Pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah, dalam shalat berjama’ah kita diperintahkan
untuk merapatkan dan meluruskan shaf. Karena lurus dan rapatnya shaf adalah bentuk
kesempurnaan dalam shalat berjama’ah. Sangat membantu shalat kita lebih khusyuk, lebih
aman dari gangguan, menyatukan hati para jama’ah dan meraih pahala yang lebih besar. Hal
ini juga membuat shalat berjamaah menjadi indah.
َّ ف ِم ْن ت َ َم ِام ال
صال ِة َّ فَإ ِ َّن ت َ ْس ِويَةَ ال, صفُوفَ ُك ْم
ِ ِّ ص ُ س ُّووا
َ
“Luruskanlah shaf-shaf kalian, karena lurusnya shaf adalah kesempurnaan shalat” (HR.
Bukhari no.690, Muslim no.433).
Baca Juga: Bolehkah Meletakkan Mushaf Al-Qur’an di Bawah Bantal untuk Mengusir
Jin?
صال ِة
َّ س ُح َمنَا ِك َبنَا ِفي ال َ سلَّ َم يَ ْم َّ صلَّى
َ َّللاُ َعلَ ْي ِه َو َّ سو ُل
َ َِّللا ُ َكانَ َر
ف قُلُوبُ ُك ْم
َ َوال ت َ ْخت َ ِلفُوا فَت َ ْخت َ ِل, ) ا ْست َ ُووا: َو َيقُو ُل
“Dahulu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memegang pundak-pundak kami sebelum
shalat, dan beliau bersabda: luruskanlah (shaf) dan jangan bengkok, sehingga hati-hati kalian
nantinya akan bengkok (berselisih) pula” (HR. Muslim, no. 432).
بعض أهل ال ِعلم ُ ولذا ذهب، َشك وعيد ٌ على َمن ت َ َر َك التسوية ِّ وهذا بال
بأم ِر النبي صلى هللا عليه ْ : واستدلُّوا لذلك. ف ِ ِّ ص
َّ إلى وجوب تسوية ال
عد على َّ ويُتو، األمر به
ُ وشيء يأتي، ع ِده على مخالفته ُّ وتو، وسلم به
الراج ُح في َّ ولهذا كان القو ُل. سنَّة فقط ُ إنه: مخالفته ال يمكن أن يُقال
يسووا
ُّ وأن الجماعة إذا لم َّ ، فِ ِّ ص
َّ وجوب تسوية ال: هذه المسألة
اإلسالم ابن تيمية ِ وهذا هو ظاهر كالم شيخ، ف فهم آثمون َّ ص
َّ ال
“Ini tidak diragukan lagi merupakan ancaman keras bagi orang yang tidak meluruskan shaf.
Oleh karena itu sebagian ulama mengatakan bahwa meluruskan shaf hukumnya wajib.
Mereka berdalil dengan perintah Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dalam hadits ini. Dan
beliau mengancam orang yang menyelisihi perintah ini. Maka perkara yang diperintahkan
dan diancam pelakunya ketika meninggalkannya, ini tidak mungkin dikatakan hukumnya
sunnah saja. Oleh karena itu pendapat yang rajih dalam masalah ini adalah bahwa meluruskan
shaf hukumnya wajib. Dan jama’ah yang tidak meluruskan shaf mereka berdosa. Ini adalah
pendapat yang dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah” (Syarhul Mumthi’, 3/6).
Baca Juga: Meneladani Para Sahabat Nabi Dalam Meluruskan Shaf Shalat
dalam riwayat lain, terdapat penjelasan dari perkataan dari Anas bin Malik,
Dan wajib menempelkan kaki dengan kaki orang disebelahnya, serta pundak dengan pundak
di sebelahnya. Inilah hakekat merapatkan shaf. Dari Abdullah bin Umar radhiallahu’anhu,
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
Demikian juga ditunjukkan oleh perkataan Anas bin Malik di atas. Al Imam Bukhari
membuat judul bab:
انُ ف َوقَا َل النُّ ْع َم ِ ِّ صَّ ب َو ْال َقدَ ِم ِب ْالقَدَ ِم ِفي ال
ِ ب ِب ْال َم ْن ِك
ِ ق ْال َم ْن ِك
ِ َباب ِإ ْلزَ ا
اح ِب ِه
ِ ص َ ب ِ الر ُج َل ِمنَّا يُ ْل ِز ُق َك ْع َبهُ ِب َك ْع
َّ ُب ُْن َبشِير َرأ َ ْيت
“Bab menempelkan pundak dengan pundak dan kaki dengan kaki dalam shaf. An Nu’man bin
Basyir berkata: aku melihat seorang di antara kami menempelkan pundaknya dengan pundak
sahabatnya”.
Pendapat ini yang dikuatkan oleh Syaikh Al Albani berdasarkan zhahir dari dalil-dalil.
Namun sebagian ulama mengatakan maksud dari hadits-hadits ini bukanlah menempel
lahiriyah, namun maksudnya agar tidak ada celah. Sehingga tidak harus menempel. Syaikh
Ibnu Al Utsaimin mengatakan:
Dari penjelasan beliau di atas, rapatnya shaf tidak harus saling menempel namun sekedar bisa
menghalangi anak kambing kecil untuk bisa lewat.
Namun wallahu a’lam, dari penjelasan Anas bin Malik di atas juga zhahir hadits Abdullah bin
Umar menunjukkan bahwa para sahabat dahulu menempelkan kaki dan pundak. Maka
tetaplah berusaha menempelkan kaki dan pundak sebisa mungkin sebagaimana ditunjukkan
oleh zahir hadits. Namun tidak boleh sampai berlebihan dalam merapatkan sehingga
membuat shaf menjadi sempit dan menyulitkan.
Baca Juga: Hindari Mempersilahkan Orang Lain Mengisi Shaf Depan Dalam Shalat!
Wahai Syaikh, ketika shalat, kami berusaha menutup celah diantara kaki-kaki. Namun ada
orang awam di sebelah kami menolak untuk dirapatkan. Ia terus menjauh setiap kali kami
mencoba merapatkan kaki. Apa yang seharusnya kami lakukan?
Syaikh menjawab:
@kangaswad يا أخانا السنة أن تلزق القدم بالقدم في: ينبه بعد الصالة بالتي هي أحسن للتي هي أقوم ؛ فيقال له
الجماعة ؛ فإن قبل وإال فاتركه
Hendaknya dijelaskan kepada dia setelah shalat dengan cara yang baik dan sesuai dengan
yang dipahaminya, katakanlah: “wahai saudaraku, yang sesuai sunnah itu hendaknya kita
merapatkan kaki dengan kaki dalam shalat berjama’ah”. Jika ia menerima, itu yang
diharapkan, jika tidak maka tinggalkan saja.
Adapun dalam keadaan ketika shalat hendak dimulai, jika kita terus mencoba merapatkan dan
ia terus menolak, apakah kita diberi udzur untuk shalat dalam keadaan ada sedikit celah
antara kami dengannya? Ataukah kami harus terus mencoba merapatkan sampai ia tidak bisa
bergeser lagi?
Syaikh menjawab:
@kangaswad ! ال مانع من الصالة مع وجود فرجة ما دام هو الذي يبعد رجله ويتباعد عنكم ؛ فإثم مخالفته للسنة عليه
Tidak mengapa anda shalat walaupun ada celah (shaf tidak rapat, pent.) selama kejadiannya
adalah ia yang menjauhkan kakinya dari anda. Dosa atas penyelisihan terhadap sunnah
ditanggung olehnya.
Diantara bentuk memutus shaf adalah shalat di shaf yang terputus oleh tiang-tiang masjid.
