ASMA
Dosen Pembimbing: Dhanang Prawira N. S. Farm., Apt
Oleh:
1413206018
S1 FARMASI
STIKES KARYA PUTRA BANGSA
TULUNGAGUNG
2016
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmatNya kami dapat menyelesaikan tugas makalah Farmakoterapi 1 tentang “ASMA”.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Bpk Dhanang Prawira Nugraha .S.Farm.,Apt,
selaku dosen pembimbing karena dengan adanya tugas ini dapat menambah wawasan kami.
Makalah ini berisikan tentang teknik etiologi, epidiomologi, patofisiologi, posologi dan
Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Untuk itu, kami mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Akhir kata kami berharap semoga makalah
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul
BAB I PENDAHULUAN
BAB II ISI
DAFTAR PUSTAKA
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
dilatasi
v
BAB 1
PENDAHULUAN
2.2. Tujuan
Mengetahui definisi asma, etiologi asma, epidemiologi asma. Tanda dan gejala asma
patofisiologi asma obat, alogaritma terapi/tatalaksana da monitoring dan evaluasi
1
BAB II
ISI
2
Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernapasan
(bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan peradangan. Trigger dianggap
menyebabkan gangguan pernapasan akut, yang belum berarti asma, tetapi bisa
menjurus menjadi asma jenis intrinsik. Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang
diakibatkan oleh pemicu cenderung timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek
dan relatif mudah diatasi dalam waktu singkat. Namun, saluran pernapasan akan
bereaksi lebih cepat terhadap pemicu, apabila sudah ada, atau sudah terjadi
peradangan. Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi adalah
perubahan cuaca, suhu udara, polusi udara, asap rokok, infeksi saluran pernapasan,
gangguan emosi, dan olahraga yang berlebihan.
b. Penyebab Asma (Inducer)
Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan sekaligus
hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran pernapasan. Inducer
dianggap sebagai penyebab asma yang sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik.
Penyebab asma dapat menimbulkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung lebih
lama (kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab asma adalah alergen, yang
tampil dalam bentuk ingestan (alergen yang masuk ke tubuh melalui mulut), inhalan
(alergen yang dihirup masuk tubuh melalui hidung atau mulut), dan alergen yang
didapat melalui kontak dengan kulit.27
Sedangkan Lewis et al. (2000) tidak membagi pencetus asma secara spesifik.
Menurut mereka, secara umum pemicu asma adalah:
1. Faktor predisposisi
Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit Asma Bronkhial
jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran
pernapasannya juga bisa diturunkan.
3
2. Faktor presipitasi
Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu binatang,
serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah-buahan dan
anggur yang mengandung sodium metabisulfide) dan obat-obatan (seperti
aspirin, epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh : perhiasan,
logam dan jam tangan.
Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas
jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi
segera setelah selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh adanya kegiatan fisik
atau latihan yang disebut sebagai Exercise Induced Asthma (EIA) yang biasanya
terjadi beberapa saat setelah latihan.misalnya: jogging, aerobik, berjalan cepat,
ataupun naik tangga dan dikarakteristikkan oleh adanya bronkospasme, nafas
pendek, batuk dan wheezing. Penderita asma seharusnya melakukan pemanasan
selama 2-3 menit sebelum latihan.
Infeksi bakteri pada saluran napas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan eksaserbasi
pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi pada sistem trakeo
bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena itu terjadi peningkatan
hiperresponsif pada sistem bronkial.
Stres
Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita diberikan motivasi untuk
mengatasi masalah pribadinya, karena jika stresnya belum diatasi maka gejala
asmanya belum bisa diobati.
Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus, misalnya rhinitis
alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini menyebabkan inflamasi
4
membran mukus.
Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi Asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
Asma. Kadangkadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan,
musim kemarau.
