Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Meskipun potensi kebijaksanaan diberikan Allah SWT kepada manusia,


namun Allah Ta’ala telah menetapkan bahwa fitrah itu hanya bisa dibangkitkan oleh
hamba-hamba-Nya yang mau menggunakan akalnya dengan benar.
Allah Ta’ala berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 269:

‫ة فخ خ أ‬ ‫ت ٱيل ت‬ ‫ة من ي خ خ ء‬ ‫ي يأؤتتي ٱيل ت‬


‫خ يي ي ري‬
‫را‬ ‫قتتيد أوت تتت خ‬
‫ي خ‬ ‫حيك خ‬
‫متت خ‬ ‫من ي يأؤ خ‬ ‫شاءء وخ خ‬ ‫م خ خ‬ ‫حيك خ‬
‫ي يخ‬ ‫أ‬
٢٦٩ ‫ب‬ ‫ما ي خذ لك لأر إ تلل أواألوا ا ٱلألب بخ ت‬‫ك ختثيرراا وخ خ‬
Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan
As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang
dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan
hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman
Allah)
Ayat-ayat sebelum dan sesudah ayat ini menjelaskan tentang anjuran
berinfak. Sepintas ayat-ayat tersebut tidak saling berhubungan. Padahal, jika kita
teliti secara cermat, tampak jelas sebuah pelajaran luar biasa dari rangkaian ayat-
ayat tersebut. Bahwa, berinfak sesuai ketentuan syariat tak sekadar memerlukan
ilmu, namun juga kebijaksanaan.
Menurut teori ekonomi sekuler, setiap pemberian akan mengurangi
kepemilikan. Konsep ini bertentangan dengan teori ekonomi ilahiyah yang sarat
dengan hikmah (kebijaksanaan). Al-Qur`an mengajarkan kepada kita bahwa setiap
harta yang kita berikan kepada orang lain akan diganti oleh Allah Ta’ala dengan
sesuatu yang lebih baik. Hal ini terbaca secara jelas dalam firman Allah Ta’ala
dalam surat Saba’ ayat 39:

‫تتيي‬ ‫عخباد تهتۦ وخي خ يييقد تأر ل خ أ‬


‫ه ءۥ‬ ‫مين ت‬‫شاأء ت‬‫من ي خ خ‬ ‫ط ٱلرريزقخ ل ت خ‬ ‫س أ‬‫ن خرربي ي ي خب أ‬‫قأيل إ ت ل‬
٣٩ ‫ن‬ ‫خييأر ٱلبلرزتتقي خ‬
‫هۥۥ وخهأوخ خ‬ ‫شييءء فخهأوخ ي أيخل ت أ‬
‫ف أ‬ ‫من خ‬ ‫ما خأن خ‬
‫فيقأتم ر‬ ‫وخ خ‬
Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang
dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang
dikehendaki-Nya)". Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan
menggantinya dan Dialah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya

Hikmah, sebagaimana disebutkan dalam ayat 269 surat al-Baqarah tadi,


adalah ma’rifatullah, atau pengetahuan yang mendalam mengenai Allah Ta’ala.
Seseorang yang sudah sampai pada tingkatan (maqam) ini akan menjadi bijaksana
walaupun pengetahuan umumnya terbatas dan keterampilannya pas-pasan.
Dalam kehidupan nyata, kita sering mendapati orang yang tidak
berpengetahuan sama sekali, bahkan SD saja tidak tamat, berhasil mendidik anak-
anaknya dengan baik. Sebaliknya, kita juga sering mendapati orang yang menguasai
teori-teori pendidikan, tapi gagal mendidik anak-anaknya sendiri. Banyak orang
yang pakar di bidang ilmu sosial tapi gagal bersosialisasi di tengah masyarakat.
Oleh karena itu perlu kiranya kita belajar manajemen kebijakan agar kita bisa
bijaksana dalam memutuskan segala hal yang berkenaan dengan kehidupan. Dalam
pada itu, penulis pada kesempatan kali ingin membahas tentang Hubungan
Kebijakan, Pengambilan Keputusan, dan Peraturan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian keputusan?
2. Bagaimana konsep pengambilan keputusan?
3. Bagaimana teknik pengambilan keputusan?
4. Bagaimana hubungan pengambilan keputusan dan kebijakan?
5. Bagaimana hubungan pengambilan keputusan dan peraturan?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Keputusan
Menurut Ralph C. Davis, pengertian keputusan sebagai hasil pemecahan
masalah yang dihadapinya dengan tegas. Suatu keputusan merupakan jawaban yang
pasti terhadap suatu pertanyaan. Keputusan harus dapat menjawab pertanyaan
tentang apa yang dibicarakan dalam hubungannya dengan perencanaan. Keputusan
dapat pula berupa tindakan terhadap pelaksanaan yang sangat menyimpang dari
rencana semula.
Menurut Mary Follet, keputusan sebagai suatu atau sebagai hukum situasi.
Apabila semua fakta dari situasi itu dapat diperolehnya dan semua yang terlibat,
baik pengawas maupun pelaksana mau mentaati hukumnya atau ketentuannya,
maka tidak sama dengan mentaati perintah. Wewenang tinggal dijalankan, tetapi itu
merupakan wewenang dari hukum situasi.
Menurut James A.F.Stoner, pengertian keputusan sebagai pemilihan di antara
alternatif–alternatif. Definisi ini mengandung tiga pengertian, yaitu: Ada pilihan atas
dasar logika atau pertimbangan. Ada beberapa alternatif yang harus dan dipilih salah
satu yang terbaik. Ada tujuan yang ingin dicapai, dan keputusan itu makin
mendekatkan pada tujuan tertentu.
Menurut Prof. Dr. Prajudi Atmosudirjo, SH, pengertian keputusan sebagai
suatu pengakhiran daripada proses pemikiran tentang suatu masalah atau problem
untuk menjawab pertanyaan apa yang harus diperbuat guna mengatasi masalah
tersebut, dengan menjatuhkan pilihan pada suatu alternatif.
B. Konsep Pengambilan Keputusan
1. Pengertian Pengambilan Keputusan
Keputusan merupakan hasil pemecahan dalam suatu masalah yang harus
dihadapi dengan tegas. Dalam Kamus Besar Ilmu Pengetahuan pengambilan
keputusan (Decision Making) didefinisikan sebagai pemilihan keputusan atau
kebijakan yang didasarkan atas kriteria tertentu. Proses ini meliputi dua alternatif
atau lebih karena seandainya hanya terdapat satu alternatif tidak akan ada satu
keputusan yang akan diambil.1 Menurut J.Reason, Pengambilan keputusan dapat
dianggap sebagai suatu hasil atau keluaran dari proses mental atau kognitif yang
membawa pada pemilihan suatu jalur tindakan di antara beberapa alternative yang
tersedia.2 Setiap proses pengambilan keputusan selalu menghasilkan satu pilihan
final.
G. R. Terry mengemukakan bahwa pengambilan keputusan adalah sebagai
pemilihan yang didasarkan kriteria tertentu atas dua atau lebih alternatif yang
mungkin.3 Sedangkan Claude S. Goerge, Jr Mengatakan proses pengambilan
keputusan itu dikerjakan oleh kebanyakan manajer berupa suatu kesadaran, kegiatan
pemikiran yang termasuk pertimbangan, penilaian dan pemilihan diantara sejumlah
alternatif.
Ahli lain yaitu Horold dan Cyril O’Donnell mengatakan bahwa pengambilan
keputusan adalah pemilihan diantara alternatif mengenai suatu cara bertindak yaitu
inti dari perencanaan, suatu rencana tidak dapat dikatakan tidak ada jika tidak ada
keputusan, suatu sumber yang dapat dipercaya, petunjuk atau reputasi yang telah
dibuat dan P. Siagian mendefinisikan pengambilan keputusan adalah suatu
pendekatan sistematis terhadap suatu masalah, pengumpulan fakta dan data,
penelitian yang matang atas alternatif dan tindakan.4
Pengambilan keputusan merupakan salah satu bentuk perbuatan berpikir dan
hasil dari suatu perbuatan itu disebut keputusan. 5 Pengambilan keputusan dalam
Psikologi Kognitif difokuskan kepada bagaimana seseorang mengambil keputusan.
Dalam kajiannya, berbeda dengan pemecahan masalah yang mana ditandai dengan
1 M. Save Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, (Jakarta : Lembaga Pengkajian Kebudayaan
Nusantara, 2006), 185.

2 James Reason, Human Eror, (Ashgate, 1990)

3 James Reason, Pengambilan keputusan dan Sistem Informasi, (Jakarta : Bumi Aksara, 1990), 5.

4 James Reason, Pengambilan keputusan dan Sistem Informasi, 5.

5 Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2008), 198.


situasi dimana sebuah tujuan ditetapkan dengan jelas dan dimana pencapaian sebuah
sasaran diuraikan menjadi sub tujuan, yang pada saatnya membantu menjelaskan
tindakan yang harus dan kapan diambil. Pengambilan keputusan juga berbeda
dengan penalaran, yang mana ditandai dengan sebuah proses oleh perpindahan
seseorang dari apa yang telah mereka ketahui terhadap pengetahuan lebih lanjut.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
Pengambilan Keputusan (Decision Making) merupakan suatu proses pemikiran dari
pemilihan alternatif yang akan dihasilkan mengenai prediksi kedepan.
Pengambilan keputusan ialah proses memilih sejumlah alternatif.
Pengambilan keputusan penting bagi administrator pendidikan karena proses
pengambilan keputusan mempunyai peran penting dalam memotivasi,
kepemimpinan, komunikasi, koordinasi, dan perubahan organisasi. Setiap level
administrasi sekolah mengambil keputusan secara hierarkis. Keputusan yang
diambil administrator berpengaruh terhadap pelanggan pendidikan terutama peserta
didik. Oleh karena itu, setiap administrator pendidikan harus memeilki keterampilan
mengambil keputusan secara cepat, tepat, efektif, dan efesien.6
Pengambilan keputusan merupakan kegiatan yang selalu kita jumpai dalam
setiap kegiatan kepemimpinan. Bahkan dapat juga dikatakan, bagaimana cara
pengambilan keputusan yang dilalukan oleh seorang pemimpin menunjukkan
bagaimana gaya kepemimpinannya. Dengan demikian, pengambilan keputusan
merupakan fungsi kepemimpinan yang turut menentukan proses dan tingkat
keberhasilan kepemimpinan itu sendiri.7
Salah satu peranan strategis manajer atau pimpinan organisasi ialah peranan
pengambilan keputusan (decesional role). Bahkan menurut Harrison (1978)
pengambilan keputusan menjadi suatu bagian integral dari manajemen suatu
organisasi. Lebih dari sekedar itu, kompetisi, dalam aktivitas pengambilan

