Anda di halaman 1dari 16

SINOPSIS

PENDEKATAN ILMU SOSIAL DALAM KESEHATAN MASYARAKAT

“ DETERMINAN SOSIAL KESEHATAN ”

PENDAHULUAN

Saat ini, trend isu global mulai menaruh perhatian pada hal-hal di luar bidang
kesehatan. Hal lain di luar bidang kesehatan ini disinyalir turut andil, dan bahkan berkorelasi
sangat kuat turut mempengaruhi kinerja sistem pelayanan kesehatan. Hal inilah yang
dikembangkan oleh WHO sebagai kajian Sosial Determinant of Health (Determinan Sosial
Kesehatan).

Pada tanggal 19-21 Oktober 2011, diselenggarakan World Conference on Social


Determinants of Health di Rio de Janeiro, Brazil. WHO mendefinisikan pengeran Determinan
Sosial Kesehatan sebagai berikut. “The social determinants of health are the condions in
which people are born, grow, live, work, and age, including the health system. These
circumstances are shaped by the distribuon of money, power, and resources at global, naonal
and local levels. The social determinants of health are mostly responsible for health inequies
- the unfair and avoidable differences in health status seen within and between countries.”
“Determinan sosial kesehatan adalah sebuah kondisi di mana orang dilahirkan, tumbuh,
hidup, bekerja, dan tua, termasuk di dalamnya kondisi sistem kesehatan. Kondisi ini dibentuk
oleh distribusi uang, kekuasaan, dan sumber daya di angkat global, nasional dan lokal.
Determinan sosial kesehatan sebagian besar bertanggung jawab atas ketidaksetaraan dalam
kesehatan, perbedaan yang tidak adil dan seharusnya dihindari dalam status kesehatan, baik
dilihat dalam suatu negara maupun antar negara” (WHO, 2011).

Model Pelangi Determinan Sosial Kesehatan

Dahlgren dan Whitehead dalam (Laksono & Rachmawati, 2013) mengemukakan


sebuah “Model Pelangi Determinan Sosial Kesehatan”, yang berbicara tentang beberapa
lapisan pengaruh pada kesehatan. Dahlgren dan Whitehead menggambarkan teori ekologi
sosial untuk kesehatan. Mereka berusaha untuk memetakan hubungan antara individu,
lingkungan, dan penyakit. Individu berada di pusat dengan satu set gen tetap. Sementara, di

1
sekitar individu adalah faktor yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan yang dapat
dimodifikasi.

Gambar 1. Model Pelangi Determinan Sosial Kesehatan

(Sumber: Laksono & Rachmawati, 2013)

Lapisan pertama adalah perilaku pribadi dan cara hidup yang dapat meningkatkan
atau merusak kesehatan, misalnya pilihan untuk merokok atau tidak. Individu dipengaruhi
oleh pola persahabatan dan norma-norma masyarakat mereka. Lapisan kedua adalah
pengaruh sosial dan masyarakat, yang memberikan dukungan timbal balik bagi anggota
masyarakat dalam kondisi yang tidak menguntungkan. Lapisan ketiga meliputi faktor
struktural: perumahan, kondisi kerja, akses ke fasilitas pelayanan, dan penyediaan fasilitas
penting.

Secara umum, model yang dikemukakan Dahlgren dan Whitehead ini paling banyak
diacu oleh para pemerhati determinan sosial kesehatan. Senada dengan kajian-kajian
determinan sosial kesehatan sebelumnya, hasil penelian yang dirilis oleh University of
Kansas merekomendasikan tiga faktor yang melingkupi determinan sosial kesehatan, yaitu:

 Ketimpangan Pendapatan.
Ketimpangan pendapatan menggambarkan sejauh mana pendapatan didistribusikan
merata antar penduduk pada suatu wilayah. Amerika Serikat, sebagai salah satu
daerah yang paling sering melakukan pengukuran terkait hal ini, menunjukkan trend
meningkat selama empat dekade terakhir.
 Keterkaitan Sosial.

2
Berbagai penelian menunjukkan bahwa ada ‘rasa memiliki’, entah itu di keluarga
besar, jaringan pertemanan, relawan atau keikutsertaan dalam organisasi sosial, atau
perkumpulan keagamaan, berkaitan dengan hidup yang lebih lama dan kesehatan
yang lebih baik, serta parsipasi masyarakat.
 Rasa Keberhasilan Pribadi atau Bersama.
Hal ini mengacu pada pengeran masyarakat tentang kendali atas kehidupan mereka.
Orang dengan rasa keberhasilan yang tinggi cenderung bisa hidup lebih lama,
menjaga kesehatan dengan lebih baik, dan berparsipasi lebih aktif dalam kehidupan.

