Anda di halaman 1dari 8

Merapatkan dan Meluruskan Shaf Shalat Jama

Pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah, dalam shalat berjama’ah kita diperintahkan
untuk merapatkan dan meluruskan shaf. Karena lurus dan rapatnya shaf adalah bentuk
kesempurnaan dalam shalat berjama’ah. Sangat membantu shalat kita lebih khusyuk, lebih
aman dari gangguan, menyatukan hati para jama’ah dan meraih pahala yang lebih besar. Hal
ini juga membuat shalat berjamaah menjadi indah.

Perintah untuk Meluruskan Shaf


Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan kita untuk meluruskan shaf dalam
shalat. Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

َّ ‫ف ِم ْن ت َ َم ِام ال‬
‫صال ِة‬ َّ ‫ فَإ ِ َّن ت َ ْس ِويَةَ ال‬, ‫صفُوفَ ُك ْم‬
ِ ِّ ‫ص‬ ُ ‫س ُّووا‬
َ
“Luruskanlah shaf-shaf kalian, karena lurusnya shaf adalah kesempurnaan shalat” (HR.
Bukhari no.690, Muslim no.433).

Dalam riwayat lain:

ِ‫صالة‬ ُّ ‫ فَإ ِ َّن ت َ ْس ِويَةَ ال‬, ‫صفُوفَ ُك ْم‬


ِ ُ‫صف‬
َّ ‫وف ِم ْن ِإقَا َم ِة ال‬ ُ ‫س ُّووا‬
َ
“Luruskanlah shaf-shaf kalian, karena lurusnya shaf adalah bentuk menegakkan shalat
(berjama’ah)” (HR. Bukhari no.723).

Baca Juga: Bolehkah Meletakkan Mushaf Al-Qur’an di Bawah Bantal untuk Mengusir
Jin?

Hikmah dalam Meluruskan Shaf


Lurusnya shaf adalah sebab terikatnya hati orang-orang yang shalat. Dan bengkoknya shaf
dapat menyebabkan berselisihnya hati mereka. Dari Abu Mas’ud radhiallahu’anhu, ia
berkata:

‫صال ِة‬
َّ ‫س ُح َمنَا ِك َبنَا ِفي ال‬ َ ‫سلَّ َم يَ ْم‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َّ ‫سو ُل‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫َكانَ َر‬
‫ف قُلُوبُ ُك ْم‬
َ ‫ َوال ت َ ْخت َ ِلفُوا فَت َ ْخت َ ِل‬, ‫ ) ا ْست َ ُووا‬: ‫َو َيقُو ُل‬
“Dahulu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memegang pundak-pundak kami sebelum
shalat, dan beliau bersabda: luruskanlah (shaf) dan jangan bengkok, sehingga hati-hati kalian
nantinya akan bengkok (berselisih) pula” (HR. Muslim, no. 432).

Ancaman Bagi yang Tidak Meluruskan Shaf


Meluruskan shaf hukumnya wajib. Karena Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
mengancam orang yang tidak meluruskan shaf dalam shalat berupa terjadinya perselisihan
hati di antara mereka. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsamin mengatakan:

‫ واألكعُب في أسفل البَدَن‬، ‫المعتبر المناكب في أعلى ال َبدَن‬


“Yang menjadi patokan meluruskan shaf adalah pundak untuk bagian atas badan dan mata
kaki untuk bagian bawah badan” (Asy Syarhul Mumthi’, 3/7-13).

Dalam kesempatan lain, beliau menjelaskan:

‫بعض أهل ال ِعلم‬ ُ ‫ ولذا ذهب‬، َ‫شك وعيد ٌ على َمن ت َ َر َك التسوية‬ ِّ ‫وهذا بال‬
‫بأم ِر النبي صلى هللا عليه‬ ْ : ‫ واستدلُّوا لذلك‬. ‫ف‬ ِ ِّ ‫ص‬
َّ ‫إلى وجوب تسوية ال‬
‫عد على‬ َّ ‫ ويُتو‬، ‫األمر به‬
ُ ‫ وشيء يأتي‬، ‫ع ِده على مخالفته‬ ُّ ‫ وتو‬، ‫وسلم به‬
‫الراج ُح في‬ َّ ‫ ولهذا كان القو ُل‬. ‫سنَّة فقط‬ ُ ‫ إنه‬: ‫مخالفته ال يمكن أن يُقال‬
‫يسووا‬
ُّ ‫وأن الجماعة إذا لم‬ َّ ، ‫ف‬ِ ِّ ‫ص‬
َّ ‫ وجوب تسوية ال‬: ‫هذه المسألة‬
‫اإلسالم ابن تيمية‬ ِ ‫ وهذا هو ظاهر كالم شيخ‬، ‫ف فهم آثمون‬ َّ ‫ص‬
َّ ‫ال‬
“Ini tidak diragukan lagi merupakan ancaman keras bagi orang yang tidak meluruskan shaf.
Oleh karena itu sebagian ulama mengatakan bahwa meluruskan shaf hukumnya wajib.
Mereka berdalil dengan perintah Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dalam hadits ini. Dan
beliau mengancam orang yang menyelisihi perintah ini. Maka perkara yang diperintahkan
dan diancam pelakunya ketika meninggalkannya, ini tidak mungkin dikatakan hukumnya
sunnah saja. Oleh karena itu pendapat yang rajih dalam masalah ini adalah bahwa meluruskan
shaf hukumnya wajib. Dan jama’ah yang tidak meluruskan shaf mereka berdosa. Ini adalah
pendapat yang dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah” (Syarhul Mumthi’, 3/6).

