Anda di halaman 1dari 17

SATUAN ACARA PENYULUHAN

CEDERA KEPALA RINGAN

DISUSUN OLEH :

DISUSUN OLEH :
M. Syaiful Bahri
Reni Ariska
Yuvitta Selly

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Satuan Acara Penyuluhan dengan tema “Cedera Kepala Ringan” di ruang 19 RSUD dr.
SAIFUL ANWAR MALANG sebagai pemenuhan tugas Profesi Ners STIKES ICME Jombang.

Telah dilaksanakan dan disetujui pada :


Hari :
Tanggal :

Malang, 16 Oktober 2019

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

(………………………..) (……………………….)

Kepala Ruangan

(…………………………….)
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Cedera Kepala Ringan


Sasaran : Klien dan keluarga
Hari/Tanggal : 18 0ktober 2019
Waktu Pertemuan : 15 menit

A. Tujuan Instruksional Umum


Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan selama 15 menit diharapkan pasien dan
keluarga mampu memahami dan memahami tentang penyakit cedera kepala ringan .
B. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mendengarkan penyuluhan kesehatan diharapkan klien dan keluarga/orang tua,
mampu :
1. Menyebutkan pengertian dari cedera kepala dengan bahasa sendiri
2. Menyebutkan penyebab cedera kepala
3. Menjelaskan tanda-tanda dari cedera kepala
4. Menjelaskan komplikasi dari cedera kepala
5. Menyebutkan penatalaksanaan dari cedera kepala
6. Mempraktekkan cara mengilangkan nyeri dengan teknik non farmakologi

C. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi

D. Media
1. Infokus dan Slide Projektor
2. Leaflet

E. Waktu dan Tempat


1. Hari : Jumat
2. Tanggal : 18 oktober 2019
3. Jam : 10.00 s/d 10.15 WIB
4. Tempat : Ruang 19 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
F. Pengorganisasian
Penanggung Jawab : Seluruh Mahasiswa kelompok 1
a. Leader : M. Syaiful Bahri
b. Moderator : Reni Ariska
c. Fasilitator : Yuvitta selly
G. Setting Tempat

L
M

P P P P

P P P P

Keterangan :
L : Leader
M : Moderator
F : Fasilitator
P : Peserta

H. Kegiatan Penyuluhan

No Waktu Kegiatan penyuluhan Kegiatan Peserta


1 5 menit Pembukaan
 Mengucapkan salam  Menjawab salam
 Perkenalan mahasiswa  Memperhatikan
 Perkenalan dengan dosen atau CI  Memperhatikan
 Menjelaskan tujuan  Memperhatikan
 Menjelaskan kontrak waktu  Memperhatikan
2 15 menit Penyampaian materi
 Mereview pengetahuan peserta  Menjawab
tentang Cedera Kepala Ringan
 Menjelaskan penyebab cedera  Memperhatikan
kepala
 Menjelaskan tanda-tanda dari
cedera kepala  Memperhatikan
 Menjelaskan komplikasi dari cedera
kepala
 Menjelaskan penatalaksanaan dari  Memperhatikan
cedera kepala
 Mempraktekkan cara mengilangkan
nyeri dengan teknik non  Memperhatikan
farmakologi

 Memperhatikan

3 10 menit Penutup
 Meminta peserta untuk memberikan  Memberikan
pertanyaan atas penjelasan yang tidak pertanyaan
dipahami
 Menjawab pertanyaan yang diajukan  Mendengar
 Memberikan reinforcement positif atas  Memperhatikan
jawaban yang diberikan peserta
 Menyimpulkan dan menutup diskusi  Memperhatikan
 Mengucapkan salam  Menjawab salam

I. Evaluasi Hasil
a. Evaluasi struktur
- Pasien mengikuti dari awal sampai akhir
- Selama kegiatan suasana lingkungan tenang dan tidak ada mondar-mandir
b. Evaluasi proses
- Pasien dapat menyebutkan pengertian kemoterapi
- Pasien dapat menyebutkan penyebab cedera kepala
- Pasien dapat Menjelaskan tanda-tanda dari cedera kepala
- Pasien dapat Mempraktekkan cara mengilangkan nyeri dengan teknik non
farmakologi
MATERI PENYULUHAN
CEDERA KEPALA RINGAN
1. Definisi
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa
disertai perdarahan intersisial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak
(Mutaqin, 2008). Cidera kepala adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat adanya
trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek skunder dari trauma
yang terjadi (Price,1985).
Cidera kepala ringan adalah cidera karena tekanan atau kejatuhan benda tumpul yang dapat
menyebabkan hilangnya fungsi neurology sementara atau menurunnya kesadaran sementara,
mengeluh pusing nyeri kepala tanpa adanya kerusakan lain (Smeltzer, 2002). Cidera kepala
ringan adalah trauma kepala dengan GCS: 15 (sadar penuh) tidak ada kehilangan kesadaran,
mengeluh pusing dan nyeri kepala,hematoma,abrasi,dan laserasi (Mansjoer, 2009). Cidera
kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS: 13-15 yang dapat terjadi kehilangan
kesadaran atau amnesia akan tetapi kurang dari 30 menit, tidak terdapat fraktur tengkorak
serta tidak ada kontusio serebral dan hematoma.
2. Epidemiologi
Cedera kepala berperan pada hampir separuh dari seluruh kematian akibat trauma.
Distribusi cidera kepala terutama melibatkan kelompok usia produktif antara 15-44 tahun
dan lebih didominasi olehkaum laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Di negara-negara
maju seperti Amerika Serikat setiap tahun hampir 2 juta penduduk mengalami cidera
kepala(Packard, 1999). Menurut penelitian Evans (1996), distribusi kasus cidera kepala pada
laki-laki dua kali lebih sering dibandingkan perempuan dan separuh pasien berusia 15-34
tahun. Berdasarkan penelitian Suparnadi (2002) di Jakarta, menunjukkan bahwa sekitar
separuh dari para korban berumur antara 20-39 tahun (47%), suatu golongan umur yang
paling aktifdan produktif. Dalam penelitian ini didominasi laki-laki (74%) dan pekerjaan
korban sebagian besar adalah buruh (25%), 11% adalah pelajar dan mahasiswa.
Berdasarkan penelitian Wijanarka dan Dwiphrahasto (2005) di IGD RS Panti nugroho
Yogyakarta, dari 74 penderita terdapat 76% cedera kepala ringan, 15% cedera kepala
sedang, dan 9% cedera kepala berat rata-rata umur 29,60 tahun. Dalam penelitian ini
didominasi laki-laki (58%) dan pelajar/mahasiswa (77%). Menurut penelitian Amandus
(2005)di RSUP Adam Malik Medan, terdapat 370 penderita cedera kepala rawat inap pada
tahun 2002-2004 dengan proporsi tertinggi pada kelompok umur 17-24 tahun (37,5%) dan
didominasi oleh laki-laki (68,2%). Menurut penelitian Riyadina dan Subik (2005) di
Instalasi Gawat Darurat RSUP. Fatmawati Jakarta kecelakaan banyak terjadi pada siang hari,
namun kecelakaan pada malam hari mempunyai proporsi yang lebih tinggi keparahan
cederanya (59%) dibandingkan kecelakaan pada siang hari. Waktu malam hari suasananya
lebih gelap dan sudah mulai sepi. Kondisi tersebut menyebabkan pengendara mengemudikan
kenderaannya dengan kecepatan tinggi (>60 km/jam), kurang waspada, dan kurang hati-hati.
Risiko terjadinya kematian dan cidera meningkat seiring dengan kenaikan kecepatan
mengemudi.
3. Klasifikasi
A. Klasifikasi Cedera Kepala Umum
- Trauma Kepala Ringan
Dengan Skala Koma Glasgow >12, tidak ada kelainan dalam CTscan, tiada lesi operatif
dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit (Torner, Choi, Barnes, 1999). Trauma kepala
ringan atau cedera kepala ringan adalah hilangnya fungsi neurologi atau menurunnya
kesadaran tanpa menyebabkan kerusakan lainnya (Smeltzer, 2001). Cedera kepala ringan
adalah trauma kepala dengan GCS: 15 (sadar penuh) tidak kehilangan kesadaran,