KETIDAKSETARAAN KESEHATAN

Faktor-faktor utama dalam ketidakseimbangan kesehatan menurut Commission On Social


Determinants Of Health (CSDH): (WHO 2010)

1. Faktor sosial ekonomi atau faktor materi, termasuk faktor-faktor seperti kualitas
perumahan dan lingkungan, potensi daya beli (misalnya keuangan membeli makanan
sehat, pakaian hangat, dll) dan lingkungan kerja fisik
2. Faktor psikososial termasuk stressor psikososial, situasi dan hubungan sosial,
keterasingan dan dukungan sosial.
3. Faktor perilaku dan gaya hidup meliputi nutrisi, aktifitas fisik, konsumsi tembakau dan
alkohol.

Tiga pendekatan untuk mengurangi kesenjangan kesehatan berdasarkan pada : (WHO 2010)

1. Program yang ditargetkan untuk kelompok yang kurang beruntung yang bertujuan untuk
meningkatkan kesehatan dari kelompok tersebut.
2. Mempersempit kesenjangan kesehatan antara kelompok yang miskin dan kaya.
3. Mengurangi kesenjangan sosial kesehatan di seluruh populasi dan membuat semua aspek
kesehatan menjadi lebih adil di semua jenjang.

Kerangka CSDH, WHO (2010) mengkonseptualisasikan sistem kesehatan itu sendiri


sebagai penentu sosial dari kesehatan. Sistem kesehatan memainkan peran penting dalam
memediasi konsekuensi diferensial penyakit di kehidupan masyarakat. Negara harus
bertanggung jawab untuk mengembangkan suatu sistem kesehatan yang fleksibel yang bisa
memfasilitasi akses dan partisipasi masyarakat.

DETERMINAN SOSIAL BERPERAN SISTEM KESEHATAN

3
Social determinants of health, menurut WHO adalah kondisi sosial yang
mempengaruhi kesempatan seseorang untuk memperoleh kesehatan. Faktor-faktor seperti
kemiskinan, kekurangan pangan, ketimpangan sosial dan diskriminasi, kondisi masa kanak-
kanak yang tidak sehat serta rendahnya status pekerjaan merupakan penentu penting dari
terjadinya penyakit, kematian, dan ketidakseimbangan kesehatan antar maupun di dalam
sebuah negara. (Rahma.P.A, et al.,2016).

Gambar 2. Kerangka kerja konseptual Commission on Social Determinants of Health (CSDH) (WHO,2010)

Dalam gambar terlihat bagaimana mekanisme sosial, ekonomi, dan politik dapat
meningkatkan posisi sosioekonomi masyarakat yang terbagi berdasarkan penghasilan,
edukasi, pekerjaan,gender, ras, dll. Posisi sosioekonomi ini akan membentuk determinan
kesehatan tersendiri. Kondisi sakit akan mengubah posisi sosial seseorang, demikian pula
adanya epidemi akan mempengaruhi kondisi sosial, ekonomi dan politik di masyarakat.
(WHO,2010)

Badan kesehatan dunia WHO pada tahun 2014 telah mencanangkan program yang
disebut UHC 2030 (Universal Health Coverage by the year 2030), yaitu tercapainya
ketersediaan layanan kesehatan yang layak bagi seluruh masyarakat pada tahun 2030. Saat itu
tercatat paling sedikitnya setengah dari jumlah warga dunia masih belum mendapatkan
layanan kesehatan yang layak. Yang dimaksud dengan UHC adalah setiap individu dan
komunitas mendapat layanan kesehatan yang mereka butuhkan tanpa terkendala masalah

4
finansial. Termasuk di dalamnya adalah seluruh layanan kesehatan berkualitas, mulai dari
promosi sampai prevensi, pengobatan, rehabilitasi dan perawatan paliatif. (WHO, 2017)
Indonesia pun sejak tahun 2014 telah mulai menjalankan program Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) sebagai salah satu dari lima program jaminan sosial dalam Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN). SJSN adalah program negara yang bertujuan untuk memberi
perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sedangkan JKN adalah
program jaminan sosial yang diselenggarakan secara nasional dengan tujuan untuk menjamin
agar peserta dan anggota keluarganya memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan
perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. (Putri, 2014). Melalui program
ini, setiap penduduk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan hidup dasar yang layak apabila
terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya pendapatan, karena
menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut, atau
pensiun.