2.3 Epidiomologi Asma
Asma dapat timbul pada segala umur, dimana 30% penderita bergejala pada umur 1
tahun, sedangkan 80-90% anak yang menderita asma gejala pertamanya muncul sebelum
umur 4-5 tahun. Prevalensi asma menurun sebanding dengan bertambahnya usia terutama
setelah usia sepuluh tahun. Hal ini yang menyebabkan prevalensi asma pada orang
dewasa lebih rendah jika dibandingkan dengan prevalensi asma pada anak. Sebagian
besar anak yang terkena kadang-kadang hanya mendapat serangan ringan sampai sedang,
yang relatif mudah ditangani. Sebagian kecil mengalami asma berat yang berlarut-larut,
biasanya lebih banyak yang terus menerus daripada yang musiman sehingga menjadikan
anak tidak mampu dan mengganggu kehadirannya di sekolah, aktivitas bermain, serta
fungsi dari hari ke hari.24
2.4 Tanda dan Gejala Asma
Tanda dan gejala asma yang biasa sering muncul adalah mengi, peningkatan
frekuensi pernafasan, hyperventilation, hyperinflasi, fluktuasi kadar CO2.
Hyperventilation yang diikuti dengan kecemasan merupakan gejala yang sering
ditemukan pada penderita asma, sehingga mengakibatkan bronkokonstriksi jalan nafas.9.
Hyperventilation merupakan suatu kondisi dimana CO2 dalam darah dan alveoli
berkurang sehingga kompensasi jalan nafas mengalami konstriksi bertujuan untuk
menghindari kehilangan CO secara berlebih.24
Selain itu penebalan dinding jalan nafas karena remodelling jalan nafas
meningkat dengan tajam dan berkontribusi terhadap obstruksi aliran udara Pernafasan
yang seperti ini berkontribusi dalam kerentanan dan kelemahan tubuh terhadap berbagai
macam penyakit dan berhubungan erat dengan cara bernafas yang efektif dan benar.28
Gejala asma bersifat episodik, berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di
dada. Gejala biasanya timbul atau memburuk terutama malam atau dini hari Setelah
pasien asma terpajan alergen penyebab maka akan timbul dispnea, pasien merasa seperti
5
tercekik dan harus berdiri atau duduk dan berusaha mengerahkan tenaga lebih kuat untuk
bernapas. Kesulitan utama terletak saat ekspirasi, percabangan trakeobronkial melebar
dan memanjang selama inspirasi namun sulit untuk memaksa udara keluar dari bronkiolus
yang sempit karena mengalami edema dan terisi mukus. Akan timbul mengi yang
merupakan ciri khas asma saat pasien berusaha memaksakan udara keluar. Biasanya juga
diikuti batuk produktif dengan sputum berwarna keputih-putihan .14
Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajat hiperaktivitas
bronkus. Obstruksi jalan napas dapat reversibel secara spontan maupun dengan
pengobatan.Gejala-gajala asma antara lain :
1. Bising mengi ( wheezing ) yang terdengar dengan atau tanpa stetoskop
2. Batuk produktif sering pada malam hari
3. Napas atau dada seperti tertekan
Gejalanya bersifat paroksismal, yaitu membaik pada siang hari dan memburuk pada
malam hari.2 klasifikasi derajat asma
DERAJAT GEJALA GEJALA FUNGSI PARU
ASMA MALAM
INTERMITEN · Gejala < 1x/minggu ≤ 2 kali sebulan VEPI atau APE < 80%
Mingguan · Tanpa gejala di luar
serangan
· Fungsi paru asimtomatik
dan normal luar serangan
· Gejala harian
· Menggunakan obat setiap
PERSISTEN hari >1x/minggu VEPI atau APE > 60%
SEDANG · Serangan menganggu Terapi ≤ 80% normal
Harian aktivitas dan tidur
· Serangan 2x/minggu, bisa
berhari-hari
· Gejala terus-menerus
· Aktivitas fisik terbatas
PERSISTEN · Sering terjadi serangan Sering VEPI atau APE < 80%
BERAT normal
6
2.5 Patofisiologi
Suatu serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan alergen
yang ada dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk imunoglobulin E ( IgE ). Faktor
atopi itu diturunkan. Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan
lain-lain akan ditangkap makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell (APC).
