Ganjil/2019
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ayam
Ayam merupakan salah satu ternak unggas yang sudah tidak asing lagi
dikalangan masyarakat. Daging ayam merupakan bahan makanan bergizi tinggi
yang mudah untuk didapat, rasanya enak, teksturnya empuk, baunya tidak terlalu
amis serta harga yang terjangkau oleh semua kalangan masyarakat sehingga
disukai banyak orang dan sering digunakan sebagai bahan utama dalam
pembuatan makanan.
Menurut Iman Rahayu, (2011:6) hirarki klasifikasi ilmiah ayam adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Metazoa
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Ordo : Galliformes (Game Birds)
Family : Phasianidae (Peasants)
Genus : Gallus
Spesies : Gallus gallus
Berikut ini beberapa ciri-ciri daging ayam broiler menurut Dewi Windiani & Diah
Ari (2014:2):
1. Ayam broiler mengandung air yang lebih banyak maka dalam
pengolahannya ayam broiler lebih cepat matang dan lebih cepat empuk
dalam pengolahannya.
2. Daging ayam broiler memiliki kandungan air yang lebih banyak sehingga
dagingnya terasa lembek.
Bahan-bahan dan senyawa kimia akan mudah larut dalam pelarut yang
sama polaritasnya dengan zat terlarut. Tetapi polaritas bahan dapat berubah
karena adanya proses kimiawi. Misalnya asam lemak dalam larutan KOH berada
dalam keadaan terionisasi dan menjadi lebih polar dari aslinya sehingga mudah
larut serta dapat diekstraksi dengan air. Ekstraksi asam lemak yang terionisasi ini
dapat dinetralkan kembali dengan menambahkan asam sulfat encer (10 N)
sehingga kembali menjadi tidak terionisasi dan kembali mudah diekstraksi
dengan pelarut non-polar. Lemak dan minyak merupakan senyawaan trigliserida
atau triasgliserol, yang berarti “triester dari gliserol”. Jadi lemak dan minyak juga
merupakan senyawaan ester. Hasil hidrolisis lemak dan minyak adalah asam
karboksilat dan gliserol (Ketaren,1986).
minyak/lemak
9. Shot melting point adalah temperatur pada saat terjadi tetesan pertama
dari minyak/lemak
10. Slipping point digunakan untuk pengenalan minyak atau lemak alam
serta pengaruh kehadiran komponen-komponennya
B. Sifat-Sifat Kimia Minyak dan Lemak
1. Esterifikasi
Proses esterifikasi bertujuan untuk mengubah asam lemak bebas
trigliserida, menjadi bentuk ester. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan
melalui reaksi kimia yang disebut interifikasi atau pertukaran ester
yang didasarkan pada prinsip transesterifikasi field craft.
2. Hidrolisa
Dalam reaksi hidrolisis, lemak dan minyak akan diubah menjadi
asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisis mengakibatkan
kerusakan lemak dan minyak. Ini terjadi karena terdapat sejumlah air
dalam lemak dan minyak tersebut.
3. Penyabunan
Reaksi ini dilakukan dengan penambahan sejumlah larutan basa
kepada trigliserida. Bila penyabunan telah lengkap, lapisan air yang
mengandung gliserol dipisahkan dan gliserol dipulihkan dengan
penyulingan.
4. Hidrogenasi
Proses hidrogenasi bertujuan untuk menjernihkan ikatan dari rantai
karbon asam lemak pada lemak atau minyak. Setelah proses
hidrogenasi selesai, minyak didinginkan dan katalisator dipisahkan
dengan disaring. Hasilnya adalah minyak yang bersifat plastis atau
keras, tergantung pada derajat kejenuhan.
5. Pembentukan keton
Keton dihasilkan melalui penguraian dengan cara hidrolisa ester.