mengeluh pusing dan nyeri kepala, hematoma, laserasi dan abrasi (Mansjoer, 2000).
Cedera kepala ringan adalah cedara otak karena tekanan atau terkena benda tumpul
(Bedong, 2001). Cedera kepala ringan adalah cedera kepala tertutup yang ditandai
dengan hilangnya kesadaran sementara (Corwin, 2000). Pada penelitian ini didapat kadar
laktat rata-rata pada penderita cedera kepala ringan 1,59 mmol/L (Parenrengi, 2004)
- Trauma Kepala Sedang
Dengan Skala Koma Glasgow 9 - 12, lesi operatif dan abnormalitas dalam CT-scan
dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit (Torner, Choi, Barnes, 1999). Pasien mungkin
bingung atau somnolen namun tetap mampu untuk mengikuti perintah sederhana (SKG
9-13). Pada suatu penelitian penderita cedera kepala sedang mencatat bahwa kadar asam
laktat rata-rata 3,15 mmol/L (Parenrengi, 2004).
- Trauma Kepala Berat
Dengan Skala Koma Glasgow < 9 dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit (Torner C,
Choi S, Barnes Y, 1999). Hampir 100% cedera kepala berat dan 66% cedera kepala
sedang menyebabkan cacat yang permanen. Pada cedera kepala berat terjadinya cedera
otak primer seringkali disertai cedera otak sekunder apabila proses patofisiologi
sekunder yang menyertai tidak segera dicegah dan dihentikan (Parenrengi, 2004).
B. Klasifikasi Cedera Kepala
- Komosio Serebri (geger otak)
Geger otak berasal dari benturan kepala yang menghasilkan getaran keras atau
menggoyangkan otak, menyebabkan perubahan cepat pada fungsi otak , termasuk
kemungkinan kehilangan kesadaran lebih 10 menit yang disebabkan cedera pada kepala.
Tanda-tanda/gejala geger otak, yaitu : hilang kesadaran, sakit kepala berat, hilang
ingatan (amnesia), mata berkunang-kunang, pening, lemah, pandangan ganda.
- Kontusio Serebri (memar otak)
Memar otak lebih serius daripada geger otak, keduanya dapat diakibatkan oleh pukulan
atau benturan pada kepala. Memar otak menimbulkan memar dan pembengkakan pada
otak, dengan pembuluh darah dalam otak pecah dan perdarahan, pasien pingsan, pada
keadaan berat dapat berlangsung berhari-hari hingga berminggu-minggu.
- Hematoma Epidural
Perdarahan terjadi diantara durameter dan tulang tengkorak. Perdarahan ini terjadi karena
terjadi akibat robeknya salah satu cabang arteria meningeamedia, robeknyasinus venosus
durameter atau robeknya arteria diploica. Robekan ini sering terjadi akibat adanya
fraktur tulang tengkorak. Gejala yang dapat dijumpai adalah adanya suatulucid
interval (masa sadar setelah pingsan sehingga kesadaran menurun lagi), tensi yang
semakin bertambah tinggi, nadiyang semakin bertambah tinggi, nadi yang semakin
bertambah lambat, hemiparesis, dan terjadi anisokori pupil.
- Hematoma Subdural
Perdarahan terjadi di antara durameter dan arakhnoidea. Perdarahan dapat terjadi akibat
robeknya vena jembatan (bridging veins) yang menghubungkan vena di permukaan otak
dan sinus venosus di dalam durameter atau karena robeknyaarakhnoid. Gejala yang
dapat tampak adalah penderita mengeluh tentang sakit kepala yang semakin bertambah
keras, ada gangguanpsikis, kesadaran penderita semakin menurun, terdapat kelainan
neurologisseperti hemiparesis, epilepsy, dan edema papil.
Klasifikasi hematoma subdural berdasarkan saat timbulnya gejala klinis
a. Hematoma Subdural Akut
Gejala timbul segera hingga berjam-jam setelah trauma. Perdarahan dapat kurang
dari 5mm tebalnya tetapi melebar luas.
b. Hematoma Subdural Sub-Akut
Gejala-gejala timbul beberapa hari hingga 10 hari setelah trauma. Perdarahan dapat
lebih tebal tetapi belum ada pembentukan kapsul disekitarnya.
c. Hematoma Subdural Kronik
Gejala timbul lebih dari 10 hari hingga beberapa bulan setelah trauma. Kapsula
jaringan ikat mengelilingi hematoma. Kapsula mengandung pembuluh-pembuluh
darah yang tipis dindingnya terutama di sisi durameter. Pembuluh darah ini dapat
pecah dan membentuk perdarahan baru yang menyebabkan menggembungnya
hematoma. Darah di dalam kapsula akan terurai membentuk cairan kental yang dapat
mengisap cairan dari ruangan subarakhnoid. Hematoma akan membesar dan
menimbulkan gejala seperti tumor serebri.
- Fraktura Basis Kranii
Hanya suatu cedera kepala yang benar-benar berat yang dapat menimbulkan fraktur pada
dasar tengkorak. Penderita biasanya masuk rumah sakit dengan kesadaran yang
menurun, bahkan tidak jarang dalam keadaan koma yang dapat berlangsung beberapa
hari. Dapat tampak amnesia retrigad dan amnesia pascatraumatik.Gejala tergantung letak
frakturnya :
a. Fraktur fossa anterior
Darah keluar beserta likuor serebrospinal dari hidung atau kedua mata dikelilingi
lingkaran “biru” (Brill Hematoma atau Racoon’s Eyes), rusaknya Nervus
Olfactoriussehingga terjadi hyposmia sampai anosmia.
b. Fraktur fossa media
Darah keluar beserta likuor serebrospinal dari telinga. Fraktur memecahkan
artericarotis interna yang berjalan di dalam sinus cavernous sehingga terjadi
hubungan antara darah arteri dan darah vena (A-V shunt).
c. Fraktur fossa posterior
Tampak warna kebiru-biruan di atas mastoid. Getaran fraktur dapat melintas foramen
magnum dan merusak medula oblongata sehingga penderita dapat mati seketika.
C. Klasifikasi Klinis Cedera Kepala
Cedera kepala pada praktek klinis sehari-hari dikelompokkan atas empat gradasi
sehubungan dengan kepentingan seleksi perawatan penderita, pemantauan diagnostik –
klinis penanganan dan prognosisnya, yaitu :
- Tingkat I
Bila dijumpai adanya riwayat kehilangan kesadaran / pingsan yang sesaat setelah
mengalami trauma, dan kemudian sadar kembali. Pada waktu diperiksa dalam keadaan
sadar penuh, orientasi baik, dan tidak ada defisit neurologis.
- Tingkat II
Kesadaran menurun namun masih dapat mengikuti perintah-perintah yang sederhana,
dan dijumpai adanya defisit neurologis fokal.
- Tingkat III
Kesadaran yang sangat menurun dan tidak bisa mengikuti perintah (walaupun sederhana)
sama sekali. Penderita masih bisa bersuara, namun susunan kata-kata dan orientasinya
kacau, gaduh gelisah. Respon motorik bervariasi dari keadaan yang masih mampu
melokalisir rasa sakit sampai tidak ada respons sama sekali. Postur tubuh dapat
menampilkan posisi dekortikasi - deserebrasi.
- Tingkat IV
Tidak ada fungsi neurologis sama sekali.
Menurut Mansjoer (2000) cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme,
keparahan dan morfologi cedera yaitu:
- Mekanisme : berdasarkan adanya penetrasi durameter
a. Trauma tumpul
 Kecepatan tinggi (tabrakan otomobil)
 Kecepatan rendah (terjatuh, dipukul)
b. Trauma tembus (luka tembus peluru dan cedera lainnya)
- Keparahan cedera
a. Ringan : GCS 14-15
b. Sedang : GCS 9-13
c. Berat : GCS 3-8
- Morfologi cedera
a. Fraktur cranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak
b. Lesi cranium terbagi atas lesi local dan lesi difus
4. Etiologi
Beberapa etiologi cedera kepala ringan yakni:
- Kecelakaan lalu lintas
- Jatuh
- Trauma akibat persalinan: sewaktu lahir dibantu dengan forcep atau vakum
- Pukulan
- Cidera olah raga
- Luka tembus peluru dari cedera tembus lainnya (mansjoer,2000)
Penyebab cedera kepala dapat dibedakan berdasarkan jenis kekerasan yaitu jenis kekerasan
benda tumpul dan benda tajam Benda tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu
lintas (kecepatan tinggi, kecepatan rendah), jatuh, dan pukulan benda tumpul, sedangkan
benda tajam berkaitan dengan benda tajam (bacok) dan tembakan.
5. Patofisiologi
Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya, bila trauma ekstra kranial akan
dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan karena
mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan yang terjadi terus- menerus dapat
menyebabkan hipoksia, hiperemi peningkatan volume darah pada area
peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan
peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK), adapun,
hipotensi (Soetomo, 2002).
Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan terjadi
perdarahan juga. Cidera kepala intra kranial dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan dan
kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial tertama
motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas (Brain, 2009).
6. Manifestasi Kinis
Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala ringan;
- Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian sembuh.
- Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan.
- Mual atau dan muntah.
- Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun.
- Letargik
- TTV menurun
- Pusing
- Muntah
- GCS: 13-15
- Tidak terdapat kelainan neurologis
- Pernafasan secara progresif menjadi abnormal
- Respon pupil lenyap atau progresif menurun (Mansjoer, 2000)
7. Pemeriksaan Diagnostik
- CT-Scan : Untuk mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventikuler,
pergeseran jaringan otak.
- Angiografi serebral : Untuk menunjukan kelainan sirkulasi serbral seperti pergeseran
jaringan otak akibat edema, perdarahan dan trauma.
- X-Ray : Untuk mendeteksi adanya perubahan struktur tulang.
- EEG: Untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangan patologisnya.
- BAER (Basic Auditori Evoker Respon) : Untuk menentukan fungsi korteks dan batang
otak.
- PET (Position Emission Tomniograpi) : Untuk menunjukkan aktifitas metabolisme pada
otak.
- Punksi lumbal css : Dapat menduga adanya perubahan sub araknoid.
- Kimia/elektrolit darah : Untuk mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam
peningkatan TIK atau perubahan status mental.
- Analisa gas darah : Untuk menunjukkan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha
pernafasan.
8. Penatalaksanaan Medis
A. Pedoman resusitasi dan penilaian awal
- Menilai jalan nafas
Bersihkan jalan nafas dari muntahan, perdarahan dan debris.
- Menilai pernafasan
Tentukan apakah pasien bernafas spontan atau tidak. Jika tidak berikan oksigen melalui
masker.oksigen minimal 95% jika klien tidak memperoleh oksigen yang adekuat
(PaO2 >95% dan PaCO2<40% mmHG serta saturasi O2>95% ) atau muntah maka klien
harus diintubasi serta diventilasi oleh ahli anastesi.
- Menilai sirkulasi
Hentikan semua perdarahan dengan menekan arterinya, perhatikan cedera intraabdomen
dan dada.
- Obati kejang
Berikan diazepam 10 mg intra vena perlahan-lahan dan dapat diulangi 2x jika masih
kejang. Bila tidak berhasil berikan penitoin 15 mg/kg BB.
- Menilai tingkat keparahan (GCS)
- Untuk cidera kepala terbuka diperlukan antibiotik.
- Tirah baring.
B. Pedoman penatalaksaan
- Foto tulang belakang, kolar servikal
- Cairan IV (NaCl 0,9 % / NS / RL), pemeriksaan darah
- CT scan
- Pada pasien dengan GCS kurang, elevasi kepala 300, hiperventilasi, manitol 20 % 1 gr/kg
IV, pasang folley catheter, konsul bedah saraf
C. Penatalaksanaan khusus cedera kepala ringan
Pasien umumnya dapat dipulangkan kerumah tanpa pemeriksaan CT scan bila pemeriksaan
neurologis dalam batas normal, foto servikal normal, adanya orang yang bertanggung jawab
D. Terapi Medikamentosa
- Cairan Intravena
Cairan intra vena diberikan secukupnya untuk resusitasi penderita agar tetap
normovolemik, Cairan yang dianjurkan untuk resusitasi adalah NaCl 0,9 % atau Rl.
Kadar Natrium harus dipertahankan dalam batas normal, keadaan hyponatremia
menimbulkan odema otak dan harus dicegah dan diobati secara agresi
- Manitol
Untuk menurunkan tekanan intrakrasial
- Furosemid
Diberikan bersamaan dengan manitol untuk menurunkan TIK dan akan meningkatkan
diuresis dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kg BB IV.
- Barbiturat
Bermanfaat untuk menurunkan TIK. Tidak boleh diberikan bila terdapat hypotensi dan
fase akut resusitasi, karena barbiturat dapat menurunkan tekanan darah
9. Penatalaksanaan Keperawatan :
- Meninggikan kepala tempat tidur
- Atur posisi : posisi kepala flat dan tidak miring ke satu sisi untuk mencegah penekanan
/bendungan pada vena jugularis.
- Cek adanya pengeluaran cairan dari hidung, telinga, dan mulut.
- Mengatasi demam
a. Teknik relaksasi nafas dalam
- Ciptakan lingkungan yang tenang
- Usahakan tetap rileks dan tenang
- Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara melalui hitungan
1,2,3
- Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil merasakan ekstrimitas atas
dan bawah rileks
- Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali
- Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui mulut secara perlahan-
lahan
- Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks
- Usahakan agar tetap konsentrasi / mata sambil terpejam
- Pada saat konsentrasi pusatkan pada daerah yang nyeri
- Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang
- Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali.
- Bila nyeri menjadi hebat, seseorang dapat bernafas secara dangkal dan cepat.
b. Teknik distraksi
- Distraksi visual : menonton televisi, membaca, melihat pemandangan dan gambar
- Distraksi pendengaran : mendengarkan musik yang disukai atau suara burung serta
gemercik air
- Distraksi intelektual : antara lain dengan mengisi teka-teki silang, bermain kartu,
melakukan kegemaran (di tempat tidur) seperti mengumpulkan perangko, menulis
cerita.
- Imajinasi terbimbing : adalah kegiatan klien membuat suatu bayangan yang
menyenangkan dan mengonsentrasikan diri pada bayangan tersebut serta berangsur-
angsur membebaskan diri dari dari perhatian terhadap nyeri.
10. KOMPLIKASI
A. Edema serebral dan herniasi
Edema serebral adalah penyebab paling umum peningkatan TIK pada pasien yang mendapat
cedera kepala, puncak pembengkakan yang terjadi kira kira 72 jam setelah cedera. TIK
meningkat karena ketidakmampuan tengkorak untuk membesar meskipun peningkatan
volume oleh pembengkakan otak diakibatkan trauma..
B. Defisit neurologik dan psikologik
Pasien cedera kepala dapat mengalami paralysis saraf fokal seperti anosmia (tidak dapat
mencium bau bauan) atau abnormalitas gerakan mata, dan defisit neurologik seperti afasia,
defek memori, dan kejang post traumatic atau epilepsy.
C. Komplikasi lain secara traumatic :
- Infeksi sitemik (pneumonia, ISK, sepsis)
- Infeksi bedah neurologi (infeksi luka, osteomielitis, meningitis, ventikulitis, abses otak)
- Osifikasi heterotropik (nyeri tulang pada sendi sendi)
D. Komplikasi lain:
- Peningkatan TIK
- Hemorarghi
- Kegagalan nafas
Daftar Pustaka
Arief Mutaqin. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Arif Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Penerbit Media Aeusculapius FK-UI, Jakarta
Brunner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume II. Edisi 8.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Carpenito, L.J. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan dan Masalah
Kolaborasi. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Doenges M.E. at al., 1992, Nursing Care Plans, F.A. Davis Company, Philadelphia
Harsono, 2000. Kapita Selekta Neurologi. Jogjakarta, Gajah Mada University Press.Hudak
C.M., 1994, Critical Care Nursing, Lippincort Company, Philadelphia
Hudak dan Gallo. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Volume II. Edisi 6. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC,
Jakarta
Lemone & burke. (1996). Medical-Surgical Nursing ; critical thinking in client care. California :
Addison-Wesley. p : 1720 – 1728
Lewis, Heitkemper & Dirkssen (2000). Medical –Surgical Mursing ; Assessment and
management ofg clinical problems. St.louis : Mosby. P : 1720 – 171624 – 1630
Marion Johnson, dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. Mosby.
Mc. Closkey dan Buleccheck. 2000. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
Mosby.
Price A, sylvia. 1994. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta:
EGC.
Sari, et al. 2005.Chirurgica Re-Package+ Edition. Jogjakarta, Tosca Enterprise.
Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Burrner dan Suddarth (ed.8,vol.1,2), alih bahasa oleh agung waluyo (dkk). Jakarta: EGC.
DAFTAR HADIR

NO NAMA TTD

Anda mungkin juga menyukai