Anda di halaman 1dari 18

SENESEN DAN KLIMATERIK

PADA TANAMAN CABAI (Capsicum annum L .)

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Semester


Mata Kuliah Penanganan Pasca Panen

Di Susun Oleh :
Kristianus Nunggu
Npm.201754211022

Dosen Pengampu Mata Kuliah :


Rosmala Widijastuti, S.P.,M.P

FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
UNIVERSITAS MUSAMUS
2020
SENESEN DAN KLIMATERIK PADA TANAMAN CABAI

A. Tanaman Cabai

Gambar 1. Cabai

Cabai merupakan tanaman holtikultura yang cukup penting dan banyak


dibudidayakan, terutama di pulau jawa. Cabai termasuk tanaman semusim
(annual) berbentuk perdu, berdiri tegak dengan batang berkayu, dan banyak
memiliki cabang. Tinggi tanaman dewasa antara 65‐120 cm lebar mahkota
tanaman 50‐90 cm (Setiadi, 2006).

B. Sejarah Tanaman Cabai

Tanaman cabai berasal dari benua Amerika, tepatnya Amerika Latin dengan
garis lintang 0‐30 LU dan 0‐30 LS. (Setiadi, 2006). Prajnanta (2007)
menambahkan bahwa tanaman cabai berasal dari Peru. Ada yang menyebutkan
bahwa bangsa Meksiko kuno sudah menggemari cabai semenjak tahun 7000 jauh
sebelum Colombus menemukan benua Amerika (1492). Christophorus Colombus
kemudian menyebarkan dan mempopulerkan cabai dari benua Amerika ke
Spanyol pada tahun 1492. Pada awal tahun 1500‐an, bangsa Portugis mulai
memperdagangkan cabai ke Macao dan Goa, kemudian masuk ke India, Cina,
dan Thailand. Sekitar tahun 1513 kerajaan Turki Usmani menduduki wilayah
Portugis di Hormuz, Teluk Persia. Di sinilah orang Turki mengenal cabai. Saat
Turki menduduki Hongaria, cabai pun memasyarakat di Hongaria.

1
C. Taksonomi Tanaman Cabai

Klasifikasi tanaman cabai menurut Wiryanta (2006) adalah sebagai berikut:


Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Classis : Dicotyledonae
Ordo : Solanales
Familia : Solanaceae
Sub Familia : Solanaceae
Genus : Capsicum
Spesies : Capsicum annum L.

D. Morfologi Tanaman Cabai


1. Akar
Akar cabai merupakan akar tunggang yang kuat dan bercabangcabang ke
samping membentuk akar serabut, akar serabut bisa menembus tanah sampai
kedalaman 50 cm dan menyamping selebar 45 cm (Setiadi, 2006)
2. Batang
Batang utama cabai tegak lurus dan kokoh, tinggi sekitar 30‐37,5 cm, dan
diameter batang antara 1,5‐3 cm. Batang utama berkayu dan berwarna coklat
kehijauan. Pembentukan kayu pada batang utama mulai terjadi mulai umur 30
hari setelah tanam (HST). Setiap ketiak daun akan tumbuh tunas baru yang
dimulai pada umur 10 hari setelah tanam namun tunas‐tunas ini akan
dihilangkan sampai batang utama menghasilkan bunga pertama tepat diantara
batang primer, inilah yang terus dipelihara dan tidak dihilangkan sehingga
bentuk percabangan dari batang utama ke cabang primer berbentuk huruf Y,
demikian pula antara cabang primer dan cabang sekunder (Prajnanta, 2007)
3. Daun
Daun cabai berwarna hijau muda sampai hijau gelap tergantung
varietasnya. Daun ditopang oleh tangkai daun. Tulang daun berbentuk
menyirip. Secara keseluruhan bentuk daun cabai adalah lonjong dengan ujung
daun meruncing (Prajnanta, 2007)

2
4. Bunga
Umumnya suku Solanaseae, bunga cabai berbentuk seperti terompet
(hypocrateriformis). Bunga cabai tergolong bunga yang lengkap karena terdiri
dari kelopak bunga (calyx), mahkota bunga (corolla), benang sari (stamen),
dan putik (pistilum). Alat kelamin jantan (benang sari) dan alat kelamin betina
(putik) pada cabai terletak dalam satu bunga sehiingga disebut berkelamin dua
(hermaprodit). Bunga cabai biasanya menggantung, terdiri dari 6 helai
kelopak bunga berwarna kehijauan dan 5 helai mahkota bunga berwarna putih.
Bunga keluar dari ketiak daun (Prajnanta, 2007)

E. Penanganan Pasca Panen


Pascapanen merupakan salah satu kegiatan penting dalam menunjang
keberhasilan agribisnis. Meskipun hasil panennya melimpah dan baik, tanpa
penanganan pasca panen yang benar maka resiko kerusakan dan menurunnya
mutu produk akan sangat besar, seperti diketahui bahwa produk terutama
holtikultura pertanian bersifat mudah rusak, mudah busuk, dan tidak tahan lama,
hal ini menyebabkan pemasarannya sangat terbatas dalam waktu maupun
jangkauan pasarnya sehingga butuh penanganan pasca panen yang baik dan benar
(Setiadi, 2006)
Penanganan pascapanen dilakukan segera setelah buah dipetik. Kemudian
ditebar (diangin‐anginkan) (Setiadi, 2006). Setelah itu dilakukan sortasi
(pemilahan), dalam sortasi ini dipilah‐pilah antara cabai yang masih utuh dan
sehat, cabai utuh tetapi abnormal, cabai yang rusak sewaktu pemanenan, dan
cabai yang terserang hama dan penyakit. Setelah melakukan pemilahan
selanjutnya dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan kualitas dan
ukuran buah setelah itu buah dimsukkan ke dalam karung goni dan langsung
dijual ke pasar (Prajnanta, 2007)
Salah satu cara menjaga agar tetap segar dalam waktu yang agak lama adalah
dengan menekan kerja enzim. Hal itu dilakukan dengan cara menyimpan pada
suhu rendah (Sumoprastowo, 2004). Suharto (1991), menambahkan dengan
menyimpan dalam suhu rendah dapat menghambat aktivitas pertumbuhan
mikroba Jumlah uap air di sekitar buah mempunyai pengaruh besar terhadap

3
kondisi fisiologis buah, udara yang hampir jenuh menyebabkan kulit buah pecah
abnormal, sedangkan penyimpanan dalam udara yang terlalu kering
menyebabkan kulit buah berkerut sehingga bentuknya abnormal (Susanto,1994 )

F. Respirasi
Laju respirasi merupakan petunjuk untuk daya simpan buah sesudah dipanen.
Intensitas respirasi dianggap sebagai ukuran laju jalannya metabolisme dan oleh
karena itu, sering dianggap sebagai petunjuk mengenai potensi daya simpan
buah. Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai oleh umur simpan yang pendek.
Hal itu juga merupakan petunjuk laju kemunduran mutu dan nilainya sebagai
makanan. (Pantastico, 1993).

G. Senesen (Penuaan) Pada Tanaman Padi


Selama masa pertumbuhan, dengan bertambahnya umur suatu tumbuhan,
akan diikuti pula dengan proses penurunan kondisi yang mengarah kepada
kematian organ atau organisme. Bagian akhir dari proses perkembangan, dari
dewasa sampai hilangnya pengorganisasian dan fungsi disebut senesen atau
penuaan. Sel-sel yang telah berdifferensiasi pada dasarnya mempunyai masa
hidup terbatas, sehingga penuaan akan dialami oleh semua sel pada saat yang
berbeda-beda. Selama proses penuaan, pada tingkat sel terjadi penyusutan
struktur dan rusaknya membran seluler.
Sekilas, peristiwa gugurnya dedaunan tumbuhan tampak seperti kejadian
alam biasa. Namun ternyata tidak demikian bagi para ilmuwan, yang meneliti
sungguh-sungguh fenomena yang diistilahkan dengan abscission ini. Abscission
adalah suatu proses yang dilakukan tumbuhan untuk memisahkan dan membuang
organ tumbuhan seperti dedaunan, kelopak bunga, bunga dan buah yang tidak
lagi diperlukan tumbuhan atau yang terserang penyakit.

4
1. Penuaan Pola Penuaan Selama masa pertumbuhan

Dengan bertambahnya umur suatu tumbuhan, akan diikuti pula dengan proses
penurunan kondisi yang mengarah kepada kematian organ atau organisme. Bagian
akhir dari proses perkembangan, dari dewasa sampai hilangnya pengorganisasian
dan fungsi disebut senesen atau penuaan. Sel-sel yang telah berdifferensiasi pada
dasarnya mempunyai masa hidup terbatas, sehingga penuaan akan dialami oleh
semua sel pada saat yang berbeda-beda. Selama proses penuaan, pada tingkat sel
terjadi penyusutan struktur dan rusaknya membran seluler.

Tipe-tipe penuaan (senescence) yang dijumpai dalam tumbuhan dapat


dikelompokkan sebagai berikut:

a. Senescence yang meliputi keseluruhan tubuh tanaman (overall


senescence).akar dan bagian tanaman di atas tanah mati semua Tanaman
mati sesudah menyelesaikan semua. satu siklus kehidupannya.
b. Senescence yang meliputi hanya bagian tanaman di atas tanah (top
senescence).bagian tanaman di atas tanah mati, sedangkanbagian tanaman
yang berada di dalam tanah tetap hidup
c. Senescence yang meliputi hanya daun daunnya (Deciduous senescence).
Tanaman menggugurkan semua daun-daunnya, sementara organ tanaman
lain tetap hidup.
d. Senescence yang meliputi hanya daun-daun yang terdapat di bagian bawah
suatu tanaman (Progessive Senescence).Tanaman hanya menggugurkan
daun-daunnya yang terdapat di bagian bawah saja (daun daun yang
tua),sedang daun-daun yang lebih atas dan organ tanaman lain tetap hidup.

Tanggap Tanaman Terhadap Kekurangan Air. Semua sel akan mengalami


penuaan dan kematian. Hal ini sudah diatur oleh Programmed Cell Death menjadi
dua tipe, yaitu apoptosis dan autofagi. Dalam apoptosis, mitokondria juga
berperan. Jalur nekrosis yang melibatkan mitokondria diawali oleh signal yang
ditangkap akan mengakibatkan mitokondria melepaskan sitokrom c, Apoptosis
Inducing Factor (AIF), dan endonuklease G.

5
Sitokrom c akan berikatan dengan Apoptotic Protease Activating Factor 1
(APAF1) sehingga akan mengubah procaspase 9 menjadi caspase. Caspase inilah
yang akan melakukan aopotosis. Penyebab senescence yaitu karena adanya
kompetisi nutrient antara organ vegetative dan generative, pengaruh hormone,
faktor genetik dan faktor luar yang meliputi cahaya, defisiensi nitrogen, suhu serta
serangan patogen.

2. Grafik Pola Penuaan

Pertumbuhan tanaman mula-mula lambat, kemudian berangsur-angsur lebih


cepat sampai tercapai suatu maksimum, akhirnya laju tumbuh menurun. Apabila
digambarkan dalam grafik, dalam waktu tertentu maka akan terbentuk kurva
sigmoid (bentuk S). Bentuk kurva sigmoid untuk semua tanaman kurang lebih
tetap, tetapi penyimpangan dapat terjadi sebagai akibat variasi-variasi di dalam
lingkungan. Ukuran akhir, rupa dan bentuk tumbuhan ditentukan oleh kombinasi
pengaruh faktor keturunan dan lingkungan.

Kurva sigmoid yaitu pertumbuhan cepat pada fase vegetatif sampai titik
tertentu akibat pertambahan sel tanaman kemudian melambat dan akhirnya
menurun pada fase senesen. Kurva menunjukkan ukuran kumulatif sebagai fungsi
dari waktu. Tiga fase utama biasanya mudah dikenali, yaitu fase logaritmik, fase
linier dan fase penuaan. Pada fase logaritmik ini berarti bahwa laju pertumbuhan
lambat pada awalnya, tapi kemudian meningkat terus. Laju berbanding lurus
dengan ukuran organisme. Semakin besar organisme, semakin cepat ia tumbuh.

Pada fase linier, pertambahan ukuran berlangsung secara konstan. Fase


penuaan dicirikan oleh laju pertumbuhan yang menurun, saat tumbuhan sudah
mencapai kematangan dan mulai menua. Laju pertumbuhan relative (relative
growth rate) menunjukkan peningkatan berat kering dalam suatu interval waktu
dalam hubungannya dengan berat asal. Dalam situasi praktis, rata-rata
pertumbuhan laju relative dihitung dari pengukuran yang di ambil pada waktu t1
dan t2. Kurva pertumbuhan berbentuk S (sigmoid) yang ideal.

6
Tiga fase utama biasanya mudah dikenali: fase logaritmik, fase linier, dan fase
penuaan.

 Pada fase logaritmik, ukuran (v) bertambah secara eksponensial sejalan


dengan waktu (t). Ini berarti bahwa laju pertumbuhan (dv/dt) lambat pada
awalnya, tapi kemudian meningkat terus.
 Pada fase linier, pertambahan ukuran berlangsung secara konstan.
 Fase penuaan dicirikan oleh laju pertumbuhan yang menurun saat
tumbuhan sudah mencapai kematangan dan mulai menua.

3. Aspek-aspek metabolik penuaan dan pengaruh faktor penuaan

a) Aspek metabolik sense

Pada tahap sel, penuaan berjalan dengan terjadinya penyusutan struktur


dan rusaknya membran subseluler. Diduga bahwa vakuola bertindak sebagai
lisosom, mengeluarkan enzim-enzim hidrolitik yang akan mencerna materi sel
yang tidak diperlukan lagi. Penghancuran tonoplas telah menyebabkan enzim-
enzim hidrolitik dibebaskan kedalam sitoplasma. Sementara itu bagian dalam
struktur kloroplas dan mitokondria mengalami penyusutan sebelum membrane
luarnya dirusak. Rupanya proses degradasi yang terjadi pada organel,
dimulainya sama seperti yang terjadi pada sel.

Perubahan yang jelas telah terjadi pada metabolisme dan kandungan dalam
organ yang mengalami penuaan. Telah terjadi pengurangan DNA, RNA,
protein, ion-ion anorganik dan berbagai macam nutrient organic. Fotosintesis
berkurang sebelum senesen dimulai dan ini mungkin disebabkan menurunnya
permintaan akan hasil fotosintesis. Segera setelah itu klimakterik dalam
respirasi terlihat, dan nitrogen terlarut meningkat sebagai akibat dirombaknya
protein.

b) Pengaruh faktor pertumbuhan

Sitokinin dapat menghilangkan atau memperlambat proses penuaan.


Mekanisme kerja sitokinin dalam proses ini masih belum jelas, tetapi ada

7
petunjuk dari percobaan Mothes yang menunjukkan bahwa setetes sitokinin
yang diberikan pada daun, telah menyebabkan terjadinya mobilisasi nutrien
organik dan anorganik menuju ke daerah sekitar daun yang diberi sitokinin.
Tapi masih belum jelas, apakah peningkatan nutrisi sebagai penyebab
langsung permudaan kembali (rejuvenation) atau sitokinin penyebab
terjadinya beberapa peristiwa yang menghasilkan permudaan kembali dan
mobilisasi nutrisi. Tidak semua tumbuhan memberikan respon terhadap
hormon yang sama. Sitokinin lebih efektif dalam menahan penuaan pada
tumbuhan basah, sedangkan giberelin lebih efektif menahan penuaan pada
Taraxacum officinale dan Fraxinus. Kadar giberelin endogen akan turun
dengan cepat selama senesen pada daun. Auksin (IAA dan 2,4-D) dapat
menghalangi senesen pada tumbuhan tertentu. Etilen adalah hormon yang
secara jelas merangsang kuat senesen pada banyak jaringan.

Beberapa faktor luar dapat menghambat atau mempercepat terjadinya


senescence, misalnya :

 Penaikan suhu, keadaan gelap, kekurangan air dapat mempercepat


terjadinya senescence daun.
 Penghapusan bunga atau buah akan menghambat senescence tanaman.
 Pengurangan unsur-unsur hara dalam tanah, air, penaikan suhu,
berakibat menekan pertumbuhan tanaman yang berarti mempercepat
senescence.

4. Pengguguran (Absisi)

Sekilas, peristiwa gugurnya dedaunan tumbuhan tampak seperti kejadian


alam biasa. Namun ternyata tidak demikian bagi para ilmuwan, yang meneliti
sungguh-sungguh fenomena yang diistilahkan dengan abscission ini.

Abscission adalah suatu proses yang dilakukan tumbuhan untuk


memisahkan dan membuang organ tumbuhan seperti dedaunan, kelopak
bunga, bunga dan buah yang tidak lagi diperlukan tumbuhan atau yang
terserang penyakit. Absisi yang terjadi pada daun dan buah merupakan contoh

8
senesen yang jelas. Daun tidak rontok demikian saja pada waktu mati. Suatu
daerah pembelahan sel yang disebut daerah absisi, berkembang dekat pengkal
tangkai daun, sehingga sejumlah dinding sel yang melintang tegak lurus
terhadap sumbu panjang tangkai daun terbentuk. Pektinase dan selulase
dirangsang pembentukannya pada sel-sel di daerah absisi, dan akan
melarutkan lamela tengah dinding yang melintang tadi, sehingga tangkai daun
lepas. Hubungan ikatan pembuluh yang terputus akan tersumbat dengan
dibentuknya tilosa (tylose), yaitu suatu zat sejenis gum dan dilapisi sel-sel
gabus. Dalam proses ini dua peristiwa terlibat, yaitu pembelahan sel dan
induksi hirdulose.