6. Oksidasi
Oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah
oksigen dengan lemak atau minyak terjadinya reaksi oksidasi ini akan
Asam lemak dibedakan menjadi asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid;
SFA) dan asam lemak tak jenuh (Unsaturated Fatty Acid; UFA).
asam larut (C18H24O2), asam miristat (C14H28O2), asam palmitat (C16H32O2) dan
asam stearat (C18H36O2) dengan kandungan asam palmitat paling tinggi. Beberapa
jenis asam lemak jenuh yaitu :
Tabel 2.7 Jenis Asam Lemak Jenuh
Jenis Asam Rumus Molekul Sumber/Asal Titik Cair
(0 ℃)
Asetat CH3COOH Minyak pohon spindle 16,6 ℃
2.5 Ekstraksi
Ekstraksi minyak adalah salah satu cara untuk mendapatkan minyak atau
lemak dari bahan yang mengandung minyak atau lemak. Prinsip dasar ekstraksi
ialah pemisahan suatu zat berdasarkan perbandingan distribusi zat yang terlarut
dalam dua pelarut yang tidak saling melarutkan. Cara ekstraksi yang biasa
dilakukan ada 3 cara yaitu rendering, pengepresan mekanis dan ekstraksi dengan
pelarut (Orban, 2008).
Ekstraksi adalah proses penarikan suatu zat dengan pelarut sehingga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Seringkali
campuran bahan padat dan cair tidak dapat atau sukar sekali dipisahkan dengan
metode pemisahan mekanis atau termis. Ekstraksi adalah satu- satunya proses
yang dapat digunakan atau yang mungkin paling ekonomis. Sebagai contoh
pembuatan ester (essence) untuk bau-bauan dalam pembuatan sirup atau minyak
wangi, pengambilan kafein dari daun teh, biji kopi atau biji coklat dan yang dapat
dilihat sehari-hari ialah pelarutan komponen-komponen kopi dengan
menggunakan air panas dari biji kopi yang telah dibakar atau digiling. Teknik
ekstraksi sangat berguna untuk pemisahan secara cepat dan bersih, baik untuk zat
organik atau anorganik (Orban, 2008).
Ekstraksi merupakan suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak
dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak. Adapun cara ekstraksi
ini ada bermacam- macam, yaitu rendering (dry rendering dan wet rendering),
mechanical expression dan solvent extraction. Ekstraksi merupakan jenis
pemisahan bahan dari suatu padatan atau cairan atau pemisahan suatu zat dari
campurannya dengan pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak
dapat tercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut
yang lain (Orban, 2008).
2.5.2 Rendering
Rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak dari bahan
yang diduga mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang tinggi. Pada
semua cara rendering, penggunaan panas adalah sesuatu yang spesifik, yang
bertujuan untuk menggumpalkan protein pada dinding sel bahan dan untuk
memecahkan dinding sel tersebut sehingga mudah ditembus oleh minyak atau
lemak yang terkandung didalamnya. Menurut Effendi, 2003 pengerjaannya
rendering dibagi dengan dua cara, yaitu:
1. Rendering basah (Wet Rendering)
Rendering basah adalah proses rendering dengan penambahan sejumlah air
selama berlangsungnya proses tersebut. Cara ini dikerjakan pada ketel yang
terbuka atau tertutup dengan menggunakan temperatur yang tinggi serta tekanan
40 sampai 60 pound tekanan uap (40-60 psi). Penggunaan temperatur rendah pada
rendering basah dilakukan jika diinginkan flavor netral dari minyak atau lemak.
Bahan yang akan diekstraksi ditempatkan pada ketel yang dilengkapi dengan alat
pangaduk, kemudian air ditambahkan dan campuran dipanaskan perlahan-lahan
sampai suhu 50°C sambil diaduk. Minyak yang terekstraksi akan naik keatas
kemudian dipisahkan. Proses rendering basah dengan menggunakan temperatur
2.5.4 Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilarutkan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan
jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Biomassa
ditempatkan dalam wadah soklet yang dibuat dengan kertas saring, melalui alat ini
pelarut akan terus direfluks. Alat soklet akan mengosongkan isinya ke dalam labu
dasar bulat setelah pelarut mencapai kadar tertentu. Setelah pelarut segar melewati
alat ini melalui pendingin refluks, ekstraksi berlangsung sangat efisien dan
senyawa dari bioasa secara efektif ditarik ke dalam pelarut karena konsentrasi
awalnya rendah (Mozaffarian, 2006).
Prinsipnya adalah penyarian yang dilakukan berulang-ulang sehingga
penyarian lebih sempurna dan pelarut yang digunakan relatif sedikit. Bila
penyarian telah selesai maka pelarutnya dapat diuapkan kembali dan sisanya
berupa ekstrak yang mengandung komponen kimia tertentu. Penyarian dihentikan
bila pelarut yang turun melewati pipa kapiler tidak berwarna dan dapat diperiksa
dengan pereaksi yang cocok.
Ekstraksi yang dilakukan menggunakan metoda sokletasi, yakni sejenis
ekstraksi dengan pelarut organik yang dilakukan secara berulang-ulang dan
menjaga jumlah pelarut relatif konstan, dengan menggunakan alat soklet. Minyak
nabati merupakan suatu senyawa trigliserida dengan rantai karbon jenuh maupun
tidak jenuh. Minyak nabati umumnya larut baik dalam pelarut organik, seperti
benzen dan heksan. Untuk mendapatkan minyak nabati dari bagian tumbuhan
dapat dilakukan metode sokletasi (Mozaffarian, 2006).
Proses sokletasi digunakan untuk ekstraksi lanjutan dari suatu senyawa dari
material atau bahan padat dengan pelarut panas. Alat yang digunakan adalah labu
didih, ekstraktor dan kondensor. Sampel dalam sokletasi perlu dikeringkan
sebelum disokletasi. Tujuan dilakukannya pengeringan adalah untuk
mengilangkan kandungan air yang terdapat dalam sampel sedangkan dihaluskan
adalah untuk mempermudah senyawa terlarut dalam pelarut. Didalam sokletasi
digunakan pelarut yang mudah menguap. Pelarut itu bergantung pada
tingkatannya, polar atau non polar.
Keunggulan metode ini antara lain (Effendi, 2003):
a. Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan
terhadap pemanasan secara langsung.
b. Digunakan pelarut yang lebih sedikit.
c. Pemanasannya dapat diatur
Menurut Adeoti dan Hawboldt. (2014), Kelemahan metode ini antara lain:
a. Tidak cocok untuk senyawa- senyawa yang tidak stabil terhadap panas
(senyawa termobil), contoh : beta karoten.
b. Cara mengetahui ekstrak telah sempurna atau saat sokletasi harus dihentikan
adalah:
1. Pelarutnya sudah bening atau tidak berwarna lagi
2. Jika pelarut bening, maka diuji dengan meneteskan setetes pelarut pada kaca
arloji dan biarkan menguap. Bila tidak ada lagi bercak noda, berarti
sokletasi telah selesai.
3. Untuk mengetahui senyawa hasil penyarian (kandungannya), dapat
dilakukan dengan tes identifikasi dengan menggunakan beberapa pereaksi.
2.5.5 Maserasi
Maserasi berasal dari bahasa latin Macerace berarti mengairi dan
melunakkan. Keunggulan metode maserasi ini adalah maserasi merupakan cara
ekstraksi yang paling sederhana dan paling banyak digunakan, peralatannya
mudah ditemukan dan pengerjaannya sederhana. Cara ini sesuai, baik untuk skala
kecil maupun skala industri. Dasar dari maserasi adalah melarutnya bahan
kandungan simplisia dari sel yang rusak, yang terbentuk pada saat penghalusan,
ekstraksi (difusi) bahan kandungan dari sel yang masih utuh. Setelah selesai
waktu maserasi artinya keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian
dalam sel dengan masuk ke dalam cairan, telah tercapai maka proses difusi segera
berakhir. Selama maserasi atau proses perendaman dilakukan pengocokan
berulang-ulang. Upaya ini menjamin keseimbangan konsentrasi bahan ekstraksi
yang lebih cepat di dalam cairan. Sedangkan keadaan diam selama maserasi
menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif. Secara teoritis pada suatu
maserasi tidak memungkinkan terjadinya ekstraksi absolut. Semakin besar
perbandingan simplisia terhadap cairan pengekstraksi, akan semakin banyak hasil
yang diperoleh (Adeoti dan Hawboldt, 2014).
Maserasi merupakan salah satu metode ekstraksi yang dilakukan melalui
perendaman serbuk bahan dalam larutan pengekstrak. Metode ini digunakan untuk
mengekstrak zat aktif yang mudah larut dalam cairan pengekstrak, tidak
mengembang dalam pengekstrak, serta tidak mengandung benzoin. Menurut
Adeoti dan Hawboldt (2014) ada beberapa variasi metode maserasi, antara lain
digesti, maserasi melalui pengadukan kontinyu, remaserasi, maserasi melingkar,
dan maserasi melingkar bertingkat. Digesti merupakan maserasi menggunakan
pemanasan lemah (40-50°C).
