Anda di halaman 1dari 23

Makalah

MODEL-MODEL PONDOK PESANTREN (TIPOLOGI


PONDOK PESANTREN)

Disusun untuk Memenuhi Tugas Islam Nusantara dan Kepesantrenan

Dosen Pengampu : Dr. Gunawan, M.Pd.I

Kelas : T.IPS 2

Oleh : Kelompok 10

1. Nunik kurniawati (T20189070)


2. Siti Ifatus Soleha (T20189071)
3. Mar’atus Saidah (T201890)

PRODI TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
November 2019

1
KATA PENGANTAR

Seraya mengucapkan alhamdulillah, segala puji serta syukur penulis sampaikan


kehadirat illahi rabbi, karena atas segala kenikmatan dan kekuatannya penulis dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Model-Model Pondok Pesantren (Tipologi Pondok
Pesantren)” yang merupakan salah satu tugas dari mata kuliah Islam Nusantara dan
Kepesantrenan. Sholawat serta salam penulis sampaikan kepada Baginda Rosulullah Muhammad
SAW yang telah memberi warna illahiah dalam hidup dan kehidupan manusia di dunia.

Kami berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan serta wawasan kita terhadap
Model-Model Pondok Pesantren (Tipologi Pondok Pesantren). Oleh sebab itu penting bagi
kami adanya kritik, saran, dan usulan untuk memperbaiki makalah yang kami buat diwaktu
yang akan datang.

Semoga makalah yang kami kerjakan ini dapat bermanfaat bagi kita semua, sehingga
kami semua dapat memahami bagaimana kondisi ketahanan nasional bangsa ini dan dapat
melakukan ketahanan nasional untuk negara ini.

27 November 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................................. 2


DAFTAR ISI................................................................................................................................................. 3
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................................................ 4
1.1. Latar Belakang ............................................................................................................................ 4
1.2. Rumusan Masalah ...................................................................................................................... 4
1.3. Tujuan .......................................................................................................................................... 5
BAB 11 PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 6
2.1.1 Pondok Pesantren Salafiyah (Tradisional) ........................................................................... 6
2.1.2 Karakteristik Pondok Pesantren Salafiyah .......................................................................... 8
2.1.3 Sistem pendidikan pondok pesantren salafiyah ................................................................. 10
2.2.1 Pondok Pesantren Khalafiyah (Modern) ............................................................................. 11
2.2.2 Ciri-Ciri Pesantren Modern ................................................................................................. 14
2.3 Tipe – Tipe Pondok Pesantren ............................................................................................ 18
BAB 111PENUTUP ................................................................................................................................... 21
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................................ 21
3.2 Saran .......................................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 23

3
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Perkembangan pendidikan islam di Indonesia antara lain ditandai oleh munculnya


berbagai lembaga pendidikan secara bertahap, mulai dari yang amat sederhana ,sampai
dengan tahap yang sudah terhitung modern dan lengkap. Salah satunya adalah pesantren.

Pesantren merupakan institusi yang banyak dipuji orang, khususnya masyarakat


muslim, demikian juga dengan keberadaan Madrasah dan Sekolah Islam di Indonesia.
Namun di saat yang sama sering pula mendapat kecaman dan dilabelkan sebagai institusi
yang banyak “menghambat” kemajuan Islam. Kontroversi mengenai pesantren seperti itu
secara tidak langsung telah menempatkan pesantren sebagai institusi yang cukup penting
untuk selalu diperhatikan. Pandangan positif akan menempatkan kontroversi tersebut
sebagai peluang untuk memperkuat peran pesantren itu sendiri.

Sekilas apabila diperhatikan, era globalisasi yang dijumpai masyarakat ternyata lebih
memperkuat perhatian orang terhadap pesantren. Di antara penyebabnya adalah
dimungkinkan karena adanya semangat untuk mencari pendidikan alternatif . Era global
seakan mengharuskan seseorang atau bahkan kepada komunitas masyarakat secara luas
untuk mencari, menggali dan mengembangkan pendidikan alternatif tersebut dan sekaligus
untuk memperbesar peluang keunggulan terutama yang terkait dengan peran pesantren,
madrasah dan sekolah Islam yang ada di Indonesia ini.

Berdasarkan pemikiran diatas,maka makalah ini mencoba menjelaskan pengertian


pesantren dan tipologi atau model-model pesantren.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan Masalah pada makalah ini yaitu:

1. Apa yang dimaksud Pesantren Salafiyah (Tradisional) ?


2. Apa yang dimaksud pesantren khalafiyah (modern) ?
3. Apa saja tipe-tipe pondok pesantren ?

4
1.3.Tujuan

Tujuan masalah pada makalah ini yaitu:

1. Untuk mengetahui Pesantren Salafiyah (Tradisional)


2. Untuk mengetahui pesantren khalafiyah (modern)
3. Untuk mengetahui tipe-tipe pondok pesantren

5
BAB 11

PEMBAHASAN
2.1.1 Pondok Pesantren Salafiyah (Tradisional)

Pesantren merupakan salah satu lembaga sosial keagamaan yang menjadi sarana
pendidikan bagi umat Islam yang ingin mempelajari lebih dalam lagi tentang ilmu-ilmu
keagamaan (Mun’im, Zainul, & Rafiq, 2010). Secara umum, di pesantren memiliki
karakteristik yang semua sama, yaitu institusi yang dipimpin dan diasuh oleh kyai dalam
satu kompleks yang berciri khas: adanya masjid atau surau sebagai pusat pembelajaran
dan asrama santri sebagai tempat tinggal santri (peserta didik), di samping rumah yaitu
tempat tinggal kyai, dengan buku "kitab kuning" sebagai buku pegangan.
Menurut Mustofa Bisri di samping ciri lahiriyah tersebut, masih terdapat ciri lain
yang menjadikan simbol dari karakter pesantren itu sendiri, yaitu kemandirian dan
ketaatan santri (peserta didik) kepada kyai yang sering disinyalir sebagai pengkultusan.
Pesantren salafiyah yaitu sebuah pesantren yang mempunyai karakteristik khusus, yaitu
salaf (tradisional). Dlam metode pembelajaran dalam pesantren salafiah yaitu dengan
Pembelajaran kitab-kitab Islam yang klasik atau kita menyabutnya dengan "kitab
kuning", karena ciri dari kitab tersebut kertasnya yang berwarna kuning, terutama
karyakarya ulama yang menganut faham syafi'iyah (Dhofier, 1994). Semua ini adalah
pembelajaran yang bersifat formal yang memang diberikan di dalam lingkungan
pesantren yang masih tradisional.1
Abdurrahman Wahid mencatat bahwa ciri utama dari pengajian pesantren (salafiyah)
tradisional ini adalah menyampaikan pembelajarannya yaitu dengan memfokuskan pada
penangkapan harfiyah dari kitab (teks) tertentu. Pendekatan yang digunakan yaitu
menyelesaikan pembacaan kitab (teks) tersebut, dan untuk kemudian dilanjutkan dengan
pembacaan kitab (teks) lain. Dengan system belajarannya yaitu sorogan yang diberikan
dalam pengajian kepada para santri (peserta didik) yang telah benar menguasai
pembacaan al-Qur'an. Metode utama sistem pembelajaran dilingkungan pesantren
salafiyah (tradisional) adalah sistem bandongan atau sering juga disebut sistem wetonan.
Kelompok kelas dari system belajar bandongan ini disebut dengan halaqah yang secara

1
Imam Syafe’I, Model Kurikulum Pesantren Salafiyah Dalam Perspektif Multikultural, Vol.8, No 11, hlm. 130.

6
etimologis lingkaran santri (peserta didik), atau dengan sekelompok santri (peserta didik)
yang mereka belajar tetap di bawah bimbingan seorang ustadz.
Pesantren salafi memiliki memiliki keunikan yang sepertinya dipertahankan oleh
kiyai-nya yaitu :
1. Kobong yaitu tempat tinggal santri
2. Masjid sebagai pusat ibadah dan belajar nengajar termasuk juga berfungsi I’tikaf dan
pelatihan-pelatihan, suluk dan dzikir, dan amalan-amalan lainnya dalam kehidupan
tarekat dan sufi.
3. Santri, yang terdiri dari santri muqim (mondok) dan santri kalong (tidak mondok).
4. Kiyayi sebagai tokoh sentral dibidang ilmu agama, guru yang mengajarkan kitab-
kitab klasik atau kuning dalam pesantren.
5. Kita-kitab klasik yaitu kitab yang dikarang oleh ulama terdahulu.
6. Metode pembelajaran tradisional yaitu pengajian sorogan dan bandungan (wetonan)2
Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang ada di Indonesia yang pada
umumnya melaksanakan berbagai satuan pendidikan baik dalam bentuk sekolah maupun
madrasah, seharusnya menjadikan prinsip pengembangan kurikulum yang bermuatan
nilai-nilai multikultural tersebut di dalam kegiatan perencanaan, implementasi, dan
evaluasi kurikulumnya. Namun dalam pelaksanaannya, poin ini tidak mudah untuk
dilakukan oleh pesantren, terkhusus di pesantren tradisional (salafiyah). Untuk di
Indonesia, pendidikan multikultural yaitu pendidikan yang dapat mencetak peserta didik
memiliki kearifan lokal, di samping memiliki jiwa toleransi, atau pun menghasilkan
peserta didik yang mempunyai pandangan inklusif, penting untuk direalisasikan dan
diaktualisasikan. Pendidikan multikultural ini yang akan mengantarkan dan membangun
manusia khususnya di Indonesia yang memiliki jiwa nasionalisme dan akhirnya dapat
mempertahankan keutuhan bangsa dari ancaman disintegrasi. Apabila diimplementasikan
di pendidikan yang bercorak keagamaan, maka pendidikan multikultural dipastikan dapat
mengantarkan peserta didik berpaham moderat dan inklusif.

2
M.Syadeli Hanafi, Budaya Pesantren Salafi (Studi Ketahanan Pesantren Salafi Di Profensi Banten), Vol.35, 2018,
Hlm : 106.

7
2.1.2 Karakteristik Pondok Pesantren Salafiyah

a. Elemen-elemen pondok pesantren salaf

Zamakhsyari Dhofier, (1982:44-45) mengatakan, ada lima unsur pondok


pesantren yang melekat atas dirinya yang meliputi: masjid, pondok, pengajaran kitab-
kitab Islam klasik, santri dan kiai.3

1. Santri
Kata santri yang digunakan untuk menunjuk peserta didik di pesantren
berasal dari bahasa jawa “cantrik” yang berarti seseorang yang selalu mengikuti
guru kemana pun pergi. Seorang cantrik mengikuti guru kemana saja untuk
mempelajari ilmu yang dimiliki sang guru.4 Zamakhsyari Dhofir berpendapat
bahwa: “Santri yaitu murid-murid yang tinggal di dalam pesantren untuk
mengikuti pelajaran kitab-kitab kuning atau kitab-kitab Islam klasik yang pada
umumnya terdiri dari dua kelompok santri yaitu: Santri Mukim yaitu santri atau
murid-murid yang berasal dari jauh yang tinggal atau menetap di lingkungan
pesantren. Santri Kalong yaitu santri yang berasal dari desa-desa sekitar pesantren
yang mereka tidak menetap di lingkungan kompleks pesantren tetapi setelah
mengikuti pelajaran mereka pulang.
2. Kiai
Istilah lain yang digunakan untuk menunjuk sang guru dipesantren adalah
kiai juga dari bahasa Jawa. Perkataan “kiai’ untuk laki-laki dan “nyai” untuk
perempuan digunakan oleh orang Jawa untuk memanggil kakeknya. Kata “kiai”
dan “nyai” di sini mengandung pengertian rasa hormat dan terhadap orang tua.
Didunia pesantren dikenal kiai dan guru bantu. Kiai dipahami sebgai
pemilik dan pengasuh pondok pesantren yang bertugas mengajarkan pelajaran-
pelajaran agama, baik yang pokok maupun tambahan. Diantar yang poko adalah
tauhid, fikih dan akhlak. Sedangkan guru bantu biasanya santri yang sudah
menempuh pedidikan lama menggantikan sang kyai saad uzur atau halangan.

3
Zamakhsar Dhofier, Tradisi Studi Tentang Pandangan Hidup Kyiai, (Jakaeta : LP3S, 1983) hlm.18.
4
Abdulloh Ali, Pendidikan Islam Multikultural Di Pesantren, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm.14

8
Selain mengajar guru bantu juga menyediakan kebutuhan harian santri, menjadi
pengurus harian serta menempatkan santri baru.
3. Pondok
Menurut Manfred Ziemek, kata pondok berasal dari kata funduq (Arab)
yang berarti ruang tidur atau wisma sederhana, karena pondok memang
merupakan tempat penampungan sederhana bagi para pelajar yang jauh dari
tempat asalnya. Bentuk bangunan asrama atau pondok tidak ada pola baku yang
didikuti, karena itu bentuk asrama/pondok berbeda anatara satu pesantren dengan
yang lain. Dari segi fungsinya, sistem pondok sebagai tempat tinggal para santri
sesungguhnya merupakan komponen penting dari tradisi pesantren salafiyah,
bahkan menjadi penopang utama bagi pesantren untuk dapat terus berkembang.
Dengan sistem pondok ini, para santri merasa terjamin ketersediaan asrama,
sehingga mereka tidak merasa kesulitan dari segi tempat tinggal.
4. Masjid
Bagi pondok pesantren, masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat
beribadah sebagaimana pada umumnya. Akan tetapi juga berfungsi sebagai
tempat belajar, mendidik para santri. Karena itu masjid merupakan komponen
yang tidak dapat dipisahkan dari pesantren. Secara historis masjid merupakan
transformasi dari lembaga pendidikan Islam salafiyah.
5. Pengajian Kitab Islam klasik
Pengajian kitab-kitab Islam klasik atau yang biasa disebut kitab kuning di
pesantren sebenarnya upaya mentransfer literatur-literatur Islam klasik dan
sebagai sarana membekali para santri dengan pemahaman warisan keilmuan masa
lampau atau jalan kebenaran menuju kesadaran erotis ihwal status
kehambaan/ubudiyah di hadapan Allah.5
Istilah lain yang kerap berhubungan dengan pesantren salafiyah ayakni ngaji
atau njenggoti, biasa disebut juga dengan “ngabsahi”. Kata “ngaji” digunakan
untuk menunjuk kegiatan santri dan kiai dipesantren berasal dari kata “aji” yang
berarti terhormat dan mahal. Kata “ngaji” biasanya digandengkan dengan

5
Said Aqiel Siraj, Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren, (Bandung: Pustaka
Hidayah, 1999), hlm.16-17

9
kitab:”ngaji kitab” diartikan sebagai kegiatan santri pada saat mempelajari kitab
yang berbahasa Arab. Oleh karena banyak yang belum mengerti bahasa Arab
maka kiai menerjemahkan kata perkata dengan menggunakan bahasa Jawa. Para
santri mengikuti dengan cermat terjemahan sang kiai dan mereka mencatat nya di
bawah lafadz yang dibacakan oleh kyai biasanya disebut dengan Arab pegon.
Dengan kata lain, pengajaran kitab Islam klasik merupakan salah satu cara
yang ditempuh oleh pesantren untuk membekali para calon ulama akan ilmu
keislaman yang kelak akan ditransfer kepada masyarakat secara lebih luas.
Adapun kitab klasik yang biasanya diajarkan di pondok pesantren salaf
menurut Nurcholis Madjid digolongkan menjadi 7 kelompok yaitu: tauhid, akhlak,
sintaksis (Nahwu) dan sorof (morfologi), fikih, hadis, dan Bahasa Arab. Selain itu,
Dhofier menambahkan satu kelompok yaitu cabang-cabang kitab tarih dan
balaghah.

2.1.3 Sistem pendidikan pondok pesantren salafiyah


Sistem pendidikan di pesantren salafiyah berbeda dengan sistem pendidikan
madrasah maupun ponpes modern pada umumnya. Pesantren salafiyah tumbuh sebagai
pusat belajar pendidikan agama yang unik, seperti pengantar pengajarannya
menggunakan kitab kuning dijelaskan dengan bahasa lokal, memegang teguh tradisi
adat istiadat, norma serta nilai khas pesantren. Dengan demikian bahasa lokal memiliki
pengaruh kuatnya nilai pesantren. Peran kiai dengan karisma keilmuan yang dimiliki
sekaligus pewaris para nabi merupakan bagian integral dalam pendidikan pesantren.
Karena kiai merupakan penentu dalam pendidikan di dalam pondok pesantren
salafiyah.6
Adapun metode pembelajaran yang lazim digunakan dalam pondok pesantren
salaf adalah metode sorogan dan weton. Metode sorogan adalah metode pengajaran
individual, dimana setiap santri menghadap secara bergiliran kepada kyai atau
pembantu kyai untuk membaca, menjelaskan dan menghafal pelajaran yang diberikan
sebelumnya. Dengan metode ini, kyai mengetahui betul kemampuan santrinya. Metode
sorogan ini biasanya diperuntukkan untuk santri yang cukup maju, khususnya yang

6
Rohinah, KH. Hasyim Asy’ari Memodernisasi NU dan Pendidikan Islam, (Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu,
2010), hlm.89

10
berminat menjadi kiai dan ulama. Sedangkan weton adalah pembelajaran berkelompok,
dimana kyai membaca, menjelaskan. Pada saat proses pembelajaran santri bergerombol
duduk mengelilingi sang kyai atau duduk agak jauh dari sang kyai agar suara sang kyai
dapat terdengar.
Pada umumnya pondok pesantren salafiyah lebih condong menganut faham
Syafi’iyah Asy’ariyah. Dilihat dari kitab dan ajaran fikih tauhid yang diajarkan para
kyai kepada santri.

2.2.1 Pondok Pesantren Khalafiyah (Modern)


Sejak kemunculannya pada zaman walisongo, pesantren senantiasa menjadi basis
Pengembangan Islam di Indonesia. Sejak lama, disamping menjadi lembaga pendidikan,
Pesantren juga mengambil perannya sebagai lembaga sosial dimana pesantren menjadi
Kontrol masyarakat sekitar dalam menyikapi tantangan zaman. Di pesantren ini, kyai
Menjadi ‚filter‛ masuknya budaya-budaya luar dalam kehidupan masyarakat sekitar.

Banyaknya pesantren-pesantren yang berdiri kokoh di sekitar pabrik gula atau


kebun Tebu pada masa penjajahan, merupakan bukti konkret perlawanan pesantren
kepada Penjajah paling tidak untuk menyaring budaya-budaya yang dibawa mereka ke
dalam Kehidupan masyarakat sekitar. Konsistensi perlawanan pesantren ini, pada
gilirannya Mengantarkan kaum sarungan untuk melakukan konfrontasi terhadap
penjajah melalui Perang 10 Nopember 1945 yang sebelumnya diawali dengan
munculnya fatwa ‚Resolusi Jihad‛ yang disampaikan Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari.

Pada awal tahun 70-an, sebagian kalangan menginginkan pesantren memberikan


Pelajaran umum bagi para santrinya. Hal ini melahirkan perbedaan pendapat di
kalangan Para pengamat dan pemerhati pondok pesantren. Sebagian berpendapat bahwa
pondok Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang khas dan unik harus
mempertahankan Ketradisionalannya. Namun pendapat lain menginginkan agar pondok
pesantren mulai Mengadopsi elemen-elemen budaya dan pendidikan dari luar.

Setelah melalui perjalanan panjang, pada awal abad kedua puluhan, unsur baru
berupa Sistem pendidikan klasikal mulai memasuki pesantren. Hal ini sebagai salah satu

11
dari akibat Munculnya sekolah-sekolah formal yang didirikan pemerintah Belanda
melalui politik Etisnya yang melaksanakan sistem pendidikan klasikal.

Pada masa ini, pondok pesantren dalam penyelenggaraan sistem pendidikan dan
Pengajarannya, dapat digolongkan ke dalam tiga bentuk yaitu: a). Pondok pesantren
adalah Lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam, yang pada umumnya
diberikan dengan Cara nonklasikal dan para santri biasanya tinggal dalam pondok atau
asrama dalam Pesantren tersebut. B). Pesantren adalah lembaga pendidikan dan
pengajaran agama Islam, Yang para santrinya tidak disediakan pondokan di komplek
pesantren, namun tinggal Tersebar di sekitar penjuru desa sekeliling pesantren tersebut.
Dimana cara dan metode Pendidikan dan pengajaran agama Islam diberikan dngan
sistem weton, yaitu para santri Datang berduyun-duyun pada waktu tertentu. C). Pondok
pesantren dewasa ini merupakan Lembaga gabungan antara sistem pondok dan
pesantren yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam dengan sistem
bandungan, sorogan, ataupun wetonan, yang bagi Para santrinya disediakan pondokan
yang biasa disebut dengan Pondok Pesantren Modern Yang memenuhi kriteria
pendidikan nonformal serta penyelenggaraan pendidikan formal Baik madrasah maupun
sekolah umum dalam berbagai tingkatan.

Sedangkan dari sisi kelembagaan, Menteri Agama RI, dalam peraturan nomor 3
tahun 1979 membagi tipe pesantren menjadi empat, yaitu: 1). Pondok Pesantren tipe A,
yaitu Dimana para santri belajar dan bertempat tinggal di Asrama lingkungan pondok
pesantren Dengan pengajaran yang berlangsung secara tradisional (sistem wetonan atau
sorogan). 2). Pondok Pesantren tipe B, yaitu yang menyelenggarakan pengajaran secara
klasikal dan Pengajaran oleh kyai bersifat aplikasi, diberikan pada waktu-waktu
tertentu. Santri tinggal Di asrama lingkungan pondok pesantren. 3). Pondok Pesantren
tipe C, yaitu pondok Pesantren hanya merupakan asrama sedangkan para santrinya
belajar di luar (di madrasah Atau sekolah umum lainnya), kyai hanya mengawasi dan
sebagai pembina para santri Tersebut. 4). Pondok Pesantren tipe D, yaitu yang
menyelenggarakan sistem pondok Pesantren dan sekaligus sistem sekolah atau
madrasah.

12
Dari keempat tipe pondok pesantren di atas, nampaknya hanya tipe A yang
barangkali Tidak masuk dalam kategori Pesantren Modern, walaupun dalam konteks
kekinian, tidak Mudah untuk mengklasifikasikan jenis pesantren salafiyah dan
khalafiyah (modern). Hal ini Dikarenakan, dewasa ini banyak pesantren-pesantren yang
diklaim sebagai pesantren Salafiyah, ternyata disana diajarkan metodologi keilmuan
yang dianggap lebih lengkap Daripada pesantren modern.

Pesantren modern berupaya memadukan tradisionalitas dan modernitas


pendidikan. Sistem pengajaran formal ala klasikal (pengajaran di dalam kelas) dan
kurikulum terpadu Diadopsi dengan penyesuaian tertentu. Dikotomi ilmu agama dan
umum juga dieleminasi. Kedua bidang ilmu ini sama-sama diajarkan, namun dengan
proporsi pendidikan agama Lebih mendominasi. Sistem pendidikan yang digunakan di
pondok modern dinamakan Sistem Mu’allimin.

Menurut Barnawi, pesantren modern telah mengalami transformasi yang sangat


Signifikan baik dalam sitem pendidikannya maupun unsur-unsur kelembagaannya.
Pesantren ini telah dikelola dengan manajemen dan administrasi yang sangat rapi dan
Sistem pengajarannya dilaksanakan dengan porsi yang sama antara pendidikan agama
dan Pendidikan umum, dan penguasaan bahasa Inggris dan bahasa Arab. Sejak
pertengahan Tahun 1970-an pesantren telah berkembang dan memiliki pendidikan
formal yang Merupakan bagian dari pesantren tersebut mulai pendidikan dasar,
pendidikan menengah Bahkan sampai pendidikan tinggi, dan pesantren telah
menerapkan prinsip-prinsip Manajemen.

Dengan semakin biasnya ‚batas-batas‛ antara pesantren salafiyah dan modern ini,
Maka, sebagaimana yang disampaikan M. Sulthon Masyhud dan M. Khusnurridlo, yang
Dapat terlihat berbeda antara pesantren modern dan pesantren salafiyah adalah hanya
pada Hal-hal yang terdapat pada aspek manajemen, organisasi, dan administrasi
pengelolan Keuangan yang lebih transparan.7

7
Dr. Abdul Tolib, Pendidikan di Pondok Pesantren Modern, (Fakultas Agama Islam Universitas Wiralodra
Indramayu, Vol. 1, 2015), Hlm. 61-62.

13
2.2.2 Ciri-Ciri Pesantren Modern

Dengan adanya tranformasi, baik kultur, sistem dan nilai yang ada di pondok
pesantren, maka kini pondok pesantren yang dikenal dengan salafiyah (kuno) kini telah
Berubah menjadi khalafiyah (modern). Transformasi tersebut sebagai jawaban atas
kritikkritik yang diberikan pada pesantren dalam arus transformasi ini, sehingga dalam
sistem Dan kultur pesantren terjadi perubahan yang drastis, misalnya: a). Perubahan
sistem Pengajaran dari perseorangan atau sorogan menjadi sistem klasikal yang
kemudian kita Kenal dengan istilah madrasah (sekolah). B). Pemberian pengetahuan
umum disamping Masih mempertahankan pengetahuan agama dan bahasa arab. C).
Bertambahnya komponen Pendidikan pondok pesantren, misalnya keterampilan sesuai
dengan kemampuan dan Kebutuhan masyarakat, kesenian yang islami. D). Lulusan
pondok pesantren diberikan Syahadah (ijazah) sebagai tanda tamat dari pesantren
tersebut dan ada sebagian syahadah Tertentu yang nilainya sama dengan ijazah negeri.

Agar lebih spesifik untuk mengidentifikasi pesantren modern, penulis mencoba


Menyampaikan unsur yang menjadi ciri khas pondok pesantren modern adalah sebagai
Berikut: 1). Penekanan pada bahasa Arab percakapan, 2). Memakai buku-buku literatur
Bahasa Arab kontemporer (bukan klasik/kitab kuning), 3). Memiliki sekolah formal di
Bawah kurikulum Diknas dan/atau Kemenag, 4). Tidak lagi memakai sistem pengajian
Tradisional seperti sorogan, wetonan, dan bandongan.

Kriteria-kriteria di atas belum tentu terpenuhi semua pada sebuah pesantren yang
Mengklaim modern. Pondok modern Gontor, inventor dari istilah pondok modern,
Umpamanya, yang ciri modern-nya terletak pada penggunaan bahasa Arab kontemporer
(percakapan) secara aktif dan cara berpakaian yang meniru Barat. Tapi, tidak memiliki
Sekolah formal yang kurikulumnya diakui pemerintah.

Dari hal-hal yang ada di atas, pesantren modern banyak melakukan


terobosanterobosan baru di antaranya: a). Adanya pengembangan kurikulum, b).
Pengembangan Kurikulum agar bisa sesuai atau mampu memperbaiki kondisi-kondisi
yang ada untuk Mewujudkan generasi yang berkualitas, c). Melengkapi sarana
penunjang proses Pembelajaran, seperti perpustakaan, buku-buku klasik dan

14
kontemporer, majalah, sarana Berorganisasi, sarana olahraga, internet (kalau
memungkinkan) dan lain-lain, d). Memberikan kebebasan kepada santri yang ingin
mengembangkan talenta masing-masing, Baik yang berkenaan dengan pemikiran, ilmu
pengetahuan, teknologi maupun Kewirausahaan, dan e). Menyediakan wahana
aktualisasi diri di tengah masyarakat.

Dewasa ini, beberapa pesantren sudah membentuk badan pengurus harian sebagai
Lembaga payung yang khusus mengelola dan menangani kegiatan-kegiatan pesantren
Misalnya pendidikan formal, diniyah, pengajian majelis ta’lim, sampai pada masalah
Penginapan (asrama santri), kerumah tanggaan, kehumasan. Pada tipe pesantren ini
Pembagian kerja antar unit sudah perjalan dengan baik, meskipun tetap saja kyai
memiliki Pengaruh yang kuat.

Pada aspek manajemen, terjadi pergeseran paradigma kepemimpinan pesantren


Modern dari karismatik ke rasionalostik, dari otoriter paternalistic ke diplomatik
Partisipatif. Sebagai contoh kasus kedudukan dewan kyai di pesantren Tebu Ireng
menjadi Salah satu unit kerja kesatuan administrasi pengelolaan penyelenggaraan
pesantren sehingga Pusat kekuasaan sedikit terdistribusi di kalangan elite pesantren dan
tidak terlalu terpusat Pada kyai.

Disatu sisi lain, pesantren modern memiliki program pendidikan yang disusun
sendiri (mandiri) dimana program ini mengandung proses pendidikan formal, non
formal maupun Informal yang berlangsung sepanjang hari dalam satu pengkondisian di
asrama. Sehingga Dari sini dapat dipahami bahwa pondok pesantren secara institusi atau
kelembagaan Dikembangkan untuk mengefektifkan dampaknya, pondok pesantren
bukan saja sebagai Tempat belajar melainkan merupakan proses hidup itu sendiri,
pembentukan watak dan Pengembangan sumber daya.

Pada sisi pengajarannya, pondok pesantren modern mempunyai kecenderungan-


kecenderungan baru dalam rangka renovasi terhadap sistem yang selama ini
dipergunakan. Perubahan-perubahan yang bisa dilihat di pesantren modern adalah mulai
akrab dengan metodologi ilmiah modern, lebih terbuka atas perkembangan di luar

15
dirinya, diversifikasi program dan kegiatan di pesantren makin terbuka dan luas, dan
sudah dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat.

Metode pembelajaran modern (tajdid), yakni metode pembelajaran hasil


pembaharuan Kalangan pondok pesantren dengan memasukkan metode yang
berkembang pada Masyarakat modern, walaupun tidak diikuti dengan menerapkan
sistem modern, seperti Sistem sekolah atau madrasah.
Secara garis besar, ciri khas pesantren modern adalah memprioritaskan pendidikan Pada
sistem sekolah formal dan penekanan bahasa Arab modern (lebih spesifik pada
Speaking/muhawarah). Sistem pengajian kitab kuning, baik pengajian sorogan, wetonan
Maupun madrasah diniyah, ditinggalkan sama sekali. Atau minimal kalau ada, tidak
wajib Diikuti.

Meski demikian, Mastuhu memandang bahwa dari segi ilmu pendidikan, metode
Sorogan sebenarnya adalah metode yang modern, karena antara guru atau kyai dan
santri Saling mengenal secara erat dan guru menguasai benar materi yang seharusnya
diajarkan. Murid juga belajar dam membuat persiapan sebelumnya. Demikian pula,
guru telah Mengetahui apa yang cocok bagi murid dan metode apa yang harus
digunakan husus untuk Menghadapi muridnya. Di samping itu metode sorogan ini juga
dilakukan secara bebas (tidak ada paksaan) dan bebas dari hambatan formalitas. Dengan
demikian, yang Dipentingkan bukan upaya untuk mengganti metode sorogan menjadi
model perkuliahan, Sebagaimana pendidikan modern, melainkan melakukan inovasi
sorogan menjadi metode Sorogan yang mutakhir (gaya baru).

Dari penjelasan di atas, nampaknya pada pesantren modern tidak secara


mendalam Diajarkan pengetahuan tentang kitab-kitab klasik, akan tetapi lebih banyak
membahas Kitab/buku kontemporer yang dianggap relevan dengan tuntutan zaman. Ini
bisa dilihat Pada pesantren-pesantren yang menerapkan sistem madrasah keagamaan.

Akan tetapi, ada pula sebagian pesantren yang memperbaharui sistem


pendidikanya Dengan menciptakan model pendidikan modern yang tetap terpaku pada
sistem pengajaran Klasik (wetonan, bandongan) dan materi kitab-kitab kuning, tetapi
semua sistem pendidikan Mulai dari teknik pengajaran, materi pelajaran, sarana dan

16
prasarananya didesain Berdasarkan sistem pendidikan modern. Modifikasi pendidikan
pesantren semacam ini telah Di eksperimentasikan oleh beberapa pondok pesantren
seperti Darussalam (Gontor), Pesantren As-salam (Pabelan-Surakarta), pesantren Darun
Najah (Jakarta), dan Pesantren al-Amin (Madura).

