(AIKA 5)
PARADIGMA PENGEMBANGAN IPTEKS
Disusun oleh:
B. Rumusan Masalah
Dilihat dari penjelasan diatas, maka diperlukan pendidikan islam yang harus
didasarkan pada konsep dasar manusia yang berhubungan dengan kualitas-kulitas
atau potensi manusia, potensi yang memerlukan proses pembinaan yang mengacu
ke arah yang realisasi dan pengembangan individu yang berwawasan kepada
Islam. Dalam hal ini dengan berpandu kepada Al-quran dan Hadist sebagai
sumbernya, sehingga akhir dari tujuan pendidikan Islam dapat terwujud dan
menciptakan insane Kamil bahagia di dunia dan akhirat. Ada pun tujuan yang
tertinggi dapat dirumuskan dalam istilah “insane kamil” (manusia paripurna).
Dalam tujuan pendidikan islam tujuan tertinggi atau terakhir ini pada akhirnya
sesuai dengan tujuan hidup manusia, dan peranannya sebagai mahkluk ciptaan
Allah.
Dengan demikian indikator dari insane kamil tersebut adalah: menjadi hamba
Allah, mengantarkan subjek didik menjadi khalifah Allah fi al-Ardh,yang mampu
memakmurkan bumi dan melestarikannya dan lebih jauh lagi, mewujudkan
rahmat bagi alam sekitarnya, sesuai dengan tujuan penciptaannya, dan sebagai
konsekuensi setelah menerima Islam sebagai pedoman hidup, dan untuk
memperoleh kesejahteraan kebahagiaan hidup didunia sampai akhira, baik
individu maupun masyarakat.
Allah SWT menciptakan manusia didunia kecuali bertugas pokok untuk
menyembah Khalik-Nya, juga bertugas untuk mengelola dan memanfaatkan
kekayaan yang terdapat di bumi agar mereka dapat hidup sejahtera dan makmur
lahir batin. Manusia diciptakan Allah selain menjadi Hamba-Nya, juga menjadi
penguasa (khalifah) di atas bumi. Selaku hamba dan “khalifah”, manusia telah
diberi kelengkapan kemampuan jasmaniah(fisiologis) dan rohaniah (mental
psikologis) yang dapat dikembangkan. Begitu kompleks fitrah manusia, sehingga
manusia pantas menerima amanah Tuhan untuk menjadi khalifah dan hamba-Nya.
Manusia diciptakan Allah dalam struktur yang paling baik dan ditumbuhkan
seoptimal mungkin, sehingga menjadi alat yang berdaya guna dalam ikhtiar
kemanusiaannya untuk melaksanakan tugas pokok kehidupannya didunia. baik
diantara makhluk Allah yang lain.
Struktur manusia terdiri dari unsure jasmaniah dan rohaniah atau unsur psiologis.
Untuk mengembangkan atau menumbuhkan kemampuan dasar jasmaniah dan
rohaniah tersebut, pendidikan merupakan sarana (alat) yang menentukan sampai
dimana titik optimal kemampuan tersebut dapat dicapai. Namun, proses
pengembangan kemampuan manusia melalui pendidikan tidaklah menjamin akan
terbentuknya watak dan bakat seseorang untuk menjadi baik menjadi baik
menurut kehendak-Nya, mengingat Allah sendiri telah menggariskan bahwa di
dalam diri manusia terdapat kecenderungan dua arah, yaitu arah perbuatan fasik
(menyimpang dari peraturan) dan ke arah ketakwaan (menaati peraturan/perintah).
Seperti firman Allah dalam surat As Syams 7-10. Dalam firman Allah tersebut
menjelaskan bahwa, manusia di beri kemungkinan untuk mendidik diri dan orang
lain menjadi sosok pribadi yang beruntung sesuai kehendak Allah melalui
berbagai metode ikhtairiah-Nya. Di sini tercermin bahwa manusia memiliki
kemamuan bebas (free will) untuk menentukan dirinya melalui upayanya sendiri.
Ia tak akan mendapatkan sesuatu kecuali menurut usahnya.
Dapat dilihat dalam firman Allah yakni dalam surat An Najm, 39 dan 40. Disini
menjelaskan konsepsi Islam tentang hubungan Tuhan dan Manusia sebagai
makhluk-Nya yang mengandung nilai kasih sayang bersifat pendagogis
(mendidik), yaitu tanpa ikhtiar, manusia tidak akan memperoleh kasih sayamg
Tuhan atau keberuntungan atau keberhasilan. Dengan kata lain, rahmat dan
hidayah serta taufik-Nya tidak akan diperoleh manusia tanpa melalui ikhtiar yang
benar dan sungguh di jalan Allah. Bilamana tujuan pendidikan Islam diarahkan
kepada pembentukan manusia yang seutuhnya, berarti proses kependidikan yang
harus dikelola oleh para pendidik harus berjalan di atas pola dasar manusia dari
fitrah yang telah dibentuk Allah dalam setiap pribadi manusia.