Dan terdapat larangan khusus mengenai hal ini. Dari Mu’awiyah bin Qurrah dari ayahnya,
bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
َّ صلَّى
َّللاُ َعلَ ْي ِه ُ س َو ِاري َعلَى َع ْه ِد َر
َّ سو ِل
َ َِّللا َّ ف َبيْنَ ال ُ َُكنَّا نُ ْن َهى أ َ ْن ن
َّ ص
ط ْردًا ْ ُسلَّ َم َون
َ ط َردُ َع ْن َها َ َو
“Dahulu di zaman Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam kami dilarang untuk membuat shaf di
antara tiang-tiang. Dan kami menerapkan larangan ini secara umum” (HR. Ibnu Majah no.
1002, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah).
Demikian juga perkataan Anas bin Malik radhiallahu’anhu, sebagaimana diriwayatkan oleh
Abdul Hamid bin Mahmud, ia berkata:
Hadits-hadits ini menunjukkan terlarang shalat di antara tiang yang menyebabkan terputusnya
shaf. Ibnu Muflih mengatakan:
Dan shalat di antara tiang yang menyebabkan terputusnya shaf hukumnya makruh namun
tetap sah shalatnya, sebagaimana ditunjukkan oleh atsar dari Anas bin Malik
radhiallahu’anhu di atas. Beliau tidak mengingkari dengan keras dan tidak memerintahkan
untuk mengulang shalat.
Namun dibolehkan shalat di antara tiang walaupun menyebabkan terputusnya shaf jika dalam
kondisi sulit semisal karena masjid yang sempit. Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts wal Ifta’
menjelaskan:
إال في حالة ضيق، يكره الوقوف بين السواري إذا قطعن الصفوف
المسجد وكثرة المصلين
“Dimakruhkan shalat di antara tiang-tiang jika bisa memutuskan shaf. Kecuali jika masjidnya
sempit sedangkan orang yang shalat sangat banyak” (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah, 5/295).
Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan,
Namun dalam kondisi normal, tidak ada kesempitan dan juga tidak ada kebutuhan, maka
hendaknya jauhi shalat di antara tiang yang bisa memutus shaf. Jika datang ke masjid lalu
menemukan shaf terakhir adalah shaf yang terputus oleh tiang, maka sikap yang tepat adalah
membuat shaf baru setelahnya, yang tidak terputus oleh tiang. Syaikh Muhammad bin Shalih
Al Munajjid mengatakan,
ولم تجد مكانا ً في، وقد وقف الناس في الصف، فإذا جئت إلى المسجد
وليس هذا من الصالة خلف، الصف إال بعد العمود فال حرج في ذلك
الصف منفردا
“Jika anda datang ke masjid dan orang-orang sudah berdiri di shaf, kemudian anda tidak
menemui tempat di shaf kecuali setelah tiang, maka tidak mengapa shalat di sana. Dan tidak
tergolong shalat sendirian di belakang shaf” (Sumber:
https://islamqa.info/ar/answers/135898).
Namun dalam rangka berhati-hati, hendaknya menunggu orang lain agar tidak bersendirian di
shaf yang baru. Mengingat sebagian ulama berpendapat batalnya orang yang shalat sendirian
di belakang shaf.
Adapun shalat di antara tiang tanpa memutus shaf, maka ini tidak mengapa. Syaikh
Masyuhur Hasan Alu Salman menjelaskan,
والصالة بين،وأما صالة المنفرد بين السواري أو اإلمام فال حرج فيها
الساريتين دون تتميم الصف عن اليمين والشمال أيضا ً ال حرج فيها
ألن التراص وعدم االنقطاع حاصل
“Adapun jika seseorang shalat sendiri atau sebagai imam, di antara dua tiang, maka tidak
mengapa. Demikian juga shalat para makmum di antara dua tiang, tanpa melanjutkan shaf di
kanan tiang dan juga di kiri tiang, maka tidak mengapa. Karena meluruskan shaf dan
menyambungnya sudah terwujud” (Sumber: https://ar.islamway.net/fatwa/30674).
Baca Juga: