Anda di halaman 1dari 15

KONSEP BELAJAR MENURUT WILLIAM KAYE ESTES

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Teori Belajar
Semester 1
Dosen Pengampu : Octo Dendy Andriyanto, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh

Ahmad Rizky Wahyudi (19020114034)


Silvia Lediana Putri (19020114039)
Tri Ambar Wangi (19020114047)
Lia Refi Oktafina (19020114048)
Kelas 2019-B

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA DAERAH
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat, taufik, hidayah serta inayah-Nya kepada saya sehingga saya
dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan judul “Konsep Belajar Menurut
William Kaye Estes” dengan lancar dan tepat waktu.

Tak lupa juga kami ucapkan kepada Bapak Octo Dendy Andriyanto, S.Pd.,
M.Pd. selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Teori Belajar yang senantiasa
membimbing dan mengajari saya sehingga tugas ini dapat terselesaikan dan
terkumpul dengan baik.

Tugas makalah ini disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah teori
belajar di Universitas Negeri Surabaya. Semoga makalah ini yang telah kami buat
bisa bermanfaat bagi pembaca. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik serta
saran dari semua pihak yang membaca yang bersifat membangun demi
kesempurnaan karya saya ini.

Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah
SWT senantiasa meridhoi segala usaha kami semua. Aamiin ya robbal ‘alamiin.

Terima Kasih.

Surabaya, 31 Agustus 2019

Penyusun.

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................. i


Kata Pengantar................................................................................................ ii
Daftar isi .......................................................................................................... iii
Bab 1 Pendahuluan ..........................................................................................1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................................2

Bab 2 Pembahasan ...........................................................................................3


2.1 Konsep Teoritis Utama ..........................................................................3
2.2 Psikologi Kognitif William Kaye EStes ................................................8
2.2 Penerapan Konsep Belajar William Kaye Estes dalam Proses
Pembelajaran Bahasa Jawa ......................................................................9
Bab 3 Penutup ................................................................................................11
3.1 Kesimpulan ..........................................................................................11
3.2 Saran .....................................................................................................11
Daftar Pustaka ................................................................................................12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di zaman modern seperti sekarang ini terdapat banyak teori pembelajaran
yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan berbagai macam tujuan. Salah
satu tujuannya adalah membuat mahasiswa lebih aktif dalam proses pembelajaran
dan lebih efektif lagi dalam pemahaman materi yang diberikan oleh dosen atau
tenaga penganjar.

Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi yang saling


berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai
fenomena dengan menentukan hubungan antara variabel dengan maksud
menjelaskan fenomena alamiah. Dalam pembahasan kali ini, kami akan
menyinggung tentang teori belajar yang akan menunjang proses belajar mengajar.

Belajar sendiri merupakan sutau proses untuk mendapatkan pengetahuan,


pemahaman, penguasaan melalui pengalaman atau studi. Belajar juga dapat
diartikan perubahan perilaku untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi sesuai
dengan proses yang telah dilalui selama menjalani masa pendidikan itu sendiri.

William Kaye Estes adalah salah satu tokoh yang mempunyai jasa di
bidang teori kognisi dan belajar fudamental yang memiliki beberapa asumsi yang
berhubungan dengan penerapan dalam proses belajar mengajar. Lalu dari
beberapa asumsi yang dimiliki oleh beliau terbentuk suatu konsep teoritis utama.
Estes menyederhanakan pendapatnya dengan mengelompokkan semua respon
yang ada dalam dua kategori, yaitu respon yang menghasilkan hasil tertentu dan
respon yang tidak menghasilkan sama apapun sama sekali. Dalam makalah ini
kami akan membahas mengenai teori belajar yang dikemukakan oleh William
Kaye Estes, atau yang lebih dikenal dengan teori Estes.

1
2

1.2 Rumusan masalah

1. Bagaimana konsep teoritis yang dikemukan oleh William Kaye Estes?


2. Bagaimana deskripsi psikologi kognitif yang dikemukakan oleh William
Kaye Estes?
3. Bagaimana penerapan konsep belajar dalam proses pembelajaran bahasa
jawa bagi guru dan murid?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui konsep teoritis yang dikemukakan oleh William Kaye
Estes.
2. Untuk mengetahui deskripsi psikologi kognitif yang dikemukakan oleh
William Kaye Estes.
3. Untuk mengetahui penerapn konsep belajar dalam proses pembelajaran
bahasa jawa bagi guru dan murid.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Teoritis Utama

Menurut teori yang dikemukakan oleh Estes, beliau menemukan beberapa


asumsi yang menjadi pokok pembahasan dan kaitannya dengan konsep
pembelajaran itu sendiri yang diantaranya adalah seperti penklasifikasian berikut
ini.

2.1.1 Asumsi Pertama


Situasi belajar terdiri dari banyak elemen stimulus dalam jumlah
tertentu. Elemen-elemen ini terdiri dari banyak hal yang dapat dialami
pembelajar pada awal percobaan belajar. Stimuli-stimuli itu bisa
mencakup kejadian eksperimental seperti cahaya, suara berisik, materi
verbal yang disajikan dalam drum memori, palang dalam kotak Skinner.
Stimuli itu juga bisa stimuli yang dapat diubah atau stimuli sementara
seperti perilaku eksperimenter, suhu, suara tambahan di dalam dan di luar
ruang, dan kondisi di dalam diri subjek eksperimen seperti keletihan atau
sakit kepala. Semua elemen stimulus ini secara kolektif disimbolkan
sebagai S. Sekali lagi, S adalah jumlah total dari stimuli yang mengiringi
satu percobaan dalam situasi belajar.

2.1.2 Asumsi Kedua


Semua respons yang diberikan dalam situasi eksperimental dapat
digolongkan menjadi dua kategori. Jika responsnya adalah yang dicari
oleh eksperimenter (seperti keluarnya air liur, mata berkedip, menekan
palang, berbelok ke kanan di jalur T, atau melafalkan suku kata yang tak
bermakna dengan benar), ia dinamakan respons A1. Jika responsnya
adalah bukan yang dicari oleh eksperimenter, ia adalah respons yang
keliru dan diberi label A2. Jadi, Estes membagi semua respons yang

3
4

mungkin muncul dalam eksperimen belajar menjadi dua kelompok: (A1),


respons yang dicari eksperimenter—respons yang “benar”—atau (A2),
yakni semua respons lainnya. Tidak ada gradasi di antara keduanya:
Hewan memberi respons yang dikondisikan atau tidak membuat respons
yang dikondisikan; siswa bisa melafalkan suku kata yang tak bermakna
dengan benar atau salah.

2.1.3 Asumsi Ketiga


Semua elemen di S dilekatkan dengan A1 atau A2. Sekali lagi, ini
adalah situasi all-or-nothing: Semua unsur stimulus dalam S adalah
dikondisikan ke respons yang diinginkan atau benar (A1) atau ke respons
yang tak relevan atau keliru (A2). Elemen yang dikondisikan ke A1 akan
menimbulkan respons A1, dan elemen yang dikondisikan ke A2 akan
menimbulkan respons A2. Pada awal eksperimen, hampir semua stimuli
akan dikondisikan ke A2 dan akan menimbulkan respons A2. Misalnya,
dalam tahap awal eksperimen, seekor tikus melakukan tindakan selain
menekan palang, partisipan eksperimen tidak merespons ke CS dihadirkan,
dan seorang siswa tidak ingat suku kata yang tak bermakna. Respon yang
“benar” terjadi hanya setelah mereka dihubungkan dengan stimuli dalam
konteks eksperimental.

2.1.4 Asumsi Keempat


Pembelajar terbatas terbatas kemampuannya dalam mengalami S.
Pembelajar mengalami hanya sebagian dari stimuli yang tersedia pada
setiap percobaan belajar, dan besarnya sampel diasumsikan tetap konstan
di sepanjang eksperimen. Proporsi konstan dari S yang dialami pada awal
setiap percobaan belajar dilambangkan dengan θ (theta). Sesudah setiap
percobaan, elemen dalam θ dikembalikan ke S. Jadi teori Estes
mengasumsikan sampling dengan penggantian (sampling with
replacement). Elemen-elemen yang dijadikan sampel pada satu percobaan
mungkin akan dijadikan sampel lagi pada percobaan selanjutnya.
5

2.1.5 Asumsi Kelima


Percobaan belajar berakhir ketika respons terjadi; jika respons A1
menghentikan percobaan, elemen stimulus dalam θ dikondisikan ke
respons A1. Seperti Guthrie, Estes menerima penjelasan belajar
kontiguitas. Ketika respons A1 muncul, akan terbentuk asosiasi antara
respons itu dengan stimuli yang mendahuluinya. Dengan kata lain, karena
proporsi elemen stimulus dalam S diambil sampelnya pada awal
percobaan, elemen itu dikondisikan ke A1 melalui prinsip kontiguitas
setiap kali respons A1 menghentikan satu percobaan. Setelah jumlah
elemen dalam S yang dikondisikan ke A1 bertambah, kemungkinan θ
mengandung beberapa dari elemen itu juga akan bertambah. Jadi, tendensi
munculnya respons A1 di awal percobaan belajar akan meningkat dari
waktu ke waktu, dan elemen stimulus yang pada mulanya dilekatkan pada
A2 perlahan-lahan akan dilekatkan ke A1. Inilah yang oleh Estes disebut
sebagai belajar. State of the system (keadaan sistem) pada momen tertentu
adalah proporsi dari elemen yang dilekatkan ke respons A1 dan A2.

2.1.6 Asumsi Keenam


Karena elemen di θ dikembalikan ke S pada akhir percobaan, dan
karena θ yang dijadikan sampel pada awal percobaan belajar pada
dasarnya adalah acak, proporsi elemen yang dikondisikan ke A1 dalam S
akan tercermin dalam elemen dalam θ pada awal setiap percobaan baru.
Jika tak satu pun dari elemen di S dikondisikan ke A1, maka θ tidak akan
memuat elemen yang dikondisikan ke respons yang benar. Jika 50 persen
dari elemen dalam S dikondisikan ke A1, maka 50 persen dari elemen
dalam sampel θ random dari S dapat diperkirakan akan dikondisikan ke
A1.
6

Berdasarkan asumsi-asumsi diatas, maka Estes mengemukakan empat konsep


teoretis utama (B.R Hergenhah dan Matthew h. Olson, 2008: 256), yaitu:

1. Generalisasi
Generalisasi dari situasi belajar awal ke situasi belajar lainnya dapat
dengan mudah dijelaskan dengan teori sampling stimulus. Transfer terjadi
sepanjang dua situasi memiliki elemen stimulus yang sama. Jika banyak dari
elemen yang sebelumnya dikondisikan ke respon A1 ada didalam situasi
belajar yang baru, probabilitas respon A1 akan muncul ke dalam situasi baru
itu akan cukup tinggi. Kita bisa mengambil contoh dalam dunia olahraga
misalnya pada saat pelatih pertama kali mengajarkan teknik menendang bola
kaki bagian dalam dengan bermain, pada pertemuan selanjutnya pelatih
mengajarkan teknik menendang bola menggunakan kaki bagian dengan dril.
Namun atlit masih terbawa dalam teknik yang salah pada saat pertama kali
pelatih memberikan latihan.

2. Pelenyapan
Estes menjelaskan problem pelenyapan dengan cara yang pada
dasarnya sama dengan yang dilakukan Guthrie karena dalam pelenyapan satu
percobaan biasanya diakhiri setelah subjek melakukan sesuatu selain A1,
elemen stimulus yang sebelumnya dikondisikan ke A1 pelan-pelan akan
kembali lagi ke A2. Hukum untuk pelenyapan adalah sama. Apa yang
dinamakan pelenyapan muncul setiap kali kondisi disusun sedemikian rupa
sehingga elemen stimulus digeser dari respon A1 ke respon A2. Sebagai contoh
pelatih akan mencoba memberikan teknik menendang bola menggunakan kaki
bagian dalam dengan metode bermain dan secara pelan-pelan pelatih akan juga
akan memberikan teknik dalam menendang bola dengan kaki bagian dalam
dengan dril.
7