Kedua proses ini merupakan proses metabolisme yang aktif dan oleh
karenanya merupakan bagian yang terprogram dalam perkembangan
tumbuhan. Tumbuhan menggugurkan organnya karena sejumlah alasan.
Dedaunan tua, misalnya, digugurkan guna membantu daur ulang zat-zat
makanan, sementara buah-buahan yang telah masak rontok dan jatuh ke
bawah guna membantu penyebaran benih. Juga, bagian-bagian bunga yang
terkena penyakit sengaja digugurkan dan dibuang oleh tumbuhan. Hal ini
sengaja dilakukan untuk mencegah penjalaran penyakit. Namun begitu masih
ada sisi lain tentang pengguguran organ tumbuhan ini yang belum terungkap
ilmuwan. Mereka masih belum paham mengapa Arabidopsis thaliana
menggugurkan bagian-bagian bunganya setelah bunga tersebut dewasa.
Bagian-bagian bunga tumbuhan Arabidopsis thaliana tidaklah memerlukan
ruang besar, sehingga penggugurannya tidak terlihat memiliki kegunaan yang
jelas. Anehnya gen-gen yang bekerja memicu pengguguran ini sudah ada di
tumbuhan itu sejak lama.

Demikianlah gugurnya daun, bunga, buah dan bagian tumbuhan lain


ternyata bukan kejadian biasa atau kebetulan saja yang melibatkan pengaturan
rumit gen-gen tumbuhan. Tanpa pengguguran ini, tak akan ada daur ulang zat
gizi, tak akan ada penyebarluasan biji dan tak akan ada pencegahan perluasan
penyakit. Jika kesemua proses ini terhenti, tumbuhan pada akhirnya akan

9
punah. Akhirnya manusia, yang sangat bergantung pada keberadaan
tumbuhan, sudah pasti akan menderita.

5. Hubungan Hormon Dengan Pengguguran Daun

Apa yang menyebabkan penuaan? Penuaan daun disertai dengan terlalu


cepatnya terjadi kehilangan klorofil, RNA, protein, dan berbagai macam
enzim. Karena keempat kandungan sel tersebut dan kandungan lainnya secara
terus menerus disintesis dan rusak, maka hilangnya suatu senyawa dapat
terjadi akibat sintesis yang lambat dan/atau perusakan yang cepat.
Pengguguran daun melibatkan interaksi antara auksin, etilen, sitokinin, dan
asam absisat. Daun yang gugur diduga tidak mampu bertahan di musim semi
dan akan menaungi daun baru yang tumbuh pada musim berikutnya, sehingga
kehilangan daun yang di dahului oleh penyelamatan hara dapat meningkatkan
daya hidup dan produktivitas tumbuhan bertahun. Pada sebagian besar spesies,
gugur daun, bunga, atau buah didahului oleh pembentukan zone absisi
(pengguguran) atau lapisan absisi pada pangkal organ yang mengalaminya.

Daun musim gugur akan berhenti membuat klorofil yang baru sehingga
kehilangan warna hijaunya. Warna musim gugur adalah kombinasi pigmen
yang baru dibuat selama musim gugur dan pigmen yang sebelumnya telah ada
pada daun, akan tetapi diselubungi oleh klorofil yang berwarna hijau. Pada
daun zone ini terbentuk melintasi tangkai di dekat pautannya dengan batang.

Gambar 2. Gambar lapisan absisi.

10
Keguguran daun dikontrol oleh perubahan dalam keseimbangan etilen dan
auksin. Lapisan absisi dapat dilihat sebagai suatu pita vertikal pada pangkal
tangkai daun. Setelah daun jatuh, suatu lapisan pelindung gabus menjadi
jaringan perut yang membantu mencegah patogen masuk kedalam tumbuhan
tersebut. Absisi dikontrol oleh perubahan pada keseimbangan etilen dan
auksin. Selama konsentrasi auksin yang tinggi dipertahankan di helai daun,
pengguguran dapat ditunda. Namun, penuaan menyebabkan penurunan tingkat
auksin pada organ tersebut, dan konsentrasi etilen mulai meningkat. Etilen, zat
pemacu pengguguran yang kuat dan tersebar luas diberbagai organ tumbuhan
dan pada banyak spesies tumbuhan, menyebabkan pembesaran sel dan
menginduksi sintesis serta sekresi hidrolase pengurai dinding sel. Hal ini
akibat efeknya pada transkripsi, sebab jumlah molekul m RNA yang
menyandingkan hidrolase meningkat sekali setelah diberi perlakuan etilen.

