Anda di halaman 1dari 4

GULA BIT, ALTERNATIF GULA NON TEBU

Oleh:
Dewi Rahmitasari, S.TP.
Calon Pengawas Benih Tanaman
BBP2TP Surabaya

Menuju swasembada gula tahun 2014 diperlukan berbagai usaha agar


produksi gula dalam negeri baik gula konsumsi maupun gula rafinasi
mencapai target sebesar 5,7 juta ton yang terdiri dari 2,96 juta ton untuk
konsumsi langsung masyarakat dan 2,74 juta ton untuk keperluan industri.
Untuk itu, ada baiknya bila segera dimulai budidaya komoditas
perkebunan untuk produksi gula alternatif selain tebu.

Reuters, 2010 Sukrosa Gula atau gula meja sukrosa yang kita kenal berasal dari hasil
ekstraksi tanaman. Dua tanaman gula yang paling penting adalah tebu
(Saccharum spp.) dan bit (Beta vulgaris), dengan kadar gula bisa mencapai 12% - 20% dari berat kering
tanaman. Beberapa tanaman gula komersial lainnya termasuk kurma (Phoenix dactylifera), sorgum
(Sorghum vulgare), dan mapel (Acer saccharum) (Anonim1, 2010).

Bit (Beta vulgaris L.) termasuk dalam anggota sub-famili Chenopodiaceae dan famili Amaranthaceae. Bit
merupakan tanaman yang umbinya mengandung sukrosa dengan konsentrasi tinggi. Bit secara langsung
memiliki hubungan dengan beetroot, chard dan fodder beet (Anonim1, 2010).

Bit merupakan tanaman umbi biennial (tanaman yang memiliki siklus 12 hingga 24 bulan) dari wilayah
beriklim sedang (temperate). Tanaman ini menghasilkan gula selama tahun pertama pertumbuhan dan
kemudian muncul bunga-bunga dan benih di tahun kedua. Oleh karena itu bit mulai ditanam pada
musim semi dan dipanen pada permulaan musim gugur atau awal musim dingin. Bit mengandung gula
yang tersimpan dalam umbi yang memiliki suatu kemiripan mirip dengan parsnip (semacam wortel)
bulat (Anonim1, 2010).

Kandungan gula di dalam bit umumnya adalah 17% dari berat, tetapi angka ini tergantung dari varietas
dan juga bervariasi dari tahun ke tahun dan dari satu lokasi ke lokasi
lainnya. Secara mendasar Pada dasarnya, jumlah ini lebih besar dari
kandungan gula tebu yang sudah dewasa tetapi hasil dari bit per hektar
jauh lebih kecil dari tebu, sehingga hasil yang diharapkan untuk
menghasilkan gula hanya sekitar 7 ton per hektar (Anonim1, 2010).

Gula bit merupakan gula kristal putih (sakarosa) yang diperoleh dari
tanaman umbi bit. (Anonim2, 2010). Bahan utama gula bit adalah tentu Laatahzaan, 2010

saja, sari umbi bit. Bit merupakan tanaman yang ditanam dalam tanah.
Penanaman bit dilakukan dengan pola monokultur dan di daerah yang sejuk, seperti Eropa Barat Laut
dan timur, Jepang Utara, dan beberapa daerah di Amerika Serikat (Putri, 2010).

Sampai dengan akhir pertengahan abad ke-20, pembudidayaan bit membutuhkan tenaga kerja dalam
jumlah yang sangat banyak, karena penanganan gulma dilakukan dengan mengatur tanaman dengan
jarak yang rapat, yang kemudian harus dipangkas secara manual dengan sabit/ parang tiap dua atau tiga
kali selama musim tanam. Pemanenan juga membutuhkan banyak pekerja. Meskipun akar umbinya
dapat diambil keluar dengan alat seperti bajak yang bisa ditarik oleh sekelompok kuda, namun
pekerjaan selanjutnya musti menggunakan tangan. Para pekerja membersihkan bit-bit dengan
memegang daun-daunnya kemudian dihentakkan untuk menghilangkan sisa-sisa tanah yang menempel,
dan kemudian menaruhnya dalam sebuah barisan/lajur, umbi akar di satu sisi dan bagian berdaun di sisi
yang lain. Para pekerja yang lain dilengkapi dengan semacam pengait untuk mengangkat bit-bit tersebut
dan memotong mahkota dan daun-daun dari umbi akar dalam sekali potong. Para pekerja ini kemudian
menempatkan barisan bit yang kemudian dapat diangkut ke dalam gerobak. (Anonim1, 2010).

Pemanenan buah bit biasanya dilakukan pada musim gugur atau awal musim dingin. Karena berada di
dalam tanah, maka umbi bit relatif kotor dan memerlukan pembersihan
dari tanah dan daun-daunnya sebelum memasuki proses pengolahan
(Putri, 2010). Pada saat ini, pemanenan seluruhnya dilakukan secara
mekanis. Para pekerja memotong daun dan mahkota dari umbi akar,
mencabut akar, dan menghilangkan sisa-sisa tanah dari umbi akar dalam
satu urutan sekaligus. Pemanen yang modern biasanya dapat mengerjakan
Waliwolu, 2009
6 baris dalam waktu bersamaan. Bit ini ditampung di tepi lahan dan
kemudian dialirkan ke dalam trailler pengangkut untuk dibawa ke pabrik. Dengan menggunakan ban
berjalan (konveyor) (Anonim1, 2010).

Seperti yang kita ketahui, warna buah bit adalah merah pekat, akan tetapi gula bit juga berwarna putih
seperti gula tebu. Maka dari itu, proses pembuatan gula bit serupa tapi tak sama dengan proses
pembuatan gula tebu. Proses pembuatan gula bit adalah sebagai berikut (Putri, 2010):

1. Ekstraksi

Tahap ini diawali dengan pengirisan umbi bit tipis-tipis. Ekstraksi berlangsung di dalam sebuah diffuser.
Dalam diffuser, irisan bit mengalami kontak dengan air panas dalam waktu yang cukup lama, kurang
lebih satu jam. Proses ekstraksi ini hampir sama dengan saat kita menyeduh teh dimana warna dan cita
rasa teh akan keluar, begitupula pada bit. Diffuser adalah tempat menampung irisan bit dan kemudian
dialirkan air panas dari arah berlawanan, dan terus diputar. Lama kelamaan air panas akan menjadi
larutan gula yang kental, yang kemudian kita sebut jus. Jus ini juga mengandung substansi lain dari
daging bit.

Cairan hasil ekstraksi ini mengandung 14%gula dan bubur residunya mengandung sekitar 1-2% gula, dan
total padatan 8-12%.
2. Pengempanan/ Pengepresan

Irisan umbi bit setelah proses ekstraksi masih sangat basah dan masih mengandung gula yang masih
dapat dimanfaatkan. Untuk itulah diperlukan proses pengempanan/ pengepresan. Proses ini
berlangsung dalam kempa-kempa ulir untuk memeras jus bit sebanyak-banyaknya. Jus hasil
pengempasan kemudian dicampurkan dengan jus hasil ekstraksi diffuser.

3. Karbonatasi

Tahap ini bertujuan untuk membersihkan jus bit dari padatan yang menyebabkannya menjadi keruh.
Pada tahap ini, warna juga akan ikut menghilang. Karbonatasi dilakukan dengan menambahkan kapur
(kalsium hidroksida) ke dalam jus dan mengalirkan gelembung gas karbondioksida ke dalam campuran
tersebut. Karbondioksida akan bereaksi dengan kapur membentuk partikel kristal halus berupa kalsium
karbonat yang bergabung dengan berbagai padatan. Gumpalan-gumpalan tersebut akan mengumpulkan
sebanyak mungkin materi pengotor jus bit (materi non gula), sehingga dengan menyaring kapur berarti
kita juga menyaring materi non gula dari jus bit. Setelah proses ini, jus bit siap untuk proses
penghilangan warna. Namun pada umumnya proses penghilangan warna telah terjad bersamaan
dengan proses karbonatasi ini.