Baca Juga: Siapakah yang Berhak Berdiri di Shaf Pertama?

Cara Meluruskan Shaf


Dan cara meluruskan shaf adalah dengan menyamakan mata kaki dan pundak. Syaikh
Muhammad bin Shalih Al Utsamin menjelaskan:

‫المساواة إنما هي باألكعب ال باألصابع؛ ألن الكعب هو الذي عليه‬


‫ والفخذ‬،‫ والساق يحمل الفخذ‬،‫اعتماد الجسم؛ حيث إنه في أسفل الساق‬
‫ وأما األصابع فقد تكون رجل الرجل طويلة فتتقدم‬،‫يحمل الجسم‬
‫أصابع الرجل على أصابع الرجل الذي بجانبه وقد تكون قصيرة‬
“Meluruskan shaf adalah dengan meluruskan mata kaki bukan meluruskan jari-jari. Karena
mata kaki itu yang menjadi tumpuan badan, sebab ia berada di bawah betis, dan betis yang
menjadi tumpuan paha, dan paha yang menjadi tumpuan badan. Adapun jari jemari,
terkadang ada orang yang tinggi badannya sehingga panjang jarinya, dan orang yang
disebelahnya terkadang pendek” (Majmu’ Fatawa war Rasa’il, jilid 13,
https://ar.islamway.net/fatwa/11956).

Baca Juga: Meneladani Para Sahabat Nabi Dalam Meluruskan Shaf Shalat

Perintah untuk Merapatkan Shaf


Selain meluruskan shaf, kita juga diperintahkan untuk merapatkan shaf, sehingga tidak ada
celak-celah di antara orang yang shalat. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam:

‫ي اراكم من وراء ظهري‬ ِِّ ‫ فان‬,‫اقيمو صفوفكم وتراصوا‬


“luruskan shaf kalian dan hendaknya kalian saling menempel, karena aku melihat kalian dari
balik punggungku” (HR. Al Bukhari no.719).

dalam riwayat lain, terdapat penjelasan dari perkataan dari Anas bin Malik,

‫بقدمه‬ ِ ‫كان أحدُنا يَلزَ ُق َمن ِكبَه ب َمن ِك‬


ِ ‫ وقد َمه‬،‫ب صاحبِه‬
“Setiap orang dari kami (para sahabat), merapatkan pundak kami dengan pundak sebelahnya,
dan merapatkan kaki kami dengan kaki sebelahnya” (HR. Al Bukhari no.725).

Dan wajib menempelkan kaki dengan kaki orang disebelahnya, serta pundak dengan pundak
di sebelahnya. Inilah hakekat merapatkan shaf. Dari Abdullah bin Umar radhiallahu’anhu,
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

‫أقيموا الصفوف وحاذوا بين المناكب وسدوا الخلل ولينوا بأيدي‬


‫ وال تذروا فرجات للشيطان ومن وصل صفا وصله هللا ومن‬، ‫إخوانكم‬
‫قطع صفا قطعه هللا‬
“Luruskan shaf dan luruskan pundak-pundak serta tutuplah celah. Namun berlemah-
lembutlah terhadap saudaramu. Dan jangan kalian biarkan ada celah untuk setan. Barangsiapa
yang menyambung shaf, Allah akan menyambungnya. Barangsiapa yang memutus shaf,
Allah akan memutusnya” (HR. Abu Daud no. 666, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi
Daud).

Demikian juga ditunjukkan oleh perkataan Anas bin Malik di atas. Al Imam Bukhari
membuat judul bab:

‫ان‬ُ ‫ف َوقَا َل النُّ ْع َم‬ ِ ِّ ‫ص‬َّ ‫ب َو ْال َقدَ ِم ِب ْالقَدَ ِم ِفي ال‬
ِ ‫ب ِب ْال َم ْن ِك‬
ِ ‫ق ْال َم ْن ِك‬
ِ ‫َباب ِإ ْلزَ ا‬
‫اح ِب ِه‬
ِ ‫ص‬ َ ‫ب‬ ِ ‫الر ُج َل ِمنَّا يُ ْل ِز ُق َك ْع َبهُ ِب َك ْع‬
َّ ُ‫ب ُْن َبشِير َرأ َ ْيت‬
“Bab menempelkan pundak dengan pundak dan kaki dengan kaki dalam shaf. An Nu’man bin
Basyir berkata: aku melihat seorang di antara kami menempelkan pundaknya dengan pundak
sahabatnya”.

Pendapat ini yang dikuatkan oleh Syaikh Al Albani berdasarkan zhahir dari dalil-dalil.
Namun sebagian ulama mengatakan maksud dari hadits-hadits ini bukanlah menempel
lahiriyah, namun maksudnya agar tidak ada celah. Sehingga tidak harus menempel. Syaikh
Ibnu Al Utsaimin mengatakan:

‫ وليس المراد‬، ‫عوا فُ َرجا ً للشياطين‬ ِّ ِ َّ ‫ولكن المراد بالت‬


ُ َ‫راص أن ال يَد‬
ِّ ِ َّ ‫بالتَّراص الت َّزاحم ؛ ألن هناك فَ ْرقا ً بين الت‬
‫راص والتَّزاحم … ال يكون‬
‫فوف‬
ِ ‫ص‬ ُّ ‫الشياطين يدخلون بين ال‬
ِ ‫بينكم فُ َرج تدخل منها الشياطين ؛ ألن‬
‫غار ؛ من أجل أن يُش ِّ ِوشوا على المصلين صالتَهم‬ ِ ‫الص‬
ِّ ِ ‫كأوالد الضأن‬
“Namun yang dimaksud dengan merapatkan adalah hendaknya tidak membiarkan ada celah
untuk setan. Namun maksudnya rapat yang sangat rapat. Karena ada perbedaan antara at
tarash (merapatkan) dan at tazahum (rapat yang sangat rapat) … maka hendaknya tidak
membiarkan ada celah yang bisa membuat setan masuk. Karena setan biasa masuk ke shaf-
shaf, berupa anak kambing yang kecil, sehingga bisa membuat shalat terganggu” (Asy
Syarhul Mumthi’, 7/3-13).

Dari penjelasan beliau di atas, rapatnya shaf tidak harus saling menempel namun sekedar bisa
menghalangi anak kambing kecil untuk bisa lewat.

Namun wallahu a’lam, dari penjelasan Anas bin Malik di atas juga zhahir hadits Abdullah bin
Umar menunjukkan bahwa para sahabat dahulu menempelkan kaki dan pundak. Maka
tetaplah berusaha menempelkan kaki dan pundak sebisa mungkin sebagaimana ditunjukkan
oleh zahir hadits. Namun tidak boleh sampai berlebihan dalam merapatkan sehingga
membuat shaf menjadi sempit dan menyulitkan.

Baca Juga: Hindari Mempersilahkan Orang Lain Mengisi Shaf Depan Dalam Shalat!

Jika Ada yang Enggan Merapatkan Shaf


Namun pernahkah ketika shalat, saudara kita di sebelah enggan merapatkan kakinya dengan
kaki kita? Ketika kita coba merapatkan, dia malah bergeser dan menjauh. Apa yang kita
lakukan ketika itu? Alhamdulillah kami tanyakan hal ini kepada Syaikh Ali Ridha Al Madini
hafizhahullah,

Wahai Syaikh, ketika shalat, kami berusaha menutup celah diantara kaki-kaki. Namun ada
orang awam di sebelah kami menolak untuk dirapatkan. Ia terus menjauh setiap kali kami
mencoba merapatkan kaki. Apa yang seharusnya kami lakukan?

Syaikh menjawab:
@kangaswad ‫ يا أخانا السنة أن تلزق القدم بالقدم في‬: ‫ينبه بعد الصالة بالتي هي أحسن للتي هي أقوم ؛ فيقال له‬
‫الجماعة ؛ فإن قبل وإال فاتركه‬

— ‫@( علي رضا المدني‬alireda1961) December 27, 2013

Hendaknya dijelaskan kepada dia setelah shalat dengan cara yang baik dan sesuai dengan
yang dipahaminya, katakanlah: “wahai saudaraku, yang sesuai sunnah itu hendaknya kita
merapatkan kaki dengan kaki dalam shalat berjama’ah”. Jika ia menerima, itu yang
diharapkan, jika tidak maka tinggalkan saja.

