PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
PEMBAHASAN
A. Pengertian Keputusan
Menurut Ralph C. Davis, pengertian keputusan sebagai hasil pemecahan
masalah yang dihadapinya dengan tegas. Suatu keputusan merupakan jawaban yang
pasti terhadap suatu pertanyaan. Keputusan harus dapat menjawab pertanyaan
tentang apa yang dibicarakan dalam hubungannya dengan perencanaan. Keputusan
dapat pula berupa tindakan terhadap pelaksanaan yang sangat menyimpang dari
rencana semula.
Menurut Mary Follet, keputusan sebagai suatu atau sebagai hukum situasi.
Apabila semua fakta dari situasi itu dapat diperolehnya dan semua yang terlibat,
baik pengawas maupun pelaksana mau mentaati hukumnya atau ketentuannya,
maka tidak sama dengan mentaati perintah. Wewenang tinggal dijalankan, tetapi itu
merupakan wewenang dari hukum situasi.
Menurut James A.F.Stoner, pengertian keputusan sebagai pemilihan di antara
alternatif–alternatif. Definisi ini mengandung tiga pengertian, yaitu: Ada pilihan atas
dasar logika atau pertimbangan. Ada beberapa alternatif yang harus dan dipilih salah
satu yang terbaik. Ada tujuan yang ingin dicapai, dan keputusan itu makin
mendekatkan pada tujuan tertentu.
Menurut Prof. Dr. Prajudi Atmosudirjo, SH, pengertian keputusan sebagai
suatu pengakhiran daripada proses pemikiran tentang suatu masalah atau problem
untuk menjawab pertanyaan apa yang harus diperbuat guna mengatasi masalah
tersebut, dengan menjatuhkan pilihan pada suatu alternatif.
B. Konsep Pengambilan Keputusan
1. Pengertian Pengambilan Keputusan
Keputusan merupakan hasil pemecahan dalam suatu masalah yang harus
dihadapi dengan tegas. Dalam Kamus Besar Ilmu Pengetahuan pengambilan
keputusan (Decision Making) didefinisikan sebagai pemilihan keputusan atau
kebijakan yang didasarkan atas kriteria tertentu. Proses ini meliputi dua alternatif
atau lebih karena seandainya hanya terdapat satu alternatif tidak akan ada satu
keputusan yang akan diambil.1 Menurut J.Reason, Pengambilan keputusan dapat
dianggap sebagai suatu hasil atau keluaran dari proses mental atau kognitif yang
membawa pada pemilihan suatu jalur tindakan di antara beberapa alternative yang
tersedia.2 Setiap proses pengambilan keputusan selalu menghasilkan satu pilihan
final.
G. R. Terry mengemukakan bahwa pengambilan keputusan adalah sebagai
pemilihan yang didasarkan kriteria tertentu atas dua atau lebih alternatif yang
mungkin.3 Sedangkan Claude S. Goerge, Jr Mengatakan proses pengambilan
keputusan itu dikerjakan oleh kebanyakan manajer berupa suatu kesadaran, kegiatan
pemikiran yang termasuk pertimbangan, penilaian dan pemilihan diantara sejumlah
alternatif.
Ahli lain yaitu Horold dan Cyril O’Donnell mengatakan bahwa pengambilan
keputusan adalah pemilihan diantara alternatif mengenai suatu cara bertindak yaitu
inti dari perencanaan, suatu rencana tidak dapat dikatakan tidak ada jika tidak ada
keputusan, suatu sumber yang dapat dipercaya, petunjuk atau reputasi yang telah
dibuat dan P. Siagian mendefinisikan pengambilan keputusan adalah suatu
pendekatan sistematis terhadap suatu masalah, pengumpulan fakta dan data,
penelitian yang matang atas alternatif dan tindakan.4
Pengambilan keputusan merupakan salah satu bentuk perbuatan berpikir dan
hasil dari suatu perbuatan itu disebut keputusan. 5 Pengambilan keputusan dalam
Psikologi Kognitif difokuskan kepada bagaimana seseorang mengambil keputusan.
Dalam kajiannya, berbeda dengan pemecahan masalah yang mana ditandai dengan
1 M. Save Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, (Jakarta : Lembaga Pengkajian Kebudayaan
Nusantara, 2006), 185.
