9604 16880 1 SM PDF
9604 16880 1 SM PDF
Amri Marzali
Departemen Antropologi dan Sosiologi, Universitas Malaya
amarzali@yahoo.com
Abstract
This article discusses religion as concept that rooted from the English terms “religion” and which
includes the form of religious revelation, local religion, and natural religion. This articles aims to
provide an introduction for the study of religion using socioanthropology perspective; a
perspective which combine sociology, social, and cultural anthropology.
Abstrak
Artikel ini membahas agama yang memiliki pengertian sebagai religion dalam bahasa Inggris,
termasuk apa yang disebut agama wahyu, agama natural, dan agama lokal. Artikel ini bertujuan
memberikan pengantar singkat dalam mempelajari agama menurut disiplin ilmu sosioantropologi,
yaitu gabungan dari disiplin ilmu sosiologi, antropologi sosial, dan antropologi kultural.
Keempat, jenis buku-buku perbandingan mengikuti salah satu dari kedua tradisi ini,
teori-teori dan pendekatan-pendekatan tetapi menggabungkannya secara elektif.
dalam kajian agama dari sudut ilmu-ilmu Penulis berpendapat bahwa hal ini lebih
sosial, misalnya buku Aneka Pendekatan tepat dan lebih sesuai untuk masyarakat
Studi Agama (terjemahan) oleh Peter Indonesia yang sedang bergerak
Connolly (2009/2002) dan Seven Theories meninggalkan tipe masyarakat pertanian,
of Religion (terjemahan) oleh Daniel L. perdesaan dan tradisional menuju pada
Pals (2011/1995). Kelima, terakhir adalah tipe masyarakat industri, perkotaan dan
jenis buku-buku pelajaran tentang agama moderen. Perbedaan dan persamaan dari
dengan pendekatan dan padangan yang kedua antropologi ini terutama terletak
khas milik pengarang itu sendiri, misalnya pada subject matter kajiannya.
buku The Sacred Canopy oleh Peter L.
Berger (1969), The Invisible Religion oleh Subject matter kajian antropologi sosial
Thomas Luckmann (1972), dan The adalah sama dengan sosiologi, yaitu
Sociology of Religion oleh Harold hubungan-hubungan sosial yang terkristal
Fallding (1974). dalam struktur sosial dan institusi sosial
suatu komunitas. Namun, berbeda dari
Agama dalam perspektif sosiologi yang memiliki tradisi
mempelajari komuniti-komuniti industri,
Istilah agama dalam kajian perkotaan dan moderen, maka antropologi
sosioantropologi adalah terjemahan dari sosial mengkaji struktur sosial dan
kata religion dalam bahasa Inggris, tidak institusi sosial milik komuniti-komuniti
sama dengan istilah agama dalam bahasa kecil arkaik-tradisional di perdesaan,
politik-administratif pemerintah Republik karena itu antropologi sosial juga disebut
Indonesia. Dalam karangan ini, agama micro sosiology. Perbedaan kedua terletak
adalah semua yang disebut religion pada cara pengambilan kesimpulan
dalam bahasa Inggris, termasuk apa yang umum. Berbeda dari sosiologi yang
disebut agama wahyu, agama natural, dan umumnya mengambil kesimpulan umum
agama lokal. “Agama” dalam pengertian dengan cara statistik dan kuantitatif, maka
politik-administratif pemerintah Republik antropologi sosial mengambil kesimpulan
Indonesia adalah agama resmi yang diakui dengan cara komparatif dan kualitatif.
oleh pemerintah, yaitu Islam, Kristen Oleh karena itu antropologi sosial juga
Protestan, Katolik, Hindu dan Budha, dan disebut dengan nama comparative
pada masa akhir-akhirnya ini juga sociology. Sosioantropologi memper-
dimasukan agama Kongkucu (Saifudin tahankan pendekatan kualitatif, tetapi
2000: 2). Perbedaan antara istilah agama perhatian diberikan kepada jenis-jenis
yang digunakan dalam karangan ini komunitas yang lebih luas, baik
dengan yang digunakan oleh pemerintah komunitas arkaik-tradisional maupun
Republik Indonesia tidak akan dibahas komunitas industri-moderen. Dengan
lebih jauh, karena berlakunya adalah khas demikian aneka fenomena keagamaan
di Indonesia saja. yang dibahas termasuk fenomena
keagamaan yang berasal dari kedua jenis
Pendekatan Sosioantropologis dalam komunitas tersebut.
Kajian tentang Agama.