Setelah alergen diproses dalan sel APC, alergen tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel
Th memberikan signal kepada sel B dengan dilepaskanya interleukin 2 ( IL-2 ) untuk
berpoliferasi menjadi sel plasma dan membentuk imunoglobulin E (IgE).
IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil
yang ada dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadai pada seseorang, maka orang itu sudah
disensitisasi atau baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua
kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang
sudah ada dalam permukaan mastoit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk
Ca++ kedalam sel dan perubahan didalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel ini
akan menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi : histamin, slow
releasing suptance of anaphylaksis ( SRS-A), eosinophilic chomotetik faktor of
anaphylacsis (ECF-A) dan lain-lain. Hal ini akanmenyebabakan timbulnya tiga reaksi
utama yaitu : kontraksi otot-otot polos baik saluran nafas yang besar ataupun yang kecil
yang akan menimbulkan bronkospasme, peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan
dalam terjadinya edema mukosa yang menambah semakin menyempitnya saluran nafas ,
peningkatansekresi kelenjar mukosa dan peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi
tersebut menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak merata dengan
sirkulasi darah paru dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli, akibatnya akan terjadi
hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap yangsangat lanjut.
Berdasarkan etiologinya, asthma dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu
asthma intrinsik dan asthma ektrinsik. Asthma ektrinsik (atopi) ditandai dengan reaksi
alergik terhadap pencetus-pencetus spesifik yang dapat diidentifikasi seperti : tepung sari
jamur, debu, bulu binatang, susu telor ikan obat-obatan serta bahan-bahan alergen yang
lain. Sedangkan asthma intrinsik ( non atopi ) ditandai dengan mekanisme non alergik
yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik seperti : Udara dingin, zat
kimia,yang bersifat sebagai iritan seperti : ozon ,eter, nitrogen, perubahan musim dan
7
cuaca, aktifitas fisik yang berlebih , ketegangan mental serta faktor-faktor intrinsik
lain.1,26
Serangan asthma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium.
Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi karena
iritasi mukosa yang kental dan mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan
pembengkakan bronkus. Stadiun kedua ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernih
dan berbusa. Klien merasa sesak nafas, berusaha untuk bernafas dalam, ekspirasi
memanjang diikuti bunyi mengi (wheezing ). Klien lebih suka duduk dengan tangan
diletakkan pada pinggir tempat tidur, penberita tampak pucat, gelisah, dan warna kulit
sekitar mulai membiru. Sedangkan stadiun ketiga ditandai hampir tidak terdengarnya
suara nafas karena aliran udara kecil, tidak ada batuk,pernafasan menjadi dangkal dan
tidak teratur, irama pernafasan tinggi karena asfiksia.26
2.6 Obat
1. β2 agonis
β2 agonis adalah bronkodilator yang sangat efektif yang bekerja dengan
meningkatkan aktifitas adenyl cyclase sehingga meningkatkan produksi intraseluler
siklik AMP (adenosine mono fosfat). Peningkatan siklik AMP menyebabkan relaksasi
otot polos, stabilisasi sel mast dan stimulasi otot rangka. Pemberian β2 agonis melalui
aerosol akan meningkatkan bronkoselektivitas, mempercepat efek yang timbul serta
mengurangi efek samping sistemiknya. Beberapa β2 agonis (terutama yang kurang
selektiv) dapat merangsang reseptor β1 yang berakibat peningkatan kontraksi dan
frekuensi denyut jantung.15
a. Agonis Reseptor β-Adrenergik Kerja Singkat
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini antara lain albuterol, levalbuterol,
metaproterenol, terbutalin dan pributeril. Mekanisme kerja agonis reseptor β-
adrenergik kerja singkat sebagai anti asma berkaitan dengan relaksasi langsung
otot polos saluran napas dan bronkodilatasi yang diakibatkannnya.8 Albuterol dan