Pola dasar ini mengandung potensi psikologis yang kompleks, karena di dalamnya
terdapat aspek-aspek kemampuan dasar yang dapat dikembangkan secara
dialektis-interaksional (saling mengacu dan mempengaruhi) untuk terbentuknya
kepribadian yang serba utuh dan sempurna melalui arahan kependidikan. Salah
satu aspek potensial dari apa yang disebut “fitrah” adalah kemampuan berfikir
manusia dimana rasio atau intelegensia (kecerdasan) menjadi pusat
perkembangannya. Para pendidik muslim sejak dahulu menganggap bahwa
kemampuan berpikir inilah yang menjadi kriterium (pembeda) yang esensial
antara manusia dan mahkluk-makhluk lainnya. Disamping itu, kemampuan ini
memiliki kapabilitas untuk berkembang seoptimal mungkin yang banyak
bergantung pada daya guna proses kependidikan.
Dalam unsur ini Allah memberikan seperangkat kemampuan dasar yang memiliki
kecenderungan berkarya yang disebut potensialitas yang menurut pandangan
Islam dinamakan “Fitrah”. Kata fitrah diambil dari kata fathara yang berarti
mencipta. Sementara pakar menambahkan, fitrah adalah mencipta sesuatu pertama
kali/tanpa ada contoh sebelumnya. Kata fitrah berasal dari kata (fi’il) fathara yang
berarti “menjadikan” secara etimologi fitrah berarti kejadian asli,agama, ciptaan,
sifat semula jadi, potensi dasar, dan kesucian. Menurut ibn al-Qayyim dan ibn al-
Katsir, karena fatir artinya menciptakan, maka fitrah artinya keadaan yang
dihasilkan dari penciptaannya itu.
Menurut hadist yang diriwayatkan oleh ibnu Abbas, fitrah adalah awal mula
penciptaan manusia. Sebab lafadz fitrah tidak pernah dikemukakan oleh al-Qur’an
dalam konteksnya selain dengan manusia. Dalam kamus susunan Mahmud Yunus,
fitrah diartikan sebagai agama, ciptaan, perangai, kejadian asli. Dalam kamus
Munjid kata fitrah diartikan dengan agama, sunnah, kejadian, tabiat. Menurut
Syahminan Zain (1986 : 5), bahwa fitrah adalah potensi laten atau kekuatan yang
terpendam yang ada dalam diri manusia, yang dibawanya sejak lahir.
Pengertian secara etimologi tersebut masih bersifat umum, untuk mengkhususkan
arti fitrah, hendaklah perhatikan firman Allah SWT dalam Q.S Ar-Rum 30:
“Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan selurus-lurusnya (sesuai
dengan kecenderungan aslinya), itulah fitrah Allah. Yang Allah menciptakan
manusia diatas fitrah itu. Itulah agama yang lurus. Namun kebanyakan orang
tidak mengetahuinya”
Adapun sabda Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim adalah :
“Tiap-tiap anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Hanya bapak ibulah yang
menjadikan Yahudi, Nasrani dan Majusi”.(H.R. Muslim)
Bila di interpretasikan lebih lanjut dari istilah “Fitrah” sebagaimana tersebut
dalam ayat al-Qur’an dan Hadist, maka dapat diambil kesimpulan bahwa:
Menurut Prof. Dr. Hasan Langgulung, Fitrah itu dapat dilihat dari dua segi
yakni; segi naluri sifat pembawaan manusia atau sifat-sifat Tuhan yang
menjadi potensi manusia sejak lahir, dan segi wahyu Tuhan yang
diturunkan kepada nabi-nabi-Nya. Jadi potensi manusia dan agama wahyu
itu merupakan satu hal yang nampak dalam dua sisi, ibarat mata uang
logam yang mempunai dua sisi yang sama.Mata uang itulah kita ibaratkan
fitrah. Kemampuan menerima sifat-sifat Tuhan dan mengembangkan sifat-
sifat tersebut adalah merupakan potensi dasar manusia yang terbawa sejak
lahir. Ada pun macam-macam fitrah (potensi) dapat kita lihat sbb:
1. Potensi Fisik (Psychomotoric).
Merupakan potensi fisik manusia yang dapat diberdayakan sesuai
fungsinya untuk berbagai kepentingan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan hidup.