Sementara itu subject matter dari kajian
Sosioantropologi berasal dari sinkronisasi antropologi kultural Amerika adalah
disiplin ilmu social anthropology yang budaya (culture) dari komunitas. Meski
menjadi tradisi di Inggris dan cultural antropologi sosial juga mempelajari
anthropology yang menjadi tradisi di budaya, tetapi cara pandang kedua jenis
USA. Penulis memilih untuk tidak antropologi itu terhadap budaya adalah
UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Amri Marzali, Agama dan Kebudayaan ….
kegunaan strategi saja, bukan sebagai dibuat oleh agama bagi individu dan
pernyataan tentang ‘kebenaran.’ Satu kelompok sosial. Disini isi dari
definisi strategi memberi kemudahan bagi kepercayaan dan praktik agama kurang
kita untuk memfokuskan bidang penting. Contoh dari definisi fungsional
perbincangan dan memberi panduan yang tipikal adalah dari C. Geertz, yang
kepada cara berpikir tentang agama. mengatakan bahwa agama adalah “…(1) a
Definisi itu tergantung kepada seberapa system of symbols which acts to (2)
berguna definisi tersebut untuk keperluan establish powerful, pervasive, and long-
kajian kita. Karena itu, tidak terlarang lasting moods and motivations in men by
kita membuat definisi tentang agama yang (3) formulating conceptions of a general
berlainan dari yang dibuat oleh orang lain order of existence and (4) clothing these
(McGuire 2002: 8). conceptions with such an aura of
factuality that (5) the moods and
Jenis definisi strategi yang biasa motivations seem uniquely realistic”
digunakan oleh ahli sosioantropologi (Geertz 1966: 4). Agama adalah “(1) a
adalah definisi substantif dan definisi system of symbols,” (2) yang punya fungsi
fungsional. Definisi substantif berusaha psikologikal, (3) kultural, (4) sosial, (5)
membangun pengertian tentang apa sehingga moods dan motivations itu
agama itu; manakala definisi fungsional nampak seolah-olah realistik. Jika dikaji
menggambarkan apa yang dibuat oleh latar belakang kelahiran definisi ini, maka
agama. Contoh definisi substantif, dapat diduga bahwa definisi agama ini
misalnya adalah dari Melford Spiro, yang berasal dari aliran simbolik antropologi,
mengatakan agama adalah “Satu institusi yang berkembang di Departement of
yang terdiri dari pola-pola interaksi Social Relations di Harvard University,
kultural dengan makhluk-makhluk adi- tahun 1950-70an, tempat Clifford Geertz
kodrati yang dipercayai secara kultural” membuat studi doktoralnya.
(An institution consisting of culturally
patterned interaction with culturally Berikut ini akan dibahas beberapa definisi
postulated superhuman beings) (Spiro agama yang telah dimajukan oleh para
1966: 96). Yang dimaksudkan dengan sarjana sosioantropologi. Kita mulai
‘institusi’ disini adalah ‘pola-pola perilaku dengan definisi dari Milton Yinger
dan kepercayaan yang dimiliki bersama (1957). Dikatakan oleh Yinger bahwa
oleh satu masyarakat’ (socially shared “Agama adalah pengetahuan kultural
patterns of behavior and belief). Definisi tentang sang supernatural yang digunakan
substantif ini punya kelebihan bahwa oleh manusia untuk menghadapi masalah
ianya lebih spesifik daripada definisi paling penting tentang keberadaan
fungsional. Lebih eksplisit tentang isi dari manusia di muka bumi ini” (Religion is
agama. Lebih sempit dan jelas daripada the cultural knowledge of the supernatural
definisi fungsional. Definisi ini lebih tepat that people use to cope with the ultimate
untuk mempelajari agama dalam problem of human existence). Substansi
masyarakat yang stabil tidak banyak agama adalah pengetahuan kultural, jadi
perubahan. Namun, definisi ini akan merupakan ciptaan manusia, bukan
mengalami kesulitan dalam penelitian diturunkan dari Tuhan. Kedua, Raymond
tentang masyarakat yang berubah cepat, Firth mengatakan “Agama adalah satu
atau tentang perubahan agama, dan seni kemanusiaan (a human art) yang
akibatnya akan menghasilkan pengertian mampu mencapai tingkat intelektual dan
yang berbeda tentang perubahan sosial. artistik terbesar, tapi juga mampu
mencapai kerja manipulasi yang kompleks
Di pihak lain definisi fungsional mem- untuk memenuhi keperluan manusia yang
fokuskan perhatian kepada apa yang percaya” (Firth 1996). Substansi adalah
UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Amri Marzali, Agama dan Kebudayaan ….
