A. JUDUL
Penetapan Kadar Caffein dalam Contoh Obat secara High Perfomance Thin Layer Chromatography (HPTLC)
B. TUJUAN
1. Dapat menetapkan kadar caffein dalam contoh obat secara HPTLC
2. Dapat mengoperasikan instrumen HPTLC sesuai prosedur
3. Dapat menghitung estimasi ketidakpastian pengukuran kadar Caffein dalam sampel obat
C. PRINSIP Senyawa
caffein
Senyawa caffein merupakan senyawa yang banyak terdapat dalam obat. Caffein dalam sampel obat ditetapkan secara HPTLC , dimana fasa diam
merupaka
berupa silika gel dalam bentuk plat tipis dan fasa gerak yang digunakan adalah campuran kloroform dengan aseton dan NH4OH (8;2;0,1mL) .
n senyawa
Pemisahan komponen didasarkan pada perbedaan koefisien distribusi dari masing-masing komponen antara fasa diam dengan fasa gerak. sampel
yang
dispotkan lalu dielusikan dan diukur dengan TLC scanner ( sinar UV ) maka kadar caffein dapat dihitung.
banyak
terdapat
dalam
obat.
Caffein
D. BAGAN KERJA dalam
sampel induk caffein 10000 ppm
1. Preparasi larutan
obat
Timbang 1000 mg
ditetapkan Masukkan ke Labu Takar Tera dengan Kloroform dan
Standar Caffein
secara 100 mL homogenkan
HPTLC ,
dimana
fasa diam
berupa
silika gel
dalam
2. Preparasi larutan deret standar dari induk caffein 10000 ppm
Conc. Caffein (mg/L) V yang dipipet (mL)
0 0,00
Caffein 500 1,25 Masukkan ke Tera dengan Kloroform dan
10000 ppm 1000 2,50 Labu Takar 25 mL homogenkan
1500 3,75
3. Preparasi Sampel
Timbang 10
Gerus halus dan
tablet Masukkan ke Labu Takar 25 mL, Saring larutan dan filtrat ditampung
timbang sebanyak
panadol satu Tera dengan dan homogenkan pada tabung reaksi ulir berpenutup
0,25 gram (triplo)
per satu
2,00 mL Masukkan ke tabung reaksi ulir dan Masukkan fase gerak ke salah Jenuhkan selama ± 15
Aseton homogenkan satu sisi pada chamber menit
0,10 mL
NH4OH
5. Pengukuran
Totolkan standar dan sampel pada Lempeng diukur dengan Selanjutnya lakukan
lempeng silika gel 60 F254 instrumen HPTLC ( detektor UV ) cara kerja sesuai
menggunakan syringe otomatis SOP HPTLC
Totolkan standar dan sampel pada Lempeng diukur dengan Selanjutnya lakukan
lempeng silika gel 60 F254 instrumen HPTLC ( detektor UV ) cara kerja sesuai
menggunakan syringe otomatis SOP HPTLC
E. DATA PENGAMATAN
Pengkondisian dan Pengukuran
Detektor UV
Lamp Deuterium (D2)
Fasa Diam Alumuniun Sheet Silica Gel
Fasa Gerak Kloroform : Aseton : Ammonia ( 8 : 2 : 0,1 )mL
Bobot Rerata per Tablet 0,6961 g
Bobot Sampel 1) 0,2498 g ; 2) 0,2500 g ; 3)0,2501 g
Etiket 65 mg/tablet
Panjang Gelombang Maks 276 nm
Position of First Track (X) 7,1
Scan Start Position (Y) 28,0
Distance Between Track 8,8
Regression Via Height Y = 190,3 + 0,2196X
r 0,96852
Sdv 9,74
Regression Via Area Y = 3677 + 7,31X
r 0,99996
Sdv 0,40
8000
6000
4000
2000
0
400 600 800 1000 1200 1400 1600
konsentrasi
2000
0
400 600 800 1000 1200 1400 1600
konsentrasi
bobot C terukur
bobot Volume Volume
Ulangan sampel luas area C terukur (mg/L) dalam sampel
tablet (g) LT (L) sampel (µL)
(g) (mg/tablet)
µPM µ reg
Yo = 10643.26
Intersept = 3677.48
Slope (b) = 7.31
RSD atau Sy/x = √∑(yi-yc)^2/(n-2) = 44.32
(yo-yr)^2 = 118310.77
1+1/n = 1.33
b^2∑(xi-xr)^2 = 26716149.43
1+1/n+((yo-yr)^2/b^2∑(xi-xr)^2) = 1.34
Sx atau µ reg = RSD / b √1+1/n+((yo-yr)^2/b^2∑(xi-xr)^2)