6. Hubungan Air dalam Tumbuhan Dengan Pengguguran Daun

Pada sistem tanah-tanaman-udara, air mengalir menembus tanah ke


permukaan akar tanaman, melalui akar ke saluran xilem, keatas saluran xilem
ke daun, melalui daun ke permukaan yang menguapkan dan akhirnya melalui
fase uap ke udara turbulen. Didaerah lembab, tanaman tidak membutuhkan
sistem perakaran yang dalam dan yang tersebar luas untuk pengambilan air,
sebab air tanah berlimpah dan seluruh air yang dibutuhkan untuk transpirasin
dapat disuplai oleh volume tanah yang relatif kecil. Pada tanah berpohon
savana didaerah tropis, yang lebih kering, proporsinya naik 30-40%,
sedangkan spesies gurun pasir, sistem perakaran yang tumbuh pada kedalaman
yang sangat dalam, dapat mencapi 90% dari fitomasanya.

Salah satu contoh tanaman daun gugur yaitu pada pohon mahoni yang
akan menggugurkan daunnya untuk menyesuaikan diri pada musim kemarau.
Pengguguran daun pada pohon mahoni ini bertujuan agar tidak terjadinya
penguapan yang berlebihan yang nantinya dapat menyebabkan tumbuhan
tersebut kekurangan air dan akhirnya akan mati. Telah diketahui pada
sejumlah spesies bahwa kehilangan air sel yang serius disertai dengan

11
perobekan seluruh alur metabolisme utama (karbohidrat dan nitrogen) dan
denaturasi makromolekul (protein, asam nukleat), diduga karena perubahan
dalam jumlah air yang diikat pada permukaan hidropilik. Pengerutan dan
pembengkakan isi sel selama dehidrasi dan rehidrasi dapat menyebabkan
kerusakan mekanis yang tidak dapat pulih lagi terhadap membran sel dan/atau
plasmodesmata diantara sel.

7. Hubungan Gerak Pada Tumbuhan Dengan Pengguguran Daun

Tumbuhan sangat beragam dan banyak cara geraknya. Namun gerak yang
dimaksud disini yaitu gerak-gerak yang dilakukan oleh bagian tubuh tertentu
dari tumbuhan tersebut. Gerak dapat di bedakan antara gerak tropisme artinya
arah rangsangan lingkungan menentukan arah gerak, dan gerak nasti yaitu
gerak yang terpicu oleh rangsangan dari luar, namun arah rangsangannya tidak
menentukan arah gerakan. Fototropisme merupakan gerak tropisme, ini adalah
gerak membengkoknya tumbuhan ke arah cahaya yang disebabkan distribusi
auksin yang asimetris.

Dengan semakin membengkok maka, tumbuhan tersebut akan membuat


semakin berat posisi daun kearah bawah. Sehingga fototropisme bercampur
dengan epinasti dan membuat tumbuhan tersebut semakin bengkok dan
tangkai daun pun akan semakin lemah, maka akan menyebabkan gugurnya
daun. Setelah daun gugur maka daun tersebut akan jatuh ketanah dan lama
kelamaan daun tersebut akan tertimbun semakin dalam di dalam tanah. Gerak
tertariknya daun ke dalam tanah inilah yang berhubungan dengan gerak
gravitropisme yaitu gerak yang menuju ke pusat bumi.

8. Hubungan Pengguguran Daun Dengan Nutrisi Dalam Tumbuhan

Tumbuhan yang kekurangan magnesium, misalnya akan menunjukan


tanda-tanda klorosis pertama kali pada daun yang lebih tua. Magnesium yang

12
relatif mobil didalam tumbuhan, dialihkan dan diberikan khusus untuk daun-
daun yang lebih muda. Sebaliknya, difisiensi nutrien yang relatif lebih tidak
mobil didalam tumbuhan pertama kali akan mempengaruhi bagian yang muda
pada tumbuhan tersebut. Jaringan-jaringan yang lebih tua mungkin saja
memiliki mineral itu dalam jumlah yang memadai, yang masih dapat mereka
pertahankan selama masa-masa kekurangan. Defisiensi besi, yang tidak
bergerak dengan bebas didalam tumbuhan, akan menguningkan pada daun
muda terlebih dahulu sebelum mempengaruhi daun yang lebih tua. Humus
adalah pembusukan bahan organik yang terbentuk oleh kerja bakteri dan fungi
pada organisme yang telah mati, seperti feses, daun-daun yang gugur, dan
buangan organik lainnya.