2. Potensi Mental Intelektual (IQ).
Merupakan potensi yang ada pada otak manusia fungsinya : untuk
merencanakan sesuatu untuk menghitung, dan menganalisis, serta
memahami sesuatu tersebut.
3. Potensi Mental Spritual Question (SP).
Merupakan potensi kecerdasan yang bertumpu pada bagian dalam diri
manusia yang berhubungan dengan jiwa dan keimanan dan akhlak
manusia.
4. Potensi Sosial Emosional.
Yaitu merupakan potensi yang ada pada otak manusia fungsinya
mengendalikan amarah, serta bertanggung jawab terhadap sesuatu.
َش ْيءٍ َخلَ ْقنَا زَ ْو َجي ِْن لَ َعلَّ ُك ْم تَذَ َّك ُر ْون
َ َِِِّّو ِم ْن ُك ِل
َ( ث ُ َّم يَأْتِي ِم ْن بَ ْع ِد ذلِك47) َس ْنبُ ِل ِه إِالَّ قَ ِل ْيالً ِم َّما ت َأ ْ ُكلُ ْون
ُ صدْت ُ ْم فَذَ ُر ْوهُ فِي َ س ْب َع ِسنِيْنَ دَأَبَا فَ َما َح َ َقَا َل ت َْز َرع ُْون
َصنُ ْون ِ ْس ْب ٌع ِشدَاد ٌ يَأ ْ ُك ْلنَ َما قَدَّ ْمت ُ ْم لَ ُه َّن إِالَّ قَ ِل ْيالً ِم َّما تُح
َ (48)
Artinya: "Yusuf berkata: "Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya)
sebagaimana biasa; Maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan
dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian sesudah itu akan
datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu
simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit
gandum) yang kamu simpan. (QS. Yusuf: 47-48)
َ( إِ َّن الَّ ِذيْن6) َار َج َهنَّ َم خَا ِل ِديْنَ فِ ْي َها أُولَئِكَ ُه ْم شَر ْالبَ ِريَّ ِة
ِ ب َو ْال ُم ْش ِر ِكيْنَ فِي ن
ِ إِ َّن الَّ ِذيْنَ َكفَ ُروا ِم ْن أ َ ْه ِل ْال ِكت َا
( َجزَ اؤُ ُه ْم ِع ْندَ َربِِّ ِه ْم َجنَّاتُ َعد ٍْن تَجْ ِري ِم ْن تَحْ تِه7) ت أُولَئِكَ هُ ْم َخي ُْر ْالبَ ِريَّ ِة ِ صا ِل َحا َّ ار َِآ َ َمنُوا َو َع ِملُوا ال ُ ا ْاأل َ ْن َه
َ ي هللاُ َع ْن ُه ْم َو َرضُوا َع ْنهُ ذَلِكَ ِل َم ْن َخش
ِْ ُِي َربَّه ِ ار خَا ِل ِديْنَ فِ ْي َها أَبَدًا َر
َ ض ُ األ َ ْن َه
(8)
Artinya: Hai sekumpulan jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus
(melintasi) penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat
menembusnya kecuali dengan kekuatan (sulthon). (QS. Ar Rahman: 33)
سادَ فِي َ َْص ْيبَكَ ِمنَ الد ْنيَا َوأَحْ س ِْن َك َما أَح
َ َسنَ هللاُ ِإ َليْكَ َوالَ تَبْغِ اْلف َ َوا ْبت َغِ فِ ْي َما آَتَاكَ هللاُ الد
َ َّار اْآلَ ِخ َرة َ َوالَ ت َ ْن
ِ سن
َض ِإ َّن هللاَ الَ ي ُِحب ْال ُم ْف ِس ِديْن
ِ اْأل َ ْر
Demikian pula sains dan teknologi modern (Barat) tidak ada yang netral
atau bebas nilai. Tetapi prioritas, penekanan, metode dan prosesnya, serta
pandangan terhadap dunia merefleksikan kepentingan masyarakat dan
kebudayaan Barat. Dalam kerangka ini sains Barat semata-mata digunakan
untuk mengejar keuntungan dan sejumlah produksi, untuk pengembangan
militer dan perlengkapan-perlengkapan perang, serta untuk mendominasi
ras manusia terhadap ras manusia lainnya, sebagaimana untuk
mendominasi alam. Dalam sistem Barat sains itu sendiri merupakan nilai
tertinggi, sehingga segala-galanya harus dikorbankan demi sains dan
teknologi.
