Asuhan Keperawatan Pada Pasien BPH
Asuhan Keperawatan Pada Pasien BPH
Oleh:
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
karunia dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Asuhan Keperawatan pada Tn. S dengan Gangguan Sistem Perkemihan Post
Open Prostatectomi atas Indikasi Benigna Prostat Hiperplasia Di Ruang Instalasi
Bedah RSUD Sambas”.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Peran perawat pada klien meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif. Secara promotif perawat dapat memberikan penjelasan pada klien
tentang penyakit BPH mulai dari penyebab sampai dengan komplikasi yang akan
terjadi bila tidak segera ditangani. Kemudian pada aspek preventif perawat
memberikan penjelasan bagaimana cara penyebaran penyakit BPH, misalnya cara
pembesaran prostat akan menyebabkan obstruksi uretra. Secara kuratif perawat
berperan memberikan obat-obatan sebagai tindakan kolaborasi dengan tim dokter.
Aspek rehabilitatif meliputi peran perawat dalam memperkenalkan pada
anggota keluarga cara merawat klien dengan BPH dirumah, serta memberikan
penyuluhan tentang pentingnya cara berkemih. Berdasarkan hal-hal tersebut di
1
atas maka penulis merasa tertarik untuk mengangkat dengan judul “Asuhan
Keperawatan pada Gangguan Sistem Perkemihan Post Open Prostatectomi atas
Indikasi Benigna Prostat Hiperplasia”.
2
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
2.1.1 Definisi
Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) adalah suatu kondisi yang sering
terjadi sebagai hasil dar pertumbuhan dan pengendalian hormon prostat
(Yuliana Elin, 2011).
Anatomi Prostat
3
bercampur secret dari testis, perbesaran prostate akan membendung uretra
dan menyebabkan retensi urin. Kelenjar prostat, merupakan suatu kelenjar
yang terdiri dari 30-50 kelenjar yang terbagi atas 4 lobus yaitu:
a. Lobus posterior
b. Lobus lateral
c. Lobus anterior
d. Lobus medial
4
Gambar: Anatomi Prostat
Fungsi Prostat
Kelenjar prostat ditutupi oleh jaringan fibrosa, lapisan otot halus, dan
substansi glandular yang tersusun dari sel epitel kolumnar. Kelenjar prostat
menyekresi cairan seperti susu yang menusun 30% dari total cairan semen,
dan memberi tampilan susu pada semen. Sifat cairannya sedikit alkali yang
member perlindungan pada sperma di dalam vagina yang bersifat asam.
Sekret prostat bersifat alkali yang membantu menetralkan keasaman vagina.
5
Cairan prostat juga mengandung enzim pembekuan yang akan menebalkan
semen dalam vagina sehingga semen bisa bertahan dalam serviks.
2.1.2 Etiologi
6
4. Teori sel stem, menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel
stem sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar
prostat menjadi berlebihan.
Teori Sel Stem, sel baru biasanya tumbuh dari sel srem. Oleh
karena suatu sebab seperti faktor usia, gangguan keseimbangan hormon atau
faktor pencetus lain. Maka sel stem dapat berproliferasi dengan cepat,
sehingga terjadi hiperplasi kelenjar periuretral.
b. Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan
baik.
7
d. Volume urin menurundan harus mengedan saat berkemih.
c. Derajat 3, timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini maka
bisa timbul aliran refluks ke atas, timbul infeksi askenden menjalar
ke ginjal dan dapat menyebabkan pielonefritis, hidronefrosis.
2.1.4 Patofisiologi
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di
sebelah inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya
sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa ± 20 gram.
Menurut Mc Neal (1976) yang dikutip dan bukunya Purnomo (2000),
membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer, zona
sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan periuretra
(Purnomo, 2000). Sjamsuhidajat (2005), menyebutkan bahwa pada usia
lanjut akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena
produksi testosteron menurun dan terjadi konversi tertosteron menjadi
8
estrogen pada jaringan adipose di perifer. Purnomo (2000) menjelaskan
bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon tertosteron,
yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi
dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase.
Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam
sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi
pertumbuhan kelenjar prostat.
9
otot detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi sulit
ditahan/urgency, disuria).
Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria
tidak mampu lagi menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih
tinggi dari tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia
paradox (overflow incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko
ureter dan dilatasi. ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal
ginjal. Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan
hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan
yang menambal. Keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam
vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat
menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis
(Sjamsuhidajat, 2005).
10
2.1.5 Pathway
2.1.6 Komplikasi
11
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang mengakibatkan
peningkatan tekanan intra abdomen yang akan menimbulkan hernia dan
hemoroid. Stasis dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang
menambah keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesiko
urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme. Yang dapat
menyebabkan pyelonefritis (sjamsuhidrajat, 2005).
1. Laboratorium
a. Sedimen Urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi
saluran kemih.
b. Kultur Urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus
menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang
diujikan.
2. Pencitraan
a. Foto polos abdomen
Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa
prostat dan kadang menunjukan bayangan buii-buli yang penuh
terisi urin yang merupakan tanda dari retensi urin.
b. IVP (Intra Vena Pielografi)
Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa
hidroureter atau hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar
prostat, penyakit pada buli-buli.
c. Ultrasonografi (trans abdominal dan trans rektal)
Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau
mengukur sisa urin dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel,
tumor.
12
d. Systocopy
Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra
parsprostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam rektum.
1. Observasi
Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3-6 bulan kemudian setiap
tahun tergantung keadaan klien
2. Medika mentosa
3. Pembedahan
Indikasi:
a. Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin
akut
3) Perianal prostatectomy.
13
4. Alternatif lain (misalnya kriyoterapi, hipertermia, termoterapi ,terapi
ultrasonic).
1. Laboratorium
a. Sedimen Urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi
saluran kemih.
b. Kultur Urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus
menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
2. Pencitraan
a. Foto polos abdomen
Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa
prostat dan kadang menunjukan bayangan buii-buli yang penuh terisi urin
yang merupakan tanda dari retensi urin.
d. Systocopy
Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra
parsprostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam rektum.
14
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Meliputi Meliputi nama,umur, jenis kelamin, agama, suku,alamat,
tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnose medis.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
b. Keluhan saat pengkajian
c. Keluhan terdahulu
d. Riwayat kesehatan keluarga
3. Pola fungsi kesehatan
a. Aktifitas
b. Istirahat
c. Eliminasi
d. Nutrisi
4. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
- Keadaan umum
- Kesadaran
- TTV
- TB dan BB
b. Pemeriksaan fisik secara head to toe
5. Data psikologis
a. pendidikan
b. hubungan siosial
c. gaya hidup
d. peran dalam keluarga
6. Data penunjang
7. Pengobatan
B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut b/d spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada
TURP.
2. Resiko infeksi b/d prosedur inovasif pembedahan.
15
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai
proses penyakit dan pengobatanya
C. Intervensi
Diagnosa I: Nyeri akut b/d spasmus kandung kemih dan insisi sekunder
pada TURP.
1. NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam rasa nyeri berkurang
atau hilang, dengan kriteria hasil:
a) klien mengatak an nyeri berkurang / hilang
b) ekspresi wajah klien tenang
c) tanda-tanda vital dalam batas normal
2. NIC
a) Kaji skala nyeri.
R/mengetahui skala nyeri.
b) Jelaskan pada klien tentang gejala dini spasmus kandung kemih
R/klien dapat mendeteksi gejala dini spasmus kandung kemih.
c) Pemantauan klien pada interval yang teratur selama 48 jam, untuk
mengenal gejala-gejala dini dari spasmus kandung kemih.
Diagnosa II: Resiko infeksi b/d prosedur inovasif pembedahan.
1. NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam tidak terjadi adanya
tanda-tanda infeksi, dengan kriteria hasil:
a) Klien tidak mengalami infeksi.
b) Dapat mencapai waktu penyembuhan.
c) Tanda-tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda-tanda
shock.
2. NIC
a) Monitor tanda dan gejala infeksi
R/ mengetahui tanda dan gejala infeksi.
b) Ajarkan intake cairan yang cukup sehingga dapat menurunkan
potensial infeksi.
16
R/meningkatkan output urine sehingga resiko terjadi isk dikurangi
dan mempertahankan fungsi ginjal .
c) Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan antibiotik .
R/ mencegah infeksi.