Pondok pesantren Modern bukan hanya sebagai tempat belajar, melainkan


merupakan tempat proses hidup itu sendiri dalam bentuk umum. Santri umumnya
memiliki kebebasan Untuk mempelajari berbagai kegiatan di pesantren, walaupun
kebebasan ini masih dibatasi Oleh kurangnya fasilitas pendidikan yng memadai. Namun
demikian, pengaturan pendidikan Di pondok pesantren mengandung fleksibelitas bagi
perubahan dan perkembangan sistem Pendidikannya terutama dalam segi pendidikan
non formal.

Lebih dari itu, erat kaitannya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, pesantren
Modern menjadi stimulator yang dapat memancing dan meningkatkan rasa ingin tahu
Santrinya secara berkelanjutan. Sementara dalam pengembangan pendidikan, pesantren
Modern memiliki tanggung jawab sebagai sekolah umum berciri khas Islam agar
mampu Meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Disisi lain, pada pesantren modern diperlukan beberapa kemampuan sebagai


jawaban Atas tuntutan masyarakat sekarang, di antaranya kemampuan untuk
mengetahui pola Perubahan dan dampak yang akan ditimbulkan. Sehingga mampu
mewujudkan generasi Yang tidak hanya pintar secara keilmuan tetapi juga memiliki
akhlak yang baik.

Karena ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai dampak positif dan negatif,
maka Diperlukan beberapa strategi yang mencakup: a) motivasi kreativitas anak didik
ke arah Pengembangan IPTEK di mana nilai-nilai Islam menjadi sumber acuannya; b)
mendidik Ketrampilan kemanfaatan produk IPTEK bagi kesejahteraan hidup umat
manusia yang Menciptakan jalinan kuat antara ajaran agama dan IPTEK.8

8
Ibid, Hlm. 62-65.

17
2.3 Tipe – Tipe Pondok Pesantren

Sekarang ini banyak ditemukan model-model pesantren di Indonesia yang nyaris


berbeda desain bangunannya dengan pesantren-pesantren klasik. Menurut Manfred
Ziemek, maka tipe-tipe persantren di Indonesia dapat digolongkan sebagai berikut.

1. Tipe A, yaitu pondok pesantren yang seluruhnya dilaksanakan secara tradisional,


dalam arti tidak mengalami transformasi yang berarti dalam sistem pendidikannya atau
tidak ada inovasi yang menonjol dalam corak pesantrennya dan masih tetap eksis
mempertahankan tradisi-tradisi pesantren klasik dengan corak keislamannnya
berdasarkan peraturan menteri Agama Nomor 3 Tahun 1979 tentang Bantuan kepada
Pondok Pesantren dalam (Makmun, 2014). Masjid digunakan untuk pembelajaran
Agama Islam disamping tempat shalat. Tipe ini biasanya digunakan oleh kelompok-
kelompok tarikat dan disebut pesantren tarikat. Para santri pada umumnya tinggal di
asrama yang terletak di sekitar rumah kyai atau di rumah kyai. Tipe ini sarana fisiknya
terdiri dari masjid dan rumah kyai, pada umumnya dijumpai awal-awal berdirinya
pesantren (Ziemek, 1986).

2. Tipe B, pesantren yaitu yang mempuyai sarana fisik, seperti; masjid, rumah kyai,
pondok atau asrama yang disediakan bagi para santri, utamanya adalah dari daerah
jauh, sekaligus menjadi ruangan belajar. Tipe ini adalah pesantren tradisional yang
sangat sederhana sekaligus merupakan ciri pesantren tradisional(Ziemek, 1986).
Sistem pembelajaran pada tipe ini adalah individual (sorogan), bandungan, dan
wetonan.

3. Tipe C, atau pesantren salafi ditambah dengan lembaga sekolah (madrasah, SMU atau
kejuruan) merupakan. Meskipun demikian, pesantren tidak menghilangkan sistem
pembelajaran yang asli yaitu sistem sorogan, bandungan, dan wetonan yang dilakukan
oleh kyai atau ustadz (Prasidjo & Al, 2001).

4. Tipe D, yaitu pesantren modern terbuka untuk umum, corak pesantren ini telah
mengalami transformasi yang sangat signifikan baik dalam sistem pendidikanmaupun
unsur-unsur kelembagaannya. Materi dan sistem pembelajaran sudah menggunakan
sistem modern dan klasikal. Jenjang pendidikan yang diselenggarakan mulai dari

18
tingkat dasar (PAUD dan TK) sampai pada perguruan tinggi. Tipe ini sangat
memperhatikan terhadap mengembangkan bakat dan minat santri sehingga santri bisa
mengeksplor diri sesuai bakat dan minat (Nizar, 2007). Hal yang tidak kalah penting
adalah keseriusan dalam penguasaan bahasa asing, baik bahsaa Arab dan Inggris
maupun bahasa internasional lainnya. Contohnya, pesantren Gontor, Tebuireng dan
pesantren modern lainnya yang ada di tanah air.

5. Tipe E, yaitu pesantren yang tidak memiliki lembaga pendidikan formal, tetapi
memberikan kesempatan kepada santri untuk belajar pada jenjang pendidikan formal
di luar pesantren. Pesantren tipe ini,dapat dijumlai pada pesantren salafi dan
jumlahnya di nusantara relatif lebih kecil dibandingkan tipe-tipe lainnya.