4. Pendidihan

Tahap ini merupakan tahap akhir pembuatan gula bit. Pada tahap ini jus bit hasil karbonatasi
dimasukkan ke dalam panci yang besar untuk dididihkan dan diuapkan. Pada saat jus siap untuk
dikristalkan, ditambahkan sejumlah bubuk gula untuk memicu pembentukan kristal setelah kristal
dihasilkan, kemudian campuran dari kristal-kristal dan cairan induk diputar dalam sentrifugasi untuk
memisahkan keduanya. Kristal gula bit harus dikeringkan terlebih dahulu sebelum disimpan.

Bit sebagai bahan baku gula memiliki karakteristik yang sangat berbeda dibandingkan dengan gula putih
dari tebu (Lestari, D.,2010). Tanaman yang berasal dari
Afrika ini memiliki beberapa keunggulan dibanding
dengan tebu. Selain memiliki masa panen lima bulan (dua
kali lebih cepat dari daur tebu), produktivitas gula
yang dihasilkannya lebih tinggi dibanding tebu.
Produktivitas gula bit tropis Waliwolu, 2009 T-boe, 2010 (Tropical Sugar Beet)
memang hanya sebesar 60-80 ton per ha, lebih rendah
dibanding tebu yang sebesar 100 ton per ha. Namun, gula bit dapat memiliki masa panen dua kali dalam
setahun, sementara tebu hanya sekali. Sehingga dalam lahan yang sama, produktivitas bit dua kali lipat
dibanding tebu. (Wicaksono, A., 2010).

Karena merupakan tanaman asal Afrika, komoditas ini lebih tahan terhadap kekeringan. (Wicaksono, A.,
2010). Bit dapat ditanam di lahan marjinal dengan nilai rendemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan
tebu. Melalui penelitian, salah satu keunggulan bit dibandingkan tebu dalam hal penanaman adalah
kebutuhan air yang sangat sedikit. Tanaman bit hanya membutuhkan sepertiga air dari yang dibutuhkan
areal perkebunan tebu. (Lestari, D., 2010). Selain itu, pengembangannya hanya membutuhkan air pada
dua hingga tiga bulan pertama penanaman. (Wicaksono, A., 2010),

Proses pengolahan gula bit tropis dapat dilakukan pada mesin penggiling yang sama pada pabrik gula,
dengan produktivitas ethanol 800 liter per hektar lebih tinggi dibanding dengan tebu (Wicaksono, A.,
2010).

Sumber:

Anonim1, 2010. Sumber – Sumber Gula. www.food-info.net/id/products/sugar/sources.htm)

Anonim2, 2010. Jenis Jenis Gula dan Berbagai Produk Terkait. www.food-
info.net/id/products/sugar/types.htm)

http://en.wikipedia.org

Laatahzaan.2010.http://www.kaskus.us/showthread.php?t=4894079

Lestari, D., 2010. Gula Bit Gandeng P3GI Kembangkan Gula Alternatif. Bisnis Indonesia,
http://bataviase.co.id/node/93823

Putri, 2010. Pembuatan Gula Bit. http://rumahgula.site90.com/pembuatangulabit.htm

Reuters dalam Bagus SU, Indro. 2010.


http://www.detikfinance.com/read/2010/01/24/114545/1284756/4/dunia-kekurangan-gula-
523-juta-ton-di-2009

T-boe. 2010. http://tipst-boe.blogspot.com/2010/09/manfaat-tebu.html.

Waliwolu. 2009. http://bitmerah.blogspot.com/2009/10/tanaman-bit.html

Wicaksono, A., 2010. Gula Bit Jadi Pilihan Subtitusi Tebu.


http://www.mediaindonesia.com/read/2010/02/11/122689/23/2/Gula-Bit-Tropis-Jadi-Pilihan-
Substitusi-Tebu)

www.sucrose.com

Anda mungkin juga menyukai