Demensia ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinik dan tes neuropsikologi
(algoritma penanganan demensia, MMSE, CDT, ADL, IADL,FAQ, CDR, NPI, Skala
Depresi Geriatrik, Trial Making test A dan B terlampir)
 Defisit meliputi dua atau lebih area kognisi terutama perburukan memori yang
disertai gangguan kognisi lain yang progresif
 Tidak terdapat gangguan kesadaran
 Awitan (onset) antara usia 40 – 90 tahun, sering setelah usia 65 tahun
 Tidak ditemukan gangguan sistemik atau penyakit otak sebagai penyebab gangguan
memori dan fungsi kognisi yang progresif tersebut

Possible Demensia Alzheimer


 Penyandang sindroma demensia tanpa gangguan neurologis, psikiatris dan gangguan
sistemik lain yang dapat menyebabkan demensia
 Awitan, presentasi atau perjalanan penyakit yang bervariasi dibanding demensia
Alzheimer klasik
 Pasien demensia dengan komorbiditas (gangguan sistemik/gangguan otak sekunder)
tetapi bukan sebagai penyebab demensia
 Dapat dipergunakan untuk keperluan penelitian bila tedapat suatu defisit kognisi
berat, progresif bertahap tanpa penyebab lain yang teridentifikasi.

KLINIS
 Awitan penyakit perlahan – lahan
 Perburukan progresif mamori (jangka pendek) disertai gangguan fungsi berbahasa
(afasia), ketrampilan motorik (apraksia), dan persepsi (agnosia) dan perubahan
perilaku penderita yang mengakibatkan gangguan aktivitas hidup sehari – hari
(ADL)
 Bisa didapatkan riwayat keluarga dengan penyakit yang serupa
 Kelainan neurologis lain pada tahap lanjut berupa gangguan motorik seperti
hipertonus, mioklonus, gangguan lenggang jalan (gait), atau bangkitan (seizure)
 Gejala penyerta lain berupa depresi, insomnia, inkontinensia, delusi, ilusi,
halusinasi, pembicaraan katastrofik, gejolak emosional atau fisikal, gangguan
seksual dan penurunan berat badan.

47
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Radioimaging :
 CT Scan : atrofi serebri terutama daerah temporal dan parietal
 MRI : Atrofi serebri dan atrofi hipokampus
 SPECT : Penurunan serebral blood flow terutama di kedua kortek
temporoparietal
 PET : Penurunan tingkat metabolisme kedua kortek temporoparietal

Laboratorium :
 Urinalisis
 Elektrolit serum
 Kalsium
 BUN
 Fungsi Hati
 Hormon Tiroid
 Kadar asam Folat dan Vitamin B12
 Absorpsi antibodi treponemal flouresen neurosifilis dan pemeriksaan HIV pada
pasien resiko tinggi
 Pemeriksaan cairan otak untuk biomarker

EEG :
 Stadium awal : gambaran EEG normal atau aspesifik
 Stadium lanjut : dapat ditemukan perlambatan difus dan kompleks periodik

BAKU EMAS (PEMERIKSAAN PATOLOGI ANATOMI)


 Ditemukan neurofibrillary tangles dan senile plaque

DIAGNOSA BANDING
 Demensia Vaskuler
 Demensia Lewi Body
 Demensia Lobus Frontal
 Pseudodemensia (depresi)

PENATALAKSANAAN
Farmakologi
 Simptomatik :
o Penyekat Asetilkolinesterasa :
 Donepezil HCI tablet 5 mg, 1x1 tablet/hari
 Rivastigmin tablet, interval titrasi 1 bulan, mulai 2x1,5 mg sampai
maksimal 2x6 mg
 Galantamin tablet, interval titrasi 1 bulan mulai dari 2x4 mg sampai
maksimal 2x16 mg
 Gangguan perilaku :
o Depresi :

48
 Antidepresan golongan SSRI (pilihan utama) : Sertraline tablet 1x50mg,
Flouxetine tablet 1x20mg
 Golongan Monoamine Oxidase (MAO) Inhibitors : Reversible MAO-A
inhibitor (RIMA) : Moclobemide
o Delusi/halusinasi/agitasi
 Neuroleptik atipikal
 Risperidon tablet 1x0,5 mg – 2 mg/hari
 Olanzapin
 Quetiapin tablet : 2x 25 mg – 100 mg
 Neuroleptik tipikal
 Haloperidol tablet : 1x0,5 mg – 2 mg/hari
Non Farmakologis
Untuk mempertahankan fungsi kognisi
Program adaptif dan restoratif yang dirancang individual :
 Orientasi realitas
 Stimulasi kognisi : memory enhancement program
 Reminiscence
 Olah raga Gerak Latih Otak
Edukasi pengasuh
 Training dan konseling
Intervensi dan lingkungan
 Keamanan dan keselamatan lingkungan rumah
 Fasilitasi aktivitas
 Terapi cahaya
 Terapi musik
 Pet therapy
Penanganan gangguan perilaku
 Mendorong untuk melakukan aktivitas keluarga (menyanyi, ibadah, rekreasi
dll)
 Menghindari tugas yang kompleks
 Bersosialisasi

TINDAKAN
 Tidak ada tindakan spesifik

PENYULIT
 Infeksi saluran kemih dan pernafasan
 Gangguan gerakdan jatuh pada tahap lanjut

KONSULTASI
 Bila diagnosa demensia belum tegak/ragu-ragu seperti presentasi klinik spesifik atau
terdapat progresitas yang tidak khas
 Bila keluarga membutuhkan pendapat kedua
 Bila tidak ada perbaikan dengan terapi farmakologi spesifik

JENIS PELAYANAN
 Poliklinik konsultatif

49
TENAGA
 Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Saraf

LAMA PERAWATAN
 Perawatan hanya dibutuhkan bila terdapat penyulit

50
DEMENSIA VASKULER
ICD F.01
DEFINISI :
Demensia Vaskuler (VaD) meliputi semua kasus demensia yang disebabkan oleh gangguan
serebrovaskuler dengan penurunan kognisi mulai dari yang ringan sampai paling berat dan
meliputi semua domain, tidak harus prominen gangguan memori.

Dalam pembagian klinis dibedakan atas :


I. VaD pasca stroke/Post stroke demensia
 Demensia infark strategik
 MID (Multiple Infark Dementia)
 Perdarahan Intraserebral
II. VaD Subkortikal
 Lesi iskemik substansia alba
 Infark lakuner subkortikal
 Infark non lakuner subkortikal
III. AD + CVD (VaD tipe campuran)

KRITERIA DIAGNOSIS VAD


PROBABLE VAD PASCA STROKE
1. Adanya demensia secara klinis dan test neuropsikologis (sesuai dengan demensia
Alzheimer)
2. Adanya penyakit serebrovaskuler (CVD) yang ditandai dengan :
 Defisit neurologik fokal pada pemeriksaan fisik sesuai gejala stroke (dengan
atau tanpa riwayat stroke)
3. Terdapat hubungan antara kedua gangguan diatas (1 atau lebih keadaan dibawah ini)
 Awitan demensia berada dalam kurun waktu 3 bulan pasca stroke
 Deteriorasi fungsi kognisi yang mendadak atau berfluktuasi, defisit kognisi yang
progresif dan bersifat stepwise

PROBABLE VAD SUBKORTIKAL


1. Sindroma kognisi meliputi :
 Sindroma diseksekusi : gangguan formulasi tujuan, inisiasi, perencanaan,
pengorganisasian, sekuensial, eksekusi, set shifting, mempertahankan kegiatan
dan abstraksi
 Deteriorasi fungsi memori sehingga terjadi gangguan fungsiokupasi kompleks
dan sosial yang bukan disebabkan oleh gangguan fisik karena stroke
2. CVD yang meliputi :
 CVD yang dibuktikan dengan neuroimaging
 Riwayat defisit neurologi sebagai bagian dari CVD : hemiparese, parese otot
wajah, tanda Babinski, gangguan sensorik, disartri, gangguan berjalan,
gangguan ekstrapiramidal yang berhubungan dengan lesi subkortikal otak

KLINIS :
a. Episode gangguan lesi UMN ringan seperti drifting, refleks asimetri, dan inkoordinasi
b. Gangguan berjalan pada tahap dini demensia
c. Riwayat gangguan keseimbangan, sering jatuh tanpa sebab

51
d. Urgensi miksi yang dini yang tidak berhubungan dengan kelainan urologi
e. Disartri, disfagi dan gejala ekstrapiramidal
f. Gangguan perilaku dan psikis seperti depresi, perubahan kepribadian, emosi labil dan
retardasi psikomotor

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
 Darah : hematologi faktor resiko stroke
Radiologis :
 Foto thorak
 Radioimaging
Computed Tomography
 VaD pasca stroke
o Infark (kortikal dan/atau subkortikal)
o Perdarahan Intraserebral
o Perdarahan subarachnoid
 VaD subkortikal
o Lesi periventrikuler dan substansia alba luas
o Tidak ditemukan adanya : infark di kortikal dan kortiko subkortikal dan infark
watershed; perdarahan pembuluh darah besar; hidrosefalus tekanan normal
(NPH) dan penyebab spesifik substansia alba (multiple sklerosis, sarkoidosis,
radiasi otak)
Magnetic Resonance Imaging VaD subkortikal
a. Lesi luas periventrikuler dan substansia alba atau multipel lakuner (>5) di substansia
gresia dalam dan paling sedikit ditemukan lesi substansia alba moderat
b. Tidak ditemukan infark di teritori non lakuner, kortiko-subkortikal dan infark
watershed, perdarahan, tanda-tanda hidrosefalus tekanan normal dan penyebab
spesifik lesi substansia alba (mis. Multiple sklerosis, sarkoidosis, radiasi otak)

DIAGNOSIS BANDING
 Demensia Alzheimer (dengan menggunakan Hachinski score/terlampir)

PENATALAKSANAAN
Farmakologi
 Terapi medikamentosa terhadap faktor resiko vaskuler
 Terapi simptomatik terhadap gangguan kognisi simptomatik :
o Penyekat Asetilkolinesterase :
I. Donepezil Hcl tablet 5mg, 1x1 tablet/hari
II. Rivastigmin tablet, interval titrasi 1 bulan, mulai dari 2x1,5 mg sampai
maksimal 2x6 mg
III. Galantamin tablet, interval titrasi 1 bulan mulai dari 2x4 mg sampai
maksimal 2x16 mg
 Gangguan perilaku :
o Depresi :
 Antidepresan golongan SSRI (pilihan utama) : Sertraline tablet 1x50mg,
Flouxetine tablet 1x20mg
 Golongan Monoamine Oxidase (MAO) Inhibitors : Reversible MAO-A inhibitor
(RIMA) : Moclobemide

52
 Delusi/halusinasi/agitasi
o Neuroleptik atipikal
 Risperidon tablet 1x 0,5 mg – 2 mg/hari
 Olanzapin
 Quetiapin tablet : 2x25mg-100mg
o Neuroleptik tipikal
 Haloperidol tablet : 1x 0,5mg-2mg/hari

Non Farmakologis
Untuk mempertahankan fungsi kognisi
Program adaptif dan restoratif yang dirancang individual
 Orientasi realitas
 Stimulasi kognisi : memory enhancement program
 Reminiscence
 Olah raga Gerak Latih Otak
Edukasi Pengasuh
 Training dan konseling
Intervensi lingkungan
 Keamanan dan keselamatan lingkungan rumah
 Fasilitasi aktivitas
 Terapi cahaya
 Terapi musik
 Pet therapy

TINDAKAN
 Tidak ada tindakan spesifik

PENYULIT
 Infeksi saluran kemih dan pernafasan
 Gangguan gerak dan jatuh pada tahap lanjut

KONSULTASI
 Bila diagnosa demensia belum tegak/ragu – ragu seperti presentasi klinik spesifik
atau terdapat progresitas yang tidak khas
 Bila keluarga membutuhkan pendapat kedua
 Bila tidak ada perbaikan dengan terapi farmakologi spesifik

RUJUKAN
 Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Saraf

JENIS PELAYANAN
 Poliklinik konsultatif

TENAGA
 Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Saraf

LAMA PERAWATAN
 Perawatan hanya dibutuhkan bila terdapat penyulit

53
54
TUMOR INTRAKRANIAL
ICD C 71

DEFINISI
Massa intrakranial—baik primer maupun sekunder—yang memberikan gambaran klinis
proses desak ruang dan atau gejala fokal neurologis.

KRITERIA DIAGNOSIS
 Gejala tekanan intrakranial yang meningkat :
 Sakit kepala kronik, tidak berkurang dengan obat analgesik
 Muntah tanpa penyebab gastrointestinal
 Papil edema (sembab papil = choked disc)
 Kesadaran menurun/berubah
 Gejala fokal :
 True location sign
 False location sign
 Neighbouring sign
 Tidak ada tanda-tanda radang sebelumnya
 Pemeriksaan neuroimaging terdapat kelainan yang menunjukkan adanya massa
(SOL)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Foto polos tengkorak
 Neurofisiologi : EEG, BAEP
 CT Scanning/MRI kepala + kontras

DIAGNOSIS BANDING
 Abses serebri
 Subdural hematom
 Tuberkuloma
 Pseudotumor serebri

TATA LAKSANA
 Kausal
 Operatif
 Radioterapi
 Kemoterapi
 Obat – obat dan tindakan untuk menurunkan tekanan intrakranial
 Deksamethason
 Manitol
 Posisi kepala ditinggikan 20-30’
 Simptomatik (bila diperlukan dapat dibicarakan) :
 Antikonvulsan
 Analgetik/antipiretik
 Sedativa
 Antidepresan bila perlu
 Rehabilitasi Medik

55
PENYULIT/KOMPLIKASI
 Herniasi Otak
 Perdarahan pada Tumor
 Hidrosefalus

KONSULTASI
 Bedah Saraf
 Radiologi

JENIS PELAYANAN
Perawatan RS bila :
 Telah terdapat keluhan dan kelainan saraf yang berat
 Gangguan hormonal dan metabolik

TENAGA STANDAR
Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf

LAMA PERAWATAN
Minimal 2 minggu (untuk diagnostik dan persiapan operasi)

PROGNOSIS
Tergantung jenis tumor, lokalisasi, perjalanan klinis

56
57
NEURALGIA TRIGEMINAL (TN)
ICD : G50.0

KRITERIA DIAGNOSIS
Serangan nyeri paroksismal, spontan, tiba-tiba, nyeri tajam, superfisial, seperti ditusuk,
tersetrum, terbakar pada wajah atau frontal (umumnya unilateral) beberapa detik sampai < 2
menit, berulang, terbatas pada ≥ 1 cabang N. Trigeminus (N.V).
Nyeri pada umumnya remisi dalam jangka waktu bervariasi. Intensitas nyeri berat. Presipitasi
dapat dari trigger area (plika nasolabialis dan/pipi) atau pada aktivitas harian seperti bicara,
membasuh muka, cukur jenggot, gosok gigi (triggerd factors). Bentuk serangan masing –
masing pasien sama. Diantara serangan umumnya asimtomatis. Umumnya tidak ada defisit
neurologik.

Klasifikasi TN :
1. TN idiopatik
2. TN simtomatik (lesi primer menekan N.V : tumor, sklerosis multipel)

Pemeriksaan penunjang
MRI pada TN simptomatik, MRA

DIAGNOSIS BANDING
Nyeri wajah atipikal

TERAPI
Terapi Farmakologik :
Antikonvulsan : karbamasepin, okskarbamasepin, fenitoin, gabapentin, asam valproat,
baklofen
Terapi Non-farmakologik : TENS
Bedah : bila terapi farmaka adekwat gagal
Terapi Kausal : pada TN simptomatik
Catatan : terapi simptomatik sama pada neuralgia yang lain

PENYULIT : -

KONSULTASI
Bagian Bedah Saraf (atas indikasi pada TN simptomatik)

JENIS PELAYANAN
Poliklinik rawat jalan

TENAGA
Dokter Spesialis Saraf

PROGNOSIS
TN idiopatik : baik
TN simptomatik : tergantung kausal

58
NEURALGIA PASCA HERPES
KRITERIA DIAGNOSIS
Nyeri pada area distribusi ruam setelah menderita herpes zoster. Timbul tanpa ataupun
dengan interval bebas nyeri (umumnya satu bulan). Rasa nyeri seperti panas,
kesetrum, menyentak dan timbulalodinia dan hiperestesi.
KLINIS
Pada area bekas ruam :
Anestesia dolorosa, dengan rangsang raba terasa nyeri (alodinia)

LABORATORIUM :-

RADIOLOGI :-

GOLD STANDARD :-

PATOLOGI ANATOMI
Populasi serabut saraf bergeser, banyak mengandung serabut saraf diameter kecil yang tidak
bermielin dan hilangnya serabut saraf diameter besar. Atropi kornu dorsalis medula spinalis

DIAGNOSIS BANDING :-

PENATALAKSANAAN
▪ Medikamentosa :
 Antidepresan trisiklik : amitriptilin, impiramin
 Antikonvulsan : gabapentinoid, karbamazepin, fenitoin, Na Valproat
 Lain – lain : Meksiletin, klonidin
 Topikal : krim kapsaisin, jeli lidoderm, aspirin dalam kloroform
▪ Non Medikamentosa :
 TENS
 Ice – pack
 Terapi behaviour
▪ Pada nyeri Zoster akut :
 Asetaminophen, NSAID, ketorolak, tramadol
 Kombinasi amitriptilin dan flufenasin
 Infiltrasi ruam : triamsinolon 0,2 % dalam NaCl 0,9 %

PENCEGAHAN NPH
Asiklovir 5 dd 800 mg / hari (dimulai dalam 72 jam awitan ruam zoster) selama 7 – 10 hari

KONSULTASI : Bagian Kulit Kelamin

JENIS PELAYANAN : Instalasi Rawat jalan

TENAGA : Dokter Spesialis Saraf

LAMA PERAWATAN : -

59
NYERI PUNGGUNG BAWAH
ICD : M54
KRITERIA DIAGNOSIS
Nyeri punggung bawah (NPB) adalah nyeri yang dirasakan daerah punggung bawah, dapat
merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri ini terasa diantara sudut
iga terbawah dan lipat bokong bawah yaitu didaerah lumbal atau lumbo sakral dan sering
disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki. Nyeri yang berasal dari daerah
punggung bawah dapat dirujuk ke daerah lain atau sebaliknya nyeri yang berasal dari daerah
lain dirasakan di daerah punggung bawah (referred pain)

KLINIS
Pembagian klinis NPB untuk triage :
 NPB dengan tanda bahaya (red flags) :
▪ Neoplasma / karsinoma
▪ Infeksi
▪ Fraktur vertebra
▪ Sindrom kauda ekwina
▪ NPB dengan kelainan neurologik berat
 NPB dengan sindroma radikuler
 NPB non Spesifik
Sekitar  90% NPB akut atau kronik ( > 3 bulan ) merupakan NPB non spesifik

LABORATORIUM
Atas indikasi :
▪ Laju endap darah
▪ Darah perifer lengkap
▪ C – reaktif protein (CRP)
▪ Faktor rematoid
▪ Fosfatase alkali / asam
▪ Kalsium, fosfor serum
▪ Urinanalisa
▪ Likwor serebrospinal

NEUROFISIOLOGIS
Atas indikasi, terutama pada kasus NPB dengan sindroma radikuler dan mungkin NPB dengan
tanda bahaya :
▪ Kecepatan hantar saraf (NCV) : MNCV dan SNCV
▪ Elektromiografi (EMG)
▪ Respon lambat : gelombang F dan reflek H
▪ Cetusan potensial somato – sensorik (SEP)
▪ Cetusan potensial motorik (MEP)

NEURORADIOLOGI
▪ Foto polos : tidak rutin, terutama untuk menyingkirkan kelainan tulang
▪ Mielografi
▪ Computer Tomography Scan (CT Scan)
▪ Mielogram – CT Scan

60
▪ Magnetic Resonance Imaging ( MRI)

GOLD STANDAR :-

PATOLOGI ANATOMI : Pada neoplasma, infeksi tergantung penyebabnya

DIAGNOSIS BANDING : Sesuai etiologi

PENATALAKSANAAN
Kausal : terutama kasus NPB dengan tanda bahaya ( red flags )
 NPB AKUT :
 Medikamentosa
 Asetaminofen, ASA, NSAID
 Relaksan otot : eperison, tizanidin, diazepam
 Non medikamentosa
Edukasi :
 Reassurance
 Kembali aktivitas normal dini dan bertahap
 Mengenal dan menangani Yellow flags (faktor biopsikososial)
 Heat-wrap therapy
 Tindakan : injeksi epidural (steroid, lidokain, opioid) pada sindroma radikuler
 NPB KRONIK
 Medikamentosa
 Antidepresan, antikonvulsan
 Non medikamentosa
 Edukasi
 Terapi Perilaku
 Intensive exercise theraphy

PENYULIT
Terutama pada NPB dengan tanda bahaya (red flags) dan NPB dengan sindroma radikuler

KONSULTASI
 Bag. Ortopedi
 Bag. Bedah Saraf
 Unit Rehabilitasi Medik
 Psikologi

JENIS PELAYANAN
 Rawat jalan
 Rawat inap

TENAGA
 Dokter umum : NPB non spesifik
 Dokter spesialis saraf / konsultan

LAMA PERAWATAN : Lama rawat 0 – 3hari pada NPB non spesifik

61
SINDROMA TOLOSA – HUNT
ICD : G.52.8
KRITERIA DIAGNOSIS
Nyeri sedang sampai berat di daerah orbita yang episodik disertai dengan paralisis salah satu
atau lebih dari N. III, N.IV, dan N.VI serta nyeri di daerah N.V1 dan 2. Dapat sembuh spontan
tetapi dapat relaps kembali. Dihubungkan dengan kelainan inflamasi idiopatik. Serangan
dapat berlangsung beberapa minggu atau bulan, kontinyu atau intermiten tanpa faktor
pemicu.

KLINIS
 Nyeri unilateral episodik di daerah orbita dan area N.V1,2 8 minggu bila tanpa
pengobatan
 Penglihatan ganda, juling
 Parese N. III, N.IV, N.VI

LABORATORIUM :-

RADIOLOGI :
MRI : terutama untuk eksklusi penyebab lain

GOLD STANDARD :-

PATOLOGI ANATOMI :
Jaringan granuloma di sekeliling A.karotis interna bagian intrakavernous

DIAGNOSIS BANDING
 Lesi vaskuler : aneurisma
 Lesi desak ruang (SOL) / tumor di fissura orbitalis superior, area paresela, fossa
posterior
 Migren optalmoplegik
 Iskemik mononeuropati diabetika kranial

PENATALAKSANAAN
o Medikamentosa
Steroid : nyeri mereda setelah 72 jam
o Non medikamentosa : -

PENYULIT :-

KONSULTASI : Bag. Bedah Saraf

JENIS PELAYANAN : Instalasi rawat inap

TENAGA : Dokter spesialis saraf / konsultan

LAMA PERAWATAN : Sesuai pemberian steroid dan diagnostik

62
NYERI NEUROPATI DIABETIKA
ICD : G63.2, G59

KRITERIA DIAGNOSIS
Nyeri Neuropati Diabetika ditandai dengan rasa terbakar, ditusuk, ditikam, kesetrum, disobek,
diikat dan alodinia. Bisa disertai gejala negatif berupa baal, kurang tangkas, sulit mengenal
barang dalam kantong, hilang keseimbangan, cedera tanpa nyeri, borok.
Diperkirakan > 50% penderita diabetes lama menderita neuropati diabetika

KLINIS
▪ Ulserasi kaki
▪ Charcot joint
▪ Deformitas claw toe
▪ Tes Laseque, Reverse Laseque, tes Tinel, tes Phalen
▪ Tes saraf otonom

LABORATORIUM
Kadar gula darah :
▪ Plasma vena sewaktu : > 200mg / dl. Puasa : > 140mg / dl. 2 jam PP : > 200mg /dl
▪ Darah kapiler : > 200mg / dl. > 120mg / dl. > 200mg / dl
▪ HbA1c

NEUROFISIOLOGI
Indikasi terutama adanya gejala dan tanda otonom murni atau hanya ada nyeri

RADIOLOGI :-

GOLD STANDARD :-

PATOLOGI ANATOMI :-

DIAGNOSA BANDING : Neuropati oleh sebab lain selain DM

PENATALAKSANAAN :
▪ Kausal
Pengendalian optimal kadara gula darah. Kadar Hb A1c dipertahankan 7%

▪ Medikamentosa :
 NSAID : nyeri muskuloskeletal, neuroartropati
 Antidepresan trisiklik : amitriptilin, imipramin
 Antikonvulsan : karbamasepin, gabapentinoid
 Antiaritmik : meksiletin
 Topikal : krim kapsain
 Blok saraf lokal

▪ Non medikamentosa
 Edukasi : perawatan kaki teliti

63
 Splint
 TENS

PENYULIT
▪ Ulserasi kaki
▪ Charcot joint
▪ Deformitas claw toe

KONSULTASI : Bag. Penyakit dalam

PERAWATAN : instalasi rawat inap


Instalasi rawat jalan

TENAGA : Dokter umum


Dokter Spesialis saraf / Konsultan

LAMA PERAWATAN : Tergantung kasus

64
SINDROMA TEROWONGAN KARPAL
ICD : G56.0
KRITERIA DIAGNOSIS
Nyeri pada sindroma terowongan karpal (STK, carpal tunnel syndrome / CTS ) berupa
kesemutan, rasa terbakar dan baal di jari tangan I,II,III dan setengah bagian lateral jari IV
terutama malam atau dini hari akibat jebakan N. Medianus di dalam terowongan karpal. Pada
keadaan berat rasa nyeri dapat menjalar kelengan atas dan atrofi otot tenar.

KLINIS
Tes Provokasi : tes Tinel, tes Phalen, tes Wormser (Reserve Phalen) positif

LABORATORIUM
Atas indikasi. Sesuai dengan penyakit medik yang mendasarinya : Laju Endap darah, Gula
darah, Rhematoid factor, Asam urat

NEUROFISIOLOGI : Studi Konduksi Saraf (NCV)

RADIOLOGI : Foto polos pergelangan tangan, MRI

GOLD STANDARD :-

PATOLOGI ANATOMI :-

DIAGNOSIS BANDING :-

PENATALAKSANAAN
 Medikamentosa
 Suntikan lokal (steroid dan anestesi )
 Analgetik ajuvan
 Nonmedikamentosa
 Edukasi : Hindari trauma berupa gerakan berulang pergelangan tangan
Immobilasi, splint
 Bedah : Bila terapi konservatif gagal dalam 6 bulan atau nyeri membandel
STK akut dan berat

PENYULIT :-

KONSULTASI : Atas indikasi, Bag. Bedah

PERAWATAN : Instalasi rawat jalan

TENAGA
 Dokter Umum
 Dokter spesialis saraf / konsultan

LAMA PERAWATAN :-

65
NYERI SENTRAL
ICD ; R52.1

KRITERIA DIAGNOSIS
Nyeri spontan berupa rasa panas seperti terbakar, diiris, ngilu, tersobek, ditusuk jarum,
disestesi dan hiperestesi, bisa disertai baal di area persarafan sensorik lesi susunan saraf
pusat seperti pada sklerosis multipel, pasca stroke, siringomieli, mielopati toksik, infeksi SSP,
kelainan degenerasi, Nyeri sedang sampai berat dan sering diperburuk bila melakukan
aktivitas ringan, aktivitas viseral seperti berkemih, perubahan cuaca dan stres emosional.

KLINIS
Riwayat/ ditemukan lesi di otak atau medula spinalis
Biasanya ada defisit neurologik
Nyeri umumnya spontan, kontinyu dan meningkat bertahap

LABORATORIUM
 Darah rutin
 Cairan likuor serebrospinalis

NEUROFISIOLOGI
 Evoked Potensial
 Quantitative Sensory Testing

RADIOLOGI
 Foto polos
 Mielografi- CT scan, CT scan
 MRI, MRA

DIAGNOSIS BANDING : Sesuai etiologi

PENATALAKSANAAN
 Medikamentosa
 Antidepresan trisiklik : amitriptilin, imipramin, nontriptilin
 Antikonvulsan : karbamasepin, gabapentin, klonasepam
 Nonmedikamentosa
 Edukasi : Hidup berdampingan dengan nyeri
 Terapi behavior
 TENS, stimulasi elektrik lain
 Bedah

PENYULIT :-

KONSULTASI : Bag. Bedah Saraf bila diputuskan tindakan bedah

66
JENIS PELAYANAN
 Instalasi rawat jalan
 Instalasi rawat inap

TENAGA : Dokter Spesialis Saraf / konsultan

LAMA PERAWATAN : tergantung etiologi

67
68
MIGREN
KRITERIA DIAGNOSIS
 Klinis :
Migren tanpa aura ( G43.0 ) :
a. Sekurang – kurangnya terjadi 5 serangan nyeri kepala berulang dengan manifestasi
serangan berlangsung 4 – 72 jam, yang mempunyai sedikitnya 2 karakteristik
berikut : unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat, bertambah berat
dengan aktivitas fisik .
b. Selama nyeri kepala disertai salah satu berikut : nausea dan atau muntah, fotofobia
dan fonofobia
c. Serangan nyeri kepala tidak berkaitan dengan kelainan yang lain .

Migren dengan aura ( G43.1 ) :


a. Sekurang – kurangnya terjadi 2 serangan nyeri kepala berulang yang didahului gejala
neurologi fokal yang reversibel secara bertahap 5 – 20 menit dan berlangsung kurang
dari 60 menit .
b. Terdapat sedikitnya satu aura berikut ini yang reversibel seperti : gangguan visual,
gangguan sensorik, gangguan bicara disfasia .
c. Paling sedikit dua dari karakteristik berikut :
1. Gejala visual homonim dan /atau gejala sensoris unilateral
2. Paling tidak timbul satu macam aura secara gradual ≥ 5 menit dan / atau jenis
aura yang lainnya ≥ 5 menit .
3. tiap gejala berlangsung ≥ 5 menit dan ≥ 60 menit
d. Tidak berkaitan dengan kelainan lain .

Status Migrenous ( G43.2 ) :


a. Serangan migren dengan intensitas berat yang berlangsung ≥ 72 jam ( tidak hilang
dalam 72 jam )
b. Tidak berkaitan dengan gangguan lain

 Laboratorium : darah rutin, elektrolit, kadar gula darah, dll ( atas indikasi,
untuk menyingkirkan penyebab sekunder )
 Radiologi : atas indikasi ( untuk menyingkirkan penyebab sekunder )
 Gold Standar : Kriteria diagnostik Nyeri Kepala Kelompok Studi Nyeri Kepala
PERDOSSI 2005 yang diadaptasi dari IHS ( International Headache
Society )
 Patologi Anatomik : -

DIAGNOSIS BANDING
1. Nyeri kepala penyakit lain : THT, gigi mulut, mata, hipertensi, infeksi, toksik,
gangguan metabolik / elektrolit, anemia, gagal ginjal, gagal hati .
2. SOL ( space-occupying lesion ) misal : subdural hematom, neoplasma, dll )
3. Temporal arteritis
4. Medication-related headache
5. Trigeminal neuralgia

TATA LAKSANA
1. Hindari faktor pencetus

69
2. Terapi abortif :
 Non Spesifik : analgetik / NSAIDs, Narkotik analgetik, adjunctive therapy
( mis : metoklopramide )
 Obat spesifik : Triptans, DHE, obat kombinasi (mis : Aspirin dengan
asetaminophen dan kafein ), obat gol. Ergotamin
 Bila tidak respon : Opiat dan analgetik yang mengandung butalbital

Algoritme Penanganan Status Migren

Status Migren

Jk obat bebas gagal / tdk terobati Jk obat anti migren gagal /


Jk muntah sehingga dehidrasi

Muntah ( + ) Muntah ( - ) MRS

Tx dg po, nasal , rektal, SC Kontrol, inj Rehidrasi, kontrol


DHE inj/intranasal ( jk tx metoklopramide/rektal/inj muntah dg Abortif
kontra indks dg po, rektal phenothiazine + inj inj.phenothiazine/met
atau inj phenothiazine / nasal/rektal triptan atau inj oklopramide
metoklopramide narkotik jk di atas gagal

Penggunaan triptan parenteral DHE 8-12 jam


Bisa diberikan tanpa ergot di 24 sesudah dosis
jam. Diulang 3xper 24 jam Jk terakhir dari
diperlukan dan tdk hilang triptan

PENYULIT
Adanya penyakit penerta misalnya stroke, infark miokard, epilepsi dan ansietas, penderita
hamil ( efek teratogenik )

KONSULTASI
Tergantung kasus : interna, THT, mata, gigi mulut , psikiatri

JENIS PELAYANAN
Rawat jalan, kalau perlu rawat inap

TENAGA
Dokter spesialis Saraf, Dokter Umum, Perawat

LAMA PERAWATAN
Tergantung kondisi klinis ( lama dan intensitas nyeri, gejala penyerta dan respon terhadap
pengobatan )

70
TENSION TYOE HEADACHE ( TTH )
ICD : G44.2
KRITERIA DIAGNOSIS
 Klinis :
a) Sekurang – kurangnya terdapat 10 episode serangan nyeri kepala
b) Nyeri kepala berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari
c) Sedikitnya memiliki 2 karakteristik nyeri kepala berikut :
1. Lokasi bilateral
2. menekan / mengikat ( tidak berdenyut )
3. Intensitas ringan atau sedang
4. Tidak diperberat oleh aktivitas rutin seperti berjalan atau naik tangga
d) Tidak dijumpai :
1. Mual atau muntah ( bisa anoreksia )
2. Lebih dari satu keluhan : fotofobia atau fonofobia
e) Tidak berkaitan dengan kelainan lain.

 Laboratorium : darah rutin, elektrolit, kadar gula darah, dll ( atas indikasi untuk
menyingkirkan penyebab sekunder )
 Radiologi : atas indikasi ( untuk menyingkirkan penyebab sekunder )
 Gold Standard : Kriteria diagnostik nyeri kepala Kelompok Studi Nyeri Kepala
PERDOSSI 2005 yang diadaptasi dari HIS ( International Headache
Society )
 Patologi anatomik: -

DIAGNOSIS BANDING
1. Nyeri kepala penyakit lain : THT, gigi mulut, mata, hipertensi, infeksi, toksik, gangguan
metabolik/elektrolit, anemia, gagal ginjal, gagal hati )
2. Nyeri kepala servikogenik
3. Psikosomatis

TATALAKSANA
 Medikamentosa :
1. Analgetik : aspirin, asetaminofen, NSAIDs
2. Caffeine 65 mg ( analgetik ajuvan )
3. Kombinasi : 325 aspirin, asetaminofen + 40 mg kafein
4. Antidepressan : amitriptilin
5. Antiansietas : gol. Benzodiazepin, butalbutal
 Terapi non – farmakologi :
a) Kontrol diet
b) Hindari faktor pencetus
c) Hindari pemakaian harian obat analgetik, sedatif dan ergotamin
d) Behaviour treatment
 Terapi fisik

PENYULIT
Rebound headache ( efek paradoksikal obat analgesik ), adanya penyakit penyerta seperti
ansietas, depressi yang dapat memperbera atau menyebabkan TTH .

71
KONSULTASI
Tergantung kasus : interna, THT, gigi mulut, psikiatri

JENIS PELAYANAN
Poliklinik rawat jalan.

TENAGA
Dokter Spesialis Saraf, Dokter Residen, Dokter Umum, Perawat

LAMA PERAWATAN
Tergantung kondisi klinis

PROGNOSIS
Baik

72
NYERI KEPALA KLASTER
G44.0

KRITERIA DIAGNOSIS :
 Klinis :
a. Sekurang – kurangnya terdapat 5 serangan nyeri kepala hebat atau sangat hebat sekali
di orbita, supraorbita dan/ atau temporal yang unilateral, berlangsung 15 – 180 menit
bila tak diobati.
b. Nyeri kepala disertai setidak – tidaknya satu dari berikut :
1. Injeksi konjungtiva dan atau lakrimasi ipsilateral
2. Kongesti nasal dan atau rhinorrhoea ipsilateral
3. Oedema palpebra ipsilateral
4. Dahi dan wajah berkeringat ipsilateral
5. Miosis dan atau ptosis ipsilateral
6. Perasaan kegelisahan atau agitasi
c. Frekuensi serangan :
Dari 1 kali setiap dua hari sampai 8 kali per hari
d. Tidak berkaitan dengan gangguan lain

 Laboratorium : darah rutin

 Radiologi : CT-Scan / MRI ( menyingkirkan penyebab lain )

 Gold Standard : Kriteria diagnostik Nyeri kepala Kelompok Studi Nyeri


Kepala PERDOSSI 2005 yang diadaptasi dari IHS ( International
Headache Society )

 Patologi anatomik :-

DIAGNOSIS BANDING
1. Migren
2. Nyeri kepala klaster simptomatik ; meningioma paraseler, adenoma kelenjar pituitari,
aneurisma arteri karotis, kanker nasofaring
3. Neuralgia trigeminus
4. Temporal arteritis

TATALAKSANA
 Medikamentosa :
Serangan akut ( terapi abortif ) :
1. Inhalasi O2 100% ( Masker muka ) 7 l / menit selama 15 menit
2. Dihydroergotamin ( DHE ) 0,5 – 1,5 mg IV
3. Sumatriptan inj. SC 6 mg. Dapat diulnag setelah 24 jam
4. Zolmitriptan 5 -10 mg per oral
5. Anestesi lokal : 1 ml lidokain intranasal 4 %
6. Indometasin ( rektal suppositoria )
7. Opioids
8. Ergotamin aerosol 0,36 – 1,08 mg ( 1 – 3 inhalasi ) efektif 80 %
9. Gabapentin atau topiramat

73
10. Methoxyflurane ( rapid acting analgesic ) : 10 – 15 tetes pada saputangan dan inhale
selama beberapa detik

 Tindakan : - Penyuntikan dan blokade saraf


- Operatif pada intraktable

PENYULIT
Self-injury, efek samping pengobatan , potensi penyalahgunaan medikamentosa ( drug abuse ),
medication overuse headache .

KONSULTASI
Bedah saraf atas indikasi

JENIS PELAYANAN
Rawat inap

TENAGA
Dokter Spesialis Saraf, Dokter Residen, Dokter Umum, Perawat.

LAMA PERAWATAN
Tergantung kondisi klinis

74
4.1. Nyeri kepala Akut Pasca Trauma
G44.880

KRITERIA DIAGNOSIS
 Klinis : Nyeri Kepala, tidak khas
a. Terdapat trauma kepala, dimana nyeri kepala terjadi dalam 7 hari setelah trauma
kepala atau sesudah kesadaran penderita pulih kembali.
b. Terdapat satau atau lebih keadaan di bawah ini :
1. Nyeri kepala hilang dalam 3 bulan setelah trauma kepala
2. Nyeri kepala menetap, tetapi tidak lebih dari 3 bulan sejak trauma kepala

4.2. Nyeri Kepala kronik Pasca Trauma ( G44.3 )


a. Nyeri kepala, tidak khas
b. Terdapat trauma kepala, dimana nyeri kepala timbul dalam 7 hari sesudah trauma
kepala atau sesudah kesadaran penderita pulih kembali
c. Nyeri kepala berlangsung lebih dari 3 bulan setelah trauma kepala
 Laboratorium : Darah rutin, kimia darah, LCS ( atas indikasi )
 Radiologi : Foto tengkorak, Neuroimaging CT Scan / MRI
 Gold Standard : Kriteria diagnostik Nyeri kepala Kelompok studi Nyeri kepala
PERDOSSI 2005 yang diadaptasi dari IHS ( International Headache
Society )
 Patologi Anatomik : -

DIAGNOSIS BANDING
1. Nyeri kepala penyakit lain : THT, gigi mulut, mata, hipertensi, infeksi, toksik, gangguan
metabolik / elektrolit, anemia, gagal ginjal, gagal hati.
2. Perdarahan intrakranial ( subdural, subarahnoid, intrakranial )
3. Psikomatis

TATA LAKSANA
 Medikamentosa : tergantung jenis / tipe nyeri kepala
 Tindakan : atas indikasi

PENYULIT : Kelainan struktural di otak

KONSULTASI : Tergantung kasus : Bedah, bedah saraf

JENIS PELAYANAN : Rawat jalan, kalau perlu rawat inap

TENAGA : Dokter Spesialis Saraf, Dokter Residen, Dokter Umum, Perawat

LAMA PERAWATAN : Tergantung kondisi klinis

75
5. NYERI KEPALA YANG BERKAITAN DENGAN
SUATU SUBSTANSI ATAU PROSES
WITHDRAWALNYA

KRITERIA DIAGNOSIS
 Klinis
Nyeri kepala akibat induksi Monosodium Glutamat ( G44.83 )
a. Nyeri kepala dengan paling tidak satu karakteristik di bawah :
1. bilateral
2. lokasi fronto – temporal
3. diperberat aktivis fisik
b. Mengkonsumsi MSG
c. Nyeri kepala timbul satu jam setelah mengkonsumsi MSG
d. Nyeri kepala sembuh 72 jam setelah mengkonsumsi sekali saja

Nyeri kepala akibat induksi Kokain ( G44.83 )


a. Nyeri kepala dengan sekurang – kurangnya satu karakteristik di bawah ini :
1. Bilateral
2. Lokasi frontotemporal
3. Berdenyut
4. Diperberat dengan aktivitas fisik
b. Penggunaan Kokain
c. Nyeri kepala timbul satu jam setelah menggunakan kokain
d. Nyeri kepala sembuh dalam 72 jam setelah penggunaan sekali / pertama

 Laboratorium : Darah rutin, kimia darah, urine, tes Narkoba


 Radiologi : atas indikasi menyingkirkan penyebab lain
 Gold Standard : Kriteria diagnostik Nyeri kepala Kelompok studi Nyeri kepala
PERDOSSI 2005 yang diadaptasi dari IHS ( International
Headache Society )
 Patologi anatomik :-

DIAGNOSIS BANDING
1. Nyeri kepala penyakit lain : THT, gigi mulut, mata, hipertensi, infeksi, toksik,
gangguan metabolik / elektrolit, anemia, gagal ginjal, gagal hati
2. Migren
3. TTH
4. Psikosomatis

TATALAKSANA
Terapi nyeri kepala oleh karena MSG sama seperti nyeri kepala migren
1. Preventif : Hindari makanan yang mengandung MSG

76
2. Non Spesifik : - Analgetik : parasetamol, asam asetil salisilat, NSAIDs
- Isomethetene
- Antiemetik : domperidon, metoklopramid
3. Spesifik : Triptans

Terapi nyeri kepala akibat induksi kokain :


1. Simptomatis ( analgetik )
2. Dopamin agonis
3. Betabloker
4. Terapi behaviour

PENYULIT
Gangguan Psikiatri

KONSULTASI
Bagian psikiatri bila diperlukan

JENIS PELAYANAN
Rawat jalan

TENAGA
Dokter Spesialis Saraf, Dokter Umum, Perawat

LAMA PERAWATAN
Tergantung kondisi klinis

77
6. NYERI KEPALA YANG BERKAITAN DENGAN
KELAINAN KRANIUM, LEHER, MATA,
TELINGA, HIDUNG, SINUS, GIGI, MULUT
ATAU STRUKTUR FACIAL ATAU KRANIAL
LAINNYA

KRITERIA DIAGNOSIS
 Klinis
Nyeri kepala Servikogenik ( Cervicogenic Headache ) ( G44.841 )
a. Deskripsi :
1. Nyeri kepala atau muka unilateral dan menetap atau bilateral
2. Lokasi nyeri pada oksipital, frontal, temporal atau orbital
3. Intensitasi nyeri sedang atau berat
4. Serangan intermitten nyeri beberapa jam sampai beberapa hari, nyeri konstan atau
nyeri konstan yang disertai dengan serangan nyeri
5. Nyeri kepala biasanya terasa dalam dan tidak berdenyut, nyeri akan berdenyut jika
disertai serangan migren
6. Nyeri kepala dicetuskan oleh gerakan leher, poster tertentu dari leher, penekanan
dengan jari pada suboksipital, daerah C2, C3 atau C4 atau di atas daerah nervus
oksipitalis, valsava, batuk, bersin juga dapat merupakan pemicu CH.
7. Pengurangan gerakan leher baik aktif maupun pasif, kaku kuduk
8. Tanda dan simptom ikutan dapat menyerupai dengan migren yaitu berupa nausea,
vomitus, fotofobia, dizziness, dan penglihatan kabur ipsilateral, lakrimasi dan
kemerahan pada konjungtiva, atau nyeri tengkuk, bahu, lengan
b. Nyeri bersumber dari daerah tengkuk / leher, dapat menyebar ke depan lebih dari 1
regio kepala dan wajah
c. Terbukti secara klinik, laboratorium, dan imaging adanya gangguan atau lesi di servikal
spinal atau jaringan ikat di daerah leher yang bisa dianggap penyebab nyeri kepala
d. Adanya bukti kaitan nyeri dengan kelainan di leher atau lesi lain di leher yang paling
tidak satu kriteria di bawah ini :
1. Menunjukkan gejala klinik adanya sumber nyeri di leher
2. nyeri kepala akan menghilang setelah dilakukan blokade memakai plasebo atau zat
lainnya terhadap struktural servikal atau saraf – saraf servikal
3. nyeri akan berkurang dalam 3 bulan sesudah keberhasilan pengobatan terhadap
penyebab

 Laboratorium : Darah rutin, kimia darah


 Radiologi : Rongten foto servikal, MRI atas indikasi ( menyingkirkan
penyebab lain )
 Gold Standard : Kriteria diagnostik Nyeri kepala Kelompok studi Nyeri kepala
PERDOSSI 2005 yang diadaptasi dari IHS ( International
Headache Society )
 Patologi Anatomik :-

78
DIAGNOSIS BANDING
1. Tumor Fossa posterior
2. Chiari malformation
3. AVM ( intrakranial atau perspinal )
4. Vasculitis ( giant cell arteritis )
5. Vertebral artery dissection
6. Cervical Spondylosis atau arthropathy
7. Herniated cervical disk
8. Spinal nerve compression atau tumor

TATALAKSANA
 Medikamentosa :
 Antidepressan trisiklik
 Obat anti epilepsi
 Relaksan otot
 NSAID
 Tindakan : Blokade anestesi, operasi sesuai indikasi

PENYULIT
Adanya kelainan struktural di leher

KONSULTASI
Bedah Saraf

JENIS PELAYANAN
Rawat jalan, kalau perlu rawat inap

TENAGA
Dokter Spesialis Saraf, Dokter Residen, Dokter Umum, Perawat

LAMA PERAWATAN
Tergantung kondisi klinis

79
7. NEURALGIA KRANIAL DAN PENYEBAB
SENTRAL NYERI FASIAL KRITERIA
DIAGNOSIS

 Klinis
Neuralgia Trigeminal Klasik ( G44. 847 )
a. Serangan nyeri paroksismal beberapa detik sampai dua menit melibatkan satu atau
lebih cabang N. Trigeminus
b. Memenuhi paling sedikit satu karakteristik berikut :
1. Kuat, tajam, superfisial atau rasa menikam
2. Dipresipitasi dari trigger area atau oleh faktor pencetus
c. Jenis serangan stereotyped pada masing – masing individu
d. Tidak ada defisit neurologik
e. Tidak berkaitan dengan gangguan lain

Neuralgia Trigeminal Simptomatik ( G44. 847 )


a. Serangan nyeri paroksismal selama beberapa detik sampai dua menit dengan atau
tanpa nyeri persisten di antara serangan paroksismal, melibatkan satu atau lebih
cabang/divisi N. Trigeminus
b. Memenuhi paling sedikit satu karakteristik nyeri berikut :
c. Jenis serangan stereotyped pada masing – masing individu
d. Lesi penyebab adalah selain kompresi pembuluh darah, juga kelainan struktural yang
nyata terlihat pada pemeriksaan canggih dan atau eksplorasi fossa posterior

Neuralgia Oksipital ( G44. 847 )


a. Nyeri yang paroksismal pada daerah distribusi nervus oksipitalis mayor atau minor
dengan atau tanpa rasa nyeri persisten diantara serangan paroksismal, yang kadang –
kadang diikuti berkurangnya sensasi atau dysaesthesia pada area yang terkena
b. Nyeri tekan pada saraf yang bersangkutan
c. Nyeri akan berkurang sementara dengan pemberian blokade local anestesi terhadap
saraf yang bersangkutan

 Laboratorium : Darah rutin, kimia darah


 Radiologi : CT / MRI atas indikasi ( menyingkirkan penyebab lain )
 Gold Standard : Kriteria I H S ( International Headache Society )
 Patologi Anatomik : -

DIAGNOSIS BANDING
1. Migren
2. Nyeri kepala klaster
3. Gangguan pada gigi mulut
4. Nyeri kepala servikogenik

80
TATALAKSANA
Terapi terhadap neuralgia trigeminal klasik
Medikamentosa :Karbamasepin,Okskarbasepin,Gabapentin,Fenitoin,Lamotrigin,
Baklofenn
Tindakan : Operasi pada kasus intraktabel
Terapi terhadap neuralgia trigeminal simptomatik
1. Kausal
2. Terapi farmaka : sama dengan neuralgia trigeminal idiopatik
3. Terapi bedah : menghilangkan kausal seperti angkat tumor

Terapi terhadap Neuralgia Oksipital


1. Analgetik NSAIDs mis : gol. Diklofenak
2. Fisioterapi , kompres panas lokal, traksiservikal
3. Injeksi Lidokain 0,5 – 2 cc blokade saraf servikal
4. Gabapentin
5. Bedah dekompressi saraf C2 & C3 atas indikasi

PENYULIT
Lesi struktural

KONSULTASI
Bedah Saraf ( atas indikasi )

JENIS PELAYANAN
Rawat jalan, kalau perlu rawat inap

TENAGA
Dokter Spesialis Saraf, Dokter Residen, Dokter Umum, Perawat

LAMA PERAWATAN
Tergantung kondisi klinis

81
8. NYERI KEPALA AKIBAT PENGGUNAAN OBAT
YANG BERLEBIH ( MEDICATION OVERUSE =
MOH )
8.1. Nyeri kepala akibat penggunaan berlebihan analgesik

KRITERIA DIAGNOSTIK
 Klinis :
a) Nyeri kepala timbul > 15 hari / bulan diikuti paling sedikit satu dari geala di bawah
ini :
1. Bilateral
2. Kualitas seperti menekan / mengikat ( tidak berdenyut )
3. Intensitas ringan atau sedang
b) Pemakaian analgesik ringan > 15 hari / bulan selama 3 bulan
c) Nyeri kepala makin bertambah buruk selama penggunaan berlebihan analgesik
d) Nyeri kepala membaik atau kembali ke pola sebelumnya dalam waktu 2 bulan setelah
penghentian analgesik

 Laboratorium : Darah rutin, kimia darah, urine


 Radiologi : atas indikasi menyingkirkan penyebab lain
 Gold Standard : Kriteria diagnostik Nyeri kepala Kelompok studi Nyeri kepala
PERDOSSI 2005 yang diadaptasi dari IHS ( International Headache
Society )
 Patologi Anatomik : -

DIAGNOSIS BANDING
1. TTH
2. Psikosomatis

TATALAKSANA : Medikamentosa & Tindakan

PENYULIT : Adanya lesi struktural

KONSULTASI : Psikiatri

JENIS PELAYANAN : Rawat jalan, kalau perlu rawat inap

TENAGA : Dokter Spesialis Saraf, Dokter Umum, Perawat

LAMA PERAWATAN : Tergantung kondisi klinis

82
83
PENYAKIT PARKINSON ( ICD : G 20 )

DEFINISI :
PENYAKIT PARKINSON : adalah bagian dari parkinsonism yang patologis ditandai dengan
degenerasi ganglia basalis terutama di pars compacta substansia nigra disertai dengan inklusi
sitoplasmik eosinofilik ( Lewy’s bodies )
PARKINSONISM : adalah sindroma yang ditandai dengan tremor waktu istirahat, rigditas,
bradikinesia dan hilangnya releks postural postural akibat penurunan dopamine karena
beberapa sebab

KRITERIA DIAGNOSIS
KLINIS :
 Umum :
 Gejala dimulai pada satu sisi (hemiparkinson )
 Tremor saat istirahat
 Tidak didapatkan gejala neurologis lain
 Tidak dijumpai kelainan laboratorium dan radiologis
 Perkembangan penyakit lambat
 Respon terhadap levodopa cepat dan dramatis
 Releks postural tidak dijumpai pada awal penyakit

 Khusus :
 Tremor : laten, saat istirahat, bertahan saat istirahat
 Rigiditas
 Akinesia / bradikinesia
 Kedipan mata berkurang
 Wajah seperti topeng
 Hipotonia
 Hipersalivasi
 Takikinesia
 Tulisan semakin kecil kecil
 Cara berjalan langkah kecil kecil
 Hilangnya releks postural
 Gambaran motorik lain :
 Distonia
 Rasa kaku
 Sulit mulai bergerak
 Palilalia

84
Perjalanan klinis penyakit Parkinson dilihat berdasar tahapan menurut Hoehn dan Yahr
1. Stadium I :
 Gejala dan tanda pada satu sisi
 Gejala ringan
 Gejala yang timbul mengganggu tapi tidak menimbulkan cacat
 Tremor pada satu anggota gerak
 Gejala awal dapat dikenali orang terdekat

2. Stadium II :
 Gejala bilateral
 Terjadi kecacatan minimal
 Sikap / cara berjalan terganggu

3. Stadium III :
 Gerakan tubuh nyata lambat diri
 Gangguan keseimbangan saat berjalan / berdiri
 Disfungsi umum sedang

4. Stadium IV :
 Gejala lebih berat
 Keterbatasan jarak berjalan
 Rigiditas dan bradikinesia
 Tidak mampu mandiri
 Tremor berkurang

5. Stadium V :
 Stadium kakeksia
 Kecacatan kompleks
 Tidak mampu berdiri dan berjalan
 Memerlukan perawatan tetap

LABORATORIUM : tidak ada


RADIOLOGIS : CT Scan kepala untuk menyingkirkan kausa lain
GOLD STANDARD : tidak ada
PATOLOGI ANATOMI : degenerasi ganglia basalis terutama di substansia nigra pars
kompakta dan adanya Lewys Body

DIAGNOSIS BANDING :
1. Progresif Supranuclear palsy
2. Multiple System Atrophy
3. Corticobasal degeneration
4. Huntington Disease
5. Primary Pallidal Atrophy
6. Diffuse Lewy Body Disease
7. Parkinson sekunder : Toxic, infeksi SSP, drug induced, vaskuler

85
TATALAKSANA
A. Medikamentosa :
 Amantadin
 Antikholinergik : Benztropin mesilat, biperidin, trihexyphenidil
 Dopaminergik : Carbidopa dan levodopa
Benserazide dan levodopa
 Dopamin Agonis : Bromokriptin mesilat, pergolide mesilat,
Pramipexole, rupinirol, lysuride
 COMT inhibitor : Entacapone, tolcapone
 MAO – B inhibitor : Selegiline, lazabemide
 Anti Oksidan : Glutamat antagonis, alfa tocoferol, asam ascorbat, betacaroten
 Botulinum toksin
 Propanolol

B. Non Medikamentosa
 Operasi : Talamotomi, palidotomi, transplantasi substansia nigra,
ablasi dan stimulasi otak
 Rehabilitasi medis
 Psikoterapi

PENYULIT :
▪ Fluktuasi obat ( fenomena off on )
▪ Hipotensi postural
▪ Perubahan tingkah laku : dementia, depresi, sleep disorder, psikosis

KONSULTASI :
▪ Bagian Rehabilitasi Medis
▪ Bedah Saraf
▪ Psikiater

JENIS PELAYANAN : Poliklinik dan rawat inap

TENAGA :
▪ Spesialis Saraf
▪ Spesialis Bedah Saraf
▪ Physiatrist
▪ Psikiater

LAMA PERAWATAN : -

PROGNOSIS : biasanya berlangsung kronis progresif

86
DISTONIA
DEFINISI :
Distonia adalah sindroma neurologis yang ditandai dengan gerakan involunter, terus menerus,
dengan pola tertent akibat dari kontraksi otot antagonis yang berulang – ulang sehingga
menyebabkan gerakan / posisi tubuh abnormal .

KLASIFIKASI
1. FOKAL : Blepharospasme, Distonia Oromandibular, Distonia Spasmodik, Distonia
servikal, Writer’s Cramp
2. SEGMENTAL : Axial ( leher, tubuh ), satu lengan dan satu bahu, dua bahu, brachial
dan crural
3. MULTIFOKAL : dua atau lebih dua bagian tubuh yang berbeda
4. GENERAL : Kombinasi crural distonia dan segmen yang lain
5. HEMIDISTONIA : lengan dan tungkai sesisi

DISTONIA FOKAL PRIMER


A. BLEPHAROSPASME
KRITERIA DIAGNOSIS :
1) KLINIS :
 Gerakan involunter pada penutupan kedua mata berupa kontraksi spasmodik dari
otot orbikularis okuli di pretarsal, preseptal dan periorbital .
 Biasanya disertai distonia dari kelopak mata, paranasal, wajah, bibir, lidah,
pharing, laring dan otot leher
 Blepharospasme dipicu oleh cahaya yang menyilaukan, polusi udara dan air,
aktifitas dan stress. Blepharospasme diawali dengan kontraksi klonik kelopak
mata, secara bertahap memberat sehingga mata tertutup kuat. Kadang penderita
mengalami kesulitan membaca, melihat TV, mengendarai dan aktifitas sehari
hari yang melibatkan penglihatan
2) LAB : tidak ada
3) RADIOLOGIS : tidak ada
4) GOLD STANDARD : tidak ada
5) PATOLOGI ANATOMI : tidak ada

DIAGNOSIS BANDING : tidak ada

TATALAKSANA :
A. Medikamentosa :
 Anticholinergic, benzodiazepine, baclofen dan tetrabenasin. Biasanya hasilnya
kurang memuaskan .
 Toksin botulinum merupakan obat pilihan
B. Non medikamentosa :
 Operasi myectomi atau pemotongan saraf fasial selektif
 Rehabilitasi medis

87
PENYULIT : ptosis, ecchymosis, diplopia, ectropion, blurred vision, dry
eyes .

KONSULTASI :
▪ Bagian Rehabilitasi Medis
▪ Bedah Saraf

JENIS PELAYANAN : Poliklinik dan rawat inap

TENAGA :
 Spesialis Saraf
 Spesialis Bedah Saraf
 Psychiatrist

LAMA PERAWATAN :-
PROGNOSIS : Sulit disembuhkan

B. DISTONIA OROMANDIBULER
KRITERIA DIAGNOSIS :
a. KLINIS :
Gerakan involunter berupa spasme pada dagu, mulut dan otot lidah sehingga dagu
menutup rapat, gigi tergigit rapat, trismus dengan akibat kerusakan gigi, sendi
temporomandibular . Adanya gerakan involuntary pada lidah menyebabkan kesulitan
mengecap, berbicara dan mencucu
b. LAB : tidak ada
c. RADIOLOGIS : tidak ada
d. GOLD STANDARD : tidak ada
e. PATOLOGI ANATOMI : tidak ada

DIAGNOSIS BANDING :
1. Hemimasticatory spasm
2. Hemifacial spasm
3. Temporomandibular syndrome

TATALAKSANA
▪ Medikamentosa : Toksin botulinum, Benzodiazepin, Anticholinergic, Baclofen
biasanya kurang bermanfaat
▪ Non medikamentosa : speech terapy, operasi

PENYULIT : nyeri fokal, kesulitan mengunyah dan berbicara

KONSULTASI : Rehabilitasi medis, bedah saraf

JENIS PELAYANAN : poliklinik dan rawat inap

TENAGA :
 Spesialis Saraf
 Spesialis Bedah Saraf

88
 Spesialis Kesehatan Jiwa

LAMA PERAWATAN :-

PROGNOSIS : Sulit disembuhkan

C. DISTONIA SERVIKAL
KRITERIA DIAGNOSIS :
a. KLINIS :
▪ Tortikolis, rotasi kepala ke lateral, laterokolis, retrokolis dan anterokolis
▪ Sepertiga penderita mengalami scolisis, nyeri local akibat spasme otot dan
spondilotik radikulomyelopati
▪ Dipicu oleh kondisi stress dan kelelahan
▪ Kadang disertai dengan tremor tangan dan kepala
b. LAB : tidak ada
c. RADIOLOGIS : tidak ada
d. GOLD STANDARD : tidak ada
e. PATOLOGI ANATOMI : tidak ada

DIAGNOSIS BANDING : distonia karena keracunan obat metoklopramide, neroleptik

TATALAKSANA :
 Medikamentosa : biasanya tidak banyak bermanfaat
 Obat pilihan : triheksiphenidil, injeksi toksin botulinum
 Bensodiazepin bisa mengurangi nyeri
 Haloperidol jangan digunakan karena dapat menyebabkan tardive dyskinesia
 Non medikamentosa :
 Hypnosis, biofeedback, relaksasi, psikoterapi, tusuk jarum, brace
 Terapi ini tidak banyak membantu

PENYULIT : Distonia generalisata

KONSULTASI : Rehabilitasi medis, psikiater

JENIS PELAYANAN : Rawat jalan

TENAGA : Neurologist, physiatrist, psikiater

PROGNOSIS :
20% remisi spontan, eksaserbasi terjadi beberapa bulan kemudian . Sebagian besar
mengalami distonia sepanjang hidup dan sebagian menjadi distonia generalisata

D. DISTONIA LARINGEAL ( DISPHONIA SPASMODIK )


KRITERIA DIAGNOSIS :
a. KLINIS :
▪ Latar belakang penderita : guru dan penyanyi

89
▪ Distonia pada laring menyebabkan 2 tipe kelainan yaitu tipe adductor oleh karena
hiperadduksi korda vokalis dan tipe abductor oleh karena kontraksi m.
krikoaritenoid posterior selama berbicara sehingga abduksi korda vokalis terganggu.
Keluhan berupa suara serak, berat, bergetar
b. LABORATORIUM : tidak ada
c. RADIOLOGIS : tidak ada
d. GOLD STANDARD : tidak ada
e. PATOLOGI ANATOMI : tidak ada

DIAGNOSIS BANDING :
Psychogenic voice disorder, tremor esensial, kelainan korda vokalis, radang korda vokalis

TATALAKSANA :
a) Medikamentosa : tidak banyak membantu . Toksin botulinum harus
digunakan secara hati – hati, oleh karena dapat menyebabkan aphonia, disfagi
b) Non medikamentosa : terapi vokal, tindakan operasi

PENYULIT : aphonia dan disfagi

KONSULTASI : Rehabilitasi medis, dr. Bedah leher dan kepala

JENIS PELAYANAN : rawat jalan dan rawat inap

TENAGA :
▪ Spesialis Saraf
▪ Spesialis Kesehatan Jiwa
▪ Spesialis Bedah kepala dan Leher

LAMA PERAWATAN :-

PROGNOSIS : biasanya sulit disembuhkan

E. LIMB DISTONIA
KRITERIA DIAGNOSIS :
a) KLINIS
Ada 2 bentuk yaitu :
 Idiopatik : biasanya diawali dengan aksi distonia
 Sekunder :
Oleh karena lesi saraf sentral dan perifer . Gejala biasanya muncul saat
istirahat. Gejala distonia fokal berupa cramp yang berkaitan dengan
pekerjaan ( graphospam, Writer’s cramp ) pada distonia idiopatik
sedangkan pada distonia yang sekunder berupa distonia spesifik yang
muncul saat menulis, mengetik, makan, olahraga atau saat bermain musik.
Kadang kadang disertai dengan tremor esensial .
b) LABORATORIUM : tidak ada
c) RADIOLOGIS : tidak ada
d) GOLD STANDARD : tidak ada
e) PATOLOGI ANATOMI : tidak ada

90
DIAGNOSIS BANDING : Parkinson dan parkinsonism

TATALAKSANA :
a) Medikamentosa :
 Trihexyphenidil, benztropin. Biasanya hasilnya kurang memuaskan
 Toksin botulinum merupakan obat pilihan
b) Non Medikamentosa :
 Operasi
 Rehabilitasi medis

PENYULIT : segmental atau general distonia

KONSULTASI :
▪ Bagian Rehabilitasi Medis
▪ Bedah Saraf

JENIS PELAYANAN : Poliklinik dan Rawat inap

TENAGA : Spesialis Saraf

LAMA PERAWATAN :-

PROGNOSIS : sulit disembuhkan

91
PENYAKIT HUNTINGTON

DEFINISI :
Penyakit Huntington ( PH ) adalah penyakit neurodegenerasi progresif genetik autosomal
dominan, yang muncul pada dewasa umur pertengahan. Manifestasi klinis triad adalah
Movement disorders (chorea),demensia (subkortikal demensia) dan gangguan psikiatri atau
tingkah laku.

KLINIS :
1. Manifestasi klinis onset tidak pasti ( insidious), umur 35 – 40 tahun, prevalensi 4-8 /
100.000 penduduk, diturunkan secara 100% autosomal dominal ( triplet expansi CAG
pada chromosom 4 ).
2. Chorea timbul pada 90 % PH adalah gerakan yang tidak disadari, spontan, mendadak,
berlebihan, ireguler, kasar, berubah – ubah arah, random
3. Dalam perjalanan PH Progresif dan memburuk chorea dapat berubah menjadi distonia,
gambaran Parkinson seperti rigiditas, bradikinesia, gangguan postural, myoclonus, ataxia,
gangguan gerakan mata sakadik lambat, memanjangnya respon latensi, stadium lanjut
dysphagia.
4. Subkortikal demensia pada PH dengan ciri khas bradyphrenia, gangguan atensi dan
sequencing tanpa disertai apraxia, agnosia atau aphasia. Registrasi informasi baru dan
immediate memory dan recall masih utuh, meskipun retrieval recent dan remote
memory terganggu.
5. Gangguan psikiatri dan tingkah laku, kadang psikosis, dengan halusinasi visual dan
pendengaran, mania, apatis, tingkah laku obsesif dan depresi.

LABORATORIUM :
Bila memungkinkan laboratorium genotyping khusus untuk PH ( triplet expansi CAG pada
chromosom 4).

RADIOLOGIS :
Pada CT atau MRI terlihat atropi berat pada caput cauda dan putamen, atropi sedang globus
pallidus, kortek, subtansia nigra, nucleus subthalamus, dan locus coerolus

GOLD STANDARD : tidak ada

PATOLOGI ANATOMI :
Pada PH atropi berat pada caput cauda dan putamen, atropi sedang globus pallidus, kortek,
substansia nigra, nucleus subthalamus, dan locus coerolus

92
DIAGNOSIS BANDING , Klasifikasi Chorea :
Primary chorea Secondary chorea Others
 Huntington’s disease
 Neuroacanthocytosis  Metabolic disorders
 Dentato-rubral-pallido-  Sydenham’s chorea  Vitamine deficiency
luysian atrophy  Drug induced chorea (B1 dan B12)
 Benign hereditary chorea  Immune mediated chorea  Exposure to toxin
 Wilson’s diseases  Infectious chorea  Paraneoplastic
 PKAN / Hallerverden-Spatz  Vascular chorea syndromes
Syndrome  Hormonal disorders  Postpump
 Senile chorea choreoathethosis
 Paroxysmal choreoathetose

TATALAKSANA
A. MEDIKAMENTOSA :
 Remacide dan Coenzym Q10 600 mg/hari dapat menghambat progresivitas
 Untuk depresi diberikan Tricyclic antidepressan ( amitriptylin atau imipramine,
nortriptylin ), SSRI ( fluoxetine atau sertraline )
 Chorea dapat diberikan :
 Haloperidol 0,5 – 5 mg mg / hari
 Dopamine blocking agent
 Benzodiazepines seperti Clonazepam bisa dipakai
 Emosi tak terkontrol, iritablel diberikan Clonazepam, Carbamazepin atau Valproic
Acid ditambah dengan antidepresan
 Gangguan psikiatri seperti delusion diberikan neuroleptik, haloperidol, atau
thioridazin
 Psikosis dapat diberikan Quetiapine dan Clozapine

B. TINDAKAN : tidak ada

PENYULIT :
 Gangguan Psikiatri dan tingkah laku
 Parkinsonism seperti rigiditas, bradikinesia, gangguan postural, dystonia, myoclonus,
ataxia,dysphagia

KONSULTASI : Dokter Spesialis Jiwa

JENIS PELAYANAN :
 Ringan rawat jalan
 Berat rawat inap

TENAGA : Dokter Spesialis Saraf

LAMA PERAWATAN : -

PROGNOSIS : PH adalah penyakit neurodegeneratif yang progresif berakhir fatal,


Sebab kematian biasanya aspirasi pneumonia atau trauma sekunder akibat jatuh

93
SYDENHAM’ S CHOREA
KRITERIA DIAGNOSA :
Definisi :
Sydenham’s Chorea (SC) adalah komplikasi lambat dari infeksi Aβ Haemolytic streptococcal
dan merupakan kriteria mayor acute rheumatic fever, dengan ciri khas chorea, kelemahan oto
dan beberapa gejala neuropsikiatri, akibat penyakit autoimun.

KLINIS :
1. Didahului adanya infeksi Aβ Haemolytic streptococcal ( 20 – 30 % )
2. Umur 5 – 15 tahun
3. Perempuan predominan
4. Chorea general, simetris, gerakan lebih cepat dibanding chorea dari Huntington
5. Perubahan tingkah laku, gangguan obsesif – kompulsif dan iritabel
6. Sembuh sendiri 5 – 16 minggu

LABORATORIUM : Kadar ASTO ( Anti Streptolisin O ) meningkat

RADIOLOGIS : MRI lesi di nucleus caudatus dan putamen

PATOLOGI ANATOMI : tidak ada data

DIAGNOSA BANDING :
 Secondary chorea
 Sydenham’ s chorea
 Immune mediated chorea
 Vascular chorea
 Hormonal disorders
 Drug induced chorea
 Infectious chorea :
Bacterial
Sydenham’ s ( post Streptococcal )
Sub – Acute bacterial endocarditis
Neurosyphilis
Tuberculosis
 Viral
 Measles
 Mumps
 Influenza
 Cytomegalovirus
 Subacute Sclerosing panencephalitis
 Human immune deficiency virus
 Epstein-Barr Virus (mononucleosis)
 Borrelia burgdorferi ( Lyme disease)
 Varicella
 Prion
 Creutzfeldt – Jacob disease

94
TATALAKSANA :
A. MEDIKAMENTOSA :
o Chorea dapat diberikan :
o Haloperidol 0,5 – 5 mg hari
o Benzodiazepines seperti Clonazepam bisa dipakai
o Amantandine 100 – 300 mg
B. TINDAKAN :-

KONSULTASI :

JENIS PELAYANAN : Ringan rawat jalan

TENAGA : Dokter Spesialis Saraf

LAMA PERAWATAN : -

PROGNOSIS : Sembuh sendiri

95
TREMOR ESENSIAL

KRITERIA DIAGNOSIS
KLINIS :
 Tremor Essential (TE) berdasarkan Core And Secondary Criteria (lihat tabel)
Kriteria Inti Kriteria Sekunder
Tremor saat kerja bilateral di tangan dan
Lama > 3 tahun
lengan bawah
Tidak ada kelainan neurologis lain,
Riwayat keluarga positif
kecuali cogwheel phenomenon
Tremor kepala dengan / tanpa dystonia Ada respon terhadap alkohol

 Onset usia rata – rata TE : 45 tahun


 Bisa unilateral atau bilateral
 Tremor bisa meluas sampai kepala dan leher, kira – kira 50 – 60% TE mengenai kepala
 Tremor suara ( Voice Tremor ) terjadi pada 30% pasien
 TE jarang pada tubuh dan kaki
 TE cenderung progresif dan sama dengan bertambahnya usia
 Alkohol memperbaiki tremor pada 70% pasien selama tidur miring
 Performance test : pasien menulis, menggambar, mengambil benda, minum dengan
gelas

LABORATORIUM :-

RADIOLOGI :-

GOLD STANDARD :-

PA : Tidak ada keluhan

DIAGNOSIS BANDING
 Parkinson, MS, Wilson disease, Huntington
 Cerebellar degenerative disease
 Efek samping obat : obat asma, anti depresan
 Toksin logam berat : timah, merkuri
 Thypoid disease

96
TATALAKSANA
A. Medikamentosa :
Obat Dosis awal Dosis Tx Efek samping
Kelelahan, impoten, depresi
Propanol 30 mg / hr 160 – 320 mg / hr
sesak nafas, bradycardia
Pirimidone 12,5 – 25 mg / hr 62,5 – 350 mg / hr Sedasi, nause, muntah
Drowsines,kelelahan,nausea
Gabapentine 300 mg / hr 1200 – 3600 mg / hr
dizzine, sempoyongan
Alprazolam 0,75 mg / hr 0,74 – 2,75 mg / hr Sedasi, kelelahan
Parestesia, BB menurun,
Topiramate 25 mg / hr 100 – 300 mg / hr
batu ginjal
Nimodipine 120 mg / hr 120 mg / hr Hipotensi ortostatik
Insomnia, restlessness, sakit
Theophylin 150 – 300 mg / hr 15 – 300 mg / hr
kepala

 Botulinum toxin A : terutama TE kepala, suara, tangan


B. Tindakan :
 Bedah : continuos deep brain stimulation with electrode implanted
pada ventral intermediate nucleus of the thalamus dan thalamotomy
 Physical terapi : speech terapi

PENYULIT
Stres, kopi, alkohol

KONSULTASI :
 Bedah
 Rehab Medik

JENIS PELAYANAN :
 Rawat jalan

TENAGA :
 Dokter Spesialis Saraf
 Fisioterapis

LAMA PERAWATAN : -

PROGNOSIS : Baik

97
PROGRESSIVE SUPRANUCLEAR PALSY
KRITERIA DIAGNOSIS
A. KLINIS
 Usia 50 – 60 tahun
 Gejala meliputi : gangguan keseimbangan ( Imbalance ), gangguan penglihatan,
disatri, disfagi, gangguan fungsi intelektual, perubahan kepribadian, atau insomnia.
Tidak semua gejala ada pada setiap pasien, tetapi sebagian besar muncul selama
perjalanan penyakit.
 Biasanya dimulai dengan gangguan visual, gangguan postur dan gaya berjalan yang
tampak pada awal penyakit. Pada fase dini penderita sering tiba – tiba terjatuh
tanpa penyebab yang jelas ( paroxysmal disequilbrium ). Sebagian besar cenderung
jatuh ke belakang, tetapi bisa jatuh ke segala arah
 Ciri khasnya hipokinesia dan rigiditas otot – otot axial dan anggota gerak
 Gangguan gerakan ocular pursuit, khususnya ke arah bawah, biasanya tampak pada
saat pertama kali memeriksakan diri. Paresis menimbulkan pergerakan kepala pasif
mengaktifkan reflek oculocephalic (supranuclear). Pasien kesulitan apabila menuruni
tangga, membaca atau mengambil makanan dari piring
 Gangguan bicara dan menelan, kadang tercekik
 Ditemukan horizontal square-wave jerk, saccadic lambat dan hipometrik, dan paresis
gerakan ke atas. Paresis lateral gaze terjadi pada tahap lanjut dari penyakit
 Apraxia gerakan kelopak mata dan blepharospasme sering terjadi
 Tremor jarang ditemukan
 Gangguan mental sering ditemukan, seringkali berupa perubahan kepribadian,
emotional incontinence, atau depresi. Demensia biasanya sama dengan Penyakit
Lobus Frontalis.
 Kombinasi disartria, disfagia dan disabilitas menyebabkan kematian karena aspirasi
 Respon terapi terhadap levodopa buruk

B. PENUNJANG
 MRI Otak untuk menyingkirkan dementia multi-infark dan hidrosefalus
 Single photon emission computed tomography (PET) scan

DIAGNOSA BANDING
 Parkinson ‘s disease idiopatik. Sulit dibedakan apabila gerakan bolamata masih
normal
 Degenerasi corticobasal ganglionic, multiple system atrophy.
 Normal pressure hydrocephalus
 Multiple cerebral infark

TATALAKSANA
A. Medikamentosa :
 Terapi PSP masih belum memuaskan. Pada 1/3 pasien Levodopa memperbaiki
bradikinesia dan rigiditas. Bila tidak ditemukan perbaikan motor dengan Levodopa,
obat di stop

98
 Amantadin dan amitriptilin, tetapi penggunaannya terbatas karena efek sampingnya
 Zolpidem memperbaiki keseimbangan dan abnormalitas pergerakan bola mata
 Terapi wicara untuk manajemen disatri dan disfagi
 Blepharospasme memberi respon baik terhadap injeksi toksin botulinum. Mata kering
akibat jarang berkedip diberi lubrican topikal
B. Tindakan: -

PENYULIT :
 Aspirasi pneumoni
 Mata kering

KONSULTASI :-

JENIS PELAYANAN :
 Rawat Jalan
 Rawat Inap

TENAGA :
 Spesialis Saraf
 Spesialis Paru

99
MIOKLONUS
DEFINISI :
Mioklonus adalah gerakan tidak disadari tiba – tiba, sebentar, Jerky, Shock-like, akibat
kontraksi otot ( positif mioklonik ), disebabkan gangguan di CNS timbul di anggota, wajah
atau badan .

KLINIS
KLASIFIKASI : berbagai klasifikasi
 Berdasarkan distribusi mioklonus : fokal, segmental, general
 Berdasarkan neurofisiologi : kortikal, batang otak, spinal
 Berdasarkan waktu : ireguler, ritmik, osilatori, mioklonus bisa saat istirahat atau saat
kerja
 Mioklonus bisa reflektoris atau sensitif terhadap stimulus sensoris atau suara
 Marsdens membagi miklonus :
 Fisiologik – Esensial – Epileptik – Simptomatik

1. Fisiologik mioklonus : timbulnya gerakan mendadak sekelompok otot saat mulai tidur,
biasanya sesudah aktifitas berat, emosi atau stress Hiccup bisa dimasukkan jenis ini.
2. Essential Mioklonus : Onset dekade kedua, Laki dan perempuan sama, timbul
gerakan miklonus. Saat kerja, hilang saat tidur, meningkat saat emosi
3. Epileptik Mioklonus : adalah fenomena epilepsi terutama anak – anak, tipe progresif
multifokal atau mioklonus general, ditandai dengan timbulnya kelainan neurologis
progresif seperti ataxia, spastisitas, demensia, tuli
4. Simptomatik mioklonus : dihubungkan dengan infeksi, degenerasi, metabolik, toxic
encefalopati

Klasifikasi berdasarkan Etiologi dan Patologi


1. Kortikal mioklonus : lesi di kortek sensorimotor dan cetusan abnormal
2. Mioklonus batang otak : cirinya general dan timbul saat stimulasi suara atau sensoris
kepala / leher . Diawali aktivasi sternokleidomastoid, diikuti otot wajah, masseter baru
badan dan anggota
3. Spinal mioklonus : cetusan abnormal dimulai di motor neuron : Spinal mioklonus
segmental : gerakan jerky, berulang – ulang, ritmik, setinggi segmen myelum saat tidur
masih timbul 0,5 – 2 Hz
4. Palatal mioklonus : lesi di Guillain Mollaret triangle, dekat nukleus dentatus,
kontralateral sentral tegmentum dan oliva inferior, timbul hiperplasia nukleus oliva
inferior

Etiologi mioklonus :
1. Drug induced mioklonus :
Antikonvulsan, Levodopa, Lithium, Clozapine, Penicillin, Vigabatrin, Cyclosporin, Tricyclic
Antidepressan, MAO inihibitor.
2. Opsoklonus – mioklonus sindrome :
Viral, Ca Ovaril, Melanoma, Lymphoma, Hipoglikemi
3. Asterixis : MetabolikEcefalopati (misal hepatik), lesi Thalamus, putamen, lobus parietal
4. Kortikal mioklonus : Tumor, Angioma, encefalitis
5. Palatal mioklonus : idopathic, Stroke, MS, Neurodegenerasi

100
6. Spinal mioklonus : mielopati inflamasi, Cervikal Spondilosis, Tumor, Ischemik
7. Post Anoxic encefalopati
8. Progressive Myoclonic Ataxia ( Ramsay Hunt Syndrome )
9. Trauma
10. Metal Toxic : Mangan, besi
11. MPTP

ELEKTROFISIOLOGI :
1. EMG : untuk menentukan aktivitas otot segmental
2. SSEP
3. MRI Otak, Spinal
4. Elektron mikroskop pada kulit, konjungtiva dan otot

RADIOLOGIS :-

GOLD STANDARD :-

PATOLOGI ANATOMI :-

DIAGNOSIS BANDING :
 Chorea
 Tics

TATALAKSANA
A. Medikamentosa :
 Cari faktor etiologi dan diobati
 Klonazepam : 4 – 10 mg / hr
 Sodium Valproat: 250 – 4500 mg / hr
 Lisirude
 Asetasolamide ( Sindrome Ramsay Hunt )
 Karbamazepin
 Pada post hipoksi mioklonus bisa ditambahkan 5-hidroksi-tryptophan dan carbidopa
 Asteriksis ( negative-mioklonus ) bisa dipakai ethosuximide dan koreksi metabolit
B. Tindakan :-

PENYULIT :-

KONSULTASI :-

JENIS PELAYANAN : Rawat inap / jalan

TENAGA : Medis, paramedis

LAMA PERAWATAN :-

PROGNOSIS : Tergantung penyebab

101
SINDROMA TOURETTE
KRITERIA DIAGNOSIS
DEFINISI :
Sindroma Tourette (ST) adalah sindroma waxing, waning tik motorik baik simpel atau komplek,
disertai minimal satu vokal tics (phonic tics), disertai obsesive-compulsive disorders tetapi
gangguan tingkah laku bukan kriteria untuk diagnosis, tetapi penting untuk pasien

KLINIS
Onset Sindroma Tourette pada umur antara 5 – 20 tahun, dengan ratio laki – laki : perempuan
=4:1

1. TICS
a. Singkat, mendadak, timbul regular dan berulang dari gerakan maupun suara. Dua
bentuk tiks adalah motor dan fokal selanjutnya masing – masing dibagi dalam bentuk
simpel dan kompleks
b. Simpel motor Tics muncul tiba – tiba, tidak bertujuan, mengenai kelompok – kelompok
otot, misalnya angkat bahu, kedipan mata, jerking kepala
c. Simpel motor Tics sering tampak lebih lambat, terus menerus dan gerakan gerakan
tonik yang menyerupai distonia ( disebut distonic tics )
d. Complex motor Tics : gerakan koordinatif dan berurutan yang menyerupai gerakan
motorik normal atau gerakan badan yang kurang tepat dalam intensitas dan waktunya.
Gerakan menyentuh, melempar, memukul dan melompat lompat. Contoh lain Complex
motor Tics adalah menunjukkan alat genitalia atau echopraxia
e. Tics suara dihasilkan dari mulut, tenggorakan maupun hidung
f. Tics suara sederhana suara yang tidak terartikulasi, sedangkan yang komplek antara
lain, kata, elemen musik
g. Kata kata kotor ( Koprolalia )
h. Tics motor dan Phonik bisa muncul salama tidur

2. Gangguan Tingkah Laku (GTL) :


a. Manifestasi timbul beberapa tahun bersama onset tics
b. Tingkah laku abnormal atau adanya Obsesive Compulsive Disorder (OCD) : pikiran –
pikiran obsesive, gerakan kompulsif, Attension Defisit Hyperactivity Disorders (ADHD),
disleksia, depresi, fobi, tingkah laku anti sosial dan kelainan kepribadian.
c. Obsesi adalah fikiran, ide – ide, bayangan2, impuls keinginan, juga perasaan
kekurangan, keseimbangan, ketakutan yang mengganggu keluarga atau sekitarnya
d. Compulsions adalah tingkah laku sadar, berulang – ulang respons dari obsesinya,
seperti : kebiasaan mengulangi perintah / kebiasaan, menghitung, mengecek pintu,
cuci tangan berulang – ulang dsb
e. ADHD adalah tingkah laku impulsive dan hiperaktif dengan menurunnya atensi. ADHD
timbul pada 50% ST, onset ADHD pada umur 4 – 5 tahun dan 2 – 3 tahun mendahului
tics

LABORATORIUM : tidak ada


RADIOLOGIS : tidak diperlukan, ST hanya diagnosa klinis saja
GOLDEN STANDARD : tidak ada
Test Neuro – psychiatric diperlukan pada OCD dan ADHD

102
PATOLOGI ANATOMI : tidak spesifik, lesi di ganglia basalis terutama nuclues caudatus,
Kortek inferior parietal

DIFERENTIAL DIAGNOSA
1. TICS : Distonia, korea, mioklonus, hiperefleksia
2. Kelainan TICS sesaat : serangan pada anak
3. Kelainan TICS motorik primer
4. Kelainan TICS multiple kronis
5. TICS pada Huntington disease, parkinson
6. Kelainan pertumbuhan anak
7. Rheumatoid Heart Disease

TATALAKSANA
a. Medikamentosa : Starting dose
 Dopamine – receptor blockers : (mg / day )
 Fluphenazine 1.0
 Pimozide 2.0
 Haloperidol 0.5
 Risperidone 0.5
 Ziprasidone 20.0
 Trifluperazine 1.0
 Molindone 1.0
 CNS Stimulants for ADHD
 Methylphnidate 5.0
 Pemoline 18.7
 Dextroamphetamine 5.0
 Noradrenaline drugs for impuls control and ADHD
 Clonidine 0.1
 Guanfacine 1.0
 Serotenergic drugs for OCD
 Flouxetin 20 – 60
 Sertralin 50 – 200
 Paroxetin 20 – 60
 Clomipramin 25
 Fluvoxamin 50
 Venlafazin 25
 Tripthopan
 MAOI, mianserin, benzodiazepin

b. Tindakan :
 TICS : Psiko terapi
 Hipnotis
 Kelainan tingkah laku operasi bedah :
Thalamotomy, tracheotomy, cingulotomy

103
PENYULIT :-

KONSULTASI :
▪ Spesialis saraf
▪ Spesialis Jiwa
▪ Psikolog

JENIS PELAYANAN : Rawat Jalan

TENAGA :
▪ Dokter Spesialis Saraf
▪ Dokter Spesialis Jiwa
▪ Psikolog

LAMA PERAWATAN : tidak ada data

PROGNOSIS : Baik

104
105
CEDERA KEPALA (CEDERA OTAK)
Definisi
Cedera otak (CO) adalah cedera yang mengenai kepala dan otak baik yang terjadi secara
langsung (kerusakan sekunder / secondary effect). Cedera otak yang terjadi sebagian besar
adalah cedera otak tertutup, akibat kekerasan (rudapaksa), karena kecelakaan lalu lintas, dan
sebagian besar (84%) menjalani terapi konservatif dan sisanya sebanyak 16% yang
membutuhkan tindakan operatif

KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis
 Tergantung berat ringannya cedera otak yang terjadi, dibagi dalam :
1) Minimal = Simple Head Injury (SHI)
 Nilai skala Koma Glasgow 15 (normal)
 Kesadaran baik
 Tidak ada amnesia
2) Cedera Otak Ringan (COR)
 Nilai skala Koma Glasgow 14 atau
 Nilai skala Koma Glasgow 15 dengan :
▪ Amnesia pasca cedera < 24 jam, atau
▪ Hilang kesadaran > 10 menit
 Dapat disertai gejala klinik lainnya, misalnya : mual, muntah, sakit kepala atau
vertigo
3) Cedera Otak Sedang (COS)
 Nilai skala Koma Glasgow 9 – 13
 Hilang kesadaran > 10 menit tetapi kurang dari 6 jam
 Dapat atau tidak ditemukan adanya defisit neurologis
 Amnesia pasca cedera selama kurang lebih 7 hari ( bisa positif atau negatif )
4) Cedera Otak Berat (COB)
 Nilai skala Koma Glasgow 5 – 8
 Hilang kesadaran > 6 jam
 Ditemukan defisit neurologis
 Amnesia pasca cedera > 7 hari
5) Kondisi Kritis
 Nilai skala Koma Glasgow 3 – 4
 Hilang kesadaran > 6 jam
 Ditemukan defisit neurologis

 Perdarahan epidural
 Lusid interval
 Anisokori pupil
 Hemiparesis yang terjadi kemudian
 Refleks babinski yang terjadi kemudia

 Fraktur Basis Kranii


 Keluar cairan otak lewat hidung (rinorea) atau telinga (otorea)
 Hematoma ’kacamata’ atau hematoma retroaurikular (’Battle’s sign’)

106
LABORATORIUM
 Darah Perifer lengkap
 Gula Darah sewaktu
 Ureum / Kreatinin
 Analisa Gas Darah (ASTRUP)
 Elektrolit

RADIOLOGI
 Foto kepala polos, Posisi AP/ Lat / Tangensial (sesuai indikasi)
 Skening Kepala, gambaran bisa normal, kontusio, perdarahan, edema, fraktur
tulang kepala

STANDAR BAKU
 Skening Kepala (CT Scan kepala)

PATOLOGI ANATOMI
 Normal, tidak ada kerusakan hanya gangguan fungsional (Simple Head Injury (SHI)
dan Komosio)
 Kontusio
 Perdarahan
 Edema
 Iskemia
 Infark
 Fraktur tulang tengkorak

TATALAKSANA
Tergantung derajat beratnya cedera
1. Minimal
 Tirah baring, kepala ditinggikan sekitar 30 derajat
 Istirahat dirumah
 Diberi nasehat agar kembali ke rumah sakit bila ada tanda – tanda perdarahan
epidural, seperti orangnya mulai terlihat mengantuk (kesadaran mulai turun gejala
lucid interval)

2. Cedera Otak Ringan (Komosio Serebri)


 Tirah baring, kepala ditinggikan sekitar 30 derajat
 Observasi di rumah sakit 2 hari
 Keluhan hilang, mobilisasi
 Simptomatis : anti vertigo, anti emetik, analgetika
 Antibiotika (atas indkasi)

3. Cedera Otak Sedang dan Berat (Kontusio Serebri)


a) Terapi umum
Untuk kesadaran menurun
 Lakukan Resusitasi

107
 Bebaskan jalan nafas (Airway), jaga fungsi pernafasan (Breathing), Circulation
(tidak boleh terjadi hipotensi, sistolik sama dengan atau lebih dari 90 mmHg),
nadi, suhu (tidak boleh sampai terjadi pireksia)
 Keseimbangan cairan dan elektrolit dan nutrisi yang cukup, dengan kalori 50%
lebih dari normal
 Jaga keseimbangan gas darah
 Jaga kebersihan kandung kemih, kalau perlu pasang kateter
 Jaga kebersihan dan kelancaran jalur intravena
 Rubah – rubah posisi untuk cegah dekubitus
 Posisi kepala ditinggikan 30 derajat
 Pasang selang nasogastrik pada hari ke 2, kecuali kontra indikasi yaitu pada
fraktur basis kranii
 Infus cairan isotonis
 Berikan Oksigen sesuai indikasi

b) Terapi Khusus
1. Medikamentosa
 Mengatasi tekanan tinggi intrakranial, berikan Manitol 20%
 Simptomatis : analgetik, anti emetik, antipiretik
 Antiepilepsi diberikan bila terjadi bangkitan epilepsi pasca cedera
 Antibiotika diberikan atas indikasi
 Anti stress ulcer diberikan bila ada perdarahan lambung
2. Operasi bila terdapat indikasi

c) Rehabilitasi
 Mobilisasi bertahap dilakukan secepatnya setelah keadaan klinik stabil
 Neurorestorasi dan Neurorehabilitasi diberikan sesuai dengan kebutuhan

PENYULIT
Perawatan dan konsistensi neurorehabilitasi yang kurang cermat dapat menimbulkan gejala
sisa yang sangat variatif tergantung berat dan lokasi kerusakan otak

KONSULTASI
 Bedah Saraf / Bedah lainnya sesuai indikasi
 Neuroemergensi
 Neurobehavior
 Neurorestorasi / Neurorehabilitasi

JENIS PELAYANAN
 Rawat Jalan
 Rawat inap

TENAGA : Perawat, Dokter umum, Dokter Spesialis Saraf, Terapis

LAMA PERAWATAN
 Tergantung beratnya, dari 2 hari sampai 1 bulan
 Terkadang penyembuhan tidak sempurna, ada gejala sisa dari membutuhkan
perawatan khusus karena kecacatan yang cukup berat

108
CEDERA MEDULA SPINALIS
Definisi
Cedera Medula Spinalis (CMS) atau cedera spinal adalah cedera pada tulang belakang yang
menyebabkan penekanan pada medula spinalis sehingga menimbulkan myelopati dan
merupakan keadaan darurat neurologi yang memerlukan tindakan yang cepat, tepat dan
cermat untuk mengurangi kecacatan. Prognosis penyembuhan tergantung pada 2 faktor yaitu :
a) Beratnya defisit neurologis yang timbul dan
b) Lamanya defisit neurologis sebelum dilakukan tindakan dekompresi
CMS merupakan kasus emergensi neurologi dan perlu mendapat perhatian lebih, oleh karena
satu kali medulla spinalis rusak, sebagian besar fungsinya tidak dapat kemabli normal .

GEJALA DAN TANDA KLINIS


Cedera Medula Spinalis mempunyai gambaran klinik yang berbeda tergantung letak dan luas
lesi, secara garis besar dapat dibedakan menjadi 4 kelompok, yaitu :

Tabel : Sindrom Mayor Cedera Spinal


Sindroma Kausa Utama Gejala & Tanda Klinis
Gg sensorik kontralateral,
Hemicord (Brown Sequard Cedera tembus, kompresi parese ipsilateral, gg
syndrome ) ekstrinsik propioseptif ipsilat, rasa raba
normal

Ggn sensorik bilateral,


Infark a.spinalis propioseptif normal, parese
Sindroma Spinalis Anterior anterior ’watershed’ (T4 – UMN dibawah lesi, parese
T6), iskemik akut, HNP LMN setinggi lesi, disfungi
sphincter
Parese LMN pada lengan,
parese tungkai (bervariasi tk
Syringomyelia, Hypotensive
kelumpuhannya), spastisitas.
spinal cord ischemic, Trauma
Sindroma Spinalis Sentral Nyeri hebat dan hiperpati, gg
Spinal ( fleksi-ekstensi)
sensorikl pada lengan,
Tumor Spinal
disfungsi sphincter atau
retensio urin

Ggn propioseptif bilateral,


Trauma, Infark a.spinalis nyeri dan parestesi pada
Sindroma Spinalis Posterior
posterior leher, punggung dan bokong,
parese ringan

109
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Darah perifer lengkap
b. Gula darah sewaktu, Ureum dan Kreatinin
2. Radiologi
a. Foto vertebra posisi AP / LAT dengan sentrasi sesuai dengan letak lesi
b. CT Scan atau MRI jika diperlukan tindakan operasi
3. Neurofisiolgi klinik – EMG, NCV, SSEP

PENATALAKSANAAN
1. Umum
a) Jika ada fraktur atau dislokasi kolumna vertebralis servikalis, segera pasang kerah
fiksasi leher, jangan gerakkan kepala atau leher
b) Jika ada fraktur kolumna verterbralis torakalis, angkut pasien dalam keadaan
tertelungkup, lakukan fiksasi torakal (pakai korset)
c) Fraktur daerah lumbal, fiksasi dengan korset lumbal
d) Kerusakan medula spinalis dapat menyebabkan tonus pembuluh darah menurun karena
paralisis fungsi sistem saraf ortosimpatik dengan akibat menurunnya tekanan darah.
Beri Infus, bila mungkin plasma atau darah, dextran-40 atau ekspafusin. Sebaiknya
jangan diber cairan isotonik seperti NaCl 0,9% atau glukosa 5%. Bila perlu diberikan 0,2
mg adrenalin s.k, boleh diulang 1 jam kemudian. Bila denyut nadi < 44 kali / menit,
berikan sulfas atropin 0,25 mg i.v.
e) Gangguan pernafasan, kalau perlu beri bantuan dengan respirator atau cara lain. Jaga
jalan nafas tetap lapang.
f) Jika lesi diatas C-8, termoregulasi tidak ada, mungkin terjadi hiperhidrosis, usahakan
suhu badan tetap normal
g) Jika ada gangguan miksi pasang kondom kateter atau dauer kateter dan jika ada
gangguan defekasi, berikan laksan / klisma.

2. Medikamentosa
a) Berikan metil – prenisolon 30 mg / kgBB, i.v, perlahan – lahan selama 15 menit. 45
menit kemudian per infus 5 mg / kgBB selama 24 jam. Kortikosteroid mencegah
peroksidasi lipid dan peningkatan sekunder asam arakidonat
b) Bila terjadi spastisitas otot :
 Diazepam 3 x 5 – 10 mg / hari
 Baklofen 3 x 5 – 10 mg hingga 3 x 20 mg / hari
c) Bila ada rasa nyeri dapat diberikan :
 Analgetika
 Antidepresan : amitriptilin 3 x 10 mg / hari
 Antikonvulsan : neurontin 3 x 300 mg / hari
d) Bila terjadi hipertensi akibat gangguan saraf otonom (tensi > 180/100 mmHg),
pertimbangkan pemberian obat antihipertensi.

3. Operasi
Tindakan operatif dilakukan bila :
 Ada fraktur, pencegahan tulang menekan medulla spinalis
 Gambaran neurologis progresif memburuk
 Fraktur, dislokasi yang labil
 Terjadi herniasi diskus intervertebralis yang menekan medulla spinalis

110
PENYULIT
Tergantung beratnya dan waktu datang ke rumah sakit (lewat ‘waktu emas’), tidak dapat
sembuh sempurna

KONSULTASI
 Bedah Saraf / Bedah lainnya tergantung indikasi
 Neuroemergensi
 Neurorestorasi / Neurorehabilitasi

JENIS PELAYANAN
 Rawat Inap
 Rawat Jalan

TENAGA
Perawat, Dokter Umum, Dokter Spesialis Saraf, Terapis

LAMA PERAWATAN
 Sampai masa akut lewat dan selesainya tindakan yang diperlukan biasanya 7 hari
sampai 1 bulan
 Terkadang penyembuhan tidak sempurna, ada gejala sisa dan membutuhkan
perawatan khusus karena kecacatan yang cukup berat

111
112
NEUROPATI

Definisi
Proses patologi yang mengenai susunan saraf perifer, berupa proses demielinisasi atau
degenerasi aksonal atau kedua – duanya . Susunan saraf perifer mencakup saraf otak, saraf
spinal dengan akar saraf serta cabang – cabangnya, saraf tepi dan bagian – bagian tepi dari
susunan saraf otonom .

Etiologi
1. Metabolik
 Neuropati diabetik
 Polineuropati : komplikasi diabetes melitus yang paling sering terjadi
Gejala dan tanda :
~ gangguan motorik tungkai lebih sering terkena daripada tangan
~ gangguan sensorik kaos kaki dan sarung tangan berupa gangguan rasa nyeri &
suhu, vibrasi serta posisi.
 Otonom neuropati:
Gejala dan tanda : keringat berkurang, hipotensi ortostatik, nokturnal diare,
inkontinensi alvi, konstipasi, inkontinensi & retensio urin, gastroparesis dan
impotensi
 Mononeuropati :
Gejala dan tanda : terutama mengenai nervi kranialis (terutama nervi untuk
pergerakan bola mata) dan saraf tepi besar dengan gejala nyeri
 Polineuropati uremikum
Terjadi pada pasien uremia kronis (gagal ginjal kronis)
Gejala & tanda :
 Gangguan sensorimotor simetris pada tungkai & tangan
 Rasa gatal, geli & rasa merayap pada tungkai dan paha memberat pada malam hari,
membaik bila kaki digerakkan (restless leg syndrome)

2. Nutrisional
 Polineuropati defisiensi
a. Piridoksin : pada penggunaan Izoniazid (INH)
Gejala dan tanda : neuropati sensorimotor dan neuropati optika
b. Asam folat : sering pada penggunaan fenitoin &
intake asam folat yang kurang
c. Niasin : pada pasien defisiensi multipel
 Polineuropati alkoholik : Neuropati karena defisiensi multivitamin dan thiamin
Gejala dan tanda : gangguan sensorimotor simetris terutama tungkai tahap lanjut
mengenai tangan

3. Toksik
 Arsenik: keracunan arsen secara kronik (akumulasi kronik)
Gejala dan tanda :
 Gangguan sensoris berupa nyeri dan gangguan motorik yang berkembang lambat
 Gangguan GIT mendahului gangguan neuropati oleh karena intake arsen

113
 Merkuri :
Gejala dan tanda : menyerupai keracunan arsen

4. Drug Induced
 Obat antineoplasma : (Cisplastin, carboplastin, vincristin)
Gejala dan tanda :
 Banyak sebagai gangguan sensorik polineuropati setelah beberapa minggu terapi
seperti parestesia
 Gangguan Propioseptif, vibrasi sering terganggu sampai mengenai kolum
posterior
 Gangguan motorik terutama tungkai bawah
 Antimikrobial
 INH : simetrikal polineuropati
 Kloramfenikol dan metronidazole :
Gangguan sensoris ringan / akral parestesia, kadang optik neuropati

5. Keganasan / paraneoplastic polyneuropathy


Gejala & tanda :
 Banyak dalam bentuk distal simetrikal sensorimotor polineuropati
akibat ”remote effect” keganasan seperti : mieloma multipel, limfoma
 Gejala motorik seperti ataksia, atrofi tingkat lanjut kelumpuhan

6. Trauma : neuropati jebakan

KRITERIA DIAGNOSIS
▪ Klinis
 Gangguan sensorik : parestesia, nyeri, terbakar, penurunan rasa raba, vibrasi
dan posisi
 Gangguan motorik : kelemahan otot – otot
 Reflek tendon menurun
 fasikulasi
▪ Laboratorium
 Gula darah puasa, fungsi ginjal, kadar vitamin B1, B6, B12 darah, kadar logam
berat, fungsi hormon tiroid
 Lumbal pungsi : sesuai indikasi
▪ Gold Standard
 ENMG : degenerasi aksonal dan demielinisasi
 Biopsi saraf

DIAGNOSIS BANDING
▪ Miopati
▪ Motor neuron disease
▪ Multiple sklerosis

TATALAKSANA
▪ Terapi kausa
▪ Simptomatis : analgetik. Antiepileptik

114
▪ Neurotropik vitamin : B1, B6, B12, asam folat
▪ Fisioterapi

PENYULIT
▪ Penyakit dasar : progresifitas dan komplikasinya
▪ Perawatan dan fisioterapi yang kurang cermat menimbulkan : atropi, dekubitus,
infeksi saluran kencing dan kontraktur

KONSULTASI
▪ Penyakit dalam (sesuai penyakit dasar)
▪ Bedah saraf / bedah lainnya (sesuai kausa)
▪ Fisioterapi

JENIS PELAYANAN
▪ Rawat jalan
▪ Rawat inap : sesuai penyakit dasar

TENAGA
▪ Perawat, dokter umum dan dokter spesialis saraf

LAMA PERAWATAN
▪ Antara 2 minggu s/d 1 bulan bila dirawat
▪ Kadang – kadang penyembuhan tidak sempurna

115
SINDROM TEROWONGAN KARPAL
Definisi : Jebakan n. Medianus di dalam terowongan karpal
Etiologi :
 Penyempitan ruangan di dalam terowongan
 Peningkatan sensibilitasi saraf terhadap tekanan
 Gangguan endokrin
 Gerakan berulang ulang pada pergelangan tangan
 Idiopatik

KRITERIA DIAGNOSIS
 Klinis :
 Parestesia dan nyeri pada pergelangan, tangan dan bagian volar 3 jari sering
kali hanya pada ujung jari, terutama pada malam hari
 Tanda Tinnel +
 Tes Phallen +
 Laboratorium :
 Hematologi rutin, gula darah puasa, fungsi ginjal, tiroid
 Radiologi :
 Rongent pergelangan tangan (osteofit, deposit kalsium)
 Golden standard :
 ENMG

DIAGNOSIS BANDING
 Radikulopati servikal
 Rematik non artrikuler

TATALAKSANA
 Medikamentosa : antiinflamasi, analgetik
 Tindakan : - release n. Medianus
- splint
 Terapi kausa

PENYULIT
 Penyakit dasar
 Komplikasi atrofi otot thenar penekanan jangka panjang

KONSULTASI
 Penyakit dalam : penyakit sistemik yang mendasari
 Fisioterapi
 Ortopedi : release n.medianus

JENIS PELAYANAN : Rawat jalan

TENAGA : Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf

LAMA PERAWATAN : 1 bulan

116
NEUROPATI ULNAR
NEUROPATI ULNAR PADA SIKU
Definisi :
Jebakan n.ulnaris pada berbagai sisi di siku akibat berbagai macam etiologi

Etiologi :
 Deformitas siku  Metabolik
 Trauma  Leprosi
 Penekanan eksternal  Idiopatik
 Tumor

KRITERIA DIAGNOSIS
 Klinis :
 Gangguan sensoris jari ke 5 dan ½ lateral jari ke 4 bagian dorsal dan palmar
 Kelemahan pada fleksor karpi ulnaris, abduktor digiti minim
 Tahap lanjut atrofi m.Hipothenar, clow Hand (jari 4,5)
 Tes fleksi siku +
 Laboratorium : hematologi rutin, gula darah puasa, fungsi tiroid
 Radiologi : Rongent artikulus kubiti (osteofit, deposit kalsium)
 Golden Standard : ENMG

DIAGNOSIS BANDING
 Gangguan radik
 Gangguan pleksus brakialis
 ALS
 Syringomieli

TATALAKSANA
 Terapi kausa
 Medikamentosa : analgetik, antiinflamasi
 Tindakan : Cubital tunnel decompression

KONSULTASI
 Penyakit dalam : sesuai kausa
 Bedah ortopedi
 Kulit : leprosy
 Fisioterapi

JENIS PELAYANAN : Rawat jalan

TENAGA : Paramedik, dokter umum, dokter spesialis saraf

LAMA PERAWATAN : 1 bulan

117
SINDROM KANALIS GUYON
Definisi: Jebakan n.ulnaris di dalam kanalis Guyon

Etiologi :
 Tumor (ganglion, lipoma dll)
 Artritis rematoid
 Tekanan eksternal
 Gerakan berulang pada pergelangan tangan

KRITERIA DIAGNOSIS
 Klinis
 Gangguan sensoris pada jari 5 dan ½ lateral jari ke 4 bagian dorsal dan palmar
 Kelemahan otot intrinsik ulnaris
 Claw Hand (jari ke 4 & 5)
 Laboratorium
 Hematologi rutin, gula darah puasa
 Radiologi
 Rongent pergelangan tangan : artritis, fraktur
 CT Scanning pergelangan tangan : ganglion, tumor
 Gold Standard
 ENMG
DIAGNOSA BANDING
 Gangguan radik
 Gangguan pleksus brakialis
 ALS
 Syringomyeli

TATALAKSANA
 Terapi kausa
 Medikamentosa : antiinflamasi, analgetik
 Tindakan pembedahan

PENYULIT
 Penyakit dasar : progresifitas penyakit
 Perawatan fisioterapis yang tidak tepat menimbulkan : atrofi dan kontraktur

KONSULTASI
 Bedah ortopedi / bedah onyeri kepalaologi
 Penyakit dalam
 Fisioterapi

JENIS PELAYANAN : Rawat jalan

TENAGA : Paramedik, dokter umum, dokter spesialis

LAMA PERAWATAN : 1 bulan

118
CERVICAL SYNDROME
Definisi
Sekumpulan gejala berupa nyeri tengkuk, nyeri yang menjalar, rasa kesemutan yang menjalar,
spasme otot yang disebabkan karena perubahan struktural kolumna vertebra servikalis akibat
perubahan degeneratif pada diskus intervertebralis, pada ligamentum flavum, ‘facet joints’
Kausa antara lain :
 Spondylosis cervicalis :
 Myelopathy
 Mekanik :
 Neck Strain
 Herniasi diskus
 Infeksi :
 Osteomyelitis
 Meningitis
 Referred :
 Thoracic Outlet Syndrome
 Pancoast ‘ s tumor
 Neurologik :
 Brachialis plexitis
 Jebakan saraf perifer
 Rheumatologik :
 Rheumatoid arthritis
 Fibromyalgia
 Neoplasma :
 Multiple myeloma
 Syringomyelia

KRITERIA DIAGNOSIS
 Nyeri leher, bahu, dan menjalar ke lengan
 Nyeri leher sering didahului spasme otot – otot tengkuk, bahu yang berlangsung sampai
beberapa hari dan diperburuk oleh ekstensi yang disertai oleh rotasi lateral leher
secara bersamaan (Spurling manuver)
 Nyeri leher dapat diperburuk oleh keadaan yang meninggikan tekanan intradiskal
seperti batuk, bersin, mengedan, atau manuver valsava

Pemeriksaan Penunjang
 Intermitted test
 Foto cervikal AP / lateral dan oblik
 ENMG
 Myelografi
 CT – Myelo

DIAGNOSIS BANDING
 HNP
 Meningitis TBC Servikal

119
TATALAKSANA
 Konservatif 3 – 6 minggu, berupa :
 Istirahat servikal → Neck Collar bila perlu
 NSAID
 Suntikan lokal
 Fisioterapi
 Operatif bila ada penyulit

PENYULIT
 Nyeri neuropatik
 Kelumpuhan anggota gerak

KONSULTASI
 Internist bila ada penyakit sistemik sebagai penyebab ataupun penyerta penyakit
 Psikiater bila tidak dietmukan kelainan lain
 Fisioterapi

JENIS PELAYANAN
 Rawat jalan
 Rawat inap bila nyeri tidak tertahan nyeri kepalang (obat tak menolong) bila diduga
ada penyebab lain

TENAGA
 Dokter Spesialis Saraf, Dokter Spesialis Bedah Saraf / Ortopedi

LAMA PERAWATAN
 Minimal 1 (satu) Minggu

PROGNOSIS
 Umumnya baik, biasanya diperlukan fisioterapi lanjutan

120
STRAIN LUMBO-SACRAL
Definisi
Merupakan Nyeri Punggung Bawah (NPB) tanpa perjalanan nyeri ke tungkai, hanya menjalar ke
bokong serta paha belakang

Kausa
Nyeri timbul akibat peregangan atau trauma pada ligamen, otot – tendon tanpa adanya ruptur
atau avulsii pada cedera ringan. Sedangkan pada cedera berat dapat terjadi robekan pada
otot. Merupakan 60 – 70 % penyebab NPB.

KRITERIA DIAGNOSIS
 Pada Strain akut dijumpai riwayat trauma seperti mengangkat benda berat atau dalam
posisi yang salah mencabut tanaman, trauma langsung atau terjatuh
 Terasa nyeri setempat, mula – mula tidak begitu hebat dan pinggang kaku
 Nyeri bertambah hebat bila spasme otot bertambah, bahkan dapat menimbulkan skoliosis
 Pemeriksaan motorik, sensorik, refleks fisiologi dan otonom normal
 Foto lumbosakral mungkin dijumpai kurva lurus atau skoliosis
 Pada Strain kronik dijumpai akibat sikap tubuh yang salah dan otot kurang adekuat.
Dijumpai pada pekerja kasar, buruh, sering mengangkat beban, duduk bungkuk seharian
 Terasa pegal difus yang bertambah saat bermulti para aktifitas dan berkurang atau
menetap pada saat berbaring

Pemeriksaan Penunjang
 Foto lumbosakral
 ENMG

DIAGNOSIS BANDING
 Ischialgia : kelainan – kelainan organ abdomen, organ rongga pelvis
 Spondillolistesis

TATALAKSANA
 NSAID
 Relaksan otot
 Suntikan anestesi lokal + steroid pada nyeri lokal hebat
 Fisioterapi : pasif (masase es) atau panas (mandi hangat) dapat mengurangi nyeri spasme.
 Untuk strain akut, tirah baring cukup 2 hari lalu diikui latihan fisik aktif yang
terprogram
 Untuk strain kronik, pengaturan sikap tubuh dalam aktifitas harian serta latihan
yang terprogram untuk memperkuat otot batang tubuh. Perubahan sikap tubuh
memerlukan waktu minimal enam bulan sampai gejala berkurang

PENYULIT :-

KONSULTASI :
 Obgin, internist, bila ada penyakit sistemik sebagai penyebab ataupun penyerta penyakit
 Psikiater

121
JENIS PELAYANAN :
 Rawat jalan
 Rawat inap bila nyeri tidak tertahankan (obat tak menolong) di rumah, diduga ada
penyebab lain, yang harus dieksplorasi

TENAGA STANDAR
Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf

LAMA PERAWATAN
Minimal 1 minggu

PROGNOSIS
Perbaikan fase akut terjadi dalam 2 minggu. Pada umumnya 90% pasien akan sembuh dalam 2
bulan. 10% menjadi kronik dan mungkin diperlukan dukungan psikiatrik atau rehabilitasi
vokasional

122
MIOPATI
ICD 359

Definisi / Etiologi
Suatu kelainan yang ditandai oleh abnormalnya fungsi otot (merupakan perubahan patologik
primer) tanpa adanya denervasi pada pemeriksaan klinik, histolik atau neurofisiologi.

KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis :
 Kelelahan, kelemahan, atrofi, dan lembeknya otot skelet
 Kedutan otot, kram otot, nyeri dan pegal pada otot – otot
 Dapat disertai gejala sistemik atau gejala lain
Pemeriksaan fisik :
 Pemeriksaan sistem motoris meliputi bentuk otot, tonus otot, kekuatan otot dan cara
berdiri / berjalan
 Pemeriksaan refleks tendon
Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium : Kadar enzim creatinin kinase (CK) lactic dehydorogenase
(LDH), SGOT & SGPT, Kadar kalium plasma
 Pemeriksaan EMG
 Pemeriksaan biopsi otot

A. DISTROFIA MUSKULER TIPE ” DUCHENE ”


 Hampir selalu laki – laki karena diturunkan secara x-linked resesif
 Timbul gejala pada sekitar usia 2 tahun, anak sering jatuh waktu berjalan, usia 5
tahun tidak pandai berlari, ’Gower sign’ dan ’Wadding gait’ dapat ditemukan.
 Kelemahan otot terutama pada bagian proksimal dan lebih dahulu timbul pada otot
pinggang daripada otot – otot bahu dan terdapat pseudohypertrofi pada otot
gastroknemius
 Kelemahan atrofi, kontraktor dan deformitas otot skelet terjadi dengan cepat sehingga
umumnya penderita memerlukan kursi roda pada usia 12 – 13 tahun
 Kenaikkan enzim – enzim serum terutama pada waktu penderita masih mobile.
Diantara enzim – enzim tersebut maka CPK terbukti paling mudah dikerjakan dan
hasilnya tepat ( 70 – 80% )
 Progresifitas penyakit cepat dan biasanya meninggal dalam 15 tahun sesudah operasi

B. DISTROFI MUSKULER TIPE ” BECKER ”


 Diturunkan secara x-linked resesif dengan pola kelemahan otot mirip tipde Duchene
hanya lebih ringan
 Onset umur 5 – 25 tahun
 Progresifitas penyakit lambat, penderita dapat hidup lebih dari 40 tahun

123
C. DISTROFI MUSKULER TIPE ” LIMB GIRGLE ”
 Diturunkan secara autosomal resesif atau dominan atau sporadik
 Onset umur 10 – 30 tahun
 Distribusi kelemahan otot bermula otot – otot pinggang atau gelang bahu kemudia
meluas pada otot – otot yang lain
 Progresifitas penyakit lambat, mungkin memerlukan kursi roda setelah 40 tahun

D. DISTROFI MUSKULER FASIOKAPULOHUMERAL


 Ditemukan secara autosomal dominan
 Onset umur 10 – 20 tahun
 Distribusi kelemahan otot awalnya pada wajah dan gelang bahu kemudian otot
pinggang dan tungkai bawah
 Progresifitas lambat, banyak kasus memperlihatkan distabilitas ringan

E. MOTONIA
 Ditemukan secara autosomal dominan
 Kontraksi otot berkepanjangan mengikuti kontraksi volunter, pukulan (mekanik) atau
pacuan elektrik pada otot tersebut
 Onset umur 20 – 40 tahun
 Distribusi pada otot – otot wajah dan sternokleidomastoideus dan otot – otot
ekstremitas distal

F. POLIOMISTIS dan DERMATOMIOSITIS


 Dapat terjadi pada setiap umur
 Kelemahan otot proksimal, simetris dan progresif dimulai dari otot panggul
 Pada dermatomiosotis perubahan warna kulit pada kelopak mata atas, eritema kulit
dan atrofi

G. PARALISIS PERIODIK
 Diturunkan secara autosomal dominan
 Onset umur 10 – 25 tahun
 Berhubungan dengan kadar kalium dalam plasma darah terdapat 3 tipe : hipokalemi,
hiperkalemi dan normokalemi
 Penderita terserang setelah periode istirahat sehabis latihan otot berat setelah bangun
tidur pagi hari
 Tanda awal berupa nyeri otot, sangat haus disusul kelemahan otot, dimulai pada
ekstremitas bawah lalu ekstremitas atas, badan, dan leher

DIAGNOSIS BANDING
 Poliomielitis
 Motor neuron disease

124
TATALAKSANA
 Pencegahan : ’genetic counseling’
 Pengobatan
 Sesuai kausa
 Rehabilitasi medik
 Terapi suportif : Pemberian prednison
 Distrofi muskuler : 1 mg / kgBB / hr selama 6 bulan
 Poliomistis : 1 mg / kgBB / hr selama 3 bulan
 Dapat diberikan ”continuosly” atau ”alternatif”
 Obat sitostatika misalnya metotreksat, siklofosfamid, azatioprin,
klorambusil
 Penggantian plasma
 Bedah

PENYULIT : Disfagia, pneumonia aspirasi, penyakit akan memburuk


secara bertahap
Sampai timbulnya komplikasi kardiopulmonal

KONSULTASI :
 Bagian PA
 Bagian Bedah

JENIS PELAYANAN : Rawat jalan

TENAGA STANDAR : Dokter Spesialis saraf

LAMA PERAWATAN : bervariasi sesuai dengan jenis miopati dan komplikasi /


penyulit yang terjadi

PROGNOSIS : Umumnya kurang baik untuk distrofi muskuler

125
MIELOPATI
ICD 95.9
Definisi / Etiologi
Merupakan suatu gangguan fungsi atau struktur dari medula spinalis oleh adanya lesi komplit
atau inkomplit

Etiologi
 Vaskuler
 Obat – obatan
 Radiasi
 Degenerasi
 Tumor
 Demielinisasi
 Trauma
 Tidak diketahui

KRITERIA DIAGNOSIS
 Anamnesis : lemah/ lumpuh anggota gerak, gangguan buang air kecil dan buang air besar,
gangguan sensibilitas
 Fisis : parese/plegi tipe UMN (tergantung lokalisasi lesi, dapat dijumpai gejala UMN atau
UMN dan LMN), hipestesi/anestesi segmental, gangguan fungsi otonom
 Kejadiannya dapat akut, subakut, kronik progresif
 Tidak ditemukan tanda – tanda radang atau penyebabnya tidak diketahui
 Pemeriksaan penunjang :
 Pemeriksaan laboratorium :
 Darah rutin, kimia darah, urin lengkap, dan bila perlu tes kadar obat :
kokain, heroin
 Likuor serebrospinalis
 Pemeriksaan radiologik :
 Foto polos vertebra AP / Lateral / Oblik
 Mielografi
 CT – mielografi
 Pemeriksaan penunjang lain
 ENMG
 Tes Keringat
 Bila perlu dan fasilitas tersedia
 SSEP / VEP
 Bone Scanning
 MRI

DIAGNOSIS BANDING : Polineuropati

126
TATALAKSANA
 Kausal
 Simptomatik
 Suportif
 Rehabilitatif : Fisioterapi ekstremitas dan latihan buli – buli

PENYULIT
Bronkopneumoni, dekubitus, kontraktur sendi, atrofi otot, infeksi saluran kemih

KONSULTASI
 Bedah Saraf
 Bedah Ortopedi
 Bagian lain yang terkait

JENIS PELAYANAN : Rawat inap

TENAGA STANDAR : Perawat, dokter umum, dokter spesialis

LAMA PERAWATAN
Tergantung etiologi dan berat penyakit, perawatan dapat berlangsung dalam hitungan minggu
hingga bulan

PROGNOSIS
Tergantung etiologi dan berat penyakit

127
BELL’S PALSY
KRITERIA DIAGNOSIS
Definisi : Penyakit lower motor neuron yang mengenai nervus fasialis (N.VII) perifer
Etiologi idiopatik. Gejala kelumpuhan wajah atas dan bawah unilateral. Terjadinya akut
(dalam 48 jam). Sering disertai nyeri aurikuler posterior, penurunan sekresi air mata,
gangguan rasa kecap, hiperakusi.

Pemeriksaan Penunjang
EMG, bila curiga parese N VII simptomatik seperti :
 Darah tepi : jumlah lekosit, Kadar Gula darah
 Foto mastoid

DIAGNOSIS BANDING
Parese N.VII perifer simptomatik

TERAPI
Terapi Farmaka : Prednison 1 mg / kgBB (5hari), diturunkan 2 tab/hari sampai
10 hari (stadium akut)
Mecobalamin 3 dd 500 ug
Analgetik bila nyeri

Terapi non farmakalogi : Fisioterapi setelah hari ke 4 awitan

KOMPLIKASI
Infeksi mata ( keratitis, konjuktivitis )
Tick Fasialis

KONSULTASI
Bila curiga parese N.VII Simptomatik seperti Bag. THT

JENIS PELAYANAN
Rawat jalan

TENAGA
Dokter Spesialis Saraf

PROGNOSA
85% sembuh dalam 3 minggu. 15% sembuh dalam 3 – 6 bulan .

128
PERIODIK PARALISIS
KRITERIA DIAGNOSTIK
Familial periodik paralisis hipokalemi adalah penyakit otosomal dominan. Disebabkan
gangguan pada gen yang mengatur saluran ion kalsium ditandai dengan : awitan akut dengan
gejala kelumpuhan anggota gerak
Otot respirasi dan otot menelan jarang terkena. Refleks tendon mungkin menurun. Tidak ada
gangguan sensoris. Serangan terutama pada pagi hari, dan bila tidak diterapi dapat menetap
sampai 36 jam.

Faktor presipitasi : makan banyak karbohidrat, terlalu lelah, cuaca dingin, kadar kalium darah
2 – 3 mEq. Laboratorium lain dalam batas normal, Pria lebih banyak daripada wanita

Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium : kalium darah
 EMG : Gambaran lesi miogen
 EKG

DIAGNOSIS BANDING
Hipokalemi karena gastroenteritis, tirotoksikosis atau sebab lain

TERAPI
Terapi Farmaka :
 Fase akut : pemberian K secara peroral atau parenteral
 Profilaksis : Diet tinggi Kalium, rendah Na, rendah Karbohidrat
Aldakton 100 mg po / hari
Tiamin HCl 50 mg / hari
Terapi hipertiroidsm

PENYULIT
Gangguan jantung

KONSULTASI
Ilmu Penyakit Dalam

JENIS PELAYANAN
Rawat inap pada fase akut sampai kelumpuhan hilang

PROGNOSIS
Ad bonam

129
130
DEKOMPRESI
Definisi / Etiologi
Penyakit dekompresi adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pelepasan dan
pengembangan gelembung – gelembung gas dari fase larut dalam darah / jaringan akibat
penurunan tekanan sekitar

KRITERIA DIAGNOSIS
Gejala klinis muncul setelah melakukan penyelaman, dapat berupa :
1. Tipe I (Pain only bends, Joint bends, Decompression arthralgia)
2. Tipe II (Serious decompression sickness)

Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium : Darah rutin, urine rutin, kimia darah
 Pemeriksaan radiologik : Foto thoraks, CT Scan bila diperlukan
 Pemeriksaan penunjang lain : EKG, EEG bila diperlukan

DIAGNOSIS BANDING
Stroke, Trauma SSP, Infeksi SSP

TATALAKSANA
 Kausal : Segera terapi oksigen hiperbarik setelah diagnosis ditegakkan
 Medikamentosa
 Koreksi cairan dan elektrolit
 Antiplatelet : ASA 2 x 80 mg
 Kortikosteroid : Dexametasone 2 ampul / IV kemudian 1 ampul / 6 jam / IV
 Gliserol (bila kontraindikasi dengan kortikosteroid)
 Digitalis (bila ada indikasi)
 Diazepam (bila ada indikasi)

KOMPLIKASI
 Osteonekrosis disbarik (Divers bone disease, Avascular necrosis of Bone, Aseptic bone
necrosis, Bone necrosis, Bone rot, Caisson disease of Bone)
 Keracunan oksigen

KONSULTASI :-

JENIS PELAYANAN :
5 hari (rawat inap)
Follow up : untuk mencegah delayed form of DCS (Dysbaric Osteonecrosis) dianjurkan :
 Screening x-ray 2 – 4 minggu setelah menderita penyakit dekompresi
 Penyelam beresiko tinggi dianjurkan screening X-ray interval 5 tahun

131
TENAGA : Perawat, Dokter Umum, Dokter Spesialis

LAMA PERAWATAN : 5 hari

PROGNOSIS
Tergantung cepatnya mendapat terapi OHB :
 Sembuh sempurna
 Cacat fisik
 Meninggal

132
133
KESADARAN MENURUN dan COMA
ICD R40
DEFINISI :
Sadar : disebut sadar bila sadar akan diri dan lingkungannya
Gangguan kesadaran : Ketidakmampuan untuk berkomunikasi dengan sekitarnya

Ketidakmampuan :
Ringan → berat : ada derajat / tahapan :
 Obtundity
 Stupor
 Semi Koma
 Koma

→ Obtundity : dalam keadaan biasa ingin tidur, baru terbangun dan mengikuti perintah bila
ada rangsangan

→ Stupor :
 Penderita tidur terus
 Ada gerakan spontan
 Ada respon dengan rangsang
 Dengan rangsang berurutan ada waktu bebas respon

→ Semi koma : hanya dengan rangsang sakit ada respon

→ Koma : Tak ada respon dengan rangsang nyeri

ETIOLOGI
1. Lesi struktural
a. Lesi Supratentorial :
 Radang
 Trauma
 SOP : Stroke, tumor, Abses serebri
 Status konvulsivus / Epilepsi
b. Lesi infratentorial :
 Radang
 Trauma
 SOP : Stroke, tumor, Abses serebri

2. Non Struktural / Metabolik


A. Primer
▪ Penyakit pada substansia grisea : Pick’s Disease, Alzhaimer’s disease
▪ Penyakit pada substansia alba : Leukodistropi
B. Sekunder
Hipoksia penurunan kesadaran dan tekanan oksigen darah : penyakit paru – paru,
penurunan tekanan atmosfir oksigen

134
Penurunan kadar oksigen darah namun tekanan normal : anemia, keracunan CO
Iskemia :
Penurunan CBF karena kardiac out put menurun : cardiac arrest, aritmia kordis, Adam
Stokes Syndrom, infark miokard, gagal jantung kongestif
Penurunan CBF karena tahanan perifer dalam sirkulasi sistemik menurun :
sinkop, ortostatik hipotensi, vasofagal refleks
Penurunan CBF karena peningkatan tahanan vaskuler :
encephalopati hipertensi, sindroma hiperventilasi, polisitemia
Hipo / Hiperglikemia
Defisiensi kofaktor : Defisiensi tiamin
Gangguan Fungsi Ginjal
Gangguan Fungsi Hati
Gangguan Elektrolit : K, Na, Ca, Mg
Bahan Toksik : Alkohol
Obat – obatan : Barbiturat, Opiat
Enzim Inhibitor : Logam berat
Toksin : Meningitis, encephalitis
Kelainan regulasi suhu : hipotermia

KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis / Alloanamnesis
1. Riwayat penyakit sebelumnya : hipertensi, diabetes, gagal ginjal, gangguan fungsi hati,
penggunaan obat – obat narkotik
2. Keluhan sebelum terjadi gangguan kesadaran : nyeri kepala, muntah – muntah
3. Menggunakan obat – obat sebelum terjadi gangguan kesadaran : obat diabet, narkotik

Pemeriksaan fisik umum


1. Vital Sign : tekanan darah, nadi dan respirasi
2. Pemeriksaan luka terutama luka di kepala dan leher : battle sign, perdarahan hidung,
perdarahan kelopak mata, krepitasi tulang tengkorak
3. Pemeriksaan suhu badang dan suhu rektal
4. Pemeriksaan bau nafas dan badan : fector hepaticum, bau nafas alkohol, bau nafas
faeces
5. Pemeriksaan warna dan turgor kulit : sianosis, kepucatan, ikterik

Pemeriksaan Neurologi
1. Pemeriksaan neurologi umum : tanda – tanda rangsangan meningeal, pemeriksaan
motorik, pemeriksaan fungsi luhur, pemeriksaan nervi kranialis
2. Pemeriksaan Glassgow Coma Scale : pemeriksaan yang bersifat kwantitatif dan
kwalitatif pada gangguan kesadaran
3. Pemeriksaan untuk mengetahui fungsi batang otak meliputi :
a. Gerakan bola mata
b. Refleks kornea
c. Refleks mata boneka / refleks kalori :
d. Reaksi pupil terhadap cahaya
e. Refleks muntah / batuk
4. Pola pernafasan : Hubungan pola pernafasan dengan letak lesi
a. Eupnea : diencephalons atas
b. Cheyne stokes : lesi diencephalon bawah
c. Hiperventilasi neurogenik sentral lesi di mesenphalon

135
d. Ataxic breathing : lesi di pons
e. Apneutic breathing : lesi di pons bawah / medulla oblongata
f. Apnea : lesi di medulla oblongata
5. Pupil : hubungan reaksi pupil terhadap letak lesi :
a. Pupil kecil reaktif terhadap cahaya : korteks / diencephalons
b. Pupil besar normal ditengah mesenphalon
c. Pupil kecil di tengah pons
d. Pupil sedikit melebar di tengah tectum
e. Isokor :
 Pint point : lesi pons, overdosis morphin
 Kecil reaktif : ensefalopati metabolik
 Sedang reaktif : ensefalopati metabolik, tidak reaktif terhadap cahaya, lesi
thalamus
 Besar / Midriasis : antidepressan, ekstasi, cholinesterase inhibitor
f. Anisokor :
 Besar / tidak reaktif : N.III parese
 Kecil reaktif : Horner Syndrome
6. Kedudukan bola mata : Hubungan kedudukan bola mata dengan letak lesi
a. Deviasi Conjugee : lesi hemispherium serebri besar
b. Strabismus konvergen dan pupil kecil : thalamus
c. Pupil kecil di tengah : lesi di pons
d. Pupil besar di tengah kesulitan melihat ke samping : lesi di cerebellum
e. Pupil anisokor refleks cahaya (-) : herniasi tentorial
7. Refleks sephalic batang oatk termasuk di sini adalah :
a. Refleks pupil
b. Doll’s eye movement
c. Oculo auditory refleks
d. Oculo vestibulo refleks
e. Refleks Kornea
f. Refleks muntah
8. Reaksi Motorik
a. Reaksi Abduksi dan fleksi terhadap rangsang nyeri, lesi pada hemispherium cerebri
b. Reaksi Adduksi dan ekstensi terhadap rangsang nyeri, lesi pada batang otak
c. Postur Dekortikasi / hiperekstensi ekstermitas bawah dan fleksi ekstermitas atas,
lesi di korteks cerebri
d. Postur Decerebrasi hiperekstensi ekstremitas atas dan bawah, lesi di batang otak
9. Observasi umum lainnya
Ada gerakan automatisme sperti menguap, membasahi bibir, berarti fungsi batang
otak masih baik.
Ada gerakan mioklonik jerk berarti ada lesi hemispherium cerebri yang diffus.

DIAGNOSIS BANDING
1. Tidur : keadaan non patologis dimana ada penurunan kesadaran yang dengan mudah
dibangunkan
2. Akinetik mutisme : penderita dalam keadaan bangun, mata terbuka, tapi sangat
lamban berespon terhadap pertanyaan yang diajukan
3. Sindroma locked-in : Penderita dengan mata terbuka / sadar dengan komunikasi
terganggu, ada sedikit gerakan terutama gerakan mata melirik ke atas ke bawah
4. Status katatonik : sadar penuh fungsi motorik normal tapi tidak bisa berkomunikasi
dengan baik

136
TATALAKSANA
Gangguan kesadaran sampai koma adalah keadaan darurat medis untuk itu perlu penanganan
yang cepat, tepat dan akurat mulai dari ruang unit gawat darurat sampai ke ruang perawatan
intensif. Penanganan terbagi atas dua bagian besar yaitu :

A. Supportif
Penderita kesadaran menurun dilihat / dinilai
 Jalan Nafas
 Pernafasan
 Tekanan Darah
 Cairan tubuh (asam basa, elektrolit)
 Posisi tubuh
 Pasang Naso Gastrik Tube
 Katheter Urine

1. Jalan Nafas
 Dilihat
 Agitasi : Kesan hipoksemia
 Gerakan nafas : dada
 Retraksi sel iga, dinding perut, sub kosta klavikula
 Didengar suara tambahan berupa dengkuran, kumuran, siulan : ada sumbatan
 Diraba
 Getaran ekspirasi
 Getaran di leher
 Fraktur mandibuler
 Yang menyebabkan gangguan jalan nafas
 Lidah / epiglotis
 Muntahan, darah, sekret benda asing
 Trauma mandibula / maksila
 Alat yang dipakai
 Jalan nafas orofaringeal
 Jalan nafas definitif
 Intubasi
 Pembedahan

Pola pernafasan
Lesi sentral : Pola Nafas
 Eupnea
 Cheyne Stoke
 Sentral Neurogenik Hiperventilasi
 Apnea
Lesi Perifer
 Nafas interkostal
 Nafas diagfragma (dinding perut)

2. Perhatikan aliran darah


 Perfusi : Perifer
Ginjal : produksi urin

137
 Nadi : Ritme, Rate, Pengisian
 Tekanan Darah

Diusahakan :
 Hemodinamik stabil (tidak naik turun)
 Kondisi tensi normal
 Dihindari : Hipertensi / meninggi, shock
Jenis Shock :
 Hipovolemik
 Kardiogenik
 Sepsis
 Penimbunan vena perifer (polling)

3. Cairan Tubuh
 Cegah hidrasi berlebihan
 Cairan Hipotonik, Hipoprotein dan lama pakai ventilator mudah terjadi hidrasi
 Tekanan osmotik dipertahankan dengan albumin
 Hindari Hiponatremia

4. Gas Darah dan Keseimbangan Asam Basa


 Alat Bantu Oximeter untuk mengetahui oksigenasi diusahakan SaO2 > 95 dan PaO2 >
80 mg (dengan analisa gas darah)
 PO2 dibuat sampai 100 – 150 mmHg dengan cara diberi O2
 PaCO2 : 25 – 35 mm dengan hiperventilasi

5. Pasang Naso Gastric Tube


Pengeluaran isi lambung berguna :
 Mencegah aspirasi, intoksikasi
 Nutrisi parenteral

6. Posisi
 Hindari posisi Trendelemberg
 Posisi kepala 30o lebih tinggi
 Pada Koma yang lama hindari :
 Dekubitus : sering alih posisi
 Vena dalam Thrombosis : pakai stocking

7. Katheter Urine
 Untuk memudahkan penghitungan balans cairan
 Mencegah kebocoran urin
 Berguna pada gangguan kencing

B. Therapi kausatif / Spesifik


1. Gangguan kesadaran dengan kaku kuduk dengan panas yang mulai beberapa hari
sebelumnya sangat mungkin primer infeksi (meningitis, encefalitis) di otak bila
gangguan kesadaran tanpa kaku kuduk sangat mungkin primer infeksi bukan di otak
2. Gangguan kesadaran dengan kaku kuduk tanpa panas sangat mungkin perdarahan
subarahnoid

138
3. Gangguan kesadaran dengan didapatkan gejala neurologis fokal (hemiparesis,
heminervikranial palsy) penyebabnya lesi intrakranial
4. Gangguan kesadaran disertai tanda – tanda tekanan intrakranial meninggi : (muntah –
muntah proyektil, parese N.III, kaku kuduk, penglihatan kabur secepatnya diberi
manitol, dexamethason, dibuat hiperventilasi
5. Gangguan kesadaran tanpa disertai kaku kuduk atau/dan gejala neurologis fokal,
bradikardi sangat mungkin penyebabnya metabolik
6. Gangguan kesadaran dengan tanda herniasi intrakranial (anisokor, isokor
miosis/midrasis dengan tetraparesis) termasuk gawat darurat secepatnya perlu
tindakan
7. Gangguan kesadaran dengan penyebab yang sudah jelas, dapat diterapi spesifik untuk
penyebab :
 Hipoglikemi : Glukosa
 Overdosis Opiat : Nalokson
 Overdosis Benzodiazepin : Flumazenil
 Wernicke Ensephalopaty : Thiamin

PENYULIT
 Tenaga kurang Profesional
 Peralatan kurang lengkap
 Ruang perawatan intensif belum memadai

KONSULTASI
 Bagian bedah Saraf
 Bagian Penyakit Dalam
 Bagian Anestesi
 Bagian Kardiologi
 Bagian Pulmonologi

TENAGA
Perawat, Dokter Umum, Dokter Spesialis Saraf

JENIS PELAYANAN
Jenis pelayanan termasuk keadaan darurat neurologis perlu tindakan cepat, tepat dan akurat
dan perlu dirawat di ruang pelayanan intensif

LAMA PERAWATAN : 1 – 5 hari

139
140
SINDROMA GUILLAIN BARRE
KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis :
 Kelemahan ascenden dan simetris
 Anggota gerak bawah terjadi lebih dulu dari anggota gerak atas. Kelemahan otot
proksimal lebih dulu terjadi dari otot distal kelemahan otot trunkal, bulbar dan otot
pernafasan juga terjadi.
 Kelemahan terjadi akut dan progresif bisa ringan sampai tetraplegi dan gangguan nafas
 Puncak defisit dicapai 4 minggu
 Recovery biasanya dimulai 2 – 4 minggu
 Gangguan sensorik biasanya ringan
 Gangguan sensorik bisa parasthesi, baal atau sensasi sejenis
 Gangguan N. Cranialis bisa terjadi : facial drop, diplopia, disartria, disfagi
 Banyak pasien mengeluh nyeri punggung dan tungkai
 Gangguan otonom dari takikardi, bradikardi, flushing paroxysmal, hipertensi ortostatik
dan anhidrosis
 Retensio urin dan ileus paralitik
 Gangguan pernafasan :
 Dyspnoe
 Nafas pendek
 Sulit menelan
 Bicara serak
 Gagal nafas

Pemeriksaan Fisik
Kelemahan N.cranialis VII, VI, III, V, IX, X
Kelemahan ekstremitas bawah, asenden, asimetris upper extremitas facial
Reflex : absen atau hiporefleksi
Reflex patologi :-

Penunjang :
Laboratorium :
 LCS :
 Disosiasi sitoalbumin
 Pada fase akut terjadi peningkatan protein LCS > 0,55 g / l, tanpa peningkatan dari
sel < 10 lymposit / mm3
 Hitung jenis dan panel metabolik tidak begitu bernilai
 Peningkatan titer dari agent seperti CMV, EBV / micoplasma membantu penegakan
etiologi. Untuk manfaat epidemiologi Antibodi glycolipid
 Antibodi GMI
 Ro : CT / MRI untuk mengeksklusi diagnosa lain seperti myelopati
 EMG

141
DIAGNOSIS BANDING
 Polineuropati terutama karena defisiensi metabolik
 Tetraparesis penyebab lain
 Hipokalemi
 Miasthenia gravis

TATALAKSANA
 Tidak ada drug of choice
 Waspadai memburuknya perjalanan klinis dan gangguan pernafasan
 Bila ada gangguan pernafasan rawat ICU
 Roboransia saraf parenteral
 Perlu NGT bila kesulitan mengunyah / menelan
 Kortikosteroid masih kontroversial, bila terjadi paralisis otot berat maka perlu
kortikosteroid dosis tinggi
 Plasmafaresis beberapa pasien memberi manfaat yang besar terutama kasus akut
 Plasma 200 – 250 ml / kgBB dalam 4 – 6 x pemberian sehingga waktu sehari diganti
cairan kombinasi garam + 5 % albumin
 Imunoglobulin intravena (expert consensus) : IVIG direkomendasikan untuk terapi GBS
0,4 g / kgBB / tiap hari untuk 5 hari berturut – turut ternyata sama efektifnya dengan
penggantian plasma. Expert consensus merekomendasi IVIG sebagai pengobatan GBS

PENYULIT
 Gangguan otot pernafasan → respiratory failure
 Konsultasi : IPD, Anestesi, Paru
 Jenis Pelayanan : Urgent & emergency
 Lama perawatan : 2 – 4 minggu

142
MIASTHENIA GRAVIS
ICD G 70.7

KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis:
Kelemahan / kelumpuhan otot yang tidak berhubungan dengan kelemahan secara umum
2/3 pasien : Gangguan gerak bola mata, ptosis, diplopia
1/6 pasien : Kelemahan otot farings, kesulitan mengunyah, menelan dan berbicara

10% :
 Kelemahan ekstremitas
 Kelemahan otot ringan pagi hari dan memberat jika siang, seiring aktivitas
 Kelemahan bersifat progressif
 Setelah 15 – 20 tahun kelumpuhan menetap
 Faktor yang memperparah gejala :
Emosi, infeksi viral, hypothyreodenasi, kehamilan, panas, obat transmisi
neuromuscular
 Pemeriksaan pita suara

Penunjang:
Laborat :
 Pemeriksaan edrophonium cloride (Tensilon)
 Antibodi terhadap acetylcholin receptor (AchR)
Penunjang :
1. Repetitive Nerve Stimulation
2. Simple filter EMG
Gold Standard : -
Radiologis :-

DIAGNOSIS BANDING
 Histeria
 Multiple sclerosis
 Symptomatic miasthenia
 Syndroma moebius
 Cholinergic crisis

TATALAKSANA
 Cholinesterase (CHE) inhibitor menurunkan hidrólisis enzim Ach, pada sinap cholinergik
ChE, kemungkinan menyembuhkan pasien miastenia gravis lebih besar dari yang lain.
Pyrido stigmuno bromide (Mestinon) dan Neustigramin Bromide (Progstigmin). Tidak
ada penetapan dosis tertentu, kebutuhan CHE inhibitor sangat bervariatif
 Thymectomy : Pasien MG dianjurkan thymectomy. Respon yang diharapkan muncul 2 –
5 tahun post OP. Thymectomy pada usia > 60 tahun jarang menunjukkan kesembuhan
 Kortikosteroid : Prednison 1,5 – 2 mg / kg / BB

143
MULTIPLE SCLEROSIS
KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis :
 Gejala dan tanda obyektif penyakit tersebar
 Memiliki fase remisi dan eksaserbasi
 Neuritis optik, neuritis retro bulbar
 Skotoma sentral, kepucatan fundus bitemporal, strabismus
 Hilangnya refleks kulit dan abdomen
 Meningginya refleks fisiologi pada tungkai
 Tanda – tanda spastisitas, klonus & Babinsky sign
 Tremor nistagmus, ataksia
 Gangguan bicara
 Kelainan emosional

Penunjang
Laboratorium
LCS : LP harus dikerjakan pada setiap pasien yang dicurigai MS
Jumlah Sel : Limfositosis pleiositik ( > 5 sel per mm3 ) umumnya sel mono
nuklear jarang polimorfonuklear. Semakin awal diperiksa
semakin tinggi jumlah sel
Kadar protein : dengan sistem pandy positif, kwantitatif kadar gamma globulin
meningkat
Fundus : kepucatan fundus bitemporal
EEG : pemeriksaan EEG tidak menunjukkan kelainan spesifik
Elektro okulo / nistagmograf : mendeteksi nistagmus yang tidak terlihat mata telanjang
Bila CT Scan : Positif pada MS bila Lesi ½ - 2 cm
MRI

DIAGNOSIS BANDING
 Hereditary ataxic
 Familial spastic paraplegia
 Vit. B12 defisiensi
 Tropical spastic paralysis
 SLE
 Sjogren syndrome
 Bekcet disease
 Acute diseminated encephalomalasia
 Lyme disease
 Adreno leukodistrophy

TATALAKSANA
Kortikosteroid kontinyu sebagai standar pengobatan
 Stabilisasi Blood Brain Barrier
 Mengurangi inflamasi dan oedem
 Meningkatkan nerve conduction
 Menghambat sistem Imune
INF ↓ , IL 2 ↓ , Antibody immunosupresan, NK cell ↓

144
AMYOTROPIC LATERAL SCLEROSIS
KRITERIA DIAGNOSIS

Klinis : Progressive
Kelemahan otot asimetrik, atropi otot, fasikulasi, hiperrefleksia.
Ekstremitas bawah gejala awal kram, kaku bila berjalan / lari
Ekstremitas atas kesulitan beraktifitas mengancingkan baju, mengangkat benda ringan, bicara
parau atau penurunan volume fasikulasi anggota gerak dan lidah, nyeri sendi, gangguan
menelan siallorhea ( salivasi berlebih )
Ketakutan, kecemasan dan depresi. Gangguan emosi berlebih, tertawa dan menangis
bergantian, kakhexia yang sulit dijelaskan, atropi otot atau faktor nutrisi

DIAGNOSIS :
Atropi, fasikulasi. Kelemahan progresif, hiperrefleksia.
Pemeriksaan perlu diulang – ulang untuk membuktikan perkembangan hiperefleksi, fasikulasi
dan keterlibatan upper & lower motor neuron

LABORATORIUM
▪ Tak ada test yang pathognomonic
▪ Serum protein, logam berat pada tiroid dan paratiroid
▪ High titer anti CN, antibodies

RADIOLOGI : Myelogram of Cervical Spine

GOLD STANDARD : ENMG

DIAGNOSIS BANDING
▪ Spinal Cord Lesion
▪ Spinal Bone Lesion
▪ Infection
▪ Gg. Endokrin
▪ Toksin
▪ Post –polio Syndrom, Huntington disease, Freiderich Ataxia, Multiple Sclerosis,
Polimyositis, Myasthenia Gravis, Muscular Distrohyi

TATALAKSANA
Medikamentosa
 Simpotomatik
Spastisitas dikurangi dengan Baclofen (Lioneral) 10 – 25 gram 3x sehari
Valium 2 – 15 mg 3 x 1
Diazepam, Dextrolena (Dentrium) 50 – 100 gram 4x sehari
 Pain
NSAID & Antikonvulsi
Karbamazepin 200 g 3 x 1
Amytriptilin 50 – 150 malam
 Obat terbaru untuk ALS
Riluzole (Rilutek) : terbukti menurunkan pelepasan glutamate 100 mg / hari

145
Adverse reaction : Asthenia, nausea, dizziness, elevation of liver enzyme,
granulocytopenia
 Suportive therapy (Fisioterapi)
 Physical terapi dimulai awal, exercise meningkatkan kekuatan range of motion
dan endurance
 Diatermi, Massage, TENS
 Occupational terapi
 Speech terapi

146
147
VERTIGO
Definisi :
Vertigo adalah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya
dengan gejala lain yang timbul, terutama dari jaringan otonomik yang disebabkan oleh
gangguan alat keseimbangan tubuh oleh berbagai keadaan atau penyakit.
Klasifikasi :
 Vestibulogenik:
a. Primer : motion sickness, benign paroxysmal positional vertigo, Meniere
disease, neuronitis vestibuler, drug-induced
b. Sekunder : migren vertebrobasiler, insufisiensi vertebrobasiler, neuroma
akustik
 Nonvestibuler : Gangguan serebellar, hiperventilasi, psikogenik, dll

KRITERIA DIAGNOSIS
Vertigo merupakan suatu sindroma atau kumpulan gejala subjektif (symptoms) dan objektif
(signs) dari gangguan alat keseimbangan tubuh.
 Gejala subjektif
 Pusing, rasa kepala ringan
 Rasa terapung, terayun
 Mual
 Gejala objektif
 Keringat dingin
 Pucat
 Muntah
 Sempoyongan waktu berdiri atau berjalan
 Nistagmus
Gejala tersebut di atas dapat diperhebat / diprovokasi perubahan posisi kepala
 Dapat disertai gejala berikut :
 Kelainan THT
 Kelainan Mata
 Kelainan Saraf
 Kelainan Kardiovaskular
 Kelainan Penyakit Dalam lainnya
 Kelainan Psikis
 Konsumsi Obat – obat ototoksik

A. Anamnesis
▪ Bentuk vertigo : melayang, goyang berputar, dsb
▪ Keadaan yang memprovokasi : perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan,
ketegangan
▪ Profil waktu : Akut, paroksismal, kronik
▪ Adanya gangguan pendengaran yang menyertai
▪ Penggunaan obat – obatan misalnya : streptomisin, kanamisin, salisilat
▪ Adanya penyakit sistemik seperti anemia, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi,
penyakit paru.
▪ Adanya nyeri kepala
▪ Adanya kelemahan anggota gerak

148
B. Pemeriksaan Fisik
Umum : keadaan umum, anemia, tekanan darah berbaring dan tegak, nadi, jantung, paru,
abdomen. Pemeriksaan neurologis umum :
▪ Kesadaran
▪ Saraf – saraf otak : visus, kampus, okulomotor, sensori di muka, otot wajah,
pendengaran, dan menelan

C. Fungsi motorik (kelumpuhan ekstremitas) dan fungsi sensorik (hipestesi, parestesi)


Pemeriksaan khusus Oto-neurologis untuk menentukan lesi sentral dan perifer

D. Pemeriksaan Penunjang
▪ Pemeriksaan laboratorium : darah rutin, kimia darah, urin, dan pemeriksaan lain
sesuai indikasi.
▪ Pemeriksaan Radiologi: Foto tulang tengkorak leher, Stevensers (pada neuronima
akustik).
▪ Pemeriksaan neurofisiologi : elektroensefalografi (EEG), elektromiografi (EMG)
▪ Pemeriksaan Neoro-imaging : CT-Scan kepala, pnemoensefalografi, Transcranial
Doppler.

TATA LAKSANA
 Terapi kausal : sesuai dengan penyebab
 Terapi simptomatik :
pengobatan simptomatik vertigo :
o Ca-entry blocker (mengurangi aktivitas eksitatori SSP dengan menekan
pelepasan glutamat, menekan aktivitas NMDA spesial channel, bekerja langsung
sebagai depresor labirin):
Flunarisin (Sibelium) 3x 5-10 mg/hr
o Antihistamin (efek antikolinergik dan merangsang inhibitory-monoaminergik
dengan akibat inhibisi n. Vestibularis)
Cinnarizine 3x 25 mg/hr, Dimenhidrinat (Dramamine) 3x 50 mg/hr.
o Histaminik (inhibisi neuron polisipnatik pada n. Vestibularis lateralis):
Betahistine (Merislon) 3 x 8 mg.
o Fenotiazine (pada kemoreseptor trigger zone dan pusat muntah di M.
Oblongata): Chlorpromazine (largaktil) : 3 x 25 mg/hr
o Benzodiazepine

 Terapi rehabilitasi

PENYULIT
 Dehidrasi
 Gangguan elektrolit

149
KONSULTASI
 THT dan unit pelayanan lain yang terkait sesuai indikasi.

JENIS PELAYANAN
 Rawat jalan
 Rawat inap, terutama bila disertai muntah hebat

TENAGA STANDAR
 Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf

LAMA PERAWATAN
 Minimal 1 minggu

PROGNOSIS
 Tergantung penyebab

150
MANUVER NYLEN BARANY
(HALLPIKE MANOUVER)
Ialah pemeriksaan untuk mencari adanya vertigo / nistagmus posisional paroksismal dan
membedakan vertigo sentral dan perifer.
Cara :
1. Penderita duduk di meja periksa kemudian disuruh cepat – cepat berbaring terlentang
dengan kepala tergantung (disanggah dengan tangan pemeriksa) di ujung meja dan
cepat – cepat kepala disuruh menengok ke kiri (10º -20º ), pertahankan sampai 10 – 15
detik, lihat adanya nistagmus
2. Kemudian kembali ke posisi duduk dan lihat adanya nistagmus (10 – 15 detik)
3. Ulangi pemeriksaan dengan kepala menengok ke kanan

Hasil :
Orang normal dengan manuver tersebut tidak timbul vertigo atau nistagmus

Tipe Perifer Tipe Sentral


Bangkitan Vertigo Lebih mendadak, intermitten Lebih lambat, konstan
Derajat vertigo Berat Ringan
Pangaruh gerakan kepala (+) (-)
Gejala Otonom
(++) (+)
( mual, muntah, keringat )
Gangguan pendengaran
(+) (-)
(tinnitus, tuli)
Tanda fokal otak (-) (+)
Nistagmus Selalu ada Dapat hilang

151
152
HIPERSOMNIA
INSUFFICIENT SLEEP ( Sleep Restriction / Deprivation )
Hipersomnia karena kurang tidur, atau pembatasan tidur

KRITERIA DIAGNOSIS
a. Klinis :
1. Adanya pembatasan jumlah waktu tidur dalam sehari kurang dari 7 jam (6 jam
atau kurang)
2. Mengantuk di siang harinya disertai perubahan mood dan psikomotor

b. Laboratorium :
Tidak diperlukan

c. Radiologis :
Tidak diperlukan

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS : Hipersomnia sebab lain

TATALAKSANA
a. Non Medikamentosa :
Meningkatkan waktu tidur total sampai 8 jam atau lebih.
Kadang kadang dibutuhkan perubahan pola hidup dan pekerjaan
b. Medikamentosa :
Cara non medikamentosa biasanya berhasil, tetapi bila diperlukan obat stimulan
jangka pendek (Methylphenidate, Ritalin® 5 – 20 mg pagi dan atau siang hari)

PENYULIT :
 Pembatasan tidur parsial (4 – 6 jam per malam), jangka pendek (kurang dari 2 minggu)
menyebabkan perubahan mood dan psikomotor serta perubahan endokrin seperti
peningkatan kadar kortisol dan resistensi insulin yang ringan
 Pembatasan tidur parsial yang kronis menyebabkan peningkatan angka kematian
karena penyakit jantung dan kematian pada umumnya

KONSULTASI : Bagian Saraf

JENIS PELAYANAN : Rawat jalan

TENAGA : Spesialis saraf dan atau konsultan sleep disorder

LAMA PERAWATAN : Biasanya berlangsung jangka pendek, jarang kronis

PROGNOSIS : Baik bila diobati dengan benar

153
SEDATING MEDICATION
(Hipersomnia karena Obat Sedatif)

KRITERIA DIAGNOSIS
a. Adanya pemakaian obat –obat yang mempunyai efek sedatif seperti obat hipnotik, anti
psikotik (Chlorpromazine, Thioridozine), anti depresan golongan trisiklik (amitriptyline,
doxepine), anti konvulsan, anxiolytics (Benzodiazepine), anti histamin
(Chlorpheniramine, Dyphenhidramine), anti hipertensi (Alpha agonist, Alpha blokers),
melatonin, putus obat golongan amphetamine.

b. Laboratroium :-

c. Radiologis :-

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS : Hipersomnia sebab lain

TATALAKSANA
a. Non Medikamentosa :
Menghentikan obat atau ganti dengan golongan lain yang kurang mempunyai efek sedatif

b. Medikamentosa :
Jika obat tidak dapat dihentikan dicoba dengan pemberian terapi stimulan antara lain
Methylphenidate (Ritalin) 5 – 80 mg dosis terbagi, Dextroamphetamine (Adderall) 5 – 60
mg dosis terbagi, Modafinil (Provigil) 100 – 400 mg (sekali atau dua kali sehari)

PENYULIT : Gangguan mood dan psikimotor di siang hari

KONSULTASI : Bagian Saraf

JENIS PELAYANAN : Rawat Jalan

TENAGA : Spesialis saraf atau Spesialis saraf sleep Consultant

LAMA PERAWATAN : Segera sembuh dengan penghentian obat sedatif

PROGNOSIS : Baik

154
NARKOLEPSI
KRITERIA DIAGNOSIS
a. KLINIS
1. Gejala biasanya mulai dekade ke -2 (umur 20 – 30 tahun) walaupun kadang terjadi
sebelum usia 10 tahun atau sesudah 50 tahun.
2. Ada 4 gambaran klasik (Classic tetrad) :
a. Hipersomnia : merupakan gejala utama yaitu mengantuk berlebihan pada
siang hari yang segera membaik dan kembali segar setelah tidur singkat kurang
dari 30 menit
b. Cataplexy : mendadak kehilangan tonus otot dan berlangsung sebentar yang
khas terjadi pada saat sedang emosi kuat, misalnya tertawa terbahak – bahak
atau marah berlebihan. Kelumpuhan dapat komplit atau parsial dan biasanya
singkat (detik – menit) . Terjadi kira – kira 70% penderita narkolepsi
c. Sleep paralysis (Jawa : Tindihen) yaitu ketidakmampuan untuk bergerak atau
bicara yang terjadi awal (hipnagogic) atau akhir tidur (hipnopompic)
d. Hipnagogic hallucination yaitu halusinasi penglihatan atau pendengaran yang
muncul sebagai representasi mimpi dan terjadi segera pada awal tidur, kadang
– kadang terjadi pada saat bangun pagi (hipnopompic) . Halusinasi dapat
berupa bayangan orang yang mengancam, binatang atau biasanya hantu /
monster disertai rasa takut yang hebat dengan atau tanpa sleep paralisis
3. Gejala penyerta :
a. Automatic behaviour dan amnesia : yaitu saat penderita mangantuk dan
berusaha mengatasinya tiba – tiba muncul aktifitas yang terjadi dibawah alam
sadar. Ia dapat melanjutkan tugasnya dengan benar tetapi tidak dapat
menjawab pertanyaan yang komplek. Kadang keluar kata – kata yang tidak
mengandung arti dan tidak relevan dengan pembicaraan dan hal ini mengakhiri
serangan disertai amnesia terhadap apa yang diperbuat tadi.
Serangan berlangsung beberapa detik tetapi kadang sampai beberapa jam,
biasanya saat mengerjakan aktifitas monoton seperti mengendarai mobil,
sehingga sering terjadi kecelakaan. Karena itu kalau mengantuk sebaiknya
berhenti dan tidur singkat (10 – 30 menit) sudah bisa segar kembali. Dapat
terjadi pada orang normal yang sangat mengantuk seperti dokter yang praktek
sampai jauh malam.
b. Disrupted sleep yaitu terbangun beberapa kali semalam
c. Sleep apneu : 20% penderita laki - laki
4. Polisomnografi menunjukkan 1 atau lebih sebab :
a. Sleep latency < 10 menit
b. REM sleep latency < 20 menit
c. MSLT yang menunjukkan rata – rata sleep latency < 5 menit
d. Sleep-onset REM period (SOREM) < 15 menit, paling sedikit pada 2 dari 5
kesempatan tidur kecil selama rekaman Polysomnography
e. HLA trapto type-DQB1 0602 dan DR2 positif (terdapat pada 90 – 100% penderita
narkolepsi tergantung ras-nya)

155
b. LABORATORIUM
Polisomnografi (PSG)
 Khas : Pemendekan ’sleep onset’ dan REM latency. Gangguan kerangka tidur,
sering terbangun singkat. Penting untuk menyingkirkan gangguan tidur yang dapat
menyebabkan hipersomnia
 MSLT : Rata – rata sleep latency < 5 menit.
Khas : muncul sleep onset REM (SOREM) kurang dari 15 menit paling sedikit 2
dari 5 kesempatan tidur kecil. Pada orang normal MSLT > 10 menit (8 – 10 menit
masih dianggap abnormal)
Onset tidur adalah jangka waktu antara lampu dimatikan dan munculnya gambaran
tidur tahap pertama yaitu NREM. Pergantian NREM dan REM rata – rata antara 60 –
90 menit. Dianggap normal bila REM terjadi kurang dari 15 menit . Dianggap
abnormal bila REM terjadi < 15 menit (SOREM)

c. RADIOLOGIS
Neuroimaging dilakukan terutama bila hipersomnia dan cataplexy mulai pada usia < 5
tahun atau sesudah usia 50 tahun

d. GOLDEN STANDARD : Polisomnografi dan MSLT

e. Patologi Anatomi :-

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
1. DD NARKOLEPSI DG CATAPLEXY
 Narkolepsi sekunder (symptomatic)
 Epilepsy

2. Diagnosis Banding NARKOLEPSI TANPA CATAPLEXY


 Sindroma Obstructive sleep apnoea-hypopnoea
 Kurang tidur pada malam hari
 Circadian rhythm sleep disorders
 Idiopathic central nervous system (CNS) hypersomnia
 Periodic limb movement disorder
 Trauma kepala dan gangguan neurologi lainnya
 Depresi
 Efek samping obat

TATALAKSANA
a. Medikamentosa :
1. Obat stimulan

OBAT DOSIS (mg)


Methylphenidate 5 – 60 (dosis terbagi)
Methylphenidate – SR 20 – 60 / hari
Dextroamphetamin 5 – 60 / hari
Permoline 75 – 150 / hari
Modafiline 100 – 400 (sekali atau 2 kali sehari)

156
2. Obat Cataplexy

OBAT DOSIS (mg)


Clomipramine 25 – 75
Imipramine 75 – 150
Protryptiline 15 – 20
Fluoxetin 20 – 40
Paroxetine 20 – 40
Sertraline 50 – 200
Venlafaxine 75 – 150
Sodium oxybate 3 – 9 (dosis terbagi pada malam hari)

b. Non medikamentosa :
1. Informasi
 Narkolepsi adalah ’kelainan/penyakit’ seumur hidup. Pasien harus mendapat
informasi yang adekuat tentang penyakitnya
 Akan lebih baik lagi apabila informasi disampaikan kepada anggota keluarga,
teman, guru, dokter keluarga, dll yang berhubungan dekat dengan penderita
 Beberapa penderita sangat tertolong apabila berkomunikasi dengan sesama
penderita
2. Tidur malam dan tidur siang sebentar
 Tidur malam yang cukup, dilakukan pada jam yang teratur untuk mencegah
terjadinya ngantuk siang hari
 Tidur siang yang terencana atau tidur singkat di siang hari untuk mengurangi
hipersomnia
3. Pendidikan dan Pekerjaan
 Meskipun narkolepsi tidak mengganggu intelektualitas, hipersomnia dapat
mengganggu konsentrasi dan penampilan di sekolah dan tempat bekerja
 Guru harus diberi informasi tentang keadaan penderita sehingga kesulitan anak –
anak penderita narkolepsi dapat dilakukan pendekatan dengan simpatik, diberi
jadwal aktifitas yang sesuai dan dapat tidur siang sejenak apabila memungkinkan
 Pasien memilih pekerjaan tertentu sehingga terhindar dari bahaya untuk pasien
maupun orang lain
 Diperlukan aturan hukum yang relevan untuk penderita narkolepsi misalnya
dalam hal mengemudi kendaraan bermotor
4. Terapi psikologis
 Keluhan psikologis, terutama depresi sering terjadi pada narkolepsi sehingga
perlu diberi support psikologis

PENYULIT :-

KONSULTASI :
 Untuk diagnosa Awal : Dokter Spesialis Saraf
 Terapi Psikologis Awal : Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa
 Kondisi tidak membaik / memburuk : Dokter Spesialis Saraf

157
JENIS PELAYANAN : Rawat Jalan

TENAGA :
Untuk penatalaksanaan lanjutan : Dokter Umum atau Dokter Spesialis Saraf

LAMA PERAWATAN :
Untuk mengikuti perkembangan : kontrol secara berkala seumur hidup

PROGNOSIS
 Penyakit seumur hidup, sulit disembuhkan
 Kadang – kadang pada beberapa kasus serangan cataplexia dapat menurun
 Dapat disertai gangguan tidur yang lain seperti OSA, PLMS, dan REM sleep / Behaviour
Disease

158
IDOPATHIC CENTRAL NERVOUS SYSTEM
HYPERSOMNOLENCE
Kriteria Diagnosis
a. Klinis :
1. Hipersomnia dan episode tidur malam yang memanjang, sulit bangun dari tidur
2. Tidur kecil – kecil di siang hari yang tidak membuat segar kembali
3. Kesulitan bangun dari tidur
4. Tidak ada manifestasi dan fenomena REM abnormal
b. Laboratorium :
 PSG : yan khas menunjukkan tidur yang memanjang dan efisiensi tidur yang
tinggi dengan proporsi stadium tidur yang normal
 MSLT : pemendekan sleep latency (< 10 menit, tetapi lebih lama dari narkolepsi )
tanpa ada periode SOREM
 Sulit dibedakan dengan narkolepsi tanpa cataplexy
c. Radiologis :-
d. Gold Standard : PSG dan MSLT
e. Patologi Anatomi : -

Differential diagnosis : Narkolepsi tanpa cataplexy

Tata laksana
a. Non medikamentosa
 Sulit diobati dengan hasil memuaskan
 Modifikasi gaya hidup, membatasi pembatasan tidur, dan hygiene tidur yang baik
 Tidur kecil – kecilan biasanya tidak berhasil ( tidak seperti narkolepsi )

b. Medikamentosa
 Modafinil adalah terapi awal pilihan
 Bila perlu dapat ditambah amphetamine dan methylphenidate
 Kombinasi obat long dan short acting sering memberikan efek terbaik

PENYULIT :-

KONSULTASI : Bagian Saraf

JENIS PELAYANAN : Rawat jalan

TENAGA : Spesialis Saraf

LAMA PERAWATAN : Seumur hidup

PROGNOSIS : Tidak bisa sembuh

159
SLEEP DISORDERED BREATHING
(Hipersomnia karena gangguan Pernafasan)
Slepp Disordered breathing merupakan penyebab terbanyak dari Hipersomnia di Klinis

Terdapat 3 subtipe :
1. Obstructive sleep apnoea (OSA) : ditandai oleh serangan berulang kolaps dari farings
selama tidur
2. Central Sleep Apnea (CSA) ditandai oleh periode hilangnya usaha respirasi yang dapat
terjadi secara sporadis atau dalam bentuk tertentu seperti cheyne stokes respiration
3. Sleep related hypoventilation : periode penurunan ventilasi dengan hiperkapnea yang
berlebihan, terbanyak disertai dengan kelemahan neuromuskular atau abnormalitas
dinding dada

OBSTRUCTIVE SLEEP APNOE (OSA)


Kriteria diagnosis
A. Klinis :
 Sering asimtomatik
 Bila berat dan sering timbul, maka gejala kliniknya adalah sebagai berikut :
 Suara ngorok
 Gelisah selama tidur dengan gerakan – gerakan jerky, melompat, dan lain –
lain
 Sering terbangun dari tidur
 Simtom lain selama tidur antara lain nokturia, gastrooesophageal reflux,
keringat berlebihan, angina pektoris
 Mengantuk berat pada siang hari
 Gangguan kognitif
 Sakit kepala di frontal, nyeri tenggorok, penurunan libido / impotensi

B. Laboratorium :
 Pemeriksaan fungsi tiroid, bila ada kecurigaan hipotiroid
 Blood gas analisa
 Kadar hemoglobin
 Pemeriksaan elektrokardiografi dan ekokardiografi
 Foto polos dada / toraks
 Pemeriksaan Respiratory Funtion Test dan Polysomnography

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS : UARS (Upper Airway Resistance Syndrome)

TATALAKSANA :
 Menghilangkan simtom dan memperbaiki kwalitas hidup
 Mengurangi faktor – faktor resiko kejadian fatal
 Mencegah komplikasi hipertensi, infark miokard, stroke, mati mendadak

PENYULIT :-

KONSULTASI : Bagian Saraf, THT, Paru, Bedah Head and Neck

160
JENIS PELAYANAN : Rawat Jalan

TENAGA : Spesialis Saraf, THT

LAMA PERAWATAN : Jangka panjang dan cenderung seumur hidup

PROGNOSIS :
OSA dapat disertai dengan peningkatan resiko hipertensi, kecelakaan mobil, dan penurunan
kualitas hidup
Berhubungan secara independen dengan penyakit kardiovaskuler (IMA, CHF) dan Stroke

161
SNORING (Ngorok)
Kriteria Diagnosis :
a. Klinis :
 Suara gaduh / riuh timbul waktu tidur, saat inspirasi
 Ngorok biasanya timbul secara reguler, jika terputus – putus kemungkinan OSA
atau UARS
 Daytime sleepiness
 Mengganggu pasangan tidur
b. Laboratorium :
c. Radiologis :
 Foto X-ray lateral cephalometry, CT scan dan MRI, ini semua untuk menilai
bentuk dan ukuran saluran nafas bagian atas dan level obstruksinya
 Endoskopi / nasendoskopi, dilakukan dalam keadaan bangun dan tidur

Differential Diagnosis : UARS dan OSA

TATALAKSANA :
 Tujuannya membuat pasangan tidurnya dapat tidur nyenyak
 Sebaiknya pasangan / partner disarankan tidur lebih dahulu dari penderita
 Untuk penderita pemasangan mandibular advancement devices cukup efektif jika
snooring semakin memburuk pada posisi supine
 Dilakukan tindakan pada Upper Airway Surgery :
▪ Nasal Surgery
▪ Palatal Surgery
▪ Tonsilectomy / Adenoidectomy
▪ Linguoplasty
▪ Excision of Obstructif mass dan orthognatic Surgery

PENYULIT :-

KONSULTASI : Bagian Saraf, THT, Bedah Head and Neck, dan Bedah Gigi dan Mulut

JENIS PELAYANAN : Rawat jalan dan rawat inap bila memerlukan tindakan operasi

TENAGA : Spesialis Saraf, THT, Bedah Gigi dan Mulut, Paru

LAMA PERAWATAN : Jangka Panjang

PROGNOSIS : Ngorok biasa tidak mempunyai efek yang berat

162
INSOMNIA
INSOMNIA AKUT / TRANSIENT INSOMNIA
Insomnia akut adalah kesulitan tidur yang dialami < 3 minggu, bersifat temporer, dipicu oleh
kecemasan terhadap sesuatu yang diketahui oleh penderita.

Kriteria Diagnosis :
A. Anamnesa :
1. Riwayat kurang tidur, sering terbangun terutama bila ambang emosinya turun
2. Dipengaruhi oleh hal – hal sebagai berikut :
a) Lingkungan tidur yang kurang nyaman seperti suara – suara keras, cahaya
yang terlalu terang, gerakan dan suara mendengkur dari teman tidurnya
b) Situasi stress misalnya saat akan menghadapi ujian, memikirkan kondisi kerja
yang tak nyaman, menderita sakit atau nyeri
c) Higiene tidur yang jelek misalnya : sering minum kopi, alkohol terutama pada
malam hari, pemakaian obat – obat stimulant
d) Sering kumat – kumatan
B. Pemeriksaan fisik biasanya normal, status psikiatri biasanya cemas / depresi

Diagnosis Banding :
1. Insomnia sekunder oleh karena gangguan psikiatrik
2. Insomnia sekunder oleh karena faktor organik
3. Insomnia primer

Penatalaksanaan
1. Perbaikan gaya hidup
2. Perubahan hygiene tidur yang optimal
Misalnya : - menghindari minum kopi dan alkohol
- menghindari obat – obat stimulan
- menghindari pemakaian diuretik malam hari
3. Terapi penyebab yang mendasari
4. Insomnia yang lebih dari beberapa hari dapat di obati dengan obat hipnotik sesuai
indikasi :
a. DIS (Difficulty in Initiating Sleep)
Terapi :
 Triazolam  Zolpidem
 Flunitrazepam  Zopiclon
 Zoliplon
b. DMS (Difficulty in Monitoring Sleep)
Terapi :
 Temazepam  Zolpidem
 Lormetazepam  Zopiclon
 Oxazepam
c. EWM (Early Morning Awakening)
Terapi :
 Temazepam  Flunazepam
 Lormetazepam  Nitrazepam
d. EWM + Anxiety

163
Terapi :
 Nitrazepam  Clorazepam
 Diazepam  Oxazepam
 Clonazepam

PENYULIT : Insomnia kronis

KONSULTASI : Bagian Saraf dan Psikiatri

JENIS PELAYANAN : Rawat Jalan

TENAGA : Spesialis Saraf dan Psikiatri

LAMA PERAWATAN : Berlangsung sebentar

PROGNOSIS : Biasanya berlangsung tidak lama tapi bila berulang – ulang dapat
menyebabkan insomnia kronis (insomnia kondisional)

164
ALGORITMA PENATALAKSANAAN

First line Life style advice


Treatme Optimize sleep hygiene &
nt Drug treatment
Treat the cause

If Insomnia persist

Investigation with polysomnography

Revised of Diagnosis

Treat the cause

Effective Ineffective Chrono therapy

Psychotherapy Behavioral Light or Short term


therapy melatonin hypnotic
therapy

165
INSOMNIA SEKUNDER OLEH KARENA
GANGGUAN PSIKIATRIK
KEADAAN KECEMASAN (ANXIETY STATES)

Kriteria Diagnosis :
1. Anamnesa : kesulitan tidur akibat rasa khawatir, was – was cemas dan ketakutan yang
tidak rasional.
2. Pemeriksaan fisik : otot – otot tegang, berdebar – debar, sesak nafas, kelelahan,
keringat dingin, sulit konsentrasi
3. Polysomnografi : jarang membantu jika ada terdapat gambaran : total sleep time singkat,
peningkatan latensi tidur, efisiensi tidur menurun, peningkatan jumlah terbangun dari
tidur dan NREM / REM : Normal

Diagnosis Banding : -

Penatalaksanaan :
A. Medikamentosa : Long acting benzodiazepin
B. Tindakan: -

PENYULIT : - Depresi
- Percobaan bunuh diri

KONSULTASI : Bagian Neurologi dan Psikiatri

JENIS PELAYANAN : Rawat Jalan

TENAGA : Spesialis Saraf, Spesialis Kesehatan Jiwa

PROGNOSIS : biasanya membaik dengan pengobatan gangguan psikiatrinya

LAMA PERAWATAN : tidak lama

166
GANGGUAN DEPRESI
Kriteria Diagnosis :
a. Anamnesa :
b. Pemeriksaan Fisik : Depresi
c. Polysomnografi :
 Pada pubertas : Normal
 Pada dewasa muda : Abnormal ringan
 Pada usia lanjut :
▪ TST ↓ 1 & 2 NREM Sleep ↑
▪ Awakening ↑ 3 & 4 N REM Sleep ↓
▪ EWM (+) REM Sleep Latency ↓
▪ Sleep Latency ↑ REM Sleep ↑, Daytime nap 

DIAGNOSIS BANDING : Demensia

TATALAKSANA :
A. Medikamentosa
 Anti Depressant Trisiklik
 SSRIs
 MAOIs
B. Tindakan
 Light therapy

PENYULIT : Percobaan bunuh diri

KONSULTASI : Bagian Kesehatan Jiwa

JENIS PELAYANAN : Rawat Jalan

TENAGA : Spesialis Saraf dan Spesialis Kesehatan Jiwa

LAMA PERAWATAN : bervariasi

PROGNOSIS : baik

167
INSOMNIA PRIMER
PSYCHOPHYSIOLOGICAL INSOMNIA (CONDITIONED INSOMNIA)
Kriteria Diagnosis :
a. Anamnesa :
 Kesulitan mengawali tidur yang terjadi karena perasaan khawatir tidak bisa
tidur
 Penderita berusaha menekan kekhawatiran tersebut
 Sulit tidur nyenyak sepanjang hari
 Mudah capai, lemas, gangguan memori, gangguan konsentrasi
 Gangguan tidur berlangsung lama dan membaik saat liburan
b. Pemeriksaan Fisik : tension headache & Dizzines
c. Polysonografi :
 TST ↓
 SL ↑
 1 & 2 REM ↑
 Alpha Intrusion (+)
 Awakening ↓
 Multiple Sleep Latency : Normal

DIAGNOSIS BANDING :
1. Gangguan Psikiatrik
2. Circadian rhytm disorders
3. Poor Sleep hygiene
4. Anxiety states
5. Chronic Fatigue syndrome
6. Fibromyalgia

TATALAKSANA :
▪ Hypnotic therapy
▪ Perbaikan sleep hygiene
▪ Terapi tingkah laku
▪ Relaksasi
▪ Retriksi tidur
▪ Kontrol rangsangan

PENYULIT : Insomnia kronis

KONSULTASI : Bagian Neurologi dan Psikiatri

JENIS PELAYANAN : Rawat Jalan

TENAGA : Spesialis Saraf dan Jiwa

LAMA PERAWATAN : bervariasi

PROGNOSIS : Baik

168
CHRONIC FATIGUE SYNDROME
Kriteria diagnosis :
a. Anamnesa : Sulit tidur/kurang tidur nyenyak & kelelahan tiap hari yang
berlangsung 6 bulan. Lemas, gangguan konsentrasi & memori.
b. Pemeriksaan Fisik : nyeri pada seluruh otot-otot
c. Polysomnografi :
 TST ↓
 SL ↑
 1 & 2 REM ?
 Alpha intrusion (+)
 Awakening : ?

Diagnosis banding :
1. Psychophysiological insomnia
2. Anxiety states
3. Fibromyalgia

Tatalaksana
▪ Anti depresan & anti ansietas
▪ Perbaikan sleep hygiene
▪ Mengurangi cahaya saat tidur
▪ Pembatasan gerak
▪ Cognitive Therapy

PENYULIT : Insomnia kronik

KONSULTASI : Bagian saraf dan Psikiatri

JENIS PELAYANAN : Rawat jalan

TENAGA : Spesialis Saraf dan Psikiatri

LAMA PERAWATAN : bervariasi

PROGNOSIS : kurang baik

169
SLEEP MISPERCEPTION (PSEUDO INSOMNIA)
Kriteria diagnosis :
a. Anamnesa :
Sulit tidur ditandai dengan adanya kesulitan menyebutkan berapa lam tidurnya, atau
penyebab patologis dari gangguan tidur tersebut. Gangguan tidur biasanya saat tengah
malam berupa : DIS & DMS dan kadang-kadang tidak tidur sama sekali, biasanya
disertai dengan kelelahan, perubahan mood.
b. Pemeriksaan fisik : Normal
c. Polysomnografi :
1. Durasi tidur : N
2. Sleep latensi : N
3. Sedikit terbangun
4. MSLTs :N

Diagnosis Banding :
a. Short sleeprs
b. DSPS
c. Psycophysiological insomnia
d. Malingering

Tatalaksana :
 Anti depressant
 Anti anxiety

PENYULIT : Insomnia Kronis

KONSULTASI : Bagian Saraf dan Jiwa

JENIS PELAYANAN : Rawat Jalan

TENAGA : Spesialis Saraf dan Jiwa

LAMA PERAWATAN : lama

PROGNOSIS : sering menyebabkan insomnia kronis dan dapat menyebabkan ketergan


tungan obat anti cemas dan depresi

170
RESTLESS LEGS SYNDROME (RLS) / PERIODIC
LEG MOVEMENT SLEEP (PLMS)
Kriteria Diagnosis
a. Klinis
 Terutama dari anamnesis
 Dysesthesia dan restlesness di tungkai yang membaik dengan gerakan
 Gejala timbul dan memburuk di waktu sore dan mala

b. Polysomnography
80 % mempunyai PLMS yaitu dorsofleksi ibu jari kaki dan kadang – kadang fleksi lutut
dan panggul yang ritmik (tiap 15 – 30 detik)

c. Laboratorium
Level ferritin menurun (normal > 40 mg/L)

Diagnosis Banding : -

Tatalaksana :
a. Dopaminergic agent, merupakan first line therapy dan sangat efektif pada RLS dan
PLMS
 Pramipexol : dosis efektif (0,25 – 1 mg/hari diberikan 3 x sehari) atau
 Ropinirole (0,25 – 2 mg) dua jam sebelum onset gejala jam 18.00 – 20.00
 L-dopa atau Carbidopa (25/100 – 100/400 mg) diberikan satu jam sebelum
onset atau dapat diberikan tiap 4 – 6 jam
 Sering memerlukan tambahan obat sedativ ( seperti Gabapentine,
benzodiazepin, Trazodone) bila disertai insomnia
b. Opioid dan Gabapentin (second line agent)
c. Benzodiazepin (third line agent)

PENYULIT :-

KONSULTASI : Bagian Saraf

JENIS PELAYANAN : Rawat jalan

TENAGA : Spesialis Saraf

LAMA PERAWATAN : Lama dan cenderung seumur hidup

PROGNOSIS :
a. Kebanyakan kasus adalah kronis dan sulit sembuh
b. RLS dan PMS merupakan prediksi mortality pada penderita dengan stadium akhir
penyakit ginjal

171
PARASOMNIA
 Adalah gejala motorik atau pengalaman sensorik yang abnormal dan komplek yang muncul
waktu tidur
 Lebih sering terjadi pada anak – anak (5 – 15 %) dari pada dewasa (1%)
 Biasanya jinak tapi kadang – kadang disertai luka trauma, rasa malu atau aspek legal

SLEEP TERRORS (NIGHT TERRORS)


Kriteria Diagnosis
a. Klinis :
1. Gejala muncul pada periode sepertiga awal tidur malam hari, terutama pada siklus I
NREM
2. Bisa terjadi lebih dari sekali dalam satu malam
3. Terjadi hanya beberapa detik, bisa juga dalam 10 – 20 menit, yang lebih lama dari
pada kebanyakan serangan epilepsi
4. Anak tiba – tiba terbangun dengan megap – megap, berteriak atau menangis keras dan
tampak sangat ketakutan, agitasi dan panik
5. Gejala khasnya adalah berkeringat, pupil melebar, nafas dan denyut jantung cepat
dan tonus otot meningkat. Enuresis kadang terjadi.
6. Anak bisa duduk atau meninggalkan tempat tidur, bicara tanpa arti
7. Pada orang dewasa muda kadang – kadang dapat berlari secara liar mengelilingi
ruangan sehingga dapat terjadi cedera akibat lari melewati pintu atau melompat dari
jendela
8. Anak tidak memberi respon terhadap pertanyaan atau perintah dan melawan setiap
usaha untuk menenangkan yang dapat melukai penderita atau orang lain
9. Sesudah serangan penderita tertidur lagi dengan cepat
10. Penderita tidak dapat mengingat secara detil apa yang telah dilakukan dan mimpinya

b. Laboratorium :
Pada anak : tidak diperlukan karena biasanya jinak dan terbatas waktunya
Pada dewasa : onset baru dan serangan berulang, membutuhkan evaluasi klinis dan
Polysomnography

Pemeriksaan Polysomnography ditemukan bangun singkat dari stadium 3 – 4 NREM pada


saat terjadinya sleep terror (biasanya pada 1 – 4 jam awal tidur), tetapi tidak mencatat
kejadian parasomnianya, karena itu rekaman video saat kejadian sangat penting.

c. Radiologis : Tidak diperlukan

d. Gold Standard : Tidak ada

e. Patologi Anatomi : Tidak di perlukan

Diagnosis Banding
1. Confusional arousal
2. Sleep walking
3. Sleep talking
4. Epilepsi
5. Episodic Nocturnal wandering

172
6. REM Sleep behaviour disorder
7. Nightmares
8. Nocturnal Panic Attacks
9. Post Traumatic Stress disorder

TATALAKSANA
1. Perawatan umum
a. Reassurance dan penjelasan tentang penyakitnya. Hal ini cukup bila serangannya
jarang
b. Nasehat Hygiene tidur, regulasi tidur – bangun yang cukup, hindari pembatasan
tidur
c. Penjadualan bangun 15 – 30 menit sebelum biasanya terjadi Sleep terror
d. Hindari perlukaan pada anak seperti pindahkan barang – barang yang mudah pecah
dan bila perlu kunci pintu dan jendela
e. Gali penyebab psikologis anxietas dan stress yang mungkin mencetuskan serangan
f. Terapi behaviour penting pada penderita dewasa

2. Medikamentosa
a. Benzodiazepin (lorazepam 1 – 3 mg, clonazepam 0,5 – 2 mg, triazolam 0,125 – 0,25
mg sebelum tidur) di indikasikan pada penderita dewasa bila sering terjadi
serangan dan disertai akibat yang membahayakan
b. Beta blockers seperti propanolol untuk mengurangi gejal – gejala autonom

PENYULIT :
1. Gangguan tidur dan anxietas pada orangtuanya
2. Rasa malu untuk anak – anak
3. Dapat menyebabkan cedera pada anak – anak atau orang lain

KONSULTASI : Bagian Saraf dan Jiwa

JENIS PELAYANAN : Pelayanan rawat jalan

TENAGA : Spesialis Saraf dan Jiwa

LAMA PERAWATAN : bervariasi, biasanya menghilang sesudah dewasa

PROGNOSIS :
1. Pada anak – anak biasanya intermiten, jinak, dan terbatas waktunya (terbanyak 4 – 12
tahun)
2. Kejadian pada dewasa kadang – kadang dapat menyebabkan tingkah laku seksual dan
tindak kekerasan atau terluka

173
SLEEP WALKING (SOMNABULISME)
Kriteria Diagnosis

1. Klinis :
 Biasanya terjadi pada 1/3 pertama waktu tidur (NREM stadium 3 – 4)
 Penderita bangun duduk ditempat tidur, membuka mata, membuka selimut,
bergerak berputar seperti bertujuan, dan berusaha meninggalkan tempat tidur
 Anak dapat berjalan ke kamar tidur orang tua dan memberikan respon sederhana
terhadap pertanyaan dan perintah. Kadang – kadang kencing
 Penderita mencoba berpakaian, kemudian berjalan mengelilingi tempat tidur tapi
menolak rintangan. Mengucapkan beberapa kata, dapat naik tangga, memakai alat –
alat dapur dan berusaha menyiapkan makanan
 Membuka pintu depan rumah, berjalan beberapa jauh, dan bahkan mengendarai
mobil
 Kecelakaan dapat terjadi akibat jatuh dari tangga, jendela, atau sesudah berjalan di
luar rumah. Penderita biasanya mau diajak kembali ke tempat tidur tanpa
perlawanan
 Usaha untuk menghalang – halangi atau membangunkan harus di hindari karena
menyebabkan kebingungan, kecemasan, dengan keingingan melarikan diri yang dapat
mencetuskan kekerasan mendadak
 Tidak ada mimpi, tidak ingat apa yang terjadi dan sesudahnya segera tidur lagi

2. Laboratorium :
 Polysomnography untuk membedakan dengan gangguan tidur yang lain
 Rekaman video sangat membantu melihat pola serangan

3. Radiologis : Tidak ada kelainan

4. Gold Standar :
Polysomnography :
Tampak gelombang delta voltase tinggi pada stage 1 dan 2 NREM selama beberapa detik
sebelum terjadinya sleep walking tanpa ada gambaran klinis epilepsi. Sering terbangun
langsung dari stadium 1 – 2 NREM disertai sleep walking. Atau dapat juga tanpa sleep
walking. Rekaman video dapat menunjukkan pola aktifitas serangan

5. Patologi Anatomi : Normal

Diagnosis Banding
1. Sleep terrors
2. Epilepsi
3. Episodic nocturnal wandering
4. Malingering
5. REM Sleep behaviour disorder
6. Psychogenic fugues
7. Confusional arousal

174
Tatalaksana
1. Medikamentosa
a. Benzodiazepin (klonazepam 0,25 – 0,2 mg, atau diazepam)
b. Antidepresan kadang – kadang bermanfaat

2. Non medikamentosa
a. Hygiene tidur
b. Pengurangan stress dan pembatasan tidur
c. Dibangunkan secara terjadwal 15 – 30 menit sebelum waktu biasanya terjadi sleep
walking
d. Proteksi lingkungan seperti tutup dan kunci jendela, tutup tangga, pasang bel pada
pintu kamar tidur, singkirkan benda – benda tajam dan mudah pecah
e. Psikoterapi pada penderita dewasa yang potensial berbahaya

PENYULIT :
1. Rasa malu
2. Resiko cedera

KONSULTASI : Bagian Saraf dan Jiwa

JENIS PELAYANAN : Rawat jalan

TENAGA : Spesialis Saraf dan Jiwa

LAMA PERAWATAN : bervariasi

PROGNOSIS :
1. Kemungkinan bisa membaik sangat besar
2. Mengganggu prestasi belajar
3. Pada orang dewasa dilaporkan mempunyai resiko gangguan psikiatri, gangguan tidur
lainnya

175
REM BEHAVIOR DISORDER (RBD)
(Gangguan tingkah laku saat fase tidur Rem)
Kriteria Diagnosis
a. Klinis :
 Usianya biasanya > 50 tahun, laki – laki lebih banyak daripada wanita, kadang –
kadang ditemukan riwayat keluarga
 Terjadinya 1/3 awal tidur pada stadium REM, biasanya 30 menit setelah onset tidur
dan dapat berulang setiap interval 10 menit
 Serangan berupa mimpi yang menyeramkan atau agresif disertai gerakan – gerakan
abnormal dan tingkah laku yang kompleks dan sering berupa tindak kekerasan
sehingga dapat melukai penderita atau pasangannya
 Penderita menolak dikendalikan dan bisa marah dan melakukan tindak kekerasan
tetapi tidak sampai pada tindakan seksual
 Mimpi dapat diingat kembali tetapi gerakan dan tingkah laku abnormal tidak
diingat
 Penyebabnya :
 Tidak diketahui (40%)
 Intoksikasi obat akut (alkohol) atau penghentian mendadak obat supresan
tidur fase REM seperti amphetamine dan cocain, anti-cholinergic, MAO
inhibitor, anti-depressant tricyclic, SSRI, dan terutama venlafaxine
 Parkinson : 1/3 kasus parkinson didahului RBD 10 – 15 tahun sebelumnya
 Multiple system atrophy : 90% disertai RBD
 Lewy body disease : ¼ kasus disertai RBD
 Alzheimer’s disease : kadang – kadang disertai RBD
 Narkolepsi : sering disertai RBD
 OSA berat
 Periodic limb movements pada fase tidur N-REM

b. Laboratorium :
 Pemeriksaan polysomnography sangat penting dalam menegakkan diagnosis dan
menyingkirkan diagnosa lain
 Hasil PSG menunjukkan kerangka tidur normal kecuali adanya peningkatan durasi
dan densitas tidur REM dan sedikit pemanjangan stadium 3 – 4 N-REM, tonus otot
tetap ada, periodic limb movements dapat terlihat pada tidur REM maupun N-REM
 Rekaman video penting untuk menunjukkan bentuk gerakan – gerakan

c. Radiologis : MRI atau CT Scan diperlukan untuk mencari penyebab terutama


kerusakan di batang otak

d. Golden Standard : PSG, MRI atau CT Scan

e. Patologi Anatomi : -

176
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
1. Nightmare
2. Confusional arousals
3. Sleep terrors
4. Sleep walking
5. Post – traumatic stress disorders
6. Epilepsi terutama epilepsi lobus temporalis
7. Episodic nocturnal wanderings
8. Bangun mendadak dari tidur REM pada OSA
9. Serangan panik
10. Malingering

TATALAKSANA :
a. Non medikamentosa :
1. Proteksi penderita dan pasangannya, bila disertai tindak kekerasan, pindahkan
benda – benda yang dapat digunakan untuk kekerasan, letakkan kasur dilantai
dengan bantal – bantal disekelilingnya
2. Hindari halangan fisik karena dapat menyebabkan resiko luka

b. Medikamentosa :
 Turunkan pelan – pelan obat – obat penyebab seperti venlafaxine dan anti depresi
SSRI
 Benzodiazepine seperti clonazepam 0,5 – 4 mg : efektif segera pada 90% kasus
 Melatonin 3 – 15 mg malam hari sebelum tidur
 Buproprion adalah satu – satunya anti depresan yang tidak menimbulkan RBD,
sehingga dapat diberikan sebagai pengganti anti depresan lain

PENYULIT : Dapat menyebabkan tindak kekerasan dan luka

KONSULTASI : Bagian Neurologi

JENIS PELAYANAN : Rawat jalan

TENAGA : Dokter Spesialis Saraf / Spesialis Saraf konsultan sleep disorder

LAMA PERAWATAN : untuk mengikuti perkembangan : kontrol secara berkala seumur hidup

PROGNOSIS :
 Penyakit seumur hidup, sulit disembuhkan
 Dapat menjadi petanda akan timbulnya penyakit parkinson 4 – 10 tahun sebelumnya

177
NIGHTMARE
Kriteria Diagnosis
a. Klinis :
 Biasanya onset terjadi pada usia balita usia 3 – 6 tahun, laki – laki dan wanita
sama saja, tetapi pada usia dewasa wanita lebih sering terjadi pada 1/3 akhir
malam
 Isi mimpi panjang dan komplek serta menakutkan dan menyebabkan kecemasan
serta ketakutan hebat sewaktu akan bangun tidur. Mimpi dapat diingat kemabli
dengan baik, dan sering sulit tidur kembali
 Jarang terjadi gerakan motorik dan tingkah laku kecuali sesudah bangun
 Gejala otonomnya sedikit, seperti peningkatan detak jantung.
 Penyebabnya :
 Pembatasan tidur yang menyebabkan rebound tidur REM
 Narkolepsi
 RBD
 Schizoprenia
 Anxietas
 Obat – obatan seperti L-dopa, beta blocker
 Penghentian obat mendadak seperti anti depresan, alkohol

b. Laboratorium :-
c. Radiologis :-
d. Gold Standard : PSG jarang dibutuhkan, dapat menunjukkan peningkatan densitas
REM ± 10 menit sebelum terbangun dari nightmare
e. Patologi anatomi : -

Differential Diagnosis
 RBD
 Serangan panik pada malam hari
 Narkolepsi
 Sleep terror

TATALAKSANA
a. Non Medikamentosa :
 Hentikan obat – obat penyebab seperti L-dopa, beta blocker
 Kurangi stres dan perbaiki hygiene tidur
 Terapi kognitif tingkah laku

b. Medikamentosa : Jarang diperlukan, bila menetap dengan cara – cara diatas


dapat
diberikan obat supresi tidur REM seperti tricyclic anti depresan

178
PENYULIT :
 Nightmare menakutkan penderita dan menyebabkan kecemasan untuk tidur
 Menyebabkan bangun malam hari dan sulit kembali tidur

KONSULTASI : Bagian Saraf

JENIS PELAYANAN : Rawat jalan

TENAGA : Dokter Spesialis Saraf, Spesialis Kedokteran Jiwa / Psikolo

LAMA PERAWATAN : Berlangsung terbatas, paling sering sampai usia 10 tahun

PROGNOSIS : Baik

179
180
RETARDASI MENTAL (MR)
KRITERIA DIAGNOSIS
American Association in Mental Deficiency
IQ < 70 = retardasi mental sangat ringan
IQ 55 – 69 = retardasi mental ringan
IQ 40 – 54 = retardasi mental sedang
IQ 25 – 39 = retardasi mental berat
IQ < 24 = retardasi mental sangat berat

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Tes psikometri / Test intelegensi :
 Bayi : Developmental Quotient (DQ)
 Anak usia belum sekolah :
Standford Binet Scale
Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelligense (WPPSI)
 Anak usia sekolah :
Wechsler Intelligence Scale for Children (Revised) (WISC-R)
 Anak dengan kemampuan fungsi yang sangat rendah :
The Leiter international Performance Scale
 Foto polos kepala
 Audiometri
 EEG
 CT Scan
 Darah dan Urine : mencari gangguan kimia / metabolik
 Serologi darah dan titer antibodi TORCH
 Pemeriksaan kromosom
 Pemeriksaan hormonal (kelenjar tiroid)

DIAGNOSIS BANDING
 Variasi perkembangan normal
 CP dengan gangguan motorik dan bicara
 Epilepsi
 Gangguan THT
 Gangguan mata
 Depresi
 Gangguan belajar spesifik

TATALAKSANA
 Terapi Farmaka : Antikonvulsan bila kejang
Metilfenidat bila hiperaktif
Hormon tiroid pada gangguan tiroid
 Terapi Non Farmaka : Fisioterapi
Terapi okupasi
Terapi wicara
 Sekolah Pendidikan Luar Biasa (SPLB) tipe C

181
KONSULTASI : Anak, Psikiatri, THT, Mata

JENIS PELAYANAN : Rawat Jalan

TENAGA : Psikolog, Dokter spesialis saraf, spesialis anak, terapis

PROGNOSIS :
 IQ 50 – 70, MR ringan, Slow learner, dapat dididik
 IQ < 50, MR sedang dan berat, dapat dilatih kemampuan sederhana tertentu
 IQ < 20, MR sangat berat, tidak dapat dilatih, sangat tergantung pada orang lain

182
ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY
DISORDER
KRITERIA DIAGNOSTIK
Adalah suatu gangguan neuropsikiatri yang umum, khas dan dapat ditangani. Terjadi pada
3 – 9 % anak usia sekolah

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Tes psikologik : Profil tes psikometrik mencari mental retardasi, learning
disability
and ADHD
 CT Scan / MRI kepala : mencari lesi

DIAGNOSIS BANDING : Childhood mania

TATALAKSANA :
 Terapi farmaka : Stimulan (Metilfenidat)
 Terapi non farmaka : Terapi keluarga oleh psikolog

KOMPLIKASI : Gangguan interaksi sosial, Risiko drug abuse

KONSULTASI : Psikologi anak, Psikiatri anak

JENIS PELAYANAN : Rawat jalan, Tidak perlu Perawatan

TENAGA : Psikolog, psikiater, Dokter Spesialis Saraf, Terapis

PROGNOSIS : Ad bonam

183
CEREBRAL PALSY (CP)
KRITERIA DIAGNOSTIK
CP adalah keadaan pada anak dengan kelainan motorik dini yang disebabkan suatu cacat otak
atau kerusakan otak non progresif pada usia muda. Ditandai dengan paresis, gerakan
involunter atau gangguan koordinasi

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Tes psikologik : Profil tes psikometrik mencari mental retardasi,
learning disability & ADHD
 EEG mencari epilepsi
 CT Scan / MRI kepala : mencari lesi
 Pemeriksaan mata : mencari strabismus, gangguan refraksi, gangguan lapang
pandang dan buta sentral
 Pemeriksaan THT : mencari tuli sentral
 Pemeriksaan Ortopedi : mencari kontraktur sendi,skoliosis,
small stotur,subluksasi sendi

DIAGNOSIS BANDING
 Neuromuskuler :
 Spinal muscle artrophy
 Distrofia muskuler
 Degeneratif
 Friedriech’s ataxia
 Penyakit Chorea Huntington masa anak
 Metabolik
 Penyakit Wilson
 Kelainan Tulang dan sendi
 Arthero gryphosis multiplex kongenital
 Penyakit gangguan gerak involunter
 Sindrom Tourette
 Chorea Sydenham
 Spasmus nutans
 Penyakit metabolik
 Tumor atau AVM medulla spinalis
 Spinal dystrophia

TATALAKSANA
 Terapi Farmaka : Antikonvulsan bila epilepsi
Diazepam, Dantrolen, Baklofen untuk spastisitas
 Terapi Non Farmaka :
 Fisioterapi
 Pelatihan okupasi
 Sekolah SPLB
 Kaca mata bila gangguan refraksi
 Operasi mata bila strabismus
 Alat bantu dengar bila gangguan dengar

184
 Ortopedi
 Terapi keluarga oleh psikolog

KOMPLIKASI
 Epilepsi
 Gangguan kognisi
 Gangguan lihat / dengar
 Gangguan makan – minum
 Gangguan bicara
 Gangguan orthopedik : kontraktur, small stature

KONSULTASI
 Psikologi anak
 Neurofisiologi
 Neuroradiologi
 Mata
 THT
 Ortopedi
 URM

JENIS PELAYANAN
 Rawat jalan
 Tidak perlu perawatan, kecuali timbul komplikasi status konvulsivus dan aspirasi
pneumonia atau gangguan traktus respiratorius

TENAGA
Psikolog, Dokter Spesialis saraf, Spesialis anak, terapis

PROGNOSIS
 Tipe tetraplegi : ad vitamin & ad functionam : ad malam
 Tipe hemiparesis atau diparesis ringan : ad bonam
 Bila ada retardasi mental, epilepsi, gangguan lihat / dengar : prognosis kurang baik

185
DUCHENE MUSCULAR DYSTROPHY (DMP)
Definisi : Kelainan otot herediter yang progresif, timbul sebelum usia 5 tahun, biasanya pad
anak laki – laki. Kelemahan otot tampak di proksimal.

KRITERIA DIAGNOSIS
 Klinis :
 Anamnesis : Anak usia 2 – 4 tahun, kelemahan otot leher menetap sampai periode
infancy, perkembangan motorik yang lambat, sukar menaiki tangga atau bangun dari
lantai, perkembangan motorik yang lambat dan gangguan kognitif
 Pemeriksaan fisik dan neurologi : Tanda Gowers, berjalan seperti bebek (waddling
gait). Atrofi pada otot, lordosis pada punggung. Pseudohipertrofi di otot
gastroknemius, vastus lateralis, infraspinosus, deltoid, yang agak jarang terdapat di
otot gluteus maksimus, masseter dan trisep akibat timbunan lemak dan hialin.
Kelemahan otot bersifat simetris dan progresif sehingga pada usia 6 – 12 tahun sudah
tidak dapat menggerakkan kedua tungkainya dan harus menggunakan kursi roda.
50 – 80% pasien terdapat gangguan jantung. Retardasi mental ditemukan 30%.

 Radiologi :-

 Laboratorium :
 Kadar Kreatinin Kinase (CK) sangat tinggi (10.000 – 30.000)
 Elektrodiagnostik : gambaran miogenik
 Biospsi otot

 Gold Standar : Gejala klinik, pemeriksaan CK dan EMG

DIAGNOSIS BANDING :-

PENATALAKSANAAN :
 Tidak ada penatalaksanaan khusus, pengobatan hanya bersifat simtomatik dan suportif
untuk mencegah deformitas yang lebih berat
 Keluarga perlu mengetahui mengenal progresifitas penyakit dan perkiraan mengenai
harapan hidup pasien yang seringkali hanya sampai pada dekade kedua

PENYULIT
 Kelemahan yang bertambah berat
 Gangguan respirasi (infeksi paru)
 Gangguan jantung (kardiomiopati, gagal jantung)
 Kontraktur, skoliosis
 Gangguan emosi dan tingkah laku

KONSULTASI
Psychiatrist, orthopedists, geneticist, cardiologist, pulmonologist, physical therapist,
occupational therapist, psychologist, nutritionist

186
MENINGITIS
Adalah salah satu infeksi pada susunan saraf pusat yang berat dan dapat menimbulkan gejala
sisa yang permanen. Penyebab infeksi adalah bakteri, virus atau organisme yang lain.
Merupakan salah satu komplikasi dari penyakit tuberkulosis, mempunyai morbiditas dan
mortalitas yang tinggi dengan prognosis yang buruk.

KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis
Gejala klasik adalah panas badan, nyeri kepala, kaku kuduk. Pada anak usia muda (< 2 tahun)
gejala ini sulit terlihat. Pada anak yang lebih tua gejala seperti panas badan, nyeri kepala,
kaku kuduk atau nyeri pada leher, penurunan kesadaran, muntah, defisit neurologi fokal,
kejang. Pada meningitis yang disebabkan oleh bakteri gejala ini berlangsung sangat cepat dan
dapat terjadi perburukan dalam beberapa jam sampai beberapa hari.

Pemeriksaan fisik umum dan neurologis :


 Penurunan kesadaran, febris
 Kaku kuduk, defisit neurologis fokal

Radiologi :
 Foto thoraks
 CT Scan dengan kontras : terdapat penyangatan di daerah basal

Laboratorium :
 LED, PPD 5 TU
 Pemeriksaan pungsi lumbal

Hasil pemeriksaan LCS


Bakteri Virus TBC
Sel 500 – 10.000 > 6 – 500 > 6 – 1000
Predominan Lekosit PMN Limfosit Limfosit
Protein meningkat Normal – sedikit meningkat meningkat
Glukosa LCS : Serum Menurun Normal menurun

Preparat langsung : Pewarnaan gram


Tinta India
Kultur

GOLD STANDARD : Hasil kultur yang positif terhadap bakteri atau


Mikrobakterium tuberkulosis

187
PENATALAKSANAAN :
MENINGITIS BAKTERI : tergantung penyebabnya

Usia Penyebab tersering Terapi inisial


Ampisilin +
E.coli, grup B Streptokokus, sefotaksim/seftazidim
< 1 bulan
L.monoystogenes atau ampisilin +
aminoglikosida
E.coli, grup B Streptokokus,
Ampisilin +
1 – 3 bulan L.monosystogenes, H.influenza tipe b,
sefoktaksim/seftriakson
S.pneumonia
Sefotaksim/seftriakson
H.influenza, N. Meningitidis,
3 bulan – 18 tahun atau ampisilin +
L.monosystogenes, S.pneumonia
kloramfenikol
Penisilin G atau ampisilin
18 – 50 tahun S.pneumonia, N. Meningitidis
atau sefotaksim/seftriakson
S.pneumonia, N. Meningitidis,
Ampisilin,
> 50 tahun L.monosystogenes, batang gram negatif
sefotaksim/seftriakson
enterik

Dosis antibitika untuk meningitis bakterialis

Antibiotika Dosis (kgBB/hari) Interval (jam)


Penisilin G 250.000 unit 4
Ampisilin 200 – 300 mg 6
Kloramfenikol 75 – 100 mg 6
Sefotaksim 200 mg 6–8
Seftriakson 100 mg 12 – 24
Seftazidim 125 – 150 mg 8
Vankomisin 50 – 60 mg 6
Gentamisin, tobramisin 6 mg 8
Amikasin 20 – 30 8
Nafsilin,oksasilin 200 mg 6

Suportif
 Monitoring tanda vital
 Evaluasi status neurologi setiap hari
 Monitoring intake dan output, elektrolit
 Pengukuran lingkar kepala
 Antikonvulsan bila ada kejang
 Nutrisi yang baik
 Deksametason diberikan pada anak usia > 2 bulan dengan dosis 0,15 mg/kgBB/kali 15
menit sebelum atau bersamaan dengan antibiotika salam 4 hari. Pemberian

188
kortikosteroid ditunda apabila terdapat tanda perdarahan atau bila ada kemungkinan
meningitis TBC belum dapat disingkirkan.

MENINGITIS TBC
Medikamentosa
Dosis harian
Obat Lama pengobatan
( mg / kgBB / hari )
INH 10 12 bulan
Rifampisin 5 12 bulan
Pirazinamid 15 – 40 2 bulan
Streptomisin 15 – 40 1 – 3 bulan
Prednison 1-2 4 – 8 minggu, tap off 2 – 4 minggu

PENYULIT :
▪ Meningitis bakterialis : Oedem otak, hidrosefalus, SIADH
▪ Meningitis TBC : Oedem otak, hidrosefalus, SIADH, arteritis, penjeratan
saraf otak

KONSULTASI : Bedah saraf, Ilmu Kesehatan Anak

JENIS PELAYANAN : Rawat inap

TENAGA : Paramedis, perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf

LAMA PERAWATAN : Tergantung klinis pasien

189
ENSEFALITIS HERPES SIMPLEKS
Merupakan infeksi pada parenkhim otak yang berat dan seringkali berakibat fatal.

KRITERIA DIAGNOSIS
 Klinis
Gejal akut, nyeri kepala, panas badan, kejang, penurunan kesadaran, defisit neurologis
fokal, gangguan tingkah laku

 Laboratorium
Pemeriksaan lumbal pungsi : warna jernih, kadang – kadang kemerahan, sel normal atau
sedikit meningkat, protein sedikit meningkat, glukosa normal.

 Radiologi
MRI terdapat kelainan di lobus temporal

 EEG
Abnormal di daerah temporal

 Gold Standar
PCR, IgM dan IgG HSV 1 (pada anak dan dewasa) dan HSV 2 (pada neonatus) → tidak dapat
dilakukan segera, karena baru + setelah minggu pertama

DIAGNOSIS BANDING : Meningitis virus

PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
 Asiklovir 10 mg/kgBB/kali iv diberikan setiap 8 jam selama 10 hari. Diberikan sedini
mungkin dan boleh diberikan bila terdapat kecurigaan terhadap ensefalitis herpes
simpleks dan dihentikan bila terbukti bukan ensefalitis herpes simpleks.
 Manitol bila terdapat eodem otak atau tekanan intrakranial yang meningkat
 Antikonvulsan bila ada kejang
 Antipiretik
 Antibiotika untuk infeksi sekunder

Suportif
 Monitoring tanda vital
 Evaluasi status neurologi setiap hari
 Mengatasi gangguan nafas
 Monitoring intake dan output, elektrolit
 Pengukuran lingkar kepala
 Nutrisi yang baik

PENYULIT : Oedem otak

190
TICS
KRITERIA DIAGNOSIS
Gerakan involunter sederhana berupa kedipan mata, menyeringai, menjulurkan lidah, gerakan
kepala, gerakan jari kaki, gerakan wajah (twitching), gerakan leher, gerakan mengangkat
bahu, batuk, suara mendengkur, sedangkan gerakan yang kompleks dapat berupa gerakan
menggosok, melompat, berjongkok, mencium objek atau bagian tubuh, copropraxia dan
echopraxia, berkata – kata, atau gerakan berurutan yang stereotipik yang bertambah saat
anak stres. Keluhan ini menetap atau menurun bahkan dapat menghilang. Biasanya
berhubungan dengan gangguan kompulsif dan ADD.

Sedangkan sindroma Tourette’s bila memenuhi kriteria :


 Multipel motor tics (beberapa jenis gerakan anggota badan, batang, tubuh, atau
wajah)
 Paling sedikit terdapat satu vokal tic, meliputi beberapa suara kecuali batuk dan
sniffing
 Gejala timbul sebelum usia 21 tahun
 Gejala menetap atau menurun lebih dari 1 tahun

PENATALAKSANAAN
Tujuan : meningkatkan kualitas hidup pasien dengan tics, dan bukan untuk menghilangkan
tics. Bila anak terganggu saat sekolah, obat hanya diberikan saat sekolah saja.
 Non farmakologi
 Situasi kelas / lingkungan sekolah yang tidak menimbulkan stress
 Terapi behaviour

 Farmakologi
Prinsip terapi :
1. Mulai dengan dosis rendah dan tingkatkan secara bertahap
2. Evaluasi efektivitas obat dan efek samping yang terjadi
3. Gunakan monoterapi
4. Gunakan Tier 1 terutama pada tics yang ringan
5. Pemeriksaan EKG sebelum menggunakan obat Tier 2
6. Turunkan dosis obat secara bertahap

Tier 1 :
 Klonidin → dosis permulaan 0,05 mg, dapat ditingkatkan menjadi 2 x 0,05 mg. Dosis
dapat ditingkatkan setiap 5 – 7 hari dan dapat diberikan sampai 0,1 – 0,4 mg /hari
 Guanfasin → dosis permulaan 0,5 mg malam hari dan dapat ditingkatkan secara
bertahap sampai 3 mg/hari dibagi dalam dua dosis
 Klonazepam → digunakan sebagai terapi ajuvan pada pasien dengan kecemasan. Efek
samping berupa mengantuk, dizziness, fatigue.

Tier 2 :
Apabila pengobatan pertama dengan Tier 1 tidak berhasil dapat diberikan neuroleptik yang
klasik maupun neuroleptik yang atipik.
Neuroleptik klasik :

191
 Pimozid → 2 – 6 mg/hari, mulai dengan dosis 0,5 – 1 mg/hari sebelum tidur, dinaikkan
secara bertahap
 Flufenazin → 2 – 4 mg/hari, mulai dengan dosis 1 mg/hari sebelum tidur, dinaikkan
secara bertahap
 Haloperidol → 1 - 5 mg/hari dalam dosis terbagi, mulai dengan 0,5 mg/hari, dinaikkan
secara bertahap

Neuroleptik yang atipik


 Risperidon → maksimal 3 mg/hari dibagi dalam dua dosis, mulai dengan 0,5 mg/hari,
malam hari
 Olanzapin → 5 – 10 mg/hari dalam dosis terbagi, mulai dengan 2,5 mg sebelum tidur

Obat lain :
 Dopaminergik → dopamin antagonis (tetrabenazin 25 – 100 mg/hari), dopamin agonis
(Pergolid 0,1 – 0,3 mg/hari, dosis terbagi).
 Botulinum toxin (Botox)

192
CHOREA PADA ANAK
KRITERIA DIAGNOSIS
Gangguan gerakan yang disebabkan karena disfungsi basal ganglia.
Gerakan menyentak, cepat, ireguler, tidak dapat diprediksikan dapat terjadi pada satu bagian
tubuh yang kemudian dapat mengenai bagian tubuh yang lain, dapat disertai dengan
kesulitan untuk makan, gangguan gait, clumsiness.

Chorea yang banyak terjadi pada anak adalah Sydenham’s chorea (SC, rheumatic chorea,
chorea minor, St.Vitus’ dance). Penyebabnya dapat bermacam – macam, antara lain :
paroxysmal dyskinesias, penyakit imunologi (SC,SLE,antifosfolipid antibodies), gangguan yang
diturunkan (ataxiateleangiectasia, benignfamilial), gangguan metabolic (hipertiroid,
mitochondrial abnormalities, congenital disorders of glycosylation), infeksi, neoplasma,
gangguan vaskuler dan kelainan degeneratif.

Laboratorium
 Elektrolit termasuk Ca
 Pemeriksaan darah lengkap dan apus darah tepi
 LED
 ASO dan titer Dnase B
 Antibodi antikardiolipin
 Antinuclear antibody
 TSH
 Ceruloplasmin dan level copper
 Skrining toksikologi
 MRI kepala

PENATALAKSANAAN
Terapi bila memungkinkan ditujukan pada kelainan yang mendasarinya. Untuk gejala kliniknya
hanya sebagai simtomatik saja. Mekanisme obat yang dipakai bertujuan untuk mengkoreksi
gangguan neurotransmiter seperti meningkatkan GABA dan acetylcholine dan atau
menurunkan reseptor dopamin
 Asam valproat ( 10 – 20 mg/kgBB/hari )
 Clonazepam ( 1 – 5 mg/kgBB/hari )
 Haloperidol ( 0,5 – 2 mg, 2x/hari )

KONSULTASI
Kardiologi anak untuk terapi preventif sekunder terhadap kelainan jantung dan A beta-
hemolytic streptococcus agar tidak terjadi rheumatic fever dan chorea yang berulang.

193
DISTONIA

KRITERIA DIAGNOSIS
Kontraksi simultan otot agonis dan antagonis yang transien sehingga postur tubuh menjadi
tidak biasa. Bila kontraksi otot agonis dan antagonis seimbang maka gerakan tidak tampak,
hanya berupa ketegangan otot. Gerakan biasanya perlahan, mengenai satu bagian tubuh,
sampai maksimal kemudian bertahan selama satu menit atau lebih, tetapi kadang – kadang
bisa lebih cepat.
Manifestasi distonia yang sering adalah spasmodik torticollis, spasmodik retrocollis, inversi
intermitten sehingga postur menjadi equinovarus, otot – otot lidah, blepharospasm, writer’s
cramp dystonia, spasmodic dysphonia.

DIAGNOSIS BANDING

Benign dystonis of infancy


Kelainan kongenital dan perkembangan Cerebral palsy
Dyspeptic dystonia with hiatus hernia

Ataxia-teleangiectasia
Focal dystonia
Hallervorden-Spatz syndrome
Hemidystonia
Kelainan degeneratif dan penyebab tak Idiopatic torsion dystonia
diketahui Leber disease
Myoclonic dystonia
Segawa dystonia with diurnal fluctuation
Subacute necrotizing encephalomyelopathy
Dystonia Parkinson syndrome

Ensefalitis virus
GM2 gangliosidosis
Penyakit infeksi
PKU
Gangguan metabolik
Triosephosphate isomerase deficiency
Wilson’

Bethanecol, buthirophenone, carbamezepine,


Reaksi obat
Phenothiazine, reserpine, tetrabenazine
Psychogenic Munchausen syndrome simulating dystonia
Gangguan tidur Paroxysmal sleep dystonia

194
PENATALAKSANAAN
Distonia primer :
 Triheksyphenidyl :
Dosis 6 – 60 mg/hari dalam dosis terbagi, mulai dengan 0,5 mg/hari pada anak 4 tahun
sedangkan anak yang lebih besar dapat dimulai dengan dosis 1 mg/hari malam hari dan
dinaikkan 1 mg setiap 1 minggu

 Carbidopa / levodopa :
Dosis 4 – 5 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi, mulai dengan 1 mg/kgBB/hari

 Baclofen :
Dosis 10 – 60 mg/hari dalam dosis terbagi, mulai dari 5 mg malam hari

 BOTOX

Distonia sekunder :
 Reserpin 20  /kg, dinaikkan bertahap sampai 0,25 mg/hari dibagi dalam dua dosis
 Difenhidramin 1 – 1,25 mg/kgBB IM atau IV (maks 50 mg), kemudian dilanjutkan
dengan 1 – 1,25 mg/kg PO (maks 50 mg) setiap 6 – 8 jam selama 1 – 3 hari

195
TUMOR OTAK

Tumor otak pada anak berbeda dengan tumor otak pada orang dewasa dalam tipe sel yang
terlibat maupun terapinya.

KRITERIA DIAGNOSIS
KLINIS : Gejala sering berhubungan dengan adanya tekanan tinggi intrakranial yaitu nyeri
kepala, muntah (pagi hari), mual, perubahan kepribadian, iritabel, penurunan kesadaran,
penurunan fungsi jantung dan pernafasan.
Menurut lokasi :
 Tumor serebri : kejang, gangguan visus, disatria, hemiparesis disertai parese saraf
otak, TTIK, perubahan kepribadian, penurunan kesadaran
 Tumor di batang otak : Kejang, gangguan endokrin, perubahan visus atau penglihatan
ganda, nyeri kepala, parese saraf otak dan heniparese motorik, perubahan pernafasan,
TTIK
 Tumor di serebelum : TTIK, muntah (pagi hari tanpa mual), nyeri kepala, gangguan
koordinasi, gangguan berjalan (ataksia).
Gejala – gejala ini dapat bercampur.

Pemeriksaan Neurologis
Penurunan kesadaran, parese saraf otak, hemiparese motorik, gangguan koordinasi, ataksia,
refleks fisiologi meningkat, refleks patologis positif .

Radiologi : CT Scan dengan kontras, MRI

Laboratorium : biopsi tumor

Gold Standard : CT Scan kepala dengan kontras, biopsi

Patologi anatomi : menentukan jenis tumor

DIAGNOSIS BANDING : Abses otak, Tuberkuloma di otak

PENATALAKSANAAN :
 Medikamentosa : steroid untuk oedem otak (loading : deksametason 1 – 2 mg/kgBB
sampai 10 mg, kemudian 1 – 1,5 mg/kgBB/hari, maksimum 16 mg/hari dibagi dalam 4
dosis )
 Tindakan :
 Operasi
 VP shunt
 Radiasi

196
PENYULIT : Kejang, hidrosefalus

KONSULTASI : Bedah saraf, Radiologi, Patologi Anatomi, Rehabilitasi medis

JENIS PELAYANAN : Rawat inap RS

TENAGA : Paramedis, perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf

LAMA PERAWATAN : Tergantung klinis

197

Anda mungkin juga menyukai