7.01
=
F. PEMBAHASAN
Kadar Caffein dalam sampel obat dapat ditentukan menggunakan alat HPTLC dengan bantuan silica gel sebagai fase diam dan fase geraknya berupa
kloroform, aseton, NH4OH dengan perbandingan ( 8 ; 2 ; 0,1 )mL. Pada saat dilakukan percobaan terjadi suatu kesalahan sistematis pada proses
penotolan pada sampel 1 yang kurang dari volume seharusnya sehingga proses elusi tidak terjadi pada titik tersebut. Lain halnya dengan apa yang
terjadi pada sampel 3 dimana pada proses penotolan volume yang dikeluarkan melebihi dari seharusnya sehingga tidak teridentifikasi namun proses
elusi terjadi. Dari kesalahan tersebut memengaruhi data yang dihasilkan dan data yang dihasilkan tidak bisa diolah, untuk itu digunakan data yang
telah disediakan. Dari data diatas diperoleh kadar Caffein dalam sampel obat yaitu sebesar (66,34 ± 12,82) mg/tablet dari kadar yang tertera pada
etiket yaitu sebesar 65 mg/tablet.
G. KESIMPULAN
1. Nilai Koefisien Korelasi regresi standar (r) adalah 0.9999, memenuhi syarat karena r > 0,995
2. %RSD Presisi sampel adalah 9,64%, memenuhi syarat karena %RSD < 5%
3. Pelaporan Konsentrasi analit (Caffein) dan estimasi ketidakpastian gabungan yang diperluas (66,34 ± 12,82)mg/Tablet
H. TES FORMATIF
1. Mengapa perlu dihitung nilai ketidakpastian pengukuran?
Jawab : karena nilai ketidakpastian dapat digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dalam percobaan.
Walaupun hasilnya tidak tepat dengan standarnya, namun dengan nilai ± dapat diketahui bahwa nilai hasil
percobaan masuk atau tidak dalam intervalnya. Nilai ± yang didapat dari estimasi ketidapastian meruapakan
gabungan sumber ketidakpastian yang disebabkan dari keterbatasan alat, waktu, kemampuan manusia, dll. oleh
karena itu dengan adanya penyertaan nilai ini maka data yang didapat bisa diterima dan dipertanggungjawabkan.
2. Mengapa pengukuran kafein dapat dilakukan menggunakan panjang
gelombang elektromagnetik UV?
Jawab : karena kafein dalam merupakan larutan tak berwarna, dan fase diam yang digunakan merupakan plat
tipis TLC silica gel 60 yang mampu menyerap sinar UV sehingga ketika sampel telah dielusi kemudian
dimasukkan ke alat TLC/HPTLC Scanner warnanya dapat terlihat.
3. Apa saja aspek kiritis yang dapat mempengaruhi kelinieran kurva kalibrasi?
Jawab : nilai konsentrasi dan absorbansi sampel maupun standar, senyawa pengganggu, pembuatan deret standar
saat melakukan pengenceran maupun pemipetan, dsb.
4. apakah ketidakpastian kurva kalibrasi merupakan sumber ketidakpastian
terbesar dalam pengukuran estimasi ketidakpastian kadar kafein? Jelaskan!
Jawab : ya, karena dari kurva kalibrasi dapat diketahui secara garis besar dengan melihat nilai r yang diperoleh
apakah mendekati 1 atau tidak. Dari kurva kalibrasi memberikan sumber ketidakpastian terbesar karena hal ini
menyangkut nilai konsentrasi deret standar yang berhubungan langsung dengan praktikan saat pembuatan deret
standar. Apabila analis tidak teliti, maka kemungkinan hasil yang didapat tidak sesuai dengan standar. Dari
ketidakpastian kurva kalibrasi pula didapatkan persamaan regresi yang digunakan dalam perhitungan absorbansi
dari persamaan regresi, nilai konsentrasi terukur, dll.