6 Husaini Usman, Manajemen, Edisi 3 (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), 392.

7 Ngalim Purwanto, Administrasi dan Sepervisi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,


2006), 67.
keputusan ini membedakan seorang manajer dari yang tidak manajer bahkan lebih
dari pada itu, manajer yang baik dari pada yang biasa saja.
Dengan begitu, jelaslah bahwa pengambilan keputusan merupakan hal yang
penting untuk dilakukan dalam hubungannya dengan organisasi. Dalam menentukan
alternatif untuk menjadi sebuah keputusan dibutuhkan pertimbangan-pertimbangan
sebelum jatuh pada sebuah keputusan. Pada kondisi inilah dibutuhkan ketajaman
analisis terhadap masalah-masalah yang dihadapi. Sehingga pengambilan keputusan
itu memberikan keuntungan-keuntungan dengan kemampuannya dalam memilih
dan menetapkan alternatif.
2. Proses Pengambilan Keputusan
Di atas menjelaskan beberapa subsistem yang melingkari sistem aktivitas
seperti pengambilan keputusan. Setiap proses dari subsistem dalam kenyataannya
merupakan realitas dari input (masukan) dan output (keluaran) dalam sistem
tersebut. Situasi masalah atau masalah yang menjadi input (masukan) kepada
subsistem pengumpulan data yang berhubungan dengan masalah kemudian menjadi
masukan kepada subsistem analisis data dan selanjutnya menjadi masukan kepada
subsistem pemilihan keputusan di antara berbagai alternatif sehingga muncul
keluaran berupa alternatif solusi masalah.
Untuk itu, para manajer perlu memahami langkah-langkah pengambilan
keputusan sebagaimana dikemukakan oleh Mondy dan Premeaux (1995:113) yang
terdiri dari lima langkah berikut ini:
1. Mengidentifikasi masalah atau peluang
2. Membuat alternatif-alternatif
3. Mengevaluasi alternative
4. Memiliki dan mengimplementasikan alternatif
5. Mengavaluasi alternatif. 8
Di sisi lain ada pula pembagian jenis keputusan berdasarkan masalah yang
dihadapi, yaitu:
a. Keputusan yang diprogramkan (programmed decesion)
Keputusan ini adalah keputusan yang dibuat berdasarkan problem yang
diketahui secara baik (well structured problem) atau masalahnya diketahui secara

8 Syafaruddin dan Anzinzhan, Sitem Pengambilan Keputusan Pendidikan, (Jakarta: PT Grasindo,


2008), 55-56.
jelas. Informasi juga tersedia secara mencukupi untuk di gunakan dalam mengambil
keputusan. Demikian pula informasinya dapat dinilai relevansinya untuk mengambil
keputusan. Fakta-fakta dan angka-angka serta data diolah untuk memberikan
informasi yang bermakna sehingga keputusan bisa diprogramkan.
b. Keputusan yang tidak diprogramkan (Non-programmed decesion)
Adapun keputusan ini adalah keputusan yang diambil atau dibuat
berdasarkan masalah yang tidak diketahui secara jelas (ill-structured problem) atau
data dan informasinya kurang tersedia sebagaimana mestinya.9
C. Teknik Pengambilan Keputusan
1. Keputusan dalam keadaan kepastian (certainty)
Apabila semua informasi yang diperlukan untuk mengambil keputusan
lengkap, maka keputusan dikatakan dalam keadaan yang pasti (terdapat kepastian).
Dengan kata lain dalam keadaan ada kepastian, kita dapat meramalkan secara tepat
hasil dari tindakan (action). Misalnya dalam persoalan linear programming, kita
dapat mengetahui berapa jumlah keuntungan (profit) maksimum yang bisa diperoleh
setelah kita mengetahui persediaan setiap jenis bahan dan kebutuhan input bagi
masing-masing jenis produk. Dalam kehidupan sehari-hari, banyak sekali keputusan
yang kita ambil dalam keadaan ada kepastian. Kita tahu dengan pasti arah untuk
berangkat ke kantor, restoran favorit, atau obat yang mujarab. Hal-hal semacam itu
sudah rutin kita laksanakan sehingga tidak perlu pemikiran yang mendalam.
Permasalahan akan berbeda ketika pemerintah harus mengatur ekspor non-migas
dari sektor pertanian agar jumlah penerimaan devisa hasil ekspor maksimal dengan
memperhatikan kendala-kendala yang ada. Misal, luas lahan yang tersedia, jumlah
petani, jumlah benih dan modal yang tersedia, dan jumlah permintaan.
Berbagai teknik Operation Research (OR) yang tergolong ada kepastian
antara lain linear programming (LP), persoalan transportasi, persoalan penugasan,
net working planning. Pemecahan mengenai pemngambilan keputusan dalam
keadaan/situasi adanya kepastian bersifat deterministik.
2. Keputusan dalam keadaan resiko (risk)

9 Syafaruddin, Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Ciputat Press, 2005), 57-58.
Resiko terjadi bila hasil pengambilan keputusan walaupun tidak dapat
diketahui dengan pasti, tetapi dapat diketahui nilai kemungkinannya (probabilitas).
Misalnya, anda ingin memutuskan membeli barang. Setiap barang dibungkus
dengan rapi sehingga anda tidak dapat membedakan barang yang dalam keadaan
bagus maupun cacat. Seandainya penjual tersebut jujur dan anda diberitahu bahwa
barang tersebut berjumlah 100 buah dan barang yang dalam keadaan rusak
berjumlah 99 buah. Kemudian anda harus memutuskan apakan membeli barang
tersebut atau tidak.
Bila anda termasuk orang yang normal, mungkin anda tidak akan membeli
barang tersebut, sebab resikonya terlalu besar. Kemungkinan memperoleh barang
rusak sebesar 99%. Namun jika sebaliknya, jumlah barang yang rusak hanya ada 1
buah. Kemungkinannya adalah anda akan membeli barang tersebut, sebab
kemungkinan untuk mendapatkan barang rusak hanya 1%.
3. Keputusan dalam keadaan ketidakpastian (uncertainty)
Adalah suatu keadaan dimana kita tidak dapat menentukan keputusan karena
belum pernah terjadi sebelumnya (pertama kali). Dalam keadaan ini kita perlu
mengumpulkan informasi sebanyak-banyak tentang suatu pemasalahan. Dengan
informasi tersebut maka dapat dibuat beberapa alternatif-alternatif keputusan
sehingga dapat diketahui nilai probabilitasnya. Dengan diperolehnya nilai
probabilitas baik berdasarkan informasi yang anda peroleh maupun berdasarkan
pendapat anda secara subjektif. Permasalahan ini sudah tidak lagi berada dalam
ketidakpastian, melainkan berada dalam kepastian karena resiko yang akan diterima
telah diketahui. Walaupun nilai probabilitas yang anda peroleh cukup kasar (roughly
estimate). Pohon keputusan (decision tree) bisa dipergunakan untuk memecahkan
persoalan dalam ketidakpastian.
4. Keputusan dalam keadaan konflik (conflict)
Terkadang dalam pengambilan keputusan tidak selalu lancar. Banyak
permasalahan-permasalahan yang perlu dipertimbangkan dalam pengambilan
keputusan. Apalagi bila keputusan yang diambil terdapat konflik atau dapat
menyebabkan konflik. Situasi konflik dapat terjadi bila kepentingan dua pengambil
keputusan atau lebih saling bertentangan (ada konflik) dalam situasi yang
kompetitif. Pengambil keputusan bisa juga berarti pemain (player) dalam suatu
permainan (game). Sebagai contoh, pengambil keputusan (sebut A) memperoleh
keuntungan dari suatu tindakan yang dia lakukan (course of action). Hal ini
disebabkan karena pengambil keputusan yang lain (sebut B) juga mengambil
tindakan tertentu. Dalam analisis keputusan (decision analisys), pengambil
keputusan atau pemain tidak hanya tertarik pada apa yang secara individual
dilakukan, tetapi juga apa yang dilakukan oleh keduanya (yaitu A dan B). Oleh
karena itu keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh masing-masing akan saling
mempengaruhi baik secara positif (menguntungkan) atau negatif (merugikan).
Dalam praktiknya banyak sekali situasi semacam itu, misalnya perusahaan terlibat
dalam strategi pasar yang kompetitif, pengembangan produk baru, dan memikat
eksekutif yang berpengalaman.
Walaupun kelihatannya sederhana, keputusan dalam situasi ada konflik
sering kali dalam praktiknya menjadi sangat kompleks (ruwet). Misalnya, kita
dihadapkan pada keadaan yang tidak pasti ditambah lagi adanya tindakan pihak
lawan yang bisa mempengaruhi hasil keputusan. Faktor-faktor yang
dipertimbangkanmenjadi lebih banyak. Keputusan dalam situasi ada konflik bisa
dipecahkan dengan teori permainan (game theory).
Secara keseluruhan teknik-teknik yang dapat dipergunakan untuk
pengambilan keputusan yang berbeda-beda dapat dilihat sebagai berikut:

No. Situasi Keputusan Pemecahan Teknik


1. Ada kepastian Deterministik  Linear programming
 Model transportasi
 Model penugasan
 Model inventori
 Model antrian
 Model Network
2. Ada resiko Probabilistik  Model Keputusan
probabilistik
 Model inventori
probabilistik
 Model antrian
probabilistik
3. Tidak ada kepastian Tak diketahui  Analisis keputusan
dalam ketidakpastian
4. Ada konflik Tergantung tindakan  Teori
lawan permainan (game
theory)
D. Hubungan Pengambilan Keputusan dan Kebijakan
1. Pengertian Kebijakan
Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan
dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara
bertindak.10 Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan kelompok
sektor swasta, serta individu. Kebijakan berbeda dengan peraturan dan hukum. Jika
hukum dapat memaksakan atau melarang suatu perilaku (misalnya suatu hukum
yang mengharuskan pembayaran pajak penghasilan), kebijakan hanya menjadi
pedoman tindakan yang paling mungkin memperoleh hasil yang diinginkan.
Kebijakan atau kajian kebijakan dapat pula merujuk pada proses pembuatan
keputusan-keputusan penting organisasi, termasuk identifikasi berbagai alternatif
seperti prioritas program atau pengeluaran, dan pemilihannya berdasarkan
dampaknya. Kebijakan juga dapat diartikan sebagai mekanisme politis, manajemen,
finansial, atau administratif untuk mencapai suatu tujuan eksplisit.11
Kebijakan adalah pilihan-pilihan (opsi) yang didasari pemikiran akal budi
dalam sebuah kepengurusan maupun organisasi untuk kepentingan tertentu. Dari
definisi di atas jelaslah bahwa kebijakan bukanlah “keputusan” melainkan “bahan”
dalam pengambilan keputusan. Sedangkan kebijaksanaan adalah kepandaian
menggunakan akal budi. Analisa kebijakan; produk dari analisa kebijakan adalah
saran, sedalam dan seluas apapun analisa kebijakan dimaksudkan untuk
menghasilkan beberapa pilihan keputusan. Analisa kebijakan bertujuan untuk
menyediakan informasi yang dapat digunakan untuk bahan pertimbangan yang
berdasar pada pemecahan masalah kepada para pembuat keputusan. Menurut
Weimer dan Vining mereka menganggap bahwa analisa kebijakan sebagai pekerjaan
professional, maka mereka menekankan para analis kebijakan mempunyai klien
yang membutuhkan saran yang dapat membantu dalam pengambilan keputusan.

10 Kamus Besar Bahasa Indonesia

11 Ferlian Satria http://kishikun.blogspot.com/2011/09/hubungandanperbedaan-kebijakan-dan. html,


di akses pada 03 Nopember 2019.
Klien dari penganalisa kebijakan adalah para pembuat keputusan. Dari
pertimbangan di atas, maka mereka mendefiniskan bahwa analisa kebijakan
merupakan saran yang berorientasi pada klien dan berhubungan dengan kepentingan
umum. Dan menurut Walter William, analisa kebijakan merupakan penggabungan
informasi termasuk perkiraan akibat untuk mengahasilkan format pengambilan
keputusan dan memperkirakan kebutuhan di masa mendatang sebagai bahan
pertimbangan.12
2. Manager sebagai Pemegang Kebijakan
Pandangan tradisional, semua keputusan penting dibuat oleh para manajer
karena mereka merupakan orang-orang yang paling mengetahui dan paling
kompeten. Mereka dapat menentukan kebijakan luas untuk organisasi sebagai
keseluruhan. Waktu kebijakan itu diteruskan ke bawah lewat tingkat-tingkat
berturut-turut dari organisasi, dan diuraikan secara lebih terperinci dan diubah
menjadi perintah-perintah operasional.13
Parsons (2005:247) mengungkapkan bahwa pengambilan keputusan berada
di antara perumusan kebijakan dan implementasi. Proses pengambilan keputusan
bersifat dinamis dan bergerak dari formulasi kebijakan menuju penetapan kebijakan
untuk diimplementasikan. Dalam glossary administrasi publik, pembuatan
keputusan didefinisikan sebagai suatu proses dalam mana pilihan-pilihan dibuat
untuk mengubah (atau tidak mengubah) suatu kondisi yang telah ada, memilih
serangkaian tindakan yang paling tepat untuk mencapai suatu tujuan yang paling
diinginkan, dan untuk mengurangi resiko-resiko, ketidakpastian dan pengeluaran
sumber-sumber dalam rangka mengejar tujuan (dalam Irfan Islamy, 1994:23). Dua
pendapat di atas memiliki makna senada dimana pengambilan keputusan merupakan
proses yang terjadi secara terus menerus meskipun telah memasuki tahapan yang
berbeda dalam proses pembuatan kebijakan.

12 Hasan Aryanto, http://hasanaryantouinjkt.blogspot.com/2009/11/analisakebijakan-dan-


pengambilan.html, di akses pada 03 Nopember 2019.

13 George Strauss dan Leonard R. Sayles, Manajemen Personalia, Segi Manusia Dalam Organisasi,
Jilid I (Jakarta, CV Teruna Grafika, 1996), 356-357.
Willian R. Dill yang mengemukakan keputusan sebagai suatu pilihan
terhadap berbagai macam alternatif. Dalam definisi ini Dill menegaskan tentang
adanya kemiripan antara pembuatan keputusan dengan pembuatan kebijakan.
Definisi ini didukung oleh pendapat yang dikeluarkan oleh Nigro dan Nigro yang
tidak membedakan pembuatan keputusan dengan pembuatan kebijakan. Nigro dan
Nigro mengemukakan tidak ada perbedaan yang mutlak dapat dibuat antara
pembuatan keputusan dan pembuatan kebijakan, karena setiap penentuan kebijakan
adalah merupakan suatu keputusan. Tetapi kebijakan membentuk rangkaian
tindakan yang mengarahkan banyak macam keputusan yang dibuat dalam rangka
melaksanakan tujuan-tujuan yang telah dipilih.
Berbeda dengan pendapat Anderson yang membedakan pengambilan
keputusan dengan pembuatan kebijakan. Anderson mengemukakan bahwa
pengambilan keputusan melibatkan pilihan dari sebuah alternatif diantara
sekelompok alternatif lain yang bersaing (Anderson, 1978:9). Dari berbagai
alternatif yang tersedia, sekelompok aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan
harus berkompromi untuk menentukan sebuah pilihan yang disepakati untuk
dilaksanakan. Sedangkan pembuatan kebijakan berkaitan dengan pola tindakan yang
melibatkan banyak keputusan dan terjadi secara rutin maupun tidak. Pendapat ini
sesuai dengan definisi menurut Bintoro tjokroamidjojo yang mengemukakan bahwa
apabila pemilihan alternatif dilakukan sekali dan selesai maka kegiatan itu disebut
pembuatan keputusan. Sebuah kegiatan dinamakan perumusan kebijakan adalah
apabila pemilihan alternatif itu terus menerus dilakukan dan tidak pernah selesai.
Dalam formulasi, sebuah rancangan kebijakan dibahas dengan melibatkan
berbagai pihak baik yang mendukung maupun menentang kebijakan tersebut.
Menurut Anderson formulasi merupakan kompetisi untuk mencapai kesepakatan
(compete for acceptance) dan memiliki karakteristik melibatkan berbagai macam
kepentingan untuk didiskusikan dan dikompromikan (Anderson, 1978:66). Berbagai
pendapat yang muncul saling beradu argumentasi dan mempengaruhi satu dengan
yang lain dengan tujuan memcapai kesepakatan. Ketika rancangan kebijakan selesai
diformulasikan, berarti telah melewati ajang yang tidak mudah dan bisa jadi berliku.
Menurut Nigro dan Nigro terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan
keputusan atau kebijakan. a) adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar. b) adanya
pengaruh kebiasaan lama (konservatisme). c) Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi. d)
adanya pengaruh dari kelompok luar, dan e) adanya pengaruh keadaan masa lalu
(dalam Irfan Islamy, 1994:26).
Aktor-aktor yang terlibat dalam formulasi pun memiliki peran yang berbeda
dengan evaluasi rancangan kebijakan. Aktor-aktor dalam formulasi adalah individu
atau kelompok yang memiliki kepentingan dengan kebijakan yang akan dibuat dan
berasal dari berbagai kalangan. Dalam formulasi paling tidak, stakeholder bisa
berasal dari legislatif, eksekutif, maupun kelompok kepentingan. Ketiganya berada
dalam kesetaraan karena memiliki posisi dan peluang yang sama dalam
pengambilan keputusan. Sedangkan dalam evaluasi rancangan kebijakan, aktor-
aktor yang terlibat adalah eksekutif tapi berasal dari tingkat pemerintahan yang
berbeda. Di satu pihak berasal dari pemkab/pemkot sebagai pengusul rancangan
kebijakan di pihak lain adalah dari pemprov yang bertugas menjadi evaluator.
Anderson mengungkapkan keterlibatan badan-badan administratif dalam
pembuatan kebijakan sangat mungkin terjadi dalam konsep otonomi (Anderson,
1978 : 38-39). Badan ini dibentuk dengan tujuan untuk melakukan kontrol atas
daerah berkaitan dengan kewenangan yang diberikan sebagai konsekuensi dari
otonomi. Jadi, badan-badan administratif adalah cabang dari kekuasaan pemerintah
pusat. Dalam otonomi daerah yang ada di Indonesia, fungsi administratif dijalankan
oleh gubernur sebagai pimpinan wilayah administratif. Wilayah administratif adalah
kepanjangan tangan pemerintah pusat dan berada di daerah dan berada di tingkat
provinsi. Sedangkan otonomi yang bersifat penuh adalah pada tingkat pemerintah
kabupaten dan kota.
Peran badan administratif dalam pembuatan kebijakan adalah evaluator
rancangan perda setelah diputuskan di tingkat daerah otonom bukan pada saat
formulasi dilakukan. Dalam evaluasi, pola hubungan yang terjadi bersifat
hierarkhis. Badan administratif dalam melakukan pengawasan memiliki
kemampuan untuk mengubah, bahkan membatalkan kebijakan sebagai wujud dari
kekuasaan dalam pembuatan peraturan. Namun, individu-individu yang terlibat di
badan administrasi tidak boleh menutup mata terhadap pengambilan keputusan atas
rancangan kebijakan tersebut.
Menurut Anderson (1978), terdapat enam kriteria keputusan yang menjadi
pertimbangan setiap individu dalam pengambilan keputusan untuk kebijakan.
a) Nilai
Nilai menjadi kriteria yang memiliki peranan besar pada saat pengambilan
keputusan dilakukan oleh individu karena bersifat sangat pribadi. Nilai
berkaitan dengan kesadaran dalam membuat pilihan yang muncul pada saat
individu terlibat dalam pengambilan keputusan. Setiap individu memiliki
preferensi nilai yang muncul baik secara sadar maupun tidak mempengaruhi
pengambilan keputusan yang dilakukan.
b) Afiliasi partai politik
Kesetiaan pada partai merupakan kriteria yang signifikan meskipun seringkali
sulit memisahkan dari pertimbangan lain seperti pengaruh pemimpin atau
komitmen ideologis. Kriteria ini kadang berpengaruh dalam pengambilan
keputusan yang memuat isu kebijakan yang diusung oleh partai. Namun
dalam beberapa isu kebijakan, seringkali membuat perbedaan dukungan antar
partai tidak tampak.
c) Kepentingan konstituen,
Dukungan suara dari konstituen dalam pemilihan umum sangat penting bagi
partai. Konsekuensinya adalah keharusan dari partai untuk memperhatikan
kepentingan dari konstituen (publik). Proses legislasi untuk pengambilan
keputusan tidak hanya dipengaruhi oleh pemerintah tapi juga keinginan dari
masyarakat yang diwakili.
d) Opini publik
Suara publik menjadi kriteria penting dalam pembuatan keputusan untuk
kebijakan. Suara publik merupakan pencerminan keinginan masyarakat
sekaligus pendapat masyarakat tentang tindakan kebijakan yang dilakukan
pemerintah. Namun, kebijakan terkadang juga mengabaikan suara publik dan
lebih memperhatikan kepentingan elit dalam pemerintahan.
e) Pendapat pejabat/pimpinan (deference)
Perbedaan pendapat seringkali muncul dalam pengambilan keputusan. Namun
berbeda pendapat dengan pimpinan atau pejabat yang berpengaruh seringkali
menciptakan keengganan atau rasa sungkan pada diri individu lain.
f) Peraturan perundang-undangan
Organisasi seringkali membuat peraturan dan pedoman pelaksanaan tugas
bagi instansi dari pusat hingga daerah. Interpretasi atas peraturan bersifat kaku
dan menjadihak pemerintah pusat untuk menterjemahkannya. Kondisi ini
seringkali menyulitkan karena terdapat keragaman antar daerah. Walaupun
demikian daerah harus tetap menjalankan peraturan tersebut karena menjadi
rambu-rambu bagi daerah dalam menjalankan tugas dan fungsinya (Anderson,
1978:72-77).
Meskipun mengungkapkan enam kriteria, tapi Anderson memberikan
memberikan catatan khusus pada nilai (value) sebagai satu kriteria
pengambilan keputusan dalam formulasi kebijakan. Pandangan para aktor
sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dimiliki dalam pengambilan
keputusan dan banyak keputusan justru banyak menggunakan pertimbangan
nilai dibanding lima kriteria lainnya. Anderson menyebutkan lima kategori
nilai yang menjadi pertimbangan para pengambilan keputusan, yang terdiri
dari: a) nilai-nilai politik, b) nilai-nilai organisasi, c) nilai-nilai individu, d)
nilai-nilai kebijakan, dan e) nilai-nilai ideologis (Anderson, 1978:14-15).14
E. Hubungan Peraturan dan Pengambilan Keputusan
Sudah menjadi prinsip umum hukum (general principe of law) yang telah
diterima secara universal bahwa pada prinsipnya kaidah/norma hukum dapat
dibedakan ke dalam dua bentuk, yakni keputusan (beschikking) dan peraturan
(regeling).15 Keputusan adalah instrumen hukum yang berisi ketetapan/keputusan
yang bersifat individual, konkrit, dan berlaku khusus (terbatas). Sedangkan

14 Dwi Harsono, http://dwih74.blog.com/2010/12/08/teori-pengambilan-keputusan/, di akses pada 03


Nopember 2019.

15 Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan, (Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan), Yogyakarta:
Kanisius, 2007), 30.
peraturan adalah instrumen hukum yang bersifat umum, berisi pengaturan, berlaku
serta mengikat untuk umum.16
Di Indonesia, pengaturan mengenai bentuk-bentuk dan kaidah-kaidah
peraturan perundang-undangan diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3). Menurut UU tersebut,
Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma
hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga
negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam
Peraturan Perundang-undangan.17 Pasal 100 (Ketentuan Penutup) UU tersebut
dengan tegas menyatakan bahwa semua Keputusan Presiden, Keputusan Menteri,
dan keputusan-keputusan pejabat lainnya yang bersifat mengatur, harus dimaknai
sebagai peraturan.18 Dengan demikian politik hukum perundang-undangan di
Indonesia menghendaki adanya purifikasi antara peraturan dan keputusan, karena
memang terdapat perbedaan yang sangat prinsipal diantara keduanya. Perbedaan
tersebut setidak-tidaknya meliputi tiga hal:
a. Perbedaan isi dan sifat
Peraturan berisi norma hukum yang berlaku dan mengikat umum (regeling).
Keputusan berisi suatu penetapan atau keputusan yang sifatnya individual,
final, dan konkret.
b. Perbedaan cara melawannya
Upaya hukum untuk melawan/menggugat peraturan dilakukan melalui
mekanisme pengujian peraturan perundang-undangan (judicial review). Untuk
undang-undang melalui MK, sedang untuk peraturan perundang-undangan
dibawah undang-undang melalui MA. Upaya hukum untuk

16 Lihat Ridwan H.R, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), 133-148.
Dan Jimly Asshiddqie, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), 2.

17 Vide Pasal 1 angka 2 Undang-undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.

18 Sejak adanya UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,


ketentuan itu sudah diatur dalam undang-undang tersebut, tepatnya pada Pasal 56 sebagai upaya untuk
melakukan purifikasi antara peraturan dan keputusan.
melawan/membatalkan keputusan dilakukan melalui Pengadilan Tata Usaha
Negara (PTUN).
c. Perbedaan kekuatan berlaku dan mengikatnya
Dengan diundangkannya suatu peraturan di dalam Lembaran Negara atau
Berita Negara, maka peraturan tersebut memiliki daya berlaku dan mengikat
umum (binding force). Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 87 UU P3
“Peraturan Perundang-undangan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan
mengikat pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan
Perundang-undangan yang bersangkutan.” Hal tersebut dimaksudkan agar
semua orang mengetahui adanya peraturan yang dimaksud sehingga dengan
dimikian berlakulah asas fiksi hukum “Iedereen wordht geacht de wet te
kennen.” Artinya setiap orang dianggap mengetahui hukum. Oleh karena itu
tidak ada alasan bagi yang melanggar hukum bahwa ia tidak mengetahui
hukumnya.19
Suatu keputusan/ketetapan tidak dipersyaratkan untuk diundangkan dalam
Lembaran Negara atau Berita Negara karena keputusan/ketetapan tidak
dimaksudkan untuk berlaku dan mengikat umum.20
Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas jelaslah bahwa harus dibedakan
antara peraturan dan keputusan. Karena keduanya memliki perbedaan yang prinsip,
baik dari segi isi, penggunaan, serta kekuatan berlaku dan mengikatnya. 21
Sebagaimana dikatakan oleh Jimly Asshiddiqie bahwa pengaturan yang
menghasilkan norma yang bersifat mengatur (regelingsdaad) seharusnya tidak
dituangkan dan disebut dengan istilah lain kecuali “peraturan.”22
19 Lia Riesta Dewi dan Arief Ainul Yaqin, Mengenal Hukum melalui Pengantar Hukum, (Serang:
Dinas Pendidikan Provinsi Banten, 2012), 54.

20 Lihat Bab IX (Pengundangan) UU No. 12 Tahun 2011. Bab tersebut mengatur syarat dan tata cara
pengundangan peraturan perundang-undangan sebagai syarat berlaku dan mengikatnya peraturan yang
dimaksud.

21 Menurut Ridwan H.R., Keputusan/Ketetapan (beschikking) adalah instrumen yang digunakan oleh
organ pemerintahan untuk mengatur peristiwa konkret dan individual dalam bidang administrasi
dilingkungan organ pemerintahan tersebut.

22 Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010), 8.


Kesalahan atau kekeliruan dalam prosedur pembentukan suatu kaidah
hukum akan berimplikasi pada keabsahan kaidah tersebut dan oleh karenanya dapat
dimintakan pengujian melalui pengujian formil kepada lembaga yang berwenang
(uji formil undang-undang melalui MK, uji formil peraturan perundang-undangan
melalui MA, dan pengujian formil KTUN melalui PTUN). Pengujian formil itu
sendiri menyangkut penilaian dan pengujian terhadap ketepatan bentuk (peraturan
atau keputusan/ketetapan), lembaga/pejabat yang berwenang membentuknya, tata
cara pembentukannya dan hal-hal lain yang tidak termasuk kedalam cakupan uji
materi. Kesalahan atau kekeliruan dari segi substansi/materi muatan suatu kaidah
hukum akan mengakibatkan dokumen tersebut diuji materi (materiil reviview) dan
dibatalkan oleh lembaga yang berwenang mengujinya. Pengujian dari segi materi ini
sesuai dengan namanya tentu saja merupakan suatu penilaian atas ketepatan dan
kesesuian materi atau isi daripada suatu kaidah hukum.
Demikian juga kekeliruan penggunaan dan penuangan kaidah hukum yang
seharusnya diberi baju hukum "peraturan" menjadi "keputusan" atau sebaliknya,
menurut penulis dapat dimohonkan pengujian secara formal. Sehingga dari
perbedaan di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan peraturan dan pengambilan
keputusan adalah terletak pada ketika terjadi problem pada peraturan yang tidak
sesuai dengan keadaa nyata di lapangan maka yang dibutuhkan adalah pengambilan
keputusan dan kebijakan seorang pemimpin.
DAFTAR PUSTAKA

Dagun, Save. Kamus Besar Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Lembaga Pengkajian


Kebudayaan Nusantara, 2006.

Reason, James. Human Eror. Ashgate, 1990.

Reason, James. Pengambilan keputusan dan Sistem Informasi. Jakarta : Bumi Aksara,
1990.

Desmita. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008.

Usman, Husaini. Manajemen. Edisi 3 Jakarta: Bumi Aksara, 2010.

Purwanto, Ngalim. Administrasi dan Sepervisi Pendidikan. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya, 2006.

Syafaruddin dan Anzinzhan. Sitem Pengambilan Keputusan Pendidikan. Jakarta: PT


Grasindo, 2008.

Syafaruddin. Manajemen Lembaga Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Ciputat Press,


2005.

Satria, Ferlian. http://kishikun.blogspot.com/2011/09/hubungandanperbedaan-


kebijakan-dan. html, di akses pada 03 Nopember 2019.

Aryanto, Hasan. http://hasanaryantouinjkt.blogspot.com/2009/11/analisakebijakan-


dan-pengambilan.html, di akses pada 03 Nopember 2019.
George Strauss dan R. Sayles, Leonard. Manajemen Personalia, Segi Manusia
Dalam Organisasi. Jilid I Jakarta, CV Teruna Grafika, 1996.

Harsono, Dwi http://dwih74.blog.com/2010/12/08/teori-pengambilan-keputusan/, di


akses pada 03 Nopember 2019.

Indrati, Maria Farida. Ilmu Perundang-undangan, (Jenis, Fungsi, dan Materi


Muatan). Yogyakarta: Kanisius, 2007.

H.R, Ridwan. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006.
Asshiddqie, Jimly. Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, Jakarta: Sinar
Grafika, 2010.
Dewi, Lia Riesta dan Yaqin, Arief Ainul. Mengenal Hukum melalui Pengantar
Hukum. Serang: Dinas Pendidikan Provinsi Banten, 2012.

Asshiddiqie, Jimly. Perihal Undang-Undang. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010.

Anda mungkin juga menyukai