3 James Reason, Pengambilan keputusan dan Sistem Informasi, (Jakarta : Bumi Aksara, 1990), 5.
9 Syafaruddin, Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Ciputat Press, 2005), 57-58.
Resiko terjadi bila hasil pengambilan keputusan walaupun tidak dapat
diketahui dengan pasti, tetapi dapat diketahui nilai kemungkinannya (probabilitas).
Misalnya, anda ingin memutuskan membeli barang. Setiap barang dibungkus
dengan rapi sehingga anda tidak dapat membedakan barang yang dalam keadaan
bagus maupun cacat. Seandainya penjual tersebut jujur dan anda diberitahu bahwa
barang tersebut berjumlah 100 buah dan barang yang dalam keadaan rusak
berjumlah 99 buah. Kemudian anda harus memutuskan apakan membeli barang
tersebut atau tidak.
Bila anda termasuk orang yang normal, mungkin anda tidak akan membeli
barang tersebut, sebab resikonya terlalu besar. Kemungkinan memperoleh barang
rusak sebesar 99%. Namun jika sebaliknya, jumlah barang yang rusak hanya ada 1
buah. Kemungkinannya adalah anda akan membeli barang tersebut, sebab
kemungkinan untuk mendapatkan barang rusak hanya 1%.
3. Keputusan dalam keadaan ketidakpastian (uncertainty)
Adalah suatu keadaan dimana kita tidak dapat menentukan keputusan karena
belum pernah terjadi sebelumnya (pertama kali). Dalam keadaan ini kita perlu
mengumpulkan informasi sebanyak-banyak tentang suatu pemasalahan. Dengan
informasi tersebut maka dapat dibuat beberapa alternatif-alternatif keputusan
sehingga dapat diketahui nilai probabilitasnya. Dengan diperolehnya nilai
probabilitas baik berdasarkan informasi yang anda peroleh maupun berdasarkan
pendapat anda secara subjektif. Permasalahan ini sudah tidak lagi berada dalam
ketidakpastian, melainkan berada dalam kepastian karena resiko yang akan diterima
telah diketahui. Walaupun nilai probabilitas yang anda peroleh cukup kasar (roughly
estimate). Pohon keputusan (decision tree) bisa dipergunakan untuk memecahkan
persoalan dalam ketidakpastian.
4. Keputusan dalam keadaan konflik (conflict)
Terkadang dalam pengambilan keputusan tidak selalu lancar. Banyak
permasalahan-permasalahan yang perlu dipertimbangkan dalam pengambilan
keputusan. Apalagi bila keputusan yang diambil terdapat konflik atau dapat
menyebabkan konflik. Situasi konflik dapat terjadi bila kepentingan dua pengambil
keputusan atau lebih saling bertentangan (ada konflik) dalam situasi yang
kompetitif. Pengambil keputusan bisa juga berarti pemain (player) dalam suatu
permainan (game). Sebagai contoh, pengambil keputusan (sebut A) memperoleh
keuntungan dari suatu tindakan yang dia lakukan (course of action). Hal ini
disebabkan karena pengambil keputusan yang lain (sebut B) juga mengambil
tindakan tertentu. Dalam analisis keputusan (decision analisys), pengambil
keputusan atau pemain tidak hanya tertarik pada apa yang secara individual
dilakukan, tetapi juga apa yang dilakukan oleh keduanya (yaitu A dan B). Oleh
karena itu keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh masing-masing akan saling
mempengaruhi baik secara positif (menguntungkan) atau negatif (merugikan).
Dalam praktiknya banyak sekali situasi semacam itu, misalnya perusahaan terlibat
dalam strategi pasar yang kompetitif, pengembangan produk baru, dan memikat
eksekutif yang berpengalaman.
Walaupun kelihatannya sederhana, keputusan dalam situasi ada konflik
sering kali dalam praktiknya menjadi sangat kompleks (ruwet). Misalnya, kita
dihadapkan pada keadaan yang tidak pasti ditambah lagi adanya tindakan pihak
lawan yang bisa mempengaruhi hasil keputusan. Faktor-faktor yang
dipertimbangkanmenjadi lebih banyak. Keputusan dalam situasi ada konflik bisa
dipecahkan dengan teori permainan (game theory).
Secara keseluruhan teknik-teknik yang dapat dipergunakan untuk
pengambilan keputusan yang berbeda-beda dapat dilihat sebagai berikut:
13 George Strauss dan Leonard R. Sayles, Manajemen Personalia, Segi Manusia Dalam Organisasi,
Jilid I (Jakarta, CV Teruna Grafika, 1996), 356-357.
Willian R. Dill yang mengemukakan keputusan sebagai suatu pilihan
terhadap berbagai macam alternatif. Dalam definisi ini Dill menegaskan tentang
adanya kemiripan antara pembuatan keputusan dengan pembuatan kebijakan.
Definisi ini didukung oleh pendapat yang dikeluarkan oleh Nigro dan Nigro yang
tidak membedakan pembuatan keputusan dengan pembuatan kebijakan. Nigro dan
Nigro mengemukakan tidak ada perbedaan yang mutlak dapat dibuat antara
pembuatan keputusan dan pembuatan kebijakan, karena setiap penentuan kebijakan
adalah merupakan suatu keputusan. Tetapi kebijakan membentuk rangkaian
tindakan yang mengarahkan banyak macam keputusan yang dibuat dalam rangka
melaksanakan tujuan-tujuan yang telah dipilih.
Berbeda dengan pendapat Anderson yang membedakan pengambilan
keputusan dengan pembuatan kebijakan. Anderson mengemukakan bahwa
pengambilan keputusan melibatkan pilihan dari sebuah alternatif diantara
sekelompok alternatif lain yang bersaing (Anderson, 1978:9). Dari berbagai
alternatif yang tersedia, sekelompok aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan
harus berkompromi untuk menentukan sebuah pilihan yang disepakati untuk
dilaksanakan. Sedangkan pembuatan kebijakan berkaitan dengan pola tindakan yang
melibatkan banyak keputusan dan terjadi secara rutin maupun tidak. Pendapat ini
sesuai dengan definisi menurut Bintoro tjokroamidjojo yang mengemukakan bahwa
apabila pemilihan alternatif dilakukan sekali dan selesai maka kegiatan itu disebut
pembuatan keputusan. Sebuah kegiatan dinamakan perumusan kebijakan adalah
apabila pemilihan alternatif itu terus menerus dilakukan dan tidak pernah selesai.
Dalam formulasi, sebuah rancangan kebijakan dibahas dengan melibatkan
berbagai pihak baik yang mendukung maupun menentang kebijakan tersebut.
Menurut Anderson formulasi merupakan kompetisi untuk mencapai kesepakatan
(compete for acceptance) dan memiliki karakteristik melibatkan berbagai macam
kepentingan untuk didiskusikan dan dikompromikan (Anderson, 1978:66). Berbagai
pendapat yang muncul saling beradu argumentasi dan mempengaruhi satu dengan
yang lain dengan tujuan memcapai kesepakatan. Ketika rancangan kebijakan selesai
diformulasikan, berarti telah melewati ajang yang tidak mudah dan bisa jadi berliku.
Menurut Nigro dan Nigro terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan
keputusan atau kebijakan. a) adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar. b) adanya
pengaruh kebiasaan lama (konservatisme). c) Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi. d)
adanya pengaruh dari kelompok luar, dan e) adanya pengaruh keadaan masa lalu
(dalam Irfan Islamy, 1994:26).
Aktor-aktor yang terlibat dalam formulasi pun memiliki peran yang berbeda
dengan evaluasi rancangan kebijakan. Aktor-aktor dalam formulasi adalah individu
atau kelompok yang memiliki kepentingan dengan kebijakan yang akan dibuat dan
berasal dari berbagai kalangan. Dalam formulasi paling tidak, stakeholder bisa
berasal dari legislatif, eksekutif, maupun kelompok kepentingan. Ketiganya berada
dalam kesetaraan karena memiliki posisi dan peluang yang sama dalam
pengambilan keputusan. Sedangkan dalam evaluasi rancangan kebijakan, aktor-
aktor yang terlibat adalah eksekutif tapi berasal dari tingkat pemerintahan yang
berbeda. Di satu pihak berasal dari pemkab/pemkot sebagai pengusul rancangan
kebijakan di pihak lain adalah dari pemprov yang bertugas menjadi evaluator.
Anderson mengungkapkan keterlibatan badan-badan administratif dalam
pembuatan kebijakan sangat mungkin terjadi dalam konsep otonomi (Anderson,
1978 : 38-39). Badan ini dibentuk dengan tujuan untuk melakukan kontrol atas
daerah berkaitan dengan kewenangan yang diberikan sebagai konsekuensi dari
otonomi. Jadi, badan-badan administratif adalah cabang dari kekuasaan pemerintah
pusat. Dalam otonomi daerah yang ada di Indonesia, fungsi administratif dijalankan
oleh gubernur sebagai pimpinan wilayah administratif. Wilayah administratif adalah
kepanjangan tangan pemerintah pusat dan berada di daerah dan berada di tingkat
provinsi. Sedangkan otonomi yang bersifat penuh adalah pada tingkat pemerintah
kabupaten dan kota.
Peran badan administratif dalam pembuatan kebijakan adalah evaluator
rancangan perda setelah diputuskan di tingkat daerah otonom bukan pada saat
formulasi dilakukan. Dalam evaluasi, pola hubungan yang terjadi bersifat
hierarkhis. Badan administratif dalam melakukan pengawasan memiliki
kemampuan untuk mengubah, bahkan membatalkan kebijakan sebagai wujud dari
kekuasaan dalam pembuatan peraturan. Namun, individu-individu yang terlibat di
badan administrasi tidak boleh menutup mata terhadap pengambilan keputusan atas
rancangan kebijakan tersebut.
Menurut Anderson (1978), terdapat enam kriteria keputusan yang menjadi
pertimbangan setiap individu dalam pengambilan keputusan untuk kebijakan.
a) Nilai
Nilai menjadi kriteria yang memiliki peranan besar pada saat pengambilan
keputusan dilakukan oleh individu karena bersifat sangat pribadi. Nilai
berkaitan dengan kesadaran dalam membuat pilihan yang muncul pada saat
individu terlibat dalam pengambilan keputusan. Setiap individu memiliki
preferensi nilai yang muncul baik secara sadar maupun tidak mempengaruhi
pengambilan keputusan yang dilakukan.
b) Afiliasi partai politik
Kesetiaan pada partai merupakan kriteria yang signifikan meskipun seringkali
sulit memisahkan dari pertimbangan lain seperti pengaruh pemimpin atau
komitmen ideologis. Kriteria ini kadang berpengaruh dalam pengambilan
keputusan yang memuat isu kebijakan yang diusung oleh partai. Namun
dalam beberapa isu kebijakan, seringkali membuat perbedaan dukungan antar
partai tidak tampak.
c) Kepentingan konstituen,
Dukungan suara dari konstituen dalam pemilihan umum sangat penting bagi
partai. Konsekuensinya adalah keharusan dari partai untuk memperhatikan
kepentingan dari konstituen (publik). Proses legislasi untuk pengambilan
keputusan tidak hanya dipengaruhi oleh pemerintah tapi juga keinginan dari
masyarakat yang diwakili.
d) Opini publik
Suara publik menjadi kriteria penting dalam pembuatan keputusan untuk
kebijakan. Suara publik merupakan pencerminan keinginan masyarakat
sekaligus pendapat masyarakat tentang tindakan kebijakan yang dilakukan
pemerintah. Namun, kebijakan terkadang juga mengabaikan suara publik dan
lebih memperhatikan kepentingan elit dalam pemerintahan.
e) Pendapat pejabat/pimpinan (deference)
Perbedaan pendapat seringkali muncul dalam pengambilan keputusan. Namun
berbeda pendapat dengan pimpinan atau pejabat yang berpengaruh seringkali
menciptakan keengganan atau rasa sungkan pada diri individu lain.
f) Peraturan perundang-undangan
Organisasi seringkali membuat peraturan dan pedoman pelaksanaan tugas
bagi instansi dari pusat hingga daerah. Interpretasi atas peraturan bersifat kaku
dan menjadihak pemerintah pusat untuk menterjemahkannya. Kondisi ini
seringkali menyulitkan karena terdapat keragaman antar daerah. Walaupun
demikian daerah harus tetap menjalankan peraturan tersebut karena menjadi
rambu-rambu bagi daerah dalam menjalankan tugas dan fungsinya (Anderson,
1978:72-77).
Meskipun mengungkapkan enam kriteria, tapi Anderson memberikan
memberikan catatan khusus pada nilai (value) sebagai satu kriteria
pengambilan keputusan dalam formulasi kebijakan. Pandangan para aktor
sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dimiliki dalam pengambilan
keputusan dan banyak keputusan justru banyak menggunakan pertimbangan
nilai dibanding lima kriteria lainnya. Anderson menyebutkan lima kategori
nilai yang menjadi pertimbangan para pengambilan keputusan, yang terdiri
dari: a) nilai-nilai politik, b) nilai-nilai organisasi, c) nilai-nilai individu, d)
nilai-nilai kebijakan, dan e) nilai-nilai ideologis (Anderson, 1978:14-15).14
E. Hubungan Peraturan dan Pengambilan Keputusan
Sudah menjadi prinsip umum hukum (general principe of law) yang telah
diterima secara universal bahwa pada prinsipnya kaidah/norma hukum dapat
dibedakan ke dalam dua bentuk, yakni keputusan (beschikking) dan peraturan
(regeling).15 Keputusan adalah instrumen hukum yang berisi ketetapan/keputusan
yang bersifat individual, konkrit, dan berlaku khusus (terbatas). Sedangkan
15 Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan, (Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan), Yogyakarta:
Kanisius, 2007), 30.
peraturan adalah instrumen hukum yang bersifat umum, berisi pengaturan, berlaku
serta mengikat untuk umum.16
Di Indonesia, pengaturan mengenai bentuk-bentuk dan kaidah-kaidah
peraturan perundang-undangan diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3). Menurut UU tersebut,
Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma
hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga
negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam
Peraturan Perundang-undangan.17 Pasal 100 (Ketentuan Penutup) UU tersebut
dengan tegas menyatakan bahwa semua Keputusan Presiden, Keputusan Menteri,
dan keputusan-keputusan pejabat lainnya yang bersifat mengatur, harus dimaknai
sebagai peraturan.18 Dengan demikian politik hukum perundang-undangan di
Indonesia menghendaki adanya purifikasi antara peraturan dan keputusan, karena
memang terdapat perbedaan yang sangat prinsipal diantara keduanya. Perbedaan
tersebut setidak-tidaknya meliputi tiga hal:
a. Perbedaan isi dan sifat
Peraturan berisi norma hukum yang berlaku dan mengikat umum (regeling).
Keputusan berisi suatu penetapan atau keputusan yang sifatnya individual,
final, dan konkret.
b. Perbedaan cara melawannya
Upaya hukum untuk melawan/menggugat peraturan dilakukan melalui
mekanisme pengujian peraturan perundang-undangan (judicial review). Untuk
undang-undang melalui MK, sedang untuk peraturan perundang-undangan
dibawah undang-undang melalui MA. Upaya hukum untuk
16 Lihat Ridwan H.R, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), 133-148.
Dan Jimly Asshiddqie, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), 2.
17 Vide Pasal 1 angka 2 Undang-undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.
20 Lihat Bab IX (Pengundangan) UU No. 12 Tahun 2011. Bab tersebut mengatur syarat dan tata cara
pengundangan peraturan perundang-undangan sebagai syarat berlaku dan mengikatnya peraturan yang
dimaksud.
21 Menurut Ridwan H.R., Keputusan/Ketetapan (beschikking) adalah instrumen yang digunakan oleh
organ pemerintahan untuk mengatur peristiwa konkret dan individual dalam bidang administrasi
dilingkungan organ pemerintahan tersebut.
Reason, James. Pengambilan keputusan dan Sistem Informasi. Jakarta : Bumi Aksara,
1990.
H.R, Ridwan. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006.
Asshiddqie, Jimly. Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, Jakarta: Sinar
Grafika, 2010.
Dewi, Lia Riesta dan Yaqin, Arief Ainul. Mengenal Hukum melalui Pengantar
Hukum. Serang: Dinas Pendidikan Provinsi Banten, 2012.