D. Evaluasi
1. Pasien dapat bergerak dengan baik.
2. Kebutuhan pasien terpenuhi.
3. Tingkat pengetahuan pasien bertambah.
17
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Pengumpulan Data
a. Identitas pasien
Nama : Tn “S”
Umur : 73 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Melayu
Pendidikan : Sekolah Dasar (SD)
Alamat : Desa Batu Mak Jage Kec. Tebas
Pekerjaan : Petani
Tanggal masuk : 10 Juli 2014
Tanggal pengkajian : 14 Juli 2014
Diagnosa medis : Benigna Prostat Hyperplasia (BPH)
Dokter penanggung jawab : dr. Eka S. Sp.B
b. Identitas penanggung jawab
Nama : Tn “M”
Jenis kelamin : Laki-laki
Hubungan dengan pasien : Cucu
18
2. Riwayat Penyakit
a. Alasan masuk rumah sakit sakit
Klien mengeluh susah BAK ± 1 tahun. Pasien berobat ke Puskesmas
lalu dirujuk ke RSUD Sambas.
b. Keluhan saat dikaji
Pasien mengatakan nyeri pada bagian bekas luka operasi. Pasien
meringis kesakitan.
P : saat ditekan dan beraktivitas
Q : seperti ditusuk jarum
R : dibagian abdomen bawah (kandung kemih) luka operasi
S : 5-6
T : intermitten
c. Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak pernah mengalami penyakit kronis sebelumnya.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang menderita BPH.
19
3. Genogram
Keterangan :
: Laki-laki
: Laki-laki meninggal
: Perempuan
: Perempuan meninggal
: Pasien
20
Data Biologis
a. Pola nutrisi
SMRS : Pasien makan 3x sehari dengan menu bervariasi.
MRS : Pasien makan 3x sehari, dengan porsi yang disediakan
rumah sakit.
b. Pola minum
SMRS : Pasien minum 1,5-2 liter/hari.
MRS : Pasien minum 1-1,5 liter/hari.
c. Pola eliminasi
SMRS : Pasien BAB 1-2x/hari, BAK bisa lebih 10-15 x/hari
dengan keluhan urin keluar sedikit-sedikit.
MRS : Pasien BAB 1 kali setelah operasi, terpasang kateter
triway no. 22 dengan karakteristik warna urin kuning
jernih, 500 ml/hari, kadang-kadang terasa nyei saat BAK.
Pasien terpasang irigasi 30 tpm.
d. Pola istirahat/tidur
Waktu tidur
SMRS : Pasien tidur 7-8 jam/hari dan cemas terhadap penyakitnya.
MRS : Pasien tidur sekitar 6-8 jam/hari, dengan penerangan yang
cukup.
e. Pola hygiene
- Mandi
SMRS : Pasien mandi 2 x sehari.
MRS : Pasien mandi 1 x sehari dibantu oleh keluarga.
- Cuci rambut
SMRS : Pasien cuci rambut setap hari saat mandi.
MRS : Pasien hanya membasahi rambut.
- Gogok gigi
SMRS : Pasien gosok gigi dua kali sehari pagi dan malam.
MRS : Pasien tidak menggosok gigi.
21
4. Pola aktifitas
SMRS : Pasien melakukan aktifitas sehari-hari dibantu oleh orang
lain.
MRS : - Pasien melakukan aktifitas dibantu oleh orang lain.
- Pasien mengatakan tidak bisa melakukan aktifitas secara
mandiri.
- Pasien tampak lemah.
- Pasien tampak kesakitan dalam melakukan aktifitas.
Aktifitas 0 1 2 3 4
Mandi √
Berpakaian √
Eliminasi √
Mobilisasi ditempat tidur √
Pindah √
Makan dan minum √
Keterangan : 0 = mandiri
1 = dibantu sebagian
2 = perlu bantuan orang lain
3 = perlu bantuan orang lain dan alat
4 = tergantung orang lain tidak mandiri
5. Data Sosial
a. Hubungan dengan keluarga
Baik.
b. Hubungan dengan tetangga
Baik.
c. Hubungan dengan pasien sekitar
Baik.
22
d. Hubungan dengan keluarga pasien lain
Baik.
6. Data Psikologis
a. Status emosi
Pasien dapat mengendalikan emosi dengan baik.
b. Peran diri
Pasien tidak dapat mejalankan peran seagai kepala keluarga yang baik
karena dirawat di rumah sakit.
c. Gaya komunikasi
b. Pola Koping
7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : E4M6V5 (GCS = 15)
Compos Mentis
TTV : TD = 120/80 mmHg
N = 80 x/menit
RR = 16 x/menit
S = 36,5 ºC
b. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala simetris, beruban, kulit kepala kering,
tidak ada ketombe.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
c. Mata
Inspeksi : Sklera putih, dapat melihat dengan jelas, bola mata
simetris, konjungtiva merah muda, ada reaksi
terhadap cahaya (miosis) tidak mengguakan alat bantu
penglihatan, fungsi penglihatan normal.
Palpasi : Tidak nyeri tekan.
23
d. Hidung
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada polip, tidak ada sekret.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan dan
pembengkakan.
e. Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada kelainan dikedua telinga,
tidak ada lesi dan serumen.
Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan.
f. Mulut
Inspeksi : Gigi tampak hitam, lidah bersih, mukosa mulut
lembab, bibir lembab.
Palpasi : Otot rahang kuat.
g. Leher
Inspeksi : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe.
Palpasi : Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid, tidak
ada nyeri tekan.
h. Thoraks (paru-paru)
Inspeksi : Dada simetris, tidak ada lesi, respirasi 16 x/m, ada
batuk sedikit.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
Auskultasi : Bunyi napas vesikuler.
Perkusi : Sonor.
i. Thoraks (jantung)
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : ictus cordis tidak teraba.
Auskultasi : S1 dan S2 reguler.
Perkusi : Batas jantung normal.
j. Abdomen
Inspeksi : Simetris, tidak ada lesi, terdapat luka insisi bedah
tanggal 11-07-2014 di abdomen inguinalis kanan
dengan karakteristik panjang luka 8-10 cm jumlah
hecting 7 jahitan tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor,
24
dolor, kalor, tumor). Terpasang drain dengan produksi
± 50 cc warna merah muda.
Palpasi : ada nyeri tekan di sekitar luka post operatif di
abdomen inguinalis kanan, skala 5-6 (nyeri sedang),
teraba hangat di daerah sekitar luka.
Perkusi : timpani.
Auskultasi : bising usus 6 x/menit.
k. Genetalia
(pasien menolak untuk dikaji).
l. Ekstremitas
Kanan 5 5 5 5 5 5 5 5 Kiri
5 5 5 5 5 5 5 5
25
c. Data Penunjang
LABORATORIUM
14 Juli 2014 Hasil Nilai Normal
Hb 10.0 Lk = 14-16 gr%, Pr = 12-14 gr%
Leucocyt 6.600 5.000-10.000 mm3/drh
Hematokryt 31 % Lk = 47-54 %, Pr = 42-46 %
Eritrocyt 3.71 4,6-6 Jt mm3/drh
RONTGEN
Dari hasil rontgen tanggal 12 Juli 2014 menunjukkan adanya pembesaran
prostat.
d. Pengobatan
Tramadol 2 x 100 ml (IV)
Ranitidine 2 x 50 ml (IV)
As. Tranexamat 3 x 500 mg (IV)
Cefoprazone 2 x 1 gr (IV).
NaCl/RL 20 Tpm.
26
B. ANALISA DATA
T : intermitten
DO:
27
BPH
2. DS: Resiko infeksi
DO:
- Terpasang drain
TTV
RR : 16x/menit
N : 80x/menit
S : 36,7oC
- Leukosit 6.600mm3/drh
28
Tindakkan pembedahan
3. DS: Intoleransi aktifitas
- Ps tampak lemah.
29
C. DAFTAR MASALAH
DITEMUKAN TERATASI
14 Juli 2014
1. Nyeri akut b/d luka post operasi.
DS:
S : 5-6
T : intermitten
DO:
30
14 Juli 2014
2. Resiko infeksi b/d kerusakan jaringan
efek sekunder dari prosedur
pembedahan.
DS:
DO:
- Terpasang drain
TTV
TD : 120/80 mmHg
RR : 16x/menit
N : 80x/menit
S : 36,7oC
- Leukosit 6.600mm3/drh
31
14 Juli 2014
3. Intoleran aktivitas b/d nyeri akibat
luka bekas operasi.
DS:
DO:
- Ps tampak lemah.