Dalam kaitan ini munculnya disiplin baru seperti sosiobiologi, eugenics
(ilmu untuk meningkatkan kualitas-kualitas spesies manusia) dan rekayasa
genetika, tidak mendorong timbulnya persaudaraan dan tanggungjawab
tapi memberi kesan bagi kaum ilmuwan bahwa merekalah penguasa jagad
raya ini.
H. Dampak IPTEKS
Seperti juga pada bidang lain, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
mempunyai dampak positif dan negatif. Penilaian positif maupun negatif ini
bersifat subyektif, tergantung kepada siapa yang menilainya. Yang dinilai
negatif oleh bangsa Indonesia belum tentu juga dinilai negatif oleh bangsa
Amerika, misalnya.
Dampak positif kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dirasakan,
misalnya, dalam bidang teknologi komunikasi dan informasi. Ditemukannya
teknologi pesawat terbang telah membuat manusia dapat pergi ke seluruh
dunia dalam waktu singkat. Perjalanan haji yang dulu dilakukan selama
beberapa minggu melalui laut kini, dengan makin lancarnya transportasi
udara, dapat dilakukan hanya dalam waktu delapan jam saja. Kemajuan di
bidang televisi satelit telah memungkinkan kita melihat Olimpiade Atlanta
langsung tanpa harus keluar rumah. Penemuan telepon genggam telah
memungkinkan kita untuk menghubungi seseorang di mana saja ia berada atau
dari mana saja kita berada. Kemajuan di bidang penyimpanan data telah
memungkinkan kita memiliki seluruh jilid Ensiklopedia Britanica dalam satu
keping Compact Disk yang beratnya kurang dari satu ons. Kemajuan di
bidang komputer telah menciptakan jaringan internet yang memungkinkan
kita mendapatkan informasi dari perpustakaan di seluruh dunia tanpa harus
keluar dari kamar. Kemajuan di bidang komunikasi juga telah membuat
perdagangan internasional menjadi semakin mudah dan cepat. Sekarang ini,
lewat bursa saham, orang dapat dengan mudah memiliki perusahaan di negara
lain.
Pilihan ke dua dilakukan bila orang tersebut merasa bingung. Di satu pihak, ia
mengetahui dampak positifnya kemajuan teknologi komunikasi itu tetapi, di
lain fihak, ia juga mengetahui dampak negatif dari globalisasi tersebut. Ia
tidak dapat memutuskan apakah akan merangkul ataukah menolak kemajuan
teknologi yang berdampak globalisasi itu. Akibatnya, ia membiarkan saja
kemajuan teknologi itu melanda bangsanya dan berpura-pura yakin, atau
berharap, bahwa globalisasi itu tidak membawa dampak negatif bagi
masyarakatnya.
Pilihan ke tiga dilakukan oleh orang yang tidak bingung. Ia menyadari akan
dampak positif dan negatif dari kemajuan iptek yang masuk ke negaranya,
termasuk dampak globalisasi masyarakatnya. Berbeda dengan pemilih
skenario ke dua, ia dengan seksama memilah-milah mana dampak positif dari
kemajuan iptek dan globalisasi itu bagi dirinya dan mana dampak
negatifnya. Dengan mengetahui di bidang mana kemajuan iptek dan
globalisasi itu akan membawa dampak negatif, ia mempersiapkan diri agar
tidak terpengaruh oleh kemajuan iptek dan globalisasi itu secara negatif.
"Pembinaan dan pemantapan kepribadian bangsa senantiasa memperhatikan
pelestarian nilai luhur budaya bangsa yang bersumber pada kebhinekaan
budaya daerah dengan tidak menutup diri terhadap masuknya nilai positif
budaya bangsa lain untuk mewujudkan dan mengembangkan kemampuan dan
jati diri serta meningkatkan harkat dan martabat bangsa
Indonesia. Pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan ilmu pengetahuan
dan teknologi dalam penyelenggaraan pembangunan harus meningkatkan
kecerdasan dan nilai tambah dengan mengindahkan nilai-nilai agama dan
nilai-nilai luhur budaya bangsa serta kondisi lingkungan dan kondisi
masyarakat." Menurut pernyataan itu, bangsa Indonesia tidak perlu menutup
diri terhadap masuknya nilai-nilai positif budaya bangsa lain guna
mengembangkan jati dirinya. Nilai-nilai agama, budaya bangsa, kondisi
lingkungan dan masyarakat Indonesia dipakai sebagai pagar atau rambu-
rambu bagi penerapan iptek di Indonesia hingga tak berdampak negatif pada
masyarakat dan bangsa.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan