PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker Serviks atau kanker leher rahim merupakan salah satu penyakit yang
paling banyak terjadi bagi wanita. Kanker Serviks sering juga disebut dengan kanker
mulut rahim. Kanker Serviks merupakan penyakit kanker kedua terbanyak yang
dialami oleh wanita di seluruh dunia. Menurut International Agency for Research on
Cancer (IARC), 85% dari kasus kanker di dunia, yang berjumlah sekitar 493.000
dengan 273.000 kematian, terjadi di Negara-negara berkembang. Di Indonesia
pengidap Ca Cervixadalah terbanyak diantara pengidap kanker lainnya, bahkan di
seluruh dunia adalah nomer kedua setelah Cina (FK UGM, 2010). Berdasarkan
penelitian di Jakarta, Semarang, Jogjakarta, dan Surabayaternyata kanker leher rahim
juga menduduki urutan dengan proporsi 25 – 45 % penderita melebihi kanker
payudara yang baru mencapai 10 – 20 %. Menurut perkiraan Departemen Kesehatan
RI adalah 100 per 100.000 penduduk. UntukJakarta sebanyak 7.000 penderita dan
kira-kira seperlimanya adalah penderita kanker leher rahim (Tara, 2001). Begitu pula
data penderitakanker serviks yangdirawat di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam
Malik (RSUP HAM) Medan didapat rata-rata 120 orang penderita kanker serviks
yang dirawat perbulan (Laporan Ruangan Rindu B 1 Obgin, 2012).
Kanker serviks adalah tumor ganas yangtumbuh di daerah leher rahim (serviks).
Kanker serviks merupakan keganasan yang paling banyak ditemukan di Indonesia.
Setiap satu jam perempuan Indonesia meninggal dunia karena kanker dalam tiga dasa
warsa terakhir. Tingginya angka kematian itu akibat terlambatnyapenanganan, sekitar
70% datang dengan kondisi stadium lanjut. Kanker serviks merupakan kanker
tersering pada wanita dan merupakan penyebab kematian terbanyak nomor 3 di
seluruh dunia penyebab kematian nomor 1 di negara berkembang. Laporan WHO
menunjukan kasus kanker serviks semakin meningkat di seluruh dunia, dimana
diperkirakan 10 juta kasus baru pertahun dan akan meningkat akan menjadi 15 juta
kasus pada tahun 2020. Sampai saat ini, insiden kanker serviks dalam hal morbiditas
dan mortalitas belum menunjukan hasil penurunan yang signifikan. Bukti kuat
pendukung kanker serviks disebabkan oleh infeksi Human Papiloma Virus (HPV),
dengan risiko tertinggi Human Papiloma Virus (HPV) subtipe genital meningkatkan
risiko beragam penularan (Suhartono, 2007). Data setiap tahun sekitar 500.000
perempuan di Indonesia didiagnosis terinfeksi kanker serviks. Dari jumlah itu, sekitar
270.000 penderita meninggal dunia. Di Indonesia, kanker serviks telah menjadi
pembunuh nomor satu dari keseluruhan kanker. Kanker serviks merupakan penyakit
kanker paling umum 2kedua yang biasa diderita perempuan berusia 20–25 tahun.Di
Indonesia, kanker serviks merupakan kasus terbanyak dan hampir 70% -nya
ditemukan dalamkondisi stadium lanjut (≥ stadium IIB). Hal ini karena masih
rentannya pelaksanaan skrining, yaitu ≤ 5%. Padahal, pelaksanaan skrining yang
ideal adalah 80%. Coba kita bandingkan dengan populasi penduduk indonesia tahun
2008 yang berjumlah 230 juta jiwa. Angka 5% adalah angka yang sangat kecil sekali.
Padahal wanita yang beresiko terkena kanker serviks adalah 58 juta wanita pada usia
15–64 tahun dan 10 juta wanita pada usia 10–14 tahun. Oleh karena itu, tidak
mengejutkan jika jumlah kasus baru kanker serviks mencapai 40–45 wanita perhari
dan jumlah kematian yang disebabkan kanker serviks mencapai 20–25 wanita perhari
(Samadi, 2011).
B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Kanker Serviks ?