32
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
Q : seperti ditusuk jarum TTV dalam batas normal - Ajarkan manajemen nyeri (teknik nyamann bagi pasien.
relaksasi napas dalam dan teknik
R : dibagian abdomen bawah
distraksi). 4. Mengalihkan perhatian
(kandung kemih) luka operasi.
Dev. Env : nyeri.
S : 5-6 - Ciptakan lingkungan yang
T : intermitten nyaman dan tenang 5. Memberi suasana
Collaboration : nyaman bagi pasien.
- Berikan analgetik sesuai instruksi
DO:
dokter (Tramadol 2 x 100 ml) 6. Analgetik mengurangi
- Ps tampak meringis kesakitan rasa nyeri.
33
2. Resiko infeksi b/d kerusakan Setelah dilakukan tindakan Guidance :
jaringan efek sekunder dari keperawatan 3x24 jam - Kaji tanda tanda infeksi 1. Mengetahui adanya
prosedur pembedahan ditandai diharapkaninfeksi tidak terjadi dengan - Observasi TTV setiap 6 jam. tanda infeksi
dengan : kriteria hasil : Support : 2. Mengetahui keadaan
Do : tidak tampak adanya tanda tanda - Ganti balutan setiap hari dengan umum
DS:
infeksi (rubor, dolor, kalor, tumor) teknik aseptik dan steril
DO:
Leukosit normal 4.000-11.000 Teaching : 3. Mencegah adanya
- Terdapat luka post operasi pada S : 36,7 -37,5 0C - Ajarkan pasien dalam menjaga infeksi
abdomen bawah.
kebersihan pada daerah luka post 4. Mengajarkan pasien
- Tampak luka insisi post operasi
op. untuk mempertahankan
11-07-2014
Dev. Env : kondisi balutan luka.
- Panjang luka 8-10cm
- Ciptakan lingkungan yang bersih.
- Jumlah heating 7 jahitan Collaboration : 5. Mencegah terjadnya
- Tidak terdapat tanda infeksi - Berikan antibiotik sesuai anjuran infeksi
(rubor, dolor, kalor, tumor) dokter.
- Terpasang drain - Kolaborasikan dengan ahli gizi 6. Mempercepat
TTV dalam pemberian diit TKTP. penyembuhan luka
TD : 120/80 mmHg
RR : 16x/menit 7. Protein mempercepat
N : 80x/menit proses penyembuhan
o
S : 36,7 C luka.
3
- Leukosit 6.600mm /drh
34
3. Intoleran aktivitas b/d nyeri akibat Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam Guidance : 1. Mengetahui keadaan
luka bekas operasi, ditandai diharapkan intoleran aktivitas dengan - Kaji tanda tanda infeksi umum pasien
dengan: criteria hasil : - Kaji tingkat aktifitas 2. Mengetahui tingkat
- Pasien mengatakan bisa Support : ketergantungan pasien
DS:
beraktivitas secara mandiri dan - berikan posisi senyaman mungkin 3. Memberikan
- Ps mengatakan tidak bisa
secara perlahan - dekatkan barang yang diperlukan kenyamanan pada pasien
melakukan aktifitas secara
- Pasien biisa melakukan secara pasien 4. Memberikan
mandiri
mandiri Teaching : kenyamanan pada
- Ps mengatakan luka terasa nyeri - ajarkan pasien untuk latihan aktif pasien.
saat melakukan aktifitas dan pasif sesuai kondisi 5. Mencegah kelemahan
35
E. CATATAN PERKEMBANGAN DAN EVALUASI
36
DX 2. 14 Juli 2014 1. Mengkaji tanda-tanda infeksi.
S : Pasien mengatakan tidak ada rasa gatal,
09.00 H/ Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, dolor,
panas, dan sakit.
kalor, tumor.
10.00
2. Memberikan penkes kepada pasien dalam O : Tidak tampak adanya tanda-tanda
menjaga kebersihan luka bekas operasi.
infeksi.Pasien terlihat tenang
R/ pasien dan keluarga mendengarkan dengan
baik. A : Masalah masih resiko.
11.00 3. Memberikan terapi injeksi .
P : Intervensi 1 dan 3 dilanjutkan.
R/ Cifrofloxacin 500 mg IV.