6. Tipe F, atau ma‟had „Aly, tipe ini, biasanya ada pada perguruan tinggi agamaatau
perguruan tinggi bercorak agama. Para mahasiswa di asramakan dalam waktu tertentu
dengan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh perguruaan tinggi, mahasiswa
wajib mentaati peraturan-peraturan tersebut bagi mahasiswa yang tinggal di asrama
atau ma‟had. Sebagai contoh, ma‟had „aly UIN Malang yang telah ada sejak tahun
2000 dan semua mahasiswa wajib diasramakan selama satu tahun. Kemudian ma‟had
„aly IAIN Raden Intan Lampung yang telah berdiri sejak 2010 yang lalu. Tujuan dari
ma‟had „aly tersebut adalah untuk memberikan pendalaman spiritual mahasiswa dan
menciptakan iklim kampus yang kondusif untuk pengembangan bahasa asing (“Visi,
Misi dan Tradisi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang,” 2012).

Melihat keaneka ragaman pesantren tersebut diatas, maka Abdullah Syukri Zarkasyi
berpendapat bahwa pesantren sejak berdirinya hingga perkembangannya dewasa ini,
pesantren dapat dikategorikan menjadi tiga macam bentuk, yaitu: Pertama, pesantren
tradisional yang masih tetap mempertahankan tradisi-tradisi lama, pembelajaran kitab,
sampai kepada permasalahan tidur, makan dan MCK-nya, serta kitab-kitab maraji‟-
nya biasa disebut kitab kuning (Zarkasyi, 1998). Kedua, pesantren semi modern, yaitu
pesantren yang memadukan antara pesantren tradisional dan pesantren modern. Sistem
pembelajaran disamping kurikulum pesantren tradisional dalam kajian kitab klasik
juga menggunakan kurikulum Kemenag dan kemendiknas.

19
Ketiga, pesantren modernyang kurikulum dan sistem pembelajarannya sudah tersusun
secara modern demikian juga menejemennya. Disamping itu, menurut Zarkasyi
pesantren modern sudah didukung IT dan lembaga bahasa asing yang
memadai(Zarkasyi, 1998). Termasuk ma‟had „aly dikategorkanbentuk pesantren
modern.9

9
Imam Syafe`I, Pondok Pesantren: Lembaga pendidikan Pembentukan Karakter, (Universitas Islam Negeri Raden
Intan Lampung, Vol 8, No 1 2017), Hlm. 69-71.

20
BAB 111

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Abdurrahman Wahid mencatat bahwa ciri utama dari pengajian pesantren (salafiyah)
tradisional ini adalah menyampaikan pembelajarannya yaitu dengan memfokuskan
pada penangkapan harfiyah dari kitab (teks) tertentu. Ada lima unsur pondok
pesantren yang melekat atas dirinya yang meliputi: masjid, pondok, pengajaran kitab-
kitab Islam klasik, santri dan kiai.
2. Pondok pesantren dalam penyelenggaraan sistem pendidikan dan Pengajarannya,
dapat digolongkan ke dalam tiga bentuk yaitu: a). Pondok pesantren adalah Lembaga
pendidikan dan pengajaran agama Islam B). Pesantren adalah lembaga pendidikan
dan pengajaran agama Islam, Yang para santrinya tidak disediakan pondokan di
komplek pesantren, namun tinggal Tersebar di sekitar penjuru desa sekeliling
pesantren tersebut. C). Pondok pesantren dewasa ini merupakan Lembaga gabungan
antara sistem pondok dan pesantren yang memberikan pendidikan dan pengajaran
agama Islam dengan sistem bandungan, sorogan, ataupun wetonan, yang bagi Para
santrinya disediakan pondokan yang biasa disebut dengan Pondok Pesantren Modern
Yang memenuhi kriteria pendidikan nonformal serta penyelenggaraan pendidikan
formal Baik madrasah maupun sekolah umum dalam berbagai tingkatan.
3. Tipe-tipe pondok pesantren di Indonesia:
 Tipe A yaitu pondok pesantren yang seluruhnya dilaksanakan secara tradisional.
 Tipe B yaitu yang mempuyai sarana fisik, seperti; masjid, rumah kyai, pondok
atau asrama yang disediakan bagi para santri, utamanya adalah dari daerah jauh,
sekaligus menjadi ruangan belajar.
 Tipe C yaitu karakteristik pembaharuan dan modernisasi pendidikan Islam di
pesantren.
 Tipe D yaitu pesantren modern terbuka untuk umum, corak pesantren ini telah
mengalami transformasi yang sangat signifikan baik dalam sistem
pendidikanmaupun unsur-unsur kelembagaannya.

21
 Tipe E yaitu pesantren yang tidak memiliki lembaga pendidikan formal, tetapi
memberikan kesempatan kepada santri untuk belajar pada jenjang pendidikan
formal di luar pesantren.
 Tipe F yaitu biasanya ada pada perguruan tinggi agamaatau perguruan tinggi
bercorak agama.
3.2 Saran
Alhamdulillah, penulisan makalah ini terselesaikan dan tersusun secara sistematik.
Tetapi penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna,
karena mengingat keterbatasan pengetahuan dari penulis. Maka dari itu penulis mohon
kritik dan saran dari berbagai pihak.

22
DAFTAR PUSTAKA

23

Anda mungkin juga menyukai