Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN BAKTERIOLOGI III

UJI KUANTITATIF BAKTERI PADA MAKANAN DENGAN


METODE ALT (ANGKA LEMPENG TOTAL)

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK III

DEVRIYANTI OSKAR BAU

FITRIYANTI DJAFAR

MOH. ADHIAKSA DJAMALU

REGITA CAHYANI SAURING

SRI PUJI ASTUTIK

ULTRI SALEHANDRI LANIO

PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN

STIKES BINA MANDIRI GORONTALO

2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Bismillahirohirohmanirrohim
Syukur alhamdulillah atas segala rahmat dan karunia dari Allah swt, atas
terselesainya laporan tentang “uji angka lempeng total”, penyusunan laporan ini
merupakan tugas dari mata kuliah Bakteriologi III. Terlepas dari semua itu, kami
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar dapat memperbaiki laporan
ini. penulis berharap semoga laporan ini bisa berguna bagi yang lain juga.
Akhir kata penulis berharap semoga Laporan ini dapat bermanfaat untuk
masyarakan maupun inpirasi terhadap pembaca.

Gorontalo, Maret 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Maksud dan Tujuan ........................................................................ 2
1.3 Manfaat Praktikum ......................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Mikroorganisme. ........................................................ 3
2.2 Pengendalian Mikroorganisme pada Makanan ............................ 3
2.3 Penyebab Pertumbuhan Mikroba pada Makanan ......................... 6
2.4 Uji Angka Lempeng Total ........................................................... 10
2.5 Teknik Perhitungan Angka Lempeng. ......................................... 11
2.6 Persyaratan Perhitungan Angka Lempeng. .................................. 12
2.7 Cara Pelaporan dan Perhitungan Koloni dalam SPC ................... 12
2.8 Keuntungan dan Kelemahan dari ALT. ....................................... 13
2.9 Definisih Media ............................................................................ 14
2.10 Media dalam uji kualitatif pada bahan makanan.......................... 14
2.11 Morfologi Makroskopik Koloni ................................................... 15
BAB III METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat ......................................................................... 17
3.2 Alat dan Bahan ............................................................................... 17
3.3 Prosedur Kerja ................................................................................ 17
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan ........................................................................... 19
4.2 Pembahasan .................................................................................... 20
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan .................................................................................... 23
5.2 Saran ............................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam pengujian mutu suatu bahan pangan diperlukan berbagai uji yang
mencakup uji fisik, uji kimia, uji mikrobiologi dan uji organoleptik. Uji
mikrobiologi merupakan salah satu uji yang penting, karena selain dapat
menduga daya tahan simpan suatu makanan, juga dapat digunakan sebagai
indikator sanitasi makanan atau indicator keamanan makanan. Berbagai
macam uji mikrobiologi dapat dilakukan terhadap pangan, meliputi uji
kuantitatif mikroba untuk menentukan mutu dan daya sutu makanan, uji
kualitatif mikroba untuk menentukan mutu dan daya tahan suatu makanan, uji
kualitatif bakteri patogen untuk menentukan tingkat keamananya dan uji
bakteri indikator untuk menentukan tingkat sanitasi makanan tersebut.
Pengujian yang dilakukan terhadap setiap bahan pangantidak sama tergantung
dari berbagai faktor seperti jenis dan komposisi bahan pangan, cara
pengepakan dan penyimpanan, cara penanganan dankonsumsinya, kelompok
konsumen dan berbagai faktor lainnya.
Mikroba dapat dijumpai pada berbagai jenis bahan makanan, baik
makanan yang berbentuk padat maupun makanan yang berbentuk cair. Untuk
mengetahui jumlah bakteri yang terkandung 1 gram sampel bahan makanan
padat atau 1 ml bahan makanan cair yang diperiksa, maka perlu dilakukan
pengenceran sampel tersebut. Hasil pengenceran ini kemudian diinokulasikan
pada medium lempeng dan diinkubasikan. Setelah masa inkubasi, jumlah
koloni bakteri dihitung dengan memperhatikan faktor pengencerannya.
Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba yang ada
pada suatu sampel, umumnya dikenal dengan Angka Lempeng Total (ALT).
Uji Angka Lempeng Total (ALT) dan lebih tepatnya ALT aerob mesofil atau
anaerob mesofil menggunakan media padat dengan hasil akhir berupa koloni
yang dapat diamati secara visual berupa angka dalam koloni (cfu) per ml/gram
atau koloni/100ml. Cara yang digunakan antara lain dengan cara tuang, cara
tetes, dan cara sebar (BPOM, 2008).

1
Metode hitungan cawan didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yang
dapat hidup akan berkembang menjadi satu koloni. Jadi jumlah koloni yang
muncul pada cawan merupakan suatu indeks bagi jumlah organisme yang
dapat hidup yang terkandung dalam sampel. Dan mencawankan hasil
pengenceran tersebut. Setelah inkubasi, jumlah koloni masing-masing cawan
diamati. Untuk memenuhi persyaratan statistik, cawan yang dipilih untuk
penghitungan koloni ialah yang mengandung antara 30 sampai 300 koloni.
Karena jumlah mikroorganimse dalam sampel tidak diketahui sebelumnya,
maka untuk memperoleh sekurang-kurangnya satu cawan yang mengandung
koloni dalam jumlah yang memenuhi syarat tersebut maka harus dilakukan
sederatan pengenceran dan pencawanan.
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini yaitu untuk mengetahui Angka
Lempeng Total (ALT) koloni bakteri yang terdapat dalam sampel bahan
makanan
1.3 Manfaat Praktikum
Adapun manfaat dilakukannya praktikum ini yaitu untuk mengetahui
Angka Lempeng Total (ALT) koloni bakteri yang terdapat dalam sampel
bahan makanan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Mikroorganisme


Mikroorganisme merupakan jasad hidup yang mempunyai ukuran sangat
kecil (Kusnadi dalam Ali, 2008). Setiap sel tunggal mikroorganisme memiliki
kemampuan untuk melangsungkan aktivitas kehidupan antara lain dapat dapat
mengalami pertumbuhan, menghasilkan energi dan bereproduksi dengan
sendirinya. Mikroorganisme memiliki fleksibilitas metabolisme yang tinggi
karena mikroorganisme ini harus mempunyai kemampuan menyesuaikan diri
yang besar sehingga apabila ada interaksi yang tinggi dengan lingkungan
menyebabkan terjadinya konversi zat yang tinggi pula. Akan tetapi karena
ukurannya yang kecil, maka tidak ada tempat untuk menyimpan enzim-enzim
yang telah dihasilkan. Dengan demikian enzim yang tidak diperlukan tidak
akan disimpan dalam bentuk persediaan.enzim-enzim tertentu yang
diperlukan untuk perngolahan bahan makanan akan diproduksi bila bahan
makanan tersebut sudah ada. Mikroorganisme ini juga tidak memerlukan
tembat yang besar, mudah ditumbuhkan dalam media buatan, dan tingkat
pembiakannya relative cepat. Oleh karena aktivitasnya tersebut, maka setiap
mikroorganisme memiliki peranan dalam kehidupan, baik yang merugikan
maupun yang menguntungkan.
Sekilas, makna praktis dari mikroorganisme disadari tertutama karena
kerugian yang ditimbulkannya pada manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan.
Misalnya dalam bidang mikrobiologi kedokteran dan fitopatologi banyak
ditemukan mikroorganisme yang pathogen yang menyebabkan penyakit
dengan sifat-sifat kehidupannya yang khas. Walaupun di bidang lain
mikroorganisme tampil merugikan, tetapi perannya yang menguntungkan
jauh lebih menonjol. (Buckle, 2005)
2.2 Pengendalian mikroorganisme pada makanan
Pengendalian mikroorganisme dalam bahan makanan pada prinsipnya
bertujuan untuk membuat bahan makanan menjadi tahan lama, atau dengan
perkataan lain bertujuan untuk pengawetan bahan makanan. Pengendalian
mikroorganisme berarti mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang dapat

3
berarti membunuh atau menghambat pertumbuhan itu sendiri. Biasanya
tindakan ini dilakukan dengan perlakuan fisik atau perlakuan kimia.
Perlakuan fisik dapat dilakukan dengan cara perlakuan termal, perlakuan
pengeringan dan perlakuan penyinaran (iradiasi). Perlakuan termal terdiri dari
suhu rendah, yaitu pendinginan dan pembekuan, dan suhu tinggi/pemanasan
yang dapat berupa pasteurisasi atau sterilisasi. Perlakuan pengeringan dapat
dilakukan dengan cara pengeringan atau cara pengeringan beku. Perlakuan
penyinaran dapat dilakukan dengan sinar ultraviolet dan ionisasi (sinar
röntgen, sinar gamma, sinar elektron). Perlakuan kimia dapat dilakukan
dengan cara penggaraman, curing, pengasaman, pengasapan dan pemberian
bahan pengawet. (Fardiaz, 2002)
1. Perlakuan termal
Suhu merupakan faktor ekstrinsik yang penting yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroorganisme. Dibandingkan dengan mahluk tingkat
tinggi, mikroorganisme memiliki rentang pertumbuhan yang sangat lebar
(kira-kira – 15 s/d 90 °C). Pada suhu rendah, pertumbuhannya akan
berhenti, sedangkan pada suhu tinggi organisme ini akan mati. Pada kedua
situasi di atas, terkait proses terjadinya metabolisme yang menyebabkan
terjadinya kerusakan bahan makanan. Karena proses enzimatik juga
bergantung pada suhu, maka perlakuan dengan suhu ekstrim akan
menyebabkan pengawetan hampir seluruh bahan makanan.
a) Suhu rendah
Suhu rendah tidak membunuh mikroorganisme tetapi menghambat
perkembang biakannya. Dengan demikian pertumbuhan
mikroorganisme semakin berkurang seiring dengan semakin
rendahnya suhu, dan akhirnya di bawah “suhu pertumbuhan
minimum” perkembang biakannya akan berhenti.
b) Suhu tinggi
Pengendalian mikroorganisme melalui perlakuan suhu tinggi pada
umumnya dilakukan dengan pasteurisasi atau sterilisasi. Pasteurisasi
adalah pemanasan dengan suhu di bawah 100 °C dan tidak akan
menyebabkan inaktivasi mikroba dan enzim secara sempurna. Dengan

4
demikian produk yang dipasteurisasi tidak akan bertahan lama bila
tidak disertai perlakuan pendinginan atau faktor proses lainnya seperti
perubahan aw dan pH. Sterilisasi adalah pemanasan yang dapat
menyebabkan inaktivasi mikroba dan enzim sehingga produk dapat
tahan lama.
2. Perlakuan pengeringan
Pengeringan adalah identik dengan pengurangan aktivitas air. Pada a w
kurang dari 0,70 pertumbuhan agen penyebab infeksi dan intoksikasi tidak
perlu dikuatirkan lagi. Pada produk yang dikeringkan, mikroorganisme
berada dalam keadaan “tidur” atau dengan perkataan lain berada dalam
fase lag yang diperpanjang. Bila terjadi rekonstruksi (penyerapan air
kembali) maka flora yang ada dalam bahan makanan dapat kembali
beraktivitas. Secara umum pengeringan dibedakan menjadi pengeringan di
bawah tekanan udara dan pengeringan vakum. Proses yang khusus adalah
kombinasi antara pembekuan dan penghilangan air dengan atau tanpa
vakum. Pengeringan dengan udara dilakukan dalam udara yang bergerak,
dalam ruang pengeringan yang dipanaskan, dll.
3. Perlakuan penyinaran
Dosis penyinaran diukur dengan satuan Gray (Gy). Penyinaran rendah
bila dosisnya adalah kurang dari 1 kGy, medium bila < 1-10 kGy, dan
tinggi bila lebih dari 10 kGy. Lingkup proses penyinaran (iradiasi) adalah
untuk desinfeksi, pemanjangan shelf-life, dekontaminasi dan perbaikan
kualitas produk. Keuntungan yang diperoleh adalah pengurangan
seminimal mungkin bahan makanan yang hilang akibat proses
pengawetan, dan penghematan energi serta keuntungan lainnya. Daging
sapi yang mendapat perlakuan iradiasi akan menyebabkan pertumbuhan
Psedomonas dan Enterobacteriaceae sangat terhambat tanpa
menyebabkan perubahan organoleptik. Shelf life daging mentah yang
dikemas vakum dapat diperpanjang. Pada daging babi, iradiasi dengan
dosis antara 0,3 – 1,0 kGy dapat membuat inaktivasi Trichinella spiralis.

5
4. Perlakuan kimia
Perlakuan yang biasa dilakukan antara lain dengan pemberian garam.
Penggaraman ini bertujuan untuk menurunkan aktivitas air dan garam
sendiri tidak memiliki pengaruh antimikroba secara langsung. Perlakuan
yang lain adalah dengan curing, yaitu perlakuan dengan menggunakan
garam dapur dan garam nitrit (natrium nitrit atau kalium nitrit). Perlakuan
ini dapat menghambat pertumbuhan dan produksi toxin oleh Clostridium
botulinum. Efek utamanya adalah menentukan panjangnya fase lag. Faktor
yang mempengaruhi efektivitas nitrit antara lain pH, oksigen, komponen
pangan lainnya (konsentrasi garam), pemanasan dan iradiasi. Pengasapan
juga merupakan salah satu cara pengendalian mikroorganisme dalam
bahan makanan dengan menggunakan metode pengasapan dingin,
pengasapan hangat dan pengasapan panas. Pengasaman dan penggunaan
bahan pengawet juga lazim dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan
yang tidak merugikan kesehatan selama diberikan dengan dosis yang tepat
untuk tujuan menghambat pertumbuhan mikroorganisme. (Fardiaz, 2002)
2.3 Penyebab Pertumbuhan Mikroba pada Makanan
1. Faktor intrinsik meliputi :
a) pH
pH menentukan macam mikroba yang tumbuh dalam makanan,
dan setiap mikroba masing-masing mempunyai pH optimum, pH
minimum dan pH maksimum untuk pertumbuhannya. Bakteri paling
baik tumbuh pada pH netral, beberapa suka suasana asam, sedikit
asam atau basa. Berdasarkan pH minimum, optimum dan maksimum
untuk pertumbuhannya, mikroba digolongkan ke dalam: Mikroba
asidofilik: pH antara 2,0-5,0, Mikroba mesofilik: pH antara 5,5- 8,0,
Mikroba alkalifilik: pH antara 8,4- 9,5
Mikroorganisme fermentatif memperlihatkan rentang nilai pH yang
lebih tinggi dibandingkan dengan mikroorganisme yang menggunakan
jalur respirasi. Pada mikroorganisme fermentatif , produksi produk
fermentatif yang bersifat asam dan akumulasinya mengakibatkan
gangguan keseimbangan pH dan pembatasan pertumbuhan.Sejumlah

6
mikroorganisme meningkatkan mekanisme kompensasi untuk
mencegah efek toksik dari akumulasi produk yang bersifat asam dan
berkonsentrasi tinggi tersebut. Contoh mekanisme tersebut, dengan
menginduksi jalur metabolik baru untuk tujuan produksi produk netral
butanol dari butirat oleh Clostridium acetobutylicum dan butanediol
dari asetat oleh Klebsiella aerogenes. (Sonjaya, 2010)
b) aktivitas air (activity of water, aw)
Pertumbuhan mikroba tidak pernah terjadi tanpa adanya air. Air
dalam substrat yang dapat digunakan untuk pertumbuhan mikroba
biasanya dinyatakan dengan “water activity” (aw). aw dibedakan
dengan RH, aw digunakan untuk larutan atau bahan makanan, dan RH
untuk udara atau ruangan.
Bakteri perlu air lebih banyak dari kapang dan khamir, serta
tumbuh baik pada aw mendekati satu yaitu pada konsentrasi gula atau
garam yang rendah. aw optimum dan batas terendah untuk tumbuh
tergantung dari macam bakteri, makanan, suhu, pH, adanya oksigen,
CO2 dan senyawa-senyawa penghambat. Pada umumnya kapang
membutuhkan aw lebih sedikit daripada khamir dan bakteri. Setiap
kapang mempunyai aw minimum untuk tumbuh, dan untuk mencegah
pertumbuhan kapang sebaiknya aw diturunkan hingga dibawah 0,62.
Khamir membutuhkan air yang lebih sedikit dibandingkan bakteri,
tetapi lebih banyak daripada kapang. Umumnya batas aw terendah
untuk khamir sekitar 0,88– 0,94
c) Kandungan nutrient
Bakteri Autotrofik (litotrof), untuk pertumbuhannya hanya
membutuhkan air, garam anorganik dan karbon dioksida. Kelompok
ini mensintesis karbon dioksida menjadi sebagian besar metabolit
organik esensial. Bakteri heterotrofik (organotrof) membutuhkan
karbon organik untuk pertumbuhannya
d) Bahan antimikroba dan struktur bahan makanan.
Beberapa unsur dalam bahan makanan mempunyai sifat
antimikroba. Susu sapi mengandung laktoferin, konglutinin, lisozim,

7
laktenin dan sistem laktoperoksidase. Bahan antimikroba dalam telur
adalah lisozim, konalbumin, ovomukoid, avidin. Sistem
laktoperoksidase terdiri dari laktoperoksidase, tiosianat dan
peroksidase. Ketiga komponen ini diperlukan untuk efek antimikroba.
Susu kambing mengandung lebih banyak lisozim dibandingkan susu
sapi. Meskipun demikian kandungan lisozim susu lebih rendah bila
dibandingkan dengan putih telur. Laktoferin adalah protein penangkap
Fe dalam susu dan dapat disamakan dengan konalbumin putih telur.
Lisozim yang terdapat dalam telur menyebabkan lisis lapisan
peptidoglikan dinding sel bakteri. Kandung lisozim dalam telur adalah
3,5 %.
Struktur bahan makanan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme misalnya lemak karkas dan kulit pada karkas unggas
dan karkas babi dapat melindungi daging dari kontaminasi
mikroorganisme. Kerabang telur yang mempunyai pori-pori sebesar
25-40 µm dapat mempersulit masuknya mikroorganisne ke dalam
telur walau tidak dapat mencegah tetap masuknya mikroorganisme.
Mikroorganisme akan ditahan oleh lapisan membran dalam yang
mencegah masuknya mikroorganisme ke albumen. Daging giling atau
daging yang sudah dipotong menjadi bagian lebih kecil akan lebih
memberi kemudahan bagi mikroorganisme untuk berkembang biak
dibandingkan dengan pada daging karkas.
2. Faktor ekstrinsik
Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme
adalah suhu penyimpanan dan faktor luar lainnya yang pada prinsipnya
berhubungan dengan pengaruh atmosferik seperti :
a) Kelembaban,
Kelembaban lingkungan (relative humidity, RH) penting bagi
bahan makanan dan pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan
bahan makanan. Ruang penyimpanan yang memiliki RH rendah akan
menyebabkan bahan makanan yang tidak dikemas mengalami
kekeringan pada permukaannya dan dengan demikian mengubah nilai

8
aktivitas airnya.Produk bahan makanan yang kering ini bila dibawa ke
lingkungan yang lembab (RH tinggi) akan menyerap kelembaban
sehingga permukaannya dapat ditumbuhi jamur. Hal yang sama akan
terjadi bila bahan makanan yang telah didinginkan dibawa ke
lingkungan yang lebih hangat. Hal ini akan menyebabkan kondensasi
air di bagian permukaannya. Proses ini penting untuk diperhatikan
pada pengepakan produk yang dapat membusuk, karena biasanya
ruang pengepakan lebih hangat dibandingkan dengan ruang pendingin,
sehingga akan terbentuk lapisan tipis air kondensasi. Hal ini akan
menyebabkan peningkatan aktivitas air yang pada gilirannya dapat
mempermudah pertumbuhan mikroorganisme.
b) Suhu
Suhu adalah salah satu faktor lingkungan terpenting yang
mempengaruhi pertumbuhan dan kehidupan mikroorganisme.
Berdasarkan suhu optimum pertumbuhannya :
 Psikrotropik: 14-20 C, tetapi dapat tumbuh lambat pada suhu
refrigerator (4 C). Contoh pada makanan kaleng
adalah Clostridium botulinum tipe E dan strain non-proteolitik
tipe B dan F.
 Mesofilik: 30-37 C Merupakan suhu normal gudang Contoh :
Clostridium botulinum
 Termofilik: 45-60 C. Bakteri termofilik tidak memproduksi
toksin selama pertumbuhannya pada makanan. Contoh bakteri
:Bacillus stearothermophilus
c) Cahaya dan pengaruh sinar ultraviolet.
Adanya cahaya dan sinar ultra violet dapat mempengaruhi
pertumbuhan mikroorganisme dan kerusakan toxin yang
dihasilkannya, misalnya pada Aspergillus ochraceus. Pada umumnya
mikroorganisme rusak akibat cahaya, terutama pada mikroba yang
tidak mempunyai pigmen fotosintetik. Sinar dapat merusak beberapa
vitamin terutama riboflavin, vitamin A, vitamin C, warna bahan
pangan dan juga mengubah flavor susu karena terjadinya oksidasi

9
lemak dan perubahan protein yang dikatalisis sinar. Bahan yang
sensitif terhadap sinar dapat dilindungi dengan cara pengepakan
menggunakan bahan yang tidak tembus sinar.
d) Udara
Ketika makanan terbuka dan terkena udara maka diperkirakan akan
terjadi kontaminasi bakteri yang ada di udara sehingga jumlah bakteri
akan bertambah. (Soewolo, 2005)
2.4 Uji Angka Lempeng Total
Angka lempeng total adalah angka yang menunjukkan jumlah bakteri
mesofil dalam tiap-tiap 1 ml atau 1 gram sampel makanan yang diperiksa.
Prinsip dari ALT adalah menghitung pertumbuhan koloni bakteri aerob
mesofil setelah sampel makanan ditanam pada lempeng media yang sesuai
dengan cara tuang kemudian dieramkan selama 24-48 jam pada suhu 35-
37°C (Joko Wibowo Ristanto, 2009).
Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba yang ada
pada suatu sampel, umumnya dikenal dengan Angka Lempeng Total (ALT).
Uji Angka Lempeng Total (ALT) dan lebih tepatnya ALT aerob mesofil
atau anaerob mesofil menggunakan media padat dengan hasil akhir berupa
koloni yang dapat diamati secara visual berupa angka dalam koloni(cfu) per
ml/g atau koloni/100ml. Cara yang digunakan antara lain dengan cara tuang,
cara tetes dan cara sebar (BPOM, 2008).
Prinsip pengujian Angka Lempeng Total menurut Metode Analisis
Mikrobiologi (MA PPOM 61/MIK/06) yaitu pertumbuhan koloni bakteri
aerob mesofil setelah cuplikan diinokulasikan pada media lempeng agar
dengan cara tuang dan diinkubasi pada suhu yang sesuai. Pada pengujan
Angka Lempeng Total digunakan PDF (Pepton Dilution Fluid) sebagai
pengencer sampel dan menggunakan PCA (Plate Count Agar) sebagai
media padatnya. Digunakan juga pereaksi khusus Tri Phenyl tetrazalim
Chlotide 0,5 % (TTC).
Prosedur pengujian Angka Lempeng Total menurut Metode
Analisis Mikrobiologi (MA PPOM 61/MIK/06) yaitu dengan cara aseptik
ditimbang 25 gram atau dipipet 25 ml sampel ke dalam kantong stomacher

10
steril. Setelah itu ditambahkan 225 ml PDF, dan dihomogenkan dengan
stomacher selama 30 detik sehingga diperoleh suspensi dengan pengenceran
10-1. Disiapkan 5 tabung atau lebih yang masing-masing telah diisi dengan 9
ml PDF. Hasil dari homogenisasi pada penyiapan sampel yang merupakan
pengenceran 10-1 dipipet sebanyak 1 ml kedalam tabung PDF pertama,
dikocok homogeny hingga diperoleh pengenceran 10-2. Dibuat pengenceran
selanjutnya hingga 10-6 atau sesuai dengan pengenceran yang diperlukan.
Dari setiap pengenceran.
dipipet 1ml kedalam cawan petri dan dibuat duplo, ke dalam setiap cawan
dituangkan 15-20 ml media PDA yang sudah ditambahkan 1%TTC suhu
45°C. Cawan petri segera digoyang dan diputar sedemikian rupa hingga
suspense tersebar merata. Untuk mengetahui sterilitas media dan pengencer
dibuat uji kontrol (blangko). Pada satu cawan diisi 1 ml pengencer dan
media agar, pada cawan yang lain diisi media. Setelah media memadat,
cawan diinkubasi suhu 35-37°C selama 24-46 jam dengan posisi dibalik.
Setelah itu jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung. (Thayib, 2009)
2.5 Teknik Perhitungan Angka Lempeng
Uji angka lempeng total dapat dilakukan dengan dua teknik, yaitu teknik
cawan tuang (pour plate) dan teknik sebaran (spread plate). Pada prinsipnya
dilakukan pengenceran terhadap sediaan yang diperiksa kemudian dilakukan
penanaman pada media lempeng agar. Jumlah koloni bakteri yang tumbuh
pada lempeng agar dihitung setelah inkubasi pada suhu dan waktu yang
sesuai. Perhitungan dilakukan terhadap petri dengan jumlah koloni bakteri
antara 30-300. Angka lempeng total dinyatakan sebagai jumlah koloni
bakteri hasil perhitungan dikalikan faktor pengenceran. (Sopandi, 2014)
Jika sel jasad renik yang masih hidup ditumbuhkan pada medium agar,
maka sel jasad renik tersebut akan berkembang biak membentuk koloni
yang dapat dilihat langsung dan dapat dihitung dengan menggunakan mata
tanpa mikroskop. Metoda hitungan cawan merupakan cara yang paling
sensitive untuk menentukan jumlah jaasad renik karena beberapa hal yaitu :
1. Hanya sel yang masih hidup yang dapat dihitung.
2. Beberapa jenis jasad renik dapat dihitung satu kali.

11
3. Dapat digunakan untuk isolasi dan identitas jasad renik karena koloni
yang terbentuk mungkin berasal dari jasad renik yang menetap
menampakkan pertumbuhan yang spesifik. (Sopandi, 2014)
2.6 Persyaratan Perhitungan Angka Lempeng Total
Adanya jumlah angka lempeng total yang ditemukan pada suatu sampel
dapat dijadikan acuan bahwa sampel tersebut masih layak untuk dikonsumsi
atau tidak. Adapun untuk batas persyaratan perhitungan dari angka lempeng
total adalah :
1. Mikroba yang dapat dihitung 30-300 koloni
2. <30 koloni, dianggap cemaran
3. >300 koloni, spreader atau tak terhingga sehingga tak dapat dihitung
4. Jumlah bakteri adalah jumlah koloni x factor pengenceran
5. Perbandingan jumlah bakteri dari pengenceran berturut-turut antara
pengenceran yang akhir dengan pengenceran yang sebelumnya
6. Jika sama atau kurang dari 2 maka hasilnya dirata-rata. Jika lebih dari 2
digunakan pengenceran sebelumnya. (Budiyanto,2002)
2.7 Cara Pelaporan dan Perhitungan Koloni dalam SPC
Dalam SPC ditentukan cara pelaporan dan perhitungan koloni sebagai
berikut :
1. Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari 2 angka yaitu angka pertama (
satuan ) dan angka kedua ( desimal ). Jika angka yang ketiga sama dengan
atau lebih besar dari 5, harus dibulatkan satu angka lebih tinggi dari angka
kedua. Sebagai contoh, 1,7 x 103 atau 2,0 x 106 kolono/gram.
2. Jika pada semua pengenceran dihasilkan kurang dari 30 koloni pada cawan
petri, bearti pengenceran yang dilakukan terlalu tinggi. Oleh karena itu,
jumlah koloni pada pengenceran yang terendah yang dihitung. Hasilnya
dilaporkan sebagai kurang ari 30 dikalikan dengan besarnya pengenceran,
tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan didalam tanda kurung.
3. Jika pada semua pengenceran dihasilkan lebih dari 300 koloni pada cawan
petri, berarti pengenceran yang dilakukan terlalu rendah. Oleh karena itu,
jumlah koloni pada pengenceran yang tertinggi yang dihitung. Hasilnya

12
dilaporkan sebagai lebih dari 300 dikalikan dengan factor pengenceran,
tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan didalam tanda kurung.
4. Jika pada cawan dari dua tingkat pengenceran dihasilkan koloni dengan
jumlah antara 30 dan 300, dan perbandingan antara hasil tertinggi dan
terendah dari kedua pengenceran tersebut lebih kecil atau sama dengan
dua, dilaporkan rata-rata dari kedua nilai tersebut dengan
memperhitungkan factor pengencerannya. Jika perbandingan antara hasil
tertinggi dan terendah lebih besar dari 2, yang dilaporkan hanya hasil yang
terkecil.
5. Jika digunakan dua cawan petri ( duplo ) per pengenceran, data yang
diambil haru dari kedua cawan ersebut, tidak boleh diambil salah satu.
Oleh karena itu, harus dipilih tingkat pengenceran yang menghasilkan
kedua cawan duplo dengan koloni diantara 30 dan 300 (Fardiaz, 2002).
2.8 Keuntungan Dan Kelemahan dari ALT
Keuntungan dari metode pertumbuhan agar atau metode uji Angka
Lempeng Total adalah dapat mengetahui jumlah mikroba yang dominan.
Keuntungan lainnya dapat diketahui adanya mikroba jenis lain yang terdapat
dalam contoh.
Adapun kelemahan dari metode ini adalah :
1. Kemungkinan terjadinya koloni yang berasal lebih dari satu sel mikroba,
seperti pada mikroba yang berpasangan, rantai atau kelompok sel.
2. Kemungkinan ini akan memperkecil jumlah sel mikroba yang sebenarnya.
Kemungkinan adanya jenis mikroba yang tidak dapat tumbuh karena
penggunaan jenis media agar, suhu, pH, atau kandungan oksigen selama
masa inkubasi.
3. Kemungkinan ada jenis mikroba tertentu yang tumbuh menyebar di
seluruh permukaan media agar sehingga menghalangi mikroba lain. Hal ini
akan mengakibatkan mikroba lain tersebut tidak terhitung.
4. Penghitungan dilakukan pada media agar yang jumlah populasi
mikrobanya antara 30 – 300 koloni. Bila jumlah populasi kurang dari 30
koloni akan menghasilkan penghitungan yang kurang teliti secara statistik,

13
namun bila lebih dari 300 koloni akan menghasilkan hal yang sama karena
terjadi persaingan diantara koloni.
5. Penghitungan populasi mikroba dapat dilakukan setelah masa inkubasi
yang umumnya membutuhkan waktu 24 jam atau lebih (Buckle, 2005).
2.9 Definisi Media
Media pertumbuhan mikroorganisme adalah suatu bahan yang terdiri dari
campuran zat-zat makanan (nutrisi) yang diperlukan mikrorganisme untuk
pertumbuhannya. Ikroorganisme memanfaatkan nutri media berupa molekul-
molekul kecil yang dirakit untuk menyusun komponen sel. Dengan media
pertumbuhan dapat dilakukan isolate mikroorganisme menjadi kultur murni
dan juga memanipulasi komposisi media pertumbuhannya.
Mikroorganisme dapat ditumbuhkan dan dikembangkan pada suatu
substrat yang disebut medium. Medium yang dilakukan untuk menumbuhkan
dan mengembangbiakkan mikroorganisme tersebut harus sesuai susunannya
dengan kebutuhan jenis-jenis mikroorganisme yang bersangkutan. Beberapa
mikroorganisme dapat hidup baik pada mediaum yang sangat sederana yang
hanya mengandung garam anorganik ditambah sumber karbon organic seperti
gula. Sedangkan mikroorganisme lainnya emerlukan suatu medium yang
sangat kompleks lainnya (Jawetz, 2007).
2.10 Media dalam uji kualitatif pada bahan makanan
Nutrient Agar (NA) merupakan suatu media yang berbentuk padat, yang
merupakan perpaduan antara bahan alamiah dan senyawa-senyawa kimia.
Nutrient Agar (NA) merupakan suatu media yang mengandung sumber
nitrogen dalam jumlah cukup yang dapat digunakan untuk budidaya bakteri
dan untuk penghitungan mikroorganisme dalam air, limbah, kotoran dan
bahan lainnya. Komposisi Nutrient Agar (NA) terdiri dari ekstrak daging sapi
3 gram, peptone 5 gram dan agar 15 gram. Formula ini tergolong relatif
simpel untuk menyediakan nutrisi-nutrisi yang dibutuhkan oleh sejumlah
besar mikroorganisme. Media Nutrient Agar (NA) merupakan suatu media
berwarna coklat muda yang memiliki konsistensi yang padat dimana media
ini berasal dari sintetik dan memiliki kegunaan sebagai media untuk
menumbuhkan bakteri Di Indonesia sendiri, Nutrient Agar (NA) sudah

14
banyak dipakai oleh industri khususnya industri produk susu dan juga di
pengolahan air dan limbah pabrik. Tidak semua bakteri dapat dibiakkan pada
media ini karena media ini hanya mengisolasi bakteri antraks dan
stafilokokus.
2.11 Morfologi Makroskopik Koloni
Morfologi bakteri secara makroskopis yaitu berdasarkan pengamatan pada
plate agar, bentuk koloni, ukuran, margin, elevasi, warna, permukaan,
konsistensi
Beberapa koloni mungkin akan berwarna, ada yang berbentuk lingkaran,
sementara ada yang bentuknya tidak teratur. Karakteristik koloni (bentuk,
ukuran, margin, elevasi, warna, permukaan, konsistensi) yang diistilahkan
sebagai “morfologi koloni”. Morfologi koloni adalah cara para ilmuwan dapat
mengidentifikasi bakteri secara makroskopis.
1. Ukuran:
a) Bentuk titik
b) Kecil
c) Moderat atau sedang
d) Besar
2. Pigmentasi (warna koloni)
a) Putih
b) Kuning
c) Merah
d) Ungu
e) Dan lain-lain
3. Form (Bentuk koloni)
a) Sirkuler : Bulat, bertepi
b) Ireguler : tidak beraturan, bertepi
c) Rhizoid : bentuk sseperti akar, pertumbuhan menyebar
4. Margin
a) Entire : Tepian rata
b) Lobate : tepian berlekuk
c) Undulate : tepian bergelombang

15
d) Serrate : Tepian bergerigi
e) Filamentous : tepian seperti benang-benang
5. Elevasi (ketinggian pertumbuhan koloni bakteri)
a) Flat : ketinggian tidak terukur, nyaris rata dengan medium
b) Raised : ketinggian nyata terlihat, namun rata pada seluruh
permukaan
c) Convex : bentuk cembung seperti tetesan air
d) Umbonate : bentuk cembung dibagian tengah lebih menonjol

16
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum


Pelaksanaan praktikum bakteriologi III dilaksanakan pada hari jumat dan
sabtu, tanggal 15 dan 16 maret 2019. Bertempat dilaboratorium Kimia &
Mikrobiologi STIKES Bina Mandiri Gorontalo.
3.2 Alat
Adapun alat yang digunakan pada praktikum kali ini ialah autoklaf,
inkubator, coloni conter, tabung reaksi, pipet tetes, cawan petri, erlenmeyer,
dan vortex.
3.3 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum kali ini ialah sampel
bahan makanan, NaCl fisiologis, dan nutrient agar (NA).
3.4 Prosedur Kerja
3.4.1 Hari Pertama (Pembuatan suspensi sampel makanan dan penanaman
koloni)
1. Tandailah 5 cawan petri dengan nama sampel makanan yang akan
diuji dan pengencerannya (10-1, 10-2, 10-3, 10-4, dan kontrol).
2. Cairkan media NA pada hot plate.
3. Timbang 1 gr sampel makanan yang telah dihaluskan.
4. Tambahkan NaCl fisiologis 90 ml.
5. Siapkan 5 tabung reaksi. 3 tabung reaksi dimasukkan NaCl
fisiologis 9 ml, 1 tabung reaksi dibiarkan kosong, dan 1 tabung
reaksi sebagai konrol.
6. Pindahkan 1 ml sampel dari beaker gelas yang berisi 90 ml ke
tabung 10-1.
7. Setelah itu pindahkan 1 ml sampel dari tabung 10-1 ke tabung 10-2.
Begitupun seterusnya sampai pada tabung 10-4.
8. Kemudian ke 5 tabung tersebut dimasukkan pada cawan petri
masing-masing.
9. Tambahkan masing-masing cawan petri media NA secukupnya.
10. Inkubasi seluruh lempeng dengan posisi terbalik 24 jam.

17
3.4.2 Hari Kedua (Pembacaan koloni pada media NA)
1. Keluarkan media NA yang sudah diinkubasi selama 24 jam pada
inkubator
2. Hitung jumlah koloni bakteri pada media NA mengggunakan
koloni conter.

18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Berdasarkan hasil praktikum Bakteriologi tentang Angka Lempeng
Total Makanan dari tahu goreng yaitu sebagai berikut :
Sampel Gambar Hasil

Didapatkan hasil dari


pengenceran 10-1
yaitu jumlah koloni
sebanyak 25

Pengenceran 10-1

Didapatkan hasil dari


pengenceran 10-2
Tahu goreng yaitu jumlah koloni
sebanyak 15

Pengenceran 10-2

Didapatkan hasil dari


control yaitu terdapat
koloni.

Control
Tabel 4.1 Hasil Praktikum ALT Makanan Dari Tahu Goreng

19
4.2 Pembahasan

Uji mikrobiologis suatu sediaan merupakan salah satu uji yang sangat
penting untuk mengetahui kualitas suatu sediaan. Makanan berasal dari alam
yaitu dari hewan, tumbuhan, mineral ataupun sediaan galeniknya. Oleh
karena didalam pengadaannya bahan-bahan tersebut mengalami proses
pengangkutan dan penyimpanan dalam waktu yang cukup lama. Sehingga
dalam proses tersebut dapat terjadi pertumbuhan mikroba didalamnya. Untuk
mengetahui bahwa bahan baku, bahan tambahan maupun sediaan jadi tidak
mengalami perubahan sifat serta bebas dari kontaminan mikroba, maka
diperlukan uji mikrobiologis, meliputi pengujian angka lempeng total (ALT),
dan uji cemaran bakteri / kapang. Jika telah dilakukan uji-uji tersebut, dan
tidak ditemukan bakteri dan kapang yang sesuai standar SNI, maka produk
tersebut layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat.
Penentuan ALT (Angka Lempeng Total) merupakan metode kuantitatif
yang digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba yang ada pada suatu
sampel (BPOM, 2008). Berdasarkan data dan analisis data dapat diketahui
bahwa sampel makanan yang digunakan untuk perhitungan ALT koloni
bakteri ini adalah kue mari. Sampel makanan tersebut termasuk pada
kelompok gorengan, yang merupakan makanan yang terbuat dari tepung
terigu dengan penambahan bahan makanan lain dengan proses pemanasan
dan pencetakan. Akan tetapi.
Dalam percobaan tentang perhitungan jumlah mikroba digunakan metode
total plate count (TPC). metode ini merupakan analisis untuk menguji
cemaran mikroba dengan menggunakan metode pengenceran dan metode
cawan tuang. Metode cawan tuang adalah metode per plate. Metode ini
dilakukan dengan mengencerkan sumber isolate yang telah diketahui beratnya
ke dalam 9 ml larutan garam fisiologis, larutan yang digunakan sekitar 1 ml
suspense ke dalam cawan petri steril, dilanjutkan dengan menuangkan media
penyubur media untuk makanan mikroba.(dwidjoseputro. 2005)
Sampel yang digunakan pada percobaan ini dibuat dalam berbagai tingkat
pengenceran yaitu , dan dengan tujuan memperkecil konsentrasi pengawet
yang digunakan oleh sediaan tersebut dan untuk memudahkan perhitungan

20
jumlah koloni bakteri yang tumbuh. Dari hasil percobaan yang dilakukan
didapatkan hasil dengan perhitungan menggunakan digital coloni counter
didapatkan hasil yang berbeda-beda dari tiap-tiap cawan petri dengan
pengenceran yang berbeda namun dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
tingkat pengenceran yang dilakukan maka semakin sedikit mikroba yang
tumbuh dalam media. Dapat kita lihat pada pengenceran 10-1(24jam)
didapatkan pehitungan koloni sebanyak 25 koloni, pada pengenceran 10-
2
(24jam) didapatkan hasil perhitungan sebanyak 15 koloni.
Bakteri sendiri dapat tumbuh dan berkembang biak seiring dengan waktu.
Ini dapat dilihat dari jumlah koloni maupun jamur di masing-masing
pengenceran pada waktu 24 jam. Kemampuan reproduksi bakteri dengan cara
membelah diri dan ditunjang dengan media penumbuh akan membantu
pertumbuhan bakteri.
Dilakukan pengenceran sampai berfungsi untuk mengurangi jumlah
mikroba. Dan dapat melihat perbedaan mikroba yang tumbuh atau
baerkembang dari pengenceran 10-1 dan 10-2. Bertujuan untuk memperkecil
jumlah mikroba yang tersuspensi dalam cairan sehingga untuk membantu
perhitungan jumlah mikroba. Dalam melakukan percobaan dilakukan
beberapa perlakuan yaitu memanaskan pinggiran cawan petri agar bakteri
yang telah diinginkan tidak tumbuh dan mencegah terjadinya kontaminasi.
Dihomogenkan larutan dengan vortex agar tidak terjadi dua fase dan larutan
tercampur merata. Ditimbang sampel agar sesuai dengan takaran.
Terdapat factor kesalahan dalam melakukan percobaan ini yaitu kurang
teliti dalam menghitung, jumlah mikroba sehigga hasil yang didapatkan tidak
tepat, kurang aseptiknya praktikan dalam bekerja sehingga dalam cawan petri
control media dan control pelarut terdapat bakteri sehingga bukan tidak
mungkin bakteri yang ada pada sampel tidak murni berasal dari sampel itu
sendiri tapi bias disebabkan dari media, pelarut, ataupun kesalahan praktikan
yang tidak aseptic. Pengenceran yang dilakukan pun hanya sampai 10-
2
karena kesalahan praktikan yang kurang berkonsenterasi dalam bekerja.
Perhitungan ALT bakteri ini memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan
yang tentunya perlu diatasi dan dipertimbangkan saat pelaksanaan uji

21
sehingga dampak dari kekurangan yang ada dapat diminimalisir. Menurut
Buckle (1987), keuntungan dari metode pertumbuhan agar atau metode uji
Angka Lempeng Total adalah dapat mengetahui jumlah mikroba yang
dominan. Adapun kelemahan dari metode ini adalah:
1. Kemungkinan terjadinya koloni yang berasal lebih dari satu sel mikroba,
seperti pada mikroba yang berpasangan, rantai atau kelompok sel.
2. Kemungkinan ini akan memperkecil jumlah sel mikroba yang sebenarnya.
3. Kemungkinan adanya jenis mikroba yang tidak dapat tumbuh karena
penggunaan jenis media agar, suhu, pH, atau kandungan oksigen selama
masa inkubasi.
4. Koloni dari beberapa mikroorganisme terutama dari contoh bahan pangan,
kadang-kadang menyebar di permukaan media agar, sehingga menutupi
pertumbuhan dan perhitungan jenis mikroba lainnya .
5. Penghitungan dilakukan pada media agar yang jumlah populasi
mikrobanya antara 30–300 koloni. Bila jumlah populasi kurang dari 30
koloni akan menghasilkan penghitungan yang kurang teliti secara statistik,
namun bila lebih dari 300 koloni akan menghasilkan hal yang sama karena
terjadi persaingan diantara koloni.
6. Penghitungan populasi mikroba hanya dapat dilakukan setelah masa
inkubasi yang umumnya membutuhkan waktu 24 jam atau lebih.
Berdasarkan pernyataan diatas dapat diketahui bahwa secara statistik
perhitungan ALT koloni bakteri pada praktikum ini kurang teliti karena
jumlah populasi kurang dari 30 koloni.

22
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Uji mikrobiologis suatu sediaan merupakan salah satu uji yang sangat
penting untuk mengetahui kualitas suatu makanan, Penentuan ALT (Angka
Lempeng Total) merupakan metode kuantitatif yang digunakan untuk
mengetahui jumlah mikroba yang ada pada suatu sampel. Berdasarkan data
dan analisis data dapat diketahui bahwa sampel makanan yang digunakan
untuk perhitungan ALT koloni bakteri ini adalah tahu goreng. Metode ini
merupakan analisis untuk menguji cemaran mikroba dengan menggunakan
metode pengenceran dan metode cawan tuang.
Berdasarkan pernyataan diatas dapat diketahui bahwa secara statistik
perhitungan ALT koloni bakteri pada praktikum ini pada pengenceran 10-
1
(24jam) didapatkan pehitungan koloni sebanyak 25 koloni, pada
pengenceran 10-2 (24jam) didapatkan hasil perhitungan sebanyak 15 koloni
5.2 Saran
Adapun saran untuk praktikan agar kiranya bagi praktikan yang
melakukan praktikum supaya memahami adanya koloni dalam media yang
ditanam supaya praktikum yang dilakukan dapat berjalan dengan lancar.

23
DAFTAR PUSTAKA

Basoeki, Soedjono. 2004. Anatomi dan Fisiologi Manusia Buku Penuntun


Kegiatan Laboratorium. Malang: Institut Keguruan dan Ilmu
Kependidikan FMIPA Murusan Biologi
BPOM. (2008). Pengujian Mikrobiologi Pangan. Jakarta: Pusat Pengujian Obat
Dan Makanan Badan Pengawasan Obat Dan Makanan Republik Indonesia.

Buckle, K.A.,2005. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press.Jakarta


Budiyanto, M.A.K., (2002), Dasar-dasar Ilmu Gizi, Malang: UMM Press. Hal.
149.
Fardiaz, S.,2002. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Jawetz, E, J. melnick, et al., 2005. Jakarta: EGC Jawetz, melnick & Adelberg
Mikrobiologi Kedokteran.
Jawetz., et al. 2007. Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick, & Adelberg,
Ed.23, Translation of Jawetz, Melnick, and Adelberg’s Medical
Microbiology, 23thEd. Alih bahasa oleh Hartanto, H., et al. Jakarta: EGC

Joko Wibowo, D. dan Ristanto. 2009. Petunjuk Khusus Deteksi Mikroba Pangan.
Yogyakarta: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gadjah
Mada.

Soewolo, Basoeki Soedjono danTiti Yudani. 2005. Fisiologi Manusia. Malang:


Universitas Negeri Malang.

Sonjaya, H. 2010. Bahan Ajar Fisiologi Ternak Dasar. Fakuiltas Peternakan-


Yogjakarta:ANDI Yogyakarta

Sopandi,T dan Wardah. 2014.Mikrobiologi Pangan Teori dan Praktik. Maya(ed).


Universitas Hasanuddin. Makassar.

Thayib, S dan Abu Amar. 2009. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi Pangan.


Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Teknologi Indonesia.
LAMPIRAN

Alat dan Sampel Sampel yang Telah Proses Penimbangan


Dihaluskan Sampel

Proses Melarutkan Sampel dengan Proses Pemindahan


Menggunakan NaCl Fisiologis Suspensi Sampel

Hasil lempeng yang telah diinkubasi selama 24 jam


pada suhu 37oC

Anda mungkin juga menyukai