Disusunnya SJSN merupakan bentuk tanggungjawab pemerintah terhadap kesejahteraan


sosial masyarakatnya, karenanya SJSN disusun berdasarkan beberapa pemikiran filosofis,
yaitu: (Putri, 2014)
- Penyelenggaraan SJSN berlandaskan pada hak asasi manusia dan hak konstitusional
setiap orang.
- Penyelenggaraan SJSN adalah wujud tanggung jawab Negara dalam pembangunan
perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial
- Program jaminan sosial ditujukan untuk memungkinkan setiap orang mampu
mengembangkan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat.
- Penyelenggaraan SJSN berdasarkan asas kemanusiaan dan berkaitan dengan
penghargaan terhadap martabat manusia.
- Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk terpenuhinya kebutuhan dasar
hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.

Dalam dokumen Kementerian Kesehatan, Sistem Kesehatan Nasional (SKN )


didefinisikan sebagai suatu tatanan yang menghimpun upaya Bangsa Indonesia secara
terpadu dan saling mendukung, guna menjamin derajat kesehatan yang setinggi-tingginya
sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945.

Dalam batas-batas yang telah disepakati, tujuan sistem kesehatan adalah:

5
1. Meningkatkan status kesehatan masyarakat. Dapat dinilai dengan berbagai indikator,
antara lain Angka Kematian Ibu, Angka Kematian Bayi, dan Angka kejadian
penyakit.
2. Meningkatkan responsiveness terhadap harapan masyarakat yang berarti masyarakat
puas terhadap pelayanan kesehatan.
3. Menjamin keadilan dalam kontribusi pembiayaan. Sistem kesehatan diharapkan
memberikan proteksi dalam bentuk jaminan pembiayaan kesehatan bagi yang
membutuhkan.

Saat ini Badan Litbang Kesehatan yang merupakan penanggung jawab untuk ketersediaan
data bagi Kementerian Kesehatan RI., termasuk di dalamnya data tentang determinan sosial
kesehatan ibu dan anak. Hal ini diperkuat dengan didirikannya Pusat Humaniora, Kebijakan
Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat (Pusat Humaniora) untuk membuktikan keseriusan
perhatian dalam hal tersebut. Sebagai salah satu kepanjangan tangan dari Badan Litbang
Kesehatan, Pusat Humaniora banyak bergerak pada bidang kajian yang beyond health.
Bidang kajian tersebut meliputi hukum dan etika kesehatan, budaya, psikologi, sosiologi,
religi, ekonomi, pemberdayaan masyarakat, serta kebijakan kesehatan. (Laksono &
Rachmawati, 2013)

PROGRAM KESEHATAN DENGAN PENDEKATAN ILMU SOSIAL

Penerapan JKN di Indonesia, melalui mekanisme asuransi sosial dengan prinsip kendali
biaya dan mutu. Yakni integrasinya pelayanan kesehatan yang bermutu dengan biaya yang
terkendali. Keuntungan memiliki asuransi kesehatan sosial selain premi yang terjangkau
dengan manfaat komprehensif, adalah kepastian pembiayaan pelayanan kesehatan yang
berkelanjutan (sustainabilitas) dan dapat dilayani di seluruh wilayah Indonesia (portabilitas).
(Kemenkes RI, 2014)

Menurut Sunarsih,dkk dalam Wibowo (2014) di sebutkan bahwa program-program


dengan pendekatan ilmu sosial dalam bidang kesehatan masyarakat yang telah dilakukan di
Indonesia antara lain adalah sebagai berikut :
 Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM)
UKBM (Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat) adalah salah satu wujud nyata peran
serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan. Contoh bentuk Kegiatan UKBM ini
adalah Polindes (Pondok Bersalin Desa), POD (Pos Obat Desa), Pos UKK (upaya
Kesehatan Kerja), TOGA (Taman Obat Keluarga), dana sehat, dan lain-lain. Kegiatan-

6
kegiatan UKBM difokuskan kepada upaya surveilans berbasis masyarakat, kedaruratan
kesehatan dan penanggulangan bencana serta penyehatan lingkungan.
 Desa Siaga
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 564 Tahun 2006, Desa Siaga adalah desa
yang memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan untuk mencegah dan mengatasi
masalah-masalah kesehatan (bencana dan kegawat daruratan kesehatan) secara mandiri.
Tujuan umum dari program ini adalah percepatan terwujudnya masyarakat desa dan
kelurahan yang peduli, tanggap, dan mampu mengenali, mencegah serta mengatasi
permasalahan kesehatan yang dihadapi secara mandiri, sehingga derajat kesehatannya
meningkat.
 Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah pendekatan untuk mengubah
perilaku higienis dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode
pemicuan. STBM bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat dalam hal tidak buang
air sembarangan guna memutus mata rantai penularan penyakit, Cuci Tangan Pakai
Sabun dengan air yang mengalir dan Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga (PAM RT)
dimana air yang digunakan sebagai air minum dan untuk produksi makanan serta
keperluan lainnya seperti sikat gigi dan berkumur dikelola, disimpan dan dimanfaatkan
secara higienis. Termasuk pengelolaan sampah dan limbah rumah tangga.

Sudah dikembangkan pula beberapa program promosi kesehatan berupa :

 Strategi pokok promosi kesehatan


Strategi promosi kesehatan di Indonesia meliputi dimensi Komunikasi Informasi Edukasi
(KIE), advokasi, pemberdayaan masyarakat dan kemitraan, (Euis Sunarsih, 2014)
Dalam Konferensi Internasional Promosi Kesehatan di Ottawa Kanada tahun 1986 telah
menghasilkan Piagam Ottawa (The Ottawa Charter) yang berisi 5 (lima) butir
kesepakatan yang meliputi :
1. Kebijakan berwawasan kesehatan (Healthy Public Policy)
2. Lingkungan yang mendukung (Supportive Environment)
3. Gerakan masyarakat (Community Action)
4. Keterampilan individu (Personal Skill)
5. Reorientasi pelayanan kesehatan (Reorient Health Service) (Sutomo, 2011)

 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

7
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan salah satu strategi yang dapat
ditempuh untuk menghasilkan kemandirian di bidang kesehatan baik pada masyarakat
maupun pada keluarga, melalui pemberian informasi dan pendidikan kesehatan. Kondisi
sehat dapat dicapai dengan mengubah perilaku dari yang tidak sehat menjadi perilaku
sehat dan menciptakan lingkungan yang sehat di rumah tangga. Rumah tangga ber-PHBS
berarti mampu menjaga, meningkatkan dan melindungi kesehatan setiap anggota rumah
tangga dari gangguan ancaman penyakit dan lingkungan yang kurang kondusif untuk
hidup sehat. Penerapan PHBS di rumah tangga merupakan tanggung jawab setiap
anggota rumah tangga, yang juga menjadi tanggung jawab pemerintah beserta sektor
terkait untuk memfasilitasi kegiatan PHBS di rumah tangga agar dapat dijalankan secara
efektif. Tujuan dari srategi PHBS adalah meningkatnya rumah tangga ber-Perilaku
Hidup Bersih Sehat (PHBS) di desa kabupaten/kota seluruh Indonesia. (Euis Sunarsih,
2014)

Berikut adalah indikator yang harus dipenuhi rumah tangga dengan PHBS seperti yang
disebutkan oleh Sunarsih dkk dalam Wibowo (2014) :

1. Persalinan oleh tenaga kesehatan


2. Memberi bayi ASI Eksklusif
3. Menimbang balita setiap bulan
4. Menggunakan air bersih
5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
6. Menggunakan jamban sehat
7. Memberantas jentik di rumah sekali semimggu
8. Makan sayur dan buah setiap hari
9. Melakukan aktifitas fisik setiap hari
10. Tidak merokok di dalam rumah.

PERAWATAN KESEHATAN BERBASIS NILAI MEMACU INVESTASI KEBUTUHAN


SOSIAL
Di era JKN pelayanan kesehatan di rumah sakit tidak bisa lagi berbasis profit dalam
arti mencari keuntungan finansial. Rumah sakit harus dapat memenuhi kebutuhan sosial
pasiennya. Sebagai contoh pasien yang dirawat di rumah sakit dalam keadaan parah tetapi
tidak mempunyai biaya, idealnya harus tetap mendapatkan semua tatalaksana yang
diperlukan tanpa melihat besarnya biaya yang diperlukan karena sudah terjamin oleh asuransi

8
kesehatan. Pihak rumah sakit pun tidak perlu khawatir dengan biaya yang diperlukan,
tugasnya adalah memberi layanan kesehatan yang layak serta memberi rasa nyaman dan
aman bagi pasien, dengan tetap melakukan kendali mutu dan kendali biaya. Pembiayaan
kesehatan pasien seperti ini selayaknya menjadi tanggungjawab penyelenggara jaminan
kesehatan. Penelitian menunjukkan bahwa pasien akan membaik lebih cepat dengan
terpenuhinya kebutuhan sosial mereka melalui perawatan berbasis nilai yang mereka
dapatkan selama di rumahsakit. (Lee & Kobra, 2017)