37
DX 3. 14 Juli 2014 1. Mengkaji tingkat aktifitas pasien. S : Pasien mengatakan belum bisa
13.00 H/ pasien hanya beraktifitas di tempat tidur. beraktifitas secara mandiri.
2. Mengajarkan latihan fisik aktif dan pasif. O : Pasien tampak lemah.
R/ pasien mengikuti dengan baik. A : Masalah belum teratasi .
13.30
P : Intervensi 1 dan 2 dilanjutkan.
DX 1. 15 Juli 2014 1. Mengkaji TTV S : Pasien mengatakan nyeri sedikit
07.30 H/ TD : 150/80, N : 82 x/m, RR: 16 x/m, S : berkurang.
36,5oC
O : Pasien tampak lebih tenang.
2. Mengkaji skala nyeri
08.10 A : Masalah teratasi sebagian.
R/
P : Intervensi 1, 2 dan 3 dilanjutkan.
P = Saat ditekan dan saat beraktifitas.
Q = Seperti ditusuk-tusuk.
R = Di bagian abdomen (luka operasi).
S = 4-5 nyeri sedang.
T = intermiten (kadang-kadang).
3. Memberi terapi injeksi sesuai dengan resep
08.30
dokter.
R/ Tramadol 1 amp IV.
4. Memberikan posisi nyaman bagi pasien.
H/ Pasien tampak nyaman.
38
DX 2. 15 Juli 2014 1. Memberikan terapi injeksi . S : Pasien mengatakan tidak ada rasa gatal,
09.00 R/ Cifrofloxacin 500 mg IV. panas dan sakit.
11.00 2. Melakukan perawatan luka dengan teknik aseptik O : Tidak ada tanda-tanda infeksi.
dan steril. A : Masalah masih resiko.
08.00 H/ perban tambak bersih, tidak terdapat tanda- P : Intervensi 1,2 dan 3 dilanjutkan.
tanda infeksi.
DX 3. 15 Juli 2014 1. Mengkaji tingkat aktifitas pasien. S : Pasien mengatakan sebagian aktifitas
13.00 H/ sebagian aktifitas pasien sudah dapat sudah bisa dilakukan sendiri.
dilakukan sendiri
O : Pasien tampak lebih bersemangat
2. Mengajarkan latihan fisik aktif dan pasif.
dalam melakukan aktifitas.
13.30 R/ pasien mengikuti dengan baik.
A : Masalah teratasi sebagian .
P : Intervensi 1 dan 2 dilanjutkan.
DX 1. 16 Juli 2014 1. Mengkaji TTV S : Pasien mengatakan nyeri sudah
07.30 H/ TD : 120/80, N : 80 x/m, RR: 16 x/m, S : berkurang.
36,5oC
O : Pasien tampak lebih tenang.
2. Mengkaji skala nyeri
08.10 A : Masalah teratasi sebagian.
R/
P : Intervensi 1, 2 dan 3 dilanjutkan.
P = Saat ditekan dan saat beraktifitas.
Q = Seperti ditusuk-tusuk.
39
R = Di bagian abdomen (luka operasi).
S = 1-3 nyeri ringan.
T = intermiten (kadang-kadang).
08.30 3. Memberi terapi injeksi sesuai dengan resep
dokter.
R/ Tramadol 1 amp IV.
DX 2. 16 Juli 2014 1. Mengkaji tanda-tanda infeksi. S : Pasien mengatakan tidak ada rasa gatal,
09.00 H/ Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, dolor, panas dan sakit.
kalor, tumor).
11.00 O : Tidak terlihat ada tanda-tanda infeksi.
2. Memberikan terapi injeksi sesuai dengan anjuran
dokter. A : Masalah masih resiko.
40
DX 3. 16 Juli 2014 1. Mengkaji tingkat aktifitas pasien. S : Pasien mengatakan sebagian aktifitas
09.00 H/ sebagian aktifitas pasien sudah bisa dilakukan sudah bisa dilakukan sendiri.
secara mandiri.
O : Pasien tampak lebih bersemangat
2. Mengajarkan latihan fisik aktif dan pasif.
dalam melakukan aktifitas.
13.30 R/ pasien mengikuti dengan baik.
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Intervensi 1 dilanjutkan.
41
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
Lebih teliti dalam pengkajian dan analisa data, karena yang menjadi
acuan dalam menentukan diagnosa Keperawatan adalah analisa data sebelum
menentukan rencana tindakannya.
42
DAFTAR PUSTAKA
43