Adapun nutrisi yang berhubungan dengan gejalan kekahatan daun berupa


pengguguran daun adalah sebagai berikut: Fosfor (F) Apabila kekurangan
Fosfor maka akan timbul gejala kekahatan yaitu pengguguran daun, hal ini
dikarenakan membran plasmanya rapuh karena kurang unsure Fosfor
didalamnya. Sebab fosfor merupakan unsur penyusun protein, fosfolipid, gula
fosfat, asam nukleat, ATP dan NADP. Fosfor memiliki kadar terbesar yang
terdapat di jaringan meristem sebagai penyusun asam nukleat, yang jika
kekurangan asam nukleat akan mengakibatkan pertumbuhan lambat dan
kerdil. Jika kekurangan Fosfor tumbuhan juga tidak bisa menghasilkan
energy, karena meskipun klorofil masih dapat menangkap cahaya matahari
namun tidak bias mengubahnya menjadi energy karena tidak ada Fosfor yang
akan berikatan dengan adenosine yang akan menghasilkan energy berupa
ATP. Pada tumbuhan juga akan terbentuk antosianin pada batang dan tulang
daun jika kekurangan Fosfor ini disebabkan klorofil dirombak oleh tumbuhan
menjadi makanan sehingga lama-kelamaan klorofil berkurang sehingga warna
hijau pada daun berkurang dan muncul warna selain hijau yang berasal dari
pigmen lain. Nitrogen (P) Nitrogen berfungsi sebagai bahan sintesis klorofil,
protein dan asam amino.

Apabila didalam tumbuhan kekurangan nutrisi berupa Nitrogen, maka


akan timbul gejala kekahatan perubahan warna daun pada daun yang tua

13
(klorosis) yang akhirnya daun tersebut gugur, ini disebabkan karena
kurangnya klorofil. Terjadi pula nekrosis yaitu keringnya daun bagian tepi
(jaringan menjadi mati) karena kekurangan protein. Kalium (K) Didalam
tumbuhan Kalium merupakan bagian dari enzim yaitu sebagai kofaktor
sehingga berfungsi sebagai katalisator. Selain itu Kalium berperan sebagai
pengatur proses fisiologi tanaman seperti pembelahan sel(untuk menyerap air
sehingga sel turgornya naik dan membesar), pada sintesis dan translokasi
karbohidrat, pada sintesis protein, reduksi nitrat, pembentukan klorofil, dan
membuka menutupnya stomata. Kekurangan unsur ini menyebabkan daun
seperti terbakar dan akhirnya gugur.

H. Klimaterik Pada Tanaman Cabai

Perubahan pola respirasi yang mendadak sebelum proses kelayuan pada


bahan bahan dikenal dengan istilah Klimaterik. Meningkatnya proses respirasi
tergantung pada jumlah etilen yg dihasilkan, meningkatnya sintesa protein dan
RNA (Ribose Nucleic Acid). Klimaterik merupakan suatu perubahan pola
respirasi yang mendadak yang khas pada buah-buahan tertentu, dimana selam
proses tersebut terjadi serangkaian perubahan biologis yang diawali dengan
proses pembuatan etilen, yang ditandai dengan terjadinya proses pematangan.

Klimaterik dapat diartikan sebagai keadaan buah yang stimulasi menuju


kematangannya terjadi secara ”auto” (auto stimulation). Proses tersebut juga
disertai dengan adanya peningkatan proses respirasi. Klimaterik juga merupakan
suatu periode mendadak yang unik bagi buah-buahan tertentu. Selama proses ini
terjadi serangkaian perubahan biologis yang diawali dengan pembentukan etilen,
yaitu suatu senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang pada suhu ruang berbentuk
gas.

Produk yang termasuk respirasi klimaterik ditandai dengan produksi


karbohidrat meningkat bersamaan dengan buah menjadi masak dan diiringi pula
peningkatan produksi etilen. Saat produk mencapai masak fisiologi, respirasinya
mencapai klimaterik yang paling tinggi. Respirasi klimaterik dan proses
pemasakan dapat berlangsung pada saat buah masih di pohon atau telah dipanen.

14
Pemanenan dapat dilakukan ketika laju respirasi suatu produk sudah mencapai
klimaterik. Hal ini karena ketepatan pemanenan sangat mempengaruhi kualitas
produk tersebut. Produk yang dipanen terlalu muda pada produk buah-buahan
menyebabkan kematangan yang tidak sempurna sehingga kadar asamnya
meningkat dan menjadikan buah terasa masam. Untuk pemanenan yang terlalu
tua menyebabkan kualitas produk turun pada saat disimpan dan rentan terjadi
pembusukan.

Buah klimaterik merupakan golongan buah yang cepat mengalami kerusakan


atau pembusukkan, Hal ini disebabkan karena pada buah klimaterik memiliki
pola respirasi yang unik yaitu adanya peningkatan laju respirasi atau peningkatan
CO2 secara mendadak yang dihasilkan selama pematangan. Klimaterik adalah
suatu periode mendadak yang khas pada buah-buahan tertentu, dimana selama
proses tersebut terjadi serangkaian perubahan biologis yang diawali dengan
proses pembentukan etilen, hal tersebut ditandai dengan terjadinya proses
pematangan.

Perkembangan awal dengan pembelahan sel, pematangan dan penuaan. Awal


respirasi klimaterik diawali pada fase pematangan bersama dengan pertumbuhan
buah sampai konstan. Biasanya laju kerusakan komoditi pasca panen berbanding
langsung dengan laju respirasinya, walaupun tidak selalu terdapat hubungan
konstan antara kapasitas etilen yang dihasilkannya dengan kemampuan rusaknya
suatu komoditi.

Klimaterik menghasilkan lebih banyak etilen pada saat matang dan


mempercepat serta lebih seragam tingkat kematangannya pada saat pemberian
etilen. buah klimaterik hanya akan mengadakan reaksi respirasi bila etilen
diberikan dalam tingkat pra klimaterik dan tidak peka lagi terhadap etilen setelah
kenaikan respirasi dimulai.

Pada Tanaman Cabai bersifat klimaterik, karena seusai panen terjadi proses
mendadak memproduksi etilen, yaitu mulainya proses pematangan.Etilen adalah
suatu hormon yang penting dalam proses pematangan buah. Penanganan
klimaterik bisa digunkan dengan proses pendinginan, peyimpanan, karnakan

15
buah klimaterik lama kelamaan akan matang dan akan busuk. sehingga perlu
penangan. Buah klimaterik merupakan golongan buah yang cepat mengalami
kerusakan atau pembusukkan, hal ini disebabkan karena pada buah klimaterik
memiliki pola respirasi yang unik yaitu adanya respirasi peningkatan laju
respirasi secara mendadak.

Teknologi yang bisa diterapkan pada buah klimaterik adalah teknologi yang
dapat mengurangi laju respirasinya, seperti pendinginan, pengemasan, pelilinan
dan radiasi. Awal respirasi klimaterik diawali pada fase pematangan bersamaan
dengan pertumbuhan buah sampai konstan. Biasanya laju kerusakan komoditi
pasca panen berbanding langsung dengan laju respirasinya, walaupun tidak selalu
terdapat hubungan konstan antara kapasitas etilen yang dihasilkannya dengan
kemampuan rusaknya suatu komoditi. Disebut klimaterik apabila jumlah
CO2 yang dihasilkan dalam fase pertumbuhan buah terus menurun dan menjelang
senescene produksi CO2 kembali meningkat dan setelah itu menurun lagi. Etilen
yang dihasilkan akan meningkat pada fase pemasakan buah (ripening) dan
menurun menjelang fase pelayuan (senescene).

(Nicolaï et al. Engineering properties of Foods, Rao, Rizvi and Datta, Eds. CRC, 2005)

Gambar 3. Grafik hubungan antara pertumbuhan buah dengan laju respirasi dan
produksi gas etilene.

16
Dari grafik disamping, laju respirasi tertinggi terjadi pada fase pembelahan sel
(cell division) baik pada buah klimaterik maupun non-klimaterik. Hal ini
dikarenakan ketika sel melakukan pembelahan, di butuhkan energi yang sangat
besar dan satu-satunya sumber energi tersebut adalah dari proses respirasi. Seiring
dengan pertumbuhan buah maka laju respirasi semakin menurun sampai pada
awal pemasakan (ripening) buah. Produksi etilene pada fase pembelahan sel
sampai pembesaran sel (cell enlargement) tidak ada perbedaan antara buah
klimaterik dengan non-klimaterik. Memasuki fase ripening, fase inilah yang
membedakan buah klimaterik dengan non-klimaterik. Pada buah klimaterik terjadi
peningkatan dalam jumlah besar terhadap produksi etilene dan laju respirasinya.
Sementara pada buah non-klimaterik tidak terjadi peningkatan etilene maupun laju
respirasi.

Waktu pemanenan di lapangan memberikan perbedaan. Buah klimaterik dapat


dipanen sebelum fase ripening (pemasakan) karena fase ripening akan terus
berlanjut meskipun telah dipetik dari pohonnya. Sementara buah non-klimaterik
harus tetap berada di pohonnya agar bisa masak (ripening). Contohnya, buah
pisang dapat dipanen saat buah sudah matang penuh meskipun warna kulit masih
hijau, karena fase ripeningnya akan berlanjut meskipun tidak di pohonnya (tidak
harus menunggu kemasakan di pohonnya). Tetapi buah jeruk hanya bisa masak
untuk dapat dikonsumsi apabila tetap berada di pohonnya.

17

Anda mungkin juga menyukai