Bagaimana sistem perawatan kesehatan memenuhi kebutuhan social (Lee & Kobra,
2017)
1. Dukungan sosial
Seseorang dalam kondisi sosial rendah, termasuk kondisi miskin, cenderung
mempengaruhi kondisi kesehatannya. Sebaliknya kondisi seseorang dengan penyakit
tertentu dapat membuatnya terisolasi secara sosial sehingga makin memperburuk kondisi
kesehatannya. Perawatan di rumah sakit hendaknya memperhatikan kondisi sosial pasien
dan mempersiapkannya untuk kembali ke masyarakat.
2. Kekerasan antar pribadi
Penelitian menunjukkan bahwa intervensi kekerasan berbasis rumah sakit dapat secara
signifikan mengurangi kekerasan
3. Perumahan
Kondisi perumahan yang nyaman mengurangi angka readmisi dan memungkinkan pasien
untuk berobat jalan
4. Angkutan
Sarana angkutan yang baik memungkinkan peningkatan layanan kesehatan, termasuk
sarana transportasi online
5. Kerawanan pangan
Fasilitas kesehatan dapat membantu mengatasi masalah kerawanan pangan dengan
menyediakan makanan sehat bagi masyarakat, terutama anak-anak
6. Pekerjaan
Individu yang menganggur lebih rentan mengalami perburukan kesehatan, mengalami
depresi, bahkan kematian. Apalagi pengangguran berkorelasi dengan determinan social
lainnya, termasuk kerawanan pangan dan kondisi perumahan yang buruk
7. Kebutuhan utilitas

9
Di Amerika dokter bisa membuat surat keterangan agar seseorang yang sedang sakit
terhindar dari pemutusan utilitas (air dan listrik) agar tetap dapat menjaga kondisi
kesehatannya
8. Pendidikan
Tingkat pendidikan sangat berpengaruh pada tingkat kesehatan seseorang. Penyedia
layanan kesehatan di Amerika yang disponsori oleh pemerintah memberi beasiswa pada
anggotanya yang memenuhi syarat.

PENDANAAN PROGRAM KESEHATAN

Kerangka pendanaan dan pelaksanaan program terkait dengan HIV, TB, Malaria dan
immunisasi terhadap penyakit menular yang sudah bisa dicegah seperti yang tercantum dalam
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015 – 2019 meliputi peningkatan
pendanaan dan efektifitas pendanaan. Peningkatan pendanaan kesehatan dilakukan melalui
peningkatan proporsi anggaran kesehatan secara signifikan sehingga mencapai 5% dari
APBN pada tahun 2019. Peningkatan pendanaan kesehatan juga melalui dukungan dana dari
Pemerintah Daerah, swasta dan masyarakat serta sumber dari tarif/pajak maupun cukai.
Dalam upaya meningkatkan efektifitas pembiayaan kesehatan maka pendanaan kesehatan
diutamakan untuk peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin
melalui program Jaminan Kesehatan Nasional, penguatan kesehatan pada masyarakat yang
tinggal di daerah terpencil, kepulauan dan perbatasan, penguatan sub-sub sistem dalam
Sistem Kesehatan Nasional untuk mendukung upaya penurunan Angka Kematian Ibu, Bayi,
Balita, peningkatan gizi masyarakat dan pengendalian penyakit serta penyehatan lingkungan.
Untuk mendukung upaya kesehatan di daerah, Kementerian Kesehatan memberikan porsi
anggaran lebih besar bagi daerah melalui DAK, TP, Dekonsentrasi, Bansos dan kegiatan lain
yang diperuntukkan bagi daerah. Contoh pendanaan dari swasta untuk HIV, TB dan Malaria
adalah dana hibah dari Global Fund. Indonesia dan The Global Fund memperkuat kemitraan
mereka dengan meluncurkan dana hibah baru yang bergerak untuk mengakhiri epidemi HIV,
Tuberkulosis, dan Malaria untuk periode 2018 – 2020. Peluncuran hibah dilaksanakan pada
tanggal 12 Februari 2018 di Kementerian Kesehatan.( Rokom., 2018 )
Program JKN dilaksanakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Seluruh masyarakat secara bertahap diwajibkan menjadi peserta BPJS Kesehatan (selanjutnya
disebut BPJS), baik sebagai peserta PBI (Penerima Bantuan Iuran) ataupun non PBI.
Kepesertaan dalam BPJS non PBI antara lain merupakan mantan peserta Askes. Iuran yang

10
dibayarkan oleh anggota non PBI diharapkan akan dapat memberi subsidi silang bagi anggota
PBI. Dengan demikian azas kegotongroyongan terlihat betul dalam pelaksanaan JKN ini.
(Rusdi dkk, 2015)
Sayangnya pada pelaksanaannya, pembiayaan jaminan kesehatan tidak terkelola dengan
baik, akibatnya banyak tagihan rumah sakit yang tertunggak. Hal ini dapat terjadi antara lain
karena sistem kepesertaan yang belum menyeluruh dengan iuran yang banyak tertunggak
sementara layanan yang diberikan seakan tak terbatas.

Penerapan JKN di Indonesia, melalui mekanisme asuransi sosial dengan prinsip kendali
biaya dan mutu. Yakni integrasinya pelayanan kesehatan yang bermutu dengan biaya yang
terkendali. Keuntungan memiliki asuransi kesehatan sosial selain premi yang terjangkau
dengan manfaat komprehensif, adalah kepastian pembiayaan pelayanan kesehatan yang
berkelanjutan (sustainabilitas) dan dapat dilayani di seluruh wilayah Indonesia (portabilitas).
(Kemenkes RI, 2014)

Pendanaan masyarakat dengan masalah sosial untuk berobat di rumah sakit selain
BPJS

Negara membayar iuran BPJS masyarakat miskin melalui PBI. Namun masih saja ada
berita bahwa ada masyarakat yang tidak terlayani di Rumah Sakit akibat tidak memiliki kartu
BPJS. Selain itu BPJS hanya menanggung biaya rawat dan obat-obatan, namun tidak ada
celah untuk pembiayaan keluarga dari pasien miskin tersebut selama pasien di rawat misalnya
menanggung makan dan minumnya sehingga masih merupakan kesulitan tersendiri untuk
masyarakat tersebut berobat ke Rumah Sakit. Hal-hal ini dapat terjadi antara lain karena:
(Ridha, 2016)

1. Pemberian kartu miskin pada orang yang tidak tepat. Dalam hal ini pendataan yang tidak
falid, yaitu ada masyarakat yang mampu diberi kartu miskin sedangkan ditempat yang
sama masyarakat miskin ditempat tersebut ada yang tidak mendapatkan kartu miskin.
2. Proses pembuatan kartu BPJS yang berbelit-belit.
3. Adanya pungutan biaya yang dilakukan oleh pihak Rumah Sakit terhadap pasien
pengguna kartu miskin dengan alasan penyakit yang diderita oleh pasien tidak termasuk
dalam daftar tanggungan BPJS. Padahal pemerintah telah menyatakan pengobatan gratis
bagi masyarakat yang mendapat kartu BPJS.
4. Pelayanan yang diberikan terhadap pasien pengguna kartu BPJS dari segi pananganan
pasien lamban, jika dibandingkan dengan pasien umum. Benar mereka tidak membayar

11
tetapi semua biaya yang akan dikeluarkan oleh Rumah Sakit sudah menjadi tanggungan
pemerintah tindakan ini melanggar pasal 4 Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen yang disebutkan bahwa setiap konsumen berhak untuk
diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

Untuk itu terdapat berbagai skema pembiayaan di luar BPJS dalam mengatasi hal tersebut
antara lain:

1. Pemerintah daerah melalui APBD. Contoh beberapa daerah yang masih melakukan
pembiayan masyarakat miskin walaupun telah melakukan integrasi program
Jamkesdanya ke BPJS adalah; Jember; program pelayanan kesehatan masyarakat
miskin dengan Surat Pernyataan Miskin (SPM). Program ini selain melibatkan RS
Pemerintah juga melakukan kerjasama dengan rumah sakit swasta. Pasien pengguna
SPM adalah warga miskin yang tidak terdaftar dalam daftar PBID (Penerima Bantuan
Iuran Daerah) dan penerima bantuan iuran (PBI) pemerintah pusat dalam Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Kesehatan. Anggaran jaminan kesehatan untuk mereka dialokasikan dalam
APBD Jember setiap tahun. (Wirawan, 2017)
2. Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR)
adalah tanggung jawab perusahaan kepada para pemangku kepentingan (stakeholders)
untuk berlaku etis, meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak
positif yang mencakup aspek ekonomi, sosial dan lingkungan (triple bottom line). Di
Indonesia, karena sebagian besar masyarakat di lingkungan industri kita berada dalam
kondisi kemiskinan, maka program CSR direkomendasikan untuk didedikasikan pada;
peningkatan pendapatan (ekonomi) atau kesejahteraan masyarakat, masalah-masalah
pekerjaan, peningkatan pendidikan, kesehatan masyarakat, penguatan kelembagaan
lokal serta tersedianya infrastruktur yang memadai. (Sari, 2016)
3. Sumbangan pribadi masyarakat. Contoh-contoh keberhasilan penggalian dana sosial
bagi rumah sakit sudah banyak didapat, baik di dalam maupun terutama di luar negeri.
Diantaranya MGH (Massachussets General Hospital) rumah sakit terkemuka di
Boston, memberi kesempatan masyarakat untuk menyumbang rumah sakit sesuai
minat dan keinginan masing-masing. Anggota masyarakat yang membayar US$ 100
akan diberi undangan ikut serta dalam kuliah masyarakat ilmiah Bulfinch sementara
yang membayar US$ 25.000 dapat memberikan namanya untuk dikenang di rumah

12
sakit. Bentuk sumbangan lain MGH dapat berupa untuk mendukung penelitian dan
pengembangan fasilitas pendidikan dengan memilih macam penyakit yang diinginkan
untuk menyumbang dan juga berupa mewariskan hartanya untuk rumah sakit. RS
Tabanan, Bali dan RSUD Syamsudin di Sukabumi, salah satu RS anggota Yakkum di
Solo, berhasil menarik dana dari pengusaha atau donatur untuk mendirikan bangunan
bangsal maupun pembangunan fisik. (Sari, 2016)
4. Organisasi atau badan-badan social. Contoh; RS Rumah Sehat Terpadu Dompet
Dhuafa menggunakan dana zakat dan infaq masyarakat, RS milik Yayasan Dompet
Dhuafa ini menyediakan pengobatan umum, spesialis hingga perawatan bersalin dan
bedah bagi rakyat miskin secara cuma-cuma. (Detikhealth, 2015)
5. Program pemerintah diluar JKN. Jampersal program Jampersal dimulai kembali di
tahun 2017 melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 61 tahun 2017
(MOH, 2017). Sejak tahun 2017, Jampersal didanai dari Dana Dekosentrasi yang
merupakan pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah (Dana
Alokasi Khusus atau DAK). Walaupun petunjuk teknis pelaksanaan Jampersal
bervariasi antar kabupaten/kota, program Jampersal II secara umum mencakup
pertolongan persalinan bagi ibu bersalin miskin yang belum memiliki jaminan dan
berhak menerima fasilitas perawatan Kelas III, sama seperti manfaat yang diterima
peserta PBI (penerima bantuan iuran) dari JKN. Jampersal juga menanggung sebagian
dari biaya tambahan seperti biaya ibu hamil tinggal di rumah tunggu kelahiran (RTK).
RTK digunakan oleh ibu hamil yang tinggal di daerah yang jauh dari fasilitas
kesehatan atau bidan, yang ingin berada dekat dengan fasilitas kesehatan sebagai
persiapan persalinan. Sesuai petunjuk teknis di bawah Permenkes 61/2017, Jampersal
mencakup layanan antenatal dan postnatal bagi ibu hamil dengan kehamilan berisiko
tinggi, ibu yang mengalami komplikasi atau keadaan darurat, walaupun petunjuk
teknis juga bervariasi antar kabupaten/kota. (Teplitskaya & Dutta, 2018)

KESIMPULAN
1. Determinan sosial kesehatan berperan penting menentukan kualitas kesehatan
masyarakat dan pelayanan kesehatan.
2. Negara bekerjasama dengan masyarakat mengatasi berbagai masalah sosial yang
berpengaruh pada kesehatan masyarakat.

13
3. Keberhasilan program JKN sebagai bagian dari SJSN menjadi salah satu kunci
keberhasilan pemerintah melaksanakan amanat rakyat dalam hal sosial dan
sekaligus kesehatan

DAFTAR PUSTAKA

Euis Sunarsih, R. A. R. H. N., 2014. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Ilmu Kesehatan
Masyarakat. In:( Wibowo,A 2014) Kesehatan Masyarakat di Indonesia, Konsep,Aplikasi dan
Tantangan. Jakarta: RajaGrafindo Persada, p. 217-240
Laksono , A. D. & Rachmawati, T., 2013. Tantangan Determinan Sosial Kesehatan Ibu &
Anak di Indonesia. [Online]
Available at: https://www.researchgate.net/publication/316191427
[Accessed 25 Oktober 2018].
Sutomo, B., 2011. [Online]
[Accessed 20 10 2018].

14
WHO, 2011. World Conference on Social Determinants of Health. Meeting Report. Rio de
Janeiro. 19-21 Oktober 2011. [Online]
Available at: http://www.who.int/sdhconference/en/
[Accessed 25 Oktober 2018].
Putri AE., 2014., Paham SJSN Sistem Jaminan Sosial Nasional. Diunduh dari
http://library.fes.de/pdf-files/bueros/indonesien/11023.pdf, Diunduh 23 Oktober 2018
Rahma, P.A., 2016. Social Determinants of Health Research - Mutu Pelayanan Kesehatan.
www.mutupelayanankesehatan.net, [online] Diunduh dari https://www.
mutupelayanankesehatan.net/index.php/component/content/article/. Diunduh 18 Oktober
2018.
WHO., 2010. A Conseptual Framework for Action on the Social Determinants of Health.
Social Determinants of Health discussion 2. Geneva: WHO Library Cataloq
Kementerian Kesehatan RI, 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. s.l.:Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Rusdi F, Hasan K, Firas M, Siswantari RJ, 2015. Fungsi-fungsi Kesehatan Masyarakat.
Dalam Wibowo A, penyunting. Kesehatan Masyarakat di Indonesia: Konsep, Aplikasi dan
Tantangan. Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa, hal 433-84.

Rokom., 2018. Indonesia and the Global Fund luncurkan dana hibah baru percepat akselerasi
akhiri epidemi HIV, TBC, dan malaria, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, [online]
Diunduh dari http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-
media/20180212/4224873/indonesia-dan-the-global-fund-luncurkan-dana-hibah-baru-
percepat-akselerasi-akhiri-epidemi-hiv-tbc-dan-malaria/. Diunduh 18 Oktober 2018.
Laksono , A. D., & Rachmawati, T. (2013, January). Tantangan Determinan Sosial
Kesehatan Ibu & Anak di Indonesia. Dipetik Oktober 25, 2018, dari
https://www.researchgate.net/publication/316191427
Euis Sunarsih, R. A. (2014). Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Dalam A. Wibowo, Kesehatan Masyarakat di Indonesia, Konsep,Aplikasi dan Tantangan
(hal. 217). Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Sutomo, B. (2011, 10). Dipetik 10 20, 2018, dari
https://dentalsemarang.wordpress.com/2011/02/17/isi-piagam-0ttawa-charter/.
WHO. (2011). World Conference on Social Determinants of Health. Meeting Report. Rio de
Janeiro. 19-21 Oktober 2011. Dipetik Oktober 25, 2018, dari
http://www.who.int/sdhconference/en/
Ridha, I. (2016). Perlindungan konsumen bagi pasien pengguna kartu BPJS di Rumah Sakit
Arifin Acmad Provinsi Riau. De Lega Lata , I (2).
Wirawan, O. (2017). Tak Semua RS Swasta Jember Ikut Rawat Pasien Miskin SPM. Dipetik
Oktober 26, 2018, dari Beritajatim.com [Online]:
http://beritajatim.com/pendidikan_kesehatan/299490/tak_semua_rs_swasta_jember_ikut_raw
at_pasien_miskin_spm.html. [Accessed 25 Oktober 2018]

15
Sari, D. P. (2016). Strategi Penggalian Dana CSR Bagi Pelayanan Kesehatan Di RS. Dipetik
Oktober 26, 2018, dari mutupelayanankesehatan.net [Online]:
https://www.mutupelayanankesehatan.net/index.php/component/content/article/22/751.
[Accessed 25 Oktober 2018]
Detikhealth. (2015). Di Rumah Sakit Ini, Orang Miskin Bisa Berobat Gratis. Dipetik Oktober
26, 2018, dari health.detik.com [Online]: https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-
2857856/di-rumah-sakit-ini-orang-miskin-bisa-berobat-gratis. [Accessed 25 Oktober 2018]
Teplitskaya, L., & Dutta, A. (2018). Apakah skema Jaminan kesehatan nasional Indonesia
meningkatkan akses ke layanan Ibu dan Bayi baru lahir? Washington: Health Policy Plus.
Lee, J. & Kobra, C., 2017. Social Determinants of Health : How are Hospitals and Health
Systems Investing in and Addressing Social needs ?. Deloitte.

16

Anda mungkin juga menyukai