3. Pemulihan Spontan
Merupakan munculnya kembali respon yang dikondisikan setelah
respon itu mengalami pelenyapan. Dengan kata lain pemulihan spontan
dijelaskan dengan mengasumsikan bahwa proses pelenyapan (pergeseran
elemen dari A1 ke A2) pada awalnya tidak pernah komplet. Misalnya pelatih
sudah memberikan teknik menendang bola menggunakan kaki bagian dalam
dengan cara dril, namun teknik menendang bola menggunakan kaki bagian
dalam dengan metode bermain masih ada sisa-sisa teknik yang melekat pada
atlit.

4. Pencocokan Probabilitas

Eksperimen pencocokan probabilitas tradisional adalah menggunakan


sinyal cahaya yang diikuti satu atau dua cahaya lain. Ketika sinyal menyala,
subjek percobaan menduga cahaya mana dari dua cahaya lain yang akan
muncul. Misal, cahaya kanan muncul 80% dari waktu, subjek akan
memprediksi bahwa cahaya itu akan muncul 80% dari waktu percobaan.
Contohnya apabila atlit melakukan tendangan ke arah gawang, maka yang
dilihat hanya si atlit berhasil memasukkan bola ke gawang atau tidak, tanpa
memandang jumlah kotraksi otot yang tidak terhitung banyaknya yang
menghasilkan salah satu dari dua hal di atas
8

2.2 Psikologi Kognitif William Kaye Estes

Estes dikenal sebagai seorang teoretisi kontiguitas yaitu seseorang yang


dapat menentukan kaidah dan mengatur terjadinya asosiasi antara stimulasi dan
respons. Namun belakangan ini estes lebih menekankan pada mekanisme kognitif
dalam analisinya terhadap belajar. Dalam hal ini Guthrie dan Estes memandang
belajar sebagai asosiasi kejadian yang terjadi bersamaan secara mekanis dan
sistematis. Pada intinya, organisme termasuk manusia dianggap sebagai mesin
yang dapat merasakan, mencatat dan merespon. Baru-baru ini analistis Estes lebih
kompleks karena Estes mulai mempertimbangan pengaruh dari segi peristiwa
kognitif.

Pada awalnya Estes berpendapat bahwa stimulasi dan respons diasosiakan


oleh kontiguitas, dan setelah diasosiasikan, ketika stimulaso terjadi, maka akan
menghasilkan respon yang diasosiasikan kepada stimulasi itu sendiri. Namun
ahkir-ahkir ini Estes menambahkan elemen ketiga kedalam analisisnya, yakni
memori atau ingatan. Dalam analisis Ester yang baru-baru ini, stimulasi yang baru
ini tidak langsung menimbulkan respon, tetapi ia dapat membangkitkan memori
dari pengalaman sebelumnya. Itulah yang menghasilkan perilaku.

Memori juga berperan penting dalam analisis Estes terhadap operasi


kognitif tingkat tinggi seperti yang melibatkan bahasa. Dengan mengikuti tradisi
empirisis Inggris, Estes mengasumsikan bahwa memori-memori sederhana akan
dikombinasikan untuk membentuk memori kompleks. Dalam mempelajari bahasa,
misalnya, pertama-tama individu mempelajari huruf dan hasilnya
disimpan/dipertahankan, lalu dia mempelajari, kata, kalimat dan kemudian prinsip
organisasi kalimat lainnya.

Estes (1976) mendiskripsikan tentang sesuatu yang di yakininya terjadi


dalam situasi pembutan keputusan, dimana respon-respon yang berbeda
diasosiasikan dengan hasil-hasil yang berbeda. Misalnya memberi respon CA1
akan menghasilkan lima point dan memberi respon CA2 akan menghasilkan tiga
point. Pertama, menurut Estes orang akan belajar menilai setiap respon, dan
9

informasi ini disimpan dalam memori. Kemudian ketika diberi kesempatan untuk
memberi respon, maka orang itu akan mengamati situasi untuk menentukan
respon. Orang itu biasanya akan memilih untuk memberikan respon yang
menghasilkan hasil yang paling berharga atau bernilai. Estes menyebutkan
sebagai Scanning mode of decision making. Secara umum, model ini mengklaim
bahwa setiap situasi pengambilan kepuusan, suatu organisme akan menggunakan
informasi apapun yang tersimpan didalam memori yang berkaitan dengan
hubungan respon hasil dan akan merespons dengan cara tertentu untuk
mendapatkan hasil yang paling menguntungkannya. (R Hergenhah dan Matthew
H. Oson, 2008:263-264).

2.3 Penerapan Konsep Belajar William Kaye Estes dalam Proses


Pembelajaran Bahasa Jawa

Dalam hal ini konsep belajar yang dikemukakan oleh William Kaye Estes
berkenaan dengan teoritis utama didalam penelitiannya. Konsep belajar yang telah
dijelaskan sebelumnya dapat diterapkan sebagai metode pembelajaran oleh guru
terhadap muridnya. Berikut ini adalah penjabaran lebih lanjut mengenai
penerapan teorinya :
 Semisal ada seorang pemain karawitan yang memukul alat yang bernama
demung dengan tangan kiri atau biasa disebut dengan kidal, suatu ketika
pemain karawitan tersebut akan dilatih menggunakan alat pemukul
demung dengan tangan kanan, dengan dilatih oleh pelatih disertai dengan
penjelasan keuntungan apabila memainkan alat karawitan dengan tangan
kanan. Secara tidak langsung ketentuan seorang pelatih dan keuntungan di
dalam melakukannya merupakan sebuah stimulasi baru, maka pemain
karawitan akan memproses penggunaan tangan kanan sebagai suatu
respon yang akan disimpan dalam memori.
10

 Dalam seni tembang seorang guru memberikan materi tentang suatu lagu
daerah. Untuk mempelajarinya, maka seorang siswa harus memahami
dasar-dasar mengenai tangga nada dan lirik yang disampaikan oleh guru
itu sendiri. Namun, ada tahapannya. Yang pertama murid harus menguasai
tangga nada sebelum mempelajari liriknya. Jadi, tahapan tersebut harus
dilakukan sesuai urutannya agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara
maksimal.
 Dalam pembelajaran bahasa jawa mahasiswa ditekankan untuk setidaknya
menguasai tentang pemahaman aksara jawa. Selain itu, mahasiswa juga
harus menguasai aksara devanagari (aksara sansekerta). Karena ada suatu
kesamaan dalam penulisan diantara dua jenis aksara tersebut, membuat
mahasiswa lebih mudah mempelajari penulisannya. Sehingga hal tersebut
membawa dampak positif terhadap pembelajaran mahasiswa.
 Dalam pementasan seni ludruk, beberapa pemain memiliki tujuan agar
penonton dapat terhibur dengan lawakannya. Oleh karena itu, mereka
melakukan tindakan secara spontanitas karena diyakini dapat lebih
menghibur penonton.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
William Kaye Estes membagi hasil penelitiannya menjadi beberapa aspek
penting, yang mana aspek- aspek tersebut berkaitan erat dengan proses stimulus-
respon di dalam metode pembelajaran guru dan murid. Sehingga metode yang di
kemukakan oleh beliau akan menunjang dalam proses pembelajaran itu sendiri.
Dengan demikian, teori tersebut juga bisa diterpkan dalam model pembelajaran
bahasa jawa.

3.2 Saran
1. Diharapkan bagi calon pendidik untuk menggunakan metode pembelajaran
william kaye estes terhadap objek didiknya karena dapat membantu proses
belajar mengajar secara optimal.
2. Diharapkan bagi pembaca untuk dapat menggambil manfaat dari
pengetahuan mengenai teori belajar william kaye estes.

11
DAFTAR PUSTAKA

B.R. Hergenhn.2008. Theoris of Learning. Jakarta : KENCANA.

12

Anda mungkin juga menyukai