Maserasi pengadukan kontinu merupakan maserasi yang dilakukan
pengadukan secara terus-menerus, misalnya menggunakan shaker, sehingga dapat
mengurangi waktu hingga menjadi 6-24 jam. Remaserasi merupakan maserasi
yang dilakukan beberapa kali. Maserasi melingkar merupakan maserasi yang
cairan pengekstrak selalu bergerak dan menyebar. Maserasi melingkar bertingkat
merupakan maserasi yang bertujuan untuk mendapatkan pengekstrakan yang
sempurna. Lama maserasi memengaruhi kualitas ekstrak yang akan diteliti. Lama
maserasi pada umumnya adalah 4-10 hari (Nugroho AJ et al, 2014).
Maserasi akan lebih efektif jika dilakukan proses pengadukan secara berkala
karena keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan
aktif. Melalui usaha ini diperoleh suatu keseimbangan konsentrasi bahan
ekstraktif yang lebih cepat masuk ke dalam cairan pengekstrak. Kelemahan
metode maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyarian kurang sempurna.
Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian
konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengulangan
penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan
seterusnya
2.5.6 Perkolasi
Istilah perkolasi berasal dari bahasa latin per yang artinya melalui dan
colare yang artinya merembes. Jadi, perkolasi adalah penyarian dengan
mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Alat
yang digunakan untuk mengekstraksi disebut perkolator, dengan ekstrak yang
telah dikumpulkan disebut perkolat. Metode perkolasi memberikan beberapa
keunggulan dibandingkan metode maserasi, antara lain adanya aliran cairan
penyari menyebabkan adanya pergantian larutan dan ruang di antara butir-butir
serbuk simplisia membentuk saluran kapiler tempat mengalir cairan penyari.
Kedua hal ini meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi yang memungkinkan
proses penyarian lebih sempurna (Haris, 2004).
Serbuk simplisia yang akan diperkolasi tidak langsung dimasukkan ke
dalam bejana perkolator, tetapi dibasahi dan dimaserasi terlebih dahulu dengan
cairan penyari. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan sebesar-
besarnya kepada cairan penyari memasuki seluruh pori-pori dalam simplisia
sehingga mempermudah penyarian selanjutnya. Untuk menentukan akhir
perkolasi, dapat dilakukan pemeriksaan zat aktif secara kualitatif pada perkolat
terakhir. Untuk obat yang belum diketahui zat aktifnya, dapat dilakukan
penentuan dengan cara organoleptis seperti rasa, bau, warna dan bentuknya
(Haris, 2004).
Secara umum proses perkolasi ini dilakukan pada temperatur ruang.
Sedangkan parameter berhentinya penambahan pelarut adalah perkolat sudah
tidak mengandung senyawa aktif lagi. Pengamatan secara fisik pada ekstraksi
bahan alam terlihat pada tetesan perkolat yang sudah tidak berwarna. Cara
perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena aliran cairan
penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi dengan larutan yang
konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan derajat perbedaan
konsentrasi. Selain itu ruangan diantara serbuk-serbuk simplisia membentuk
saluran tempat mengalir cairan penyari karena kecilnya saluran kapiler tersebut,
maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga dapat
meningkatkan perbedaan konsentrasi (Haris, 2004).
Dalam proses perkolasi biasa, perkolat yang dihasilkan tidak dalam kadar
yang maksimal. Selama cairan penyari melakukan penyarian serbuk simplisia,
maka terjadi aliran melalui lapisan serbuk dari atas sampai ke bawah disertai
pelarutan zat aktifnya. Proses penyaringan tersebut aakan menghasilkan perkolat
yang pekat pada tetesan pertama dan terakhir akan diperoleh perkolat yang encer.
Untuk memperbaiki cara perkolasi tersebut dialkukan cara perkolasi bertingkat.
Serbuk simplisia yang hampir tersari sempurna sebelum dibuang, disari dengan
cairan penyari yang baru. Hal ini diharapkan agar serbuk simplisia tersebut dapat
tersari sempurna. Sebaliknya serbuk simplisia yang baru disari dengan perkolat
yang hampir jenuh, dengan demikian akan diperoleh perkolat akhir yang jernih.
Perkolat dipisahkan dan dipekatkan. Cara ini cocok bila digunakan untuk
perusahaan obat tradisional, termasuk perusahaan yang memproduksi sediaan
galenik. Agar dioperoleh cara yang tepat, perlu dilakukan percobaan pendahuluan.
Dengan percobaan tersebut dapat ditetapkan (Haris, 2004) :
1. Jumlah perkolator yang diperlukan.
2. Bobot serbuk simplisia untuk tiap kali perkolasi.
3. Jenis cairan penyari.
4. Jumlah cairan penyari untuk tiap kali perkolasi.
5. Besarnya tetesan dan lain-lain.
Kelemahan dari metode perkolasi ini adalah kontak antara sampel padat
tidak merata atau terbatas dibandingkan dengan metode refluks, dan pelarut
menjadi dingin selama proses perkolasi sehingga tidak melarutkan komponen
secara efisien.
BAB III
METODE PERCOBAAN
BAB IV
4.1 Hasil
Percobaan ekstraksi dilakukan dengan menggunakan variabel bahan yaitu
limbah kulit ayam. Bahan diekstraksi dengan menggunakan proses dry rendering
dan dilakukan pengujian pada bahan sehingga didapatkan karakterisasi masing-
masing minyak.
Tabel 4.1 Hasil Praktikum
Karakterisasi Hasil
Massa kulit ayam 400 gr
Suhu pengovenan 110 c
Lama pengovenan 2.5 jam
Massa minyak yang didapat 210 gr
Massa minyak murni 75 gr
Rendemen minyak 52,5%
Uji ALB 50,4%
Uji Densitas 0,95 gr/ml
Massa Na2SO4 6,3 gr
Laju pembentukan ALB 1.04167 gr/jam
4.2 Pembahasan
4.2.1 Ekstraksi
Pada percobaan ini, ekstraksi dilakukan pada limbah kulit ayam. Untuk
mendapatkan minyak dari limbah dilakukan dengan metode ekstraksi rendering,
dimana metode ekstraksi rendering yang digunakan adalah dry rendering. Dry
rendering adalah proses rendering tanpa penambahan air selama proses
berlangsung (Ketaren, 1986). Limbah yang akan diekstraksi dicuci terlebih dahulu
lalu dikeringkan. Kemudian Limbah dipanaskan di dalam oven selama 2,5 jam
dengan suhu dijaga konstan yaitu 110 oC. Proses pemanasan bertujuan untuk
menggumpalkan protein pada dinding sel bahan dan untuk memecahkan dinding
sel sehingga mudah ditembus oleh minyak atau lemak yang terkandung
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Ekstraksi minyak kulit ayam dilakukan dengan metode dry rendering yaitu
proses rendering tanpa penambahan air selama proses berlangsung dengan
menggunakan proses pemanasan di dalam oven selama 2,5 jam, kemudian
ditambahkan Natrium Sulfat Anhidrat pada minyak yang diperoleh untuk
menghilangkan air yang masih tersisa di dalam minyak.
2. Rendemen yang dihasilkan pada ekstraksi minyak kulit ayam adalah 52,5%
yang merupakan hasil pembagian berat minyak yang diperoleh dengan berat
minyak awal dan dikali seratus persen.
3. Berdasarkan percobaan yang telah dillakukan, kadar asam lemak bebas yang
terkandung dalam minyak kulit ayam sebesar 50,4 %, densitas sebesar 0,95
gr/ml, serta laju pembentukan asam lemak bebas dalam minyak kulit ayam
sebesar 1,04167 gr/jam.
5.2 Saran
1. Praktikan sebaiknya memastikan alat yang digunakan dalam keadaan siap
digunakan 1 hari sebelum percobaan, agar saat hari melakukan praktikum
tidak perlu menunggu untuk mencari peralatan praktikum yang kurang.
2. Praktikan harus lebih cermat dan teliti dalam mengamati serta menghitung
sampel ataupun larutan yag digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Jakarta
.
LAMPIRAN B
LEMBAR PERHITUNGAN
4. Rendemen Minyak
Berat Hasil Minyak
Rendemen = x 100 %
Berat Awal Minyak
210 gram
= x 100 %
400 gram
= 52,5 %
5. Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas
V NaOH x N NaOH x Mr trigliserida
% ALB = x 100 %
Berat Minyak Hasil Kulit Ayam
0,125 N x 3 ml x 823,3514 J/mol
= x 100 %
210 gram
308,76
= x 100 %
210
= 147 %
= 1,04167 gr/jam
LAMPIRAN C
DOKUMENTASI
Gambar C.3 Ekstrak Minyak Kulit Gambar C.4 Ekstrak minyak kulit ayam
ayam dan pengotor murni