2. Apa Etiologi Kanker Serviks ?
3. Bagaimana patofisiologi Kanker serviks ?
4. Bagaimana tanda dan gejala Kanker serviks ?
5. Bagaimana Komplikasi Kanker serviks ?
6. Bagaimana pemeriksaan Kanker serviks ?
7. Bagaimana Penatalaksanaan Kanker serviks ?
8. Bagaimana asuhan keperawatan Kanker serviks ?
C. Tujuan
1. Mengetahui definisi Kanker serviks
2. Mengetahui etiologi Kanker serviks
3. Mengetahui patofisiologi Kanker serviks
4. Mengetahui tanda dan gejala Kanker serviks
5. Mengetahui Komplikasi Kanker serviks
6. Mengetahui pemeriksaan Kanker serviks
7. Mengetahui Penatalaksanaan Kanker serviks
8. Mengetahui asuhan keperawatan Kanker serviks
BAB II
KONSEP MEDIK
A. Definisi
Kanker leher rahim atau yang dikenal dengan kanker servik yaitu keganasan yang
terjadi pada serviks (leher rahim) yang merupakan bagian terendah dari rahim yang
menonjol ke puncak liang senggama atau vagina (Depkes RI, 2009).
Karsinoma serviks uteri (Ca serviks) adalah tumor ganas pada leher rahim,
merupakan karsinoma ginekologi yang terbanyak diderita.Kanker serviks adalah
penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai akibat dari adanya
pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal di
sekitarnya (Lynda, 2010)
Kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh didalam leher rahimatau serviks
yang terdapat pada bagian terendah dari rahim yang menempelpada puncak vagina.(
Diananda,Rama, 2009 )
Kanker serviks merupakan sel-sel kanker yang menyerang bagian squamosa
columnar junction (SCJ) serviks (Price, Sylvia. 2010)
Kanker servik merupakan kanker pembunuh nomor satu pada wanita di dunia
ketiga. Epidemiologi menunjukkan bahwa kanker ini merupakan penyakit menular
seksual (Suharto 2009).
B. Klasifikasi
Klasifikasi dari Temuan TNM FIGO Bedah – patologis
1. Tahapan Kategori
a. TX : tumor primer tidak dapat dinilai
b. T0 : ada bukti tumor primer
c. Tis : Karsinoma in situ ( karsinoma preinvasive )
d. Karsinoma T1 I : serviks terbatas pada serviks ( perluasan mengabaikan
untuk korpus )
e. T1a IA : Karsinoma invasif didiagnosis hanya dengan mikroskop
; invasi stroma dengan kedalaman maksimum 5.0 mm diukur dari dasar epitel
dan penyebaran horizontal 7,0 mm atau kurang ; Keterlibatan ruang vaskuler
, vena atau limfatik , tidak mempengaruhi klasifikasi
f. T1a1 IA1 : Diukur invasi stroma ≤ 3,0 mm secara mendalam dan ≤
7,0 mm di spread horisontal
g. T1a2 IA2 : Diukur invasi stroma > 3,0 mm dan ≤ 5.0 mm dengan
penyebaran horisontal ≤ 7,0 mm
h. T1b IB : klinis terlihat lesi terbatas pada serviks atau lesi
mikroskopik lebih besar dari T1a / IA2
i. T1b1 IB1 : lesi klinis terlihat ≤ 4.0 cm dalam dimensi terbesar
j. T1b2 IB2 : klinis terlihat lesi > 4.0 cm dalam dimensi terbesar
k. T2 II : serviks karsinoma Menginvasi luar rahim tetapi tidak
untuk dinding panggul atau menurunkan ketiga vagina
l. T2a IIA : tanpa invasi parametrium
m. T2a1 IIA1 : lesi klinis terlihat ≤ 4.0 cm dalam dimensi terbesar
n. T2a2 IIA2 : klinis terlihat lesi > 4.0 cm dalam dimensi terbesar
o. T2b IIB : Tumor dengan invasi parametrium
p. T3 III : Tumor meluas ke dinding panggul dan / atau melibatkan
sepertiga bagian bawah vagina dan / atau menyebabkan hidronefrosis atau
nonfungsional ginjal
q. T3a IIIA : Tumor melibatkan sepertiga bagian bawah vagina , tidak
ada ekstensi untuk dinding panggul
r. T3b IIIB : Tumor meluas ke dinding panggul dan / atau
menyebabkan hidronefrosis atau nonfungsional ginjal
s. T4 IV : Tumor menginvasi mukosa kandung kemih atau rektum
dan / atau melampaui panggul yang benar ( edema bulosa tidak cukup untuk
mengklasifikasikan tumor sebagai T4 )
t. T4a IVA : Tumor menginvasi mukosa kandung kemih atau rektum
( edema bulosa tidak cukup untuk mengklasifikasikan tumor sebagai T4 )
u. T4b IVB : Tumor melampaui panggul benar
C. Etilogi
Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui, namun ada beberapa faktor resiko dan
predisposisi yang menonjol, antara lain:
a. Umur
Penelitian menunjukkan bahwa semakin muda wanita melakukan hubungan
seksual semakin besar mendapat kanker serviks. Kawin pada usia 20 tahun
dianggap masih terlalu muda.