β2 agonis selektif inhalasi short acting diindikasikan untuk terapi intermiten
bronkospasme dan pilihan pertama untuk asma akut.15
Efek samping yang berkaitan dengan β2 adrenergik (albuterol, terbutalin)
mencakup tremor, sakit kepala, kecemasan, meningkatnya denyut jantung, jantung
berdebar (dosis tinggi) dan sedikit menurunkan tekanan darah. Agonis β2 dapat
8
meningkatkan kadar gula darah, penderita diabetes yang memakai obat agonis β2
harus dianjurkan untuk memantau kadar gula serumnya secara cermat.22
b. Agonis Reseptor β-Adrenergik Kerja Lama
Formoterol dan salmoterol suatu β2 agonis long acting diindikasikan
sebagai terapi tambahan pada pasien yang telah mendapatkan kortikosteroid untuk
mengontrol asma jangka panjang.15 Kombinasi dengan kortikosteroid inhalasi
bersifat komplementer karena bekerja terhadap sistem sel berlainan sehingga
memiliki mekanisme kerja yang juga berlainan. Kombinasi ini juga bekerja
sinergis berdasarkan daya kerjanya yang positif terhadap masing-masing
reseptor.25
Agonis reseptor β-Adrenergik kerja lama merelaksasi otot polos saluran
napas dan menyebabkan bronkodilatasi melalui mekanisme yang sama dengan
agonis durasi singkat. Stimulasi reseptor β-adrenergik menghambat fungsi banyak
sel radang, termasuk sel mast, basofil, eosinofil, netrofil dan limfosit. Pengobatan
jangka panjang menggunakan agonis reseptor β-adrenergik kerja lama telah
menunjukkan adanya perbaikan fungsi paru-paru, penurunan gejala asma,
berkurangnya penggunaan agonis β2 adrenergik inhalasi kerja singkat dan
berkurangnya asma nokturnal).8 Tabel 2 berikut adalah beberapa agonis β2
adrenergik dengan selektivitas, potensi dan durasinya.
Tabel 2. Selektivitas Relatif, Potensi dan Durasi β2- agonis
dilatasi
9
Formoterol + ++++ 0.24 >12 6 > 12 Ya
Keterangan:
Golongan bronkodilator kedua yang dipakai untuk asma adalah derivat metilxantin yang
mencakup teofillin, aminofillin dan kafein. Xantin juga merangsang sistem syaraf pusat dan
pernapasan, mendilatasi pembuluh pulmonar dan koronaria dan menyebabkan diuresis.
Karena efeknya terhadap respirasi dan pembuluh pulmonar maka xantin dipakai untuk
mengobati asma.22
Teofilin banyak dijumpai dalam bentuk kompleks dengan etilendiamin yang dinamakan
aminofilin.10 Teofillin memiliki indeks terapeutik yang rendah dan kadar terapeutik yang
sempit yaitu dari 10 sampai 20 mikrogram/ ml. Obat yang memiliki rentang terapi sempit
antara dosis terapi dan dosis toksik adalah obat yang sering terlibat dalam interaksi.22
Golongan metilxantin memiliki efek pada sistem syaraf pusat dan stimulasi jantung.
Mereka meningkatkan curah jantung dan menurunkan tekanan pembuluh vena sehingga
menimbulkan berbagai reaksi samping yang tidak diinginkan. Karena itu teofilin digolongkan
sebagai obat ke tiga untuk terapi asma. Teofilin juga dapat berinteraksi dengan banyak obat
lain sehingga kurang aman diberikan pada pasien lanjut usia maupun wanita hamil.
10
3. Antikolinergik
Ipatropium bromid dan atropin sulfat adalah inhibitor kompetitif yang dapat berefek
bronkodilatasi. Bronkodilatasi yang dihasilkan oleh ipratropium pada penderita asma
berkembang lebih lambat dan biasanya tidak sekuat bronkodilatasi yang dihasilkan oleh
agonis adrenergik. Beberapa pasien asma dapat mengalami respons bermanfaat yang
berlangsung hingga 6 jam. Pengobatan kombinasi ipratropium dan agonis β2 adrenergik
menghasilkan bronkodilatasi yang sedikit lebih besar dan lebih lama dibandingkan jika
masing-masing senyawa itu diberikan sendiri dalam pengobatan asma dasar.8
Di dalam sel-sel otot polos terdapat keseimbangan antara sistem adrenergis dan sistem
kolinergis. Bila karena sesuatu sebab reseptor β2 dari sistem adrenergis terhambat, maka
sistem kolinergis akan berkuasa dengan akibat bronkokontriksi. Antikolinergik memblok
reseptor muskarin dari saraf-saraf kolinergik di otot polos bronki, hingga aktifitas saraf
adrenergis menjadi dominan dengan bronkodilatasi.25
Efek samping yang tidak dikehendaki adalah sifatnya yang mengentalkan dahak dan
takikardia yang tak jarang mengganggu terapi. Begitu pula efek atropin lainnya seperti mulut
kering, obstipasi, sukar berkemih dan penglihatan kabur akibat gangguan akomodasi.