menurut Firth adalah seni kemanusiaan Substansi dari agama menurut Haviland
(human art). adalah kepercayaan dan ritual yang
tercipta karena keadaan manusia yang
Seterusnya adalah Wallace yang tidak berdaya dari segi teknologi dan
mengatakan “Agama adalah satu organisasi. Contoh terakhir adalah definisi
perangkat ritual, dirasionalisasikan oleh agama menurut Paul Radin (1957). Radin
mitos-mitos, untuk menggerakkan mendefinisikan agama sebagai
kekuatan supernatural dengan tujuan kepercayaan kepada kekuatan-kekuatan
untuk memperoleh, atau mencegah, dan adikodrati dan ritual yang berkaitan
mengubah keadaan manusia dan alam” dengan kepercayaan tersebut. Hampir
(Religion is a set of rituals, rationalized semua definisi di atas mengatakan bahwa
by myth, which mobilizes supernatural agama adalah ritual (upacara) yang
powers for the purpose of achieving or dilakukan atas dasar kepercayaan kepada
preventing transformations of state in man makhluk atau kekuatan adikodrati. Jadi
and nature) (Wallace 1966). Substansi keimpulan akhir, substansi utama dari
dari agama menurut Wallace adalah ritual- agama adalah ritual dan kepercayaan.
ritual (upacara) ciptaan manusia
berasaskan atas mitos-mitos. Kelima Substansi agama menurut definisi-definisi
adalah dari Tremmel yang mengatakan di atas adalah sesuai dengan definisi yang
“Agama adalah cara-cara manusia digunakan dalam berbagai agama,
berperilaku dalam usaha meng-hadapi termasuk agama Islam. Dalam Islam,
aspek-aspek kehidupan manusia yang agama dipercayai terdiri dari dua unsur
menakutkan dan tidak mampu untuk pokok, yaitu “beliefs” atau “kepercayaan”
dimanipulasi.” Cara-cara itu antara lain atau aqidah; dan “patterns of behavior”
adalah dengan mengerjakan berbagai atau“ritual” atau syariah sebagai
teknik intelektual, ritual dan moral konsekwensi daripada aqidah tersebut.
(Tremmel 1976). Dalam konsep Islam, kepercayaan atau
aqidah adalah “rukun iman,” sedangkan
Seterusnya adalah definisi dari Haviland ritual atau syariah adalah “rukun Islam.”
yang mengatakan, “Agama adalah Bagaimanapun, berbeda dengan anggapan
kepercayaan dan pola tingkah laku, yang sosioantropologi, berbagai agama samawi
digunakan oleh manusia untuk (agama wahyu) percaya bahwa agama
menghadapi apa yang mereka pandang bukan buatan manusia, tapi bersumber
sebagai masalah-masalah penting yang dari kebenaran-kebenaran yang berasal
tidak dapat diselesaikan dengan cara dari Tuhan yang diturunkan melalui
menggunakan teknologi atau teknik malaikat kepada nabi-nabi, dan nabi-nabi
organisasi yang mereka punya. Untuk meneruskan ajaran-ajaran ini kepada
mengatasi kekurangan-kekurangan ini, manusia. Agama bukanlah rekayasa yang
manusia beralih ke perbuatan ada dalam pikiran manusia tentang adanya
memanipulasi makhluk dan kekuatan kekuatan dan makhluk adikodrati.
supernatural” (Religion may be regarded
as the beliefs and patterns of behavior by Dengan demikian golongan agamawan
which humans try to deal with what they tidak dapat menerima definisi
view as important problems that cannot sosioantropologi bahwa agama adalah
be solved through the application of ritual dan kepercayaan buatan manusia
known technology or techniques of semata-mata. Definisi sosioantropologi di
organization. To overcome these atas adalah definisi golongan yang tidak
limitations, people turn to the percaya kepada Tuhan, yaitu orang-orang
manipulation of supernatural beings and yang tidak percaya akan adanya makhluk
powers) (Haviland 1996). dan kekuatan adikodrati. Mereka berpikir
secara rasional, logik dan objektif; bahwa Agama-agama yang digambarkan oleh
segala sesuatu harus masuk akal dan dapat Tylor dan Frazer tersebut bukanlah
dibuktikan melalui panca-indera. agama. Agama yang benar-benar agama,
Sesungguhnyalah bahwa sebagian besar ialah kepercayaan yang diwahyukan dari
sarjana-sarjana Barat yang ahli dalam Tuhan, yaitu agama Nasrani seperti yang
kajian agama, terutama Freud adan Marx, dianut oleh masyarakat Barat pada masa
di atas adalah orang-orang yang boleh itu. Oleh karena itu, meski ‘bangsa-bangsa
disebut sebagai atheis. primitif’ itu punya kepercayaan
keagamaan, tetapi dalam pandangan orang
Sains vs Teologi Eropah mereka tetap dianggap sebagai
kaum kapir atau pagan.
Buku Darwin, The Origin of Species
(1858) telah menimbulkan perdebatan Bagaimanapun, meski terus berada dalam
besar dalam masyarakat Eropa, keadaan perdebatan dan kontroversial,
melahirkan pertentangan antara mereka perhatian terhadap kajian-kajian agama
yang percaya bahwa makhluk manusia secara ilmiah dengan menggunakan akal
adalah ciptaan Tuhan (theology) melawan sehat (common sense) terus makin maju
mereka yang percaya dengan teori dan berkembang di Eropah. Dua puluh
Darwin (sience) bahwa manusia bukan tahun setelah penerbitan buku Tylor, yaitu
ciptaan Tuhan, tetapi adalah hasil dari pada tahun 1891, seorang sarjana teologi
proses evolusi makhluk-makhluk Jerman yang bernama Müller, dalam The
semenjak bumi terbentuk jutaan tahun Gifford Lectures di the University of
yang lampau. Dalam kajian Glasgow (1891) mulai berani mengatakan
sosioantropologi pendukung kepercayaan di depan publik bahwa agama apa saja,
yang pertama disebut pengikut teori termasuk agama alamiah atau Nasrani,
kreasi, sedangkan yang kedua disebut dapat dikaji secara ilmiah (saintifik)
pendukung teori evolusi. Pada abad ke 19 (Müller 1892). Müller memperlihatkan
itu di Eropah, agama dengan asas teori bahwa kepercayaan kepada Tuhan
kreasi, di satu pihak, dan sains dengan (supernatural being) dapat dicapai oleh
asas teori evolusi, di pihak lain, adalah manusia dengan menggunakan akal sehat,
dua bidang pemikiran yang tidak dapat tanpa merujuk kepada wahyu-wahyu yang
diselaraskan. Masing-masing berjalan tercantum dalam kitab-kitab suci. Manusia
sendiri-sendiri. dapat sampai kepada pemikiran tentang
adanya supernatural beings tanpa
Kajian terhadap agama di Eropa pada membaca atau belajar dari kitab-kitab suci
masa itu, yaitu terhadap agama Nasrani, Nasrani. Kajian terhadap agama yang
hanyalah menggunakan pendekatan seperti ini dapat dilakukan dengan
teologis yang dilakukan oleh para teolog. menggunakan pendekatan historis, antara
Kajian-kajian dibuat berasaskan pada dalil lain dengan mempelajari bukti-bukti yang
dan doktrin yang ada dalam kitab suci dan dikumpulkan dalam the Sacred Books of
kisah-kisah para rasul. Apabila 13 tahun the East.
setelah buku Darwin Origin of Species,
Edward Burnett Tylor dalam buku Meski pernyataan Müller ini masih
Primitive Religion (1871) dan James dianggap sebagai satu kerancuan pada
Frazer dalam buku The Golden Bough masa itu, namun pernyataan itu dapat
(1890) memperkenalkan agama-agama dipandang sebagai titik awal kemunculan
alamiah (natural religions) yang dianut satu ilmu baru dalam khazanah ilmu
oleh ‘bangsa-bangsa primitif’ secara jelas pengetahuan masyarakat Eropa, yaitu the
dan panjang lebar, masyarakat Barat Science of Religion, ilmu yang
melihatnya sebagai kepercayaan karut. mempelajari agama bukan dari sudut
UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Amri Marzali, Agama dan Kebudayaan ….
pandang teologis tapi secara saintifik. pernyataan dan suruhan (wahyu) dari
Sebenarnya, dalam konteks per- tuhan. Begitu seseorang mengatakan tidak
kembangan ilmu pengetahuan tentang percaya kepada makhluk dan kekuatan
agama di Eropa, Müller hanyalah adikodrati, maka hilanglah agamanya.
pemukul gong saja tentang tanda
bermulanya satu disiplin ilmu baru, Seseorang yang percaya pada agama
karena pada masa itu pemikiran- tertentu (agamawan) yang mempelajari
pemikiran saintifik tentang agama agama dengan pendekatan sains harus
memang sedang berkembang marak di menerima kenyataan bahwa dia sedang
Eropa, sebagaimana diperlihatkan oleh berada dalam keadaan dilematis, dia
buku-buku Edward B. Tylor dan James menerima kedua prinsip yang
Frazer. Seperti rekan-rekan mereka dalam bertentangan di atas dalam waktu yang
bidang ilmu-ilmu sains, para ilmuan sama. Di satu pihak, dia menerima agama
tentang agama ini bekerja menurut sebagai bagian dari system of knowledge
metode sains modern, berdasarkan fakta (sains) berarti menerima kebenaran sosial
dan bukti yang kuat, berusaha menarik dari agama; bahwa agama itu dianut oleh
kesimpulan-kesimpulan umum secara sebagian besar manusia; bahwa agama itu
logik, membangun teori dan hipotesa yang telah mempengaruhi secara signifikan
dapat diuji secara benar, kemudian perilaku manusia, baik secara individual
direvisi dan diperbaiki, untuk pada maupun secara komunal. Bagaimanapun,
akhirnya menemukan kebenaran yang penerimaan itu hanya sampai di otak
sejati tentang berbagai fenomena pikiran untuk kepentingan keilmuan.
keagamaan. Itulah yang disebut sebagai Menerima agama sebagai kenyataan sosial
the Science of Religion oleh Müller. seperti di atas tidak sama dengan
Kemunculan ilmu tentang agama ini tentu “percaya” tentang kebenaran doktrin-
sangat berkaitan dengan pemikiran- doktrin keagamaan sesuatu agama.
pemikiran baru yang muncul sebagai Seorang ilmuan sosioantropologi dapat
dampak dari zaman Enlightenment di menerima kebenaran sosial dari
Eropa. fenomena keagamaan, tetapi tidak perlu
menerima kebenaran doktrin sesuatu
Sains dan Teologi: Pemikiran Baiquni agama, karena dia selalu berpikir secara
saintifik, yaitu objektif dan logik. Tidak
Percanggahan antara sains dan teologi adakah jalan untuk menyelaraskan kedua
mulai lahir ketika menentukan asal mula pandangan yang berlawanan ini?
agama. Bagi sains, agama adalah Bagaimanakah cara menyelesaikan
kepercayaan dan ritual ciptaaan manusia, masalah dilematis ini?
hanyalah semacam gagasan yang ada
dalam pikiran manusia tentang makhluk Berkaitan dengan masalah di atas, yaitu
dan kekuatan yang berkuasa di luar dilema antara pandangan sains dan
dirinya. Sains berasal dari Barat, hasil dari pandangan teologi, di bawah ini akan
pemikiran yang lahir pada zaman disajikan dua definisi ilmu dari dua tokoh
enlightenment, bermula dari rasa tidak ilmuan yang berbeda aliran. Pertama
percaya (sceptical), berpikir secara adalah dari Carlo Lastrucci yang beraliran
rasional, logik, dan objektif. Segala positivist-materialist, sedangkan yang
sesuatu harus dapat dibuktikan secara kedua adalah dari A. Baiquni yang
objektif, melalui analisis rasional dan beraliran positivist-spiritualist-Islam.
logik. Sebaliknya, teologi bermula dari Menurut Carlo Lastrucci, ilmu (sains)
rasa percaya secara subjektif (pasrah, adalah “an objective, logical, and
yaqin). Bagi agamawan, khususnya agama systematic method of analysis of
wahyu, kepercayaan dan ritual itu adalah phenomena, devised to permit the
Kitalah the oberver, the knower, the seer. pada kebenaran-kebenaran dunia spiritual,
“Siapakah saya?” Secara fisik saya dan di sana muncullah manusia yang
hanyalah sebuah debu yang sangat kecil di disebut resi (seers of thought), yaitu
dalam alam semesta yang luas ini. Namun, manusia yang berhadapan dengan
melalui pikiran, saya memahami alam kebenaran-kebenaran spiritual.” Pemikiran
semesta ini. Saya dapat melipat alam yang India mempercayai agama dan sains
luas ini ke dalam satu formula yang sebagai disiplin-disiplin ilmu yang valid
diberikan oleh kekuatan dan penetrasi dalam mencari kebenaran. Tidak seperti
pikiran saya. teologi Barat, pemikir India tidak
mempertentangkan agama dengan sains,
Manusia tidak dapat disederhanakan karena kedua-duanya bertugas mencari
sebagai jasad semata, atau material semata. kebenaran yang tersembunyi di belakang
Di dalam dirinya terdapat sesuatu yang alam semesta, di dalam data yang
transendental, yang tidak dapat terungkap dalam eksperimen yang dikesan
disederhanakan. Dia adalah the self, yaitu melalui panca indera (deria).
yang utama, aspek yang tidak dapat
dipisahkan. Sains kalau mau maju Di pihak lain, sains Barat tidak terbungkus
seterusnya, harus menyelidiki bidang dalam kumpulan fakta-fakta tertentu,
misteri ini, yaitu misteri tentang hal di luar terikat pada departemen tertentu, atau
alam semesta. Ini bidang kajian yang luas, dengan metode penyelidikan tertentu; tapi
bidang tentang kesadaran manusia, ego satu sikap intelektual, satu pemikiran kritis
manusia, manusia sang subjek bukan sang yang penuh keyakinan, yang menerima
objek. Manusia adalah pencipta sains, kesimpulan hanya kalau didukung oleh
teknologi, budaya dan peradaban; yang bukti. Dua ciri utama dari metode sains
pada masa kini adalah juga satu-satunya adalah objektifitas dan ketepatan
kemungkinan yang akan menghancurkan (objectivity and precision). Dalam konteks
peradaban yang diciptanya itu. Manusia ini, satu sains tentang agama-sains tentang
adalah pemain sekaligus penonton dari fakta-fakta dunia dalaman manusia, ialah
drama keberadaannya dalam alam semesta menjadi a science of far-reaching
ini. Dia hanya memahami sedikit tentang significance. Agama sebagaimana yang
proses organik, bahkan lebih sedikit lagi dipahami Barat adalah bertentangan
tentang kemampuan uniknya dalam dengan semangat pencarian dan
melihat, menalar dan membayangkan alam penyelidikan yang rasional. Agama adalah
sekelilingnya. Hal yang paling tidak satu dogma atau doktrin, satu pemikiran
diketahuinya adalah tentang kemampuan- yang beku, dan satu yang harus diyakini
nya dalam men-transend dirinya dan oleh manusia.
memahami dirinya sendiri.