b. Jumlah kehamilan dan partus
Kanker serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering partus. Semakin
sering partus semakin besar kemungkinan resiko mendapat karsinoma serviks.
c. Jumlah perkawinan.
Wanita yang sering melakukan hubungan seksual dan berganti-ganti pasangan
mempunyai faktor resiko yang besar terhadap kankers serviks ini.
d. Infeksi virus.
Infeksi HPV (Human papiloma virus)yang beresiko tinggi menyebabkan kanker
leher rahim yang ditularkan melalui hubungan seksual (sexually transmitted
disease). Perempuan biasanya terinfeksi virus ini saat usia belasan tahun, sampai
tiga puluhan, walaupun kankernya sendiri baru akan muncul 10-20 tahun
sesudahnya. Infeksi virus HPV yang berisiko tinggi menjadi kanker adalah tipe
16, 18, 45, 56 dimana HPV tipe 16 dan 18 ditemukan pada sekitar 70% kasus.
Infeksi HPV tipe ini dapat mengakibatkan perubahan sel-sel leher rahim menjadi
lesi intra-epitel derajat tinggi (high-grade intraepithelial lesion/ LISDT) yang
merupakan lesi. (yatim,faisal,2010)
D. Patofisiologi
Cerviks timbul dibatas antara epitel yang melapisi ektoserviks (portio) dan
endoserviks kanalisis serviks yang dibuat sebagai squamo-columnar junction (SCJ).
Pada wanita muda SCJ ini berada diluar OUE, sedang pada wanita berumur >35 th,
SCJ berada didalam kanalis servikalis pada awal perkembangannya kanker serviks
tidak memberi tanda-tanda dan keluhan ada pemeriksaan dengan speculum, tampak
parsio yang erosive (metaplasia skuamosa) yang fisiologik atau patologik. Tumor
dapat tumbuh sebagai berikut:
1. Eksofitik, mulai dari SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa proliferasi yang
mengalami infeksi sekunder dan nekrosis.
2. Endofitik, mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stroma serviks dan cenderung untuk
mengadakan infiltrasi menjadi ulkus.
3. Ulseratif, mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dan
melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas.
Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel serviks
epitel kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga berasal dari
cadangan epitel kolumnar. Proses pergantian ini disebut proses metaplasia dan terjadi
akibat pengaruh pH vagina yang rendah. Akibat proses metaplasia ini maka secara
morfogenetik terdapat 2 SSK, yaitu SSK (Sel skuamosa karsinoma) asli dan SSK
baru yang menjadi tempat pertemuan antara epitel skuamosa baru dengan epitel
kolumnar. (Rahmawan, 2009).
Daerah di antara kedua SSK (Sel skuamosa karsinoma) ini disebut daerah
transformasi. Masuknya mutagen atau bahan-bahan yang dapat mengubah perangai
sel secara genetik pada saat fase aktif metaplasia dapat menimbulkan sel-sel yang
berpotensi ganas. Perubahan ini biasanya terjadi di daerah transformasi. Mutagen
tersebut berasal dari agen-agen yang ditularkan secara hubungan seksual dan diduga
bahwa human papilloma virus (HPV) memegang peranan penting. Sel yang
mengalami mutasi tersebut dapat berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi
kelainan epitel yang disebut displasia. Perbedaan derajat displasia didasarkan atas
tebal epitel yang mengalami kelainan dan berat ringannya kelainan pada sel.
