BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan dan Manfaat
Sumber Bahan Makanan Ternak
Istilah-istilah Dalam Ilmu Makanan Ternak
BAB II ANALISA KUALITAS BAHAN MAKANAN TERNAK
Analisa Proksimat
Analisa Air
Analisa Abu
Analisa Protein Kasar
Analisa Lemak Kasar
Analisa Serat Kasar
Bahan Ekstrak tanpa Nitrogen (Beta-N)
Penyajian Data Analisa Proksimat
Analisa Van Soest
Peralatan untuk analisis Van soest
Bahan Kimia
Neutral Detergent Fiber (NDF)
Analisa Energi
Prinsip Dasar
Penggunaan Energi Oleh Ternak
BAB III KIMIA MAKANAN TERNAK
Kualitas Protein
Chemical Score
Secara EAAI = Essential Amino Acid Index
Supplementary Effect
BAB IV BAHAN MAKANAN TERNAK NABATI
Butir-butiran dan Limbahnya
Jagung (Zea mays)
Dedak Padi (Oriza sativa)
Pollard (dedak gandum – Triticum sativum lank)
Ampas Bir
Shorgum (Shorgum bicolor)
Biji Kedele (Glycine max)
Bungkil Kedele
Ampas Tahu
Ampas Kecap
Kacang Tanah (Arachis hypogea)
Bungkil Kacang Tanah
Umbi-umbian dan Limbahnya
Ubi Kayu
Onggok
Daun Ubi Kayu
Ubi Jalar
Jerami Ubi Jalar
Limbah Industri Perkebunan
Bungkil Kelapa (Cocos nucifera)
Limbah Industri Coklat (Theobroma cacao)
Limbah Industri Kelapa Sawit
Limbah Industri Gula (Saccharum officinarum)
Pucuk Tebu
Ampas Tebu (bagasse)
Tetes
Limbah Pengolahan Nanas (Annanas comosus)
Limbah Pertanian
Hijauan
Rumput-rumputan (Graminae)
Rhodesgrass, rumput Rodhes (Chloris gayana Kunt)
Guinea grass, green panic (Panicum maximum Jacq)
Australia grass, Common paspalum (Paspalum
dilatatum poiret)
Elephan grass, Napier grass (Pennisetum
purpureum Schumach)
King grass (Pennisetum purpurhoides)
Signal grass, (Brachiaria decumbens Stapf)
Sudan grass, rumput sudan
Blady grass (Imperata cilindrica (L) Raeuschel)
Rumput lapang, alam, liar
Kacang-kacangan (Leguminosa)
Sentro, butterfly pee (Centrosema pubexcent Benth)
Colopogonium (Colopogonium mucunoides Desv)
Puero (Pueraria phaseoloides (Roxb.) Benth)
Stylo (Stylosanthes guianensis (Aublet) Swartz)
Carribian Stylo (Stylosanthes hamata (L.) Taub)
Glycine wightii (Wight & Arnot)
Calliandra calothyrsus (Messsn)
Gliciridia sepium ( Jacq.)
Leucana leucocephala (Lamk) de Wit
Sesbania grandiflora (L.) Poiret
BAB IV BAHAN MAKANAN TERNAK HEWANI
Asal Ternak dan Limbah Ternak
Tepung Daging
Tepung Darah
Tepung Hati
Susu dan Limbah Pengolahan Susu
Susu Skim
Butter Milk
Whey
Limbah Peternakan Ayam
Tepung Ikan
Tepung Kepala Udang
BAB V BAHAN MAKAN TERNAK INKONVENSIONAL
Klasifikasi Bahan Makanan Ternak Inkonvensional
Bijian dan butiran
Bungkil jagung
Biji Kecipir (Psophocarpus Tetrabonolobus (L.) DC )
Biji Kapuk (Ceiba Petanra)
Bungkil Biji Kapas (Gossypium Irsutum)
Lembah peternakan/hewan
Isi Rumen
Limbah Penetasan
Tepung Limbah Kodok
Tepung Bekicot
Keong Mas
Cacing Tanah (Lumbricus sp.)
Protein sel tunggal (PST)
Organisme Non Photosynthetic
Organisme Photoynthetic
BAB VI PAKAN SUPLEMEN
Suplemen Protein
Suplemen Asam Amino
Suplemen Mineral
Klasifikasi Pakan Mineral
Perlunya Suplemen Mineral
Petunjuk Suplementasi Mineral
Garam (NaCl)
Kalsium (Ca) dan Phosphor (P)
Suplemen Vitamin
Vitamin A
Vitamin D
Vitamin E
Vitamin K
Biotin
Choline
Folacin (Asam Folat)
Inositol
Niacin (asam nikotinat, nicotinamide)
Asam pantothenat (vitamin B3)
Para Amino Benzoic Acid (PABA)
Riboflavin (vtamin B2)
Thiamin (vitamin B1)
Vitamin B6 (pyridoxin, pyridoxal, pyridoxamine)
Vitamin B12 (cobalamin)
Vitamin C (asam askorbat, asam dehydroaskorbat)
BAB VII PAKAN ADITIF
Pengikat Pelet
Bahan Anti Jamur
Probiotik
Enzim
Pigmen
Bahan Flavor
Kontrol Bau
Bahan Pengontrol Cacing
Anticoksidal
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Ada banyak cara yang digunakan untuk menentukan kualitas bahan makan
ternak. Secara garis besar penentuan kualitas dapat dilakukan secara fisik, kimia
dan biologis. Seorang ahli kimia dalam menentukan kualitas bahan makanan
ternak akan mempertimbangkan kualitas pakan dari segi kandungan protein,
lemak atau kandungan zat makanan lainnya. Lain halnya dengan ahli nutrisi
mereka selanjutnya akan memikirkan juga kualitas makanan berdasarkan biologis
seperti antara lain kecernaaannya dan nilai biologis lainnya. Lebih luas lagi di
industri makanan ternak, manajer industri pakan akan memikirkan hal lain seperti
daya tahan bila dalam bentuk pellet dan stabilitas air apabila disimpan, sedangkan
manajer peternakan lebih banyak mempertimbangkan pengaruhnya terhadap
produksi dan pertumbuhan ternaknya.
Akhir -akhir ini telah banyak digunakan mikroskop untuk pengawasan mutu
bahan makanan ternak. Mikroskop dapat digunakan sebagai pelengkap analisa
kimia dalam uji cepat untuk penentuan ada tidaknya pemalsuan bahan makanan
ternak. Penggunaan mikroskop juga dapat memecahkan masalah untuk bahan
yang mungkin sulit atau tidak mungkin dianalisa secara kimia. Hal lain yang juga
penting adalah untuk mengetahui ada tidaknya kapang dan sporanya dapat
diidentifikasi dengan menggunakan miroskop.
Tujuan
Setelah memperoleh dan mempelajari mata kuliah ini mahasiswa :
1. Mampu mengerjakan/melakukan uji-uji pakan secara fisik, organoleptik dan
kimiawi.
2. Menyebutkan pakan yang sesuai dengan kelompok pakannya dan
menyebutkan kandungan zat makanan utamanya.
3. Menyebutkan kelemahan/kekurangan/kandungan anti nutrisi pakan-pakan
tertentu.
4. Menyebutkan pakan inkonvensional dan pakan harapan.
Manfaat
Setelah mempelajari PBMT mahasiswa :
1. Mampu memilih pakan yang tepat sesuai dengan tujuan penggunaannya.
2. Mampu mengantisipasi penggunaan pakan yang mengandung anti nutrisi.
3. Mampu memanfaatkan pakan inkonvensional dengan mengantisipasi
kelemahan dan kelebihannya.
⇒ Ampas : Residu limbah industri pangan yang telah diambil sarinya melalui
proses pengolahan secara basah (ampas kelapa, ampas kecap, ampas tahu,
ampas bir, ampas ubi kayu/onggok).
⇒ Abu / ash / mineral : Sisa pembakaran pakan dalam tungku/tanur 500 – 600
0
C sehingga semua bahan organik terbakar habis.
⇒ Analisis proksimat (Proximate analysis ) : Analisa kimiawi pada pakan/bahan
yang berlandaskan cara Weende yang akan menghasilkan air, abu, protein
kasar, lemak dan serat kasar dalam satuan persen.
⇒ Analisis Van Soest : Metoda analisa berdasarkan kelarutannya dalam larutan
detergen asam dan detergen netral.
⇒ BETN (Bahan Ekstrak Tanpa N) / NFE (Nitrogen Free Extract) : Karbohidrat
bukan serat kasar. Dihitung sebagai selisih kandungan kerbohidrat dengan
serat kasar. Merupakan tolak ukur secara kasar kandungan karbohidrat pada
suatu pakan/ransum.
⇒ Bahan kering (Dry Matter) : Pakan bebas air. Dihitung dengan cara 100 –
kadar air, di mana kadar air diukur merupakan persen bobot yang hilang
setelah pemanasan pada suhu 105 0C sampai beratnya tetap.
⇒ Bahan makanan ternak / pakan (Feeds, Feedstuff) : Semua bahan yang
dapat dimakan ternak.
⇒ Bahan organik (Organik matter) : Selisih bahan kering dan abu yang secara
kasar merupakan kandungan karbohidrat, lemak dan protein.
⇒ Bahan organik tanpa nitrogen (BOTN) / Non nitrogenous organik matter :
Selisih bahan organik dengan protein kasar yang merupakan gambaran kasar
kandungan karbohidrat dan lemak suatu bahan/pakan.
⇒ Dedak (Bran) : Limbah industri penggilingan bijian yang terdiri dari kulit luar
dan sebagian endosperm seperti dedak padi, dedak gandum (pollard), serta
dedak jagung.
⇒ Energi bruto / Gross energy (GE) : Jumlah kalori (panas) hasil pembakaran
pakan dalam bom kalorimeter.
⇒ Fodder : Hijauan dari kelompok rumput bertekstur kasar seperti jagung dan
sorghum beserta bijinya yang dikeringkan untuk pakan.