Di India, sebaliknya, agama selalu
Dalam pemikiran India, dalam Vedanta, diartikan sebagai sesuatu pencarian,
tugas agama adalah melakukan penemuan, dan pengujian, bagai satu
penyelidikan tentang misteri pengalaman, cabang dari sains. Hal ini dijumpai dalam
yaitu hal yang diabaikan oleh sains. “Man kitab klasik Upanisad dan tulisan
the Unknown, manusia sebagai subjek dari kontemporer Vivekananda. Kata
pengalamannya sendiri, adalah lapangan Vivekananda: “Kita semua tahu teori-teori
pengkajian tersendiri. Kata Vivekananda: tentang kosmos sesuai dengan ilmu
“Pencarian yang sebenarnya adalah tentang astronomi dan fisika moderen, dan pada
hal yang di luar kesadaran. Kesadaran saat yang sama mereka menertawakan
terikat dengan deria (panca indera). Di luar teologi Eropah. Penemuan-penemuan
itu, di luar deria itu, manusia harus ilmiah ini telah menjadi bom yang
menyelaminya, dalam rangka untuk sampai menghancurkan kepercayaan agama yang
UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Amri Marzali, Agama dan Kebudayaan ….
dianut teologian Eropa, sebaliknya para belajarlah yang satu dengan cahaya dari
teologian selalu merendahkan nilai hasil kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh
penyelidikan ini.” Ketika agama menolak dari yang lain.
bantuan nalar, sebenarnya dia melemahkan
dirinya sendiri. Kata Vivekananda: “Ada dua dunia:
mikrokosmos dan makrokosmos, internal
Dasar pemikiran agama yang berlaku dan eksternal. Kita mendapatkan
umum adalah kepercayaan. Percaya karena kebenaran dari keduanya dengan cara
hal itu tertulis dalam kitab suci, karena pengalaman. Dari pengalaman internal kita
diajarkan oleh Kiyai atau Pendeta, karena mendapatkan psikologi, metafisik, dan
orang lain juga percaya. Tapi kepercayaan agama, dari pengalaman eksternal kita
yang semacam ini tidak menggalakkan mendapatkan ilmu-ilmu fisika. Kebenaran
berpikir. Agama yang semacam ini boleh yang sempurna seharusnya adalah dalam
disebut sebagai “tidak berpikir dengan harmoni pengalaman dalam kedua dunia
teliti” (not-thinking-carelessness). Padahal ini.” Metode penelitian dalam kedua jenis
metode penelitian sains harus juga ilmu ini adalah sama: pengumpulan data,
digunakan dalam sains tentang agama. Hal klasifikasi data, analisis objektif untuk
ini tidak hanya akan membuat agama itu mencari hukum-hukum di belakangnya,
scientific, tapi juga membuat agama makin dan terakhir adalah aplikasinya untuk
kuat, karena sains tidak mempunyai perbaikan penyakit-penyakit manusia dan
kewajiban dalam memberi garansi dalaman peningkatan dan pengkayaan kehidupan
tentang kebenarannya, tapi agama punya. manusia. Cara pelajaran agama yang
Jika sebuah agama kemudian dihancurkan seperti inilah yang diwariskan oleh
oleh hasil metode penelitian tersebut, maka pemikir-pemikir India klasik. Dengan
agama tersebut hanyalah semacam dasar kekerasan semacam berlian ini
kepercayaan kepada hantu saja (adamant), spiritualitas India tidak dapat
(superstition). termakan zaman.
• Usaha untuk menafsirkan hal yang tak manusia menghadapi beban hidup yang
diketahui dan mengontrol hal yang tak berat maka mereka akan menghadap dan
terkontrol (the attempt to interpret the berserah diri kepada Tuhan, Yang Maha
unknown and to control the Kuasa, Yang Maha Penolong, Yang Maha
uncontrollable), Penyayang, Yang Maha Permurah, dan
• Personifikasi dari pemikiran-pemikiran seterusnya. Dalam agama Islam dikatakan,
manusia (personification of human antara ciri khas orang beriman ialah saat ia
ideals) dirundung malang, maka ia segera kembali
• Integrasi dari kultur dan legitimasi dari kepada Yang Maha Pemurah lagi Maha
sistem sosial (integration of the culture Penyayang, Allah Subhaanahu wa ta’aala.
and legitimation of the social system) Ia segera mengingatNya (dzikrullah) dan
• Projeksi dari makna-makna kemanusia- memanggil-Nya. Sebab ia tahu bahwa
an dan pola sosial kepada suatu entitas hanya dengan mengingat dan memanggil
yang maha kuat-maha tinggi (projection Allah sajalah hati akan memperoleh
of human meanings and social patterns ketenteraman. Tidak ada tempat lain yang
onto a superior entity), dan patut dijadikan muara pengaduan selain
• Usaha untuk menangani masalah- kepada Rabb, Pencipta, Pemilik,
masalah utama dalam kehidupan Pemelihara dan Penguasa kehidupan ini.
manusia di muka bumi (the effort to
deal with ultimate problems of human
existence).
perempuan yang tegar dengan imannya peradaban kita masa terakhir ini, adalah
meski diancam bunuh oleh raja kafir, dan para pencipta mitologi terbesar, yaitu
lain-lain. Darwin, Marx, Engels, Freud, dan Frazer
(dan boleh ditambah dengan yang lain).
Fungsi Memberi Kenikmatan. Semua mereka memperlihatkan minat
perhatian terhadap agama suku-suku
Agama juga memberi rasa menyenangkan terbelakang dan menggunakan pengetahu-
dengan cara mempercayai bahwa an tersebut dalam usaha mereka untuk
pertolongan Sang maha kuasa selalu akan menyakinkan kita bahwa. Kedua, “…
datang bila manusia berada dalam keadaan semua yang punya perhatian terhadap
susah dan bahaya. Berdoalah kepadaKu, kajian agama harus memahami bahwa satu
maka akan Aku kabulkan doamu. kajian tentang kepercayaan dan praktek
agama suku-suku terbelakang, yang
Fungsi Menjaga Solidaritas. ragamnya begitu banyak, dapat menolong
kita untuk sampai pada kesimpulan-
Terakhir, agama memainkan satu peranan kesimpulan tertentu tentang gambaran
penting dalam menjaga solidaritas sosial. agama secara umum (generalisasi), dan
Persatuan umat dan gereja. Saling tolong karena itu juga tentang apa yang disebut
saling kasih sesama manusia, apalagi sebagai agama tinggi, atau agama positif,
sesama agama. Fungsi ini sangat atau agama wahyu, termasuk agama kita
ditekankan oleh Durkheim dan sendiri.”
Malinowski, dan dikritik oleh Geertz
dalam makalah “Ritual and Social Change: Agama-agama suku-suku terbelakang itu
A Javanese Example.” memberikan semua data yang berguna bagi
satu analisis komparatif yang bertujuan
Tujuan Mempelajari Agama Secara untuk menentukan ciri-ciri utama dari
Sosioantropologis. fenomena keagamaan, dan membuat
pernyataan-pernyataan significan, umum,
Nyatanya yang banyak dipelajari dan valid tentang agama-agama tersebut.
sosioantropologi tentang agama adalah Untuk memahami hal-ehwal tentang agama
tentang kepercayaan dan ritual masyarakat- wahyu (revealed religion), kita harus
masyarakat primitif. Mengapa kita belajar memahami hal-ehwal yang disebut agama
tentang agama orang-orang primitif? Untuk alamiah (natural religion), karena tidak
apa sosioantropologi mempelajari semua ada yang dapat diwahyukan tentang
konsep, ideas, dan praktek-praktek sesuatu jika manusia belum punya
keagamaan orang zaman dulu ini (natural pemikiran tentang hal ehwal tersebut.
religions), karena pada masa kini hampir Dikotomi antara agama alamiah dan agama
semua orang menganut agama wahyu wahyu adalah palsu. Namun demikian,
(revealed religions) (Judaisme, Kristianiti, untuk dapat memahami gambaran dari
Islam, Hinduisme, Buddhisme, dan agama alamiah dengan metode komparatif
Jainisme, dan lain-lain). Agama orang dulu bukanlah hal yang mudah. Karena bahasa
ini tinggal sangat sedikit penganutnya, dan atau istilah-istilah yang digunakan oleh
tidak lama lagi akan hilang dari muka orang-orang primitif tersebut berkenaan
bumi. Atas keragu-raguan saya tersebut, dengan pemikiran dan praktek dalam
maka di bawah ini dikutipkan jawaban agama mereka, meskipun dapat
seorang antropolog besar dari Inggris, diterjemahkan secara harfiah ke dalam
Evans-Pritchard. Pertama, kata Evans- bahasa kita, namun makna yang
Pritchard, “… orang-orang yang telah sesungguhnya yang mereka maksudkan
bertanggung jawab dalam mengubah mungkin berbeda dari apa yang kita
seluruh suasana pola pikiran dalam tangkap.
UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Amri Marzali, Agama dan Kebudayaan ….
Diversity in Religion. Toronto: McGraw- Pelto, Pertti J.; and Gretel H. Pelto (1978).
Hill Ryerson Limited. Anthropological Research (2nd ed.). New
Firth. Raymond (1996). Religion: a Humanist York: Cambridge University Press.
Interpretation. London and New York: Pye, Michael (1972). Comparative Religion.
Routledge. An Introduction Through Source
Frazer, James G (1955). The Golden Bough. A Materials. Newton Abbot: David &
Study in Magic and Religion. Abridge Charles.
edition. New York: St. Martins Press. Radin, Paul (1957). Primitive Religion: Its
Geertz, C. (1966) “Religion as a cultural Nature and Origin. New York: Dover
system,” in M. Banton (ed.), Publications.
Anthropological Approaches to the Study Ranganathananda, Swami (1964). Swami
of Religion. London: Tavistock. Vivekananda’s Synthesis of Science and
Goodenough, Ward H. (1981/1971). Culture, Religion. Calcutta: The Ramakrisna
Language, and Socieity. Menlo Park, Mission Institute of Calcutta.
Calif.: The Benjamin/Cummings Robertson, Roland (ed.) (1988). Agama: dalam
Publishing Company, Inc. analisis dan interpretasi sosiologis.
Haught, John F. (2004) Perjumpaan Sains dan Jakarta: CV Radjawali.
Agama; Dari Konflik ke Dialog, Rudyansjah, Tony (ed.) (2012). Antropologi
terjemahan. Bandung: Mizan. Agama. Wacana-Wacana Mutakhir dalam
Haviland, B. William A (1996). Cultural Kajian Religi dan Budaya. Jakarta:
Anthropology (8th ed.). Harcourt Brace Penerbit Universitas Indonesia.
College Publishers. Russell, C.A (ed.) (1979). Science and
Hj. Othman, Mohd Yusoff & AbdulSalam Religiious Belief. A Selected of Recent
Yussof (2009). Sains, Mayarakat dan Historical Studies. The Open University
Agama. Kuala Lumpur: Utusan Press.
Publications. Saifudin, Achmad Fedyani (2000). Agama
Kartanegara, Mulyadi (2005). Integrasi Ilmu. Dalam Politik Keseragaman. Jakarta:
Sebuah Rekonstruksi Holistik. UIN Jakarta Badan Penelitian dan Pengembangan
Press. Agama, Departemen Agama RI.
Lessa, A. William & Z. Evon Vogt (ed.). Schrarf, Betty (1995/1970). Kajian Sosiologi
Reader in Comparative Religion: An Agama. Yogya: PT. Tiara Wacana.
Anthropological Approach. Harper and Smart, Ninian (1971). The Religious Experince
Row Publications, 1978. of Mankind. New York: Charles Scribner’s
Lewis, Ioan M. (2003). Social & Cultural Sons.
Anthropolpogy in Perspective (3rd ed.). Smith, Huston (2008/1958). Agama-Agama
New Brunswick (USA): Transaction Manusia (terjemahan). Jakarta: Yayasan
Publishers. Obor Indonesia.
Luckmann, Thomas (1972). The Invisible Spiro, Melford (1966) “Religion: Problems of
Religion. New York: The Macmillan definitions and explanation,” in M. Banton
Company. (ed.), Anthropological Approaches to the
McGuire, Meredith B. (2002). Religion: the Study of Religion. London: Tavistock.
social context (5th ed.). Wadsworth. Spradley, James P. & David W. McCurdy
Morris, Brian (1987). Anthropological Studies (2003). Conformity and Conflict: Readings
of Religion. An introductory text. in Cultural Anthropology (11th ed.), Harper
Cambridge: Cambridge University Press. Collins Publishers. [GN325 Con]
Muller, K.M.F. Max (1892). Anthropological Tylor, E. B. (1958). Religion in Primitive
Religion. London: Longmans, Green, and Culture. Part II of “Primitive Culture.”
Co. New York: Harper Torchbooks.
O’Dea, Thomas F (1969). The Sociology of Tremmel, William Colleley (1976). Religion.
Religion. New Delhi: Prentice-Hall of What is It? New York: Holt Rinehart and
India Private Limited. Winston.
Pals, Daniel L. (2011). Seven Theories of Vernon, Glenn M. (1962). Sociology of
Religion (terjemahan). Jogjakarta: Religion. McGraw-Hill.
IRCiSoD. Ranganathananda, Swami (1964). Swami
Vivekananda’s Synthesis of Science and
UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Amri Marzali, Agama dan Kebudayaan ….