Sedangkan karsinoma in-situ adalah gangguan maturasi epitel skuamosa yang
menyerupai karsinoma invasif tetapi membrana basalis masih utuh.(Rahmawan,
2009).
Kanker insitu pada servik adalah keadaan dimana sel neoplastik terjadi pada
seluruh lapisan epitel disebut displasia. Displasia merupakan neoplasia servik
intraephitelia (CNI). CNI terbagi menjadi tiga tingkat yaitu tingkat I ringan, tingkat II
sedang, tingkat III berat. Tidak ada gejala spesifik untuk kanker servik pendarahan
merupakan satu-satunya gejala yang nyata, tetapi gejala ini hanya ditemukan pada
tahap lanjut. Sedang kan tahap awal tidak. (pince, sylvia A, 2010).
Usia, Jumlah kehamilah partus jumlah
perkawinan, infeksi HPV
Hipertermi
Metaplasia skuamosa
Demam
Perubahan struktur sel
& fungsi sel-sel normal
termoregulasi
Invasi Patogen
Kanker Serviks
Struma serviks
Mual Muntah Iskemia jaringan Peradangan
endo & ekso
Nekrosis jaringan
Meluas ke
Penurunan berat badan
jaringan
Cemas Ansietas
sumber :
2. Rahmawan, 2009
a. MANIFSTASI KLINIS
a. Keputihan yang makin lama makin berbau akibat infeksi dan nekrosisjaringan.
Pada permulaan penyakit yaitu pada stadium praklinik (karsinoma insitu dan
mikro invasif) belum dijumpai gejala-gejala yang spesifik bahkan sering tidak
dijumpai gejala. Awalnya, keluar cairan mukus yang encer, keputihan seperti krem
tidak gatal,kemudian menjadi merah muda lalu kecoklatan dan sangat berbau bahkan
sampai dapat tercium oleh seisi rumah penderita. Bau ini timbul karena ada jaringan
nekrosis (Aziz M.F.,Saifuddin A.B., 2010).
b. Ada perdarahan tidak normal.
Awal stadium invasif, keluhan yang timbul adalah perdarahan di luar siklus haid,
yang dimulai sedikit-sedikit yang makin lama makin banyak atau perdarahan terjadi
di antara 2 masa haid.Perdarahan terjadi akibat terbukanya pembuluh darah disertai
dengan pengeluaran sekret berbau busuk,bila perdarahan berlanjut lama dan semakin
sering akan menyebabkan penderita menjadi sangat anemis dan dan dapat terjadi
shock, dijumpai pada penderita kanker serviks stadium lanjut (Aziz M.F. dan
Saifuddin A.B.2010).
c. Perdarahan yang dialami segera setelah berhubungan ( 75% - 80% ).
Keluhan ini sering dijumpai pada awal stadium invasif, biasanya timbul
perdarahan setelah berhubungan. Hal ini terjadi akibat trauma pada permukaan
serviks yang telah mengalami lesi (Rasjidi Imam, 2010).
d. Nyeri dibagian daerah panggul
Rasa nyeri ini dirasakan di bawah perut bagian bawah sekitar panggul yang
biasanya unilateral yang terasa menjalar ke paha dan ke seluruh panggul. Nyeri
bersifat progresif sering dimulai dengan “Low Back Pain” di daerah lumbal,
menjalar ke pelvis dan tungkai bawah, gangguan miksi dan berat badan semakin
lama semakin menurun khususnya pada penderita stadium lanjut.bila kanker sudah
berada pada stadium 3, maka akan mengalami pembengkakan dibagian tubuh
seperti, betis, paha, tangan dan sebagiannya ( RamaDiananda, 2009 )
b. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Sitologi Pap Smear
Salah satu pemeriksaan sitologi yang bisa dilakukan adalah pap smear. Pap smear
merupakan salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim. Test ini mendeteksi
adanya perubahan-perubahan sel leher rahim yang abnormal, yaitu suatu
pemeriksaan dengan mengambil cairan pada laher rahim dengan spatula kemudian
dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop.
Saat ini telah ada teknik thin prep (liquid base cytology) adalah metoda pap
smear yang dimodifikasi yaitu sel usapan serviks dikumpulkan dalam cairan dengan
tujuan untuk menghilangkan kotoran, darah, lendir serta memperbanyak sel serviks
yang dikumpulkan sehingga akan meningkatkan sensitivitas. Pengambilan sampel
dilakukan dengan mengunakan semacam sikat (brush) kemudian sikat dimasukkan
ke dalam cairan dan disentrifuge, sel yang terkumpul diperiksa dengan mikroskop.
Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker serviks.
Jika ditemukan hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan pemeriksaan standar
berupa kolposkopi. Penanganan kanker serviks dilakukan sesuai stadium penyakit
dan gambaran histopatologimnya. Sensitifitas pap smear yang dilakukan setiap tahun
mencapai 90%.
b. Kolposkopi
Pemeriksaan dengan pembesaran (seperti mikroskop) yang digunakan untuk
mengamati secara langsung permukaan serviks dan bagian serviks yang abnormal.
Dengan kolposkopi akan tampak jelas lesi-lesi pada permukaaan serviks, kemudian
dilakukan biopsi pada lesi-lesi tersebut.
c. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)
IVA merupakan tes alternatif skrining untuk kanker serviks. Tes sangat mudah
dan praktis dilaksanakan, sehingga tenaga kesehatan non dokter ginekologi, bidan
praktek dan lain-lain. Prosedur pemeriksaannya sangat sederhana, permukaan
serviks/leher rahim diolesi dengan asam asetat, akan tampak bercak-bercak putih
pada permukaan serviks yang tidak normal.
d. Serviksografi
Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa ekstensi
50 mm. Fotografi diambil oleh tenaga kesehatan dan slide (servikogram) dibaca oleh
yang mahir dengan kolposkop. Disebut negatif atau curiga jika tampak kelainan
abnormal, tidak memuaskan jika SSK tidak tampak seluruhnya dan disebut defek
secara teknik jika servikogram tidak dapat dibaca (faktor kamera atau flash).
Kerusakan (defect) secara teknik pada servikogram kurang dari 3%. Servikografi
dapat dikembangkan sebagai skrining kolposkopi. Kombinasi servikografi dan
kolposkopi dengan sitologi mempunyai sensitivitas masing-masing 83% dan 98%
sedang spesifisitas masing-masing 73% dan 99%. Perbedaan ini tidak bermakna.
Dengan demikian servikografi dapat di-gunakan sebagai metoda yang baik untuk
skrining massal, lebih-lebih di daerah di mana tidak ada seorang spesialis sitologi,
maka kombinasi servikogram dan kolposkopi sangat membantu dalam deteksi
kanker serviks.
e. Gineskopi
Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan pembesaran 2,5 x
dapat digunakan untuk meningkatkan skrining dengan sitologi. Biopsi atau
pemeriksaan kolposkopi dapat segera disarankan bila tampak daerah berwarna putih
dengan pulasan asam asetat. Sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 84% dan
87% dan negatif palsu sebanyak 12,6% dan positif palsu 16%. Samsuddin dkk pada
tahun 1994 membandingkan pemeriksaan gineskopi dengan pemeriksaan sitologi
pada sejumlah 920 pasien dengan hasil sebagai berikut: Sensitivitas 95,8%;
spesifisitas 99,7%; predictive positive value 88,5%; negative value 99,9%; positif
palsu 11,5%; negatif palsu 4,7% dan akurasi 96,5%. Hasil tersebut memberi peluang
digunakannya gineskopi oleh tenaga paramedis / bidan untuk mendeteksi lesi
prakanker bila fasilitas pemeriksaan sitologi tidak ada.
f. Pemeriksaan Penanda Tumor (PT)
Penanda tumor adalah suatu suatu substansi yang dapat diukur secara kuantitatif
dalam kondisi prakanker maupun kanker. Salah satu PT yang dapat digunakan untuk
mendeteksi adanya perkembangan kanker serviks adalah CEA (Carcino Embryonic
Antigen) dan HCG (Human Chorionic Gonadotropin). Kadar CEA abnormal adalah
> 5 µL/ml, sedangkan kadar HCG abnormal adalah > 5ηg/ml. HCG dalam keadaan
normal disekresikan oleh jaringan plasenta dan mencapai kadar tertinggi pada usia
kehamilan 60 hari. Kedua PT ini dapat dideteksi melalui pemeriksaan darah dan
urine.
g. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi pendarahan yang
terjadi pada penderita kanker serviks dengan mengukur kadar hemoglobin,
hematokrit, trombosit dan kecepatan pembekuan darah yang berlangsung dalam sel-
sel tubuh.( Dr RamaDiananda, 2009 )
c. PENATALAKSAAN
Penatalaksanaan yang dilakukan pada klien kanker serviks, tergantung pada
stadiumnya. penatalaksanaan medis terbagi menjadi tiga cara yaitu: histerektomi, radiasi
dan kemoterapi.