⇒ Hijauan makanan ternak (Forage) : Pakan yang berasal dari bagian vegetatif
tumbuhan/tanaman dengan kadar serat kasar > 18 % dan mengandung energi
tinggi.
⇒ Hijauan kering (Hay ) : Hijauan makan ternak (HMT) yang dikeringkan dengan
kadar air biasanya < 10 %.
⇒ Jerami (Straw) : Hijauan limbah pertanian setelah biji dipanen dengan kadar
serat kasar umumnya tinggi, bisa berasal dari gramineae maupun
leguminoceae.
⇒ Karbohidrat : Senyawa C, H dan O bukan lemak. Merupakan selisih BOTN
dan lemak.
⇒ Bungkil : Bahan limbah industri minyak seperti bungkil kelapa, bungkil kacang
tanah, bungkil kedele, dll.
⇒ Lemak kasar (Ether extract) : Semua senyawa pakan/ransum yang dapat larut
dalam pelarut organik.
⇒ Lignin : Bagian serat detergen asam yang tidak larut dalam H2SO4 72 % dan
terbakar habis pada tanur 500 – 600 0C pada metoda analisis Van Soest.
⇒ Pakan imbuhan / Feed additive : Zat yang ditambahkan dalam ransum untuk
memperbaiki daya guna ransum yang bersifat bukan zat makanan.
⇒ Protein kasar (PK) / Crude protein : Kandungan nitrogen pakan/ransum
dikalikan faktor protein rata -rata (6,25) karena rata-rata nitrogen dalam protein
adalah 16 %, sehingga faktor perkalian protein 100/16 = 6,25. Terdiri dari
asam -asam amino yang saling berikatan (ikatan peptida), amida, amina dan
semua bahan organik yang mengandung Nitrogen.
⇒ Ransum (Ration, Diet) : Sejumlah pakan/campuran pakan yang dijatahkan
untuk ternak dalam sehari.
⇒ Ransum konsentrat : Campuran pakan yang mengandung serat kasar < 18 %
dan tinggi protein.
⇒ Selulosa : Rangkaian molekul glukosa dengan ikatan kimia β - 1,4 glukosida
dan terdapat dalam tanaman.
⇒ Se rat detergen asam (SDA, ADF) : Bagian dinding sel tanaman yang tidak
larut dalam detergen asam pada metoda analisis Van Soest.
⇒ Serat kasar (SK) / Crude fiber (CF) : Bagian karbohidrat yang tidak larut
setelah pemasakan berturut-turut, masing-masing 30 menit pada H2SO 4 1,25
% (0,255 N) dan NaOH 1,25 % (0,312 N).
⇒ Setara protein telur (Chemical score) : Kadar asam amino esensial pembatas
protein suatu bahan dibandingkan dengan asam amino protein telur sebagai
standar.
⇒ Silase / Silage : Hasil pengawetan hijauan dalam bentuk segar dengan cara
menurunkan pH selama penyimpanan.
⇒ Silika (SiO2) / Insoluble ash : Bagian serat detergen asam yang tidak larut
dalam H2SO4 72 % dan tersisa sebagai abu pada pembakaran 500 – 600 0C
pada metoda analisis Van Soest.
⇒ Zat makanan (Nutrient) : Zat organik dan inorganik dalam pakan yang
dibutuhkan ternak untuk mempertahankan hidup, memelihara keutuhan
tubuhnya dan mencapai prestasi produksinya.
⇒ Pakan tambahan (Feed supplement) : Pakan/campuran pakan yang sangat
tinggi kandungan salah satu zat makanannya, seperti protein suplemen,
mineral suplemen, vitamin suplemen, dll.
⇒ Total digestible nutrient (TDN) : Total energi zat makanan pada ternak yang
disetarakan dengan energi dari karbohidrat. Dapat diperoleh secara uji biologis
ataupun perhitungan menggunakan data hasil analisis proksimat.
⇒ Asam amino esensial (EAA) : Asam amino yang kerangka karbonnya tidak
cukup/tidak dapat dibuat oleh tubuh sehingga harus cukup tersedia dalam
protein makanan/ransum sehari-hari.
⇒ Asam amino pembatas (Limiting amino acid ) : Asam amino esensial yang
paling kurang dalam protein suatu pakan dibandingkan dengan asam amino
tersebut dalam protein telur. Erat kaitannya dengan kualitas protein.
⇒ Probiotik : Kultur mikroorganisme yang dapat merangsang/meningkatkan
pertumbuhan dari mikroorganisme saluran pencernaan yang diinginkan.
BAB II
ANALISA KUALITAS BAHAN MAKANAN TERNAK
1. Analisa Proksimat
Bahan makanan ternak akan selalu terdiri dari zat-zat makanan yang
terutama diperlukan oleh ternak dan harus kita sediakan. Zat makanan utama
antara lain protein, lemak dan karbohidrat perlu diketahui sebelum menyusun
ransum. Untuk itu perlu dilakukan analisa laboratorium guna mengetahuinya.
BM Abu
Protein
BK Kasar
Lemak
BO Kasar
BOTN SK
Karbohidrat
Beta -N
Keterangan :
BM : Bahan Makanan
BK : Bahan Kering
BO : Bahan Organik
BOTN : Bahan Organik Tanpa Nitrogen
SK : Serat Kasar
Beta-N: Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen = 100% - (air + abu + PK + lemak +
SK)%.
Analisa Air
Analisis kadar air bahan menggunakan oven dengan temperatur sedikit
diatas temperatur didih air yaitu 105o C. Sampel dimasukan ke dalam oven
beberapa waktu sehingga tercapai berat tetap. Kadar air adalah selisih berat awal
dan akhir dalam satuan persen. Umumnya pakan yang telah mengalami
pengeringan matahari/oven 70 oC masih mengandung kadar air. Dari analisis ini
akan diperoleh kadar bahan kering (bahan yang sudah bebas air/uap air) dengan
cara 100% dikurangi dengan kadar air.
Analisa Abu
Abu adalah bagian dari sisa pembakaran dalam tanur dengan temperatur
400-600 oC yang terdiri atas zat-zat anorganik atau mineral. Dari abu ini dapat
dilanjutkan untuk mengetahui kadar mineral.
Nitrogen Lignosellulosa
Dinding sel Detergen asam (ADF)
Metode detergen terdiri dari 2 bagian yaitu : Sistem netral untuk mengukur
total serat atau serat yang tidak larut dalam detergen netral (NDF) dan sistem
detergen asam digunakan untuk mengisolasi sellulosa yang tidak larut dan lignin
serta beberapa komponen yang terikat dengan keduanya (ADF).
Alat yang digunakan untuk menganalisa NDF dan ADF secara umum adalah
sama dengan peralatan yang digunakan untuk penentuan serat kasar (Proximat)
walaupun ada beberapa kekhasan untuk sebagian alat. Hal paling penting adalah
alat untuk memanaskan gelas beaker haruslah ada alat kontrolnya masing-masing
supaya bisa diatur panasnya sesuai kebutuhan juga perlu alat pendingin
(kondensor) dibagian atasnya. Sistem pendingin air juga harus berjalan dengan
baik untuk menghindari kesalahan hasil analisa. Kegagalan dalam sistem ini
akan menghasilkan kesalahan pengukuran dan komponen serat biasanya akan
lebih tinggi dari yang seharusnya. Hal ini disebabkan oleh sampel dalam gelas
beaker akan naik ke dinding gelas dan tidak bisa turun atau tidak bersentuhan lagi
dengan larutan akibat dari alat pendingin yang tidak berfungsi.
Peralatan utama yang diperlukan untuk analisis ini adalah : 1). Gelas beaker :
Kapasitas 600 ml, 2). Hot plate : 400 watt masing-masing untuk satu gelas dengan
alat kontrol, 3). Kondensor : Alat pendingin ini berhubungan dengan air yang
mengalir dan bentuknya biasanya bulat sehingga pas masuk dibagian mulut gelas
beaker 600 ml, 4) Crusibel atau kertas saring. Peralatan pendukung lainnya
adalah sama dengan alat yang digunakan waktu penentuan serat kasar.
b. Bahan Kimia
Larutan ADF dibuat dengan cara pertama dibuat dulu larutan asam sulfat 0.5
M (1 N) dan boleh sedikit adanya variasi larutan sebesar 0.98 – 1.02 N. Apabila
menggunakan larutan asam sulfat murni bisa dibuat dengan cara menambahkan
49.0 gram asam sulfat murni kedalam air sehingga didapat sebanyak 1 liter (ini
akan sama dengan larutan 1 N). Kemudian ditambahkan 20 gram CETAB dan
diaduk dengan stirer sampai larut. Penambahan CETAB kedalam larutan asam
sulfat 1 N kemungkinan sedikit akan menaikan volumenya.
Komponen serat yang tergabung dalam NDF merupakan bahan yang tidak
dapat larut dari matrix dinding sel tanaman. Serat tersebut secara kovalen terikat
sangat kuat dengan ikatan hidrogen, kristallin atau ikatan intramolekular lain yang
mereka sangat resisten terhadap larutan yang masih berada pada tingkat
konsentrasi physiologis. Karena larutan NDS tidak bersifat hidrolitik maka hampir
semua ikatan-ikatan tersebut masih berada dalam residu NDF. Hal ini dapat
dilihat apabila dibandingkan antara nilai daya cerna in vitro dan in vivo dari NDF.
Terdapat sedikit perbedaan daya cerna akibat dari adanya pengahancuran
beberapa komponen seperti silica dan tannin oleh neutral detergen.
Tidak semua komponen dari dinding sel terikat ke dalam matrik. Pektin,
sebagai contoh hampir 90% nya dapat dilarutkan oleh NDS, demikian juga pektin
adalah komponen yang mudah difermentasikan, sehingga hal ini memperlihatkan
tidak adanya pengaruh lignifikasi pada ikatan pektin. Dengan demikian NDF tidak
dapat dinyatakan mewakili komponen dinding sel secara keseluruhanya, tetapi
hanya mewakili sebagai residu dari komponen nutirisi yang mempunyai ikatan
dengan matrix lignin dan secara physik merupakan struktur yang tidak dapat larut
dan mempunyai pengaruh khusus baik pada rumen maupun pada saluran
pencenrnaan non ruminan.
3. Analisa Energi
Kata energi berasal dari bahasa Yunani yaitu : En = in artinya dalam dan
Ergon artinya kerja. Sehingga kata energi diartikan sebagai dalam bentuk kerja.
Energi ada beberapa macam diantaranya :
1. Energi mekanik
2. Energi Cahaya
3. Energi panas
4. Energi nuklir
5. Energi aliran panas dan
6. Energi molekuler atau energi kimia yang sangat berperanan sekali
dalam bidang ilmu makanan ternak dan nutrisi.
Prinsip Dasar
Adanya perubahan energi kimia dalam molekul bahan makanan ke dalam
bentuk energi kinetik dari suatu reaksi metabolic yang dapat menimbulkan kerja
atau panas. Menurut La voisier dan La place tahun 1780 dari Perancis bahwa
panas yang diproduksi hewan berasal dari oksidasi zat organik bahan makanan
yang disuplai, dapat dijadikan sumber energi akibatnya nilai energi yang
dihasilkan dapat dijadikan criteria nilai gizi pakan atau ransum yang dikonsumsi
hewan tersebut.
Pembakaran bahan makanan berlangsung sebagai berikut :
CHO + O2 CO2 + H2O + gas + panas.
Pembakaran makanan tersebut menggunakan oksigen (O 2) dan menghasilkan
energi bruto atau gross energi (GE). Pengukuran energi brotu ini menggunakan
alat Bomb Calorimeter (perubahan suhu akibat pembakaran pakan dengan
oksigen). Pengukuran energi bahan makanan ternak atau ransum menggunakan
satuan-satuan atau indicator angka sebagai jumlah energi yang dinyatakan dalam
satuan :
Nilai GE dari karbohidrat berkisar antara 3.75 – 4.25 kkal, sedangkan nilai
GE untuk protein lebih tinggi daripada karbohidrat, tetapi di dalam tubuh ternak,
energi protein tidak dapat dipergunakan seluruhnya, energi ini akan keluar dalam
bentuk ikatan asam urat atau urea yang masih mengandung GE sekitar 1.25 kkal,
sehingga energi yang akan didapat dalam tubuh ternak yang berasal dari protein
hampir sama dengan karbohidrat yaitu : 4.25 kkal (5.50-1.25). Nilai energi bruto
(GE) untuk macam -macam protein dan lemak diperlihatkan pada tabel 3 (nilai
rata -rata GE protein = 5.20 kkal dan rata-rata GE lemak = 9.35 kkal).
KUALITAS PROTEIN
Kegunaan dari protein bahan makanan relatif tergantung pada keperluan
hewan terhadap banyaknya protein, sedang pada beberapa hewan seperti ayam
dan babi juga tergantung pada asam -asam amino esensial yang terdapat dalam
bahan makanan tersebut. Pada hewan-hewan tersebut asam-asam amino tertentu
harus tersedia dalam ransum. Asam-asam amino ini disebut asam-asam amino
esensial. Bahan makanan dikatakan mempunyai kualitas protein yang baik apabila
bahan makanan tersebut dapat menyediakan seluruh asam-asam amino esensial
dalam perbandingan hampir mendekati sama dengan yang ada pada protein yang
akan dibentuk, ditambah sumber N yang lain untuk membentuk asam amino yang
tidak esensial. Sedang yang dikatakan asam amino esensial yaitu asam -asam
amino yang tidak dapat disintesis dalam tubuh hewan dalam kecepatan yang
diperlukan untuk pertumbuhan yang normal. Misalnya arginine untuk tikus adalah
esensial, walaupun asam amino ini dapat dibentuk oleh tubuh tikus, tapi tidak
dalam kecepatan yang cukup untuk pertumbuhannya.
Penentuan kualitas protein dapat berdasarkan :
1. Kimia
2. Biologis, yaitu dengan BV, PER, Replacement Value, dll.
untuk memudahkannya :
untuk memudahkannya :
3. Supplementary Effect
Apabila beberapa protein yang mempunyai kekurangan asam amino
dikombinasikan, maka secara biologis protein campuran ini akan bertambah nilai
biologisnya oleh karena adanya supplementary effect.
Misalnya suatu protein tubuh harus dibentuk asam-asam amino A, B, C, D, E
dengan perbandingan 48, 10, 4, 32, 6. Jadi mempunyai susunan A48B 10C4D32E6.
Apabila sumber protein yang diberikan :
Protein I dengan susunan A26B 28C2D34E 10 kegunaan protein ini tergantung
daripada C. Selama C hanya mempunyai persediaan 2, maka protein tubuh yang
dibentuk :
A24B5C2D16E 3 (= ½ x A48B10C 4D32E6).
Jadi protein I hanya digunakan 50 %, sisanya A2B 23C8D18E 7 (A26B 28C2D34E 10 –
A24B5C2D16E 3) akan dibakar sebagai energi. Dalam hal ini kita dapat
memperbaikinya dengan :
1. Penambahan asam-asam amino murni
2. Memberikan campuran dengan protein
Misalkan kita berikan campuran protein ke -II yang mempunyai susunan
A46B18C6D20E10.
Jadi : Ideal A48B10C4D32E6
Protein I A26B28C2D34E10
Protein II A46B18C6D20E10
Camp. I + II A36B23C4D27E10
Konsentrat adalah pakan yang tinggi kandungan ekstrak tiada nitrogen (Beta-
N) dan rendah kandungan serat kasar (SK) yaitu lebih rendah dari 18%.
Kandungan protein pakan dapat dibagi 2 yaitu : (1) Konsentrat sumber energi, (2)
konsentrat sumber energi da protein.
Jagung merupakan butiran yang mempunyai total nutrien tercerna (TDN) dan
net energi (NE) yang tinggi. Kandungan TDN yang tinggi (81.9%) adalah karena :
(1) jagung sangat kaya akan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Beta-N) yang hampir
semuanya pati, (2) jagung mengandung lemak yang tinggi dibandingkan semua
butiran kecuali oat, (3) jagung mengandung sangat rendah serat kasar, oleh
karena itu mudah dicerna. Kandungan protein jagung rendah dan defisiensi asam
amino lisin. Dari butiran yang ada, hanya jagung kuning yang mengandung
karoten. Kandungan karoten jagung akanmenurun dan atau hilang selama
penyimpanan.
Dedak padi cukup disenangi ternak. Pemakaian dedak padi dalam ransum
ternak umumnya sampai 25% dari campuran konsentrat. Walaupun tidak
mengandung zat antinutrisi, pembatasan dilakukan karena pemakaian dedak padi
dalam jumlah besar dapat menyebabkan susahnya pengosongan saluran
pencernaan karena sifat pencahar pada dedak. Tambahan lagi pemakaian dedak
padi dalam jumlah besar dalam campuran konsentrat dapat memungkinkan
ransum tersebut mudah mengalami ketengikan selama penyimpanan.
Secara kualitatif kualitas dedak padi dapat diuji dengan menggunakan bulk
density ataupun uji apung. Bulk density dedak padi yang baik adalah 337.2 –
350.7 g/l. Makin banyak dedak padi yang mengapung, makin jelek kualitas dedak
padi tersebut. Selain itu uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna, bau dan uji
sekam (flouroglusinol) dapat dipakai untuk mengetahui kualitas dedak padi yang
baik. Bau tengik merupakan indikasi yang baik untuk dedak yang mengalami
kerusakan.
Dedak padi yang berkualitas baik mempunyai protein rata-rata dalam bahan
kering adalah 12.4%, lemak 13.6% dan serat kasar 11.6%. Dedak padi
menyediakan protein yang lebih berkualitas dibandingkan dengan jagung. Dedak
padi kaya akan thiamin dan sangat tingi dalam niasin.
Secara kualitatif kualitas pollard dapat diuji dengan menggunakan uji bulk
density ataupun uji apung. Bulk density pollard adalah 208.7 g/l. Bulk density yang
lebih besar atau lebih kecil dapat berarti adanya kontaminasi atau pemalsuan.
Makin banyak pollard yang mengapung, makin banyak sekam yang terdapat pada
pollard tersebut. Uji flouroglunicol dapat juga dipakai untuk menguji sekam pollard.
Selain itu juga uji organoleptik seperti tekstur, raa, warna dan bau dapat dipakai
untuk mengetahui pollard yang baik. Kualitas pollard secara kuantitatif dapat
dilakukan dilaboratorium dengan mengunakan metode proksimat (tabel 8).
Gambar 5. Pollard halus (giling)
Pollard merupakan salah satu pakan ternak yang popular, dan nilai produksi
yang dihasilkan tampaknya lebih besar daripada yang diperkirakan dari
kandungan protein dan kecernaan nilai zat makanannya. Pemberian pollard
biasanya dicampur dengan butiran dan dengan pakan yang kaya protein seperti
bungkil-bungkilan. Pollard mempunyai nilai yang tinggi ketika dipakai lebih dari ¼
bagian konsentrat.
Kualitas protein pollard lebih baik dari jagung, tetapi rendah daripada kualitas
protein bungkil kedelai, susu, ikan dan daging. Pollard kaya akan phospor (P)
feerum (fe) tetapi miskin akan kalsium (Ca). Pollard mengandung 1.29% P, tetapi
hanya mengandung 0.13% Ca. Bagian terbesar dari P ada dalam bentuk phitin
phospor. Pollard tidak mengandung vitamin A atau vitamin, tetapi kaya akan niacin
dan thiamin.
4. Ampas Bir
Bir dibuat dari bahan baku yang terdiri dari gandum, beras dan jagung. Untuk
setiap kilogram bahan baku akan menghasilkan limbah yang sama banyaknya
yaitu satu kilogram. Ampas bir cukup disukai ternak, sedangkan ampas segar
yang telah disimpan tanpa perlakuan yang baik dapat menurunkan palatabilitas.
Ampas bir yang dibuat dari bijian yang tidak mengandung antinutrisi, maka
ampas bir juga tidak mengandung antinutrisi. Ampas bir yang dibuat dari bahan
baku gandum akan mempunyai sifat pencahar, sedangkan bila dipergunakan
butiran lain yang tidak mempunyai sifat pencahar, maka ampas bir yang
dihasilkannya pun tidak mempunyai sifat pencahar.
Secara kualitatif kualitas tepung ampas bir dapat diuji dengan menggunakan
bulk density ataupun uji apung. Selain itu juga organoleptik seperti tekstur, rasa,
warna dan bau dapat dipakai untuk mengetahui kualitas ampas bir, analisa PK
dan SK perlu dilakukan.
Gambar 6. Shorgum
Tepung kedelai mengandung protein yang tin ggi dibandingkan dengan bijian
lainnya yang umum dipakai untuk pakan. Kandungan protein kasar rata -rata
tepung kedele adalah 37.9%.
7. Bungkil Kedele
Bungkil kedele merupakan limbah dari industri minyak biji kedele. Bungkil ini
sangat disukai oleh ternak. Namun penggunaannya perlu diperhatikan karena zat
penghambat trypsin mungkin masih tersisa pada bungkil kedele yang diproduksi
dengan pemakaian suhu yang rendah.
8. Ampas Tahu
Ampas tahu merupakan limbah dari pabrik tahu yang jumlahnya bervariasi
tergantung dari proses pembuatan. Jumlah ampas tahu yang dihasilkan berselang
dari 25% sampai 67% dengan rata-rata adalah 39.2%. Ampas ini cukup disukai
ternak terutama yang masih segar.
Ampas tahu berasal dari kedele dan oleh karena itu anti nutrisi yang terdapat
pada ampas tahu adalah sama dengan kedele hanya konsentrasinya lebih sedikit
karena telah mengalami pengolahan. Ampas tahu tidak mempunyai sifat
pencahar. Akan tetapi penanganan ampas tahu segar harus sebaik mungkin,
Penanganan yang tidak baik terhadap ampas tahu segar dapat mengakibattkan
penurunan nilai nutrisi dan juga menurunkan palatabilitas.
Secara kualitatif ampas tahu dapat diuji dengan bulk density. Selain itu uji
oragnoleptik seperti tekstur, rasa, warna dan bau dapat dipakai untuk mengetahui
kualitas ampas tahu yang baik. Kualitas ampas tahu secara kuantitatif dapat
dilakukan dilaboratorium d engan metode proksimat (tabel 8).
Gambar 9. Ampas Tahu
Ampas tahu tersedia dalam bentuk basah. Kandungan air ampas tahu tinggi
yaitu sekitar 89.96%. Komposisi kimia ampas tahu bervariasi yang salah satunya
tergantung pada proses pembuatan yang beragam. Ampas tahu sudah banyak
digunakan untuk pakan ternak. Dilapangan ampas tahu digunakan berkisar 12%
sampai 95% dari campuran konsentrat. Berdasarkan perhitungan kadar air yang
ada pada ampas tahu, maka sebaiknya ampas tahu basah tidak diberikan ke
ternak lebih dari 41%. Kandungan TDN ampas tahu berkisar antara 21-24%
tergantung pada cara pengolahan dan kualitas bahan baku.
9. Ampas Kecap
Bahan baku untuk membuat kecap adalah biji kedele. Ampas kecap
dihasilkan sebesar 59.7% dari bahan baku kedele. Ampas ini cukup disukai oleh
ternak.
Ampas kecap berasal dari kedele dan oleh karena itu anti nutrisi yang
terdapat pada ampas kecap adalah sama dengan kedele hanya konsentrasinya
lebih sedikit karena telah mengalami pengolahan. Ampas kecap tidak mempunyai
sifat pencahar. Tetapi perlakuan yang tidak baik terhadap ampas kecap
khususnya ampas kecap segar dapat mengakibatkan tumbuhnya jamur yang
selanjutnya dapat mengakibatkan menurunnya nilai nutrisi ampas tersebut.
Secara kualitatif kualitas ampas kecap dapat diuji dengan menggunakan bulk
density ataupun uji apung. Selain itu uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna
dan bau dapat dipakai untuk mengetahui kualitas ampas kecap yang baik.
Kualitas ampas kecap secara kualitatif dapat dilakukan dilaboratorium dengan
menggunakan metode proksimat (tabel 8).
Ampas kecap masih mempunyai nilai gizi yang baik. Oleh karena itu
dibeberapa daerah ampas kecap masih dipergunakan untuk makanan manusia.
Ampas kecap mempunyai kandungan protein berkisar antara 21-34% tergantung
pada proses pengolahan dan kualitas bahan baku yang digunakan.
10. Kacang Tanah (Arachis hypogea)
Produksi per hektar tergantung pada jenis kacang tanah, jenis tanah,
pemupukan dan cuaca. Kacang ini disukai ternak dan merupakan pakan
suplementasi protein dari tumbuhan yang secara luas dipakai untuk ternak.
Goitrogens adalah antinutrisi yang terdapat pada kacang tanah. Anti nutrisi
ini dapat mengakibatkan thyroid membesar. Perlakuan panas dan pemberian
yodium (I) yang cukup merupakan metode yang baik untuk menanggulangi
masalah anti nutrisi ini. Selain kacang tanah mempunyai sifat pencahar, sehingga
perlu pembatasan penggunaannya dalam ransum.
Meskipun kacang tanah yang tidak dikuliti mengandung serat kasar tinggi,
mereka mempunyai TDN yang tinggi karena tingginya kandungan lemak (36%).
Seperti kedele, kacang tanah juga defisien dalam carotin, vitamin D, kalsium (Ca)
dan mengandung phospor yang tidak terlalu tinggi.
Secara kualitatif kualitas bungkil kacang tanah dapat diuji dengan uji bulk
density ataupun uji apung. Bulk density bungkil kacang tanah adalah 465.6 g/l.
Selain itu juga uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna dan bau dapat dipakai
untuk mengetahui kualitas bungkil kacang tanah yang baik. Uji sekam dengan
flouroglucinol dapat juga dilakukan. Kualitas bungkil kacang tanah secara
kuantitatif dapat dilakukan dilaboratorium dengan menggunakan metode
proksimat (tabel 8).
Bungkil kacang tanah mengandung protein sekitar 46.62% dan serat kasar
5.5%. Bila serat kasar lebih tinggi maka telah terjadi pemalsuan sekam dan
karena itu produk tersebut tidak dapat disebut bungkil kacang tanah tetapi bungkil
kacang tanah dan sekam.
Bungkil kacang tanah mempunyai protein tercerna (DP) 42.4% dan TDN
84.5%. Nilai ini lebih tinggi dari bungkil kedele. Bungkil kacang tanah dan sekam
mengandung protein kasar (PK) 41%, protein tercerna 36.6% dan total nutrien
tercerna (TDN) 73.3% lebih tinggi dari PK, DP dan TDN bungkil biji kapas.
Kualitas protein bungkil kacang tanah adalah baik dan hampir sama dengan
bungkil kedele. Tetapi bungkil kacang tanah biasanya mengandung lisin yang
lebih rendah daripada bungkil kedele. Bungkil kacang tanah mengandung kalsium
(Ca) yang rendah dan kandungan phospornya (P) adalah setengah dari
kandungan bungkil biji kapas. Selain itu bungkil kacang tanah kurang karotin,
vitamin D, thiamin, riboflavin,tetapi kaya akan niacin dan asam pantotenat.
Direkomendasikan untuk memberikan bungkil kacang tanah ke ternak sebanyak
kurang lebih ¼ dari total konsentrat.
Suatu faktor pembatas dalam penggunaan ubi kayu adalah racun asam
sianida (HCN) yang terdapat dalam bentuk glikosida sianogenik. Dua macam
glikosida sianogenik dalam ubi kayu yaitu lanamarine (±95% dari bentuk glikosida
sianogenik) dan bentuk lotaustarin. Pada proses detoksifikasi asam sianida dalam
tubuh ternak diperlukan sulfur yang dapat dari asam amino tersebut akan
meningkat. Sulfur untuk detoksifikasi ini dapat juga berasal dari sulfur inorganik.
Penggunaan ubi kayu dalam ransum berdasarkan beberapa peneliti untuk ungas
5-10%, babi 40-70% dan rumiansia 40-90%.
2. Onggok
Onggok merupakan limbah pabrik tapioca dan gula. Angka konversi ubi kayu
menjadi onggok berkisar antara 60-65%. Sebagai sumber energi, onggok lebih
rendah dibandingkan dengan jagung dan ubi kayu akan tetapi lebih tinggi dari
pada dedak. Walaupun komposisi tepung ubi kayu lebih tinggi daripada gaplek
akan tetapi kadar HCN tepung ubi kayu lebih tinggi daripada onggok. Penggunaan
onggok dalam ransum unggas paling tinggi 5% dari ransum, untuk babi 25-30%
dan untuk ruminansia 40% dari ransum.
4. Ubi Jalar
Varietasnya sangat banyak, menyebabkan perbedaan rasa, ukuran, bentuk,
warna dan nilai gizi. Produksi ubi jalar antara 2.5 – 15 ton segar/ha/tahun. Ubi
jalar merupakan sumber energi dan untuk ubi jalar yang berwarna kuning
mengandung provitamin A dan karotenoid yang cukup. Asa amino pembatas ubi
jalar adalah luecine. Seperti umumnya umbi-umbian yang mempunyai kandungan
protein yang rendah, pemberian ubi jalar perlu diimbangi pemberian kandungan
protein yang tinggi. Apabila digunakan lebih dari 90% pengganti jagung dalam
ransum unggas sering terjadi luka-luka pada usus unggas yang dapat diikuti
dengan kematian, Pada ransum ruminansia umumnya digunakan pengganti
jagung sebanyak 50%.
5. Jerami Ubi Jalar
Produksi jerami dalam bentuk segar berkisar antara 10-12.5% ton/ha/ta hun.
Berdasarkan penelitian Kempton dan Leng pemberian jerami ubi jalar sebagai
pengganti pucuk tebu pada ransum sapi perah dapat meningkatkan konsumsi
ransum dan produksi susu. Akan tetapi percabaan Nuraeni mendapatkan hasil
penggantian rumput lapangan dengan jerami ubi jalar lebih dari 1/3 bagian dapat
menyebabkan kadar lemak susu menurun.
Limbah industri coklat merupakan sumber protein yang baik untuk ternak
ruminansia karena tidak mudah untuk didegradsi dalam rumen. Namun bahan ini
mengandung zat racun.
Kulit coklat buah mengandung protein rendah dan serat kasar yang tinggi
sehingga penggunaannya terbatas hanya untuk ruminansia. Akan tetapi kulit biji
coklat mengandung protein yang cukup tinggi sehingga bisa digunakan untuk
semua jenis ternak. Penggunaan kulit buah coklat pada ungas dan babi bisa
sekitar 10-24%, sedangkan pada ruminansia bisa sekitar 30-40%.
Bungkil kelapa sawit bisa diberikan sebanya k 20% pada unggas dan babi,
dan 30—40% pada ruminansia.
Serat kelapa sawit mengandung kadar serat kasar yang tinggi sehingga
hanya dapat digunakan untuk ransum ternak ruminansia. Serat kelapa sawit dapat
diberikan pada ruminansia sebanyak 15-35% dari ransum.
Bungkil Kelapa 88.5 6.36 18.58 12.55 15.38 37.26 0.08 0.52
Limbah coklat
• Kulit buah 93.47 11.63 8.01 1.28 40.08 38.49 0.58 0.18
• Kulit biji 88.10 7.57 16.16 8.36 20.94 46.80 0.34 0.39
Limbah kelapa sawit
• Lumpur sawit 90.5 8.56 8.56 24.10 32.40 2.10 - -
• Bk. Sawit 88.32 15.83 15.83 2.94 33.01 43.21 0.40 0.71
• Serat sawit 91.45 7.02 7.02 14.67 36.14 35.18 0.48 0.18
Limbah Gula
• Pucuk tebu 24.77 5.47 5.47 1.37 37.90 45.06 0.47 0.34
• Baggase 87.1 1.45 1.45 0.70 48.00 44.55 0.09 0.08
• Tetes 82.4 3.95 3.95 0.29 0.40 84.40 0.89 0.14
Pengolahan Nanas 89.6 4.5 4.5 15.8 1.60 63.9 - -
Produk utama dari industri kelapa sawit yaitu Crude Palm Oil (CPO)
merupakan sumber lemak yang sudah banyak digunakan untuk pakan ayam baik
broiler maupun layer. Penggunaan CPO ini menggantikan minyak ikan dan beef
tallow yang sudah mulai ditinggalkan karena harganya yang lebih mahal. Selain
murah penggu naan CPO dalam pakan juga dapat meningkatkan warna kuning
dalam pakan sehingga menambah nilai jual karena pakan yang berwarna kuning
lebih disukai peternak dibandingkan dengan warna yang pucat sehingga
penggunaannya dapat menurunkan penggunaan pewarna. CPO yang baik
mempunyai kandungan lemak 99.5%, kandungan air tidak lebih dari 0.5% dan
kandungan free fatty acid (FFA) tidak lebih dari 5%.
Pucuk Tebu
Pucuk tebu digunakan sebagai hujauan makanan ternak pengganti rumput
gajah tanpa ada pengaruh negatif pada ternak ruminansia. Komposisi kimianya
dapat dilihat pada tabel 11.
Mengingat tingginya serat kasar. Ampas tebu hanya bisa digunakan untuk
ternak ruminansia sebanyak 25%. Komposisi kimia ampas tebu bisa dilihat pada
tabel 11.
Tetes
Tetes bisa diberikan pada ternak secara langsung setelah melalui proses
pengolahan menjadi protein sel tunggal dan asam amino. Keuntungan tetes untuk
pakan ternak adalah kadar karbohidratnya tinggi (48 – 60% sebagai gula), kadar
mineral dan rasanya disukai ternak. Tetes juga mengandung vitamin B kompleks
dan unsure mikro yang dibutuhkan ternak seperti cobalt, boron, iodium, tembaga,
mangan dan seng. Kelemahannya adalah kadar kaliumnya yang tinggi dapat
menyebabkan diare jika dikonsumsi terlalu banyak. Tetes dapat digunakan dalam
ransum unggas sebesar 5 -6% serta babi dan ruminansia sebesar 15%.
D. LIMBAH PERTANIAN
Limbah pertanian adalah bagian tanaman diatas atau pucuknya yang tersisa
setelah panen atau diambil hasil utamanya.
E. HIJAUAN
Bahan pakan alami untuk ternak ruminansia adalah hijauan baik berupa
rumput-rumputan maupun leguminosa. Sebagian hijauan terutama leguminosa
juga bisa diberikan pada ternak monogastrik (unggas) dalam jumlah tertentu
setelah mengalami pengolahan sebelumnya (pengeringan dan penggilingan).
Tanaman hijauan makanan ternak yang secara garis besar dapat dibagi menjadi
dua bagian yaitu ; 1. Tanaman hijauan makanan ternak yang tidak dibudidayakan
seperti rumput lapang, padang rumput alami, semak dan pohon-pohonan, 2.
Tanaman hijauan makanan ternak yang secra sengaja dibudidayakan baik secara
permanen ataupun temporer. Padang rumput alami umumnya mancakup berbagai
jenis/species rumput-rumputan atau leguminosa, sedangkan padang rumput yang
dibudidayakan biasanya hanya terdiri dari satu jenis/species atau campuran dari
hanya beberapa/sedikit jenis saja.
Rumput-rumputan (Graminae)
Rumput ini sangat disukai ternak. Protein kasarnya (PK) berkisar 4-14%
dengan serat kasar (SK) antara 28-36%. Kandungan PK dan SK ini tergantung
pada frekwens i pemotongan serta umur tanaman. Beta-N bervariasi dari 40-50%
dan lemak kasar 0.6-2.8%. Kandungan P umumnya lebih besar dari 0.15% dan
sudah memenuhi kebutuhan sapi pada umumnya. Kandungan TDN bervariasi dari
38-61% dengan kecernaan bahan kering (BK) sekitar 40-62%.
Kandungan protein kasar berkisar antara 13.4 -18.5%, lemak kasar 1.3 -2.4%,
serat kasar 24.4-34.8% dan Beta-N 40.1 -48.6%. Hijauan ini mempunyai
kecernaan BK sekitar 50-63%. Rumput dallis pernah dilaporkan memberikan
pengaruh yang berbahaya pada domba karena pengaruh dari cyanogenic
glucosides dalam rumput ini walaupun HCNnya relatif rendah (42 ppm). Kelebihan
konsumsi dapat mengakibatkan ternak mengalami diare.
Kualitas hijauan ini lebih tinggi dibandingkan dengan rumput gajah terutama
protein kasarnya 25% lebih tinggi dari rumput gajah demikian juga dengan
kandungan gulanya yang lebih tinggi. Kandungan protein kasar berkisar 5.3-
22.8%, tapi ada juga yang melaporkan sekitar 8-11%. Kecernaan BK hijauan ini
adalah sekitar 65.6%.
Kualitas yang baik pernah dilaporkan dari hampir semua negara yang pernah
melakukan percobaan dengan rumput ini. Kandungan protein kasarnya 6.1-10.1%,
tergantung pada pemupukan nitrogen yang digunakan. Serat kasarnya bisa
mencapai 37%.
7. Sudan grass, rumput sudan
Shorgum x Drummoncodii (steud) Millsp & Chase.
Asal : Arfika Tropis.
Kacang-kacangan (Leguminosa)
Hijauan ini mengandung protein kasar sekitar 15% dengan kandungan serat
kasar yang cukup tinggi sekitar 35.20%. Colopo ini kurang disukai ternak sapi
karena adanya bulu-bulu pada batang dan daunnya.
Tanaman ini mengandung protein kasar yang umumnya tinggi yaitu sekitar
11-20%. Bahkan kadang-kadang bisa mencapai 30%. Serat kasarnya umumnya
cukup tinggi dimana bisa mencapai 42.6% dengan beta-N bisa mencapai 40%.
Kandungan Ca dan P adalah masing-masing 1.5% dan 0.29%. Selain rumput
untuk digembalakan tanaman ini bisa juga diberikan dalam bentuk segar atau hay.
TDN hijauan segar adalah 57.3% sedangkan dalam bentuk hay 53.3%. Hijauan ini
sangat disukai ternak ruminansia.
7. Calliandra calothyrsus (Messn)
Indonesia : Kaliandra
Asal : Amerika tengah
A. Rumput-rumputan.
1. Rumput Rhodes 25.8 9.54 6.84 1.73 38.2 43.7 0.43 0.24
(Chloris gayana kunt.)
2. Rumput benggala 26.0 10.6 4.9 2.3 39.4 42.8 0.38 0.31
( Panicum maximum jacq)
3. Rumput gajah 28.0 10.0 4.6 2.1 38.2 45.0 0.12 0.18
( Pennisetum purpereum schumach)
4. Rumput signal 27.5 7.07 9.83 2.36 28.9 51.8 0.24 0.18
( Brachiaria decumbens Staps)
5. Alang-alang 50.0 10.0 5.4 1.0 35.4 48.2 0.13 0.09
( Imperata silindrica (L) R)
6. Rumput lapang 23.5 14.3 8.82 1.46 32.5 42.8 0.40 0.25
B. Kacang- kacangan.
1. Kacang Sentro 24.0 9.43 16.8 4.04 33.2 36.5 1.20 0.38
(Centrosema pubescen Benth)
2. Kacang Asu 29.4 8.81 15.8 3.24 33.7 38.4 1.21 0.23
(Colopogonium mucunoides Desv)
3. Kacang Stilo 21.4 8.86 15.6 2.09 31.8 41.6 1.16 0.42
(Stylosantes quianensis Sw artz)
4. Rumput Kudzu 31.0 7.01 7.5 2.23 6.9 36.3 0.7 0.19
(Pueraria phaseoloides Benth)
5. Kacang Bulu 25.0 10.2 19.2 2.9 33.1 34.7 1.88 0.37
(Glicine weightii)
6. Kaliandra 36.0 5.9 25.0 2.48 19.8 47.2 0.77 0.35
(Caliandra calothyrsus)
7. Gamal 27.0 9.7 19.1 3.0 18.0 50.2 0.67 0.19
(Gliricidia sepuem (Jacq))
8. Lamtoro 25.4 7.6 24.3 3.68 22.1 42.2 1.68 0.22
(Leucaena leucephala de wit)
9. Turi 18.3 10.2 29.2 3.41 17.1 40.1 1.60 0.53
(Sesbania glandifora (L) Poiret)
Gambar 26. Leucana leucocephala (Lamk) de Wit
Lamtoro juga mengandung racun asam mimosin yang mempunyai efek anti
mitotic dan depilatory pada ternak. Sehingga daun lamtoro tidak aman diberikan
pada ternak non ruminansia pada level diatas 5%. Pada ruminansia mimosin
dapat diubah menjadi 3 hidroxy-4(H) -pyridone (DHP) bersifat goitrogenik dan jika
tidak didegradasi dapat menimbulka n rendahnya level thyroxine dalam serum
darah, ulceration dari oesophagus dan retikulorumen, saliva berlebihan dan
pertambahan bobot badan rendah, khususnya bila diberikan lebih dari 30% dalam
ransum. Walaupun demikian mikroba rumen dapat menghilangkan racun mimosin
dan DHP.
Telah diketahui bahwa pakan nabati dari bijian dan limbah industrinya sering
dipergunakan sebagai sumber protein dalam ransum ternak. Pakan ternak berasal
dari hewani biasanya dipergunakan untuk meningkatkan kadar protein pada
ransum basal karena pakan nabati merupakan sumber protein yang biasanya
miskin asam amino antara lain lysine dan methionin. Sumber protein hewani dapat
berasal dari ternak darat (ruminansia dan unggas serta limbahnya) dan hewan air
beserta limbahnya. Ciri -ciri spesifik dari sumber protein hewani antara lain kadar
protein kasar berselang 34-82% dan lemak kasar 0 -15% dan kandungan Ca dan P
pada beberapa jenis tinggi.
2. Tepung Darah
Tepung darah diperoleh dari darah ternak yang bersih dan segar, berwarna
coklat kehitaman dan relative sulit larut dalam air. Rasio pembuatan tepung darah
berkisar 5:1 dimana untuk mendapatkan 1 kg tepung darah memerlukan 5 kg
darah segar. Kandungan protein berkisar 85% dengan kadar air 10%. Tepung
darah rendah kandungan kalsium, phosphor dan asam am ino isoleusin dan glysin.
Kurang disukai ternak, sehingga penggunaanya untuk ternak unggas dan babi
dibatasi berkisar 5%. Pemberian tepung darah harus dihentikan sebulan sebelum
ternak dipotong supaya daging tidak bau. Tepung darah bersifat protein Bypass
dalam rumen yaitu 82%, sehingga dapat dipergunakan sebagai sumber protein
untuk ternak ruminansia Komposisi gizi tepung darah adalah sebagai berikut :
bahan kering 90.00%; Abu 4.00%; protein 85.00%; lemak 1.60%; serat kasar
1.00% dan Beta N 8.40%.
3. Tepung Hati
Tepung hati dibuat dari hati ternak atau ikan yang tidak dikonsumsi manusia
(afkir). Proses pembuatannya melalui tiga tahap yaitu hati diiris-iris, dikeringkan
dan digiling menjadi tepung. Tepung hati mengandung protein berkisar 60-62%;
lemak 16-17% dan banyak mengandung zat besi Fe, Mg dan Cu serta vitamin B1,
riboflavin, niacin dan asam panthotenat.
1. Susu Skim
Susu skim adalah bagian dari susu setelah diambil lemaknya, sehingga
kandungan lemaknya hanya berkisar 0.1 -0.2%. Susu skim banyak mengandung
vitamin B terutama vitamin B12 dan riboflavin. Kualitas susu tergantung dari umur
ternak dan tipe ternak. Komposisi gizi susu skim dalam keadaan kering
mengandung protein 34-35% dengan nilai biologis mencapai 94%. Susu skim
dipergunakan sebagai sumber protein untuk anak sapi baru lah ir setelah periode
pemberian Collestrum dan penggemukan untuk produksi veal (daging anak sapi
muda).
2. Butter Milk
Butter milk merupakan sisa pembuatan mentega dengan kadar lemak lebih
banyak dari susu skim yaitu 0.6-0.7%. Kandungan protein butter milk dalam
keadaan kering yaitu 32-33%. Penggunaan untuk anak sapi berkisar 0.5 kg dalam
ransum komplit.
3. Whey
Whey merupakan sisa pembuatan keju. Biasanya protein sudah terbawa ke
dalam produk keju dan tersisa laktabumin. Kurang disukai karena rasanya pahit
dan tidak bisa diberikan sebagai pakan tunggal. Kandungan protein whey dalam
keadaan kering berkisar 12%. Kandungan gizi whey menyerupai susu skim
dengan kadar lemak lebih tinggi yaitu 0.8%. Pemberian whey untuk ayam sebagai
sumber riboflavin.
Upaya eksplorasi bahan makanan ternak tak lazim (bahan makanan ternak
inkonvensional) ini akan sangat bermanfaat bagi peternak kecil/menengah agar
tidak tergantung kepada bahan makanan ternak konvensional, mengingat
penyerapan bahan makanan ternak konvensional ini pada umumnya telah
dikuasai oleh perusahaan-perusahaan dengan modal yang kuat sehingga para
peternak kecil/menengah tidak mampu bersaing dengan perusahaan yang besar.
A. Konsentrat inkonvensional
B. Hijauan inkonvensional
Bungkil jagung
Pengolahan jagung untuk min ya k jagung dapat menghasilkan makanan
ternak yang tergolong inkonvensional yaitu bungkil biji jagung. Komposisi gizi
limbah minyak jagung (%BK) adalah sebagai berikut BK = 88.06%, Abu = 11.10%,
Protein Kasar = 21.89%, Lemak = 0.33%, Serat Kasar = 8.9%, Beta -N = 53.10%,
Ca= 0.06% dan P = 2.18%.
Tanaman kecipir diduga berasal dari Papua Nugini dan Asia Tenggara dan
tersebar ke Ghana dan Nigeria (NAS, 1975 dan KAY, 1979). Nilai gizi (%BK) biji
kecipir hampir sama dengan kedelai sebagai berikut : Kadar air 8.7 – 24.6%,
Protein 29.8 – 39.0%, Lemak 15.0 – 20.4%, Beta-N 23.9 – 42.0 %, Serat kasar,
3.7 – 16.1% da Abu 3.3 – 4.9%.
Komposisi asam amino biji kecipir mirip dengan kacang kedelai, tetapi agak
berbeda kandungan lisin yaitu masing-masing 9.6 mg/g dan 6.83 mg/g.
Kandungan Trypthopan kecipir (0.73 mg/g) lebih randah daripada kacang kedelai
(1.28 mg/g). Biji kecipir kekurangan asam amino bersulfur methionin dan sistin
sama seperti kedelai.
Kandungan anti nutrisi dalam kecipir juga mirip dengan kedelai yaitu
mengandung anti tripsin dan anti chimotripsin yang dapat menghambat kerja
tripsin dan chimotripsin yang bersifat yang bersifat proteolitik. Untuk
menghilangkan zat anti nutrisi ini dapat dilakukan dengan : perendaman,
pengukusan/pemasakan atau penyanggraian/penggorengan tanpa minyak. Biji
kecipir dapat mengganti kacang kedelai dalam ransum ternak setelah dipanaskan
seperti tersebut di atas.
Protein bungkil kapas mempunyai kualitas yang baik tetapi asam amino
sistin, methionin dan lisin rendah. Bungkil ini kaya akan thiamin tetapi miskin akan
caroten. Energi Metabolisme bungkil biji kapas untuk ternak ruminansia masing-
masing 1.99 kkal/g (dengan kulit) dan 2.84 kkal/g. Bungkil biji kapas mengandung
gossipol yang dapat mempengarusi kuning telur pada proses penyimpanan.
Pemberian bungkil biji kapas untuk ternak sapi perah dengan dosis 50%
akan meningkatkan produksi susu sedangkan Kompyang (1984) menyatakan
dapat sebagai pengganti tepung kedelai dalam ransum ayam petelur sebanyak
50-100%. Pemberian pada babi terbatas sampai 9% dari ransum.
2. Limbah peternakan/hewan
Isi Rumen
Isi rumen diperoleh dari rumen sapi yang telah dipotong (terutama di rumah
pemotongan hewan). Kualitas isi rumen tergantung dari makanan ternak yang
dikonsumsinya. Isi rumen akan mengandung zat antinutrisi bila ternak tersebut
mengkonsumsi zat antinutrisi. Isi rumen tersebut dapat pula mengandung
mikroba patogen (berbahaya) jika proses pengolahan dengan pemanasan tidak
sempurna.
Isi rumen dipisahkan antar cairan dan padatan melalui proses pengepresan.
Padatan dikeringkan dengan suhu 100 0 C sehingga mengandung kadar air 12%
dan juga untuk membunuh bakteri yang patogen.
Limbah Penetasan
Termasuk limbah penetasan adalah telur infertil, telur tetas dengan embrio
mati dan anak ayam umur sehari (DOC). Nilai gizinya hampir sama dengan
tepung daging. Tepung limbah penetasan mengandung protein 10-16% untuk
ternak unggas. Selain sebagai sumbe protein tepung limbah penetasan juga
dapat digunakan sebagai sumber mineral kalsium dan phosphor.
Tepung Limbah Kodok
Tepung ini dapat dibuat dari limbah kodok yang terdiri dari tubuh kodok tanpa
paha belakang dengan konversi 70% dari total kodok. Kodok mentah sudah
sering diberikan pada ternak babi dan bebek dengan cara dicacah. Untuk unggas
perlu mengalami pengolahan menjadi tepung. Keuntungan proses penepungan
adalah menghilangkan unsur-unsur yang patogen dan merugikan unggas.
Pemakaiannya dalam ransum berkisar 10%, lebih dari 10% kurang palatabel dan
bau amis yang menyengat. Komposisi zat makanan tepung kodok (%BK) adalah:
abu 18.33%, protein kasar 67.70%, lemak kasar 10.84%, serat kasar 0.61%, Beta-
N 2.18%, Ca 5.14% dan P 2.84%.
Tepung Bekicot
Tepung bekicot merupakan bahan makanan ternak sumber protein hewani
yang dapat menggantikan tepung ikan dalam ransum babi, bebek dan ayam.
Tepung bekicot terbuat dari bekicot mengandung protein 60% (Cresswell dan
Kompiang, 1981), 56.1% (Pujowiyatno, 1982), sedangkan menurut Emmy S.
(1980) adalah 69-70.39%. kandungan serat kasarnya hanya 0.08%, bahan kering
9.19-9.25%. kandungan Ca 2%, P 8%, lysine 0.6%, methionin % dan ME = 3400
kkal/kg.
Keong Mas
Keong mas merupakan sumber protein hewani alternatif untuk ternak.
Rumah atau cangkangnya bisa digunakan sebagai sumber mineral, terutama Ca.
walaupun tidak sebaik kualitas tepung ikan, daging keong mas bisa digunakan
sebagai sumber protein. Komposisi kimianya (%BK) adalah: bahan kering
92.49%, abu 9.03%, protein kasar 30.68%, lemak kasar 3.2%, serat kasar 2.45%,
Beta-N 24.32%, Ca 7.5% dan P 0.97% masalah utama penggunaan keong mas
adalah adanya racun pada lendirnya, tetapi tidak terlalu berbahaya untuk ternak.
Metode pengolahan yang baik akan menghilangkan racun tersebut.
Penggunaannya pada ransum maksimal 15%.
Keistimewaan cacing tanah adalah mempunyai protein kasar yang tinggi dan
sumber mineral fosfor, akan tetapi Ca-nya rendah. Kandungan asam amino lisin
dan metioninnya lebih tinggi dibandingkan dengan protein biji-bijian. Cacing tanah
mampu mensubstitusi sumber protein seperti tepung ikan dan bungkil kedele.
Tepung cacing tanah sebaiknya digunakan sebesar 10% dalam ransum.
Tipe protein ini dapat diperoleh melalui fermentasi pada petroleum atau sisa
organik dengan p enerangan khusus.
Tipe-tipe PST.
PST dapat dihasilkan melalui proses:
a. Non photosynthetic misalnya yeast, bacteria dan fungi
b. Photosynthetic misalnya Algae
Organisme Photoynthetic
Organisme yang berperan adalah algae, dapat menghasilkan bahan/zat
makanan yang dalam jumlah banyak pada luasan relatif sempit. Faktor-faktor
yang berpengaruh adalah:
1. Tipe organisme
2. Temperatur
3. Ketinggian tempat
4. Luas tempat
Potensi hasil produksi ton protein per akre per tahun. Bahan kering algae
yaitu 5-15% dapat diberikan untuk ternak scara langsung atau setelah proses
hidrolisasi. Komposisi zat makanan (dalam BK0 adalah: protein kasar 8-75%,
karbohidrat 4-40%, lemak 1-6%, abu 4-45%, biological value protein dari algae
yaitu 50-70%.
Dalam penyusunan ransum, pakan sumber energi dan serat yang biasanya
dihasilkan di farm merupakan pakan basal. Pakan tersebut biasanya defisien
protein dan kemungkinan defisien satu atau lebih asam amino, mineral dan
vitamin.
Pakan suplemen merupakan pakan yang dipakai untuk memperbaiki nilai gizi
pakan basal. Biasanya pakan suplemen merupakan konsentrat:
1. Protein, atau satu atau lebih asam amino
2. Satu atau lebih asam mineral
3. Satu atau lebih vitamin dan
4. Campuran mineral, vitamin dan protein
1. Suplemen Protein
Protein suplemen adalah bahan baku yang mengandung protein lebih dari
dua puluh persen protein atau protin ekuivalen. Bahan ini dapat diperoleh dari
ternak, ikan, tanaman, mikroba, juga dari nitrogen bukan protein seperti urea,
biuret dan produk amonia.
Secara umum protein merupakan unsur yang kritis pada ternak muda, ternak
yang tumbuh cepat dan untuk ternak yang berproduksi tinggi. Ternak tidak dapat
mengembangkan potensi genetik mereka, tidak dapat menghasilkan produksi
susu yang tinggi, atau tidak dapat menghasilkan tenaga yang maksimal kecuali
apabila ransum mereka mengandung protein yang cukup.
A B
Mineral makro . Dari beberapa mineral makro yang dibutuhkan ternak, hanya
garam (NaCl), kalsium (Ca), phosphor (P), secara rutin ditambahkan ke ransum
ternak. Makro mineral lain seperti magnesium (Mg), dan sulfur (S) kadang-kadang
ransum ternak dalam kasus tertentu. Magnesium kadang-kadang disediakan
pada daerah dimana tetani masih merupakan masalah. Sulfur secara rutin
ditambahkan ke dalam ransum yang mengandung urea karena urea tidak dapat
menyediakan sulfur seperti halnya protein.
Mineral Mikro atau Terbatas. Tujuh mineral mikro berikut yang sering
disuplementasikan ke dalam ransum yaitu: Cobalt (Co), Tembaga (Cu), Iodium (I),
Besi (Fe), Mangan (Mn), Selenium (Se) dan Seng (Zn). Meskipun ransum ternak
tidak defisiean akan tujuh mineral di atas, suplemen mineral tersebut ke dalam
ransum tidak berbahaya karena besarnya batas ambang antara tingkat yang
dibutuhkan dengan tingkat toksisitasnya. Juga sedikit ekstramikro diperlukan
karena adanya variasi kandungan mineral dalam pakan, variasi dalam
produktivitas ternak, stres dan hubungan antar nutrien.
1. Kebutuhan ternak
Usia, jenis kelamin, berat, dan parameter produksi harus dipertimbangkan.
2. Jenis pakan
Ternak yang menerima ransum konsentrat tinggi akan memerlukan
suplementasi mineral yang berbeda daripada ternak yang menerima ransum
hijauan tinggi.
4. Fasilitas
Jika campuran ditawarkan dengan bebas, maka diperlukan kontainer.
Garam (NaCl)
Garam diperlukan oleh semua kelas ternak, khususnya ternak herbivora
(pemakan hijauan). Rasio kalsium dan natrium pada hijauan pakan dapat
mencapai 17:1, sehingga garam diperlukan untuk mempersempit rasio agar tidak
terjadi aksi metabolik dari tingginya kalsium.
Jumlah garam yang dibutuhkan ternak bervariasi tergantung pada tingkat
pertumbuhan, komposisi ransum, tingkat produksi, dan suhu lingkungan.
Beberapa ternak yang berkeringat lebih banyak dari yang lainnya dan kebutuhan
garamnya berkorelasi positif dengan makin banyaknya keringat. Ternak yang
banyak terkena panas dan bekerja lebih berat memerlukan garam yang lebih
banyak dibandingkan dengan ternak yang normal. Ternak ruminansia yang
digembalakan memerlukan garam untuk menyeimbangkan kalium yang tinggi dan
kalsium yang rendah.
Pemberian garam dapat disediakan dalam bentuk:
1. Garam blok
a. Keuntungan
- memudahkan pemberian
- merangsang penegluaran air ludah
- tidak berbahaya bila konsumsinya berlebihan
b. Kerugian
- ternak kadang-kadang susah untuk memperoleh garam yang cukup.
Pemberian Kalsium
2. Sumber kalsium di atas bisa diberikan dalam bentuk mineral mix pada ransum.
Pemberian Phosphor
1. Kebutuhan supplementasi tergantung pada kualitas ransum, dan dapat
ditambahkan dengan menggunbakan :
a. Tepung tulang
- mengandung phosphor 14%
- merupakan sumber P yang sangat baik.
b. Deflouronated phosphat
- kandungan phosphor 14 -20%
- tersedia dialam dan mengandung flourine pada level yang dapat
menyebabkan keracunan, sehingga perlu dihilangkan flournya sebelum
digunakan.
4. Suplemen Vitamin
Vitamin secara umum dapat dibagi atas dua golongan yaitu :
1. Vitamin yang larut dalam lemak : vitamin A, vitamin D, vitamin E, dan vitamin
K.
2. Vitamin yang larut dalam air : biotin, cholin, folacin (asam folat), inositol,
niacin (asam nicotinat, nikotinamid), asam pantotenat (vitamin B3), asam para
amino benzoat (PABA), riboflavin (vitamin B2), thiamin (vitamin B1), vitamin
B 6 (pyridoxin, pyrodoxal, pyridoxiamin), vitamin B12 (cobalamin) dan vitamin C
(asam askorbat)
Pada vitamin yang larut dalam air hanya vitamin C yang tidak termasuk
dalam vitamin B kompleks. Vitamin berasal dari jaringan tanaman kecuali vitamin
C dan vitamin D yang terdapat dalam jaringan hewan hanya apabila hewan
mengkonsumsi pakan yang mengandungnya atau mikroorganisme yang ada
dalam tubuh mensintesisnya.
Vitamin yang larut dalam lemak terdapat dalam jaringan tanaman dalam
bentuk provitamin (precursor vitamin). Dalam kondisi yang baik umumnya ransum
mengandung cukup beberapa vitamin.
Vitamin A
Ada beberapa bentuk vitamin A, yang mempunyai aktivitas biologi berbeda,
yang paling penting adalah bentuk retinol dan dehydroretinol. Retinol dulu disebut
dengan vitamin A1 di dapat sebagai ester (retinyl palmitate) dalam minyak ikan,
minyak hati, lemak susu, dan kuning telur, mempunyai aktivitas biologi sebagai
suatu alkohol, aldehyde dan asam. Bentuk alkohol merupakan bentuk yang
umum, bisaa sebagai retinol, bentuk aldehyde sebagai retinal atau retine dan
bentukasam sebagai asam retinat.
Sumber vitamin A adalah minyak ikan, hati dan vitamin A sintesis. Beta
karoten dan vitamin A sangat mudah teroksidasi, sehingga perlu diperhitungkan
kehilangan dalam pengolahan dan penyimpanan bahan makanan ternak. Vitamin
A sintesis lebih banyak digunakan karena lebih stabil.
Vitamin D
Vitamin D adadah vitamin yang hanya terdapat dalam sedikit bahan makanan
dan dapat dibentuk dalam tubuh oleh kulit yang terkena sinar UV yang berasal
dari sinar matahari dengan panjang gelombang pendek dan frekwensi yang tinggi.
Oleh karena itu disebut vitam in cahaya matahari.
Vitamin E
Delapan tocopherol dan tocotrienol mempunyai aktivitas vitamin E,
semuanya dikatakan vitamin E telah diidentifikasi. Alpha tocopherol mempunyai
aktivitas paling tinggi, sedangkan tocopherol yang lain mempunyai aktivitas biologi
antara 1-50% dari alpha tocopherol. Bahan yang kaya vitamin E adalah
gandum/hasil ikutannya, jagung/hasil ikutannya, padi/hasil ikutannya, kedele, hay
pastura. Sumber vitamin E sinthesis di-alpha tocopherol acetat, dedak padi dan
lembaga gandum.
Vitamin K
Terkenal sebagai vitamin antihaemorrhage, diperlukan protombin dan faktor
pembeku darah lainnya. Istilah vitamin K menggambarkan secara kimia golongan
senyawa quinone. Sejumlah kimia mempunyai aktivitas vitamin K telah diisolasi
dan dis intesis. Secara alami terdapat 2 bentuk vitamin K yaitu vitamin K1
(Phylloquinone ata phytylmenaquinone) yang terdapat pada tanaman hijau, dan
vitamin K2 (menaquinone atau multiprenyl-menaquinone) yang disintesis banyak
mikroba termasuk bakteri dalam saluran pencernaan.
Biotin
Merupakan anggota vitamin B kompleks, mengandung sulfur, merupakan
derivat siklus urea dengan yang melekat pada cincin thiophene. Terdapat luas di
alam, memegang penting dalam metabolisme, karbohidrat, lemak dan protein.
Biotin mudah rusak oleh asam dan alkali keras dan cahaya UV. Bahan makanan
yang kaya biotin adalah kecambah jelei, bungkil kapas, bungkil kedelai, kedelai,
dedak gandum, whey, sorghum. Sumber : biotin sintetis, dedak padi dan ragi.
Choline
Struktur cholin (C6H15NO2) relatif molekul sederhana yang mengandung
gugus methyl, apabila terkena udara mudah mencair (higroskopis), lebih stabil
dalam bentuk kristal garam dengan asam seperti cholin chlorida atau choline
bitartrat. Garam ini cukup stabil terhadap panas dan penyimpanan, tetapi tidak
stabil terhadap basa. Terdapat dalam makanan yang mengandung phospholipid.
Inositol
Struktur dari senyawa 6 C dengan gugus hydroxy yang hampir mendekati
struktur glukosa. Ada 9 bentuk, akan tetapi hanya myoinositol yang mempunyai
aktivitas biologi. Ester asam hexafosforat dari inositol adalah asam pitat, suatu
senyawa yang mengikat fosfor, menyebabkan P tidak bisa diserap hewan.
Bahan makanan yang kaya inositol adalah tepung hati, butir-butiran, tetes,
tepung daging, limbah jeruk strun, leguminosa, susu, sedangkan sebagai sumber
inositol dapat digunakan inositol sintesis, lembaga gandum dan ragi.
Thiamin (vitamin B 1)
Disebut juga vitamin anti beri-beri, vitamin anti neuritis, vitamin anti
polyneuritis adalah vitamin yang pertama dari vitamin B komplek yang didapat
dalam bentuk murni, sedangkan nama B1 adalah nama yang diusulkan oleh British
(Inggris) tahun 1927. struktur thiazole yang dihubungkan oleh satu jembatan
nethylene.
Thiamin sintesis dalam bentuk thiamin hydrochlorida yang sudah dipasarkan
lebih stabil dari pada vitamin yang bebas. Thiamin mono nitrat lebih stabil
daripada thiamin hydrochlorida. Derivat thiamin, thiamin propyl disulfida dan
thiamin tetrahydrofurfural disulfida telah disintesis dan sudah dianjurkan untuk
digunakan secara oral. Bahan makanan yang kaya thiamin butir-butiran/hasil
ikutannya, sedangkan thiamin hydrochlorida dan thiamin mononitrat (sintesis)
,dedak padi, ragi dan torula merupakan sumber thiamin.
Pemakaian aditif pada ransum ternak secara umum tidak menambah persen
gizi. Hampir semua aditif dipakai untuk memperbaiki sifat-sifat fisik ransum, daya
suka dan kualitas ransum serta kesehatan ternak.
1. PENGIKAT PELET
Ketika kualitas pelet menjadi perhatian, indeks ketahanan pelet seringkali
berasal dari bahan yang digunakan dan hal ini dipertimbangkan pada saat
penyusunan ransum. Ramsum berbahan utama jagung sulit untuk dibuat pelet
dan biasanya untuk ransum ini memerlukan penambahan sintetik pengikat pelet
yang umumnya berbentuk tepung dapat ditambahkan ke dalam ransum sebesar
5-12 kg/ton. Contoh bahan pengikat pelet adalah natrium bentonit.
3. PROBIOTIK
Tidak seperti antibiotik, probiotik lebih memanfaatkan mikroorganisme hidup
daripada produk-produk khusus dari metabolisme mereka. Mikroorganisme asal
bakteri yang seringkali dipergunakan sebagai probiotik adalah spesies
Lactobacillus, Basillus dan Streptococus, sedangkan mikroorganisme asal jamur
dan kapang yang seringkali dipergunakan adalah spesies Aspergillus, Rhizopus
dan Saccharomyces. Produk probiotik pada umumnya berbentuk tepung dan oleh
karena itu pemanfaatannya dapat dicampurka n ke dalam ransum pada saat
pemberian makan sebanyak kurang dari 1%.
4. ENZIM
Banyak jenis enzim yang dijual komersial dan sudah diaplikasikan ke dalam
ransum ternak. Secara umum enzim-enzim ini dapat dikategorikan ke dalam
enzim pemecah karbohidrat, protein dan lemak. Akhir-akhir ini pemanfaatan
enzim ke dalam ransum ternak dimaksudkan untuk membantu meningkatkan
kecernaan ransum. Termasuk ke dalam enzim ini adalah enzim -enzim pemecah
serat seperti enzim cellulase, ligninase dan hemicellulase.
Enzim phita se juga tersedia secar komersial, enzim ini akan memperbaiki
penggunaan phitat-phosphor yang dapat dimanfaatkan oleh unggas muda, dan
penambahan phitase telah terbukti menngkatkan penggunaan phitat-phosphor
dan sekaligus juga dapat menurunkan ekskresi phosphor ke lingkungan yang
dapat mengakibatkan polusi.
5. PIGMEN
Warna kuning ke orange pada jaringan tubuh unggas dan udang disebabkan
oleh macam-macam pigmen karetinoid. Pigmen-pigmen ini mengontrol warna
kuning telur, warna tulang kering dan paruh dari ayam petelur. Pigmenini juga
mempengaruhi warna kulit dari unggas dan udang. Xantophyl merupakan
karetinoid yang terpenting dalam nutrisi unggas, dan bahan pakan alami yang
kaya akan unsur-unsur ini adalah tepung alfafa dan corn gluten meal. Karena
banyak dari ahan alami yang kaya akan karetinoid mempunyai energi yang
rendah, maka akan menjadi sulit untuk mencapai proses pigmentasi tinggkat tinggi
pada daging unggas tanpa menggunakan sumber pigmen sintesis. Canthaxanthin
astaxanthin dan ß-apo-8-asam karoten dapat dipakai untuk membuat warna
kuning pada kulit dan kuning telur unggas.
6. BAHAN FLAVOR
Dibandingkan dengan ternak ruminansia dan manusia, unggas mempunyai
cita rasa yang lebih sedikit. Unggas hanya mempunyai 24 rasa dibandingkan
9000 rasa untuk manusia dan 25000 untuk sapi.
7. KONTROL BAU
Bau feces ternak perlu dikontrol agar tidak mencemari lingkungan, produk
seperti deodrase yang ditambahkan ke ransum sebanyak 100-150 g/ton telah
menunjukan dapat menurunkan tingkat ammonia yang dikeluarkan ternak sebesar
20-30% dan sekaligus juga memperbaiki pertumbuhan dan menurunkan kematian
ternak.
9. ANTICOKSIDIAL
Anticoksidial telah dipakai dalam ransum unggas. Telah lebih dari 20 tahun,
ionophere telah dipakai untuk menanggulangi koksidiosis. Dari segi nutrisi,
pemakaian antikoksidial ini perlu diperhatian karena dapat mempengaruhi
metabolisme pada keadaan tertentu. Monensin merupakan salah satu ionophore
yang sangat bermanfaat dalam menanggulangi koksidiosis.
DAFTAR PUSTAKA
Cockerell, I.D. Haliday and D.J. Morgan. 1997. Quality Control in the Animal
Feedstuff Manufacturing Industry. Tropical Product Institute, London.
Cullison, A.E. 1982. Feeds and Feeding. Reston Pub. Inc., Virginia.
Ensminger, M.E., J.E. Oldfield, W.W. Henemann. 1990. Feeds & Nutrition. The
Esminger Pub. Com., California.
Hacc, D.W. 1980. Handling and Storage of Food Grains in Tropical and
Subtropical Area. FAO, Rome.
Kamra, D.N. and N. Pathack. 1996. Nutritional Microbiology of Farm Animal. Vicas
Pub. House PVT. Ltd., New Delhi.
McDonald, P., R.A. Edwards, J.F.D. Greenhalg, C.A. Morgan. 1995. Animal
Nutrition, 5 th Ed. John Wiley & Sons Inc., New York.