Adapun dalam keadaan ketika shalat hendak dimulai, jika kita terus mencoba merapatkan dan
ia terus menolak, apakah kita diberi udzur untuk shalat dalam keadaan ada sedikit celah
antara kami dengannya? Ataukah kami harus terus mencoba merapatkan sampai ia tidak bisa
bergeser lagi?

Syaikh menjawab:

@kangaswad ‫! ال مانع من الصالة مع وجود فرجة ما دام هو الذي يبعد رجله ويتباعد عنكم ؛ فإثم مخالفته للسنة عليه‬

— ‫@( علي رضا المدني‬alireda1961) December 27, 2013

Tidak mengapa anda shalat walaupun ada celah (shaf tidak rapat, pent.) selama kejadiannya
adalah ia yang menjauhkan kakinya dari anda. Dosa atas penyelisihan terhadap sunnah
ditanggung olehnya.

Baca Juga: Keutamaan Shaf Pertama

Jika Ada Tiang Diantara Shaf


Wajib bagi para makmum untuk berusaha menyambung shaf, dan tidak boleh memutusnya.
Karena Allah ta’ala mengancam orang yang memutus shaf. Dari Abdullah bin Umar
radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

‫أقيموا الصفوف وحاذوا بين المناكب وسدوا الخلل ولينوا بأيدي‬


‫ وال تذروا فرجات للشيطان ومن وصل صفا وصله هللا ومن‬، ‫إخوانكم‬
‫قطع صفا قطعه هللا‬
“Luruskan shaf dan luruskan pundak-pundak serta tutuplah celah. Namun berlemah-
lembutlah terhadap saudaramu. Dan jangan kalian biarkan ada celah untuk setan. Barangsiapa
yang menyambung shaf, Allah akan menyambungnya. Barangsiapa yang memutus shaf,
Allah akan memutusnya” (HR. Abu Daud no. 666, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi
Daud).

Diantara bentuk memutus shaf adalah shalat di shaf yang terputus oleh tiang-tiang masjid.
Dan terdapat larangan khusus mengenai hal ini. Dari Mu’awiyah bin Qurrah dari ayahnya,
bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
َّ ‫صلَّى‬
‫َّللاُ َعلَ ْي ِه‬ ُ ‫س َو ِاري َعلَى َع ْه ِد َر‬
َّ ‫سو ِل‬
َ ِ‫َّللا‬ َّ ‫ف َبيْنَ ال‬ ُ َ‫ُكنَّا نُ ْن َهى أ َ ْن ن‬
َّ ‫ص‬
‫ط ْردًا‬ ْ ُ‫سلَّ َم َون‬
َ ‫ط َردُ َع ْن َها‬ َ ‫َو‬
“Dahulu di zaman Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam kami dilarang untuk membuat shaf di
antara tiang-tiang. Dan kami menerapkan larangan ini secara umum” (HR. Ibnu Majah no.
1002, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah).

Demikian juga perkataan Anas bin Malik radhiallahu’anhu, sebagaimana diriwayatkan oleh
Abdul Hamid bin Mahmud, ia berkata:

َ‫صلَّ ْينَا بَيْن‬


َ َ‫اس ف‬ ُ َّ‫ط َّرنَا الن‬ َ ‫ض‬
ْ ‫ فَا‬، ‫اء‬ِ ‫ف أ َ ِمير ِم ْن ْاأل ُ َم َر‬
َ ‫صلَّ ْينَا خ َْل‬
َ
‫ ) ُكنَّا نَت َّ ِقي َهذَا‬: ‫َس ب ُْن َما ِلك‬ ُ ‫صلَّ ْينَا قَا َل أَن‬
َ ‫ فَلَ َّما‬، ‫ار َيتَي ِْن‬
ِ ‫س‬َّ ‫ال‬
‫سلَّ َم‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َّ ‫سو ِل‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫) َعلَى َع ْه ِد َر‬
“Kami pernah shalat bermakmum kepada salah seorang umara, ketika itu kami terpaksa
shalat di antara dua tiang. Ketika kami selesai shalat, Anas bin Malik berkata: dahulu kami
(para sahabat) menjauhi perkara seperti di masa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam”
(HR. At Tirmidzi no.229, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).