Di bawah ini adalah klasifikasi penatalaksanaan medis secara umum berdasarkan
stadium kanker serviks :
a. Stadium 0: konisasi (pengambilan jaringan serviks berbentuk kerucut dengan
basis pada partio, untuk tujuan diagnostik/terapeutik).
b. Stadium IA: simple histerektomi (histerektomi total).
c. Stadium IB dan IIA: histerektomi dan chemoterapi
d. Stadium IV: Radiasi paliatif
d. PENCEGAHAN
Kanker stadium dini (karsinoma in situ) sangat susah dideteksi karena belum
menimbulkan gejala yang khas dan spesifik. Kematian pada kasus kanker serviks terjadi
karena sebagian besar penderita yang berobat sudah berada dalam stadium lanjut. Atas
dasar itulah, di beberapa negara pemeriksaan sitologi vagina merupakan pemeriksaan
rutin yang dilakukan kepada para ibu hamil, yang dilanjutkan dengan pemeriksaan biopsi
bila ditemukan hasil yang mencurigakan.
Dengan ditemukannya kanker ini pada stadium dini, kemungkinan janin dapat
dipertahankan dan penyakit ini dapat disembuhkan bisa mencapai hampir 100%. Malahan
sebenarnya kanker serviks ini sangat bisa dicegah. Menurut ahli obgyn dari New York
University Medical Centre , dr. Steven R. Goldstein, kuncinya adalah deteksi dini.
Kini, cara terbaik yang bisa dilakukan untuk mencegah kanker ini adalah bentuk
skrining yang dinamakan Pap Smear, dan skrining ini sangat efektif. Pap smear adalah
suatu pemeriksaan sitologi yang diperkenalkan oleh Dr. GN Papanicolaou pada tahun
1943 untuk mengetahui adanya keganasan (kanker) dengan mikroskop. Pemeriksaan ini
mudah dikerjakan, cepat dan tidak sakit. Masalahnya, banyak wanita yang tidak mau
menjalani pemeriksaan ini, dan kanker serviks ini biasanya justru timbul pada wanita-
wanita yang tidak pernah memeriksakan diri atau tidak mau melakukan pemeriksaan ini.
50% kasus baru kanker serviks terjadi pada wanita yang sebelumnya tidak pernah
melakukan pemeriksaan pap smear. Padahal jika para wanita mau melakukan
pemeriksaan ini, maka penyakit ini suatu hari bisa saja diatasi.
Ada beberapa protokol skrining yang bisa ditetapkan bersama - sama sebagai salah
satu upaya deteksi dini terhadap perkembangan kanker serviks, beberapa di antaranya :
a. Skrining awal
Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan
seksual (vaginal intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan umurnya tidak
kurang dari 21 tahun saat pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma
serviks berasal lebih banyak dari lesi prekursornya yang berhubungan dengan
infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual yang akan berkembang lesinya
setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan biasanya sangat jarang pada
wanita di bawah usia 19 tahun.
b. Pemeriksaan DNA HPV
Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Pap’s smear negatif
disertai DNA HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak
hampir 100%. Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur
diatas 30 tahun karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu.
Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2%
sementara infeksi ini meningkat sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih muda.
Walaupun infeksi ini sangat sering pada wanita muda yang aktif secara seksual
tetapi nantinya akan mereda seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV
yang positif yang ditenukan kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang
persisten. Apabila ini dialami pada wanita dengan usia yang lebih tua maka akan
terjadi peningkatan risiko kanker serviks.
c. Skrining dengan Thinrep / liquid-base method
Disarankan untuk wanita di bawah 30 tahun yang berisiko dan dianjurkan
untuk melakukan pemeriksaan setiap 1 - 3 tahun.
d. Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali
pemeriksaan berturut-turut dengan hasil negatif.
e. KOMPLIKASI
a. Pendarahan
Jika kanker menyebar ke usus vagina atau kandung kemih, dapat
menyebabkan kerusakan yang signifikan, mengakibatkan pendarahan. Perdarahan
dapat terjadi pada vagina, rektum (bagian belakang), atau mungkin mengeluarkan
darah ketika buang air kecil.
b. Gagal ginjal
Ginjal menghilangkan bahan limbah dari darah. Limbah dibuang keluar
dari tubuh dalam urin melalui tabung yang disebut ureter. Dalam beberapa kasus
kanker serviks stadium lanjut, tumor kanker (pertumbuhan jaringan abnormal)
dapat menekan ureter, menghalangi aliran urin keluar dari ginjal. Sehingga urin
tertampung dalam ginjal dikenal sebagai hidronefrosis dan dapat menyebabkan
ginjal menjadi bengkak dan rusak.
c. Pembekuan Fistula
Fistula merupakan komplikasi yang jarang terjadi namun menyedihkan
yang terjadi di sekitar 1 dalam 50 kasus kanker serviks stadium lanjut. Fistula
adalah saluran abnormal yang berkembang antara dua bagian tubuh. Dalam
kebanyakan kasus yang melibatkan kanker serviks, fistula berkembang antara
kandung kemih dan vagina. Dan kadang-kadang fistula berkembang antara
vagina dan dubur.
f. PROGNOSIS
Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respon terhadap
pengobatan, 95 % mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala. Pasien yang
menjalani histerektomi dan memiliki risiko tinggi terjadinya rekurensi harus terus diawasi
karena lewat deteksi dini, perkembangan kanker seviks dapat diobati dengan radioterapi.
Ada beberapa faktor yang menentukan prognosis dalam angka kejadian kanker
serviks, antara lain :
a. Usia penderita
b. Keadaan umum
c. Tingkat klinis keganasan
d. Ciri - ciri histologik sel kanker
e. Kemampuan tim kesehatan untuk menangani
f. Sarana pengobatan yang tersedia
sumber : Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1
Stadium Penyebaran kanker serviks % Harapan Hidup 5
Tahun
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian
A. Identitas klien
B. Keluhan utama
Pasien biasanya datang dengan keluhan nyeri intraservikal disertai dengan
keputihan meyerupai air, berbau, bahkan perdarahan.
1) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien pada stsdium awal tidak merasakan keluhan yang
mengganggu, baru pada stadium akhir yaitu stadium 3 dan 4 timbul keluhan
seperti: perdarahan, keputihan dan rasa nyeri intra servikal.
2) Riwayat penyakit dahulu
Data yang perlu dikaji adalah :
Riwayat abortus, infeksi pasca abortus, infeksi masa nifas, riwayat
ooperasi kandungan, serta adanya tumor.Riwayat keluarga yang menderita
kanker.
3) Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit
seperti ini atau penyakit menular lain.
4) Riwayat psikososial
Dalam pemeliharaan kesehatan dikaji tentang pemeliharaan gizi di rumah
dan bagaimana pengetahuan keluarga tentang penyakit kanker
serviks.Kanker serviks sering dijumpai padakelompok sosial ekonomi yang
rendah, berkaitan erat dengan kualitas dan kuantitasmakanan atau gizi yang
dapat mempengaruhi imunitas tubuh, serta tingkat personal hygiene terutama
kebersihan dari saluran urogenital.
C. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
Klien tampak kelelahan, rambut jarang, tubuh pasien kurus dan tampak
sering ingin mual, kulit pucat disebabkan karena anemia, mata cekung
disebabkan karena kurang tidur, klien tanpak meringis menahan kesakitan, klien
mengalami keputihan, klien juga mengalami pendarahan yang sering
2. Palpasi
Pada palpasi didapati nyeri pada abdomen dan nyeri pada punggung
bawah
D. Pemeriksaan diagnostik
1. Mendeteksi kanker serviks dengan Pap Smear
2. Biopsi
3. Konisasi
4. IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)
5. Mendiagnosis serviks dengan kolposkop
6. Vagina inflammation self test card
7. Schillentest
8. Kolpomikroskopi
9. Gineskopi
E. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Kronik
2. Kekurangan Volume Cairan
3. Ansietas
4. Nutrisi Kurang dari Kebutuhan tubuh
5. Hipertermi
6. Defisiensi Pengetahuan
.Rencana Asuhan Keperawatan
Kehilangan rambut BB ideal sesuai dengan 5. Hindari pemberian makanan menerus dalam keadaan
TB yang dapat meningkatkan masukan kalori yang
berlebihan Mampu mengidentifikasi peristaltik usus (misalnya teh, cukup merupakan
Bising usus hiperaktif kebutuhan nutrisi kopi, dan makanan berserat indikasi kegagalan
Kurang makan Tidak ada tanda-tanda lainnya) terhadap terapi antitiroid
Kurang informasi malnutrisi Kolaborasi: 4. Membantu menjaga
Kurang minat pada Menunjukkan 6. Konsultasikan dengan ahli gizi pemasukan kalori cukup
Penurunan berat badan pengecapan dari kalori, protein, karbohidrat, menambahkan kalori
adekuat Tidak terjadi penurunan 7. Berikan obat sesuai indikasi: penggunaan kalori yang
Kesalahan konsepsi BB yang berarti glukosa, vitamin B kompleks disebabkan oleh adanya
PENUTUP
1.1. KESIMPULAN
Kanker serviks (kanker leher rahim) adalah tumbuhnya sel-sel tidak normal pada
leher rahim. Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks
antara lain sebagai berikut:
- Hubungan Seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda.
- Berganti-ganti pasangan seksual.
- Defisiensi zat gizi
- Sering melahirkan.
- Trauma
- Kronis pada Servik seperti persalinan, infeksi dan iritasi menahun
Adapun gejala yang sering timbul pada stadium lanjut antara lain adalah:
Pendarahan sesudah melakukan hubungan intim.
Keluar keputihan atau cairan encer dari kelamin wanita.
Pendarahan sesudah mati haid (menopause).
Pada tahap lanjut dapat keluar cairan kekuning-kuningan, berbau atau bercampur darah, nyeri
panggul atau tidak dapat buang air kecil. Akan tetapi kanker serviks juga dapat dicegah dan
diobati. Upaya pencegahan pada kanker serviks antara lain sebagai berikut:
- Kanker serviks dapat dicegah dengan meningkatkan kebersihan kewanitaan
- Penggunaan kondom saat berhubungan seks
- Menghindari merokok
- Menghindari pencucian vagina dengan obat-obatan antiseptik tertentu
- Pemberian vaksin (antigen)
- Pemeriksaan PAP SMEAR adalah cara untuk mendeteksi dini kanker serviks.
Upaya pengobatan pada kanker serviks antara lain sebagai berikut:
- Pemanasan, diathermy atau dengan sinar laser.
- Operasi, yaitu dengan mengambil daerah yang terserang kanker, biasanya uterus
beserta leher rahimnya.
- Radioterapi yaitu dengan menggunakan sinar X berkekuatan tinggi yang dapat
dilakukan secara internal maupun eksternal
1.2. SARAN
Untuk melakukan skrining kanker serviks, jangan sampai menunggu adanya keluhan.
Datanglah ke tempat periksa untuk pemeriksaan PAP SMEAR/IVA.
Jika ditemukan kelainan pra kanker ikutilah pesan petugas/dokter. Apabila perlu
pengobatan, jangan ditunda. Karena pada tahap ini tingkat kesembuhannya hampir 100%.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1. Jakarta : Media Ausculapius
Price, Sylvia. 2010. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit, Edisi 6, Volume 2.
Jakarta : EGC
Adiyono W, Amarwati S, Nurkukuh, Suhartono 2007. Hubungan hasil pap Smear Dengan
hasil pemeriksaan kolposkopi pada skrining lesi serviks, Jakarta
Samadi, 2011, Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien, Salemba Medika,Jakarta
https://www.scribd.com/upload-
document?archive_doc=302546038&escape=false&metadata=%7B%22context%22%3A%2
2archive_view_restricted%22%2C%22page%22%3A%22read%22%2C%22action%22%3A
%22download%22%2C%22logged_in%22%3Atrue%2C%22platform%22%3A%22web%22
%7D