Sektor informal mempunyai banyak pengertian, hal ini tergantung perspektif apa yang
digunakan oleh sang pemikir. Sektor Informal secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu
usaha yang tidak terdaftar secara resmi, tidak mempunyai organisasi, tidak teratur, serta tidak
terdaftar di dalam badan usaha resmi milik negara dan sektor informal ini tidak perlu membayar
pajak kepada negara atas usahanya tersebut. Pengertian sektor informal yaitu berupa lingkungan
usaha tidak resmi atau lapangan pekerjaan yang diciptakan dan diusahakan sendiri oleh pencari
kerja seperti wiraswasta contohnya membuka usaha informal berupa rumah makan di tempat-
tempat ramai.
Sektor informal sebagai pasaran tenaga kerja yang tidak dilindungi. Kegiatan sektor informal
dapat bervariasi.[10] Kegiatan tersebut bisa dilakukan sebagai pekerjaan paruh waktu setelah
bekerja, bagi kaum imigran pekerjaan sektor informal lebih mudah didapatkan karena mereka
tidak diperkenankan bekerja pada sektor formal.[11] Istilah sektor informal biasanya digunakan
untuk mengambarkan sejumlah kegiatan ekonomi yang berskala kecil. Alasan berskala kecil
karena : umumnya mereka berasal dari kalangan miskin, sebagai suatu manifestasi dari situasi
kerja dan pendapatan untuk memperoleh keuntungan, umumnya mereka berpendidikan sangat
rendah, mempunyai keterampilan rendah, dan umumnya dilakukan oleh para migran.[12]
94
Sektor Informal juga dapat diartikan sebagai unit kegiatan usaha kecil yang melakukan kegiatan
produksi dan atau distribusi barang dan jasa untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan
menghasilkan sebuah pendapatan bagi mereka yang terlibat unit tersebut bekerja dengan
keterbatasan modal, fisik, tenaga maupun keahlian.[13] Sektor informal memiliki karakteristik
seperti jumlah unit usaha yang banyak dalam skala kecil, kepemilikan oleh individu atau
keluarga, teknologi yang sederhana dan padat tenaga kerja, tingkat pendidikan dan keterampilan
yang rendah, akses ke lembaga keuangan daerah, produktivitas tenaga kerja yang rendah dan
tingkat upah yang juga relatif lebih rendah dibandingkan sektor formal. Penggunaan modal pada
sektor informal relatif sedikit bila dibandingkan dengan sektor formal sehingga cukup dengan
modal sedikit dapat memeprkerjakan orang. Dengan menyediakan akses pelatihan dan
ketrampilan, sektor informal dapat memiliki peran yang yang besar dalam pengembangan
sumber daya manusia. Sektor informal memunculkan permintaan untuk tenaga kerja
semiterampil dan tidak terampil. Sektor informal biasanya menggunakan teknologi tepat guna
dan menggunakan sumber daya lokal sehingga akan menciptakan efisiensi alokasi sumber daya.
Sektor informal juga sering terkait dengan pengolahan limbah atau sampah. Sektor informal
Sektor informal sebagai proses perolehan penghasilan diluar ssstem regulasi. Istilah ini
merupakan suatu ide akal sehat (common sense) yang karena batas-batas sosialnya terus
bergeser, tidak dapat dipahami dengan definisi yang ketat. Mereka melihat bahwa sektor
informal sebagai suatu proses perolehan penghasilan mempunyai ciri-ciri sentral yaitu tidak
diatur oleh lembaga-lembaga sosial dalam suatu lingkungan legal dan sosial. Menurut mereka
95
batas-batas ekonomi informal bervariasi secara substansial sesuai dengan konteks dan kondisi
kegiatan ekonomi yang berskala kecil. Alasan berskala kecil karena : umumnya mereka berasal
dari kalangan miskin, sebagai suatu manifestasi dari situasi pertumbuhan kesempatan kerja di
negara berkembang, bertujuan untuk mencari kesempatan kerja dan pendapatan untuk
keterampilan rendah, dan umumnya dilakukan oleh para migran.[16]Definisi lainnya mengenai
sektor informal adalah segala jenis pekerjaan yang tidak menghasilkan pendapatan yang tetap,
tempat pekerjaan yang tidak terdapat keamanan kerja (job security), tempat bekerja yang tidak
ada status permanen atas pekerjaan tersebut dan unit usaha atau lembaga yang tidak berbadan
hukum.[17]
Sektor informal mempunyai tipe yang bermacam-macam dan mempunyai ciri-ciri tersendiri,
tetapi secara umum sektor informal mempunyai ciri seperti diatas. Dalam usahanya sektor
informal cenderung tidak diperhatikan oleh pemerintah dan dianggap sebagai penghambat.
Sektor informal merupakan kegiatannya yang tidak resmi atau legal dan tidak terdaftar dalam
usaha yang memberikan atau membayar pajak secara teratur terhadap negara. Sektor informal
juga sering disebut sebagai berwiraswasta, orang-orang mendirikan usaha informal karena
mereka menganggap usaha informal jauh lebih menguntungkan daripada bekerja pada sektor
formal yang lapangan pekerjaannya semakin berkurang. Pendirian usaha informal ini pun dapat
didirikan dengan modal yang kecil sesuai dengan yang dimiliki pendirinya, tidak selalu harus
96
bermodal besar. Namun dalam era modern ini banyak sektor informal yang didirikan dengan
modal yang lumayan besar pula.
Sektor informal melakukan usaha produksi dan distribusi barang serta jasa walaupun tujuannya
adanya urbanisasi masyarakat desa ke kota demi kehidupan yang lebih baik. Karena di desa
kota, mereka berpikir akan mendapatkan hidup yang lebih layak dengan bekerja pada sektor-
sektor formal di kota besar seperti surabaya dan jakarta. Namun mencari pekerjaan tidak
semudah yang dibayangkan karena itu pada akhirnya mereka menciptakan lapangan pekerjaan
sendiri berupa usaha-usaha informal demi memenuhi kebutuhan hidupnya, walaupun dalam
pelayanan publik seperti listrik, air bersih, transportasi, kesehatan, pendidikan sangat minim.
Pedagang sektor informal adalah orang yang bermodal relatif sedikit berusaha dibidang produksi
barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan kelompok tertentu di dalam masyarakat. Usaha
tersebut dilaksanakan di tempat-tempat yang dianggap strategis dalam suasana lingkungan yang
informal.[18]
97
Tempat-tempat strategis itu misalnya dekat dengan pabrik, tempat wisata, universitas, dll. Usaha
yang didirikan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan kelompok sosial yang ada di daerah
strategis itu. Perdagangan di sektor informal ini kurang dapat berkembang kearah usaha yang
lebih besar walaupun mempunyai daya jual yang cukup tinggi, hal ini disebabkan adanya
keterbatasan kemampuan dalam pengelolaan usaha yang masih bersifat tradisional, tambahan
modal kredit dari pihak ketiga yang masih kecil dan informasi tentang dunia usaha sangat
terbatas, jumlah dan kualitas tenaga kerja yang terbatas, sifat kualitas barang yang dijual hanya
sebatas kebutuhan untuk barang dagangan saja. Karena itu yang harus dicapai dalam usaha
sektor informal ini dalam peningkatan pendapatan usaha harus didukung oleh penguasaan
kesulitan yang akan dihadapi misalnya tidak adanya dukungan dan bantuan dari pihak-pihak
yang dapat membantu mengembangkan usaha informal, misalnya tidak adanya dukungan dari
pemerintah.
Ciri-ciri dari sektor informal yaitu ditandai oleh satuan-satuan usaha kecil dalam jumlah yang
banyak dan biasanya dimiliki oleh keluarga dengan menggunakan teknik produksi yang
sederhana dan padat karya. Golongan angkatan kerja di sektor informal biasanya mempunyai
pendidikan dan keterampilan yang terbatas.[19] Dari ciri-ciri tersebut bisa diambil sebuah
kesimpulan bahwa sektor informal tersebut merupakan upaya menciptakan sebuah kesempatan
98
Ciri lain tergolong sektor informal yaitu sebagai berikut : Kegiatan usaha umumnya sederhana,
skala usaha relatif kecil, umumnya tidak mempunyai izin usaha, bekerja di sektor informal lebih
mudah daripada di sektor formal, tingkat pendapatan di sektor informal biasanya rendah, serta
Usaha-usaha di sektor informal sangat beraneka ragam. Usaha-usaha sektor informal yang
dimaksud diantaranya pedagang kaki lima, pedagang keliling, tukang warung, sebagian tukang
cukur, tukang becak, sebagian tukang sepatu, tukang loak serta usaha-usaha rumah tangga seperti
: pembuat tempe, pembuat kue, pembuat es mambo, barang-barang anyaman dan lain-lain.[20]
Sektor informal adalah usaha yang pada umumnya bekerja tanpa bantuan orang lain atau bekerja
dibantu anggota keluarga ataupun buruh tidak tetap yang kebanyakan mereka bekerja dalam jam
kerja yang tidak teratur dan jumlah jam kerja di bawah kewajaran, melakukan sembarangan
Menurut berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa sektor informal merupakan hal yang
berfokus kepada aspek-aspek ekonomi, aspek sosial dan budaya. Aspek ekonomi yaitu
diantaranya meliputi penggunaan modal yang rendah, pendapatan yang rendah, dan skala usaha
yang relatif kecil. Aspek sosial diantaranya meliputi tingkat pendidikan formal rendah berasal
dari kalangan ekonomi lemah, masyarakat umumnya berasal dari pendatang. Sedangkan dari
aspek budaya diantaranya meliputi kecenderungan untuk bekerja diluar sistem pemerintah,
penggunaan teknologi yang sederhana, dan tidak terikat oleh waktu kerja.
mempertahankan hidup. Selanjutnya, munculnya sektor informal dapat dilihat dari dua sisi yaitu
99
sisi positif dan sisi negatif. Sisi positif diantaranya mampu menciptakan lapangan pekerjaan,
bawah. Sedangkan sisi negatifnya adalah sektor informal mengganggu lalulintas, mengganggu
keindahan kota dan mengganggu kebersihan. Berdasarkan pendapat di atas, maka ciri-ciri
kegiatan sektor informal dapat disimpulkan sebagai berikut : manajemennya sederhana, fidak
memerlukan izin usaha dari pemerintah, modal kecil, tingkat pendidikan formal biasanya rendah,
penggunaan teknologi yang masih sederhana, pekerjanya adalah keluarga dan kepemilikan usaha
adalah milik keluarga sendiri, usaha dapat mudah didirikan dan dibubarkan, dan tidak adanya
dukungan dari pemerintah.
Sektor informal dapat dikategorikan kepada dua hal yaitu pertama adalah orang yang bekerja
pada dirinya sendiri dan yang kedua adalah buruh temporer. Di Negara-negara yang sedang
berkembang jenis yang pertama adalah yang banyak. Termasuk dalam sektor ini adalah
pedagang kaki lima (PKL), pedagang asongan, tukang becak, tukang parkir, pengamen, anak
jalanan, pedagang pasar, buruh tani dan lainnya.
100
C. MUNCULNYA SEKTOR INFORMAL
Pembahasan mengenai munculnya sektor informal mencapai puncaknya pada era 1970-
an. Ini terlihat dari banyaknya studi dan penelitian yang dilakukan terutama di Amerika Latin,
seperti studi Bromley (1979) di Colombia dan Keith Hart (1973) di Ghana. Perkembangan sektor
informal khususnya di perkotaan tidak terlepas dari tingginya arus urbanisasi dan terbatasnya
lapangan pekerjaan di sektor formal terutama bagi penduduk yang berpendidikan rendah,
Sejarah munculnya sektor informal ini diawali oleh Keith Hart, Keith Hart dari University of
Manchester. Kata “Sektor Informal” diperkenalkan oleh Keith Hart, ahli ekonomi dari Inggris,
yang melakukan penelitian tentang kegiatan ekonomi didaerah perkotaan Ghana. Istilah sektor
informal pertama kali dikemukakan oleh Hart pada tahun 1971 dengan menggambarkan sektor
informal sebagai bagian angkatan kerja yang tidak terorganisir. Keith Hart seorang antropolog
Inggris adalah orang pertama kali melontarkan gagasan sektor informal dalam penelitiannya di
Konsep sektor informal di negara sedang berkembang pertama kali muncul pada saat dilakukan
serangkaian penelitian tentang pasar tenaga kerja perkotaan di Afrika. Konsep yang
dikemukakan oleh Keith Hart seorang antropolog Inggris ini menggambarkan sektor informal
sebagai bagian angkatan kerja yang tidak terorganisir. Keith Hart dalam tulisannya yang berjudul
kota-kota Afrika sangat bertentangan dengan apa yang selama ini dibicarakan dalam
101
pembangunan ekonomi.[23] Dalam laporannya kepada ILO Keith Hart mengajukan laporan
berupa model dualisme terhadap kesempatan memperoleh pendapatan pada angkatan kerja
khususnya di perkotaan. Model dualisme ini diawali dengan pembagian kegiatan ekonomi ke
dalam sektor tradisional dan modern. Pendekatan dualisme telah menjadi dasar teoritis sebagian
liberal dan neoklasik ekonomi negara dunia ketiga. Pekerjaan yang ada di perkotaan dapat dibagi
kedalam tiga tipe yaitu formal, informal sah dan informal tidak sah. Pekerjaan formal yang ada
di perkotaan cenderung menuntut agar seseorang mempunyai keterampilan yang berbeda setiap
orangnya. Seorang pendatang dari daerah pedesaan pasti kalah jika dibandingkan dengan
penduduk asli daerah tersebut dalam hal keterampilan, karena itu banyak pendatang itu hanya
dapat bekerja pada sektor informal. Dalam sektor informal pendirinya umumnya hanya
mempunyai modal sedikit, miskin, berpendidikan rendah, serta berpenghasilan rendah. Mereka
terpaksa mendirikan usaha di sektor informal karena dalam sektor formal semakin sulit untuk
mencari lowongan pekerjaan. Dengan adanya sektor informal maka pengangguran yang
diakibatkan oleh sektor formal akan dapat terkurangi. Sektor informal pada akhirnya dianggap
sebagai sebuah jawaban yang cocok dan mudah atas masalah ketenagakerjaan di perkotaan
akibat tidak adanya kesempatan kerja di sektor formal. Namun bagi pendatang yang mempunyai
pendidikan tinggi serta diperoleh dari pendidikan lembaga yang formal mereka akan sangat
mudah bekerja pada sekrot formal pula. Sedangkan untuk mereka pendatang yang tidak
mempunyai keterampilan serta tidak mempunyai dasar pendidikan tinggi mereka akan mencari
alternatif lain yaitu mendirikan usaha informal sebagai cara agar dapat bertahan hidup. Sektor
102
informal menjadi pilihan hidup mereka, peranan sektor informal bagi mereka juga sangat penting
dan strategis.
Konsep sektor informal muncul ketika teori pembangunan mengalami sebuah krisis, teori
pembangunan mengalami krisis karena adanya akibat dari berkembangnya teori itu sendiri di
negara yang sedang berkembang. Teori pembangunan tidak dapat diterapkan pada negara-negara
berkembang, teori pembangunan telah gagal untuk melepaskan negara yang sedang berkembang
dari masalah kemiskinan dan lapangan pekerjaan. Kata sektor informal dipakai untuk
menggambarkan angkatan kerja yang berada di luar usaha formal. Istilah sektor informal adalah
sektor yang dimana para individunya bekerja untuk dirinya sendiri. Meskipun begitu pada
akhirnya konsep atau istilah sektor informal terus mengalami perkembangan yaitu dengan
masuknya kegiatan-kegiatan yang sebelumnya dilupakan dalam model teori pembangunan dan
neraca ekonomi.
Konsep atau istilah Sektor informal muncul ketika adanya keterlibatan para pakar-pakar
internasional di dalam perencanaan pembangunan dunia ketiga. Dunia ketiga muncul setelah
lahirnya negara-negara maju pasca perang dunia kedua. Pasca perang dunia kedua muncullah
gagasan atau ide-ide di tingkat internasional untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi di
negara-negara yang sedang berkembang sebagai wujud tanggung jawab negara maju atas apa
yang dilakukakan terhadap negara yang sedang berkembang di saat perang dunia, maka dari itu
103
misalnya IMF, The world Bank, dan ILO. Lembaga-lembaga perkonomian internasional tersebut
berkembang. Pada akhirnya ILO pada tahun 1972 meluncurkan program WEP (World
Employment Progamme) sebagai konsep sektor informal yang pertama kali dikenalkan ILO
kepada dunia. Kegiatan ekonomi yang selalu lolos dari pencacahan, pengaturan dan
perlindungan oleh pemerintahan tetapi mempunyai makna ekonomi yang penting karena bersifat
kompetitif dan padat karya, memakai input dan teknologi lokal serta beroperasi atas dasar
kepemilikan sendiri oleh masyarakat lokal.
Kegiatan-kegiatan inilah yang kemudian oleh ILO disebut sebagai sektor informal. Kriteria yang
sering digunakan ILO untuk menjelaskan istilah sektor informal yaitu sektor yang tidak
menerima bantuan ekonomi apapun dari pemerintah, sektor yang belum menggunakan bantuan
ekonomi dari pemerintah meskpun sebenarnya bantuan itu ada, sektor yang telah menerima
bantuan ekonomi dari pemerintah tetapi bantuan tersebut belum dapat menjadikan sektor
informal mengalami kemandirian. Konsep sektor informal pada akhirnya mendapat pengertian
baru dengan fokusnya pada kerangka hukum yang merupakan bagian utama yang mebedakan
antar sektor formal dan sektor informal. Pendekatan ini menghubungkan munculnya sektor
104
Pendekatan ini bertujuan agar sektor informal lebih berkembang, karena itu deregulasi pasar,
hak-hak kepemilikan swasta yang jauh lebih besar, dan penghilangan campur tangan pemerintah
sangat dibutuhkan.[24]
Namun sektor informal menurut ILO didefinisikan ulang sebagai hal yang bersinonim dengan
kemiskinan. Sektor informal menunjuk pada cara masyarakat perkotaan melakukan suatu hal
dengan ciri-ciri : mudah mempelajarinya dalam hal keahlian, modal dan organisasi, perusahaan
milik keluarga, beroperasi pada skala kecil, intensif tenaga kerja dalam produksi dan
menggunakan teknologi sederhana serta pasar yang tidak teratur dan kompetitif. Konsep ini
mendapat kritikan tajam dari Leys (1974). Menurut Leys konsep dan garis-garis kebijakan ILO
tentang sektor informal akan memicu berkembangnya kapitalisme lokal yang otonom
berdasarkan pemerasan tenaga kerja dengan biaya yang murah.
Di masa globalisasi sekarang ini sektor informal mengalami perkembangan yang sangat pesat
dan mempunyai peran yang penting, sektor informal dibedakan menjadi dua yaitu kegiatan yang
ilegal (tidak resmi) yang melawan hukum contohnya yaitu pedagang Narkotika dan kegiatan
legal (resmi) tetapi tidak tercatat sebagai penyumbang pajak kepada negara contohnya pedagang
kaki lima (PKL), pedagang asongan, tukang becak, tukang parkir, pengamen, anak jalanan,
pedagang pasar, buruh tani dan lainnya.
Munculnya sektor informal juga dimulai dari istilah-istilah ekonomi yaitu ekonomi bayangan
(shadow economy), black economy, serta underground economy. Aktifitas perekonomian yang
105
ada dan berlangsung di suatu negara dapat di kelompokkan menjadi 2 yaitu Recorded Economy
dan Unrecorded Hidden Economy. Jika ditinjau dari pencatatan aktifitas ekonomi tersebut ke
GDP (Gross Domestic Product), Unrecorded Hidden Economy inilah yang lebih sering kita
dengar sebagai shadow economy atau black economy atau underground economy. Menurut
Edgar L. Feigi, Underground Economy dibagi menjadi empat kategori, yaitu :
1. Illegal Economy yaitu aktifitas ekonomi yang tidak sah atau tidak resmi, pendapatan
2. Unreported Economy yaitu kegiatan ekonomi dimana pendapatan yang dihasilkan tidak
membayar pajak.
4. Informal Economy merupakan pendapatan yang diperoleh dari agen ekonomi secara
informal. Para pelaku ekonomi yang berada dalam sektor ini kemungkinan tidak memiliki
106
Produksi Subsistensi, produksi yang dilakukan baik barang maupun jasa bertujuan untuk
yaitu melalui pasar langsung. Ciri-ciri yang bisa dilihat yaitu bahwa produksi yang
dilakukan hanya berorientasi komsumsi, dan tenaga kerjanya pun tidak dibayar karena
biaya tenaga kerja dari perusahaan sektor formal melalui subkontrak kepada tenaga kerja
sektor inforamal atau penggajian yang dicatat di dalam pembukuan tidak resmi. Ciri-ciri
dari sektor informal ini yaitu adanya jaringan sosial, magang, terkadang pendapatannya
lebih tinggi dibanding bekerja pada sektor formal, fenomena ini ada di negara maju dan
berkembang.
Sektor Informal Bayangan, bertujuan untuk akumulasi modal oleh perusahaan kecil
Kegiatan usaha tidak terorganisasi secara baik karena unit usaha muncul tanpa
Pola kegiatannya (lokasi dan jam kerja) tidak teratur dengan baik.
107
Unit usaha berganti-ganti dari satu bidang penjualan ke bidang lainnya.
Modal dan perputaran usahanya relatif kecil sehingga operasinya juga kecil.
Unit usaha biasanya terdiri dari para pekerja yang berasal dari keluarganya sendiri.
Sektor informal yang berkembang dalam kehidupan masyarakat tidak selamanya langsung
diterima begitu saja, pasti ada pro dan kontra. Juga kemunculannya pasti menimbulkan sisi
positif maupun negatif. Berikut kelebihan dan kelemahan sektor informal yaitu:
108
Kelebihan :
Sektor informal dapat bertahan dan berkembang pesat dari tahun ke tahun.
Sektor informal adalah usaha berskala kecil dan terkadang bersifat padat karya.
Produksi yang dilakukan masih bersifat sederhana sehingga pekerja tidak harus
berpendidikan formal.
Keterbatasan modal, karena modal yang digunakan untuk mendirikan usaha informal
109
Pemasaran barang dan jasa terbatas.
Sumber daya manusia terbatas pada pekerja yang umumnya berasal dari keluarganya
sendiri.
Tidak efisien.
Sektor informal dalam perkembangannya mengalami kemajuan yang sangat pesat mulai dari
awal kemunculannya hingga era sekarang ini. Meskipun pada tahun 1971 pertumbuhan ekonomi
selama pembangunan jangka panjang yang pertama berkisar antara 5-8 % per tahun, proporsi
pekerja sektor informal khususnya di perkotaan cenderung meningkat. Pada tahun tersebut
tingkat pekerja sektor informal terhadap jumlah angkatan kerja di kota mencapai sekitar 25 %.
110
Angka ini terus meningkat menjadi sekitar 36 % pada 1980 dan menjadi 42 % pada tahun 1990.
Di tahun 2000 angka tersebut berubah menjadi sekitar 65%.
Peran sektor informal dalam perekonomian Indonesia relatif sangat tinggi dibanding sektor
formal dalam usaha menyerap tenaga kerja untuk beberapa jenis pekerjaan di sektor informal.
Gambaran sektor informal dapat menjadi sinyal pendukung perekonomian negara yaitu dapat
dilihat pada penjelasan-penjelasan sebelumnya dan juga berdasarkan data yang dipublikasikan
oleh BPS. Sebagian orang menyebut sektor informal sebagai sektor penyelamat. Elastisitas
sektor informal dalam menyerap tenaga kerja menjadikan sektor ini selalu bergairah meskipun
nilai tambah yang diciptakannya tidak sebesar nilai tambah sektor formal.
Peran sektor informal di perkotaan sangat penting sebagai pengaman adanya angka
pengangguran. Di berbagai kota besar di Indonesia, ketika situasi krisis melanda dan
menyelamatkan kelangsungan hidup jutaan angkatan kerja korban PHK dan pengangguran dari
desa adalah sektor informal. Di Jakarta, misalnya, sektor informal yang ada menurut survei BPS
DKI Jakarta ternyata mampu menyerap 193 ribu tenaga kerja (Koran Tempo, 13/2 dalam
Suyanto, 2006).
111
Sektor informal di Indonesia memberikan kontribusi yang cukup besar dalam penyerapan tenaga
kerja, mengurangi angka pengangguran, juga mengentaskan masyarakat dari kemiskinan. Sektor
informal memberikan kemungkinan kepada tenaga kerja yang berlebih di pedesaan untuk
migrasi dari kemiskinan dan pengangguran.
Sektor informal sangat berkaitan dengan sektor formal di perkotaan. Sektor formal tergantung
pada sektor informal terutama dalam hal input murah dan penyediaan barang-barang bagi pekerja
di sektor formal. Sebaliknya, sektor informal tergantung dari pertumbuhan di sektor formal.
Sektor informal kadang-kadang justru mensubsidi sektor formal dengan menyediakan barang-
barang dan kebutuhan dasar yang murah bagi pekerja di sektor formal. Pemberian insentif,
kemudahan izin usaha serta pengaplikasian good governance menjadi salah satu instrumen dalam
mengendalikan sektor informal, jangan sampai masyarakat tidak mendapatkan insentif malah
terdisinsentif untuk membentuk usaha yang formal. Perbaikan dalam pendidikan dan pelatihan
keahlian juga merupakan jawaban yang cukup tepat untuk mengubah potensi sektor informal ini
menjadi besar sehingga dapat menjadi pendapatn potensial bagi negara.
Untuk mewujudkan itu semua sektor informal memerlukan pengawalan dan pengawasan dari
pemerintah karena sektor informal inilah tempat dimana para pekerja sesungguhnya berada
dengan segala keterjangkauannya. Sektor informal juga harus diawasi agar perlindungan
terhadap bisnis dan pekerja pada sektor ini lebih terjamin. Diperlukan suatu peraturan yang
secara khusus dapat mengatur sektor informal sehingga menjadi sektor yang bermanfaat bagi
112
masyarakat dan pemerintah sehingga lebih mampu berperan aktif dalam usaha perbaikan
ekonomi.
[24]
113