Pengobatannya sebagai inhalasi meringankan efek samping ini.25
4. Glukokortikoid
Glukokortikoid anggota keluarga kortikosteroid dipakai untuk mengobati banyak
gangguan pernapasan, terutama asma. Obat-obat ini mempunyai khasiat antiinflamasi dan
diindikasikan jika asma tidak responsif terhadap terapi bronkodilator. Anggota dari kelompok
obat ini adalah beklometason, triamsinolon, deksametason, hidrokortison dan prednison. Obat
ini dapat diberikan dengan inhaler aerosol (beklometason) atau dalam bentuk tablet
(triamsinolon, deksametason, prednison) atau dalam bentuk injeksi (deksametason,
hidrokortison).22
Glukokortikoid tidak merelaksasi otot polos saluran napas sehingga memiliki efek yang
kecil pada bronkokontriksi akut. Sebaliknya senyawa ini efektif dalam menghambat radang
saluran napas jika diberikan secara tunggal. Mekanisme yang turut menyebabkan efek
antiradang terapi glukokortikoid pada asma meliputi modulasi produksi sitokin dan kemokin,
penghambatan sintesis eikosanoid, penghambatan akumulasi basofil, eosinofil dan leukosit
lain secara nyata di jaringan paru-paru serta penurunan permeabilitas pembuluh darah.8
11
Obat-obat ini dapat mengiritasi selaput lendir lambung dan harus dimakan bersama
makanan untuk menghindari terbentuknya tukak. Jika ingin menghentikan glukokortikoid
dosis harus diturunkan secara bertahap dengn perlahan-lahan untuk mencegah insufisiensi
adrenal. Dosis tunggal biasanya tidak menimbulkan supresi adrenal. Pemakaian inhaler oral
mengurangi resiko terjadinya supresi adrenal yng berkaitan dengan terapi glukokortikoid
sistemik oral.22
5 Antagonis leukotriene
Pada pasien asma leukotrien turut menimbulkan bronkokontriksi dan sekresi mukus.
Tahun-tahun terakhir ini dikembangkan obat-obat baru yakni antagonis leukotrien yang
bekerja spesifik dan efektif pada terapi pemeliharaan terhadap asma.25 Ada beberapa obat
yang bekerja sebagai antagonis LT yaitu :
12
2.7Algoritma terapi Asma
Penatalaksanaan Terapi Asma di Rumah
Penilaian berat serangan
Klinis : gejala (batuk,sesak, mengi, dada terasa berat) yang bertambah
APE < 80% nilai terbaik / prediksi
Terapi awal
Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat
(setiap 20 menit, 3 kali dalam 1 jam), atau
Bronkodilator oral
Assesmen Awal
Riwayat uji fisik (auskultas, penggunaan otot accesessory, denyut jantung,
pernapasan) PEF atau FEV1, saturasi oksigen, dan tes lain.
FEVor PEV > 50% FEV1 or PEV < 50% Kegagalan respirasi yang
Inhalasi β2-agonis dengan (eksaserbasi berat) actual
MDI atau nebulizer, sampai Inhalasi β2-agonis dosis Intubasi dan ventilasi
3 dosis pada satu jam tinggi dan antikolinergik mekanik dengan O2
pertama dengan nebulisasi setiap 20 100%
Oksigen untuk mencapai min atau secara kontinyu Nebulisasi β2-agonis
saturasi O2 ≥ 90% selama 1 jam dan antikoolinergik
Kortikosteroid oral jika Oksigen untuk mencapai Kortikosteroid sistemik
tidak ada respon segera atau saturasi O2≥ 90%
jika pasien sebelumnya Kortikosteroid sistemik oral
menggunakan kortikosteroid
sistemik oral Masuk ke ICU
Ulangi asesmen
Gejala, uji fisik, PEF, saturasi
O2, dan tes lain yang
diperlukan
15
bekerjasama dengan pusat MESO (Monitoring Efek Samping Obat) internasional yaitu
WHO Collaboration Center for International Drug Monitoring dan otoritas regulatori
Negara lain yang secara terstruktur akan memberikan informasi terkait dengan aspek
keamanan. Tujuan akhir dari pengadaan MESO adalah akan adanya tindakan atau
pertimbangan berupa tindak lanjut terhadap pembatasan dosis, indikasi, pembekuan atau
penarikan ijin edar, dan penarikan obat dari peredaran untuk menjamin perlindungan
keamanan masyarakat.
Evaluasi atau kontrol terhadap terapi yang diterapkan pada pasien asma ini bertujuan :
Menurunkan kemungkinan terjadinya resiko yang lebih parah
Terlaksananya penegakan diagnosis dan tatalaksana pasien asma sesuai
standar/kriteria
Menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat asma
Mengetahui apakah pengobatan yang diberikan cocok atau tidak
Komponen-komponen yang merupakan bagian dari evaluasi asma adala meliputi :
1) Gejala
2) Gejala pada malam hari
3) Pengaruh dengan aktivitas normal
4) Fungsi paru
5) Kualitas Hidup
6) Kambuhnya penyakit yang menyebabkan meningkatnya keparahan
7) Perawatan yang berhubungan dengan ESO
8) Kepuasan pasien terhadap pengobatan
Kategori dalam evaluasi terdiri dari :
1) Kontrol yang baik
2) Kontrol yang tidak baik
3) Kontrol yang sangat tidak baik
Asma dikatakan terkontrol bila :
1. Gejala asma yang minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam
2. Tidak ada keterbatasan aktivitas termasuk latihan
3. Kebutuhan bronkodilator (agonis 2 kerja singkat) minimal (idealnya tidak β
diperlukan)
4. Variasi harian APE kurang dari 20 %
16
5. Nilai APE normal atau mendekati normal
6. Efek samping obat minimal (tidak ada)
7. Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat
Evaluasi terhadap terapi asma dapat dilakukan dengan menggunakan kuesioner, seperti
kuesioner terapi asma, kuesioner control asma, dam tes control asma. Contoh penggunaan
kuesioner ini adalah seperti evaluasi dengan menggunakan kuesioner ATAQ yang dilakukan
oleh Volmer, dkk dari Association of asthma control with health care utilization and quality
of life terhadap 5181 pasien asma dewasa, untuk mencari hubungan antara control asma
dengan pemakaian fasilitas kesehatan dan kualitas hidup. Hasil yang diperoleh menunjukkan
bahwa semakin buruk kontrol asma, semakin sering kunjungan ke dokter, ke gawat darurat
rumah sakit, atau perawatan inap. Demikian pula semakin buruk kontrol asma, maka semakin
rendah pula kualitas hidup pasien.
Monitor/ hentikan pengobatan (monitor/ stop treatment). Pengobatan yang irrasional
adalah pengobatan yang tidak sesuai atau tidak tepat dengan dosis, indikasi, jenis obat,
diagnosis, cara dan lama pemberian.penilaian terhadap kondisi pasien, informasi dan tindak
lanjutnya.18
Rekam medik adalah sejarah ringkas, jelas dan akurat dari kehidupan dan kesakitan
penderita, ditulis dari sudut pandang medik definisi rekam medic menurut surat keputusan
direktur pelayanan medik adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas,
anamnesis, pemeriksaan, diagnosa, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang diberikan
kepada seorang penderita selama dirawat di rumah sakit. Baik rawat inap maupun rawat
tinggal.20 Rekam medik memiliki berbagai manfaat sebagai berikut:
a. Digunakan sebagai dasar perencanaan dan keberlanjutan perawatan penderita
b. Merupakan suatu sarana komunikasi antar dokter dan setiap profesional yang
berkontribusi pada perawatan pasien
c. Melengkapi bukti dokumen terjadinya atau penyebab kesakitan pasien dan
d. penanganan atau pengobatan selama di rumah sakit
e. Digunakan sebagai dasar untuk kaji ulang studi dan evaluasi perawatan yang
f. Membantu perlindungan kepentingan hukum penderita, rumah sakit dan praktisi yang
bertanggung jawab
g. Menyediakan data untuk digunakan dalam penelitian dan pendidikan.20
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Asma adalah suatu penyakit yang menyerang saluran pernafasan (bronchiale) pada paru
dimana terdapat peradangan (inflamasi) kronis dinding rongga bronchiale sehingga
mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang akhirnya seseorang mengalami sesak nafas.
Asma banyak terjadi pada anak, Jika dibandingkan dengan anak prevelensi orang dewasa
yang terkena asma lebih rendah Dengan berbagai macam etiologi seperti : Zat allergen,
Infeksi saluran pernapasan( respiratorik ),kecenderungan alergi obat-obatan, Riwayat
keluarga (factor genetic), Emosi,stress dan lain - lain. Langkah tepat yang dapat dilakukan
untuk menghindari serangan asma adalah menjauhi faktor-faktor penyebab yang memicu
timbulnya serangan asma itu sendiri. Obat – obat asma yang sering dipakai golongan
bronkodilator, metilxantin, antikolinergik, glukokortikoid dan antagonis leukotriene.
Pengobatan asma dilakukan dengan monitoring dan evaluasi yaitu dengan menggunakan
kuesioner, seperti kuesioner terapi asma, kuesioner control asma, dam tes control asma.
3.2 Saran
Sebaiknya dalam pencantuman obat – obatan asma disertai dengan dosis yang lengkap,
interaksi obat bentuk sediaan dan cara pemakaain karena untuk bentuk sediaan obat asma
bermacam – macam dengan cara pemakaian khusu, seperti inhaler, nebulizer dan lain – lain.
18
DAFTAR PUSTAKA
19
16. Thomas, M; Bruton, A; Moffat, M; Cleland, J., 2011, Asthma and Psychological
Dysfunction,Primary Care Respiatory Journal., 20(30): 300
17. Rahajoe, N., Supriyatno,B.,dan Setyanto, D., 2008, Buku Ajar Respirologi Anak, Edisi
Pertama. Badan Penerbit IDAI. Jakarta
18. SastramihardjaS.1997,Penggunaan Obat Yang Rasional Di Tempat Pelayanan Kesehatan,
Majalah kedokteran Indonesia,Edisi 8 no 3 Jakarta.
19. Scott, Jeffrey, M.C. 2012. Master Plan Kedaruratan Medik.Binarupa Aksara. Tangerang.
20. Siregar dan Amalia. (2003). Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan, Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Hal. 8, 71, 90
21. Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung Waluyo(dkk), EGC,
Jakarta.
22. Kee, J.L. dan Hayes, E.R.,1996, Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan hal 140-
145, 435-443, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta
23. Sundaru, H, 2002,Asma. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
24. Thomas, M; Bruton, A; Moffat, M; Cleland, J., 2011, Asthma and Psychological
Dysfunction,Primary Care Respiatory Journal., 20(30): 300
25. Tjay, T. H., dan Rahardja, K. (2007).Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-
Efek Sampingnya. Edisi ke VI. Jakarta: PT Elex Media Komputindo: hal.193. Elex media
kompetindo.Jakarta
26. Tjen Daniel, 1991 ).alergi dn asma bronkial. Pustka sinar harapan. Jakarta.
27. VitaHealth.(2006). Asma, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
28. zara, A. (2012). Pengaruh Teknik Pernapasan Buteyko Terhadap Penurunan Gejala Asma
Di Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Bayang Painan Pesisir Selatan
Tahun 2012. Skripsi. Riau : Fakultas Keperawatan Universitas Andalas.
20
21