Hadits-hadits ini menunjukkan terlarang shalat di antara tiang yang menyebabkan terputusnya
shaf. Ibnu Muflih mengatakan:

‫ط ُع‬َ ‫ ِألَنَّ َها ت َ ْق‬: ُ‫ قَا َل أ َ ْح َمد‬, ‫س َو ِاري‬


َّ ‫وف بَيْنَ ال‬ ِ ‫َويُ ْك َرهُ ِل ْل َمأ ْ ُم‬
ُ ُ‫وم ْال ُوق‬
‫ف‬ ِّ ‫ص‬َّ ‫ال‬
“Dimakruhkan bagi para makmum untuk berdiri di antara tiang-tiang. Imam Ahmad berkata:
karena hal tersebut membuat shaf terputus” (Al Furu’, 2/39).

Dan shalat di antara tiang yang menyebabkan terputusnya shaf hukumnya makruh namun
tetap sah shalatnya, sebagaimana ditunjukkan oleh atsar dari Anas bin Malik
radhiallahu’anhu di atas. Beliau tidak mengingkari dengan keras dan tidak memerintahkan
untuk mengulang shalat.

Namun dibolehkan shalat di antara tiang walaupun menyebabkan terputusnya shaf jika dalam
kondisi sulit semisal karena masjid yang sempit. Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts wal Ifta’
menjelaskan:

‫ إال في حالة ضيق‬، ‫يكره الوقوف بين السواري إذا قطعن الصفوف‬
‫المسجد وكثرة المصلين‬
“Dimakruhkan shalat di antara tiang-tiang jika bisa memutuskan shaf. Kecuali jika masjidnya
sempit sedangkan orang yang shalat sangat banyak” (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah, 5/295).
Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan,

‫ وضاق‬،‫ إذا ازدحم المسجد‬،‫وال تقطع الصفوف إال عند الضرورة‬


‫ وصف الناس بين السواري؛ فال حرج للحاجة‬،‫المسجد‬
“Jangan memutus shaf kecuali jika kondisi darurat. Semisal jika masjid sangat penuh dan
sempit. Maka para makmum boleh membuat shaf di antara tiang-tiang, ini tidak mengapa
karena ada kebutuhan” (Sumber: https://binbaz.org.sa/fatwas/17874).

Namun dalam kondisi normal, tidak ada kesempitan dan juga tidak ada kebutuhan, maka
hendaknya jauhi shalat di antara tiang yang bisa memutus shaf. Jika datang ke masjid lalu
menemukan shaf terakhir adalah shaf yang terputus oleh tiang, maka sikap yang tepat adalah
membuat shaf baru setelahnya, yang tidak terputus oleh tiang. Syaikh Muhammad bin Shalih
Al Munajjid mengatakan,

‫ ولم تجد مكانا ً في‬، ‫ وقد وقف الناس في الصف‬، ‫فإذا جئت إلى المسجد‬
‫ وليس هذا من الصالة خلف‬، ‫الصف إال بعد العمود فال حرج في ذلك‬
‫الصف منفردا‬
“Jika anda datang ke masjid dan orang-orang sudah berdiri di shaf, kemudian anda tidak
menemui tempat di shaf kecuali setelah tiang, maka tidak mengapa shalat di sana. Dan tidak
tergolong shalat sendirian di belakang shaf” (Sumber:
https://islamqa.info/ar/answers/135898).

Namun dalam rangka berhati-hati, hendaknya menunggu orang lain agar tidak bersendirian di
shaf yang baru. Mengingat sebagian ulama berpendapat batalnya orang yang shalat sendirian
di belakang shaf.

Adapun shalat di antara tiang tanpa memutus shaf, maka ini tidak mengapa. Syaikh
Masyuhur Hasan Alu Salman menjelaskan,

‫ والصالة بين‬،‫وأما صالة المنفرد بين السواري أو اإلمام فال حرج فيها‬
‫الساريتين دون تتميم الصف عن اليمين والشمال أيضا ً ال حرج فيها‬
‫ألن التراص وعدم االنقطاع حاصل‬
“Adapun jika seseorang shalat sendiri atau sebagai imam, di antara dua tiang, maka tidak
mengapa. Demikian juga shalat para makmum di antara dua tiang, tanpa melanjutkan shaf di
kanan tiang dan juga di kiri tiang, maka tidak mengapa. Karena meluruskan shaf dan
menyambungnya sudah terwujud” (Sumber: https://ar.islamway.net/fatwa/30674).

Baca Juga:

 Apakah Shalat Jama’ah Wajib di Masjid?


 Hukum Perbedaan Niat antara Imam dan Makmum
Demikian yang sedikit ini semoga bermanfaat. Wabillahi at taufiq was sadaad.

Penulis: Yulian Purnama

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/52382-merapatkan-dan-meluruskan-


shaf-shalat-jamaah.html

Anda mungkin juga menyukai